• Tidak ada hasil yang ditemukan

M SAUQI MUBAROK 1810716210022 KAJIAN KESESUAIAN BUDIDAYA KAKAP PUTIH SIAP PRINT

N/A
N/A
M sauqi Mubarok

Academic year: 2025

Membagikan "M SAUQI MUBAROK 1810716210022 KAJIAN KESESUAIAN BUDIDAYA KAKAP PUTIH SIAP PRINT"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

PERAIRAN MUARA KINTAP KECAMATAN KINTAP KABUPATEN TANAH LAUT

M SAUQI MUBAROK NIM. 2320727310024

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU PERIKANAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU

2023

(2)

PROPOSAL TESIS

ANALISIS KESESUAIAN BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer, Bloch) DI

PERAIRAN MUARA KINTAP KECAMATAN KINTAP KABUPATEN TANAH LAUT

M SAUQI MUBAROK NIM. 2320727310024

Proposal Tesis

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Magister Ilmu Perikanan

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU PERIKANAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU

2023

(3)

Nama : M Sauqi Mubarok

NIM : 2320727310024

disetujui, Komisi Pembimbing

xxxxxxxxxxxxxx Pembimbing 1

xxxxxxxxxxxxxxxx Pembimbing 2

diketahui,

Plt. Koordinator Prodi Magister Ilmu Perikanan

Prof. Dr. Hj. Emmy Lilimantik, S.Pi., MP.

(4)

KATA PENGANTAR

   Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal dengan baik yang berjudul Analisis Kesesuaian Budidaya Keramba Jaring Apung Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) Di Perairan Muara Kintap Kecamatan Kintap Kabupaten Tanah Laut. Tujuan penulisan proposal ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk memulai Penulisan Tesis pada program Pascasarjana Ilmu Perikanan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kepada:

1. Komisi Dosen Pembimbing, yaitu Ibu xxxxxxxx., dan Ibu xxxxxxxx, yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama penyusunan proposal tesis.

2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam penyelesaian penulisan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa pembahasan dalam proposal ini masih dangkal karena pengetahuan dan kemampuan penulis yang terbatas. Penulis menyadari masih perlu arahan dan perbaikan dimasa mendatang. Kepada semua pihak yang berkenan memberikan saran, kritik, dan masukan yang membantu penulis menuju perbaikan naskah dihaturkan terima kasih. Semoga proposal ini bermanfaat bagi semua pihak khususnya pemerhati budidaya pesisir dan laut.

Banjarbaru, November 2023

M Sauqi Mubarok

i

(5)

Halaman

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR GAMBAR...iii

DAFTAR TABEL...iv

BAB 1. PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah...2

1.3. Tujuan dan Manfaat ...2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...5

2.1. Ikan Kakap Putih...3

2.2. Habitat Ikan Kakap Putih...4

2.3. Parameter Perairan Untuk Ikan Kakap Putih...6

2.4. Budidaya Keramba Jaring Apung...9

2.5. Kesesuian Budidaya Keramba Jaring Apung...12

2.6. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Kakap Putih...14

2.7. Sistem Informasi Geospasial...15

BAB 3. METODE PENELITIAN...17

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian...17

3.2. Alat dan Bahan Penelitian...18

3.3. Prosedur Penelitian...18

3.4. Pengambilan Data...19

3.15. Analisis Data... 21 DAFTAR PUSTAKA

ii

(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1. Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch...3

2.2. Alat dan Bahan Dalam Perakitan Kontruksi KJA Tahap 1...10

2.3. Alat dan Bahan Dalam Perakitan Kontruksi KJA Tahap 2...10

2.4. Sarana Penunjang Pada Budidaya KJA Kakap Putih...11

2.5. Operasi Piksel Pada Cell Based Modelin ...16

3.1. Peta lokasi Penelitian...17

3.2. Diagram Alur Penelitian...22

iii

(7)

Halaman

2.1. Skoring Data Kesesuaian Budidaya KJA Ikan Kakap Putih...12

2.2. Kriteria Kesesuaian Budidaya KJA Ikan Kakap Putih...12

2.3. Matrik Kesesuaian Budidaya KJA Ikan Kakap Putih...13

2.4. Kriteria Kesesuaian Budidaya KJA Ikan Kakap Putih...13

2.5. Matrik Kesesuaian Budidaya KJA Ikan Kakap Putih...14

2.6. Kriteria Kesesuaian Budidaya KJA Ikan Kakap Putih...14

3.1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Penelitian...16

3.2. Alat dan Bahan...18

3.3. Skoring Data Kesesuaian Budidaya KJA Ikan Kakap Putih...23

3.4. Kriteria Kesesuaian Budidaya KJA Ikan Kakap Putih...24

iv

(8)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Budidaya Perikanan di Indonesia merupakan salah satu komponen yang penting di sektor perikanan. Hal ini berkaitan dengan perannya dalam menunjang persediaan pangan nasional, penciptaan pendapatan dan lapangan kerja. Budidaya ikan pada sistem keramba jaring apung,salah satu cara budidaya ikan menggunakan jaring dan rakit sedemikian rupa sehingga dapat mengapung di permukaan air.

(Siagian,2014). Kegiatan dalam usaha keramba jaring apung yang merupakan salah satu cara budidaya pembesaran ikan yang efisien dan efektif untuk dapat memulai suatu usaha dalam hal budidaya (Affan, 2012).

Budidaya KJA merupakan sistem budidaya ikan yang cocok diterapkan di kawasan pesisir (Shubhi dkk, 2017). Pemilihan lokasi yang tepat sangat terkait dengan faktor resiko yang berpengaruh terhadap masalah keterlindungan seperti gelombang, angin dan kecepatan arus yang mengakibatkan terjadinya kerusakan fisik pada sarana budidaya laut. Menurut Phillipose et al (2013) lokasi yang terlindung biasanya didapatkan di perairan teluk atau perairan terbuka tetapi terlindungi oleh adanya terumbu karang di depannya dan perairan yang tenang dilindungi oleh pulau-pulau kecil yang dapat menunjang aktifitas budidaya (Purwanto, 2014). Pemilihan lokasi yang strategis sangat penting dan merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam memulai usaha budidaya kakap putih.

Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch) merupakan salah satu komoditas budidaya laut unggulan Indonesia, karena memiliki pertumbuhan yang relatif cepat dan mudah dibudidayakan serta prospek pemasarannya yang cukup luas baik untuk memenuhi pangsa pasar dalam negeri maupun ekspor. Ikan kakap putih yang dipelihara di KJA (Keramba Jaring Apung) lebih diminati konsumen dibandingkan dengan yang dipelihara di tambak (Shubhi dkk, 2017). Permintaan terhadap Ikan kakap putih cukup tinggi, sebab dagingnya yang gurih (Ravisankar e t al, 2010). Tingginya permintaan terhadap ikan ini mengakibatkan terjadinya eksploitasi cukup intensif yang dapat diantisipasi dengan teknologi KJA (Tim Perikanan WWF-Indonesia, 2015). Selain keterlindungan pemantauan lingkungan

1

(9)

sangat penting sebagai syarat dalam pemilihan lokasi yang sesuai dan strategis untuk budidaya KJA dengan memperhatikan kualitas fisika dan kimia perairanya (Prema et al, 2010).

Salah satu wilayah pesisir di Kalimantan Selatan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai lokasi budidaya laut adalah Perairan Muara Kintap oleh masyarakat sekitar telah diguakan untuk budidaya tambak kepiting, ikan bandeng, dan udang yang berada di sekitar muara secara intensif namun dalam beberapa tahun terakhir para pembudidaya mengalami kerugian karena tambaknya terendam banjir ROB hasil survei lapangan oleh peneliti (2022-2023).

Berdasarakan hal tersebut peneliti mempunyai sebuah solusi yaitu dengan metode Keramba Jaring Apung dengan komiditinya adalah ikan kakap putih. Oleh sebab itu perlu adanya kajian secara mendalam dan komprehensif mengenai analisis kesesuaian budidaya KJA ikan kakap putih di Perairan Muara Kintap sehingga harapannya kajian ini dapat menjadi referensi dan masukan bagi pengambil keputusan dan stakeholder dalam menyelesaikan masalah tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimana tingkat kesesuaian untuk budidaya KJA ikan kakap putih ? 2. Bagaimana pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup ikan kakap putih ? 1.3. Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis tingkat kesesuaian untuk budidaya KJA ikan kakap putih di perairan Muara Kintap.

2. Mengetahui pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup ikan kakap putih.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Menyediakan informasi data kesesuaian budidaya KJA ikan kakap putih.

Harapannya dapat digunakan oleh masyarakat setempat dan pengampu kebijakan dalam menyusun perencanaan dan pengelolaan budidaya KJA ikan kakap putih di wilayah perairan Muara Kintap Kecamatan Kintap Kabupaten Tanah Laut

(10)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Kakap Putih

Ikan kakap putih mempunyai ciri tubuh badan memanjang, gepeng, batang sirip ekor lebar, pada waktu masih burayak (umur 1 – 3 bulan) warnanya gelap dan setelah menjadi gelondongan (umur 3 – 5 bulan) warnanya terang dengan bagian punggung berwarna coklat kebiru-biruan selanjutnya berubah menjadi keabu abuan dengan sirip berwarna abu-abu gelap. Mata berwarna merah cemerlang, mulut lebar sedikit serong dengan gerigi halus. Bagian atas penutup insang terdapat lubang kuping bergeligi. Sirip punggung berjari-jari keras 3 dan lemah 7 – 8, sedangkan bentuk sirip ekor bulat (Razi, 2013).

Gambar 2.1. Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) (Sumber: WWF Indonesia/Said Rahmat)

Ikan kakap putih termasuk dalam famili centroponidae, secara lengkap taksonominya adalah sebagai berikut:

Fillum: Chordata Sub Fillum: Vertebrata Kelas: Pisces

Sub Kelas: Teleostomi Ordo: Percomorphi Famili: Centroponidae Genus: Lates

Species: Lates calcarifer, Bloch.

3

(11)

2.2 Habitat Ikan Kakap Putih

Ikan kakap putih merupakan ikan yang mempunyai toleransi yang cukup b esar terhadap kadar garam (euryhaline) dan merupakan ikan katadromous (dibesarkan di air tawar dan kawin di laut) serta termasuk dalam ikan karnivora (Febianto, 2007). Sifat-sifat inilah yang menyebabkan ikan kakap putih dapat di budidayakan di laut, tambak maupun air tawar. Ikan kakap putih biasanya hidup di daerah perairan karang ke daerah pasang surut di muara, bahkan cenderung menembus sampai keperairan tawar.

Penyebaran kakap putih di Indonesia sangat luas dan hampir menghuni seluruh perairan pantai Indonesia. Penyebaran ikan kakap putih arah ke utara mencapai Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina Selatan serta Filipina. Penyebaran arah keselatan mencapai tropis Australia, arah ke barat hingga Afrika Selatan dan perairan tropis Atlantik Amerika, sedangkan arah Timur mencapai pulau-pulau di Samudera Pasifik (Baskoro dkk, 2004). Menurut Marzuki dkk (1992) daerah penyebaran ikan kakap hampir di seluruh perairan Laut Jawa, mulai dari Perairan Bawean, Kepulauan Karimun Jawa, Selat Sunda, Selatan Jawa, Timur dan Barat Kalimantan, Perairan Sulawesi, serta Kepulauan Riau.

Ikan kakap putih dewasa umumnya bergerombol tidak begitu besar dan beruaya ke dasar perairan yang lebih dalam dari pada yang berukuran kecil yang banyak dijumpai beragregasi di dekat permukaan perairan karang pada siang hari da n pada malam hari menyebar mencari makan baik berupa ikan maupun crustacea. I kan kakap putih dapat hidup di daerah laut yang berlumpur, berpasir, serta di ekosistem mangrove. Banyak nelayan sering mendapatkan ikan kakap putih ketika melaut karena habitatnya yang luas.

Ikan kakap putih yang hidup di laut memiliki ukuran tubuh yang berbeda dengan panjang rata-rata ikan antara 20 – 50 cm jauh berbeda dengan habitat perairan payau di muara sungai dengan ukuran ± 90 cm dengan berat 10 kg yang masih dipengaruhi oleh banyaknya makanan di lingkungan habitat aslinya (Ridho d kk, 2016). Ikan kakap putih juga dapat hidup di air payau seperti daerah muara sungai yang masih mendapatkan percampuran air tawar. Ikan kakap putih akan menuju daerah habitat aslinya jika akan memijah yaitu pada salinitas 30 – 32 ppt. Te lur yang menetas akan beruaya menuju pantai dan larvanya akan hidup di

(12)

5

daerahyang bersalinitas 29 – 30 ppt. Semakin bertambah ukuran larvanya maka ikan kakap putih tersebut akan beruaya ke air payau (Mayunar dkk, 2002 Ikan kakap putih merupakan ikan yang mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap kadar garam (euryhaline) dan merupakan ikan katadromous (dibesarkan di air tawar dan kawin di laut) serta termasuk dalam ikan karnivora (Febianto, 2007). Sifat-sifat inilah yang menyebabkan ikan kakap putih dapat di budidayakan di laut, tambak maupun air tawar. Ikan kakap putih biasanya hidup di daerah perairan karang ke daerah pasang surut di muara, bahkan cenderung menembus sampai keperairan tawar.

Penyebaran kakap putih di Indonesia sangat luas dan hampir menghuni seluruh perairan pantai Indonesia. Penyebaran ikan kakap putih arah ke utara mencapai Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina Selatan serta Filipina. Penyebaran arah keselatan mencapai tropis Australia, arah ke barat hingga Afrika Selatan dan perairan tropis Atlantik Amerika, sedangkan arah Timur mencapai pulau-pulau di Samudera Pasifik (Baskoro dkk, 2004). Menurut Marzuki dkk (1992) daerah penyebaran ikan kakap hampir di seluruh perairan Laut Jawa, mulai dari Perairan Bawean, Kepulauan Karimun Jawa, Selat Sunda, Selatan Jawa, Timur dan Barat Kalimantan, Perairan Sulawesi, serta Kepulauan Riau.

Ikan kakap putih dewasa umumnya bergerombol tidak begitu besar dan beruaya ke dasar perairan yang lebih dalam dari pada yang berukuran kecil yang banyak dijumpai beragregasi di dekat permukaan perairan karang pada siang hari dan pada malam hari menyebar mencari makan baik berupa ikan maupun crustacea.

Ikan kakap putih dapat hidup di daerah laut yang berlumpur, berpasir, serta di ekosistem mangrove. Banyak nelayan sering mendapatkan ikan kakap putih ketika melaut karena habitatnya yang luas.

Ikan kakap putih yang hidup di laut memiliki ukuran tubuh yang berbeda dengan panjang rata-rata ikan antara 20 – 50 cm jauh berbeda dengan habitat perairan payau di muara sungai dengan ukuran ± 90 cm dengan berat 10 kg yang masih dipengaruhi oleh banyaknya makanan di lingkungan habitat aslinya (Ridho dkk, 2016). Ikan kakap putih juga dapat hidup di air payau seperti daerah muara sungai yang masih mendapatkan percampuran air tawar. Ikan kakap putih akan menuju daerah habitat aslinya jika akan memijah yaitu pada salinitas 30 – 32 ppt.

(13)

Telur yang menetas akan beruaya menuju pantai dan larvanya akan hidup di daerah yang bersalinitas 29 – 30 ppt. Semakin bertambah ukuran larvanya maka ikan kakap putih tersebut akan beruaya ke air payau (Mayunar dkk, 2002)

2.3 Parameter Perairan Untuk Ikan Kakap Putih 2.3.1. Parameter Fisika

2.3.1.1. Suhu Perairan

Suhu perairan merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhitungkan dalam penentuan lokasi budidaya ikan kakap putih dengan sistem KJA karena berpengaruh langsung terhadap metobolisme dan aktivitas ikan kakap itu sendiri.

Suhu permukaan atau bawah air yang bagus dalam suatu budidaya KJA ikan kakap putih memiliki kisaran 28° – 32°C dan air dalam kondisi stabil (Prema et al, 2010).

Sedangkan menurut Subhi dkk (2017) dalam hasil penelitiannya suhu yang cukup stabil dan baik untuk kelangsungan hidup ikan kakap putih berkisar antara 29,5° – 31,8°C pengukuran tersebut menunjukkan variasi kecil meski waktu pengambilannya berbeda. Suhu harian maupun tahunan di perairan Indonesia 27° – 32°C dan ini tidak berpengaruh terhadap kegiatan budidaya (Romimohtarto, 2003).

2.3.1.2. Kecepatan Arus

Kecepatan arus perairan untuk keramba jaring apung (KJA) ikan kakap putih tidak boleh lebih dari 1 m/s dan kecepatan arus bawah 0,25 m/s (Gufron dkk, 2005).

Lokasi yang memiliki arus yang terlalu lemah tidak layak untuk budidaya KJA namun arus terlalu cepat dapat merusak konstruksi wadah. Kecepatan arus yang sangat sesuai untuk budidaya KJA ikan kakap putih jika kesesuainya tersebut masuk kisaran antara 0,20 – 0,40 m/s (Adipu dkk, 2013). Arus juga sangat penting dalam sirkulasi air, pembawa bahan terlarut dan padatan tersuspensi (Dahuri, 2003).

2.3.1.3. Kecerahan

Cahaya merupakan faktor utama pada kehidupan ikan kakap putih dalam mencari makan, tingkah laku reproduksi, mencari perlindungan, orientasi migrasi, pola pertumbuhannya dan mempunyai peranan penting dalam produktivitas perairan karena berpengaruh terhadap ekosistem lainya. Dari hasil penelitian Junaidi (2012) kecerahan yang sangat sesuai untuk mendukung kegiatan budidaya sistem KJA ikan kakap putih adalah > 3 m yang pengukuran pada saat surut

(14)

7

terendah. kecerahan air dipengaruhi oleh fotoperiode (lamanya pencahayaan) bulan april berkisar 42 cm dan juni 52,5 cm pada bulan tersebut tidak mengalami kekeruhan (Ridho dkk, 2016). Hal ini sesuai pendapat Effendi (2003) bahwa nilai kecerahan suatu perairan dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, padatan tersuspensi, serta ketelitian pada saat melakukan pengukuran, hal ini sangat berpengaruh terhadap populasi dari ikan kakap putih.

2.3.1.4. Kedalaman

Kedalaman ideal untuk budidaya ikan kakap putih adalah minimal dua kali kedalaman jaring yang digunakan diukur pada saat surut terendah. Budidaya ikan kakap putih biasa dilakukan oleh masyarakat pada umumnya yang berada dekat pantai dengan kedalaman antara 5 – 10 m dan budidaya secara intensif oleh pihak swasta skala industri memilih lokasi dengan kedalaman antara 15 – 30 m (Subhi dkk , 2017). Menurut Adipu dkk (2013) untuk budidaya ikan kakap putih di KJA dengan kedalaman perairan minimal ditentukan oleh dimensi kantong jaring setinggi 3 m dengan beda pasang surut sebesar 2 m kemudian jarak antara dasar perairan dan dasar kantong sebesar 2 m, maka kedalaman minimal lokasi budidaya KJA ikan kakap putih sedikitnya 7 m.

2.3.1.5. Substrat Dasar

Substrat dasar berpengaruh terhadap ikan kakap yang hidup pada daerah tersebut.

Substrat dasar suatu lokasi bervariasi dari bebatuan sampai berlumpur dapat berpengaruh terhadap instalasi budidaya, pertukaran air, penumpukan hasil metabolisme dan kotoran (Rejeki, 2001). Lokasi budidaya ikan kakap putih yang ideal menurut pendapat Phillipose et al (2013) yang menyatakan bahwa sebaiknya lokasi budidaya untuk ikan kakap putih mempunyai dasar perairan berupa campuran antara kerikil halus, pasir dan lumpur.

2.3.1.6. Gelombang dan Keterlindungan

Ketinggian gelombang merupakan parameter penunjang yang diperhitungkan terutama untuk lokasi budidaya ikan kakap putih di KJA. Parameter ketinggian gelombang merupakan fungsi dari parameter keterlindungan. Artinya semakin terlindung suatu lokasi, maka semakin kecil diameter gelombangnya, demikian sebaliknya. Menurut Adipu dkk (2013) Ketinggian gelombang pada

(15)

budidaya KJA untuk ikan kakap putih berkisar antara 0,2 – 0,4 cm kisaran tersebut aman dari ancaman gelombang besar. Budidaya ikan kakap putih pada KJA, gelombang harus dihindari karena dapat berdampak negatif pada ikan dalam kantong kurungan maupun bagi kontruksi KJA. Pembudidaya ikan kakap putih di KJA harus memperhitungkan pengaruh gelombang dan angin pada musim-musim barat, barat daya dan selatan, biasanya sering kali sangat kencang dan menyebabkan gelombang tinggi (Salindeho, 2006).

2.3.2. Parameter Kimia

2.3.2.1. Derajat Keasaman (pH) Air

Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi kadar oksigen terlarut dan karbondioksida. Kisaran pH untuk mendukung kegiatan budidaya KJA ikan kakap putih adalah > 7 kisaran tersebut masuk kategori sangat sesuai (Junaidi, 2012). Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7.5 – 8,5 itu berarti bahwa ikan kakap putih masih termasuk ikan yang dapat hidup dengan pH basa, karena ikan kakap putih merupakan ikan mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap kadar garam (Subhi dkk, 2017). Rendahnya pH air dipermukaan untuk kegiatan budidaya KJA ikan kakap putih terkadang dipengaruhi oleh efek sapasial yang menjadikan arus sungai menuju lokasi kegiatan budidaya (Prema et al, 2010).

2.3.2.2. Oksigen Terlarut

Konsumsi oksigen tiap jenis ikan berbeda-beda, ikan kakap merah dan putih memerlukan oksigen yang lebih tinggi dibandingkan ikan demersal seperti kerapu (Shubhi dkk, 2017). Phillipose et al (2013) pada umumnya DO harus berada pada kisaran 5 mg/l atau lebih dan tidak boleh kurang dari 4 mg/l untuk ikan pelagis atau 3 mg/l untuk ikan demersal seperti kakap putih yang dibudidayakan di KJA.

2.3.2.3. Salinitas

Perubahan salinitas tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku atau distribusi terhadap ikan kakap putih tetapi pada perubahan sifat kimia air laut itu sendiri.

Karena ikan air laut mengatasi kekurangan air dengan mengkonsumsi air laut sehingga kadar garam dalam cairan tubuh bertambah. Lokasi yang berdekatan dengan muara sungai tidak dianjurkan karena salinitasnya befluktuasi dan akan berpengaruh pada pertumbuhan dan nafsu makan ikan kakap yang dipelihara.

(16)

9

Menurut Sirajuddin (2009) ikan kakap putih mempunyai toleransi yang tinggi terhadap salinitas, ikan ini dapat hidup dan berkembangbiak pada kisaran salinitas 0 – 35 ppt dengan salinitas optimum tambak sekitar 15 ppt dan KJA 15 – 35 ppt.

2.4. Budidaya Keramba Jaring Apung

Usaha budidaya KJA ikan kakap putih perlu menyesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada disekitar lokasi tersebut guna mengurangi terjadinya resiko akibat kondisi lingkungan yang kurang baik bagi budidaya, misalnya kondisi cuaca yang fluktuatif. Pemilihan lokasi yang baik sangat penting dalam perencanaan awal budidaya kakap putih. Lokasi yang baik untuk kegiatan usaha budidaya ikan di laut secara umum adalah daerah perairan teluk, laguna dan perairan pantai yang terletak di antara dua buah pulau (selat).

KJA ditempatkan di lokasi budidaya secara berjejer antara satu unit dengan unit KJA lainya dan saling menyambung yang tujuannya untuk mempermudah pemilik atau penjaga KJA dalam memelihara serta mengawasinya (Ardi, 2013). Wadah untuk budidaya kakap putih di perairan laut/pantai berupa KJA. Ada beberapa bentuk kontruksi KJA antara lain empat persegi dan berbentuk bundar, dengan bingkai dari kayu, PVC ataupun HDPE. Berikut tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pembuatan KJA (Tim Perikanan WWF-Indonesia, 2015).

a. Rakit (frame) KJA

Rakit adalah bingkai (frame) yang dilengkapi dengan pelampung untuk tempat melekatkan atau mengikatkan waring dan jaring. Frame KJA yang terbuat dari kayu dipilih dari jenis kayu yang kuat berukuran 6 x 12 cm, papan selebar 20 cm, tebal 3 cm. Bingkai rakit juga dapat digunakan balok ukuran 7 cm x 14 cm x 800 cm, papan berukuran tebal 3 – 4 cm, Panjang 400 cm untuk pijakan. Rakit berukuran 8 x 8 m yang terbagi empat kotak berukuran 3 x 3 meter/kotak. Koneksi antar bagian KJA menggukan paku dan baut stainless steel dan tali pengikat dari PE dengan diameter tali anatara 4 – 8 mm. Pelampung terbuat dari drum polyethylene (PE) atau Styrofoam yang dilapisi dengan PE volume 200 1, dipasang dengan jarak 0,5 m.

(17)

Gambar 2.2. Alat dan Bahan Dalam Perakitan Kontruksi KJA Tahap 1 (Tim Perikanan WWF-Indonesia, 2015)

Rakit dilengkapi dengan jangkar dan tali jangkar. Untuk 1 unit rakit diperlukan minimal 4 buah jangkar dengan berat 40 – 75 kg yang diikatkan pada tiap sudut rakit menggunakan tali jangkar terbuat dari PE berdiameter 2 – 4 cm. Panjang tali jangkar minimal 3 kali kedalaman perairan. Rakit yang terbuat dari bahan high densty polyethylene (HDPE) biasanya telah tersedia produksi dari perusahaan dalam unit yang sudah siap untuk digunakan.

b. Waring dan Jaring

Waring adalah bahan yang digunakan untuk membuat kantong pemeliharaan ikan fase awal atau pendederan (penggelondongan). Waring yang dipergunakan terbuat dari bahan PE berwarna hitam dengan ukuran mata waring 4 mm. Bentuk kantong waring persegi empat atau kubus dengan ukuran 3 x 3 x 3 m atau 3 x 1,5 x 2 m.

Gambar 2.3. Alat dan Bahan Dalam Pembuatan Kontruksi KJA Tahap 2 (Tim Perikanan WWF-Indonesia, 2015)

(18)

11

Jaring merupakan bahan untuk membuat kantong pemeliharaan ikan. Jenis jaring yang dipergunakan terbuat dari bahan PE. Jaring untuk pembesaran berbentuk kantong berukuran 3 x 3 x 3 m dengan ukuran mata jaring 1 – 2 inchi. Ukuran benang jaring yang dipergunakan untuk pembesaran minimal D18. Pemberat jaring dapat terbuat dari bahan paralon berbentuk persegi empat yang sudah diisi pasir dan ditempatkan di dasar jaring atau pemberat dari beton atau besi yang dilapisi plastic dan diikatkan di masing-masing sudut luar jaring.

Jaring berbentuk lingkaran terbuat bahan HDPE yang didalamnya terdapat serat benang (tiga helai) dengan ukuran mata jaring 0,5 – 1,5 inchi. Diameter jaring disesuaikan dengan diameter rakit/frame dengan kedalaman bervariasi sesuai kedalaman perairan dan ukuran ikan. Sebagai contoh untuk frame berdiameter 10 m dengan ukuran ikan 35 gram menggunakan jaring dengan ukuran mata jaring 0,5 inchi kedalaman jaring 6 m dan diameter 20 m dengan ukuran ikan 200 gram menggunakan jaring ukuran 1 inchi kedalaman 10 m.

c. Perlengkapan dan fasilitas Keramba Jaring Apung Lainnya

Pelengkapan keramba lainnya seperti rumah jaga, Gudang, mess karyawan, gunting, sikat, keranjang, wadah plastik untuk grading, aerator, timbangan, cool box untuk menyimpan pakan, serok, penyemprot jaring, perahu atau kapal dan lain- lainya.

Gambar 2.4. Sarana Penunjang Pada Budidaya KJA Kakap Putih (Sumber: Yuwana Puja/BBPBAL Lampung)

(19)

2.5 Kesesuian Budidaya Keramba Jaring Apung

Analisis karakateristik sifat perairan merupakan kajian penting terhadap kondisi biofosik dan kimia perairan, meliputi parameter fisika dan kimia.

Pengamatan kualitas air dilakukan untuk menentukan kelayakan budidaya KJA bagi kehidupan ikan kakap putih (Shubhi dkk, 2017). Dengan melakukan skoring data kesesuaian budidaya KJA sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan indeks tingkat kesesuaian budidaya KJA ikan kakap putih pada Tabel 2.2 (Adibrata, 2011).

Tabel 2.1. Skoring Data Kesesuaian Budidaya KJA Ikan Kakap Putih (Adibrata, 2011)

Tabel 2.2. Kriteria Kesesuaian Budidaya KJA Ikan Kakap Putih (Adibrata,2011)

(20)

13

Kelayakan suatu budidaya merupakan hasil kesesuaian diantara persyaratan hidup dan berkembangnya suatu komoditas budidaya KJA untuk ikan kakap putih terhadap lingkungan fisik perairan (Junaidi, 2012). Berdasarkan faktor pengaruh kualitas air akan mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan daya ta han hidup ikan kakap putih (Radiarta et al, 2006). Berikut syarat pembatas kehidupan, perkembangan komoditas budidaya KJA ikan kakap putih dan nilai parameter kesesuaian dapat dilihat pada Tabel 2.3. dan kriteria tingkat kesesuaian pada Tabel 2.4.

Tabel 2.3. Matrik Kesesuaian Budidaya KJA Ikan Kakap Putih (Radiarta et al, 2006)

Tabel 2.4. Kriteria Kesesuaian Budidaya KJA Ikan Kakap Putih (Utojo et al, 2007)

(21)

Pemanfaatan areal budidaya laut sistem KJA yang dilakukan tanpa diawali dengan analisis kesesuaian budidaya KJA dengan demikian para pembudidaya dihadapkan pada berbagai kondisi yang tidak diprediksikan sebelumnya yang dapat mempengaruhi keberhasilan dan keberlanjutan dalam melakukan usaha budidaya KJA ikan kakap putih (Adipu dkk, 2013). Kriteria kesesuaian disusun berdasarkan parameter biofisik yang relevan dengan setiap kegiatan, dan dibuat dengan mengacu pada matrik kesesuaian sebagaimana dapat kita lihat pada Tebel 2.5. dan tingkat kesesuaian dapat dilihat pada Tabel 2.6.

(Sirajuddin, 2009).

Tabel 2.5. Matrik Kesesuaian Budidaya Ikan Pada KJA (Sirajuddin, 2009)

Tabel 2.6. Kriteria Kesesuaian Budidaya Ikan Pada KJA (Sirajuddin, 2009) 2.6. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Kakap Putih

(22)

15

1. Pertumbuhan a. Bobot Mutlak

pertumbuhan bobot mutlak dengan cara dihitung selisih dari bobot akhir dan bobot awal pemeliharaan (Effendi, 1997)

b. Laju pertumbuhan spesifik/Specific Growth Rate (SGR)

Pertumbuhan mutlak adalah pertumbuhan yang diperoleh dari selisih berat rata-rata ikan patin pada awal pemeliharaan dengan berat rata-rata ikan Penghitungan laju pertumbuhan spesifik (SGR) diukur dengan melakukan pengambilan dan pengukuran ikan pada saat awal dan akhir melakukan penelitian Jaya et al., (2013).

2. Kelangsungan Hidup

Menurut Effendi (2003), kelulushidupan merupakan prosentase kelulushidupan kultivan yang dapat dihitung.

2.7 Sistem Informasi Geospasial

Penggunaan teknologi SIG dapat membantu analisis untuk memilih lokasi yang tepat berdasarkan data pengukuran parameter kualitas perairan. Parameter ini didapatkan dari hasil pengukuran dan pengambilan sampel air di stasiun penelitian yang telah ditentukan secara acak. Metode ini telah berkembang dan banyak digunakan di dunia untuk menentukan lokasi kesesuaian lahan budidaya laut, di Indonesia teknik ini telah dimanfaatkan mengeksplorasi lahan budidaya perikanan (Affan, 2012). SIG pada bidang perikanan pada umumnya digunakan untuk menentukan kesesuaian lokasi yang potensial untuk dilakukan budidaya perikanan, vegetasi dan perikanan tangkap. Dalam aplikasinya, dilakukan analisis spasial data 24 raster yang berisi informasi mengenai parameter-parameter metocean yang memiliki keterkaitan dengan karakteristik lokasi budidaya. data-data tersebut kemudian diintegrasikan sehingga menampilkan informasi multi-layer.

Analisis spasial yang digunakan adalah cell-based modelling yang merupakan analisis data spasial berbentuk raster untuk menggambarkan kondisi suatu wilayah atau alam berdasarkan sel atau piksel. Sumber data raster yang digunakan dalam pendekatan cell based modeling dapat diturunkan dari citra satelit.

Menurut Husnayaen (2008), Karakteristik-karakteristik model data raster adalah sebagai berikut:

(23)

a) Resolusi; resolusi spasial merupakan sebagai suatu dimensi linear minimum dari satuan jarak geografi terkecil yang dapat direkam oleh data. Satuan terkecil dalam data raster pada umumnya ditunjukkan oleh panjang sisi suatu bidang kotak piksel.

b) Orientasi; orientasi dalam model data raster dibuat untuk mempresentasikan arah utara grid. Secara umum, untuk mendapatkan orientasi model data raster dilakukan penghimpitan arah utara grid dengan arah utara sebenarnya pada titik asal dari dataset, yang biasanya adalah titik di bagian kiri atas.

c) Lokasi; lokasi dalam model data raster dapat diidentifikasi dengan nilai koordinatnya dalam sumbu x,y. Nilai x dan y ini dapat menunjukkan koordinat bumi dan sangat bergantung pada jenis proyeksi yang digunakan dalam peta.

d) Zona; setiap zona pada model data raster adalah sekumpulan lokasilokasi yang memperhatikan nilai/ID yang sama.

e) Nilai-nilai; nilai adalah informasi (atribut) yang disimpan dalam sebuah layer untuk setiap pixel, sehingga pada ID yang sama pada beberapa pixel dapat mempunyai nilai yang berbeda.

ESRI (2002) menjelaskan beberapa model operasi dari cell-based modelling seperti berikut ini: • Local function adalah operasi piksel yang hanya melibatkan satu sel. Nilai satu pixel output ditentukan oleh satu pixel input. • Focal function adalah operasi piksel yang hanya melibatkan beberapa sel terdekat. 25 • Zonal function adalah operasi piksel yang hanya melibatkan suatu kelompok sel yang memiliki nilai atau keterangan yang sama. • Global function adalah operasi piksel yang melibatkan keseluruhan sel dalam data raster dan gabungan antara keempat kelompok tersebut. • Application function adalah kombinasi dari keempat ilustrasi di atas. Berikut adalah gambar dari ilustrasi dari kelima jenis cell-based modelling tersebut.

(24)

17

Gambar 2.5 Operasi piksel pada cell based modeling (ESRI, 2002)

(25)

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Muara Kintap dan Laboratorium Kualitas Air Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat di Banjarbaru. Pelaksanaan penelitian direncanakan selama ± 5 bulan, dari persiapan, pelaksanaan penelitian, pengolahan data, penyusunan laporan, seminar, perbaikan, dan distribusi laporan.

Peta lokasi Penelitian dapat di lihat pada Gambar 3.1

Jadwal rencana pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel. 3.1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Penelitian.

No Kegiatan

Bulan

ke -1 ke - 2 ke - 3 ke - 4 ke - 5

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1.

Persiapan, penyusunan dan konsultasi proposal 2. Seminar

17

(26)

18

No Kegiatan

Bulan

ke -1 ke - 2 ke - 3 ke - 4 ke - 5

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 proposal dan

uji

komprehensif 3. Pelaksanaan

Penelitian dan analisis data 4. Penulisan dan

konsultasi laporan 5.

Seminar hasil dan ujian

6.

Perbaikan dan distribusi laporan

3.2. Alat dan Bahan Penelitian Tabel. 3.2. Alat dan Bahan.

3.3. Prosedur Penelitian

(27)

Prosedur penelitian ini meliputi kegiatan persiapan/observasi awal lapangan, pemilihan stasiun pengamatan, pengukuran parameter, analisis data, penyusunan laporan akhir dan konsultasi dengan pembimbing.

3.3.1. Studi Pendahuluan

Pada tahap ini dilakukan studi literatur, pengurusan administrasi penelitian, pengumpulan data primer dan sekunder serta mempersiapkan alat yang akan digunakan di lapangan. Data primer berupa analisis parameter kualitas air se dangkan data sekunder yang ada hubungannya dengan pembuatan peta lokasi.

3.3.2. Survei Lokasi

Tahap ini dilakukan untuk mengetahui gambaran awal tentang kondisi lokasi penelitian. Gambaran awal mengenai kenampakan lokasi yang secara visual mendukung sebagai lokasi pembudidayaan ikan kakap putih.

3.3.3. Penentuan Stasiun

Penentuan stasiun menggunakan metode purposive sampling, yaitu penentuan lokasi sampling berdasarkan pertimbangan dalam kemudahan menjangkau lokasi titik sampling, serta efisiensi waktu dan biaya yang pengambilan sampelnya ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian (Djarwanto dan Subagyo, 1990). Pengambilan sampel berada di dalam teluk yang dilakukan pada 8 stasiun. Pada stasiun tersebut diharapkan dapat mewakili dan menghasilkan nilai yang mendekati untuk di lakukan kesesuaian budidaya KJA ikan kakap putih.

3.4. Pengambilan Data

Cara pengambilan data yang dilakukan di lapangan untuk parameter fisik dan kimia perairan adalah sebagai berikut

3.4.1. Parameter Fisika 3.4.1.1. Suhu Perairan

Pengukuran suhu menggunakan water quality checker. Penggunaannya dengan cara membersihkan terlebih dahulu alatnya menggunakan tissue.

Kemudian mencelupkan alat tesebut pelan-pelan kedalam air laut, lalu membaca dan mencatat hasil nilai suhu tersebut menggunakan peralatan tulis menulis.

(28)

20

Setelah pengukuran suhu selesai, bersihkan kembali alat dengan tissue dan mengkalibrasi kembali alat agar tetap dalam kondisi normal.

3.4.1.2. Kecepatan Arus

Pengambilandata arus menggunakan layang-layang arus, dengan memberi jarak sampai lima meter, dan tunggu beberapa menit sampai tali tersebut membentang. Kemudian ukur arah dengan kompas dan waktu dengan stopwatch. Setelah itu catat jarak, arah dan waktu dengan peralatan tulis.

Kemudian dihitung menggunakan persamaan :

3.4.1.3. Kecerahan

Melakukan pengambilan data kecerahan di lokasi penelitian menggunakan secchi disk. Cara penggunaanya yaitu dengan memasukan alat secchi disk ke dalam kolom perairan laut dengan menggunakan tali hingga secchi disk terlihat samar, kemudian ukur nilai kecerahan dengan roll meter. Setelah itu membaca dan mencatat nilai hasil kecerahan yang diperoleh tersebut dengan peralatan tulis menulis.

3.4.1.4. Kedalaman

Pengukuran kedalaman menggunakan alat batu duga. Sebelum memasukan tali ke dasar kolom perairan terlebih dahulu tali duga dipasang pemberat, gunanya ketika adanya arus kuat tali tetap dalam posisi selalu tegak lurus keatas, kemudian diukur kedalaman menggunakan roll meter. Setelah itu membaca dan mencatat nilai hasil kedalaman yang diperoleh tersebut dengan peralatan tulis menulis

3.4.1.5. Substrat Dasar

Pengambilan substrat dasar perairan menggunakan alat Grab sampler.

Setelah itu Grab sampler di turunkan kedasar kolom perairan secara pelan-pelan untuk mengambil substrat didasar perairan, kemudian Grab sampler di angkat ke atas untuk diamati substratnya, lalu mencatat jenis substratnya dengan peralatan tulis menulis.

3.4.1.6. Gelombang dan Keterlindungan

Tinggi gelombang dapat di ukur menggunakan tiang skala. Pengukuran tinggi gelombang dengan membaca pergerakan naik (puncak) dan turun

s v =

t

v = kecepatan arus (meter/detik) s = jarak (meter)

t = waktu (detik)

(29)

(lembah) permukaan air laut pada tiang skala yang di berdirikan sejajar diatas permukaan air sebelum gelombang pecah sebanyak 31 pengulangan. Dari perbedaan pembacaan puncak dan lembah dapat dihitung menggunakan persamaan:

Tinggi gelombang : (H) = puncak – lembah Tinggi rata-rata :

Sedangkan keterlindungan dengan melakukan pengamatan disekitar lokasi penelitian dengan menyesuaikan kriteria yang sudah ditetapkan.

3.4.2. Parameter Kimia 3.4.2.1.pH dan DO

Pengukuran pH dan DO menggunakan water quality checker.

Penggunaanya dengan cara mengkalibrasi terlebih dahulu alatnya menggunakan aquades kemudian membersihkannya dengan tissue. Setelah itu mencelupkan alat tersebut pelan-pelan kedalam air laut, lalu membaca dan mencatat hasil nilainya menggunakan peralatan tulis menulis. Setelah selesai melakukan pengukuran, mengkalibrasikembali alat agar tetap dalam kondisi normal.

3.4.2.2.Salinitas

Pengukuran salinitas menggunakan handrefraktometer. Penggunaannya dengan cara mengkalibrasi terlebih dahulu alat handrefraktometer menggunakan aquades dan bersihkan dengan tissue. Setelah itu melakukan pengambilan sampel air laut, lalu meneteskannya di atas kacanya dan meneropongnya.

Kemudian mencatat hasil nilainya dengan peralatan tulis menulis. Setelah selesai melakukan pengukuran, kalibrasi kembali alat agar tetap dalam kondisi normal.

3.5. Analisis Data

Adapun diagram alur penelitian analisis data untuk budidaya KJA ikan kakap putih dapat dilihatpada Gambar 3.2.

(30)

22

Gambar 3.2. Diagram Alur Penelitian Zona Peruntukan Budidaya KJA Ikan Kakap Putih

Matrik Kesesuaian Dengan Data

Analisis Kesesuaian Lahan Budidaya KJA Ikan Kakap Putih

Pengolahan Data Data Lapangan Parameter Fisika-Kimia Zona Pemanfaatan

Umum Perairan Muara

(31)

3.5.1. Analisis Bobot Skoring

Kesesuaian budidaya KJA ikan kakap putih tiap stasiun penelitian dilakukan dengan membandingkan data hasil penelitian dengan standar budidaya KJA dengan cara skoring data sebagaimana dapat kita lihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Skoring Data Kesesuaian Budidaya KJA Ikan Kakap Putih

Pembobotan parameter dilakukan untuk mengekspresikan seberapa besar pengaruh suatu parameter terhadap parameter lainya. Normalisasi pembobotan dilakukan dengan cara menjumlahkan bobot keseluruhan parameter sehingga diperoleh total sebesar 1 yang selanjutnya dikalikan 100 untuk mendapatkan nilai t otal bobot 100%.. Berikut pembobotan dengan dihitung berdasarkan rumus jumlah ranking:

Wj = (n - rj + 1) / ∑ (n - rp + 1)

Indeks analisis kesesuaian lokasi budidaya kakap putih dengan sistem KJA d isetiap stasiun diperoleh dari nilai bobot kali skor untuk sepuluh parameter.

Kemudian untuk mendapatkan selang nilai setiap kategori ditentukan berdasarkan nilai dari hasil perhitungan formulasi sebagai berikut:

(32)

24

Hasil formulasi akan ditentukan berdasarkan tingkat kesesuaian S1 (Sangat sesuai), S2 (Cukup sesuai) S3 (Tidak sesuai). kemudian membagi kisaran setiap kategori sebagaimana pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Kriteria Kesesuaian Budidaya KJA Ikan Kakap Putih

3.5.2. Analisis Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup 1. Pertumbuhan

a. Bobot Mutlak

Menurut (Effendi, 1997) pertumbuhan bobot udang windu (P. monodon) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

W = Wt - Wo keterangan :

W = laju pertumbuhan relatif (g)

Wt = bobot tubuh rata-rata akhir pemeliharaan (g) Wo = bobot tubuh rata-rata awal pemeliharaan (g)

b. Laju pertumbuhan spesifik/Specific Growth Rate (SGR)

Penghitungan laju pertumbuhan spesifik (SGR) diukur dengan melakukan pengambilan dan pengukuran ikan pada saat awal dan akhir melakukan penelitian . Pengkuran laju pertumbuhan spesifik yakni menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Jaya et al., (2013), sebagai berikut :

X 100

% Total skor setiap stasiun Total skor maximum Nilai skor hasil evaluasi =

(33)

keterangan:

SGR = Laju pertumbuhan spesifik (%)

Wt = Bobot rata-rata di akhir pemeliharaan (ekor) Wo = Bobot rata-rata di awal pemeliharaan (ekor) t = Lama waktu pemeliharaan (hari)

2. Kelangsungan Hidup

Menurut Effendi (2003), kelulushidupan merupakan prosentase kelulushidupan kultivan yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

keterangan :

SR = kelulushidupan (%)

Nt = jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor) No = jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)

(34)

. DAFTAR PUSTAKA

Adipu, Y. Lumenta C, Kaligis E, dan Sinjal H J. 2013. Kesesuaian lahan budidaya laut di perairan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan Sulawesi Utara. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis. IX(1):19-26.

Ardi, I. 2013. Budidaya Ikan Sistem Keramba Jaring Apung Guna Menjaga Keberlanjutan Lingkungan Perairan Waduk Cirata. Pusat Penilitian dan Pengembangan Budidaya. Media Aquakultur. Jakarta. Volume 1-8.

Adibrata, S. 2011. Daya Dukung Lingkungan untuk Budidaya Ikan Diperairan Pulau Pongok Kabupaten Bangka Selatan. Jurnal Pesisir dan Pulau- pulau Kecil., 2(2):43-58.

Baskoro, M. S. Ronny, I.W. dan Arief, E. 2004. Migrasi dan Distribusi Ikan.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati laut ;Aset Pembangunan Berkelanjutan. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Djarwanto dan P. Subagyo. 1990. Statistik Induktif. Penerbit BPFE, Yogyakarta.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius.

Febianto, S. 2007. Aspek Biologi Reproduksi Ikan Lidah Pasir (Cynoglossus lingua Hamilton-buchanan, 1822) di Perairan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik Jawa Timur. Skripsi. Jurusan Manejemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB : v + 66 hlm.

Ghufran, M. dan H. Kordi. 2005. Budidaya Ikan Laut di Keramba Jaring Apung Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Junaidi, M. A. 2012. Identification of lokcasi for the development of floating net cages based on environmental and water quality factor in east coast Bangka Tengah District. Jurusan Budidaya Perairan. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh. Depik, 1(1):78 – 85.

Landau M. 1995. Introduction to aquaculture. John Willey & Sons, Inc. New York.

440 p.

Mayunar dan A. Genisa. 2002. Budidaya Ikan Kakap Putih. Jakarta: PT. Grasindo.

Marzuki, S. dan R. Djamal, 1992. Penelitian penyebaran, kepadatan stok dan beberapa parameter biologi induk kakap merah dan kerapu di perairan Laut Jawa dan Kepulauan Riau.J. Penelitian Perikanan Laut, hal:49- 65.

Purwanto, E. 2014. Analisis Kesesuaian Lahan Budidaya Ikan Kakap (Lutjanus sp) Berdasarkan Parameter Fisika-Kimia di Perairan Teluk Cikunyinyi Kabupaten Pesawaran. Doctoral dissertasion, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

(35)

Prema, D., Sobhana, K.S., Laxminarayana, A., Joseph, I.J.S., Ignatius, B., Jeyabaskaran, R., Nandakumar, A., Khambadkar, L.R., Anilkumar, P.S., Shylaja, G., and Syda Rao, G. 2010. Culture of Asian seabass (Lates calcarifer, Bloch) in open sea floating net cages off Karwar, South India. Central marine fisheries research institute, Kochi- 682 021, Kerala. India. Indian J. fish 57 (1) : 53 – 59.

Ridho, M. R., & Patriono, E. 2016. Aspek Reproduksi Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch) di Perairan Terusan Dalam Kawasan Taman Nasional Sembilang Pesisir Kabupaten Banyuasin. Jurnal Penelitian Sains, 18(1)

Razi, F. 2013. Penanganan Hama dan Penyakit Pada Ikan Kakap Putih. Booklet Perikanan. Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan.

No.26/MPP.Booklet/2013. Jakarta.

Ravisankar, T., Thirunavukkarasu, A. 2010. Market prospects of farmed Asian seabass lates calcarifer (Bloch). Indian J Fish, 57 (3) : 49 – 53

Radiarta, I. N. Prihadi, T.H. Saputra, A. Haryadi, J. Johan, O. 2006. Penentuan Lokasi Budidaya Ikan KJA Menggunakan Analisis Multikriteria dengan SIG di Teluk Kapontori Sulawesi Tenggara. Jurnal Riset Akuakultur. 1 (3) : 303 – 318.

Romimohtarto, K. 2003. Kualitas Air dalam Budidaya Laut.

www.fao.org/docrep/field/003

Rejeki, S. 2001. Pengantar Budidaya Perairan. Badan Penerbit UNDIP, Semarang.

Shubhi, M. Z. A., Kusumadewi, Y. S., & Suswati, D. 2017. study of suitability and environmental carrying capacity for barramundi (lates calcarifer.

Bloch) culture in waters of lemukutan island and penata besar island, bengkayang region, west kalimantan. Aquasains, 5(2).

Sirajuddin, M. 2009. Informasi Awal Tentang Kualitas Biofisik Perairan Teluk Wawaroda untuk Budidaya Laut. Jurnal Akuakultur Indonesia, FPIK.

IPB. 8 (1): 1- 10.

Salindeho, IRN. 2006. Laporan projek pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir skala kecil (small scale-MCRMP) di Kabupaten Minahasa. Prop. Sulut . Bappeda Minahasa. 200p.

Sade, A. 2006. Seaweed industry in sabah, East Malaysia. In advances in seaweed cultivation and utilization in Asia. Moi SP, Crichley AT. and Ang PO.

(Eds). Proceedings of a workshop 7th Asia fisheries forum, Malaysia.

Maritime research centre university of Malaya. P 4 – 52.

Saaty, Thomas L. 1980. Decision Making with the Analytical Hierarchy Process.

Int. J. Services Sciences, Vol. 1, No. 1.

(36)

Tim Perikanan WWF-Indonesia, 2015. Seri Panduan Perikanan Skala Kecil Budidaya Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch., 1790) Di Karamba Jaring Apung dan Tambak. Better Management Practices.

ISBN 978-979-1461-71-9. Jakarta.

Triatmodjo, B. 2012. Teknik Pantai Edisi Ke-6. Beta Offset, Yogyakarta.

Utojo, A. Mansyur, A.M. Pirzan, Tarunamulia, B. Pantjara. 2007. Identifikasi Kelayakan Lokasi untuk Pengembangan Usaha Budidaya Laut di Teluk Saleh Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 10 (5) : 1 – 18.

Weiner, E.R. 2008. Applications of environmental aquatic chemistry : a practical guide. CRC Press. United States of America, 441 pp.

Zairion, D. 2003. Dampak Pembangunan Terhadap Biota Air. Makalah Kursus AMDAL, IPB. Bogor.

Gambar

Gambar 2.1. Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) (Sumber: WWF  Indonesia/Said Rahmat)
Gambar   2.2.   Alat   dan   Bahan   Dalam   Perakitan   Kontruksi   KJA   Tahap   1   (Tim Perikanan WWF-Indonesia, 2015)
Gambar 2.3. Alat dan Bahan Dalam Pembuatan Kontruksi KJA Tahap 2 (Tim Perikanan WWF-Indonesia, 2015)
Gambar 2.4. Sarana Penunjang Pada Budidaya KJA Kakap Putih (Sumber: Yuwana Puja/BBPBAL Lampung)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan karunia, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

KATA PENGANTAR Puji Syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan karunia, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

vi KATA PENGANTAR Segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah, karunia-Nya kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul

v KATA PENGANTAR ميحرلا نمحرلا الله مسب Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, taufik, dan karunia-Nya,

KATA PENGANTAR Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulllah, puji syukur penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya

iii KATA PENGANTAR Puji Syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia- Nya jualah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul KAJIAN PENGEMBANGAN