• Tidak ada hasil yang ditemukan

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PROMOSI KESEHATAN HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT STRES PADA REMAJA

N/A
N/A
Amelia Dwi Ayu

Academic year: 2023

Membagikan "SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PROMOSI KESEHATAN HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT STRES PADA REMAJA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PROMOSI KESEHATAN HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT STRES

PADA REMAJA

Disusun Oleh:

Annisa Tri Yusnita (122210002)

Farrel Arka Hidayat (122110002)

Silka Mulyati (122110005)

Shafa Nurin Taftaizzannati (122110010) Amelia Dwi Ayu Siti Zuhairini (122110011)

PROGRAM STUDI SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIJAYA HUSADA BOGOR

TAHUN 2023

(2)

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT STRES PADA REMAJA

Pokok bahasan : Hubungan Status Gizi Dengan Tingkat Stres Pada Remaja Sasaran : Siswa/i SMK Kesehatan Amaliyah

Metode : Ceramah, Diskusi Media : Laptop dan Leaflet Waktu : 30/35 Menit

Tempat : SMK Kesehatan Amaliyah Hari dan Tanggal : Kamis, 5 Oktober 2023

A. TIU (Tujuan Intruksional Umum)

Setelah mengikuti acara promosi Kesehatan (penyuluhan) diharapkan sasaran mampu mengetahui dan memahami mengenai topik di atas dengan baik.

B. TIK (Tujuan Intruksional Khusus)

Setelah mengikuti promosi Kesehatan (penyuluhan) diharapkan siswa/i mampu mengetahui

1. Definisi Remaja

2. Aspek-aspek perkembangan remaja 3. Definisi Status Gizi

4. Penilaian Status Gizi

5. Faktor yang mempengaruhi status gizi 6. Definisi Stres

7. Penggolongan Stres

8. Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Stres Pada Remaja C. Sasaran

Siswa/i SMK Kesehatan Amaliyah D. Materi

a. Remaja

1. Definisi Remaja

Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Para remaja bukan lagi kanak-kanak, tetapi juga belum menjadi orang dewasa. Mereka cenderung dan bersifat lebih sensitive karena perannya belum tegas. Mereka mengalami pertentangan nilai-nilai dan harapan-harapan yang akibatnya lebih mempersulit dirinya yang sekaligus mengubah perannya. Para remaja adalah individu-individu yang sedang mengalami serangkaian tugas perkembangan yang khusus (Huriyati, 2009). Periode ini oleh para ahli psikologi digambarkan sebagai periode yang penuh dengan tekanan dan ketegangan (stress dan strain), karena pertumbuhan kematangannya hanya pada aspek fisik, sedang psikologisnya masih belum matang (Khomsan, 2007). Remaja merupakan periode transisi

(3)

perkembangan antara masa kanakkanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan psikososial (Tienne dkk.2015).

Masa remaja dibagi berdasarkan kondisi perkembangan fisik, psikososial, dan social. Rentang usia pertumbuhan remaja biasanya yaitu: masa remaja awal (10-12 tahun); ingin bebas, lebih dekat dengan teman sebayanya, mulai berfikir abstrak dan lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya. Masa remaja tengah (13-15 tahun); mencari identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan, berakal tentang aktivitas seksual, mempunyai rasa cinta mendalam. Masa remaja akhir (16- 19 tahun); mampu berfikir abstrak, lebih sensitif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta dan pengungkapan kebebasan diri.

Masa remaja merupakan masa yang rentan terhadap masalah gizi. Hal ini dikarenakan masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang disertai dengan perkembangan semua aspek atau fungsi dalam memasuki masa dewasa. Namun ditinjau dari segi sosial dan psikologi, kebanyakan remaja tidak terlalu memperhatikan faktor kesehatan dalam memilih makanan (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).

2. Aspek-aspek Perkembangan Remaja 1) Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris, dan keterampilan motoric. Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya ialah kematangan.

Perubahan fisik otak strukturnya semakin sempurna untuk meningkatkan kemampuan kognitif (Yusuf, 2011).

2) Perkembangan Psikis

a. Perkembangan Intelektual

Perkembangan intelektual (kognitif) pada remaja bermula pada usia 11 atau 12 tahun. remaja secara aktif membangun dunia mereka, dimana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima (Sarwono, 2011). Perkembangan Kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak (Yusuf, 2011).

b. Perkembangan Emosional

Setelah memasuki masa remaja, individu memiliki kemampuan untuk mengelola emosinya. Ia telah mengembangkan kosa kata yang banyak sehingga dapat mendiskusikan, dan kemudian mempengaruhi keadaan emosional dirinya maupun orang lain. Faktor lain yang secara signifikan berperan dalam pengaturan emosi yang dilakukan remaja adalah meningkatnya sensivitas remaja

(4)

terhadap evaluasi yang diberikan orang lain terhadap mereka, suatu sensitivitas yang dapat memunculkan kesadaran diri (Herlina, 2013).

c. Perkembangan Sosial

Perkembangan social dan emosional berkaitan sangat erat.

Baik pengaturan emosi (berada dalam kendali emosi) maupun ekspresi emosi (komunikasi efektif tentang emosi) diperlukan bagi keberhasilan hubungan interpersonal.

Selanjutnya, kemajuan perkembangan kognitif meningkatkan kualitas hubungan interpersonal karena membuat remaja mampu memahami dengan lebih baik keinginan, kebutuhan, perasaan, dan motivasi orang lain.

Karena itulah, dengan makin kompleksnya pikiran, emosi, dan identitas pada masa remaja, hubungan sosialnya pun makin kompleks (Oswalt. 2010).

b. Status Gizi

1. Definisi Status Gizi

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.

Status gizi dapat pula diatikan sebagai gambaran kondisi fisik seseorang sebagai refleksi dari keseimbangan energi yang masuk dan yang dikeluarkan oleh tubuh. Status gizi adalah keadaan kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh. Status gizi dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, status gizi normal, dan status gizi lebih.

2. Penilaian Status Gizi

Menilai status gizi dapat dilakukan melalui beberapa metode pengukuran, tergantung pada jenis kekurangan gizi. Hasil penilaian status gizi dapat menggambarkan berbagai tingkat kekurangan gizi, misalnya status gizi yang berhubungan dengan tingkat kesehatan, atau berhubungan dengan penyakit tertentu.

Gibson mengelompokkan menjadi lima metode, yaitu antropometri, laboratorium, klinis, survei konsumsi pangan dan faktor ekologi (Gibson R., 2005; Brown, 2005).

a. Metode Antropometri

Antropometri berasal dari kata anthropo yang berarti manusia dan metri adalah ukuran. Metode antropometri dapat diartikan sebagai mengukur fisik dan bagian tubuh manusia. Jadi antropometri adalah pengukuran tubuh atau bagian tubuh manusia. Dalam menilai status gizi dengan metode antropometri adalah menjadikan ukuran tubuh manusia sebagai metode untuk menentukan status gizi. Konsep dasar yang harus dipahami dalam menggunakan antropometri untuk mengukur status gizi adalah konsep dasar pertumbuhan.

Pertumbuhan adalah terjadinya perubahan sel-sel tubuh, terdapat

(5)

dalam 2 bentuk yaitu bertambahnya jumlah sel dan atau terjadinya pembelahan sel, secara akumulasi menyebabkan terjadinya perubahan ukuran tubuh. Jadi pada dasarnya menilai status gizi dengan metode antropometri adalah menilai pertumbuhan.

Mengapa antropometri digunakan sebagai indikator status gizi?

Terdapat beberapa alasan kenapa antropometri digunakan sebagai indikator status gizi, yaitu:

1) Pertumbuhan seorang anak agar berlangsung baik memerlukan asupan gizi yang seimbang antara kebutuhan gizi dengan asupan gizinya.

2) Gizi yang tidak seimbang akan mengakibatkan terjadinya gangguan pertumbuhan, kekurangan zat gizi akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan, sebaliknya kelebihan asupan gizi dapat mengakibatkan tumbuh berlebih (gemuk) dan mengakibatkan timbulnya gangguan metabolisme tubuh.

3) Oleh karena itu antropometri sebagai variabel status pertumbuhan dapat digunakan sebagai indikator untuk menilai status gizi.

Beberapa contoh ukuran tubuh manusia sebagai parameter antropometri yang sering digunakan untuk menentukan status gizi misalnya berat badan, tinggi badan, ukuran lingkar kepala, ukuran lingkar dada, ukuran lingkar lengan atas, dan lainnya. Hasil ukuran anropometri tersebut kemudian dirujukkan pada standar atau rujukan pertumbuhan manusia.

1) Berat Badan Berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air, dan mineral yang terdapat di dalam tubuh. Berat badan merupakan komposit pengukuran ukuran total tubuh.

Beberapa alasan mengapa berat badan digunakan sebagai parameter antropometri. Alasan tersebut di antaranya adalah perubahan berat badan mudah terlihat dalam waktu singkat dan menggambarkan status gizi saat ini. Pengukuran berat badan mudah dilakukan dan alat ukur untuk menimbang berat badan mudah diperoleh. Pengukuran berat badan memerlukan alat yang hasil ukurannya akurat. Untuk mendapatkan ukuran berat badan yang akurat, terdapat beberapa persyaratan alat ukur berat di antaranya adalah alat ukur harus mudah digunakan dan dibawa, mudah mendapatkannya, harga alat relatif murah dan terjangkau, ketelitian alat ukur sebaiknya 0,1 kg (terutama alat yang digunakan untuk memonitor pertumbuhan), skala jelas dan mudah dibaca, cukup aman jika digunakan, serta alat selalu dikalibrasi. Beberapa jenis alat timbang yang biasa digunakan untuk mengukur berat badan adalah dacin untuk menimbang berat badan balita, timbangan detecto, bathroom

(6)

scale (timbangan kamar mandi), timbangan injak digital, dan timbangan berat badan lainnya.

2) Tinggi Badan atau Panjang Badan Tinggi badan atau panjang badan menggambarkan ukuran pertumbuhan massa tulang yang terjadi akibat dari asupan gizi. Oleh karena itu tinggi badan digunakan sebagai parameter antropometri untuk menggambarkan pertumbuhan linier. Pertambahan tinggi badan atau panjang terjadi dalam waktu yang lama sehingga sering disebut akibat masalah gizi kronis. Istilah tinggi badan digunakan untuk anak yang diukur dengan cara berdiri, sedangkan panjang badan jika anak diukur dengan berbaring (belum bisa berdiri). Anak berumur 0–2 tahun diukur dengan ukuran panjang badan, sedangkan anak berumur lebih dari 2 tahun dengan menggunakan microtoise.

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tinggi badan atau panjang badan harus mempunyai ketelitian 0,1 cm. Tinggi badan dapat diukur dengan menggunakan microtoise (baca:

mikrotoa). Kelebihan alat ukur ini adalah memiliki ketelitian 0,1 cm, mudah digunakan, tidak memerlukan tempat yang khusus, dan memiliki harga yang relatif terjangkau.

Kelemahannya adalah setiap kali akan melakukan pengukuran harus dipasang pada dinding terlebih dahulu.

Sedangkan panjang badan diukur dengan infantometer (alat ukur panjang badan).

3) Lingkar kepala Lingkar kepala dapat digunakan sebagai pengukuran ukuran pertumbuhan lingkar kepala dan pertumbuhan otak, walaupun tidak sepenuhnya berkorelasi dengan volume otak. Pengukuran lingkar kepala merupakan predikator terbaik dalam melihat perkembangan syaraf anak dan pertumbuhan global otak dan struktur internal. Menurut rujukan CDC 2000, bayi laki-laki yang baru lahir ukuran ideal lingkar kepalanya adalah 36 cm, dan pada usia 3 bulan menjadi 41 cm. Sedangkan pada bayi perempuan ukuran ideal lingkar kepalanya adalah 35 cm, dan akan bertambah menjadi 40 cm pada usia 3 bulan. Pada usia 4-6 bulan akan bertambah 1 cm per bulan, dan pada usia 6- 12 bulan pertambahan 0,5 cm per bulan. Cara mengukur lingkar kepala dilakukan dengan melingkarkan pita pengukur melalui bagian paling menonjol di bagian kepala belakang (protuberantia occipitalis) dan dahi (glabella). Saat pengukuran sisi pita yang menunjukkan sentimeter berada di sisi dalam agar tidak meningkatkan kemungkinan subjektivitas pengukur. Kemudian cocokkan terhadap standar pertumbuhan lingkar kepala.

4) Lingkar Lengan Atas (LILA) Lingkar lengan atas (LILA) merupakan gambaran keadaan jaringan otot dan lapisan

(7)

lemak bawah kulit. LILA mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang tidak berpengaruh oleh cairan tubuh. Ukuran LILA digunakan untuk skrining kekurangan energi kronis yang digunakan untuk mendeteksi ibu hamil dengan risiko melahirkan BBLR. Pengukuran LILA ditujukan untuk mengetahui apakah ibu hamil atau wanita usia subur (WUS) menderita kurang energi kronis (KEK).

Ambang batas LILA WUS dengan risiko KEK adalah 23.5 cm. Apabila ukuran kurang dari 23.5 cm, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). Cara ukur pita LILA untuk mengukur lingkar lengan atas dilakukan pada lengan kiri atau lengan yang tidak aktif. Pengukuran LILA dilakukan pada pertengahan antara pangkal lengan atas dan ujung siku dalam ukuran cm (centi meter). Kelebihannya mudah dilakukan dan waktunya cepat, alat sederhana, murah dan mudah dibawa.

5) Panjang Depa Panjang depa merupakan ukuran untuk memprediksi tinggi badan bagi orang yang tidak bisa berdiri tegak, misal karena bungkuk atau ada kelainan tulang pada kaki. Panjang depa relatif stabil, sekalipun pada orang yang usia lanjut. Panjang depa dikrekomendasikan sebagai parameter prediksi tinggi badan, tetapi tidak seluruh populasi memiliki hubungan 1:1 antara panjang depa dengan tinggi badan. Pengukuran panjang depa juga relatif mudah dilakukan, alat yang murah, prosedur pengukuran juga mudah sehingga dapat dilakukan di lapangan.

6) Tinggi Lutut Ukuran tinggi lutut (knee height) berkorelasi dengan tinggi badan. Pengukuran tinggi lutut bertujuan untuk mengestimasi tinggi badan klien yang tidak dapat berdiri dengan tegak, misalnya karena kelainan tulang belakang atau tidak dapat berdiri. Pengukuran tinggi lutut dilakukan pada klien yang sudah dewasa. Pengukuran tinggi lutut dilakukan dengan menggunakan alat ukur caliper (kaliper). Pengukuran dilakukan pada lutut kiri dengan posisi lutut yang diukur membentuk sudut sikusiku (90°).

Pengukuran tinggi lutut dapat dilakukan pada klien dengan posisi duduk atau dapat juga pada posisi tidur.

7) Tinggi Duduk Tinggi duduk dapat digunakan untuk memprediksi tinggi badan, terutama pada orang yang sudah lanjut usia. Tinggi duduk dipengaruhi oleh potongan tulang rawan antar tulang belakang yang mengalami kemunduran, juga tulang-tulang panjang pada tulang belakang mengalami perubahan seiring dengan bertambahnya usia. Mengukur tinggi duduk dapat dilakukan dengan menggunakan mikrotoise, dengan dibantu bangku khusus. Orang yang mau

(8)

diukur tinggi duduknya, duduk pada bangku, kemudian dengan menggunakan mikrotoise dapat diketahui tinggi duduk orang tersebut.

8) Rasio Lingkar Pinggang dan Panggul (Waist to Hip Ratio) Lingkar pinggang menunjukkan simpanan lemak.

Kandungan lemak yang terdapat di sekitar perut menunjukkan adanya perubahan metabolisme dalam tubuh.

Perubahan metabolisme tersebut dapat berupa terjadinya penurunan efektivitas insulin karena beban kerja yang terlalu berat. Peningkatan jumlah lemak di sekitar perut juga dapat menunjukkan terjadinya peningkatan produksi asam lemak yang bersifat radikal bebas. Tingginya kandungan lemak di sekitar perut menggambarkan risiko kegemukan. Ukuran lingkar pinggang akan mudah berubah tergantung banyaknya kandungan lemak dalam tubuh. Sebaliknya, ukuran panggul pada orang sehat relatif stabil. Ukuran panggul seseorang yang berusia 40 tahun akan sama dengan ukuran panggul orang tersebut ketika berusia 22 tahun. Oleh sebab itu, rasio lingkar pinggang dan panggul (RLPP) atau waist to hip ratio (WHR) dapat menggambarkan kegemukan. Pada waktu melakukan pengukuran lingkar pinggang dan panggul, klien menggunakan pakaian seminimal mungkin atau bahkan ditanggalkan, berdiri tegap dengan santai pada kedua kaki dan berat badan terdistribusi normal, kedua tangan di samping, kedua kaki rapat, serta klien sebaiknya dalam keadaan berpuasa.

b. Metode Laboratorium

Penentuan status gizi dengan metode laboratorium adalah salah satu metode yang dilakukan secara langsung pada tubuh atau bagian tubuh. Tujuan penilaian status gizi ini adalah untuk mengetahui tingkat ketersediaan zat gizi dalam tubuh sebagai akibat dari asupan gizi dari makanan. Metode laboratorium mencakup dua pengukuran yaitu uji biokimia dan uji fungsi fisik. Uji biokimia adalah mengukur status gizi dengan menggunakan peralatan laboratorium kimia. Tes biokimia mengukur zat gizi dalam cairan tubuh atau jaringan tubuh atau ekskresi urin. Misalnya mengukur status iodium dengan memeriksa urin, mengukur status hemoglobin dengan pemeriksaan darah dan lainnya. Tes fungsi fisik merupakan kelanjutan dari tes biokimia atau tes fisik. Sebagai contoh tes penglihatan mata (buta senja) sebagai gambaran kekurangan vitamin A atau kekurangan zink.

c. Metode Klinis

Pemeriksaan fisik dan riwayat medis merupakan metode klinis yang dapat digunakan untuk mendeteksi gejala dan tanda yang berkaitan dengan kekurangan gizi. Gejala dan tanda yang muncul, sering kurang spesifik untuk menggambarkan kekurangan zat gizi tertentu.

(9)

Mengukur status gizi dengan melakukan pemeriksaan bagian- bagian tubuh dengan tujuan untuk mengetahui gejala akibat kekurangan atau kelebihan gizi. Pemeriksaan klinis biasanya dilakukan dengan bantuan perabaan, pendengaran, pengetokan, penglihatan, dan lainnya. Misalnya pemeriksaan pembesaran kelenjar gondok sebagai akibat dari kekurangan iodium.

Pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya gangguan kesehatan termasuk gangguan gizi yang dialami seseorang. Pemeriksaan klinis dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya melalui kegiatan anamnesis, observasi, palpasi, perkusi, dan/atau auskultasi, yaitu:

1) Anamnesis adalah kegiatan wawancara antara pasien dengan tenaga kesehatan untuk memperoleh keterangan tentang keluhan dan riwayat penyakit atau gangguan kesehatan yang dialami seseorang dari awal sampai munculnya gejala yang dirasakan. Anamnesis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

a) Auto-anamnesis yaitu kegiatan wawancara langsung kepada pasien karena pasien dianggap mampu tanya jawab.

b) Allo-anamnesis yaitu kegiatan wawancara secara tidak langsung atau dilakukan wawancara/tanya jawab pada keluarga pasien atau orang yang mengetahui tentang pasien. Allo-anamnesis dilakukan karena pasien belum dewasa (anakanak yang belum dapat mengemukakan pendapat terhadap apa yang dirasakan), pasien dalam keadaan tidak sadar karena berbagai hal, pasien tidak dapat berkomunikasi atau pasien yang mengalami gangguan jiwa.

2) Observasi/pengamatan adalah kegiatan yang dilakukan dengan cara melakukan pengamatan pada bagian tubuh tertentu untuk mengetahui adanya gangguan kekurangan gizi. Misalnya mengamati bagian putih mata untuk mengetahui anemi, orang yang menderita anemi bagian putih matanya akan terlihat putih tanpa terlihat arteri yang sedikit kemerahan.

3) Palpasi adalah kegiatan perabaan pada bagian tubuh tertentu untuk mengetahui adanya kelainan karena kekurangan gizi.

Misalnya melakukan palpasi dengan menggunakan kedua ibu jari pada kelenjar tyroid anak untuk mengetahui adanya pemerbesaran gondok karena kekurangan iodium.

4) Perkusi adalah melakukan mengetukkan pada bagian tubuh tertentu untuk mengetahui reaksi yang terjadi atau suara yang keluar dari bagian tubuh yang diketuk.

(10)

5) Auskultasi adalah mendengarkan suara yang muncul dari bagian tubuh untuk mengetahui ada tidaknya kelainan tubuh.

d. Metode Pengukuran Konsumsi Pangan

Kekurangan gizi diawali dari asupan gizi yang tidak cukup, sebaliknya kelebihan gizi disebabkan dari asupan gizi yang lebih dari kebutuhan tubuh. Ketidakcukupan asupan gizi atau kelebihan asupaan gizi dapat diketahui melalui pengukuran konsumsi pangan (dietary methode). Asupan zat gizi dari makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi status gizi individu. Seseorang yang mempunyai asupan gizi kurang saat ini, akan menghasilkan status gizi kurang pada waktu yang akan datang. Asupan gizi saat ini tidak langsung menghasilkan status gizi saat ini juga. Memerlukan waktu, karena zat gizi akan mengalami metabolisme dalam tubuh terlebih dahulu untuk sampai dimanfaatkan oleh tubuh. Pengukuran konsumsi makanan sering juga disebut survei konsumsi pangan, merupakan salah satu metode pengukuran status gizi. Asupan makan yang kurang akan mengakibatkan status gizi kurang.

Sebaliknya, asupan makan yang lebih akan mengakibatkan status gizi lebih. Tujuan umum dari pengukuran konsumsi pangan adalah untuk mengetahui asupan gizi dan makanan serta mengetahui kebiasaan dan pola makan, baik pada individu, rumah tangga, maupun kelompok masyarakat. Tujuan khusus pengukuran konsumsi pangan adalah:

1) Menentukan tingkat kecukupan asupan gizi pada individu;

2) Menentukan tingkat asupan gizi individu hubungannya dengan penyakit;

3) Mengetahui rata-rata asupan gizi pada kelompok masyarakat;

4) Menentukan proporsi masyarakat yang asupan gizinya kurang.

Pengukuran konsumsi pangan dapat dilakukan dalam tiga area, yaitu mengukur asupan gizi pada tingkat individu, mengukur asupan gizi pada tingkat rumah tangga dan mengukur konsumsi pangan pada suatu wilayah.

1) Metode pengukuran konsumsi pangan individu Metode pengukuran asupan gizi yang sering dipakai untuk mengukur asupan gizi pada individu ialah metode recall 24hour, estimated food record, penimbangan makanan (food weighing), dietary history, dan frekuensi makanan (food frequency).

2) Metode Pengukuran Konsumsi Pangan Rumah Tangga Metode yang umum dipakai untuk mengukur konsumsi pangan pada tingkat rumah tangga adalah metode jumlah makanan (food account), pencatatan makanan rumah tangga

(11)

(household food record method), dan recall 24hour rumah tangga.

3) Menilai Konsumsi Pangan pada Satu Wilayah Menilai konsumsi pangan pada suatu wilayah dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu neraca bahan makanan dan pola pangan harapan.

e. Faktor Ekologi

Ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Lingkungan yang baik, yang memungkinkan makhluk tumbuh akan membentuk makhluk yang baik. Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan makanan dengan kebutuhan zat gizi.

Jadi ekologi yang berkaitan dengan gizi adalah keadaan lingkungan manusia yang memungkinkan manusia tumbuh optimal dan mempengaruhi status gizi seseorang. Faktor ekologi yang mempengaruhi status gizi di antaranya adalah beberapa informasi ekologi yang berkaitan dengan penyebab gizi kurang. Informasi tersebut di antaranya data sosial ekonomi, data kependudukan, keadaan lingkungan fisik dan data vital statistik. Data yang termasuk sosial ekonomi misalnya jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, keadaan budaya, agama, tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, ketersediaan air bersih, pelayanan kesehatan, ketersediaan lahan pertanian dan informasi yang lain. Data tentang lingkungan fisik seperti kemarau panjang dapat menyebabkan gagal panen, akibatnya ketersediaan makanan terbatas dan berakibat status gizi kurang. Data kesehatan dan data vital statistik juga berkaitan dengan status gizi, seperti proporsi rumah tangga mendapat air bersih, proporsi anak mendapat imunisasi, data persentase BBLR, proporsi ibu memberikan ASI eksklusif, dan data spesifik angka kematian berdasarkan umur. Secara umum Faktor ekologi yang berkaitan dengan status gizi terbagi dalam 2 kelompok yaitu ekologi lingkungan dan vital statistik, secara singkat akan diuraikan berikut.

1) Ekologi Lingkungan Faktor ekologi lingkungan yang berhubungan dengan status gizi di antaranya meliputi keadaan infeksi, pengaruh budaya, keadaan sosial ekonomi dan produksi pangan.

2) Data Vital Statistik Data vital statistik secara tidak langsung dapat digunakan untuk menilai status gizi, terutama pada kelompok penduduk tertentu. Angka-angka statistik kesehatan mempunyai hubungan yang erat dengan keadaan gizi masyarakat. Beberapa data vital statistik yang berhubungan dengan keadaan gizi dan kesehatan, antara lain adalah angka kesakitan, angka kematian, pelayanan kesehatan dan penyakit infeksi. Menurut Jellife (1989), beberapa informasi yang menjadi acuan dalam menganalisis

(12)

keadaan gizi masyarakat antara lain angka kematian pada kelompok umur tertentu, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu, statistik pelayanan kesehatan dan penyakit infeksi yang berhubungan dengan gizi.

3. Faktor yang mempengaruhi Status Gizi Remaja

Status gizi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya yaitu:

faktor keturunan, gaya hidup dan faktor lingkungan. Pada faktor keturunan, orang tua yang gemuk akan memiliki kemungkinan besar untuk memiliki anak yang kegemukan atau sebaliknya. Kebiasaan dan gaya hidup seperti body image dan aktivitas fisik juga akan berpengaruh kepada konsumsi makanan. Gaya hidup yang tidak sehat serta kurangnya kesadaran akan kesehatan akan menyebabkan mahasiswi makan secara berlebihan dan mengakibatkan obesitas. Faktor internal yang mempengaruhi perilaku makan adalah faktor fisik dan psikologis.

Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku makan yaitu budaya, ekonomi, norma sosial, pengetahuan, dan media maupun iklan.

Faktor psikologis yang menjadikan seseorang mengalami ketidakpuasan atas bentuk tubuh yang dimiliki menjadi salah satu sebab adanya perubahan perilaku makan yang cenderung tidak sehat (Pujiati et al, 2015). Konsumsi pangan berpengaruh pada status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi yang cukup yang dapat digunakan secara efisien oleh tubuh sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat seoptimal mungkin. Status gizi kurang terjadi apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial.

Status gizi merupakan gambaran secara makro akan zat gizi tubuh.

c. Stres

1. Definisi Stres

Dalam pengertian umum, stres adalah suatu tekanan yang dirasakan dalam diri individu. Sesuatu tersebut dapat terjadi disebabkan oleh ketidakseimbangan antara harapan dan kenyataan yang dinginkan oleh individu, baik keinginan yang bersifat jasmaniah maupun rohaniah. Stres akan muncul pada individu bila ada ketidakseimbangan atau kegagalan dari diri individu dalam memenuhi kebutuhannya baik yang bersifat jasmani maupun rohani. Belum tentu semua individu yang mengalami ketidakseimbangan antara harapan dan kenyataan tersebut akan menjadikannya stres. Suatu stimulus yang sama akan direspons secara berlainan oleh individu yang berbeda. Hal itu dikarenakan adanya perbedaan setiap individu dalam menyikapi setiap situasi, kemampuan meredam stimulus, dan pengalaman hidupnya. Selain itu, tingkat kepekaan (sensitivitas) dan daya toleransi individu terhadap stimulus yang dapat menimbulkan stres juga ikut berpengaruh. Pada dasarnya setiap individu memiliki ambang rangsang terhadap stres yang berbeda-beda dalam setiap situasi. Suatu stimulus pada saat tertentu akan menimbulkan stres, tetapi

(13)

pada situasi yang berbeda tidak menimbulkan stres (McGrath dalam Weinberg dan Gould 2003).

2. Penggolongan Stres

a. Penggolongan Stres Berdasarkan Sifatnya

Stres dapat digolongkan menjadi dua berdasarkan presepsi individu atas stres yang dialami yang pertama yaitu distress, merupakan stres negatif yang bersifat merusak atau tidak menyenangkan. Stres ini membuat individu merasa cemas, ketakutan, khawatir atau gelisah yang berefek kepada keadaan psikologis yang buruk (negatif). Kedua yaitu eustress, kebalikan dari distress, eustress bersifat menyenangkan dan dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi dan performasi individu yang berefek pada peningkatan motivasi individu untuk melakukan atau menciptakan sesuatu (Selye & Hanson dalam Rice, 1992 dalam Nasution, 2007).

b. Penggolongan Stres Berdasarkan Tingkatannya

Stres dibagi menjadi 3 yaitu stres ringan, sedang, dan berat:

1) Stres ringan adalah stres yang tidak merusak aspek fisiologis seseorang dan biasanya hanya terjadi selama hitungan menit dan jam serta tidak akan menimbulkan penyakit walau dihadapi terus menerus. Pada tingkat stres ringan ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan kondisi ini dapat membantu individu menjadi waspada dan dapat mencegah berbagai kemungkinan yang akan terjadi.

2) Stres sedang berlangsung dalam beberapa jam bahkan beberapa hari, misalnya adanya target dalam pekerjaan, beban yang berlebihan. Pada tahap stres sedang, individu lebih fokus terhadap hal penting dan mengesampingkan hal yang lain sehingga mempersempit lahan persepsinya.

3) Stres berat dan sangat berat merupakan stres kronis yang terjadi beberapa minggu bahkan sampai bertahun-tahun misalnya stres karena penyakit fisik jangka panjang yang diderita. Pada tingkat stres berat, individu cenderung memusatkan perhatian pada hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi stres (Stuart dan Sundeen, 1998).

c. Coping Strategy of Stress

Pada sebagian orang mengalami penurunan nafsu makan pada saat stress dan bagi sebagian orang mengalami peningkatan nafsu makan pada saat merasa stres. Dampak stress setiap individu berbeda-beda tergantung dengan karakteristik individu dimana dapat menentukan respon stimulus yang menjadi sumber stress individu. Stress yang dialami individu dapat ditangani dengan berbagai cara atau yang sering disebut dengan istilah coping strategy of stress yaitu suatu upaya dalam penanganan perilaku stres yang dialamai seseorang. Meskipun ada banyak strategi coping (Skinner, dkk., 2003), secara umum yang diambil hanya ada dua kategori, yaitu strategi approach (bisa juga disebut aktif) berisi mekanisme kognitif dan behavioral dengan tujuan untuk membuat respons aktif

(14)

terhadap penyebab stres, langsung mengubah masalah atau emosi negatif yang berkaitan. Biasanya, strategi ini berisi seperti perencanaan, mengambil tindakan tertentu, mencari dukungan (instrumental dan emosional), penilaian kembali yang positif dari situasi atau penerimaan.

Strategi evasive (atau pelepasan), berisi mekanisme kognitif dan behavioral yang digunakan untuk untuk menghindari situasi stres, seperti pengalihan, penyangkalan, dan pemikiran penuh harapan.

Coping tidak sehat atau Unhealthy coping justru akan menyebabkan stres atau kecemasan dan merusak kepercayaan diri (Dag, Yigitoglu, Aksakal,

& Kavlak, 2015; Pirutinsky, Rosmarin, Pargament, & Midlarsky, 2011).

Mechanism-mechanism yang tidak berkontribusi pada pengelolaan masalah yang sehat dan efektif. Beberapa metode bahkan bermanifestasi dalam kebiasaan tidak sehat seperti (Healthwise, 2019):

• Meminum terlalu banyak kafein

• Merokok

• Meminum minuman keras berlebihan

• Pengeluaran kompulsif

• Emotional eating

Salah satu coping stress yang sering dilakukan oleh setiap individu yaitu makan. Tingkat keparahan stres dapat mempengaruhi pada pola makan yang tidak normal sehingga dapat terjadi gangguan makan, gangguan makan yang dialami seseorang akan berakibat pada timbulnya masalah gizi. Stres psikologis seringkali dikaitkan dengan konsumsi makanan yang meningkat, terutama dalam mengkonsumsi makanan berlemak tinggi.

Stres dapat meningkatkan berat badan karena meningkatkan kadarkortisol darah, mengaktifkan enzim penyimpanan lemak dan memberi tanda lapar ke otak.

Aspek yang menjadi pengaruh dari perilaku makan, yaitu Restrained Eating (makan terkendali), External eating (makan luar) dan Emotional Eating (makan berlebihan).

1) Restrained eating merupakan perilaku menahan makan dengan tujuan mempertahankan berat badan serta menurunkan berat badan.

2) External eating yaitu perilaku makan yang dipengaruhi oleh rangsangan makan dari aroma makanan, ketertarikan warna dan bentuk makanan, rasa makanan yang dimana perilaku makan ini diluar rasa lapar.

3) Emotional eating adalah suatu kondisi di mana seseorang makan bukan karena lapar, melainkan untuk mengatasi emosi. Saat seseorang sedang stres, marah, atau bahkan sedang senang.

Individu tersebut akan mencari makanan untuk menenangkan emosi dan mengalihkan perhatian.Faktor mental dan emosional sering tidak diperhatikan hal ini menyebabkan remaja hanya sehat fisiknya saja, namun secara psikologis remaja rentan mengalami

(15)

stress, emotional eating bukan suatu cara coping yang baik.

Sebagaimana emotional eating dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti obesitas, diabetes, dan berbagai penyakit lainnya.

Sebaliknya, kita bisa menggunakan strategi coping yang lebih baik seperti melakukan hobi, melakukan peregangan, atau sekadar menonton video lucu. Dengan itu, selain kita menjadi semakin sehat, kita juga dapat menyelesaikan akar dari stres kita dengan perasaan lebih lega dan positif.

d. Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Stres pada Remaja

Stress merupakan sumber atau pembangkit stres. Gangguan stres biasanya timbul secara lamban dan seringkali tidak disadari. Stres diketahui dapat menyebabkan gangguan makan, baik berupa nafsu makan berkurang atau meningkat (Mutiara, 2010).

Pada keadaan stress, seseorang cenderung lupa akan pemenuhan kebutuhan dasar, seperti kebutuhan akan makanan, kebersihan dan istirahat. Apabila asupan makan rendah dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama, seseorang akan mengalami defisiensi zat gizi yang berakibat pada penurunan status gizi (Bonnie, 2000). Begitu juga apabila kondisi emosional yang tidak stabil menyebabkan individu cenderung melakukan pelarian diri dengan cara banyak makan makanan yang mengandung kalori atau kolesterol tinggi, energi dan protein, sehingga berakibat pada kegemukan. Hal ini terutama ditemukan pada kondisi kehidupan yang penuh stres (Dariyo, 2005). Bahwa semakin tinggi tingkat stres yang dialami maka semakin tinggi pula indeks massa tubuh.

Individu yang sedang mengalami stres akan mengalami peningkatan perilaku makan yang akan berkontribusi pada kondisi obesitas atau kelebihan berat badan (Nishtani & Sakakibra 2006).

Menurut Roberts et al (2003) seseorang yang mengalami depresi atau stres dapat menyebabkan peningkatan penumpukan lemak tubuh karena adanya peningkatan sekresi kortisol. Seseorang yang memiliki IMT overweight dan obesitas memiliki konsentrasi kortisol yang cenderung lebih tinggi dan akan mengaktifkan enzim penyimpanan lemak serta memberi tanda lapar pada otak (Siswanto, 2002). Respon hormon utama dalam stres adalah aktivasi sistem corticotrophin releasinghormone- adrenocorticotropichormone-cortisol.

Proses yang terjadi meliputi perangsangan pada hipotalamus menyebabkan disekresinya hormon corticotrophin releasing hormone (CRH), selanjutnya

(16)

merangsang hipofisis anterior untuk mensekresi ACTH. Terjadinya Peningkatan sekresi CRH dan ACTH, menyebabkan korteks adrenal melepaskan kortisol secara berlebihan. Hormon kortisol merupakan hormon utama selama adaptasi terhadap stres. Di saat tubuh mengalami stres, maka secara tidak langsung tubuh akan melepaskan hormon kortisol. Tingginya kadar hormon tersebut akan merangsang tubuh untuk mengeluarkan hormon insulin, leptin dan sistem neuropeptide Y (NPY) yang menimbulkan rasa lapar sehingga terdapat keinginan untuk makan. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya penumpukan lemak viseral dan dapat meningkatkan IMT (Lusia &

Purnawati, 2015).

Pada keadaan stres jangka lama, glukokortikoid menurunkan sensitifitas otak terhadap leptin sehingga terjadi resistensi leptin. Keadaan ini ikut berperan menyebabkan peningkatan nafsu makan. Stres kronik pada individu tertentu dapat juga menekan nafsu makan. Keadaan depresi yang dapat dipicu oleh stres yang kronik berhubungan dengan penurunan nafsu makan. Terdapat 2 macam perubahan pola makan akibat stres. Ada individu yang pada keadaan stres lebih banyak mengkonsumsi makanan (emotional eaters) dan sebaliknya ada individu yang pada keadaan stres pola makannya tidak terpengaruh atau dikurangi (non- emotional eaters). Pada individu dengan emotional eater, saat stres kadar ghrelin yang meningkat dalam darah berubah dengan meningkatkan makan.

Sebaliknya, pada individu dengan non emotional eater kadar ghrelin dengan cepat kembali ke tingkat basal dengan makan. Oleh karena itu, seorang dengan emotional eater relatif membutuhkan lebih banyak makan untuk menekan ghrelin dibandingkan dengan seorang non emotional eater (Luba, 2014).

E. Metode 1. Ceramah 2. Diskusi F. Media

1. Laptop 2. Leaflet

G. Kriteria Evaluasi 1. Kriteria Struktur

a. Penyelenggara penyuluhan dilakukan di sekolah SMK Kesehatan Amaliyah 2. Kriteria Proses

a. Peserta antusias terhadap penyuluhan

b. Peserta konsentrasi pada saat acara terselenggara

c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara baik

(17)

3. Kriteria Hasil

a. Apa yang dimaksud dengan Remaja b. Apa aspek-aspek perkembangan remaja c. Apa yang dimaksud dengan Status Gizi d. Apa saja penilaian Status Gizi

e. Apa aktor yang mempengaruhi status gizi f. Apa yang dimaksud dengan Stres

g. Apa saja penggolongan Stres

h. Apa hubungan Status Gizi dengan Tingkat Stres Pada Remaja H. Kegiatan Promosi Kesehatan (Penyuluhan)

No Waktu Kegiatan penyuluhan Kegiatan Audience 1 5 Menit Pembukaan:

1. Moderator memulai promosi Kesehatan dengan mengucapkan salam

2. Memperkenalkan diri 3. Menjelaskan tujuan promosi kesehatan

4. Menyebutkan materi yang akan diberikan

1. Siswa/i menjawab salam 2. Siswa/i memperhatikan 3. Siswa/i memperhatikan 4. Siswa/i memperhatikan

2 15 Menit Materi:

1. Menjelaskan apa Remaja 2. Menjelaskan apa aspek-aspek perkembangan remaja

3. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan Status Gizi 4. Menjelaskan apa saja penilaian Status Gizi

5. Menjelaskan apa aktor yang mempengaruhi status gizi 6. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan Stres 7. Menjelaskan apa saja penggolongan Stres

7. Menjelaskan apa hubungan Status Gizi dengan Tingkat Stres Pada Remaja

Siswa/I memperhatikan pemateri yang menjelaskan materi

(18)

3 10 Menit Evaluasi:

1. Meminta audience menjelaskan apa Remaja 2. Meminta audience

menjelaskan apa aspek-aspek perkembangan remaja

3. Meminta audience

menjelaskan apa yang dimaksud dengan Status Gizi

4. Meminta audience

menjelaskan apa saja penilaian Status Gizi

5. Meminta audience menjelaskan apa aktor yang mempengaruhi status gizi 6. Meminta audience

menjelaskan apa yang dimaksud dengan Stres

7. Meminta audience menjelaskan apa saja penggolongan Stres 7. Meminta audience menjelaskan apa hubungan Status Gizi dengan Tingkat Stres Pada Remaja

1. Menjelaskan apa Remaja 2. Menjelaskan apa aspek- aspek perkembangan remaja 3. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan Status Gizi 4. Menjelaskan apa saja penilaian Status Gizi 5. Menjelaskan apa aktor yang mempengaruhi status gizi

6. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan Stres 7. Menjelaskan apa saja penggolongan Stres 7. Menjelaskan apa

hubungan Status Gizi dengan Tingkat Stres Pada Remaja

4 5 Menit Penutupan:

1. Mengucapkan terimakasih atas perhatian yang diberikan

2. Mengucapkan salam penutup

1. Siswa/i memperhatikan 2. Siswa/i membalas salam

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca dalam bidang gizi untuk remaja khususnya mengenai hubungan tingkat stres dengan konsumsi makan

Dari fenomena diatas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang “hubungan antara status gizi dan stres dengan gangguan siklus menstruasi pada Mahasiswi

Remaja putri di SMA Muhammasiyah 7 Yogyakarta terdapat pola makan tidak baik sebanyak 7 responden (9,2%), status gizi yang tidak normal sebanyak 33 responden

Jurnal Ilmu Kesehatan MAKIA, Vol.5 No.1, Agustus 2017 17 HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN TINGKAT STRES DENGAN KEJADIAN PRE-MENSTRUAL SYNDROME PADA REMAJA PUTRI DI

Hal tersebut sejalan dengan penelitian ini karena hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa responden yang memiliki asupan lemak tidak normal mengalami gangguan

2018 Hubungan Stres Psikososial, Persepsi Bentuk Tubuh, Eating Disorder Dan Pola Makan Dengan Status Gizi Pada Remaja Putri.. Universitas Sebelas Maret