RESUME KELOMPOK 6
MATERI : SEJARAH DAULAH ABBASIYAH DI BAGHDAD
M. Dhiwa Rahmafathani 2200018250 Faiz Nur Aqil 2200018252
Merdeka Agustia Rizkyani 2200018256 Fajar Hidayat 275
1. Pembentukan Pemerintahan
Sejak Umar bin Abd. Aziz, seorang khalifah dari Daulah Umayyah, merupakan tokoh masyarakat Sunni yang bekerja sama dengan kelompok Syi'ah, yang berbagi tanggung jawab dengan Bani Hasyim. Mereka berupaya memperkuat kepemimpinan Bani Hasyim dengan berkolaborasi dengan kelompok Sunni lainnya. Mereka juga berupaya menyebarkan ajaran al- Musawah dan al-Ishlah yang berlandaskan Al-Qur'an dan Hadits.
Ketika Bani Hasyim diperintah oleh Ibrahim bin Muhammad, keadaan menjadi lebih menantang. Ibrahim diangkat sebagai propagandis kepada komunitas Sunni, dan dia diganjar dengan jumlah pengikut yang banyak. Abdul Abbas, khalifah pertama, memimpin rombongan ke Kufah dan tetap di sana sampai meninggalnya Marwan bin Muhammad. Abul Abbas kemudian kembali ke Suriah, dan kelompok tersebut diresmikan sebagai Daulah Abbasiyah.
Kaum Syi'ah tetap mempertahankan posisinya sebagai oposisi terhadap pemerintahan Abbasiyah.
2. Periodesasi Daulah Abbasiyah
Pemerintahan Daulah Abbasiyah mengalami dua fase yaitu integrasi dan disintegrasi, dengan periode yang berbeda-beda. Integrasi ditandai dengan pengaruh Persia pada tahun 750-847 M, disusul pemerintahan al-Watsiq (842-847 M), dan disintegrasi oleh Turki tekanan (847-932 M) serta munculnya kekuasaan Mongol. Turki Bani Saljuk yang memerintah selama sepuluh tahun mengalami peralihan kekuasaan dari satu negara ke negara lain.
I. Periode Integrasi
3. Masa Perkembangan Pemerintahan
3.1 Abul Abbas Al-Saffah (750-754 M/133-137 H)
Berikut adalah sebuah ringkasan tentang berakhirnya pemerintahan Daulah Umayyah dan awal munculnya Daulah Abbasiyah, serta beberapa tindakan yang diambil oleh Khalifah pertama Daulah Abbasiyah, al-Safah, beserta beberapa khalifah penting dalam sejarah Daulah Abbasiyah:
- Daulah Abbasiyah mewarisi pemerintahan besar dari Daulah Umayyah karena ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintahan Umayyah.
- Al-Safah, Khalifah pertama Daulah Abbasiyah, melakukan beberapa tindakan signifikan:
1. Mengundang pemuka-pemuka Daulah Umayyah untuk jamuan makan malam, di mana sejumlah besar dari mereka dibunuh, sehingga dia dikenal sebagai al-Safah, Sang Penumpah Darah.
2. Memerintahkan pengejaran terhadap sisa-sisa orang dari Daulah Umayyah yang melarikan diri, dengan menyebarkan mata-mata.
3. Membongkar semua kuburan Khalifah Daulah Umayyah, kecuali kuburan Umar ibn Abd Aziz, dan kemudian membakarnya. Tindakan ini dilakukan untuk menghabisi pengaruh keluarga Umayyah dan karena dendamnya kepada Khalifah-khalifah Daulah Umayyah.
- Dari 37 khalifah Daulah Abbasiyah, tiga di antaranya dianggap paling berjasa dalam membangun Daulah Abbasiyah:
1. Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M).
2. Harun al-Rasyid (786-809 M).
3. Al-Makmun (813-833 M).
Khalifah-khalifah tersebut memiliki peran penting dalam sejarah Daulah Abbasiyah dan kontribusinya membantu membentuk dan memperkuat struktur pemerintahan tersebut selama beberapa abad.
3.2 Abu Ja’far Al-Mansur (754-775 M/137-159 H)
Berikut adalah ringkasan tentang kepemimpinan Abu Ja'far al-Mansur, khalifah kedua Daulah Abbasiyah:
- Abu Ja'far al-Mansur diangkat sebagai khalifah setelah kematian saudaranya, Abu Abbas al-Safah, pada tahun 136 H / 754 M. Dia dikenal sebagai pribadi yang gagah perkasa, keras hati, bijaksana, cerdas, pemberani, teliti, disiplin, kuat beriman, dan sederhana.
- Ketika Abu Ja'far al-Mansur memulai masa kepemimpinannya, Daulah Abbasiyah masih dalam keadaan lemah dan terancam. Namun, setelah memerintah selama 22 tahun, ia berhasil memperkuat dan membesarkan Daulah Abbasiyah, menjadikannya kokoh, mantap, megah, dan agung.
- Abu Ja'far al-Mansur mendapat gelar "al-Mansur", yang berarti "yang memperoleh pertolongan Allah SWT", karena keberhasilannya dalam berbagai peperangan melawan pemberontak dan serangan Byzantium.
- Salah satu ciri yang mengagumkan dari Abu Ja'far al-Mansur adalah kesederhanaannya dalam hidup. Meskipun telah berhasil membangun kekaisaran yang megah, ia tetap hidup dengan sederhana, sebuah hal yang luar biasa.
- Langkah pertama yang diambil oleh Abu Ja'far al-Mansur setelah menjadi khalifah adalah menciptakan stabilitas dalam pemerintahannya. Untuk mencapai stabilitas ini, dia harus menghadapi pemberontakan dan kerusuhan yang terjadi.
Kepemimpinan Abu Ja'far al-Mansur dianggap penting dalam sejarah Daulah Abbasiyah karena kemampuannya memperkuat dan memperluas kekuasaan negara serta menjaga stabilitas dalam pemerintahan.
1. Menghadapi Pemberontakan Abdullah bin Ali dan Shaleh bin Ali
Berikut adalah ringkasan tentang peristiwa penting yang terjadi selama pemerintahan Abu Abbas dan Abu Ja'far al-Mansur dalam Daulah Abbasiyah:
- Pada masa pemerintahan Abu Abbas, Abdullah bin Ali dan Shaleh bin Ali dipilih untuk menghadapi khalifah terakhir Daulah Umayyah, Marwan II, yang berusaha menyerang Kufah. Pasukan mereka berhasil menangkap dan membunuh Marwan II.
- Abu Abbas telah berjanji bahwa siapa pun yang berhasil mematahkan perlawanan Marwan II akan diangkat sebagai khalifah berikutnya. Namun, setelah Marwan II tewas, Abu Abbas mengkhianati janjinya dan mengangkat saudaranya, Abu Ja'far al- Mansur, sebagai khalifah.
- Abdullah bin Ali dan Shaleh bin Ali, yang merasa dikhianati oleh Abu Abbas, melakukan pemberontakan. Namun, Abu Ja'far al-Mansur berhasil mengatasi pemberontakan tersebut dengan bantuan Abu Muslim al-Khurasani, seorang jenderal yang beringas.
- Abdullah bin Ali mengadakan pertemuan di Damaskus untuk mendapatkan dukungan, tetapi upayanya gagal karena banyak pasukan yang meninggalkannya setelah Abu Muslim memberi tahu mereka bahwa dia tidak akan menyerang mereka.
- Pasukan Abdullah mengalami kekalahan, dan Abdullah beserta saudaranya ditangkap dan dipenjarakan. Mereka meninggal dalam penjara tujuh tahun kemudian.
- Setelah berhasil mengatasi pemberontakan, pasukan Abu Muslim kembali ke Khurasan.
Peristiwa ini menunjukkan dinamika politik dan persaingan kekuasaan yang terjadi di antara anggota keluarga Abbasiyah serta peran penting Abu Muslim al-Khurasani dalam memastikan stabilitas pemerintahan Abu Ja'far al-Mansur.
2. Menghadapi Kekuatan Abu Muslim
Abu Muslim, tokoh Nasibin hingga Khurasan, merupakan tokoh populer yang dipengaruhi oleh seorang raja. Ia adalah pendukung kuat Daulah Abbasiyah dan memiliki pengaruh politik yang kuat. Ia dinobatkan sebagai khalifah dan diberi tiga gelar: pertama raja Khurasan, kedua raja Khurasani, dan ketiga raja Syi'ah.
Kewibawaannya dipertanyakan oleh khalifah yang mempertanyakan kehidupan dan tindakannya. Khalifah memerintahkan pencopotan Abu Muslim dari jabatan Khalifah.
3. Menghadapi Pemberontakan Golongan Syi’ah
Golongan Syi'ah adalah dakwah untuk menjatuhkan Daulah Umayyah, yang ikut dan di dalamnya. Ketika propaganda untuk membela keluarga Nabi, dianggap cukup tepat
memperoleh peluang untuk mendapatkan kekuasaan. Mereka beranggapan lebih pantas menjabat khalifah itu dibandingkan dengan Bani Abbas. Al-Mansur telah sering berusaha menangkap Muhammad bin Abdullah karena menantang kekuasaan Daulah Abbasiyah. Kematian mereka menimbulkan kemarahan Muhammad bin Abdullah, dia pun menggerakkan pemberotakan di tanah Hijaz bersama 30.000 pasukan di bawah pimpinan saudaranya Ibrahim bin Abdullah. Tenga golongan yang sangat berjasa dan mempunya andil dalam gerakan mendirikan Daulah Abbasiyah, kini telah berakhir di tangan khalifah al-Mansur. Kemampuan khalifah adalah keharusan yang harus dilaksanakan, sebab jika mereka masih dibiarkan hidup akan terjadi dipaksakan di mana-mana, dan itu akan mengancam kekuasaan Khalifah dan kelangsungan Daulah Abbasiyah.
4. Membangun Kota Baghdad
Al-Mansur melakukan penelitian ekstensif tentang perkembangan Bagdad, melibatkan beberapa penduduk setempat untuk mempelajari dan memahami lokasi tersebut. Kota ini dibangun di atas lahan yang luas, termasuk sebuah danau besar, yang dikelilingi oleh sejumlah besar pegunungan berbatu. Kota ini juga dikelilingi oleh sejumlah titik strategis, seperti kota Bagdad yang letaknya strategis di dekat kota Damaskus. Kota ini juga letaknya strategis di dekat kota Damaskus, yang strategis juga terletak di dekat kota Bagdad
5. Memajukan Ekonomi
Situasi perekonomian di kawasan ini sangat terdampak, terutama di kawasan Tigris yang bisa terhubung dengan negara lain. Kedekatan kota dengan laut dan sumber makanan, seperti Mesopotamia dan Armenia, dapat membantu meningkatkan perekonomian dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
6. Mendirikan Pusat Kajian Ilmu Pengetahuan
Pemerintahan Al-Mansur yang berlangsung hingga akhir abad ke-19 memainkan peran penting dalam pengembangan pengetahuan, budaya, dan masyarakat Islam. Kota ini merupakan pusat keilmuan Islam dan pusat pertukaran ilmu pengetahuan dari berbagai bahasa, termasuk bahasa Arab. Kota ini juga memiliki fokus yang kuat pada pendidikan, dengan didirikannya Departemen Studi dan Penelitian Islam di Bagdad.
Pemerintah juga mendukung kiprah Daulah Abbasiyah, seorang ulama dan administrator ternama.
7. Masa Kejayaan Pemerintahandan Kemajuan Ilmu Pengetahuan 7.1 Harun Al-Rasyid (786-809 M/170-194 H)
Harun, penguasa yang berkuasa dan berpengaruh antara Daulah Abbasiyah dan Charles, merupakan tokoh kunci dalam pembangunan masyarakat yang lebih tinggi.
Kedua raja tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dunia, Charles mempengaruhi Harun menjadi musuh Bizantium, dan Charles mempengaruhi pemerintahan Umayyah di Spanyol.
7.2 Memperindah Kota Baghdad
Harun al-Rasyid memperindah dan mempercantik kota Bagdad, yang dibangun oleh kakeknya al-mansur sebelumnya, sehingga puncak keindahan, kemegahan dan kecemerlangan kota Bagdad sebagai ibu kota Daulah Abbasiyah terjadi pada pemerintahan masa Harun al-Rasyid dan mencapai kota terindah di dunia di kala
itu . Bagdad sejak awal berdiri, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam. Menurut Philip. K. Hitti menyebutnya sebagai kotaintelektual. Bagdad memancarkan sinar kebudayaan dan peradaban Islam ke seluruh dunia. Ada tiga keistimewaan kota ini, yang dijadikan sebagai pusat peradaban dan kebudayaan Islam, sehingga banyak para ilmuwan dari berbagai penjuru datang ke kota ini untuk mendalami ilmu pengetahuan yang ingin merekatuntut
Dari pemaparan di atas diketahui betapa indahnya kota Bagdad sebagai kota intelektual, maha guru Islam, pusat perkembangan ilmu pengetahuan diminati oleh para ulama dari berbagai penjuru dunia. Perekonomian Daulah Abbasiyah berkembang pesat bahkan mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Harun al- Rasyid karena dapat dilihat dari pembangunan sarana-prasarana yang lux untuk ukuran saat itu.
7.3 Kota Baghdad sebagai pusat perekmbangan ilmu Pengetahuan
Kekuatan ekonomi Daulah Abbasiyah tidak hanya penting bagi perkembangan Bagdad tetapi juga bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Budaya dan gaya hidup kota menjadi sumber inspirasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kota ini juga merupakan pusat pembelajaran dari berbagai budaya dan disiplin ilmu. Pemerintahan Bagdad yang dipimpin oleh Yahya bin Khalid bertanggung jawab atas pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kebudayaan kota dipengaruhi oleh gaya hidup warganya yang ditandai dengan ritual sehari-hari, makanan, dan keramahtamahan. Perkembangan kota tidak hanya menjadi sumber ilmu pengetahuan tetapi juga menjadi sumber inspirasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan ilmu pengetahuan.
7.4 Al-Makmun (813-833 M/198-218 H)
Pada masa Nabi Muhammad SAW, perkembangan ilmu pengetahuan dan intelektual tidak hanya terbatas pada dunia Islam saja. Sebaliknya dipengaruhi oleh berbagai aspek ilmu pengetahuan, antara lain teologi, hukum, filsafat, sains, dan bahasa. Ajaran Nabi dipengaruhi oleh berbagai tokoh agama, antara lain Nabi Muhammad SAW, Nabi Muhammad SAW, dan Nabi Muhammad SAW. Ajaran Nabi Muhammad SAW juga dipengaruhi oleh ajaran Nabi Muhammad SAW yang merupakan seorang tokoh terkemuka di dunia Islam.
7.5 Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan mengalami perkembangan pesat pada masa Daulah Abbasiyah, melalui tiga pengembangan ilmu, yang telah disebutkan di atas, yaitu diskusi ilmiyah, penerjamahan buku-buku dan perpustakaan.
1. Ilmu Kedokteran 2. Ilmu Matematika 3. Ilmu Astronomi 4. Ilmu Kimia 5. Ilmu Farmasi 6. Ilmu Geografi
II. Periode Disintegrasi
7. Masa Kemunduran Daulah Abbasiyah dan Faktor Faktor nya
Disintegrasi pada masa Khalifah disebabkan oleh lemahnya kekuatan politik, dimana partai penguasa hanya berfokus pada isu-isu regional dan mengabaikan kebutuhan masyarakat lokal untuk mempertahankan kekuasaan.
8.1 Tekanan Orang Turki
Orang Turki diundang ke pemerintahan Daulah Abbasiyah oleh al-Muktashim yang ingin menjadi khalifah. Namun, Persia tidak menerima hal tersebut karena mereka ingin melihat putra mereka, Abbas, menjadi khalifah. Gubernur Daulah Abbasiyah, al-Muktasim, adalah seorang Turki, dan dia bertanggung jawab atas pemerintahan wilayah tersebut. Orang-orang Turki dihargai atas kesetiaan mereka, namun kesetiaan mereka tidak dibalas. Para khalifah tidak boleh mencampuri urusan daerah karena dianggap melanggar hak mereka. Pada masa khalifah al-Radhi, orang Turki diperbolehkan ikut serta dalam urusan khalifah, dan pemerintahan direstrukturisasi dengan struktur "Amir Umara".
8.2 Tekanan Bani Buwaihi
Bantuan Bani Buwaihi, seorang penguasa Islam pada awal abad ke-9, diperintah oleh Ahmad bin Buwaihi. Putranya, Ali, Hasan, dan Ahmad, adalah orang paling berpengaruh dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah. Mereka membantu mendirikan kerajaan di Dailam dan berperang melawan dominasi Turki. Khalifah-khalifah Daulah Abbasiyah yang memerintah pada masa ini adalah al- Mustakfi, al-Muthi', al-Tha'i, al-Kadir, dan al-Qaim. Pada tahun 334 H, khalifah al-Mustakfi memerintahkan Bani Buwaihi untuk mengirimnya ke Bagdad untuk mendirikan "Amir Umara" karena reputasi kota tersebut di pengadilan kritis. Upaya Bani Buwaihi untuk mendirikan pemerintahan di Bagdad mendapat perlawanan dan kritik. Namun pengaruh Bani Buwaihi dalam bidang sosial dan ekonomi cukup besar. Di kota ini juga didirikan sekolah ilmu pengetahuan yang terus berkembang dan berpengaruh hingga saat ini.
8.3 Tekanan Turki Saljuk
Tughrul Bek, seorang tokoh terkemuka dalam sejarah kerajaan Islam, bertugas menyelesaikan konflik antara Bani Buwaihi dan Turki Saljuk. Ia dikirim ke Bagdad oleh Khalifah al-Qaim untuk menegaskan dominasi Bani Buwaihi yang merupakan ancaman langsung terhadap Syi'ah. Setelah memperoleh kekuasaan, Sultan Turki Saljuk berupaya menjaga hubungan dengan Bani Buwaihi.
Kekuasaan Sultan terpusat di wilayah Alp Arselan, dimana ia didukung oleh Nizamul Muluk, seorang tokoh politik dan pemimpin militer terkemuka. Pengaruh Nizamul Muluk meluas ke bidang ilmu pengetahuan yang dipengaruhi oleh filsafat Persia. Pemerintahan Turki Saljuk mampu mempertahankan kekuasaan dan pengaruhnya, meskipun ada tantangan yang ditimbulkan oleh kerajaan Islam.
8.4 Keidakmampuan Para Khalifah
Daulah Umayyah dan Daulah Abbasiyah mengembangkan jabatan Khalifah dan kebejatan moral dalam orang yang tidak menjalankan tugas dan contoh, dan berhurahura dari mengurus negara.
8.5 Rasa Tidak Puas Rakyat Terhadap Pemerintah
Hal itu juga dilihat dari tekanan pemerintah terhadap rakyat, baik Turki, bani Buwaihi dan Turki Saljuk, yang membangun pemerintahan di daerah terbebas dari pusat, dan pengakuan mereka secara politis saja.
8.6 Luasnya Wilayah Kekuasaan dan Lemahnya Ekonomi
Kekuasaan Daulah Abbasiyah sangat luas, baik di Timur maupun Bagdad. Namun, kurangnya pengetahuan ekonomi Khalifah menghambat perkembangan ilmu pengetahuan.
8.7 Persaingan Sunni Syi’ah
Hubungan Syi'ah Sunni dengan Syi'ah dipengaruhi oleh berbagai peristiwa, seperti pernikahan Thugrul Bek dengan Ahlus Sunnah wal Jama'ah, pernikahan Nizam al-Mulk dengan Hasan bin Sabbah, dan pertikaian antara Al-Muktasim dan Al-Alqamy, yang dipengaruhi oleh keinginan Sunni untuk melindungi Hulagu Khan.
8. Serangan Mongol dan Kehuncaran Baghdad (1258 M)
Kekaisaran Mongol adalah kelompok kuat di Asia Tenggara, berpusat di sekitar Danau Baikal dan Altani, anak Rusia dan Tiongkok. Itu adalah cabang dari Kekaisaran Tartar. Bangsa Mongol hidup dalam perkembangan yang konstan, kehidupan mereka dipengaruhi oleh penguasa, hukum, dan kepercayaan mereka. Mereka dikenal karena kepercayaan primitif dan ideologi animisme. Bangsa Mongol bermigrasi ke negara lain, menyebabkan kekacauan dan kehancuran. Nama mereka diambil dari nama "Alanja Khan" yang legendaris, yang memiliki dua putra, Tartar dan Mongol, yang berumur panjang dan sejahtera.
9.1 Serangan Bangsa Mongol
Jengis Khan, pemimpin Mongol paling sukses, adalah seorang pria yang ambisius dan bertekad untuk memperluas kekuasaannya ke negara lain. Dia mempunyai keinginan yang kuat untuk menaklukkan dunia dan berusaha membangun militer yang kuat. Jengis Khan berhasil mengumpulkan 10.000 pengikut setianya dan akhirnya diangkat menjadi penguasa Mongol pertama. Ia juga berupaya membangun aliansi yang kuat dengan dinasti Khawarizm, yang berujung pada berdirinya Kekaisaran Mongol di wilayah Utrar. Namun, aliansi tersebut mendapat perlawanan dari dinasti Utrar, yang menyebabkan Pertempuran Bukhara pada tahun 1220, di mana Jengis Khan dan Alauddin mengalahkan pasukan Mongol dan menguasai kota. Peristiwa ini menandai dimulainya ekspansi Kekaisaran Mongol ke dunia Islam.
9.2 Kehancuran Khalifah
Kekaisaran Mongol menaklukkan beberapa negara dan wilayah Islam, termasuk Asia Tengah dan Suriah, dengan dukungan politik dan militer yang kuat. Hulagu Khan, seorang penguasa yang sakti, mampu merebut Bagdad dan menggulingkan Daulah Abbasiyah. Untuk mencapai hal tersebut, Khalifah al-Mukta'sim diutus untuk merebut Bagdad sehingga menimbulkan reaksi kekerasan dan menyebabkan Bagdad jatuh ke tangan bangsa Mongol. Hulagu Khan kemudian memerintahkan khalifah untuk menyerang Bagdad, yang berujung pada perebutan kota tersebut. Bangsa Mongol berperang melawan bangsa Mongol, dan kota itu direbut oleh bangsa Mongol. Kota ini berganti nama menjadi Bagdad sebagai ibu kota Islam, suatu periode pertumbuhan agama dan budaya yang besar.
DAFTAR NAMA PARA KHALIFAH DAULAH ABBASIYAH DI BAGHDAD
1. Pengaruh Persia (750-847 M)
1. Khalifah Abu Abbas al-Safah (750-754 M) 2. Khalifah Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M) 3. Khalifah al-Mahdi (775-785 M)
4. Khalifah al-Hadi (785-786)
5. Khalifah Harun al-Rasyid (786-809) 6. Khalifah al-Amin (809-813 M) 7. Khalifah al-Makmun (813-833) 8. Khalifah al-Muktasim (833-842 M) 9. Khalifah al-Wasiq (842-847 M)
2. Peranan Turki (847-944 M)
10. Khalifah al-Mutawakkil (847-861 M) 11. Khalifah al-Muntasir (861-862M) 12. Khalifah al-Mustain (862-866 M) 13. Khalifah al-Muktaz (866-869 M) 14. Khalifah al-Muhtadi (869-870 M) 15. Khalifah al-Muktamid (870-892 M) 16. Khalifah al-Muktadid (892-902 M) 17. Khalifah al-Muktafi (902-908 M) 18. Khalifah alMuktadir (908-932 M) 19. Khalifah al-Kahir (932-934 M) 20. Khalifah al-Radhi (934-940 M) 21. Khalifah al-Muttaqi (940-944 M)
3. Bani Buwaihi (944-1075 M)
22. Khalifah al-Mustakfi (944-946 M) 23. Khalifah al-Muthi’ (946-974 M) 24. Khalifah al-Tha’i (974-991 M) 25. Khalifah al-Kadir (991-1031 M) 26. Khalifah al-Qaim (1031-1075 M)
4. Turki Bani Saljuk (1075-1258 M)
27. Khalifah al-Muqtadi (1075-1084 M) 28. Khalifah al-Mustazhir (1084-1118 M) 29. Khalifah al-Mustasid (1118-1135 M) 30. Khalifah al-Rasyid (1135-1136 M) 31. Khalifah al-Muqtafi (1136-1160 M) 32. Khalifah al-Mustanjid (1160-1170) 33. Khalifah al-Mustathi’ (1170-1180) 34. Khalifah al-Nasir (1180-1224 M) 35. Khalifah al-Zahir (1224-1226 M) 36. Khalifah al-Mustansir (1226-1242 M) 37. Khalifah al-Muktasim (1242-1258 M)