• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sedangkan yang sangat perlu dipertimbangkan dalam kafâ‟ah adalah agama

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Sedangkan yang sangat perlu dipertimbangkan dalam kafâ‟ah adalah agama"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

Untuk mengetahui pendapat Abu Bakar bin Muhammad Zeinal Abidin Shat}hâ Al-Dimyati> dalam menentukan kriteria kafâ'ah. 13 Ali Muhtarom, Kafâ'ah dalam Perspektif Pernikahan Ibnu Hazm (Tesis ini diterbitkan di STAIN Ponorogo, 2008).

METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian

Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, maka metode pengumpulan data yang lebih tepat adalah metode dokumentasi. Deduktif : yaitu analisis data yang berangkat dari pengetahuan umum berdasarkan pengetahuan umum untuk mengevaluasi kajian khusus.

SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Editing, yaitu pemeriksaan ulang terhadap semua data yang terkumpul, terutama dari segi kelengkapan, kejelasan, relevansi, dan keragaman data individual. Yang meliputi: pengertian kopi, dasar hukum kopi, kriteria kopi dan waktu penetapan kopi, kedudukan kopi dalam hukum dan diakhiri dengan penjelasan dampak kopi. kafâ'ah tentang pencapaian tujuan pernikahan, guna memberikan gambaran umum tentang kafâ'ah yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini.

PENGERTIAN KAFÂ’AH

WAKTU MENENTUKAN DAN MACAM-MACAM KAFÂ’AH

Menurut ulama Hanafi, dasar pernikahan antara dua calon mempelai adalah: taqwa, Islam, kemandirian, keturunan, harta dan profesi. Menurut ulama 'Malikȋah', kriteria kafâ'ah hanya sebatas dinaa atau tingkatan agama dan bebas dari cacat fisik. Si'fi'ti yang menjadi kriteria kopi adalah taqwa, kemandirian, keturunan, pekerjaan, kekayaan dan kebebasan dari sifat buruk.

Pertama, unsur kafâ’ah adalah agama, yang dimaksud dengan agama adalah komitmennya terhadap ajaran agama. Oleh karena itu, menurut mereka, unsur keturunan non-Arab tidak termasuk dalam kafâ'ah. Namun syarat ini tidak disepakati oleh ulama Mazhab Malikȋ dan Mazhab Syâfi'ȋ karena masalah harta bukan.

Namun, ulama Mazhab Hanafi dan Mazhab Hanbali tidak menganggap unsur ini sebagai salah satu unsur kafâ‟ah.

KEDUDUKAN KAFÂ’AH DALAM PERNIKAHAN

Jika ayah dari wanita tersebut diketahui sebagai orang yang pilihannya selalu buruk, kemudian dia menikahkan wanita yang belum dewasa dengan seseorang yang tidak sederajat', maka pernikahan tersebut dinyatakan batal. Dapat dikatakan bahwa kontekstualisasi mengapa ulama fikih (fuqohaʹ) menetapkan kafâ'ah sebagai salah satu syarat untuk mencapai tujuan perkawinan adalah sebagai salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut. Dan wanita yang baik adalah untuk pria yang baik, dan pria yang baik adalah untuk wanita yang baik (juga).

Dalil ketiga: Bahwa ‘Aisyah ra berkata, “sebenarnya Abu Hudzaifah bin Utbah bin Rabi’ah mengangkat Salim sebagai anaknya. Ketika masih diperbolehkan untuk mengangkat anak), ia kemudian menikahkannya dengan putri saudara perempuannya, Hindun binti al-Walid ibn Uqbah.Perintah keempat: Bahwa kafâ'ah hanyalah hak seorang wanita dan juga walinya, sehingga tidak perlu ada akad nikah yang sah. Meskipun ada riwayat yang menyebutkan kafâ'ah dalam pernikahan, semua ini hanya menunjukkan bahwa kafâ'ah harus dipertimbangkan dalam masalah perkawinan dan bukan merupakan syarat sahnya akad nikah.

Untuk itu, diriwayatkan bahwa Rasulullah telah memberikan pilihan kepada seorang wanita yang ayahnya menikah dengan keponakan ayahnya, untuk mengabadikannya.

PENGARUH KAFÂ’AH TERHADAP TERCAPAINYA TUJUAN PERNIKAHAN

  • Hadith Nabi

Sederajat atau seimbang dari sudut pandang Islam adalah agama.64 Kafa dalam pernikahan merupakan faktor yang dapat mendorong terciptanya kebahagiaan bagi suami istri dan lebih menjamin keselamatan perempuan terhadap kegagalan atau guncangan rumah tangga. Dapat dikatakan bahwa kontekstualisasi mengapa ulama fikih (fukoh) menempatkan kafâ'ah sebagai salah satu syarat tercapainya tujuan pernikahan adalah sebagai salah satu upaya untuk mencapai tujuan pernikahan, yaitu mewujudkan rumah tangga yang sejahtera. kehidupan (sakinah) yang penuh cinta dan kasih sayang (mawaddah warahmah).65. Mengenai fungsi kopi dalam pernikahan, Zahri Hamid mengemukakan pendapatnya sebagai berikut: Tidak diragukan lagi bahwa kondisi suami yang seimbang dengan kondisi dan posisi istri akan lebih menjamin terwujudnya kebahagiaan dalam kehidupan suami istri. .

Oleh karena itu, prinsip kesetaraan diterapkan untuk menjadi kriteria dalam pembentukan rumah tangga yang bahagia. Oleh karena itu peneliti di bidang ini dapat mencari pengaruh dan manfaat kafâ'ah dalam pernikahan, yang antara lain. Oleh karena itu, setiap muslim dan muslimah yang ingin membangun rumah tangga yang Islami, ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal, dengan kata lain keduanya mempertimbangkan adanya kafâ'ah dalam pernikahan.

KAFÂ'AH DALAM PERNIKAHAN MENURUT ABU BAKAR BIN MUHAMMAD ZAINAL ABIDIN SHAT}HÂ AL-DIMYATÎ.

KONSEP KAFÂ’AH DALAM KITAB I’ÂNAT AL -THÂLIBÎN

Dalam kitab I'ânatul Thâlibin secara tegas dijelaskan bahwa kopi adalah kesetaraan dan keadilan, ini adalah sesuatu yang mewajibkan penghapusan cacat dan kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam hal kekurangan dan kesempurnaan dengan pertimbangan cacat. pernikahan. Abu Bakar Shat}â nampaknya sependapat dengan pendapat bahwa kaffa bukanlah syarat sahnya perkawinan. Leher dapat menjadi syarat sah dalam perkawinan dengan persetujuan wali, pihak wanita dan kerabatnya.

Mengenai kepuasan wali dan wanita apabila dilangsungkan kafâ'a dalam perkahwinan, ia berdasarkan hadis Nabi saw, yang bersabda:

Menandakan bahwa seorang wanita dapat memilih antara menikah dengan kufu' atau tanpa kufu'. Nampaknya semua Imam Madzhab sependapat dengan dalil yang mengatakan bahwa kafâ'ah adalah hak prerogatif wali dan calon istri, artinya yang disamakan adalah calon istri, karena seorang wanita tidak dapat mengawinkan dirinya sendiri tanpa persetujuan wali. dia. wali. Jadi secara penyederhanaan dapat dikatakan bahwa seorang wanita boleh menikah dengan laki-laki yang tidak sederajat dengannya, asalkan dia setuju dan walinya setuju.

Abu Bakar Shat}â memegang teguh karakter tradisionalisme Islam, dalam keadaan apapun pernikahan seorang wanita harus didampingi oleh wali yang sah, jika memang ada wali. Seorang wanita tidak dapat meminta hakim untuk menikahkannya dengan pria yang bukan kufu'. Pembahasan tentang standar kopi dalam kitab I'ânat al-Thâlibîn cenderung didasarkan pada diskusi di kalangan ulama Islam.

Abu Bakar Shat}â membagi persoalan seputar kafâ'ah menjadi enam aspek sebagaimana tertuang dalam bukunya:.

Jika seorang lelaki mempunyai bapa dan datuk yang merdeka (dua generasi), maka dia tidak boleh dikatakan setaraf dengan perempuan yang mempunyai bapa dan datuk yang merdeka (tiga generasi). Perkara yang wajib dipatuhi dalam kafâ‟ah nesab bagi orang bukan Arab (ajam) sekufu‟ dengan orang Arab disandarkan kepada bapanya. Wanita yang mempunyai bapa Islam adalah sama dengan lelaki yang mempunyai bapa Islam.

Seorang wanita yang mempunyai ramai saudara Islam tidak sama dengan seorang lelaki yang mempunyai sedikit saudara Islam. Kedua, wanita yang mempunyai pekerjaan (stabil) tidaklah sebaik lelaki yang tidak pernah bekerja/yang pekerjaannya sekurang-kurangnya dekat dengan wanita. Dikatakan dalam Kitab al-Anwar bahawa wanita yang mempunyai pekerjaan (biasa) tidak sama dengan lelaki yang belum bekerja/pekerjaannya sekurang-kurangnya hampir dengan wanita, kerana bayaran kemasyhuran (status sosial dalam masyarakat) bukan sedikit mahupun banyak pendapatan.

Seterusnya datang keadaan tidak bercela, yang bermaksud bahawa tidak dikatakan bahawa lelaki yang sakit adalah sama dengan wanita yang sihat.

Sedangkan Ushul Fiqh adalah ilmu yang mengkaji keadaan dalil-dalil syara dan mengkaji bagaimana dalil-dalil tersebut menunjukkan hukum-hukum yang berkaitan dengan mulaf. Menurut Ibnu Abbas sebagaimana dikutip al-Jabiry dalam Bunyah, al-„Aql al-„Arabi menyatakan demikian.

دوص م غل أ

فا

Metode bayani merupakan kajian filosofis tentang sistem bangunan pengetahuan yang menempatkan nash (al-Qur'an dan al-Hadits) sebagai kebenaran mutlak. Metode bayani berkaitan dengan kajian bahasa (semantik), yaitu ketika susunan kata dimaknai secara majasi, bagaimana memilih salah satu arti dari kata musytarak (ambigu), ayat mana yang amm, yang mana qat'i, dzani dan seterusnya. Contoh penggunaan metode bayani oleh Imam Abu Bakar Shat}â berkenaan dengan kafâ'ah Kitab I'ânat al-Thâlibîn:.

ANALISA HUKUM ISLAM TENTANG KRITERIA KAFÂ’AH DALAM KITAB I’ÂNAT AL -THÂLIBÎN

Konsep kafâ'ah yang sudah ada di tengah-tengah masyarakat dan sudah begitu lama berlaku, menurut masing-masing daerah, menjadikan kajian kafâ'ah sebagai suatu urgensi. Budaya Arab Jahiliyah beranggapan bahwa pernikahan pria-wanita harus sama dalam ras, suku, dan status sosial, sehingga pernikahan harus dengan orang Arab. Kata kufu atau kafâ'ah dalam perkawinan mengandung arti bahwa perempuan harus sama atau setara dengan laki-laki.

Kafâ'ah disyariatkan atau diatur dalam pernikahan Islam, namun karena dalil-dalilnya jelas dan spesifik baik dalam Al-Qur'an maupun hadits Nabi, kafâ'ah menjadi bahan perdebatan di kalangan ulama, baik mengenai kedudukannya dalam perkawinan, serta kriteria yang digunakan dalam menentukan kafâ'ah.78 Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan al-Hakim, Rasulullah SAW bersabda:

ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP ISTINBAT HUKUM DALAM KITAB I’ÂNAT AL -THÂLIBÎN

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, dasar hukum kafâ'ah pada umumnya adalah Al-Qur'an, As-Sunnah dan pendapat para ulama. Dalam Kitab I'anah al-Tholibin, penentuan kriteria kafâ'ah didasarkan pada Al-Qur'an, hadis, pendapat ulama dan hukum adat. Bakar Shat}â tidak menerapkan pandangan kriteria kafâ'ah sebagai non-negotiable, dalam artian landasan hukum kafâ'ah yang bertumpu pada pendapat para ulama juga linier dengan landasan al-Qur'an. dan sunnah.

Sehingga pendapat para ulama adalah tafsir hukum yang diperintahkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, terbukti Abu Bakar Shat}â sangat concern untuk menyadari perbedaan lokalitas dan fokus hukum yang berbeda karena perbedaan adat. Perbedaan lokus dan fokus akibat perbedaan adat istiadat suatu negara lebih penting pertimbangan hukumnya daripada penafsiran hukum Islam di daerah lain. Pada tataran ini, landasan hukum kafâ'ah Abu Bakar Syat}â memiliki landasan ideal kontekstual dan moral yang sama dengan spirit hukum yang terkandung dalam al-Qur'an dan al-Hadits di atas.

Landasan adat sebagai sumber hukum merupakan bentuk penghayatan wacana hukum Islam yang luas dari Abu Bakar Shat}â, sehingga mengandalkan hadis saja untuk memberikan solusi hukum di berbagai tempat akan sangat sulit, karena itu adopsi tentang adat sebagai illat hukum menunjukkan luasnya wawasan pemikiran Abu Bakar Bakar Shat}â, illat adat dapat menjadi pertimbangan hukum sepanjang tidak bertentangan dengan al-qur an dan sunnah.

PENUTUP

Kesimpulan

Saran

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penghitungan tersebut dapat diartikan bahwa, dengan meiliki tingkat motor ability yang baik maka akan berpengaruh terhadap hasil lompat jauh gaya jongkok.s SIMPULAN