• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Rumoh Aceh di Museum Aceh

N/A
N/A
21-005 giansiregar

Academic year: 2023

Membagikan " Sejarah Rumoh Aceh di Museum Aceh"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Sejarah Rumoh Aceh di

Museum Aceh

(2)

Sejarah Rumoh Aceh di Museum Aceh

Bangunan ini berasal dari paviliun Aceh yang ditempatkan di arena pameran kolonial (De Koloniale Tentoonsteling) di Semarang pada tanggal 13 Agustus sampai dengan 15 november 1914. pada pameran tersebut pavilion aceh berhasil memperoleh 4 medali emas, 11 perak, 3 perunggu dan piagam penghargaan sebagai pavilium terbaik. Keempat medali emas tersebut diberikan untuk pertunjukan, boneka- boneka Aceh, benda-benda etnografika mata uang perak, foto dan peralatan rumah tangga. Atas keberhasilan tersebut Stammeshaus mengusulkan kepada Gubernur Aceh agar pavilion tersebut dibawa kembali ke Aceh dan dijadikan museum. Ide ini diterima oleh H.N.A Swart pavilion ini dikembalikan ke aceh dan pada tanggal 31 juli 1915 diresmikan sebagai Museum Aceh yang berlokasi di sebelah timur Blang Padang di Kutaraja(Banda Aceh). Pada saat itu museum ini berada dibawah tanggung jawab penguasa sipil/militer Aceh dan F.W. Stammeshaus sebagai kurator pertama.

Setelah indonesia merdeka museum aceh menjadi milik pemerintah daerah istimewa Aceh yang pengelolaannya diserahkan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Banda Aceh. Pada tahun 1969 atas prakarsa Teuku Hamzah Bendahara, Museum Aceh dipindahkan dari tempatnya yang lama ketempat saat ini.

Setelah pemindahan itu pengelolaanny diserahkan kepada Badan Pembina Rumpun Iskandar Muda (BAPERISA) Pusat.

Sejalan dengan program pemerintah tentang pengembangan kebudayaan,

khususnya pengembangan

permuseuman sejak tahun 1974 Museum

Aceh yang awalnya hanya sebuah

Rumoh Aceh mendapat penambahan

bangunan baru secara bertahap yaitu

gedung pameran tetap, gedung

pertemuan, gedung pameran temporer

dan fasilitas penunjang lainnya. Rumoh

Aceh yang awalnya satu-satunya

bangunan di museum aceh berubah

fungsi menjadi koleksi sekaligus ruang

pamer.

(3)

Selama difungsikan sebagai museum, Rumoh Aceh telah mengalami beberapa perubahan pada beberapa bagian rumah seperti, atap, dan bentuk ruang dalam Rumoh Aceh. Awalnya posisi Rumoh Aceh, berada lebih kedepan 13 meter. Rumah ini digeser secara bergotong royong oleh masyarakat Gampong Peukan Biluy dipimpin oleh seorang Utoh bernama Abdurani. Pada awalnya atap Rumoh Aceh yang terbuat dari daun rumbia di beberapa tempat diberi kaca yang berfungsi untuk memasukkan cahaya matahari sebagai pencahayaan di dalam rumoh aceh. Ketika lampu listrik sudah dipergunakan sebagai pencahayaan kaca ini di hilangkan. Pada mulanya juga Rumoh Aceh hanya berfungsi sebagai ruang pamer saja, tidak memiliki juree sehingga pengunjung akan melintasi bagian rumah yang sekarang telah berubah menjadi juree sebagai ruang display pelaminan dan kamar pengantin.

Sejarah Rumoh Aceh di Museum

Aceh

(4)

Ragam Motif Hias

Bungong Seumanga adalah kata Bungong Seumanga berasal dari Bahasa Aceh atau yang sering disebut Bungong Seulanga yang diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah Bunga Kenanga. Motif Bungong Seumanga memiliki bentuk yang simetris. Pada Rumoh Aceh motif ini memiliki bermacam warna yaitu kuning dan merah. Motif Bungong Seumanga akan mudah dikenali dengan bentuknya yang memiliki empat kelopak yang melengkung berbentuk oval dan saling terhubung.

Makna Denotasi

Bungong Seumanga ini yaitu dilambangkan sebagai simbol wanita Aceh yang lemah lembut. Selain dikenal dengan keindahan dan keharumannya namun terdapat juga gambaran sebuah cerita masyarakat Aceh karena Bungong Seulanga adalah bunga berwarna hijau yang sering diuntai pada bagian penutup sanggul pengantin wanita Aceh. Bunga kenanga juga menjadi simbol keharmonisan pernikahan adat Aceh di mana keberadaan Bungong Seulanga pada sunting Aceh adalah bentuk kemewahan wanita Aceh.

Seulanga juga digunakan pada acara pernikahan sebagai pelengkap sirih junjung atau sirih hias yang sering disebut Ranup Seulaseh atau Ranub Meuh di Aceh. Seulanga adalah bunga kebanggaan masyarakat Aceh dimana Seulanga tidak akan lepas dari kebudayaan masyarakat Aceh. Warna merah yang terdapat pada motif Seumanga melambangkan kekuatan dan keberanian masyarakat Aceh, dan warna kuning melambangkan keagungan dan kekayaan masyarakat Aceh.

Makna konotasi

Bungong Seumanga

https://jim.usk.ac.id/sendratasik/article/vi ewFile/13136/5324

(5)

Ragam Motif Hias

Bungong Seuleupok adalah kata Bungong Seuleupok berasal dari Bahasa Aceh yang diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah bunga teratai 4 kelopak. Motif Bungong

Seuleupok merupakan motif flora yang sering dipakai oleh masyarakat Aceh. Bentuk nya simetris. Motif Bungong Seuleupok berwarna merah dan kuning. Motif ini sangat mudah di kenali dengan empat kelopak yang mana masing- masing kelopak nya berbentuk seperti segitiga yang saling terhubung.

Makna Denotasi

makna konotasi dalam motif ini adalah Bungong Seuleupok merupakan simbol dari keindahan dan kesuburan, hal tersebut dikarenakan Bungong Seuleupok sendiri merupakan bunga yang tumbuh subur di tanah Aceh. Motif Bungong Seuleupok berwarna merah, warna merah melambangkan keberanian dan kekuatan masyarakat Aceh dan warna kuning melambangkan keagungan dan kekayaan masyarakat Aceh.

Makna konotasi

Bungong Seuleupok

https://jim.usk.ac.id/sendratasik/article/viewFile/13136/5324

(6)

Ragam Motif Hias

Bungong Geulima adalah kata Bungong Geulima berasal dari Bahasa Aceh yang diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah Bunga Pomade, yang berarti bunga dari buah Pomade.

Bentuk motif ini simetris. Motif Bungong Geulima pada Rumoh Aceh hanya berwarna merah. Motif ini sangat mudah di kenali dengan bentuk seperti tunas, dan memiliki lekukan pada sisi kiri dan kanan seperti daun.

Makna Denotasi

Bungong Geulima yaitu sebagai lambang keindahan dan kesuburan, bunga tersebut akan berganti menjadi buah pomade yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Aceh karena dipercaya sangat baik bagi kesehatan dan sering pula menjadi obat obatan herbal. Makna dari warna merah adalah lambang dari keberanian dan kekuatan masyarakat Aceh.

Makna konotasi

Bungong Geulima

https://jim.usk.ac.id/sendratasik/article/viewFile/13136/5324

(7)

Ragam Motif Hias

Bungong Apeng adalah kata Bungong Apeng atau masyarakat juga Menyebutnya Bungong Lapeng berasal dari Bahasa Aceh yang diartikan adalah bunga sawah.

Motif Bungong Apeng memiliki bentuk yang simetris. Motif Bungong Apeng akan mudah dikenali dengan bentuknya yang memiliki empat kelopak dimana masing-masing kelopak nya memiliki lekukan dibagian tengah kelopak dan saling terhubung. Pada Rumoh Aceh motif ini memiliki dua warna yaitu putih dan kuning.

Makna Denotasi

Bungong Apeng ini yaitu dilambangkan sebagai simbol keindahan dan kesuburan tanah Aceh. Data yang didapatkan dari narasumber yaitu Nurdin AR menyebutkan bahwa warna putih bagi masyarakat Aceh melambangkan symbol kesucian, dan warna melambangkan kekayaan dan keagungan masyarakat Aceh..

Makna konotasi

Bungong Apeng

https://jim.usk.ac.id/sendratasik/article/viewFile/13136/5324

(8)

Ragam Motif Hias

Bungong Sagoe adalah kata Bungong Sagoe berasal dari Bahasa Aceh yang diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah bunga segi atau bunga sudut. Motif Bungong Sagoe muncul dari kreatifitas dan imajinatif masyarakat Aceh, motif ini dimodifikasi dari motif awan-awan sehingga terbentuklah motif baru yang diberi nama motif bungong sagoe ini, motif ini umumnya diletakan pada bagian-bagian sudut rumah tradisional Aceh. Bentuk nya asimetris, dan motif ini terpisah dari motif lain (berdiri sendiri) tidak digabung dengan motif motif yang lainnya. Motif Bungong Sagoe pada Rumoh Aceh berwarna kuning, dan putih. Motif ini akan mudah dikenali bentuknya karena hampir terlihat seperti sayap burung.

Makna Denotasi

Bungong Sagoe bagi masyarakat aceh adalah hanya sebagai simbol keindahan saja dan sebagai bentuk kreatifitas masyarakat Aceh dalam menciptakan ragam bentuk motif yang ada. Data yang didapatkan dari narasumber yaitu Nurdin AR menyebutkan bahwa makna dari warna kuning yang adalah sebagai lambang keagungan dan kekayaan dan warna putih melambangkan kesucian masyarakat Aceh.

Makna konotasi

Bungong Sagoe

(9)

Ragam Motif Hias

Bungong Lampu Gantung adalah kata bungong lampu gantung artinya bunga lampu gantung. Motif ini muncul dari kreatifitas dan imajinatif masyarakat Aceh, yaitu hasil penggabungan motif Bungong Awan-awan dengan motif Bungong Geulima sehingga terbentuklah motif Bungong Lampu Gantung. Motif ini umumnya diletakan di bagian bawah papan kindang pada rumah tradisional Aceh.

Bentuk nya simetris, dan motif bungong lampu gantung terdapat beberapa warna yaitu kuning, merah, dan putih.

Makna Denotasi

Bungong lampu gantung bagi masyarakat Aceh adalah sebagai lambang keindahan saja dan sebagai bentuk kreatifitas masyarakat Aceh dalam menciptakan ragam bentuk motif yang ada. Makna warna kuning pada motif ini adalah sebagai lambang keagungan dan kekayaan masyarakat aceh. Warna putih melambangkan kesucian dan warna merah melambangkan kekuatan dan keberanian masyarakat Aceh.

Makna konotasi

Bungong Lampu

Gantung

(10)

Ragam Motif Hias

Awan-awan adalah Awan- awan di artikan sebagai Awan-awan, yaitu motif yang di ambil dari alam, sama halnya seperti motif bulan dan bintang yang di ambil dari alam, bentuk motif Bungong Awan-awan ini menyerupai awan dan hampir menyerupai seperti gelombang, pola bentuknya asimetris, dan pada motif yang terdapat di Rumoh Aceh motif ini sudah digabungkan dengan bentuk-bentuk lainnya. Warna yang dipakai pada motif ini beragam yaitu warna merah, kuning, putih, dan hijau.

Makna Denotasi

Bungong Awan-awan tidak terlalu khusus dikarenakan motif ini terinspirasi dari alam. Data yang yang didapatkan dari narasumber yaitu Nurdin AR menyatakan bahwa Bagi motif awan-awan ini menggambarkan kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Dan kita sebagai hamba nya patut untuk selalu mengingat dan bersyukur kepada Nya. Warna merah melambangkan keberanian dan kekuatan, warna kuning dilambangkan sebagai keagungan dan kekayaan, putih dilambangkan sebagai kesucian, dan hijau dilambangkan dengan kesuburan dan kemakmuran.

Makna konotasi

Awan-awan

(11)

Ragam Motif Hias

Bungong Meulu berasal dari Bahasa Aceh yang di artikan dalam Bahasa Indonesia adalah Bunga Melati (Jasminum officilane) Bunga ini tidak hanya terdapat di daerah Aceh, tetapi juga di daerah lain yang ada di Indonesia, hanya saja namanya yang berbeda-beda disetiap daerah. Dari setiap motif bungong meulu memiliki berbagai macam desain tergantung dari daerah mana motif tersebut didesain. Motif Bungong meulu memiliki bentuk yang simetris dan motif ini berwarna putih. Bungong Meulu memiliki 4 kelopak.

Makna Denotasi

Bungong Meulu dilambangkan sebagaikeindahan dan kesucian bumi Aceh, motif ini juga bermakna sebagai bentuk kesuburan, keharuman, serta kesucian masyarakat Aceh, selain warna nya yang putih bersih melambangkan suci tetapi masyarakat Aceh juga sering menggunakan Bungong Meulu ini untuk keperluan adat masyarakat Aceh. Masyarakat Aceh juga menggunakan Bungong Meulu ini saat adat manoe pucok (dalam adat pernikahan) atau mandi suci, dan bunga melati ini sering digunakan sebagai hiasan sunting wanita aceh pada adat pernikahan.

Makna konotasi

Bungong Meulu

(12)

Ragam Motif Hias

kata Bungong Ayu-ayu berasal dari Bahasa Aceh dan memiliki makna yang sama dalam bahasa Indonesia. Motif ini memiliki bentuk yang simetris. Bentuk motif ini awal nya merupakan bentuk motif Pucok Reubong, pengrajin rumah Aceh memodifikasinya dengan cara memutar balik posisinya kebawah, bentuk motif asli bagian atasnya menjadi bagian bawah dan bagian bawah menjadi bagian atas, sehingga di sebutlah motif Bungong Ayu-ayu. Warna yang terdapat pada motif ini yaitu warna merah dan kuning.

Makna Denotasi

Bungong Ayu-ayu adalah sebagai lambang keindahan serta sebagai salah satu bentuk kreatifitas masyarakat Aceh. Makna dari warna merah yaitu melambangkan keberanian dan kekuatan, warna kuning pada motif tersebut melambangkan kekayaan dan keagungan masyarakat Aceh.

Makna konotasi

Bungong Ayu-ayu

(13)

Ragam Motif Hias

Bungong Kala berasal dari Bahasa Aceh yang diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah Bunga Kecombrang, kantan, atau honje (Etlingera elatior) adalah sejenis tumbuhan rempah dan merupakan tumbuhan tahunan berbentuk terna dimana bunga, buah, dan bijinya dimanfaatkan sebagai bahan sayuran. Nama lainnya adalah kincung (Medan). Motif Bungong Kala memiliki bentuk yang asimetris. Pada Motif rumah tradisional Aceh motif ini memiliki bentuk dengan 3 kelopak yang berpola seperti bentuk segitiga. Warna yang digunakan pada bunga ini adalah warna kuning.

Makna Denotasi

Bungong Kala adalah dilambangkan sebagai keindahan dan Kesuburan tanah Aceh. Warna kuning memiliki makna bagi masyarakat Aceh yaitu melambangkan keagungan masyarakat Aceh.

Makna konotasi

Bungong Kala

(14)

Ragam Motif Hias

Bungong Mata uroe adalah kata Bungong Mata uroe berasal dari Bahasa Aceh yang diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah Bunga Matahari. Motif Bungong Matauroe memiliki bentuk yang asimetris. Pada rumah tradisional Aceh motif ini memiliki bentuk yang persis seperti bunga matahari dengan memiliki kelopak yang mekar dan banyak, terdapat pula kelopak bagian dalam dan luar. Warna yang digunakan pada bungong mata uroe ini beragam yaitu warna merah, kuning, putih.

Makna Denotasi

Bungong Mata uroe adalah dilambangkan sebagai keindahan dan Kesuburan tanah Aceh. Warna merah melambangkan keberanian dan kekuatan, warna kuning melambangkan keagungan masyarakat Aceh, dan warna putih melambangkan kesucian masyarakat Aceh.

Makna konotasi

Bungong Mata Uroe

(15)

Ragam Motif Hias

Bungong Kalimah adalah kata Bungong Kalimah berasal dari Bahasa Aceh yang diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah Kaligrafi. Motif Bungong Kalimah memiliki bentuk yang asimetris. Tulisan Kaligrafi yang ada pada rumah tradisional Aceh di Museum Aceh ini merupakan Kaligrafi yang berisikan 7 nama-nama aulia. Dibeberapa daerah juga terdapat bentuk kaligrafi seperti ini dan terdapat pula beberapa bentuk kaligrafi yang berisikan shalawat nabi dan lain nya. Motif Bungong kalimah ini memiliki pola yang berbentuk segitiga, dan di dalam segitiga tersebut terdapat lagi motif-motif lain seperti Bungong Tabue. Warna pada motif Bungong Kalimah ini adalah warna merah.

Makna Denotasi

Bungong Kalimah adalah Masyarakat Aceh adalah kelompok atau suku yang dikenal Taat terhadap ajaran Agama Islam. Tak hanya tulisan Allah dan Muhammad yang sering dipajang atau di ukir oleh masyarakat Aceh, namun juga seperti nama-nama Aulia tujuh, seperti yang terdapat pada bagian Tulak Angen di rumah tradisional Aceh. Hal ini dipercaya oleh masyarakat Aceh sebagai pelindung mereka dan tempat tinggal dari segala marabahaya baik itu yang terlihat maupun yang tidak terlihat (ghaib). Warna merah yang terdapat pada kaligrafi tersebut diberi makna sebagai lambang kekuatan dan keberanian.

Makna konotasi

Bungong Kalimah

(16)

Ragam Motif Hias

Tapak Catoe berasal dari bahasa Aceh yang diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah Tapak Catur. Motif ini memiliki bentuk yang simetris., garis tegak horizontal dan vertikal saling terhubung dan membentuk kotak-kotak seperti bentuk silang yang terhubung sehingga terbentuk lah seperti papan catur, warna pada motif ini beragam yaitu kuning, merah, dan putih.

Makna Denotasi

Tapak Catur adalah kehidupan ini merupakan sebuah teka teki, banyak cara, banyak pilihan, maka masyarakat Aceh di didik agar lebih cerdik dalam mengambil langkah, dan dilarang untuk menyerah dalam segala hal apapun, karena mereka yakin bahwa tidak ada yang mustahil dalam hidup jika kita yakin dan berusaha untuk mencapainya.

Makna konotasi

Tapak Catoe

(17)

Ragam Motif Hias

Bungong Tabue adalah kata Bungong Tabue berasal dari Bahasa Aceh yang diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah Bunga Tabur. Motif bungong tabue terdapat pada bagian tulak angen dan bagian atas jendela pada rumah tradisioanal Aceh.

Dalam motif ini terdapat bermacam bentuk seperti bentuk kelopak bunga, daun, garis-garis, titik, segitiga dan sebagainya. Motif tersebut di ukir hingga tembus agar udara bisa masuk melalui motif tersebut. Warna yang terdapat pada motif ini adalah warna kuning.

Makna Denotasi

Bungong Tabue adalah dilambangkan dengan Kehidupan ini Plurarisme, kehidupan adalah sebuah pilihan, dunia seseorang diibaratkan seperti taman yang di tabur bermacam macam bunga, maka pilihlah salah satu bunga yang kita butuhkan dan kita sukai, kita di minta untuk memantapkan pilihan, contoh dalam hal mencari pekerjaan, jodoh dan lain lain. Data yang didapatkan dari narasumber yaitu Nurdin AR menyebutkan bahwa warna kuning melambangkan keagungan dan kekayaan masyarakat Aceh.

Makna konotasi

Bungong Tabue

(18)

Ragam Motif Hias

Puta Taloe adalah kata Puta Taloe berasal dari Bahasa Aceh yang diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah putar tali. Motif ini diambil dari jenis motif geometris, masyarakat Aceh menciptakan motif ini terinspirasi dari tali tambang. Tali putar/tali tambang berperan penting bagi masyarakat Aceh sendiri, sering digunakan masyarakat Aceh dalam berbagai macam kegiatan sosial, pangan, dan sebagai salah satu alat pengikat pada rumah tradisional Aceh. Bentuk motif nya yaitu bentuk tali yang dililitkan bersamaan. Motif ini digabungkan dengan beberapa motif lainnya dan motif ini berwarna kuning.

Makna Denotasi

Puta Taloe dilambangkan sebagai penjaga, ini terbukti p ada atap rumah aceh yang memakai daun rumbia yang diikat oleh tali yang menjadi motif Puta Taloe tersebut, hal tersebut berfungsi apabila terjadi kebakaran dibagian atap, maka masyarakat aceh hanya tinggal memotong atau melepas ikatan tali tersebut agar bagian atap yang terbakar bisa diturunkan atau dijatuhkan, hal tersebut dilakukan agar api tidak merambat kebagian lainnya maka dengan demikian rumah tidak mudah terbakar. Selain dilambangkan sebagai penjaga, juga dilambangkan sebagai kekuatan, dimana tali tersebut mengikat menyambungkan, menjaga, dan menyatukan segala sesuatu nya dengan kuat, sama halnya kekuatan sosial masyarakat Aceh menjaga kebudayaannya. Warna kuning melambangkan keagungan masyarakat Aceh.

Makna konotasi

Puta Taloe

https://jim.usk.ac.id/sendratasik/article/viewFile/13136/5324

(19)

C. Pembagian dan Fungsi Ruangan

Arsitektur Rumoh Aceh di Museum Aceh hakikatnya sama dengan rumah tradisional Aceh pada umumnya. Oleh karena fungsi utamanya adalah sebagai ruang pamer maka terdapat beberapa perbedaan dengan Rumoh Aceh pada umumnya. Sebelum mencapai ke atas Rumoh Aceh terlebih dahulu menaiki tangga. Tangga di Rumoh Aceh terdapat di dua sisi, sebelah timur dan barat untuk memudahkan sirkulasi pengunjung masuk dan keluar. Namun saat ini tangga yang difungsikan untuk pengunjung masuk adalah tangga di sebelah timur. Salah satu perbedaan rumah ini dengan Rumoh Aceh pada umumnya adalah jumlah anak tangganya yang genap yakni 14 buah anak tangga.

Gambar denah pembagian ruang Rumoh Aceh.

Sumber : Buku Rumoh Aceh

(20)

Rumoh Aceh ini terbagi menjadi tiga ruang, yaitu : a. Seramoe Keu (Serambi Depan)

Serambi depan pada rumah ini berfungsi sebagai ruang tamu bagi para pengunjung Rumoh Aceh. Bagi masyarakat Aceh, ruang ini merupakan ruang umum (publik) atau ruang yang boleh dimasuki oleh tamu pria. Selain itu, ruang ini juga berfungsi sebagai tempat shalat, musyawarah, belajar, acara kenduri, tempat istirahat, dan aktivitas lainnya. Terdapat beberapa koleksi penunjang ruang tamu ini, seperti panyot gantong (lampu), tika duk (tikar), permadani, dan lukisan sebagai hiasan dinding.

Gambar serambi depan dan koleksi penunjang seperti lukisan dan lampu.

Sumber : Dokumentasi Pribadi

(21)

b. Tungai (Ruang Tengah)

Selanjutnya bagian tengah, terdapat rambat (lorong penghubung antar serambi depan dan serambi belakang) bagian ini merupakan tempat yang lebih privasi bagi keluarga pemilik rumah atau sering disebut Rumoh Inong. Lantai pada bagian ini lebih tinggi sekitar ±50 cm dari dua serambi lainnya, hal ini disebabkan terdapat juree (kamar) yang ditempati oleh orang-orang yang lebih tua yang perlu dihormati seperti ayah, ibu, dan anak-anak perempuan yang sudah dinikahkan (bersuami) dalam keluarga tersebut yang mencerminkan sopan santu. Dua buah juree (kamar) terletak di ujung sebelah timur dan barat yang difungsikan sebagai display pelaminan dan kamar pengantin dengan koleksi penunjang yang tiap kamarnya memiliki jendela. Berbagai peralatan rumah tangga seperti lampu-lampu, mangkok minuman, cawan, bate ranub kerandam, ceurupa, dan peralatan shalat selalu ada pada ruang ini.

Gambar serambi tengah dengan tampak Rumoh Inong.

Sumber : Dokumentasi Pribadi c. Seramoe Likot (Serambi Belakang)

Pada serambi belakang Rumoh Aceh merupakan area dapur dengan peralatan dapur yang biasa dipakai di Rumoh Aceh pada umumnya. Dua buah tungku tempat memasak berada disebelah timur. Peralatan dapur seperti piring, belangong (belanga), kanot (panci yang terbuat dari tanah liat/kuningan), sudu (wajan tanah bergagang) yang diletakkan diatas sandeng (rak). Salang (hiasan yang terbuat dari rotan) tergantung dilangit-langit untuk menaruh mangkok-mangkok berisi makanan agar aman dari gangguan dari berbagai hewan piaraan. Di dinding terdapat rak tempat meletakkan toples-toples yang berbagai jenis bumbu dapur, dibagian bawah terdapat batee neupeh (batu giling) dan aneuk (ulekan).

Beberapa

(22)

lemari yang berisi koleksi yang biasa dipakai oleh penghuni rumah pada umumnya seperti, peralatan pertukangan, alat permainan tradisional, wadah kristal yang berasal dari Eropa dan kendi.

Bagian dapur sebelah barat terdapat berbagai peralatan rumah tangga lainnya seperti bubee (penangkap ikan), amak (alat penguras air), tima situk (timba yang terbuat dari pelepah pinang), tikar pandan, sawok ulat (alat penangkap ulat), gateing (takaran padi) dan lain-lain. Oleh karena sebagian besar waktu perempuan beraktivitas didapur maka biasanya ayun bayi diletakkan didapur dan juga prataih (dipan) diletakkan sebuah kasur atau tilam eh.

Gambar serambi belakang.

Sumber : Dokumentasi Pribadi

(23)

Beberapa hasil dokumentasi dari bagian serambi belakang yang terdapat peralatan dapur dan beberapa koleksi rumah :

(24)
(25)

Referensi

Dokumen terkait

Mushaf Istiqlal Ragam Hias Aceh Besar.Ayat-Ayat ditulis Rata Tengah Sumber: Mushaf-Mushaf Al- Qur’an Nusantara.. Mushaf Istiqlal Ragam Hias Melayu-Jambi Sumber: Mushaf-Mushaf

Ragam hias Gayo yang diterapkan pada masing-masing pakaian pada dasarnya memiliki jenis motif ragam hias yang sama, akan tetapi ada beberapa perbedaan bentuk

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 17), aktivitas diartikan keaktifan, kegiatan, kesibukan. Kata aktivitas berasal dari bahasa Inggris dari kata activity

https://www.academia.edu/3526360/Adat_dan_Islam_di_Aceh_Customs_and_Islam_in_Aceh_?auto =download, Perkataan adat dalam bahasa Aceh berasal dari kata adah,yang dalam bahasa

Pucuk rebung sering diaplikasikan sebagai ragam hias pada tas atau kain bahkan kayu (Gambar 6). Aplikasi Pucuk Rebung pada Tas Bordir Motif Aceh Selatan memiliki

Konsep bentuk bangunan Aceh Kasab Center di Banda Aceh terinspirasi dari bunga seulanga ( kenanga ) motif flora yang sering dignakan dalam sulaman kasab aceh memiliki

Hasil Jadi Lekapan Tali Hasil Jadi Penerapan Bordir Dan Lekapan Tali Pada Busana Pengantin Muslim Hasil jadi penerapan bordir pada busana pengantin muslim dengan motif ragam hias

Provinsi Nanggro Aceh Darussalam Pakaian Adat Tradisional Ulee Balang Rumoh Aceh Ibukota: Banda Aceh Suku: Suku Aceh Bahasa: Aceh Gayo Tarian: Saman Lagu: Bungong Jeumpa Provinsi