BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI
SALINAN
PERATURAN KEPALA BADAN PELAKSANA BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI
NOMOR 8 TAHUN 2023 TENTANG
PELAKSANAAN PERATURAN BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI NOMOR 3 TAHUN 2023 TENTANG PENETAPAN PRIORITAS KEGIATAN KEMASLAHATAN
DAN PENGGUNAAN NILAI MANFAAT DANA ABADI UMAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
KEPALA BADAN PELAKSANA BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (4), Pasal 4 ayat (3), Pasal 8 ayat (3), Pasal 9 ayat (4), Pasal 10 ayat (2), Pasal 15 ayat (3), Pasal 21 ayat (3), dan Pasal 23 ayat (4) Peraturan Badan Pengelola Keuangan Haji Nomor 3 Tahun 2023 tentang Penetapan Prioritas Kegiatan Kemaslahatan Dan Penggunaan Nilai Manfaat Dana Abadi Umat, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji tentang Pelaksanaan Peraturan Badan Pengelola Keuangan Haji Nomor 3 Tahun 2023 tentang Penetapan Prioritas Kegiatan Kemaslahatan Dan Penggunaan Nilai Manfaat Dana Abadi Umat;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 296, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5605);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6182);
3. Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2017 tentang Badan Pengelola Keuangan Haji (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 253);
4. Peraturan Badan Pengelola Keuangan Haji Nomor 3 Tahun 2023 tentang Penetapan Prioritas Kegiatan Kemaslahatan Dan Penggunaan Nilai Manfaat Dana Abadi Umat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 111);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PELAKSANA BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI NOMOR 3 TAHUN 2023 TENTANG PENETAPAN PRIORITAS KEGIATAN KEMASLAHATAN DAN PENGGUNAAN NILAI MANFAAT DANA ABADI UMAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Keuangan Haji adalah semua hak dan kewajiban pemerintah yang dapat dinilai dengan uang terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji serta semua kekayaan dalam bentuk uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, baik yang bersumber dari jemaah haji maupun sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
2. Dana Abadi Umat, yang selanjutnya disingkat DAU adalah sejumlah dana yang sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji diperoleh dari hasil pengembangan DAU dan/atau sisa biaya operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji serta sumber lain yang halal dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Badan Pengelola Keuangan Haji, yang selanjutnya disingkat BPKH adalah lembaga yang melakukan pengelolaan Keuangan Haji.
4. Badan Pelaksana adalah organ BPKH yang melaksanakan perencanaan, pelaksanaan serta pertanggungjawaban dan pelaporan Keuangan Haji.
5. Bidang Kemaslahatan adalah bidang pada BPKH yang memiliki tugas dan fungsi dalam pelaksanaan Program Kemaslahatan, Kegiatan Kemaslahatan, dan penggunaan nilai manfaat DAU.
6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
7. Mitra Kemaslahatan adalah lembaga yang ditetapkan BPKH sebagai pengelola dan/atau penyalur bantuan dana Kegiatan Kemaslahatan.
8. Penerima Manfaat adalah lembaga dan/atau individu sebagai penerima bantuan dana Kegiatan Kemaslahatan.
9. Program Kemaslahatan adalah Program Kemaslahatan Umat Islam yang pendanaannya bersumber dari nilai manfaat Dana Abadi Umat yang dikelola oleh BPKH sesuai dengan ketentuan Peraturan.
10. Kegiatan Kemaslahatan Umat Islam yang selanjutnya disebut Kegiatan Kemaslahatan adalah kegiatan dengan ruang lingkup pelayanan ibadah haji, pendidikan dan dakwah, kesehatan, sosial keagamaan, ekonomi umat, pembangunan sarana dan prasarana ibadah, serta tanggap bencana.
11. Dana Kemaslahatan adalah dana yang digunakan untuk Kegiatan Kemaslahatan yang berasal dari nilai manfaat DAU.
BAB II
PENETAPAN PRIORITAS PROGRAM KEMASLAHATAN DAN BESARAN PENGGUNAAN NILAI MANFAAT
DANA ABADI UMAT Bagian Kesatu
Penetapan Prioritas Program Kemaslahatan Pasal 2
(1) BPKH menyusun rencana prioritas Kegiatan Kemaslahatan tahunan yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan.
(2) Dalam menyusun rencana prioritas Kegiatan Kemaslahatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) BPKH berkoordinasi dengan Menteri.
Pasal 3
(1) Hasil koordinasi penyusunan rencana Prioritas Kegiatan Kemaslahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) disampaikan dalam rapat Badan Pelaksana untuk mendapat penilaian dan persetujuan.
(2) Prioritas Kegiatan Kemaslahatan yang telah dinilai dan disetujui dalam rapat Badan Pelaksana ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan Pelaksana.
(3) Penetapan Prioritas Kegiatan Kemaslahatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan paling lambat pada tanggal 31 Desember tahun sebelumnya.
Pasal 4
Prioritas Kegiatan Kemaslahatan yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) merupakan bagian dari rencana kerja dan anggaran tahunan BPKH.
Pasal 5
Dalam hal tidak terdapat perubahan Prioritas Program Kemaslahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Prioritas Program Kemaslahatan yang ditetapkan pada tahun sebelumnya dapat ditetapkan kembali sebagai Prioritas Program Kemaslahatan untuk tahun berjalan.
Bagian Kedua
Penggunaan Nilai Manfaat Dana Abadi Umat Pasal 6
(1) Besaran Dana Kemaslahatan yang dapat digunakan untuk Kegiatan Kemaslahatan paling banyak sama dengan total nilai manfaat DAU tahun sebelumnya.
(2) Sisa Dana Kemaslahatan yang tidak digunakan untuk Kegiatan Kemaslahatan di tahun berjalan dapat digunakan untuk Kegiatan Kemaslahatan tahun
berikutnya atau dikembalikan ke DAU dan menjadi bagian dari DAU.
(3) Dalam hal sisa Dana Kemaslahatan digunakan untuk Kegiatan Kemaslahatan tahun berikutnya perlu mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Pasal 7
(1) Dalam hal terdapat sisa Dana Kemaslahatan hasil efisiensi atas pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan, Penerima Manfaat atau Mitra Kemaslahatan dapat mengembalikan sisa Dana Kemaslahatan kepada BPKH atau mengajukan penambahan output dengan persetujuan Badan Pelaksana.
(2) Pengembalian sisa Dana Kemaslahatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 31 Desember tahun berjalan atau berdasarkan persetujuan tertulis dari BPKH.
Bagian Ketiga
Bentuk Penyaluran Dana Kemaslahatan Pasal 8
(1) Bentuk penyaluran Dana Kemaslahatan dapat berupa:
a. hadiah, yaitu pemberian dalam bentuk uang atau barang kepada Penerima Manfaat atas inisiatif BPKH sebagai bentuk penghargaan atas prestasi dan dedikasi bagi umat Islam.
b. hibah, yaitu pemberian dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada Penerima Manfaat dan/atau Mitra Kemaslahatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya untuk pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan.
c. bantuan, yaitu pemberian dalam bentuk uang atau barang kepada Penerima Manfaat dan/atau Mitra Kemaslahatan yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial yang disebabkan oleh krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam dan bencana alam, serta non- alam.
d. wakaf, yaitu perbuatan hukum wakif dalam hal ini BPKH untuk memisahkan dan/atau menyerahkan uang atau barang untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah kepada Mitra Kemaslahatan yang memiliki legalitas sebagai Nazhir.
(2) Penyaluran Dana Kemaslahatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara transparan dan tidak ada benturan kepentingan.
(3) Penyaluran Dana Kemaslahatan dalam bentuk wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat berupa wakaf temporer atau wakaf permanen.
(4) Penyaluran Dana Kemaslahatan wakaf temporer sebagaimana dimaksud pada ayat (3), apabila telah jatuh tempo maka dana pokok dapat dikembalikan ke DAU atau
digulirkan kembali dalam bentuk wakaf sesuai ruang lingkup yang sejenis dengan mauquf alaih yang berbeda.
BAB III
RUANG LINGKUP KEGIATAN KEMASLAHATAN Pasal 9
(1) Dana Kemaslahatan dapat digunakan untuk bantuan Kegiatan Kemaslahatan dengan ruang lingkup sebagai berikut:
a. pelayanan ibadah haji;
b. pendidikan dan dakwah;
c. kesehatan;
d. sosial keagamaan;
e. ekonomi umat;
f. pembangunan sarana dan prasarana ibadah; atau g. tanggap bencana
(2) Kriteria ruang lingkup Kegiatan Kemaslahatan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.
BAB IV
KUOTA DAN ALOKASI KEGIATAN KEMASLAHATAN Pasal 10
(1) Kepala Badan Pelaksana menetapkan kuota dan alokasi anggaran Kegiatan Kemaslahatan berdasarkan usulan dari anggota Badan Pelaksana yang membawahkan bidang kemaslahatan.
(2) Kuota dan alokasi anggaran Kegiatan Kemaslahatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan:
a. kuota wilayah regional; dan
b. kuota ruang lingkup Kegiatan Kemaslahatan.
(3) Penetapan Kuota dan alokasi anggaran Kegiatan Kemaslahatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan Pelaksana BPKH.
BAB V
PENERIMA MANFAAT DAN MITRA KEMASLAHATAN Bagian Kesatu
Kriteria dan Persyaratan Penerima Manfaat Pasal 11
(1) Penerima Manfaat dapat berbentuk badan hukum atau perorangan/individu.
(2) Ketentuan mengenai kriteria dan persyaratan Penerima Manfaat tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.
Bagian Kedua
Kriteria dan Persyaratan Mitra Kemaslahatan Pasal 12
(1) Mitra Kemaslahatan merupakan lembaga yang ditetapkan BPKH sebagai pengelola dan/atau penyalur bantuan Dana Kegiatan Kemaslahatan dari BPKH kepada Penerima Manfaat antara lain:
a. Kementerian dan/atau lembaga pemerintah;
b. Badan usaha milik negara, termasuk anak usaha;
c. Anak perusahaan/badan hukum afiliasi BPKH;
d. Badan amil zakat/lembaga amil zakat;
e. Lembaga professional yang berpengalaman dalam melaksanakan kegiatan corporate social responsibility; atau
f. lembaga lainnya sesuai ketentuan yang berlaku.
(2) Mitra Kemaslahatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria dan persyaratan administrasi yang telah ditetapkan yang tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.
(3) Mitra Kemaslahatan ditetapkan oleh Kepala Badan Pelaksana berdasarkan rekomendasi dari anggota Badan Pelaksana yang membawahkan Bidang Kemaslahatan.
(4) Penetapan Mitra Kemaslahatan dituangkan dalam Surat Keputusan Kepala Badan Pelaksana dengan jangka waktu 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang.
(5) Mitra Kemaslahatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib menandatangani kerjasama kemitraan dengan BPKH.
BAB VI
MEKANISME PENGAJUAN USULAN KEGIATAN KEMASLAHATAN
Pasal 13
(1) Usulan Kegiatan Kemaslahatan ditujukan kepada Kepala Badan Pelaksana melalui bidang yang melaksanakan tugas dan fungsi kemaslahatan.
(2) Selain berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kegiatan Kemaslahatan dapat dilakukan atas inisiatif BPKH berdasarkan persetujuan Kepala Badan Pelaksana.
(3) Usulan Kegiatan Kemaslahatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diajukan sepanjang tahun.
(4) Usulan Kegiatan Kemaslahatan sebagaimana dimaksud ayat (1) diajukan oleh Penerima Manfaat atau Mitra Kemaslahatan dalam format proposal yang ditentukan oleh BPKH.
Pasal 14
(1) Usulan Kegiatan Kemaslahatan yang diajukan oleh Penerima Manfaat paling sedikit memuat:
a. surat pengantar;
b. profil organisasi/lembaga disertai dokumen legal formal;
c. deskripsi Kegiatan Kemaslahatan yang diajukan;
d. rencana pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan dan/atau jadwal pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan;
e. rencana anggaran biaya (RAB) Kegiatan Kemaslahatan;
f. pakta integritas; dan
g. surat pertanggungjawaban mutlak.
(2) Usulan Kegiatan Kemaslahatan yang diajukan oleh Mitra Kemaslahatan paling sedikit memuat:
a. surat pengantar;
b. deskripsi Kegiatan Kemaslahatan yang diajukan;
c. rencana pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan dan/atau jadwal pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan; dan
d. rencana anggaran biaya (RAB) Kegiatan Kemaslahatan.
BAB VII
PENILAIAN USULAN KEGIATAN KEMASLAHATAN Bagian Kesatu
Pendaftaran dan Penilaian Usulan Kegiatan Kemaslahatan Pasal 15
(1) Usulan Kegiatan Kemaslahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) dicatat sebagai pendaftaran dan wajib dilakukan penilaian oleh BPKH.
(2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk memeriksa kelengkapan persyaratan administrasi dan pemenuhan kriteria persyaratan.
(3) Penilaian pemenuhan kriteria persyaratan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan alokasi anggaran, kesesuaian ruang lingkup dan kesesuaian wilayah regional.
(4) Hasil penilaian terhadap usulan Kegiatan Kemaslahatan dinyatakan dengan kategori:
a. layak; dan b. tidak layak.
(5) Usulan Kegiatan Kemaslahatan yang dinyatakan layak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dilanjutkan dengan proses asesmen.
(6) Usulan Kegiatan Kemaslahatan yang dinyatakan tidak layak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b diinformasikan kepada pengusul melalui surat pemberitahuan.
(7) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditandatangani oleh Deputi yang membawahkan Bidang Kemaslahatan.
Bagian Kedua
Asesmen Kegiatan Kemaslahatan Pasal 16
(1) Proses asesmen usulan Kegiatan Kemaslahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5) dilakukan melalui kunjungan (visitasi) lapangan atau melalui media online.
(2) Tujuan asesmen dilakukan untuk menilai dan memastikan:
a. usulan kegiatan yang diajukan tidak fiktif;
b. lembaga atau individu pengusul Kegiatan Kemaslahatan benar keberadaannya; dan
c. tepat sasaran.
(3) Asesmen dapat dilakukan dengan cara:
a. mandiri atau langsung dilakukan oleh BPKH;
b. melalui penugasan Mitra Kemaslahatan; atau c. melalui penunjukan pihak ketiga.
(4) Penugasan Mitra Kemaslahatan atau penunjukan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan huruf c dilakukan berdasarkan prinsip efektivitas, efisiensi dan kemudahan pelaksanaan asesmen.
Pasal 17
(1) Biaya asesmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf a dan huruf c menjadi beban operasional BPKH.
(2) Biaya asesmen yang dilakukan melalui penugasan Mitra Kemaslahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf b merupakan bagian dari biaya manajemen yang bersifat lumpsum.
(3) Laporan hasil asesmen yang dilaksanakan oleh Mitra Kemaslahatan disampaikan sebagai usulan Kegiatan Kemaslahatan, sekurang-kurangnya terdiri dari:
a. surat pengantar;
b. deskripsi rekomendasi kelayakan Kegiatan Kemaslahatan;
c. rencana anggaran biaya (RAB) Kegiatan Kemaslahatan; dan
d. jadwal pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan.
(4) Bidang Kemaslahatan memberikan penilaian terhadap hasil asesmen dengan kategori layak dan tidak layak.
(5) Usulan Kegiatan Kemaslahatan yang termasuk dalam kategori layak dilanjutkan dengan proses analisis dan kajian kelayakan Kegiatan Kemaslahatan.
(6) Usulan Kegiatan Kemaslahatan yang dinyatakan tidak layak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diinformasikan kepada pengusul melalui surat pemberitahuan.
(7) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditandatangani oleh Deputi yang membawahkan Bidang Kemaslahatan.
Bagian Ketiga
Analisis dan Kajian Kelayakan Kegiatan Kemaslahatan Pasal 18
(1) Analisis kelayakan Kegiatan Kemaslahatan merupakan penilaian usulan Kegiatan Kemaslahatan dengan memastikan terpenuhinya aspek sebagai berikut:
a. kelengkapan persyaratan administrasi dan pemenuhan dokumen legal;
b. pemenuhan kriteria persyaratan alokasi kuota ruang lingkup dan kuota regional;
c. kelengkapan pemenuhan checklist kepatuhan peraturan yang berlaku;
d. kelengkapan pemenuhan checklist aspek, risiko reputasi dan risiko keberlanjutan; dan
e. kajian kelayakan teknis kemaslahatan yang memuat:
1) analisis kewajaran rencana anggaran biaya (RAB); dan
2) analisis kelayakan kegiatan/program.
(2) Analisis kelayakan Kegiatan Kemaslahatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bidang Kemaslahatan.
(3) Bidang Kemaslahatan dapat mengajukan permohonan pendapat hukum, kajian kepatuhan, dan kajian aspek risiko atas usulan Kegiatan Kemaslahatan dengan nominal paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Bagian Keempat
Persetujuan dan Penetapan Kegiatan Kemaslahatan Pasal 19
(1) Bidang Kemaslahatan mengajukan usulan Kegiatan Kemaslahatan berdasarkan hasil analisis kelayakan Kegiatan Kemaslahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 untuk mendapat persetujuan.
(2) Kewenangan pemberian persetujuan dan besaran nilai persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan Pelaksana.
(3) Bidang kemaslahatan dapat mengajukan persetujuan prinsip inisiatif Kegiatan Kemaslahatan dalam rapat Badan Pelaksana.
Bagian Kelima
Program Kemaslahatan Tanggap Bencana Pasal 20
(1) Pelaksanaan Program Kemaslahatan tanggap bencana dilakukan secara mandiri oleh BPKH atau melalui penunjukan Mitra Kemaslahatan.
(2) Pelaksanaan Program Kemaslahatan tanggap bencana melalui penunjukan Mitra Kemaslahatan, dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Mitra Kemaslahatan melaksanakan dengan menggunakan dana Mitra Kemaslahatan kemudian
mengajukan penggantian (reimburse) kepada BPKH dengan melampirkan bukti laporan pengeluaran.
b. Penggunaan dana mitra Kemaslahatan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dapat disetujui sepanjang pelaksanaan telah sesuai dengan persetujuan dari BPKH.
c. Percepatan pelaksanaan program tanggap bencana dapat dilaksanakan secara paralel dengan proses pencairan Dana Kemaslahatan kepada Mitra Kemaslahatan.
Bagian Keenam
Pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan Pasal 21
(1) Kegiatan Kemaslahatan dapat dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dan penetapan dimaksud dalam Pasal 19.
(2) Kegiatan Kemaslahatan dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip tata kelola yang baik, risiko yang terukur dan asas kepatuhan.
Pasal 22
(1) Pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) dapat dilakukan dengan cara:
a. mandiri atau langsung dilakukan oleh BPKH;
dan/atau
b. melalui Mitra Kemaslahatan berdasarkan kerjasama kemitraan.
(2) Kegiatan Kemaslahatan yang dilaksanakan secara mandiri oleh BPKH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam bentuk pemberian bantuan Dana Kemaslahatan secara langsung kepada Penerima Manfaat.
(3) Pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh bidang yang membawahkan fungsi kemaslahatan.
(4) Anggota Badan Pelaksana yang membawahkan Bidang Kemaslahatan bertanggungjawab atas pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan yang dilakukan secara mandiri.
(5) Dalam hal pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan dilakukan oleh Mitra Kemaslahatan, BPKH bertindak sebagai regulator yang menetapkan kebijakan teknis, format kajian kelayakan, prosedur pelaksanaan dan mekanisme pemantauan serta pertanggungjawaban.
(6) Pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan melalui kerjasama kemitraan, Mitra Kemaslahatan bertanggungjawab atas seluruh Kegiatan Kemaslahatan yang dilaksanakan.
Bagian Ketujuh
Perubahan Pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan Pasal 23
(1) Perubahan Kegiatan Kemaslahatan dapat dilakukan dalam kondisi dan alasan tertentu, yang mekanisme dan tata caranya diatur dalam pedoman teknis.
(2) Perubahan pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Mitra Kemaslahatan dengan syarat:
a. tidak mengubah pagu anggaran;
b. tidak mengubah lokasi Kegiatan Kemaslahatan;
c. tidak mengubah Penerima Manfaat yang telah disetujui BPKH; dan
d. tidak mengubah output yang telah ditetapkan.
Bagian Kedelapan
Pembatalan Kegiatan Kemaslahatan Pasal 24
(1) Kegiatan Kemaslahatan yang telah disetujui oleh BPKH dapat diajukan pembatalan secara tertulis oleh Mitra Kemaslahatan atau Penerima Manfaat.
(2) Persetujuan pembatalan Kegiatan Kemaslahatan diputuskan sesuai dengan kewenangan yang telah ditetapkan.
(3) Dalam hal terdapat pembatalan atas Kegiatan Kemaslahatan, Dana Kemaslahatan yang sudah dicairkan oleh BPKH kepada Mitra Kemaslahatan atau Penerima Manfaat, harus dikembalikan kepada BPKH.
(4) Biaya yang timbul akibat pembatalan Kegiatan Kemaslahatan dibebankan kepada biaya operasional BPKH.
Bagian Kesembilan
Biaya Manajemen Mitra Kemaslahatan Pasal 25
(1) Mitra Kemaslahatan yang ditugaskan melaksanakan Kegiatan Kemaslahatan berhak mendapatkan biaya manajemen secara lumpsum.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran biaya manajemen ditetapkan dalam Keputusan Kepala Badan Pelaksana.
(2) Biaya manajemen merupakan biaya program untuk pelaksanaan Program Kemaslahatan secara keseluruhan mulai asesmen sampai dengan serah terima program dan pendampingan audit yang dilaksanakan oleh Mitra Kemaslahatan.
Bagian Kesepuluh Pencairan Dana Kemaslahatan
Pasal 26
(1) Mekanisme pencairan Dana Kemaslahatan kepada Mitra Kemaslahatan dan/atau Penerima Manfaat dilakukan oleh Bidang yang membawahkan keuangan BPKH.
(2) Pencairan Dana Kemaslahatan dapat dilakukan secara sekaligus atau bertahap.
Bagian Kesebelas
Perikatan Kegiatan Kemaslahatan Pasal 27
(1) Kegiatan Kemaslahatan oleh Mitra Kemaslahatan dan/atau Penerima Manfaat dilakukan atas dasar perjanjian kerjasama Kegiatan Kemaslahatan antara BPKH dan Mitra Kemaslahatan/Penerima Manfaat.
(2) Perjanjian kerja sama Kegiatan Kemaslahatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a. identitas para pihak;
b. hak dan kewajiban para pihak;
c. lokasi dan besaran nominal Kegiatan Kemaslahatan;
d. mekanisme penyaluran Dana Kemaslahatan; dan e. jangka waktu pelaksanaan.
Pasal 28
(1) Kegiatan Kemaslahatan dilaksanakan untuk 1 (satu) tahun anggaran.
(2) Dalam hal tertentu Kegiatan Kemaslahatan dapat dilakukan dalam bentuk tahun jamak berdasarkan kompleksitas dan/atau kesinambungan Kegiatan Kemaslahatan.
(3) Kegiatan Kemaslahatan yang dilakukan dengan tahun jamak ditetapkan oleh Kepala Badan Pelaksana atas usulan anggota Badan Pelaksana yang membawahkan Bidang Kemaslahatan.
BAB VIII
EVALUASI, PEMANTAUAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEGIATAN KEMASLAHATAN
Bagian Kesatu Umum Pasal 29
(1) Badan Pelaksana melalui anggota Badan Pelaksana yang membawahkan Bidang Kemaslahatan wajib melakukan pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan yang dilaksanakan secara mandiri atau oleh Mitra Kemaslahatan.
(2) Pemantauan dan evaluasi berdasarkan laporan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
cara verifikasi atas laporan tertulis yang disampaikan Mitra Kemaslahatan atau Penerima Manfaat.
Bagian Kedua Pemantauan
Pasal 30
(1) Anggota Badan Pelaksana yang membawahkan Bidang Kemaslahatan memantau pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan berdasarkan laporan tertulis dari Mitra Kemaslahatan atau Penerima Manfaat.
(2) Dalam keadaaan tertentu pemantauan pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan dapat dilakukan dalam bentuk kunjungan ke lokasi Kegiatan Kemaslahatan.
(3) Pemantauan dilakukan untuk:
a. memastikan bahwa sasaran dan output Kegiatan Kemaslahatan terpenuhi sesuai Usulan yang telah disetujui;
b. mengetahui kendala dan sumber risiko yang relevan yang dapat mengganggu berjalannya kegiatan atau tercapainya tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, baik secara parsial maupun keseluruhan;
c. mengetahui peluang yang relevan yang dapat meningkatkan kinerja kegiatan;
d. membantu Penerima Manfaat atau Mitra Kemaslahatan dalam mengelola sumber daya dan mengendalikan pelaksanaan kegiatan; dan
e. memastikan bahwa kegiatan yang dilaksanakan mematuhi ketentuan peraturan perundang- undangan.
(4) Pemantauan berdasarkan laporan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara verifikasi atas laporan tertulis yang disampaikan Mitra Kemaslahatan atau Penerima Manfaat.
(5) Ketentuan dan tata cara mengenai verifikasi pada ayat (4) diatur dalam pedoman teknis.
Pasal 31
(1) Apabila dipandang perlu, BPKH dapat menunjuk pihak ketiga untuk tujuan pemantauan atau monitoring dan evaluasi Kegiatan Kemaslahatan.
(2) Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan pihak yang melaksanakan Kegiatan Kemaslahatan.
(3) Pemantauan pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 mencakup pemantauan secara berkala setelah persetujuan Kegiatan Kemaslahatan sampai dengan laporan pertanggungjawaban disampaikan kepada BPKH.
(4) Biaya pemantauan yang timbul sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) menjadi beban operasional BPKH.
Bagian Ketiga Evaluasi Pasal 32
(1) Evaluasi dilaksanakan dengan membandingkan kriteria yang telah ditentukan dan tujuan yang ingin dicapai dengan pencapaian pada saat evaluasi dilaksanakan.
(2) Anggota Badan Pelaksana yang membawahkan Bidang Kemaslahatan wajib menyampaikan hasil evaluasi Kegiatan Kemaslahatan kepada Kepala Badan Pelaksana.
(3) BPKH dapat memberikan penghargaan atau sanksi terhadap Mitra Kemaslahatan berdasarkan penilaian kinerja dalam pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan.
(4) Ketentuan dan tata cara penilaian kinerja Mitra Kemaslahatan diatur lebih lanjut dalam pedoman teknis.
Bagian Keempat
Laporan Pertanggungjawaban Pasal 33
(1) Setiap pelaksana Kegiatan Kemaslahatan wajib membuat Laporan Pertanggungjawaban.
(2) Laporan Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan;
b. penggunaan Dana Kegiatan Kemaslahatan; dan c. dokumentasi pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Kepala Badan Pelaksana.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP Pasal 34
Pada saat Peraturan Kepala Badan Pelaksana ini mulai berlaku:
a. Kegiatan Kemaslahatan yang sedang dilaksanakan berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Kegiatan Kemaslahatan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Kegiatan Kemaslahatan tetap berlaku sampai dengan selesainya Kegiatan Kemaslahatan;
b. Usulan Kegiatan Kemaslahatan yang sedang dalam proses asesmen, kajian kelayakan, atau persetujuan, mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pelaksana ini.
Pasal 35
Pada saat Peraturan Kepala Badan Pelaksana ini mulai berlaku:
a. Peraturan Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji Nomor 2 Tahun 2018 tentang Kriteria,
Persyaratan, Penetapan, Pelaporan dan Pertanggungjawaban Mitra Kemaslahatan dan Penerima
Manfaat Kegiatan Kemaslahatan; dan
b. Peraturan Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Kegiatan Kemaslahatan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Kegiatan Kemaslahatan, dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.
Pasal 36
Peraturan Kepala Badan Pelaksana ini mulai berlaku setelah 30 tiga puluh (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Oktober 2023 KEPALA BADAN PELAKSANA
BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI, FADLUL IMANSYAH ttd
Salinan sesuai dengan aslinya BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI
a.n. Badan Pelaksana Bidang Hukum dan Kepatuhan Deputi Hukum dan Kepatuhan
Ahmad Zaky
LAMPIRAN I
PERATURAN KEPALA BADAN PELAKSANA BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI NOMOR 8 TAHUN 2023 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI NOMOR 3 TAHUN 2023 TENTANG PENETAPAN PRIORITAS KEGIATAN KEMASLAHATAN DAN PENGGUNAAN NILAI MANFAAT DANA ABADI UMAT
DEFINISI DAN KRITERIA RUANG LINGKUP KEGIATAN KEMASLAHATAN 1. Ruang Lingkup : Pelayanan Ibadah Haji
Definisi : Kegiatan dalam rangka meningkatkan pelayanan bagi jemaah haji baik sebelum, selama dan setelah kegiatan ibadah haji yang bertujuan untuk menyediakan sarana dan prasarana layanan penyelenggaraan Ibadah Haji di dalam dan/atau di luar negeri, antara lain:
1. Pembangunan/renovasi Pusat Layanan Haji dan Umrah Terpadu (PLHUT);
2. Pengadaan kendaraan layanan jemaah haji;
3. Pengadaan kendaraan pendaftaran haji keliling;
4. Pembangunan/renovasi/penyediaan sarana dan sarana pendukung asrama haji;
5. Pengadaan suvenir jemaah haji.
Kriteria Penerima
Manfaat: : 1. Satuan kerja pada Kementerian Agama Republik Indonesia (“Kemenag RI”) (Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (“DJPHU”) dan/atau Sekretariat Jenderal (“Setjen”));
2. Pemerintah Pusat;
3. Pemerintah Daerah;
4. Kelompok bimbingan haji/ikatan persaudaraan haji/alumni haji/asosiasi haji/perkumpulan bank syariah Indonesia yang terdaftar di Kemenag RI dan/atau Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia;
5. Universitas atau institusi pendidikan yang memiliki program studi perhajian dan terdaftar di Kemenag RI dan/atau Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
6. Jemaah haji/calon jemaah haji Indonesia Persyaratan
Administrasi Umum : Sebagaimana diatur dalam Pasal 14
Persyaratan
Administrasi Khusus : 1. Bantuan dukungan pelayanan ibadah haji di dalam dan/atau luar negeri dilakukan dalam kondisi yang mendesak dan tidak dimungkinkan pembiayaan melalui BPIH, wajib melengkapi Surat Pengantar dari Menteri.
2 Ruang Lingkup : Pendidikan dan Dakwah
Definisi : Kegiatan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia umat Islam dan aktivitas pemberdayaan kemaslahatan umat Islam meliputi:
1. Beasiswa bagi siswa/mahasiswa/santri/
tahfidz/ulama/da’i;
2. Bantuan pendidikan bagi siswa/mahasiswa/
santri/tahfidz/ulama/da’i;
3. Beasiswa riset tema ekosistem keuangan haji bagi mahasiswa S1/S2 dan S3;
4. Pengembangan pendidikan keagamaan Islam atau ekonomi syariah atau keuangan haji;
5. Pembangunan/renovasi ruang kelas baru/
asrama santri/laboratorium pendidikan/
rumah tahfidz;
6. Pembangunan/renovasi gedung dakwah/aula dakwah/gazebo dakwah/gedung ormas Islam;
7. Pengadaan kendaraan layanan dakwah;
8. Pengadaan kendaraan layanan pembelajaran Al Quran keliling;
9. Pengadaan digitalisasi pesantren/madrasah;
10. Pengembangan sarana dan prasarana syiar Islam dan media dakwah.
2. Kegiatan yang bersifat pembangunan sarana dan prasarana penyelenggaraan layanan ibadah haji oleh DJPHU dan/atau Setjen Kemenag RI, wajib melengkapi:
a. Dokumen Rencana Anggaran Biaya (RAB);
b. Gambar desain fisik/obyek;
c. Surat pernyataan bahwa obyek tersebut tidak mendapatkan pembiayaan dari APBN/APBD.
d. Surat rekomendasi dari DJPHU atau Setjen Kemenag RI.
3. Kegiatan pengadaan kendaraan layanan jemaah haji/layanan pendaftaran haji keliling wajib menyampaikan surat rekomendasi dari DJPHU atau Setjen Kemenag RI.
Kriteria Penerima
Manfaat : 1.
2. 3.
4.
5. 6.
7. 8.
10. 9.
BPKH;
Kemenag RI;
Pemerintah Pusat dan/atau Daerah;
Yayasan yang bergerak dibidang Pendidikan dan/atau dakwah;
Madrasah;
Pondok pesantren;
Institusi pendidikan Islam;
Universitas dan/atau akademi dan/atau ma’had Islam;
Ormas Islam; dan/atau
Lembaga Amil Zakat/Wakaf atau Badan Amil Zakat/Wakaf.
Persyaratan
Administrasi Umum : Sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Persyaratan
Administrasi Khusus : 1.
2.
3.
Pesantren yang diajukan terdaftar dalam Sistem Statistik Pesantren Kementerian Agama Republik Indonesia
Madrasah/ma’had Islam yang diajukan terdaftar dalam system Kemenag RI.
Kegiatan yang bersifat pembangunan fisik, harus melengkapi:
a. Rencana Anggaran Biaya (RAB);
b. Gambar rencana desain;
c. Foto obyek/lokasi rencana kegiatan;
d. Sertifikat tanah yang akan dibangun, harus wakaf atau atas nama yayasan/lembaga dan bukan perorangan.
Khusus pengajuan dari satuan kerja Kementerian/Lembaga harus melengkapi surat pernyataan bahwa bagian obyek yang diajukan tidak mendapatkan pembiayaan dari APBN/APBD.
3. Ruang Lingkup : Kesehatan
Definisi : Kegiatan dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan sumber daya manusia umat Islam, meliputi:
1. Peningkatan kualitas kesehatan antara lain kegiatan pemberian pengobatan gratis secara massal atau khitanan gratis massal,
2. Pencegahan stunting;
3. Pembangunan dan/atau renovasi klinik dan/atau rumah sakit;
4. Pengadaan ambulans atau peralatan kesehatan;
5. Pembangunan sarana air bersih dan/atau pembangunan instalasi air minum masyarakat,
6. Pembangunan instalasi pengolahan limbah dan/atau sampah dan/atau WC atau Toilet atau sanitasi.
Kriteria Penerima
Manfaat: : 1.
2. BPKH;
Kemenag RI;
3. 4.
5. 6.
7.
8.
9.
Pemerintah Pusat dan/atau Daerah;
Yayasan yang memiliki layanan kesehatan;
Klinik atau Rumah Sakit atau Puskesmas atau Puskemas Pembantu;
Pesantren/lembaga pendidikan Islam/
universitas/masjid yang memiliki layanan kesehatan;
Ormas Islam yang memiliki layanan kesehatan.
Lembaga Amil Zakat/Wakaf atau Badan Amil Zakat/Wakaf
Persyaratan
Administrasi Umum : Sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Persyaratan
Administrasi Khusus 1.
2.
3.
Masjid/musala yang diajukan terdaftar dalam Sistem Informasi Masjid (SIMAS) Kemenag RI.
Pesantren yang diajukan terdaftar dalam Sistem Statistik Pesantren Kementerian Agama Republik Indonesia
Kegiatan yang bersifat pembangunan fisik, harus melengkapi:
a. Rencana Anggaran Biaya (RAB);
b. Gambar rencana desain; dan
c. Foto obyek/lokasi rencana kegiatan.
d. Sertifikat tanah yang akan dibangun harus wakaf atau atas nama yayasan/lembaga dan bukan perorangan.
Khusus pengajuan dari satuan kerja Kementerian/Lembaga harus melengkapi Surat Pernyataan bahwa bagian obyek yang diajukan tidak mendapatkan pembiayaan dari APBN/APBD.
4. Kegiatan pengadaan ambulans wajib menyampaikan surat rekomendasi dari Dinas Kesehatan setempat.
4. Ruang Lingkup : Sosial Keagamaan
Definisi : Aktivitas pemberdayaan kemaslahatan umat Islam dengan memberikan santunan dan/atau bantuan sosial untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial. Risiko sosial adalah kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan potensi terjadinya kerentanan sosial yang ditanggung oleh individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam dan bencana alam serta non alam yang jika tidak diberikan bantuan sosial akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar. Kegiatan sosial keagamaan meliputi:
1. Pemberian bantuan daging sedekah kurban atau daging/olahan DAM Haji;
2. Pemberian bantuan sembako;
3. Pemberian bantuan yatim piatu dan fakir miskin;
4. Pemberian bantuan penyandang disabilitas;
5. Pemberian bantuan mualaf;
6. Penyediaan sarana, prasarana dan layanan sosial umat Islam antara lain pembangunan/renovasi rumah yatim atau pengadaan kendaraan layanan sosial.
Kriteria Penerima
Manfaat : 1.
2.
3. 4.
5.
6. 7.
BPKH;
Kemenag RI atau Kementerian Sosial Republik Indonesia;
Pemerintah Pusat dan/atau Daerah;
Yayasan yang memiliki layanan sosial;
Rumah yatim atau rumah singgah anak jalanan;
Pesantren / lembaga pendidikan Islam / universitas / masjid yang memiliki layanan sosial;
Ormas Islam yang memiliki layanan sosial.
Lembaga Amil Zakat atau Badan Amil Zakat Persyaratan
Administrasi Umum : Sebagaimana diatur dalam Pasal 14 1.
2.
3.
Masjid/musala yang diajukan terdaftar dalam Sistem Informasi Masjid (SIMAS) Kementerian Agama Republik Indonesia.
Pesantren yang diajukan terdaftar dalam Sistem Statistik Pesantren Kementerian Agama Republik Indonesia
Kegiatan yang bersifat pembangunan fisik, harus melengkapi:
a. Rencana Anggaran Biaya;
b. Gambar rencana desain; dan
c. Foto obyek/lokasi rencana kegiatan.
d. Sertifikat tanah yang akan dibangun harus wakaf atau atas nama yayasan/lembaga dan bukan perorangan.
Khusus pengajuan dari Satuan Kerja Kementerian/Lembaga harus melengkapi Surat Pernyataan bahwa bagian obyek yang diajukan tidak mendapatkan pembiayaan dari APBN/APBD.
4. Kegiatan pengadaan kendaraan layanan sosial wajib menyampaikan surat rekomendasi dari Kemenag RI atau Kementerian Sosial Republik Indonesia.
5. Ruang Lingkup : Ekonomi Umat
Definisi : Aktivitas pemberdayaan kemaslahatan umat Islam dengan tujuan membangun perekonomian nasional yang diselenggarakan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip syariah, kebersamaan dan efisiensi berkeadilan. Pemberdayaan tersebut dilakukan melalui program pertanian, peternakan, perkebunan, kerajinan, makanan dan minuman untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga umat Islam. Kegiatan ekonomi umat antara lain:
1. Pendidikan /pelatihan/ capacity building kewirausahaan;
2. Program BPKH Santripreneur;
3. Peningkatan aktivitas wirausaha muslim melalui usaha mikro dan kecil;
4. Pembangunan atau pengembangan Program Community Development Kampung Haji BPKH;
5. Program Haji-Mart (H-Mart);
6. Pengadaan alat pertanian atau alat peternakan atau alat perikanan/nelayan.
7. Pengembangan wisata, produk dan/atau jasa halal;
8. Pengadaan hewan ternak antara lain sapi/domba/kambing/ayam;
9. Pengadaan kendaraan pendukung pertanian/
perikanan/UMKM.
Kriteria Penerima
Manfaat : 1.
2. 3.
4. 5.
6. 7.
8.
9.
BPKH;
Kemenag RI;
Pemerintah Pusat dan/atau Daerah;
Yayasan yang memiliki layanan ekonomi;
Pesantren/masjid yang memiliki program ekonomi;
Ormas Islam yang memiliki program ekonomi;
Lembaga Amil Zakat atau Badan Amil Zakat;
Koperasi syariah atau koperasi pondok pesantren; atau
Kelompok tani atau ternak yang terdaftar.
Persyaratan
Administrasi Umum : Sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Persyaratan
Administrasi Khusus 1.
2.
3.
Masjid/musala yang diajukan terdaftar dalam Sistem Informasi Masjid (SIMAS) Kemenag RI.
Pesantren yang diajukan terdaftar dalam Sistem Statistik Pesantren Kementerian Agama Republik Indonesia.
Kegiatan yang bersifat pembangunan fisik, harus melengkapi:
a. Rencana Anggaran Biaya (RAB);
b. Gambar rencana desain; dan
c. Foto obyek/lokasi rencana kegiatan.
d. Sertifikat tanah yang akan dibangun harus wakaf atau atas nama yayasan/lembaga dan bukan perorangan.
Khusus pengajuan dari satuan kerja Kementerian/Lembaga harus melengkapi surat pernyataan bahwa bagian obyek yang diajukan tidak mendapatkan pembiayaan dari APBN/APBD.
6. Ruang Lingkup : Pembangunan Sarana dan Prasarana Ibadah
Definisi : Aktivitas pemberdayaan kemaslahatan umat Islam melalui program pembangunan sarana dan prasarana ibadah seperti masjid, musala, dan fasilitas kelengkapan masjid atau musala.
Kegiatan pembangunan sarana dan prasarana ibadah antara lain:
1. Pembangunan/renovasi masjid/musala;
2. Revitalisasi masjid/musala;
3. Pembangunan/renovasi tempat wudhu atau sarana pendukung masjid dan mushola;
4. Pengadaan sound system masjid/mushola;
5. Pengadaan karpet/ sajadah/ mimbar/
perlengkapan masjid/musala; atau 6. Pengadaan mobil jenazah.
Kriteria Penerima
Manfaat: : 1.
2. 3.
4. 5.
6.
7.
8.
BPKH;
Kemenag RI;
Pemerintah Pusat dan/atau Daerah;
Dewan Kesejahteraan Masjid;
Dewan Masjid Indonesia;
Pesantren/masjid yang memiliki layanan pemulasaraan jenazah;
Ormas Islam yang memiliki program kemasjidan; atau
Lembaga Amil Zakat atau Badan Amil Zakat Persyaratan
Administrasi Umum : Sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Persyaratan
Administrasi Khusus 1.
2.
3.
Masjid/musala yang diajukan terdaftar dalam Sistem Informasi Masjid (SIMAS) Kementerian Agama Republik Indonesia.
Pesantren yang diajukan terdaftar dalam Sistem Statistik Pesantren Kementerian Agama Republik Indonesia
Kegiatan yang bersifat pembangunan fisik, harus melengkapi:
a. Rencana Anggaran Biaya (RAB);
b. Gambar rencana desain; dan
c. Foto obyek/lokasi rencana kegiatan
d. Sertifikat tanah yang akan dibangun harus wakaf atau atas nama yayasan/lembaga dan bukan perorangan.
Khusus pengajuan dari Satuan Kerja Kementerian/Lembaga harus melengkapi surat pernyataan bahwa bagian obyek yang diajukan tidak mendapatkan pembiayaan dari APBN/APBD.
7. Ruang Lingkup : Tanggap Bencana Definisi Kegiatan
Kemaslahatan dalam Keadaan Tanggap Bencana
: Kegiatan Kemaslahatan untuk mencegah dan mengatasi dampak bencana alam dan/atau bencana non-alam yang dinyatakan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah.
Kegiatan tanggap bencana mengatasi dampak bencana alam dan/atau bencana non-alam dapat diberikan berupa antara lain:
1. Pembangunan posko tanggap bencana BPKH;
2. Pemberian bantuan langsung tunai;
3. Pemberian bantuan kebutuhan pokok (sembako);
4. Pemberian bantuan sandang/pakaian/
selimut;
5. Penyediaan dapur umum;
6. Pemberian bantuan peralatan dapur dan rumah tangga;
7. Pemberian bantuan alat pembersihan masjid, fasilitas pendidikan dan fasilitas umum lainnya di lokasi bencana;
8. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan darurat;
9. Penyediaan sewa peralatan pendukung dan transportasi evakuasi bencana;
10. Penyediaan air bersih/air minum/sarana mandi, cuci, kakus portabel/darurat;
11. Penyediaan alat komunikasi umum sementara;
12. Penyediaan sarana dan prasarana rumah sakit/klinik darurat;
13. Penyediaan alat pelindung diri (APD) untuk relawan;
14. Penyediaan sarana dan prasarana listrik darurat;
15. Pelayanan pemulihan kondisi mental, rohani dan/atau psikologis korban;
16. Penyediaan sarana dan prasarana tempat ibadah sementara dan/atau perlengkapan ibadah;
17. Pengadaan kendaraan rescue untuk penanganan tanggap bencana;
18. Pembangunan hunian sementara (huntara);
dan/atau
19. Pembangunan kampung Haji BPKH untuk relokasi penyintas bencana dengan konsep terintegrasi dengan kegiatan ekonomi umat.
Definisi Bencana Alam : Bencana alam yang dimaksud adalah serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Definisi Bencana Non-
Alam Bencana non-alam yang dimaksud bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, pandemic, epidemi, dan wabah penyakit.
Jangka Waktu
Tanggap Bencana : Jangka waktu Kegiatan Kemaslahatan tanggap bencana meliputi masa tanggap darurat yang ditetapkan oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah atau masa pemulihan/recovery bencana atau masa setelah
pemulihan Kriteria Penerima
Manfaat : 1. BPKH;
2. Mitra Kemaslahatan;
3. Instansi Pemerintah Pusat;
4. Instansi Pemerintah Daerah;
5. Penerima Manfaat dalam bentuk institusi seperti yayasan, lembaga, asosiasi, organisasi Islam resmi; atau
Salinan sesuai dengan aslinya BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI
a.n. Badan Pelaksana Bidang Hukum dan Kepatuhan Deputi Hukum dan Kepatuhan
Ahmad Zaky
6. Masyarakat/kelompok masyarakat terdampak bencana.
Mekanisme Pengambilan Keputusan
Pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan
Tanggap Bencana Dalam Masa Darurat
: 1. Usulan Kegiatan Kemaslahatan tanggap bencana dalam masa darurat dapat diajukan dalam hal instansi yang berwenang baik pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah telah menyatakan status keadaan darurat bencana alam dan/atau bencana non- alam.
2. Usulan Kegiatan Kemaslahatan tanggap darurat disampaikan kepada Kepala Badan Pelaksana secara elektronik atau non- elektronik. Usulan tersebut meliputi:
a. jenis bantuan;
b. jumlah bantuan;
c. lokasi distribusi bantuan; dan d. rincian anggaran biaya.
3. Setelah menerima usulan Kegiatan Kemaslahatan tanggap darurat, Kepala Badan Pelaksana mengundang anggota Badan Pelaksana untuk rapat anggota Badan Pelaksana guna menilai usulan Kegiatan Kemaslahatan tanggap darurat dan membuat keputusan mengenai Kegiatan Kemaslahatan tanggap darurat.
4. Rapat anggota Badan Pelaksana yang membahas khusus tanggap darurat dapat dilaksanakan sewaktu-waktu dengan dihadiri dan disetujui paling sedikit 4 (empat) anggota Badan Pelaksana.
5. Persetujuan dan penetapan atas usulan Kegiatan Kemaslahatan tanggap darurat dituangkan dalam berita acara rapat anggota Badan Pelaksana yang membahas Kegiatan Kemaslahatan tanggap darurat dan ditandatangani oleh semua anggota Badan Pelaksana yang hadir.
Mekanisme
Pemantauan dan Laporan
Pertanggungjawaban
1.
2.
Pemantauan dilakukan berdasarkan laporan tertulis dari Mitra Kemaslahatan atau Penerima Manfaat lembaga.
Laporan Pertanggungjawaban Kegiatan Kemaslahatan dapat berupa berita acara penyaluran dan penerimaan bantuan kemaslahatan yang ditandatangani oleh Mitra Kemaslahatan atau Penerima Manfaat lembaga.
KEPALA BADAN PELAKSANA
BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI, FADLUL IMANSYAH ttd
LAMPIRAN II
PERATURAN KEPALA BADAN PELAKSANA BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI NOMOR 8 TAHUN 2023 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI NOMOR 3 TAHUN 2023 TENTANG PENETAPAN PRIORITAS KEGIATAN KEMASLAHATAN DAN PENGGUNAAN NILAI MANFAAT DANA ABADI UMAT
PENETAPAN MITRA KEMASLAHATAN DAN PENERIMA MANFAAT A. MITRA KEMASLAHATAN
Mitra Kemaslahatan adalah lembaga yang ditetapkan BPKH sebagai pengelola dan/atau penyalur bantuan dana Kegiatan Kemaslahatan.
1. Kriteria dan Persyaratan
a. Setiap calon Mitra Kemaslahatan yang mengajukan usulan untuk ditetapkan sebagai Mitra Kemaslahatan harus memenuhi kriteria dan persyaratan administrasi yang telah ditetapkan.
1) Setiap calon Mitra Kemaslahatan harus memenuhi kriteria yaitu:
a) merupakan badan hukum;
b) telah beroperasi paling sedikit 3 (tiga) tahun sejak berdiri;
c) memiliki reputasi yang baik, dibuktikan dengan adanya portofolio program selama 2 (dua) tahun terakhir.
2) Badan hukum calon Mitra Kemaslahatan dapat berbentuk:
a) Satuan Kerja Kementerian dan/atau Lembaga pemerintah;
b) Badan Usaha Milik Negara, termasuk anak usaha Badan Usaha Milik Negara;
c) Anak usaha/badan hukum afiliasi BPKH;
d) Badan Amil Zakat/Lembaga Amil Zakat;
e) Lembaga profesional yang berpengalaman dalam melaksanakan kegiatan corporate social responsibility;
atau
f) Lembaga lainnya sesuai ketentuan yang berlaku seperti Badan Wakaf Indonesia dan/atau Dewan Masjid Indonesia.
b. Setiap calon Mitra Kemaslahatan harus memenuhi persyaratan administrasi sebagai berikut:
1) legalitas badan hukum berupa akta pendirian dan seluruh perubahannya beserta pengesahannya (kecuali satuan kerja Kementerian dan/atau Lembaga pemerintah dimana legalitas pendirian dalam bentuk surat keputusan dari kementerian terkait);
2) identitas organ badan hukum termasuk pengurus, pembina (jika ada), pengawas (jika ada);
3) nomor pokok wajib pajak badan hukum;
4) rekening badan hukum di bank syariah;
5) laporan keuangan tahunan (audited) untuk 2 tahun terakhir;
6) surat permohonan pengajuan sebagai Mitra Kemaslahatan yang ditandatangani oleh 2 (dua) orang pimpinan yang tercantum dalam akta perubahan terakhir;
7) portofolio program filantropi atau corporate social responsibility selama 2 (dua) tahun terakhir;
8) profil organisasi yang sekurang-kurangnya terdiri dari sejarah berdiri, portofolio program, program kerja, struktur organisasi, jangkauan wilayah, dan informasi dana kelolaan;
9) pakta integritas bermeterai dan ditandatangani oleh pimpinan yang menyatakan bahwa program akan dilaksanakan sesuai yang disetujui oleh BPKH; dan
10) surat pernyataan bermeterai yang menyatakan:
a) kesanggupan pertanggungjawaban mutlak atas penggunaan Dana Kemaslahatan yang disetujui oleh BPKH;
b) dokumen-dokumen yang disampaikan benar, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan; dan
c) kesesuaian dan tujuan yang ingin dicapai dengan ditetapkannya sebagai Mitra Kemaslahatan.
c. Pemenuhan persyaratan tersebut tidak menjamin yang bersangkutan untuk diterima sebagai Mitra Kemaslahatan.
2. Mekanisme Penetapan Mitra Kemaslahatan
a. Penetapan Mitra Kemaslahatan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1) pengajuan permohonan;
2) penilaian kriteria dan persyaratan;
3) persetujuan Badan Pelaksana; dan 4) penetapan Kepala Badan Pelaksana.
b. Anggota Badan Pelaksana yang membawahkan Bidang Kemaslahatan bertanggung jawab atas pelaksanaan tahapan sebagaimana dimaksud pada huruf a.
c. Calon Mitra Kemaslahatan menyampaikan surat permohonan untuk menjadi Mitra Kemaslahatan ditujukan kepada Kepala Badan Pelaksana disertai dengan fotokopi dokumen persyaratan administrasi.
d. Surat permohonan dan dokumen persyaratan administrasi dikirimkan dalam format dan sesuai tata cara yang ditentukan BPKH.
e. Calon Mitra Kemaslahatan menjamin bahwa semua materi, data dan informasi serta semua dokumen yang diajukan dan/atau disertakan adalah benar, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan.
f. Calon Mitra Kemaslahatan yang memenuhi kriteria dan persyaratan administrasi akan mendapatkan rekomendasi dan diajukan oleh anggota Badan Pelaksana yang membawahkan Bidang Kemaslahatan dalam rapat anggota Badan Pelaksana untuk mendapatkan persetujuan menjadi Mitra Kemaslahatan.
g. Mitra Kemaslahatan yang telah disetujui dalam rapat anggota Badan Pelaksana, ditetapkan dalam Surat Keputusan Kepala Badan Pelaksana.
h. Mitra Kemaslahatan menandatangani kerjasama kemitraan antara BPKH dengan Mitra Kemaslahatan yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama kemitraan.
i. Perjanjian kerjasama kemitraan antara BPKH dengan Mitra Kemaslahatan berlaku sampai dengan (2) dua tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang berdasarkan hasil penilaian kinerja Mitra Kemaslahatan.
3. Hak dan Kewajiban Mitra Kemaslahatan
a. Penugasan Mitra Kemaslahatan dilakukan berdasarkan prinsip efektivitas, efisiensi dan kemudahan pelaksanaan Program Kemaslahatan.
b. Dalam hal pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan dilakukan oleh Mitra Kemaslahatan, BPKH bertindak sebagai regulator yang menetapkan kebijakan teknis, format kajian kelayakan, prosedur pelaksanaan dan mekanisme pemantauan serta pertanggungjawaban, dan Mitra Kemaslahatan bertanggungjawab atas seluruh Kegiatan Kemaslahatan yang dilaksanakan.
c. Kerjasama kemitraan antara BPKH dengan Mitra Kemaslahatan dilakukan berdasarkan prinsip efektivitas, efisiensi dan kemudahan pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan.
d. Mitra Kemaslahatan juga dapat mengajukan usulan Kegiatan Kemaslahatan sebagai Penerima Manfaat, dalam hal disetujui oleh BPKH, maka Kegiatan Kemaslahatan yang dilakukan oleh Mitra Kemaslahatan tersebut tidak mendapatkan biaya manajemen.
e. Kumpulan Mitra Kemaslahatan dapat membentuk Badan Koordinasi Mitra Kemaslahatan yang minimal terdiri dari Ketua, Sekretaris, dan Bendahara.
f. Kepengurusan Badan Koordinasi Mitra Kemaslahatan berlaku selama 2 (dua) tahun dan dapat dipilih kembali maksimal 2 (dua) kali berdasarkan musyawarah mufakat.
g. Fungsi Badan Koordinasi Mitra Kemaslahatan adalah membantu Bidang Kemaslahatan sebagai wadah koordinasi antara Mitra Kemaslahatan dengan BPKH dalam melakukan desain program kemaslahatan, memberikan rekomendasi program monumental/prioritas kemaslahatan, melakukan kajian dampak/Social Return of Investment (SROI). Selain itu Badan Koordinasi Mitra Kemaslahatan juga dapat memberikan masukan untuk perbaikan tata kelola dan/atau peraturan Program Kemaslahatan BPKH.
h. Mitra Kemaslahatan dan/atau Badan Koordinasi Mitra Kemaslahatan melakukan koordinasi secara rutin dengan Bidang Kemaslahatan dan menyampaikan hasil penugasan asesmen dan verifikasi, penugasan pelaksanaan, dan penugasan pemantauan Kegiatan Kemaslahatan kepada Bidang Kemaslahatan.
i. BPKH dapat memberikan penghargaan atau sanksi (reward atau punishment) terhadap Mitra Kemaslahatan berdasarkan penilaian kinerja dalam pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan.
j. Dalam akhir pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan, BPKH akan mengevaluasi kinerja Mitra Kemaslahatan.
k. Penilaian kinerja Mitra Kemaslahatan dalam pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan dapat bersumber dari rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, audit Internal BPKH atau evaluasi oleh Bidang Kemaslahatan.
B. PENERIMA MANFAAT
Penerima Manfaat adalah lembaga dan/atau individu sebagai penerima bantuan dana Kegiatan Kemaslahatan.
1. Kriteria dan Persyaratan Penerima Manfaat Lembaga
a. Calon Penerima Manfaat yang merupakan lembaga harus beroperasi paling sedikit 1 (satu) tahun sejak berdiri.
b. Lembaga calon Penerima manfaat dapat dalam bentuk:
1) BPKH;
2) Satuan kerja Kementerian atau Lembaga negara;
3) Instansi Pemerintah Pusat dan/atau Daerah;
4) Pondok Pesantren/madrasah/ma’had Islam/lembaga pendidikan Islam/universitas yang terdaftar pada Kemenag RI atau Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia;
5) Dewan Kesejahteraan Masjid yang terdaftar pada Kemenag 6) RI; Badan Wakaf Indonesia;
7) Organisasi masyarakat Islam yang terdaftar pada Kemenag 8) RI; Lembaga Amil Zakat atau Badan Amil Zakat;
9) Yayasan/perkumpulan/organisasi/asosiasi yang terdaftar pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia atau Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia atau Kementerian Sosial Republik Indonesia atau Kementerian Kesehatan Republik Indonesia atau Kementerian Koperasi, Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah Republik Indonesia;
10) Kelompok tani atau kelompok ternak yang terdaftar;
11) Koperasi pondok pesantren atau koperasi syariah yang terdaftar.
c. Persyaratan administrasi bagi calon Penerima Manfaat yang merupakan badan hukum sebagai berikut:
1) legalitas badan hukum berupa akta pendirian dan seluruh perubahannya beserta pengesahannya (kecuali instansi pemerintah pusat dan/atau daerah, satuan kerja Kementerian dan/atau lembaga negara);
2) identitas organ badan hukum termasuk pengurus, pembina (jika ada), pengawas (jika ada);
3) nomor pokok wajib pajak badan hukum;
4) rekening badan hukum di bank syariah;
5) laporan keuangan;
6) pakta integritas bermeterai dan ditandatangani oleh pihak yang berwenang; dan
7) surat pernyataan, sesuai format standar, bermaterai yang menyatakan antara lain:
a) kesanggupan pertanggungjawaban mutlak atas penggunaan Dana Kemaslahatan yang disetujui oleh BPKH;
b) kebenaran atas dokumen-dokumen yang diberikan; dan c) kesesuaian dan tujuan yang ingin dicapai dengan
ditetapkannya sebagai Penerima Manfaat.
d. Pemenuhan persyaratan tersebut tidak menjamin yang bersangkutan untuk diterima sebagai Penerima Manfaat.
2. Kriteria dan Persyaratan Penerima Manfaat Individu
a. Persyaratan calon Penerima Manfaat individu adalah sebagai berikut:
1) beragama Islam;
2) memiliki KTP atau kartu identitas lainnya;
3) warga negara Indonesia (WNI);
4) memiliki Kartu Keluarga;
5) termasuk kategori fakir miskin atau memiliki kesulitan finansial atau memiliki surat keterangan tidak mampu atau membuat surat pernyataan tidak mampu.
b. Pemenuhan persyaratan tersebut tidak menjamin yang bersangkutan untuk diterima sebagai Penerima Manfaat.
c. Penerima Manfaat individu yang lulus merupakan penerima manfaat akhir bantuan Dana Kemaslahatan.
3. Penilaian Penerima Manfaat
a. Kelengkapan persyaratan administrasi Penerima Manfaat lembaga wajib disampaikan bersamaan dengan pengajuan Usulan Kegiatan Kemaslahatan.
b. Usulan Kegiatan Kemaslahatan yang diajukan oleh Penerima Manfaat lembaga terdiri dari:
1) Surat pengantar;
2) Profil organisasi/lembaga disertai dokumen legal formal;
3) Deskripsi Kegiatan Kemaslahatan yang diajukan;
4) Rencana pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan dan/atau jadwal pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan;
5) Daftar nominatif Penerima Manfaat akhir/individu;
6) Rencana Anggaran Biaya (RAB) Kegiatan Kemaslahatan;
7) Pakta integritas; dan
8) Surat pertanggungjawaban mutlak.
c. Penilaian Penerima Manfaat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1) pengajuan permohonan; dan
2) penilaian kriteria dan persyaratan.
d. Calon Penerima Manfaat menyampaikan usulan Kegiatan Kemaslahatan disertai dengan dokumen persyaratan kepada Kepala Badan Pelaksana BPKH.
e. Dokumen persyaratan administrasi dikirimkan dalam format dan sesuai tata cara yang ditentukan BPKH.
f. Calon Penerima Manfaat menjamin bahwa semua materi, data dan informasi serta semua dokumen yang diajukan dan/atau disertakan dengan formulir permohonan adalah benar, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan.
g. Calon Penerima Manfaat dan usulan Kegiatan Kemaslahatan merupakan satu kesatuan yang diproses dalam mekanisme pengajuan usulan Kegiatan Kemaslahatan.
h. Apabila usulan Kegiatan Kemaslahatan dinyatakan layak dan mendapatkan persetujuan BPKH, pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan dapat dilaksanakan secara mandiri atau langsung oleh BPKH dan/atau melalui kerjasama kemitraan antara BPKH dengan Mitra Kemaslahatan.
i. Penerima Manfaat akan menerima bantuan kemaslahatan dalam bentuk uang (jika mandiri/langsung oleh BPKH) atau bentuk barang (jika kerjasama kemitraan).
Salinan sesuai dengan aslinya BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI
a.n. Badan Pelaksana Bidang Hukum dan Kepatuhan Deputi Hukum dan Kepatuhan
Ahmad Zaky
j. Penerima Manfaat bertanggungjawab penuh atas pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan mandiri atau langsung dari BPKH dan segala risiko yang terjadi (jika ada) dan proses audit ditanggung oleh Penerima Manfaat.
k. Dalam pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan melalui kerjasama kemitraan, Mitra Kemaslahatan bertanggungjawab penuh atas pelaksanaan Kegiatan Kemaslahatan untuk Penerima Manfaat, dan segala risiko yang terjadi (jika ada) dan proses audit ditanggung oleh Mitra Kemaslahatan.
KEPALA BADAN PELAKSANA
BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI, FADLUL IMANSYAH ttd