iii
SURAT KETERANGAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini, penulis dan pembimbing
menyetujui :
“Untuk memberikan kepada Universitas Komputer Indonesia Hak Bebas
Royalty Noneksklusif atas penelitian ini dan bersedia untuk di-online-kan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk kepentingan riset dan
pendidikan”.
Bandung, 22 Agustus 2015
Penulis,
Aditya Kusuma Putra NIM. 52011016
Mengetahui Pembimbing
ii
PERNYATAAN ORIGINALITAS KARYA TUGAS AKHIR
Dengan ini, saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Aditya Kusuma Putra
NIM : 52011016
Program Studi : Desain Interior
Menyatakan bahwa karya beserta laporan Tugas Akhir ini adalah benar
merupakan hasil karya sendiri dan bukan duplikasi dari hasil karya orang
lain.
Apabila pada masa mendatang diketahui bahwa pernyataan ini tidak benar
adanya, saya bersedia menerima sanksi yang diberikan dengan segala
konsekuensinya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Bandung, 22 Agustus 2015
i
LEMBAR PENGESAHAN
MUSEUM AL-
QUR’AN NUSANTARA
ADITYA KUSUMA PUTRA
NIM 52011016
Telah disetujui dan disahkan di Bandung sebagai Tugas Akhir
pada tanggal : 20 Agustus 2015
Menyetujui,
Pembimbing
Dekan Fakultas
Prof. Dr. Primadi Tabrani
NIP. 4127.32.06.036
Ketua Program Studi
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan lancar.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada Nabi
besar Muhammad SAW, kepada para keluarganya, para sahabatnya dan
semoga sampai kepada kita selaku umatnya yang setia sampai akhir
zaman, amin.
Tugas akhir ini penulis susun sebagai salah satu syarat pelengkap untuk
ujian sarjana desain. Dalam tugas akhir ini, penulis mencoba membuat
suatu karya dengan judul “Museum Al-Qur’an Nusantara”
Tugas akhir ini merupakan hasil karya yang didalamnya dikemukakan fokus
permasalahan, ide perancangan, teori yang mendukung dan ide
perencanaan. Hal-hal tersebut penulis kemukakan berdasarkan hasil
pengamatan di lapangan yang merujuk pada pendapat para ahli.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang
membacanya guna memperbaiki karya-karya penulis selanjutnya.
Akhir kata semoga karya kecil ini dapat bermanfaat khususnya bagi
pengembangan berfikir penulis dan pembaca pada umumnya.
Bandung, Agustus 2015
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Aditya Kusuma Putra
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, tanggal lahir : Purworejo, 06 November 1991
Kewarganegaraan : Indonesia
Status Perkawinan : Belum Kawin
Agama : Islam
Alamat Lengkap : Jln Bakung XVI No.19 RT 001/RW 010
Kel. Rancaekek Kencana Kec. Rancaekek
Kab. Bandung Jawa Barat 40394
Telepon/HP : 0857 9363 7973
Email : aditkusuma23@yahoo.co.id
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
1996-1997 : TK Darul Hikam III Rancaekek
1997-2003 : SD Negeri Kencana Indah II
2003-2006 : SMP Negeri 3 Rancaekek
2006-2009 : SMA Negeri 1 Cileunyi
2011-2015 : Universitas Komputer Indonesia
Fakultas Desain, Jurusan desain Interior
KEAHLIAN
M. Office, Autocad, Skethcup, Artlantis Studio, Adobe Photoshop, Adobe
75
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya Departemen Agama RI. Semarang: PT. Karya Toha Putra
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta. . Jakarta: 1995
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta. Kecil Tetapi Indah. Jakarta: 1993
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Kebudayaan. Proyek Pembinaan Permuseuman. Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran di Museum. Jakarta: 1993/1994
Hasjmy. 1990. Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang
Mushaf-mushaf Al-Qur’an Istana Nusantara. Yogyakarta: Lanjah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI
Neufert, Ernst. 2000. Data Arsitek Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Panero, Julius & Zelnik, Martin. 2003. Dimensi Manusia & Ruang Interior. Jakarta: Erlangga
Prawoto. 2006. Seri IPS Sejarah: SMP Kelas IX. Jakarta: Penerbit Yudhistira.
Supriyanto. 1992. Pedoman Fumigasi. Perpustakaan Nasional: Jakarta
76 Internet:
i
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
PERNYATAAN ORIGINALITAS KARYA TUGAS AKHIR ...ii
SURAT KETERANGAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...iv
1.2 Gagasan / Ide Perancangan ...4
1.3 Fokus Permasalahan ...6
1.4 Permasalahan Perancangan ...6
1.5 Maksud dan Tujuan Perancangan ...7
BAB II TINJAUAN TEORI DAN DATA ...9
2.1 Tinjauan Museum ...9
2.1.1 Pengertian Museum ...9
2.1.2 Fungsi Museum ...10
2.1.3 Jenis dan Status Museum ...11
2.1.4 Perawatan Museum ...13
2.2 Tinjauan Al-Quran...15
ii
2.2.2 Pengertian Mushaf Al-Qur’an ...17
2.2.3 Mushaf Nusantara ...17
2.3 Studi Ergonomi dan Antropometri ...40
2.3.1 Studi Ergonomi ...40
2.3.2 Studi Antropometri ...45
BAB III KONSEP PERENCANAAN ...48
3.1 Deskripsi Proyek ...48
3.2 Profil Museum Al-Qur’an Nusantara ...49
3.2.1 Misi Museum Al-Qur’an Nusantara ...49
3.2.2 Visi Museum Al-Qur’an Nusantara...50
3.3 Data dan Karakteristik Pengguna ...50
3.4 Aktivitas dan Fasilitas yang Ada ...51
3.5 Struktur Organisasi ...54
3.6 Tinjauan Organisasi Pengelola Museum Al-Qur’an Nusantara ...55
3.7 Alur Sirkulasi ...57
3.8 Program Kedekatan Antar Ruang ...58
iii
4.5 Ceiling Plan ...69
4.6 Skema Material ...70
4.7 Skema Warna ...71
4.8 Teknik Pencahayaan ...71
4.9 Teknik Penghawaan ...72
4.10 Teknik Keamanan ...73
DAFTAR PUSTAKA ...75
GLOSSARY ...77
Laporan Pengantar Tugas Akhir
MUSEUM AL-
QUR’AN NUSANTARA
Diajukan untuk memenuhi mata Kuliah DI.38309 Tugas Akhir Semester Genap Tahun Akademik 2014/2015
Oleh
Aditya Kusuma Putra 52011016
PROGRAM STUDI DESAIN INTERIOR
FAKULTAS DESAIN
64
BAB IV
KONSEP PERANCANGAN
4.1 Tema
Tema yang diusung dalam perancangan Museum Al-Qur’an Nusantara
adalah “Nur” diambil dari bahasa Arab yang artinya cahaya, maksud dari
cahaya itu yang dapat menerangi manusia di dalam kegelapan. Tema ini
dipilih karena bertujuan untuk mengingatkan kepada seluruh umat manusia
bahwa dengan membaca Al-Qur’an tidak akan tersesat kepada perbuatan
yang merusak iman kita di dunia. Tidak ada petunjuk bagi umat Islam
kecuali membaca Al-Qur’an, karena selain sebagai sumber hukum umat
Islam dengan membaca dan memahami isi kandungan dari Al-Qur’an akan
membimbing manusia ke jalan yang benar serta memberikan efek
ketenangan dalam menjalani hidup di dunia, karena telah mengikuti
perintah Allah dan menjauhi semua laranganNya.
Ketenangan:
Ruang : Denah yang teratur
Pencahayaan : Menimbulkan efek ketenangan bagi pengunjung
Sirkulasi : Sederhana
Karakter yang ingin ditampilkan di atas adalah karakter ruang yang tenang
dan tegas. Hal ini untuk menampilkan Al-Qur’an yang menjadi dasar hukum
umat Islam, ketenangan ditunjukkan dalam garis lurus yang diterapkan
65
4.2 Penggayaan
Pengayaan yang akan digunakan adalah minimalis geometris, minimalis
yaitu metode perancangan yang fungsinya terpenuhi dengan elemen paling
mendasar dan sederhana. Maksud dari dasar itu adalah Al-Qur’an sebagai
dasar iman kita kepada Allah, sedangkan sederhana memiliki arti manusia
tidak boleh bangga terhadap dirinya sendiri karena manusia beserta isinya
diciptakan oleh Allah. Sedangkan geometris adalah dengan mengubah
susunan pola ragam hias tak beraturan dan tetap memperhatikan segi
keindahan, geometris dapat ditandai dari bentuknya seperti persegi empat,
zigzag, garis silang, segitiga, dan lingkaran. Pola bidang tersebut
merupakan pola geometris yang bentuknya teratur.
4.3 Konsep Bentuk
Konsep bentuk khususnya diterapkan pada area yang bersifat publik, salah
satunya seperti pada area pamer. Bentuk yang dibuat merupakan
kombinasi antara minimalis dan geometris. Minimalis menerapkan dekorasi
sangat elegan namun memiliki mutu yang tinggi dan sederhana. Estetika
gaya minimalis didukung dengan bentuk geometris (persegi empat, segitiga
dan garis lengkung) yang diolah melalui struktur bangunan dan elemen
interiornya. Hal-hal yang mendasari perancangan pada konsep bentuk
adalah bentuk motif yang mewakili karakter mushaf tulisan kaligrafi dan
corak mushaf yang dapat mendukung penggayaan minimalis geometris.
66
Gambar 4. 1 Motif Mushaf Sundawi Sumber: Dokumen Pribadi, (2015)
Gambar 4. 2
67
Gambar 4. 3
68
4.4 Media Display
Teknik penyajian benda koleksi disajikan berdasarkan sifat benda koleksi
yaitu dua dimensi dan tiga dimensi.Untuk koleksi yang bersifat dua dimensi,
teknik penyajiannya berupa:
Panil, menempelkan koleksi seperti peta, foto, grafik, atau informasi
tertulis lainnya.
Gambar 4. 4
Implementasi Media Display 2D pada Museum Al-Quran Nusantara Sumber: Dokumen Pribadi, (2015)
Untuk koleksi yang bersifat tiga dimensi, teknik penyajiannya berupa:
69
Gambar 4. 5
Implementasi Media Display 3D pada Museum Al-Quran Nusantara Sumber: Dokumen Pribadi, (2015)
4.5 Ceiling Plan
Konsep ceiling pada Museum Al-Qur’an Nusantara ini mengaplikasikan material gypsum menggunakan bentukan segitiga dan kotak yang diulang.
Pemilihan bentukan ini untuk mendukung konsep desain minimalis
70
Gambar 4. 6
Implementasi Ceiling pada Museum Al-Quran Nusantara Sumber: Dokumen Pribadi, (2015)
4.6 Skema Material
Untuk pemilihan konsep material menggunakan material yang memiliki
daya tahan yang baik, keamanan, keselamatan, kesehatan, kemudahan
pemeliharaan, keindahan dan kesesuaian fungsi dan kesan dari material
yang digunakan.Marmer, kayu solid, HPL, acrylic, ram kawat stainless,
gypsum, multipleks. Contoh pengaplikasian material pada perancangan:
HPL yang digunakan merrk TUBAO tipe Oak 101s, Elm wood 1Q,
Walnut 2062s
Gambar 4. 7
Implementasi Ceiling pada Museum Al-Quran Nusantara Sumber: Dokumen Pribadi, (2015)
Treatment dinding yang memadukan dua unsur yang berasal dari
multipleks dan ram kawat selain itu di dalam treatment terdapat
lampu LED yang mengeluarkan cahaya sesuai dengan tema NUR
71
Gambar 4. 8
Implementasi Treatment Dinding pada Museum Al-Quran Nusantara Sumber: Dokumen Pribadi, (2015)
4.7 Skema Warna
Konsep warna yang di terapkan yaitu warna-warna yang terdapat pada
motif mushaf sundawi yaitu warna putih, warna hitam dan warna coklat.
Gambar 4. 9
Skema Warna pada Museum Al-Quran Nusantara Sumber: Dokumen Pribadi, (2015)
4.8 Teknik Pencahayaan
Pada Museum Al-Qur’an Nusantara bertema Nur ini, sistem pencahayaan
yang diutamakan adalah sistem pencahayaan buatan yang dapat memberi
makna pada benda pamer. Konsep pencahayaan buatan dengan
penggunaan downlight pada area pamer dimaksudkan untuk memfokuskan pengunjung pada benda pamer, sehingga memperlihatkan keagungan
Al-Qur’an. Tambahan lampu TL juga diberikan pada area pamer dan lobby
72
Gambar 4. 10
Implementasi Pencahayaan pada Museum Al-Quran Nusantara Sumber: Dokumen Pribadi, (2015)
4.9 Teknik Penghawaan
Konsep penghawaan pada perancangan Museum Al-Qur’an Nusantara ini
memakai penghawaan buatan yaitu mengunakan air conditionerAC central
dan AC split. AC central diterapkan pada area-area umum seperti lobby, perpustakaan, dan area pamer, sedangkan AC split diterapkan pada ruangan privat seperti kantor museum. Pemilihan penghawaan buatan agar
memberi kondisi yang nyaman secara terus-menerus dalam suatu
bangunan, sistem-sistem penghawaan harus mempertahankan
keseimbangan antara kondisi-kondisi atmosfer dalam dan kondisi-kondisi
iklim yang terus-menerus berubah di luar ruangan dan di dalam ruangan itu
sendiri. Fungsi AC adalah untuk menghapus beban kalor tersebut sehingga
suhu dan kelembaban udara tetap nyaman. Besar beban kalor yang terjadi
ditentukan oleh: hantaran panas radiasi matahari, hantaran panas secara
transmisi, hantaran panas ventilasi atau inviltrasi, beban panas intern
73
4.10 Teknik Keamanan
Konsep keamanan diaplikasikan dalam penggunaan bahan material yang
ramah lingkungan, seperti tidak menggunakan asbes, karena penyakit yang
ditimbukan yaitu asbestos yang dapat menyerang paru-paru. Selain itu
untuk mengantisipasi bahaya eksternal maupun internal pada Museum
Al-Qur’an Nusantara ini maka di persiapkan sistem keamanan pada gedung
seperti :
1. Keamanan terhadap kebakaran
Sistem pencegahan terhadap bahaya kebakaran terbagi atas dua
bagian, yaitu:
a. Sistem Pencegahan Aktif
Fire Hydrant, alat pemadam kebakaran permanen yang di
letakkan di lokasi strategis dan mudah di jangkau.
Fire extinguisher, alat pemadam kebakaran portable yang
berupa tabung dengan kandungan gas karbon monoksida
atau buih untuk memadamkan api.
Fire alarm, terhubung pada alat deteksi maupun terpasang
di lokasi rawan kebakaran untuk dinyalakan secara manual
dengan cara memecahkan kaca kemudian menekan tombol
yang kemudian akan menyalakan suara tanda bahaya
(sirine).
Smoke detector atau heat detector, pendeteksi asap yang
74 b. Sistem pencegahan pasif
Menyediakan jalur evakuasi yang memadai seperti: tangga
kebakaran dengan pintu tahan api, bukaaan dua arah pada
ruangan publik yang memiliki daya tampung besar, koridor
dengan lebar yang memadai.
Menyediakan sarana dan alat bantu evakuasi seperti: sistem
pengendalian asap, alat komunikasi darurat, sign system.
Keamanan terhadap kriminalitas
Untuk mencegah terjadinya vandalisme, pencurian ataupun
tindakan kriminal lainnya. Sistem pengamanan yang
digunakan dan diterapkan yaitu:
o Pengadaan petugas keamanan dengan sistem shift o Sistem pengawasan melalui kamera (cctv)
o Alarm dan detector.
o Teknis keamanan yang digunakan adalah sprinkler dan
CCTV. Ketika terjadi kecelakaan kebakaran di seluruh ruangan maka sprinkler mengeluarkan air yang dapat memadamkannya. Teknis keamanan CCTV adalah untuk mengawasi pengunjung dari tindak pencurian di
9
BAB II
TINJAUAN TEORI DAN DATA
2.1 Tinjauan Museum 2.1.1 Pengertian Museum
Secara etimologi, kata museum berasal dari Yunani yaitu Mouseion, kuil untuk Muses. Sepadan dalam bahasa Perancis musée, bahasa Spanyol
museo, Jerman museum, Italia museo, Portugis museu. Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia museum diartikan sebagai “Gedung yang
digunakan sebagai tempat untuk pameran tetap benda-benda yang patut
mendapat perhatian umum, seperti peninggalan sejarah, seni, dan ilmu;
tempat menyimpan barang kuno.” (Departemen Pendidikan Nasional,
2008).
Menurut International Council of Museums (ICOM) suatu badan kerjasama profesional dibidang permuseuman dari seluruh dunia, museum diartikan
sebagai “sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan,
melayani masyarakat dan perkembangannya terbuka untuk umum, yang
mengumpulkan, merawat dan memamerkan, untuk tujuan–tujuan
penelitian, pendidikan dan hiburan, benda–benda bukti material manusia
dan lingkungannya”. (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar
10 dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga yang berfungsi melindungi,
mengembangkan, memanfaatkan koleksi berupa benda, bangunan, atau
struktur yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya atau yang bukan cagar
budaya, dan mengkomunikasikannya kepada masyarakat.”
2.1.2 Fungsi Museum
Dalam buku yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1995 yang berjudul Buku Pinter tentang Permuseuman
dijelaskan, museum memiliki tugas menyimpan, merawat, mengamankan
dan memanfaatkan koleksi museum berupa benda cagar budaya. Dengan
demikian museum memiliki dua fungsi besar yaitu:
1. Sebagai tempat pelestarian, museum harus melaksanaan kegiatan
sebagai berikut :
a. Penyimpanan yang meliputi pengumpulan benda untuk menjadi
koleksi, pencatatan koleksi, sistem penomoran dan penataan
koleksi.
b. Perawatan yang meliputi kegiatan mencegah dan menanggulangi
kerusakan koleksi.
c. Pengamanan yang meliputi kegiatan perlindungan untuk menjaga
koleksi dari gangguan atau kerusakan oleh faktor alam dan ulah
manusia.
2. Sebagai sumber informasi, museum melaksanakan kegiatan
11 a. Penelitian dilakukan untuk mengembangkan kebudayaan
nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi.
b. Penyajian harus tetap memperhatikan aspek pelestarian dan
pengamanannya.
2.1.3 Jenis dan Status Museum
Dalam buku yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Dirjen Kebudayaan, Proyek Pembinaan Permuseuman
Jakarta 1992/1993 (Kecil Tetapi Indah, hal: 25), dijelaskan secara umum
bahwa jenis museum dapat dibagi kedalam beberapa kategori berdasarkan
tiga hal yaitu:
1. Ditinjau dari sudut koleksi
2. Ditinjau dari sudut kedudukan, dan
3. Ditinjau dari sudut penyelenggaraan
Gambar 2. 1
Pedoman Pendirian Museum, Dep. Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Kebudayaan, Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta 1992/1993 Sumber: Kecil Tetapi Indah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
MUSEUM
KOLEKSI KEDUDUKAN KEPEMILIKAN
12 1. Menurut koleksi
Museum dapat dibagi dalam beberapa jenis. Secara garis besarnya
yaitu museum umum dan khusus. Museum umum adalah museum
yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia dan atau
lingkungannya yang berkaitan dengan berbagai cabang seni, disiplin
ilmu dan teknologi. Sedangkan museum khusus adalah museum yang
koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia atau
lingkungannya yang berkaitan dengan satu cabang seni, satu cabang
ilmu atau satu cabang teknologi. Apabila koleksi suatu museum dapat
mewakili dua kriteria atau lebih, maka museum khusus tersebut
berubah menjadi museum umum.
2. Menurut kedudukannya museum dapat dibagi kedalam:
a. Museum Nasional
Museum Nasional adalah museum yang koleksinya terdiri dari
kumpulan benda yang berasal dari, mewakili dan berkaitan
dengan bukti material manusia dan atau lingkungannya dari
seluruh wilayah Indonesia yang bernilai nasional.
b. Museum Provinsi
Museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang
berasal dari, mewakili dan berkaitan dengan bukti material
manusia dan atau lingkungannya dari wilayah provinsi dimana
13 c. Museum Lokal
Museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang
berasal dari, mewakili dan berkaitan dengan bukti material
manusia dan atau lingkungannya dari wilayah kabupaten atau
kotamadya dimana museum tersebut berada.
3. Menurut penyelenggaraannya atau status kepemilikan, museum
dapat dibagi dalam:
a. Museum pemerintah, yaitu museum yang diselenggarakan dan
dikelola oleh pemerintah. Museum ini dapat dibagi lagi dalam
museum yang dikelola oleh Pemerintah Pusat dan yang dikelola
oleh Pemerintah Daerah.
b. Museum Swasta, ialah museum yang diselenggarakan dan
dikelola oleh swasta.
2.1.4 Perawatan Museum
Menurut Supriyanto (1992), cara perawatan museum, biasanya dilakukan
dengan sistem fumigasi. Fumigasi adalah pengendalian hama dan rayap
dengan jalan memasukkan atau melepaskan fumigan ke dalam ruangan
tertutup atau kedap udara untuk beberapa waktu dalam dosis dan
konsentrasi yang dapat mematikan hama.
Keuntungan dilakukannya fumigasi adalah sebagai berikut:
1. Menjangkau hama hingga ke tempat yang paling sulit / tersembunyi
14 2. Efektif mengendalikan seluruh stadia hama (telur, larva, pupa dan
imago)
3. Tidak meninggalkan residu sehingga tidak berbahaya bagi konsumen
akhir
4. Tidak merusak / merubah komoditi (fisik dan komposisi)
Peralatan dan Perlengkapan Fumigasi
1. Perlengkapan Keamanan (Safety Tools)
a. Pakaian kerja: wearpack, safety-shoes, helm dan sarung tangan b. Alat lindung pernapasan: masker, canister
c. Kotak P3K, Tabung Pemadam Kebakaran
d. Tanda Peringatan: Yellow line, stand-up sign
2. Perlengkapan Monitoring
a. Leak detector: electronic leak detector, lampu halida b. Gas detector tube
c. Gas concentration gauge (riken interferometer) d. Sampling tubes
3. Aplikator Fumigasi
a. Fumigan: Methyl Bromide (CH3Br, Phospin (Ph3))
b. Selang gas, Connector (cylinder draw), Nozzles & T-Pieces
c. Sungkup (plastik) fumigasi
d. Pemberat: Sand Snake, Water Snake
15 Prosedur Fumigasi
1. Verifikasi (survey)
a. Memeriksa tipe dan volume komoditi
b. Cakupan hama: untuk mengukur dosis dan waktu pelaksanaan
c. Waktu Konsentrasi: waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
konsentrasi tertentu
d. Lokasi Fumigasi: aman dari gangguan, cukup
pencahayaan,ventilasi baik, lantai datar dan solid.
2. Persiapan
a. Keamanan dan keselamatan: informasi kepada seluruh pihak
b. Posisi komoditi: rapi dan bersih
c. Penempatan dan penyebaran pipa gas dan selang monitoring
d. Lokasi fumigasi: aman dari gangguan, cukup
pencahayaan,ventilasi baik, lantai datar dan solid.
3. Pelaksanaan
4. Monitoring
5. Aerasi
6. Penerbitan Sertifikat
2.2 Tinjauan Al-Quran 2.2.1 Pengertian Al-Qur’an
Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur'an berasal dari bahasa Arab qara’a
yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata
16 artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada
salah satu surat Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah
Al-Qiyamah yang artinya:
"Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur'an (di dalam dadamu) dan
(menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami.
(Karena itu), jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti
bacaannya". (Al-Qiyāmah 75:17-18)
Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut: "Kalam Allah SWT
yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan
ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya
termasuk ibadah".
Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai
berikut: "Al-Qur'an adalah firman Allah SWT yang tiada tandingannya,
diturunkan kepada Nabi Muhammad penutup para nabi dan rasul, dengan
perantaraan malaikat Jibril dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian
disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan
mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah
17
2.2.2 Pengertian Mushaf Al-Qur’an
(Kitab Hasyiyatu Al-Qalyubi hal 35) menyebutkan bahwa mushaf itu tidak
harus seluruh ayat Al-Quran, tetapi asalkan sudah ada ayat Al-Quran walau
cuma satu hizb (kumpulan ayat Al-Quran) termasuk mushaf.
(Kitab Hasyiyatu Ad-Dasuqi hal 125) menyebutkan bahwa termasuk mushaf
adalah seluruh ayat Al-Quran, atau satu juz, atau selembar, asalkan tertulis
di atasnya bagain dari ayat Al-Quran, baik tertulis pada batu atau lainnya.
Di masa Rasulullah SAW dulu, bentuknya hanya berupa tulisan di atas kulit
hewan, atau di atas pelepah kurma, kadang di atas tulang, batu dan
sebagainya. Namun ketika Allah SWT melapangkan dada Abu Bakar saat
mendengar alasan Umar untuk membukukan Al-Quran dalam satu bundel
buku, berubahlah mushaf yang tadinya cuma berbentuk potongan atau
lembaran bertuliskan ayat-ayat Al-Quran menjadi buku yang utuh.
2.2.3 Mushaf Nusantara 1. Mushaf Istiqlal
Iluminasi (ragam hias yang berupa motif atau gambar yang berada di dalam
mushaf Al-Qur’an) berasal dari khazanah ragam hias nusantara dari
Sabang sampai Merauke yang terdapat pada arsitektur rumah adat, tekstil,
batik, perhiasan dan lain-lain. Mushaf Al-Qur’an Istiqlal dapat menjadi
18 Islam Indonesia yang menyatu dan damai dalam kemajemukan suku
bangsa yang demikian banyak.
Mushaf Istiqlal tidak berbeda dengan Al-Qur'an lain yang beredar di dunia
Islam, kecuali dari segi teknik penulisan dan iluminasinya. Beberapa
spesifikasi yang menjadi ciri khas Mushaf Istiqlal antara lain :
Surat Al-Fatihah ditulis di dua halaman bersebelahan (kanan-kiri).
Dalam dua halaman tersebut, seluruh ragam budaya Indonesia (33
provinsi) dapat terwakili dalam bentuk iluminasi yang indah,
menghiasi khat Surat Al-Fatihah sebagai ummul-Qur'an (induk Al-Qur'an).
Setiap awal surat ditulis di awal halaman.
Setiap awal juz ditulis dengan huruf lebih tebal dan terletak di
berbagai posisi, yakni di awal atau di tengah halaman.
Iluminasi dirancang oleh para ahli desain grafis Indonesia dengan
gaya khas budaya dari seluruh provinsi di Indonesia.
Setiap halaman memuat 13 baris, kecuali halaman akhir surat, yang
kadang-kadang diisi dengan iluminasi.
Tanda waqaf lazim lebih ditonjolkan daripada tanda-tanda waqaf lain
(dengan warna merah).
Tanda-tanda sajdah, ruku', juz dan hizb diberi iluminasi khusus yang
berbeda satu sama lain dan terletak di tepi halaman.
Seluruh halaman Mushaf Istiqlal dihiasi dengan beragam iluminasi
19 Indonesia. Di samping itu, iluminasi untuk Surat Al-Fatihah ( ummul-Qur'an), tengah mushaf (nisful-Qur'an), dan akhir mushaf
(khatmul-Qur’an) dirancang khusus sebagai “Iluminasi Nusantara”.
Setiap 22 halaman iluminasi berganti dari suatu wilayah ke wilayah
budaya lainnya
Sistem penulisan mushaf istiqlal menganut kaidah golden section
yaitu terletak yang serasi, indah dipandang, dan tidak membuat
penat mata pembacanya
Jumlah halaman 970, lebih banyak daripada mushaf biasanya.
Alat tulis qalam yang digunakan disebut hadam yang banyak tumbuh
di negri tropis seperti Indonesia
Gambar 2. 2
20
Gambar 2. 3
Mushaf Istiqlal Halaman Iluminasi Surat Al-Fatihah (Sisi Kiri) Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara
Gambar 2. 4
21
Gambar 2. 5
Mushaf Istiqlal Ragam Hias Melayu-Jambi Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara
Gambar 2. 6
22
Gambar 2. 7
Mushaf Istiqlal Ragam Hias Bali Utara Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara
Gambar 2. 8
23
Gambar 2. 9
Mushaf Istiqlal Ragam Hias Timor-Timur Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara
Gambar 2. 10
24
Gambar 2. 11
Mushaf Istiqlal Ragam Hias Sulawesi Tengah Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara
Gambar 2. 12
25
Gambar 2. 13
Mushaf Istiqlal Ragam Hias Yogyakarta Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara
2. Mushaf Sundawi
Iluminasi mushaf sundawi diambil dari jenis tanaman khas Jawa Barat
menjadi bentuk-bentuk ornament yang khas dan berkarakter sundawi.
Iluminasi mushaf sundawi mencerminkan ragam flora dan budaya Jawa
Barat (motif Banten, Bogor, Sukabumi, Cirebon, Ciamis dan lain-lain).
Iluminasi mushaf sundawi terdiri atas bagian-bagian yaitu:
Tiara (mahkota), idenya diambil dari bentuk mamolo masjid Banten
dan Cirebon, yaitu hiasan pada puncak atap masjid. Konsep mamolo
diterapkan pada taira mushaf sundawi karena kedudukan mamolo
yang terkait erat dengan konsep bangunan arsitektur tradisional
masjid di Jawa Barat.
Bingkai (frame), adalah gubahan ruang sebagai tempat untuk
26 ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan maksud memberikan dukungan
makna ayat, sekaligus memberikan identitas Jawa Barat.
Tanda-tanda baca, digubah dengan tujuan untuk lebih memperjelas
peran tanda-tanda baca tersebut, sekaligus dapat dipakai sebagai
unsur yang memperindah mushaf sundawi secara keseluruhan.
Sumber ragam hias iluminasi, diambil dari motif-motif tradisional
yang dikembangkan dan ditambah dengan sumber ragam hias lain
khas Jawa Barat. Sumber ragam hias tersebut dapat merupakan
wakil dari wilayah-wilayah budaya Jawa Barat, maupun wilayah
pemerintahan. Secara keseluruhan terdapat 17 desain wilayah
budaya, yang masing-masing akan menempati satu juz berlainan
Pembagian ragam hias wilayah budaya dan juz dirinci sebagai
berikut:
o Motif Teh I: Juz 1 dan 18
o Motif Banten: Juz 2 dan 19
o Motif Teh II: Juz 3 dan 20
o Motif Bogor, Sukabumi, Cianjur, Tanggerang, dan Betawi juz 4
dan 21
o Motif Indramayu: Juz 5 dan 22
o Motif Cirebon: Juz 6 dan 23
o Motif Padi: Juz 7 dan 24
o Motif Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang juz 8 dan 25
o Motif Ciamis, Banjar: Juz 9 dan 26
27
o Motif Kina: Juz 11 dan 28
o Motif Garut: Juz 12 dan 29
o Motif Sumedang: Juz 13 dan 30
o Motif Bandung (Patrakomala): Juz 14
o Motif Gandaria: Juz 15
o Motif Hanjuang: Juz 16
o Motif Kuningan, Majalengka, Cirebon
o Indramayu: Juz 17
Gambar 2. 14 Mushaf Sundawi
28
Gambar 2. 15
Mushaf Sundawi Halaman Iluminasi Awal Mushaf (Surat Al-Fatihah Dan Awal Surah Al-Baqarah)
Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara
Gambar 2. 16
Mushaf Sundawi Halaman Iluminasi Akhir Mushaf (Surat Al-Fatihah Dan Awal Surah Al-Baqarah)
Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara
3. Mushaf Kalimantan
Kalimantan Barat mempunyai mushaf dengan ragam hias khas Kalimantan
Barat. Setiap mushaf indah kontemporer sebagaimana mushaf-mushaf
29 kekayaan ragam hias lokal. Ragam hias mushaf Kalimantan Barat
memenuhi seluruh permukaan halaman dengan warna lembut kebiruan.
Berbeda dengan mushaf indah lainnya, tanda-tanda seperti juz dan ruku' di
pinggir halaman berada di dalam bingkai iluminasi, dipisahkan dengan garis
vertikal.
Gambar 2. 17
Mushaf Kalimantan Barat Halaman Judul Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara
Gambar 2. 18
30
Gambar 2. 19
Mushaf Kalimantan Barat Halaman Tengah (Awal Surat Al-Kahf) Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara
Gambar 2. 20
Mushaf Kalimantan Barat Halaman Akhir (Surat Al-Falaq Dan An-Nas) Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara
4. Mushaf Pusaka KeratonYogyakarta
Salah satu mushaf dari kesultanan nusantara adalah “KanjengKiai Qur’an”,
salah satu pusaka Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Qur’an ini
berukuran 40 x 28 cm, tebal 575 halaman. Naskah Qur’an ini sangat
31 istimewa terdapat di bagian awal, tengah dan akhir Qur’an. “Kanjeng Kiai
Qur’an” pada awalnya adalah milik Kanjeng Gusti Raden Ayu Sekar
Kedhaton, putri Sultan Hamengkubuwana II (1772-1828)
Gambar 2. 21
Mushaf Yogyakarta Iluminasi Awal Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara
Gambar 2. 22
32
Gambar 2. 23
Mushaf Yogyakarta Iluminasi Tengah Mushaf Pada Permulaan Surat Al-Kahf
Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara
Gambar 2. 24
33
5. Mushaf At-Tin
Mushaf ini dibuat untuk sebuah ketulusan dalam meghormati dan
mengingat kita terhadap jasa Hj. Fatimah Siti Hartinah Soeharto sebagai
ibu keluarga maupun ibu negara terhadap keluarga maupun bangsanya.
Mushaf ini bagaikan sebuah monumen simbolik yang menyitratkan makna
sebuah penghormatan dan penghargaan yang bersifat spiritual. Mushaf ini
mempunyai bobot dan kualitas seperti:
Benar dan mudah dibaca
Menulis indah kaligrafi Qur’an walau bagimanapun harus memenuhi
standar Qur’an Indonesia yang mengacu kepada kaidah Usmani dan
mudah dibaca oleh semua kalangan dan bangsa. Hal ini perlu
ditekankan karena ternyata ada beberapa mushaf yang kaligrafinya
indah tetapi agak sukar dibaca, apalagi oleh pemula.
Memiliki seni yang tinggi
Mushaf ini bukanlah mushaf Qur’an seperti biasa yang kita lihat dan
kita pakai secara praktis sehari-hari. Tetapi sebuah mushaf yang
dirancang demikian indah dan berseni sehingga kita tambah terpikat
untuk membacanya dan menelaahnya. Keindahan terlihat pada
iluminasi yang dibuat secara professional oleh ahli yang
berkompeten.
Menunjukan ciri kebangsaan
Mushaf ini bukan mushaf tiruan yang ada di dunia. Mushaf ini adalah
original kreativitas putra-putri bangsa Indonesia. Hal ini terlihat dari
34 sebagai hal yang membuat mushaf ini tampak beda namun tetap
sahih
Gambar 2. 25
Mushaf At-Tin Kaligrafi iluminasi Surat Al-Fatihah Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara
Gambar 2. 26
Mushaf At-Tin Kaligrafi Iluminasi Akhir Mushaf Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara
6. Mushaf Wonosobo
Penulisan mushaf dimulai Oktober 1991 – Desember 1992. Ornamen yang
dipakai adalah ornamen khas Indonesia dengan motif tumbuh-tumbuhan
bertuliskan Al-Asy’ariyah agar nama pesantren tersebut terukir disana. Khat
35 tradisional karena ukuran kertasnya besar, jadi huruf dan ornamennya juga
lebih lebar. Maka digunakan gambung wuluh yang diraut menjadi mata
pena yang besarnya sesuai. Mushaf Wonosobo ditulis dalam kondisi suci
dan pembuatannya pun dalam ruangan khusus yang tertutup. Orang yang
datang ke ruangan kerja tidak diperkenankan menyentuh mushaf. Hasilnya,
terciptalah al-Qur’an terbesar yang pertaman dibuat. Mushaf ini ditulis
selama 14 bulan, dari tanggal 16 Oktober 1991 hingga 7 Desember 1992.
Ukuran halaman 145 x 195 cm, dan ukuran teks 80 x 130 cm, ditulis dengan
khat naskhi, dihiasi dengan ditulis di atas kertas karton manila putih
Gambar 2. 27 Mushaf Wonosobo
Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara
7. Mushaf Aceh
Al-Qur’an dari Aceh mudah dikenal dari bentuk dan hiasannya, Al-Qur’an
dari Aceh memiliki gaya khas dan biasanya mudah diidentifikasi dengan
jelas melalui pola dasar, motif dasar dan pewarnaanya. Iluminasi dua
halaman simetris diawal Al-Qur’an berisi surat Al-Fatihah dan Al-Baqarah.
36 ke-16 banyak yang mengesankan seakan-akan Al-Qur’an itu di bagi
menjadi dua bagian meskipun dua bagian itu selalu dalam satu jilid.
Pembagian tersebut kadang-kadang tampak cukup jelas karena di akhir juz
15 banyak yang ditandai semacam garis khusus berbentuk segitiga bahkan
dibubuhi kata Tamm.
Pola dasar iluminasi Al-Qur’an khas Aceh biasanya dicirikan dengan;
Bentuk persegi dengan garis vertikal disisi kanan dan kiri yang
menonjol keatas dan ke bawah, biasanya dalam bentuk lancip dan
lengkungan.
Bentuk semacam kubah diatas, bawah dan sisi luar.
Hiasan semacam kuncup diatas macam-macam kubah tersebut.
Hiasan sepasang sayap kecil disebelah kiri dan kanan halaman
iluminasi.
Iluminasi khas tersebut tidak hanya terdapat dalam Al-Qur’an namun juga
dalam naskah-naskah keagamaan selain Al-Qur’an. Warna yang dipakai
terutama adalah merah, kuning, hitam dan putih namun tidak menggunakan
tinta atau cat putih tetapi warna kertasnya itu sendiri. Warna biru adalah
warna lain yang khusus digunakan dalam pola iluminasi mushaf aceh yang
berbeda. Dalam masa Al-Qur’an, kaligrafi khas unik Aceh muncul dalam
nisf, rubu’ dan tsumun yang terletak di sisi luar halaman teks Al-Qur’an. Dalam sebagian naskah, tulisan yang merupakan tanda baca tersebut
tampak tidak mengutamakan keterbacaan namun lebih mengedepankan
37 segi huruf, komposisi tulisan tersebut tidak mudah dibaca, namun
tampaknya memang bukan keterbacaan itu yang ingin dicapai penulisnya,
melainkan sekedar memberikan tanda bahwa ditempat tersebut terdapat
tanda baca. Dan komposisi artistik tersebut disesuaikan dengan motif
hiasan floral khas Aceh.
Gambar 2. 28 Mushaf Aceh
Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara
8. Mushaf Cirebon
Mushaf sarung batik berasal dari kesultanan Cirebon-Jabar, lengkap 30 juz
dan dijilid ulang. Mushaf ini ditulis di atas kertas Eropa yang memiliki
watermark Pro Patria. Ukurannya 42 cm x 27 cm, dan tebalnya 6 cm. warna
teks adalah hitam. Jumlah baris dalam mushaf ini biasanya adalah 15 baris.
Sistem penulisannya mengalir apa adanya, akhir halaman tidak mesti
diakhiri dengan akhir ayat. Pada bagian versi dari setiap folio terdapat kata
alihan. Hiasan pada mushaf ini juga terdapat pada ummul Qur’an, nisf Qur’an dan khatmul Qur’an. Mushaf ini tergolong unik karena hiasan pada
38 Pola ini belum pernah terindentivikasi sebelumnya. Fungsi hiasan seperti
ini belum diketahui dengan jelas, tetapi dapat diduga hal itu melambangkan
bahwa Allah Maha Melihat, bahkan pada hal-hal yang paling dalam.
Sementara pada hiasan pada awal dan akhir mushaf memiliki pola yang
sama, yakni berupa dua buah bingkai berhias yang diletakkan secara
berhadapan pada halaman kiri dan kanan. Bingkai teks berupa kotak tebal
yang diisi hiasan bermotif tumbuhan dan di tiga sisinya terdapat sayap
seperti kubah masjid, yang juga diisi dengan hiasan dan bentuk setengah
lingkaran bermotif tumbuhan. Bingkai kepala pada mushaf batik Cirebon
sama dengan bingkai teks ayat, yakni berupa garis sebanyak empat lajur
dengan pola merah-hitam-hitam-hitam. Nama surat, keterangan jumlah
ayat, dan keterangan tempat turunnya surat details dengan kaligrafi tsulus
berwarna merah. Pada tepi halaman mushaf ini hanya terdapat hiasan
untuk tanda juz. Tanda-tanda lain yang menunjukkan hizb, rubu’, nisf,
tsumun, asyr dibuat dengan kaligrafi tsulus dengan tinta berwarna merah tanpa diberi hiasan tertentu. Hiasan tanda juz berbentuk lingkaran dengan
empat buah garis lingkaran. Pada bagian tengahnya diberi latar warna
merah atau biru. Bagian luar lingkaran dihias dengan motif tumbuhan,
sebagian dihias pada bagian bawah dan atasnya dengan motif bunga dan
dedaunan yang meruncing ke masing-masing ujungnya. Tulisan juz yang
menunjukkan juz bersangkutan ditulis dengan angka, bukan dengan huruf
39
Gambar 2. 29 Mushaf Cirebon
Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara
9. Mushaf Pusaka
Mushaf Pusaka ini adalah “Al-Qur’an Sudut”, yaitu setiap halaman berkahir
dengan ayat penuh, tidak bersambung ke halaman berikutnya. Al-Qur’an ini
berukuran halaman 75 x 100 cm, ukuran teks 50 x 80 cm, ditulis di atas
kertas karton manila putih, dengan khat Naskhi
Gambar 2. 30 Mushaf Pusaka
40
10. Mushaf Al-Qur’an Standar Braille
Ditulis dengan huruf Arab Braille, yang berbentuk titik yang menonjol,
seperti halnya huruf-huruf Latin Braille. Dimaksudkan untuk membantu para
tuna netra untuk belajar dan membaca Al-Qur’an
Gambar 2. 31 Standar Braille
Sumber: Mushaf-Mushaf Al-Qur’an Nusantara
2.3 Studi Ergonomi dan Antropometri
Studi ergonomi dan antropometri merupakan persyaratan ruangan sebagai
fungsi utama dari museum. Beberapa persyaratan teknis ruang pamer
sebagai berikut:
2.3.1 Studi Ergonomi
Ergonomi berkenan dengan optimasi, efisien, kesehatan, keselamatan dan
kenyamanan manusia dalam beraktifitas. Di dalam ergonomi dibutuhkan
studi tentang sistem manusia, fasilitas dan lingkungannya yang saling
41 Pameran Museum tata penyajian koleksi yang merupakan suatu kegiatan
teknik penataan koleksi pada ruangan tetap maupun tidak tetap yang diatur
menurut suatu sistem tertentu, sehingga menjadi satu kesatuan yang
harmonis, komunikatif, informatif, dan edukatif. (Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1993)
a. Jalur Sirkulasi di Dalam Ruang Pamer
Jalur sirkulasi di dalam ruang pamer harus dapat menyampaikan informasi,
membantu pengunjung mamahami koleksi yang dipamerkan. Penentuan
jalur sirkulasi bergantung juga pada alur cerita yang ingin disampaikan
dalam pameran.
Gambar 2. 32
Jalur Sirkulasi di Dalam Ruang Pamer Sumber: Neufert, Data Arsitek, 2006
b. Pencahayaan dan Penghawaan
Pencahayaan dan penghawaan merupakan aspek teknis utama yang perlu
diperhatikan untuk membantu memperlambat proses pelapukan dari
42 disarankan adalah 50% dengan suhu 20°C-26°C. Indentitas cahaya yang
disarankan sebesar 50 lux dengan meminimalisir radiasi ultra violet.
Beberapa ketentuan dan contoh penggunaan cahaya alami pada museum
sebagai berikut:
Gambar 2. 33
Penggunaan Cahaya Alami Pada Museum Sumber: Neufert, Data Arsitek, 2006
c. Arah Pencahayaan
Menurut Neufert (2006) secara garis besar arah pencahayaan dapat dibagi
menjadi:
1. Pencahayaan ke bawah (downlight)
Arah pencahayaan datang dari atas dan menyinari obyek yang ada di
bawahnya, sifat pencahayaannya merata.
2. Pencahayaan ke atas (Uplight)
Arah cahaya dari bawah ke atas, di mana posisi lampu dihadapkan ke
atas, efek yang ditimbulkan yaitu kesan megah dan memunculkan
43 3. Pencahayaan dari belakang (Backlight)
Cahaya berasal dari belakang obyek, kesan yang akan muncul yaitu
membuat bentuk obyek lebih jelas terlihat, memberi aksentuasi pada
obyek.
4. Pencahayaan samping (Sidelight)
Arah cahaya dari samping untuk memberikan penekanan pada
elemen-elemen dari obyek tertentu yang menjadi aksen
5. Pencahayaan dari depan (Frontlight)
Cahaya datang dari depan obyek, memberi kesan natural dan apa
adanya. Macam–macam penerangan dalam ruang bagian dalam
menurut Neufert (2006), yaitu: Penerangan simetris langsung,
diutamakan untuk penerangan umum ruang kerja, rapat, lalu lintas
publik dan zona sirkulasi. Beberapa jenis lampu pada penerangan
simetris langsung:
1. Lampu sorot – lampu raster:
Dipasang pada dinding untuk penerangan yang merata.
2. Lampu sorot dengan rel:
Penerangan dinding yang merata dengan bagian ruang. Kuat
penerangan mencapai 500 lux. Contohnya lampu pijar halogen.
3. Lampu sorot untuk instalasi langit – langit:
Mengarah langsung ke arah dinding, contohnya lampu halogen
44 4. Lampu sorot terarah cahaya mengarah ke bawah:
Lampu yang dapat digunakan adalah lampu pijar halogen,
terutama lampu halogen voltase rendah.
Gambar 2. 34
Jenis–jenis Penerangan Langsung Sumber: Neufert, Ernst. Data Arsitek Jilid 1, Jakarta: Erlangga
Penerangan tidak langsung
Beberapa jenis lampu yang umumnya digunakan dalam sistem penerangan
tidak langsung:
1. Lampu sorot langit–langit, lampu sorot lantai:
Untuk penerangan bidang langit–langit atau bidang lantai.
2. Lampu dinding:
Untuk penerangan dinding dekorasi, dapat juga untuk penerangan
45 3. Lampu sorot dinding – rel aliran:
Merupakan lampu yang umumnya dipasang di ruang pameran dan
museum. Tingkat penerangan vertikal sebesar 50 lux, 150 lux dan 300
lux, contoh lampu yang umumnya digunakan adalah lampu pijar.
4. Lampu sorot rel aliran
Gambar 2. 35
Jenis–jenis Penerangan Tidak Langsung Sumber: Neufert, Ernst. Data Arsitek Jilid 1, Jakarta: Erlangga
2.3.2 Studi Antropometri
Menurut Panero dan Zelnik (2003), untuk mempermudahkan pengunjung
dalam melihat, menikmati, dan menapresiasikan koleksi, maka perletakan
peraga atau koleksi turut berperan. Secara otomatis memusatkan mata
tersebut atas display pada jarak yang dibutuhkan.jarak minimal dari
seseorang pengamat hinga ke display sebesar antara 13 sampai dengan
16 inci atau 33 sampai dengan 40,6 cm; jarak optimal antara 18 sampai
dengan 22 inci atau 45,7 sampai dengan 55,9 cm; dan jarak maksimal
46
Gambar 2. 36 Sudut Pandang Manusia
Sumber: Panero Dan Zelnik, Dimensi Manusia & Ruang Interior, 2003
Gerakan kepala pada bidang transversal atau horisontal. Secara
antropometrik, gerakkan ini disebut sebagai “rotasi leher” dengan rentang
45 derajat kearah kiri atau kanan tanpa menimbulkan ketegangan atau
ketidaknyamanan bagi sebagian orang. Rotasi tiga arah yang sederhana
dari seorang pembaca akan menunjukan peningkatan yang besar dalam
area tersebut, yang dapat ditandai dari sebuah lokasi tunggal yang sudah
47
Gambar 2. 37
Pergeran Kepala Dalam Bidang Horisontal Sumber: Panero Dan Zelnik, Dimensi Manusia & Ruang Interior, 2003
Gerakan kepala pada bidang vertikal, rentang mulai 0 derajat sampai
dengan 30 derajat pada arah yang lain dapat menimbulkan
ketidaknyamanan. Secara antropometri, gerakan ini disebut sebagai “fleksi
leher”.
Gambar 2. 38
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut hasil sensus Penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun
2010 Indonesia merupakan negara dengan penduduk Islam terbesar di
dunia dengan total 207.176.162. Agama Islam masuk ke Indonesia secara
berangsur- angsur dan dimulai pada abad ketujuh Masehi dimana pada
saat itu para saudagar datang dari Arab, China maupun dari Gujarat datang
dengan tujuan untuk berdagang namun secara tidak langsung mereka
menyebarkan agama Islam kepada beberapa orang di Indonesia
khususnya Indonesia bagian barat (Hasjmy, 1990:3)
Dalam Islam terdapat berbagai sumber ajaran, salah satunya adalah Al
Qur’an. Al Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW dan beliau wajib menyampaikan wahyu tersebut
kepada umatnya, sebagai pedoman hidup bagi seluruh umat Islam yang
ada di dunia. Menurut bahasa, kata Al Qur’an berasal dari kata qaraa yang berarti bacaan, kumpulan atau himpunan. Al Qur’an diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW tidak sekaligus tetapi turun secara
berangsur-angsur dalam jangka waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari. Urutan Al Qur’an pada
saat turun tidak sebagaimana susunan yang ada sekarang, tetapi turun
2 Syauki, 2003:19), setiap kali turun ayat baru, Rasulullah SAW langsung
memerintahkan kepada para sahabat untuk menghafalkannya, kemudian
mencatatnya diatas lembaran yang tersedia pada saat itu seperti: batu, kulit
binatang, dedaunan, pelepah kurma, dan lain-lain.
Pengumpulan lembaran Al Qur’an pada dasarnya telah dilakukan pada saat
Rasulullah masih hidup, hanya saja pengumpulan Al Quran dalam bentuk
susunan ayat dan surat dengan sempurna belum dilakukan. Hingga pada
saat pemerintahan Khalifah Abu Bakar banyak hafidz (para sahabat yang
menghafal Al Qur’an) yang gugur dalam peperangan melawan orang-orang
murtad, sehingga Abu Bakar mulai melakukan usaha pengumpulan Al
Qur’an. Khalifah Abu Bakar membentuk panitia penyusunan mushaf
(lembaran-lembaran) Al Qur’an, sedangkan pembukuan Al Qur’an selesai
pada masa pemerintahan Usman bin Affan. Seteleh Al Qur’an selesai
dibukukan oleh Khalifah Usman bin Affan beliau menyimpan mushaf Al
Qur’an yang aslinya dirumahnya, dan yang lainnya disebar diberbagai
daerah sebagai rujukan dan dasar pemerintahan di daerah-daerah yang
menjadi kekuasaan Islam. Sejak saat itu mushaf Al Qur’an yang disebarkan
tersebut menjadi standar penulisan mushaf-mushaf Al Qur’an, selanjutnya
tersebar di dunia Islam. Sampai sekarang Al Qur’an tersebar di seluruh
dunia tetap sama tidak ada perbedaan didalamnya, terjaga keaslian dan
3 Nusantara merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan wilayah
kepulauan yang membentang dari Sumatera sampai Papua. Pasai menjadi
kerajaan pertama di Nusantara yang secara resmi memeluk Islam, Pasai
adalah sebuah kerajaan yang berdiri tahun 1290 dengan raja pertamanya
Sultan Malik Al-saleh. Kerajaan Samudra Pasai terletak di Aceh Utara, tidak
jauh dari Pasai ibu kota kerajaan kemudian pindah ke Pasai sehingga
kerajaan tersebut menjadi Samudra Pasai. Letak kerajaan Samudra Pasai
sangatlah strategis dan merupakan pintu gerbang yang memasuki
Indonesia bagian barat. Kerajaan itu pun merupakan tempat berkumpulnya
saudagar-saudagar islam dari Gujarat, Persia, Cina, dan Arab sehingga
diperkirakan Samudra Pasai telah bersinggungan dengan islam sejak abad
ke-8 pada akhir abad ke-13 sudah menjadi kerajaan Islam (Prawoto,
2006:85). Islam sangat pesat berkembang di nusantara sehingga
melahirkan kecintaan, terwujud antara lain dengan munculnya berbagai
naskah dan mushaf Al-Qur`an Nusantara. Mulai dari khath, khath adalah rangkaian huruf-huruf hijaiyah yang memuat ayat-ayat Al- Qur`an maupun
Al-Hadist ataupun kalimat hikmah di mana rangkaian huruf-huruf itu dibuat
dengan proporsi yang sesuai, baik jarak maupun ketepatan sapuan huruf
(Rahman :2006). Hingga aneka corak iluminasi (pancaran) semua itu
dipengaruhi keragaman alam, etnis, dan kekayaan budaya bangsa
Indonesia.
Indonesia sebagai negara yang mempunyai penduduk Islam terbesar di
4 sebagai tempat belajar memahami Al-Qur’an dan belajar kaligrafi Al-Qur’an.
Museum Al-Qur’an merupakan salah satu solusi untuk menjawab
kebutuhan masyarakat muslim tersebut. Selain itu dengan adanya museum
Al-Qur’an, masyarakat muslim juga mendapatkan pengetahuan tentang
sejarah perkembangan Islam khususnya Islam di nusantara.
Gambar 1. 1 Museum Bayt Al-Qur’an
Sumber: http://www.tamanmini.com/museum/bayt-al-quran-dan-museum-istiqlal, diakses pada 31 Juli 2015
1.2 Gagasan / Ide Perancangan
Dari latar belakang di atas tema yang diusung dalam perancangan Museum
Al-Qur’an Nusantara adalah “Nur” diambil dari bahasa Arab yang artinya
cahaya, maksud dari cahaya itu yang dapat menerangi manusia di dalam
kegelapan. Tema ini dipilih karena bertujuan untuk mengingatkan kepada
5 tersesat pada perbuatan yang merusak iman kita di dunia. Tidak ada
petunjuk bagi umat Islam kecuali membaca Al-Qur’an, karena selain
sebagai sumber hukum umat Islam dengan membaca dan memahami isi
kandungan dari Al-Qur’an akan membimbing manusia ke jalan yang benar
serta mamberikan efek ketenangan dalam menjalani hidup di dunia, karena
telah mengikuti perintah Allah dan menjauhi semua laranganNya.
Ketenangan:
Ruang : Denah yang teratur
Pencahayaan : Menimbulkan efek ketenangan bagi pengunjung
Sirkulasi : Sederhana
Karakter yang ingin ditampilkan diatas adalah karakter ruang yang tenang
dan tegas. Hal ini untuk menampilkan Al-Qur’an yang menjadi dasar hukum
umat Islam, ketenangan ditunjukkan dalam garis lurus yang diterapkan
dalam bentukan denah, sirkulasi, maupun furniture.
Dalam perancangan Museum Al-Qur’an Nusantara, pengayaan yang akan
digunakan adalah minimalis geometris. Minimalis yaitu metode
perancangan yang fungsinya terpenuhi dengan elemet paling mendasar
dan sederhana. Maksud dari dasar itu adalah Al-Qur’an sebagai dasar iman
kepada Allah SWT, sedangkan sederhana memiliki arti manusia tidak boleh
bangga terhadap dirinya sendiri karena manusia beserta isinya diciptakan
oleh Allah SWT. Sedangkan geometris adalah dengan mengubah susunan
pola ragam hias tak beraturan dan tetap memperhatikan segi keindahan,
6 garis silang, segitiga dan lingkaran. Pola bidang tersebut merupakan pola
geometris yang bentuknya teratur.
Gambar 1. 2
Pola Geometris Bentuk Teratur Sumber: Dokumen pribadi, (2015)
1.3 Fokus Permasalahan
Beberapa pokok permasalahan yang timbul berdasarkan latar belakang
masalah, yaitu:
1. Indonesia memiliki berbagai mushaf dari seluruh nusantara sehingga
perlu di dokumentasikan
2. Material kertas Al-Qur’an rentan akan berbagai faktor seperti usia,
kelembaban dan suhu
3. Perlunya dirancang teknik pen-display-an untuk Al-Qur’an dan lembar-lembar mushaf Al-Qur’an.
1.4 Permasalahan Perancangan
Museum Al-Qur’an Nusantara pada perancangannya memiliki beberapa
poin-poin permasalahan yaitu:
1. Bagaimana merancang interior museum yang dapat memberikan
sebuah tempat pengetahuan dan pelestarian warisan mushaf
7 2. Bagaimana sistem perawatan yang akan diterapkan pada materi
pamer yang dapat rentan oleh usia, kelembaban dan suhu?
3. Desain furniture seperti apakah yang tepat dan akan digunakan
sebagai desain media display Al-Qur’an Nusantara dan furnitur lainnya yang akan digunakan pada museum?
1.5 Maksud dan Tujuan Perancangan
Perancangan Museum Al-Qur’an Nusantara ini dimaksudkan untuk:
1. Menciptakan sarana edukasi sekaligus sarana hiburan bagi
masyarakat.
2. Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan masyarakat tentang
Al-Qur’an dan sejarahnya.
3. Sebagai fasilitas belajar memahami Al-Qur’an dan belajar kaligrafi
Al-Qur’an
4. Mendokumentasikan seluruh informasi mengenai Al-Qur’an
se-nusantara.
Agar maksud perancangan di atas dapat terlaksana, maka ada beberapa
tujuan perancangan yang perlu di capai, yaitu:
1. Untuk mendesain ruang dalam (interior) dari sebuah museum dengan
konsep dan tema tertentu sehingga informasi yang disampaikan dapat
diterima dengan baik dan jelas oleh pengunjung museum tersebut
2. Sirkulasi dan penataan fasilitas yang sesuai, akan dapat memberikan
8 3. Memberikan sebuah fasilitas dan sarana pendidikan yang lebih mudah