• Tidak ada hasil yang ditemukan

Matahari Terbit Bintang Sembilan 1

N/A
N/A
Harmasto Hendro Kusworo

Academic year: 2023

Membagikan "Matahari Terbit Bintang Sembilan 1"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

Resensi: Matahari Terbit Bintang Sembilan

...Mitsuo Nakamura menyebut, bahwa NU merupakan tradisional radikal, yakni radikal dalam organisasi, situasionalisme dalam politik, dan tradisionalisme dalam agama.

1939 terdapat dua kubu dalam tubuh NU, yakni kubu ulama terdidik yang pernah mengenyam pendidikan di Makkah dan ulama tradisional (Bousquet).

Pan-islamisme memiliki tokoh yang dicatat sejarah, yakni Ibnu Taimiyah yang kemudian dilanjutkan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin Al- Afghoni, Muhammad Abduh, Muhammad Rosyid Ridho, dan lainnya. Di mana konsep pemikiran Ibnu Taimiyah pada intinya mengajak memahami nilai- nilai ajaran Islam secara benar, yakni kembali kepada ajaran-ajaran Islam sejati dan melakukan ijtihad dalam menafsirkan doktrin-doktrin agama.

Muhammad bin Abdul Wahhab cenderung pada pemberantasan bid’ah dan khurofat. Jamaluddin Al-Afghoni cenderung pada perjuangan melalui bidang politik dengan tujuan menangkal penetrasi bangsa Eropa. Muhammad Abduh dan muridnya; Muhammad Rosyid Ridho; berupaya memerangi kestatisan, syirik, bid’ah, khurofat, taqlid, dan mengumandangkan terbukanya pintu ijtihad. Gerakan Muhammad bin Abdul Wahab mendapat dukungan kuat dari penguasa Hijaz, sedangkan Jamaludin Al-Afghoni tidak didukung oleh penguasa pemerintahan Islam. Demikian pula Muhammad Abduh dan Rosyid Ridho.

KH. Ahmad Dahlan pun menyerap pemikiran dari tokoh-tokoh modernis di atas. Dan keterlibatan KH. Ahmad Dahlan dalam Boedi Oetomo dan Jamiat Khoir menginspirasi berdirinya Muhammadiyah. Di mana tahap awalnya adalah memodernisasi pendidikan (Islam), dakwah, penerbitan media, dan mendirikan organisasi kepanduan Hizbul Wathon.

Problem awal yang mendasari lahirnya pemikiran politik keagamaan di lingkungan ahli fikih Islam adalah runtuhnya kekholifahan Abbasiyah. Ketika ahli fikih dihadapkan pada dua pilihan, antara menegakkan kekuasaan mutlak kholifah (boneka) atau menyesuaikan diri dengan penguasa baru.

Teori politik kaum Sunni —menurut Fauzi M. Najjar— ada dua faktor, yakni yang bersifat sosiologis dan yang bercorak apologetis.

Pandangan Jamaluddin Al-Afghani dan muridnya; Muhammad Abduh tentang bentuk negara, sama.

Mereka cenderung memilih bentuk republik sebagai bentuk ideal bernegara dengan demokrasi sebagai sistemnya. Sedangkan murid Abduh; Muhammad Rosyid Ridho; malah sepakat dengan bentuk pemerintahan kholifah, di mana pemilihan Kholifah harus melalui lembaga ahlul halli wal

‘aqd.

Paradigma hubungan agama dengan negara dalam tradisi pemikiran politik Islam ada tiga, yakni bersifat integral, bersifat separatis/sekularistik, dan paradigma simbiosis/mutualisme.

Seteru tokoh Islam dalam perjuangan Indonesia dengan Soekarno makin definitif. Agus Salim menilai, bahwa pandangan Soekarno telah mengangkat nasionalisme sederajat dengan agama.

Ahmad Hasan (Persatuan Islam) mengkritik nasionalisme ala Soekarno berwatak chauvanistik yang mengarah pada kesukuan (ashobiyah). Mohammad Natsir menilai, bahwa paham nasionalisme Soekarno dapat menjadi bentuk ashobiyah baru yang dapat memutuskan tali ukhuwah umat Islam dari berbagai bangsa. Soekarno sendiri dengan terang-terangan menentang setiap pandangan mengenai legal-formal antara Islam dengan negara. Tapi ia setuju dengan hubungan substansialistik

(2)

antara Islam dan negara, bukan formalisme Islam. »»» lebih lengkap https://warung- arsip.blogspot.com/2023/07/resensi-matahari-terbit-bintang-sembilan.html

Referensi

Dokumen terkait