• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. menambahkan atribut selain koleksi utamanya sehingga berpotensi berubahnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. menambahkan atribut selain koleksi utamanya sehingga berpotensi berubahnya"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Belakangan ini terjadi perubahan atribut beberapa museum di Ubud untuk dapat lebih menarik minat wisatawan mengunjungi museum sebagai daya tarik wisata budaya. Beberapa museum berusaha menambah koleksinya, dan menambahkan atribut selain koleksi utamanya sehingga berpotensi berubahnya idealisme, fungsi, dan peran museum. Museum sebagai lembaga pelestari budaya, pendidikan bagi masyarakat, dan rekreasi yang menarik serta berkualitas bagi wisatawan mesti tetap dapat dipertahankan.

Dari sisi pengelolaan museum sebagai daya tarik wisata, pengelola dituntut mampu memenuhi harapan wisatawan sebagai pengunjungnya. Pada sisi yang lainnya, pengelola berjuang untuk dapat mempertahankan museumnya agar tetap memiliki idealisme sebagai lembaga pelestari budaya, pendidikan bagi masyarakat, dan rekreasi bagi wisatawan. Tantangan lain yang dihadapi oleh para pengelola museum adalah semakin berkembangnya daya tarik wisata lainnya, seperti adanya penambahan atribut destinasi wisata Ubud, semula dikenal sebagai destinasi wisata dengan daya tarik kesenian seperti tari, museum, dan kini bertambah menjadi destinasi yoga, adventure, dan sebagainya. Melihat situasi tersebut, maka perlu diteliti apakah museum masih menjadi daya tarik wisata yang kuat untuk Ubud?.

Penelitian ini adalah penelitian kepariwisataan khususnya pariwisata budaya, dengan objek museum sebagai daya tarik wisata budaya. Penelitian ini

(2)

menjelaskan fungsi dan peran museum sebagai daya tarik wisata budaya menurut para pengelolanya, dan menurut para wisatawan. Peran dan fungsi museum juga berhubungan dengan komponen pariwisata lainnya seperti usaha akomodasi, usaha perjalanan wisata, dan pemerintah sebagai regulator museum sebagai lembaga pelestari budaya dan pendidikan masyarakat. Peran dan fungsi ganda yang diemban oleh museum sebagai daya tarik wisata budaya dan pendidikan bagi masyarakat mendukung visi pembangunan pariwisata Bali. Pembangunan pariwisata Bali yang memiliki visi pembangunan pariwisata budaya yang berkualitas dan berkelanjutan serta memiliki daya saing yang berlandaskan Tri Hita Karana mengindikasikan bahwa museum perlu mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai pemangku kepentingan pariwisata Bali. Menurut Markovic.,

et al (2013:202) museum memiliki peran penting sebagai aset dalam

pembangunan pariwisata berkelanjutan khususnya pada pariwisata yang berbasis budaya dan peningggalan sejarah.

“The museum is an institution which acquires, conserves, researches, communicates, and exhibits, for purposes of study, education, and enjoyment, material evidence of people and their environment. Hence, the role of museums is not just to protect tangible and intangible cultural heritage, but also includes increasing its accessibility and shifting the focus from conservation towards the audience. Therefore, museums can be seen as an important asset that contributes to the development of sustainable tourism by using the cultural and heritage tourism context” (Markovic., et al., 2013:202)

Markovic., et al (2013:202) menjelaskan bahwa museum adalah lembaga yang mengemban peran pokok sebagai lembaga yang melestarikan, meneliti, mengkomunikasikan, dan memamerkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan rekreasi. Peran museum yang penting tersebut,

(3)

bukan hanya untuk melindungi warisan budaya yang berwujud maupun tidak berwujud, tetapi juga mencakup peningkatan aksesibilitas terhadap benda-benda yang dilestarikan baik untuk masyarakat domestik maupun masyarakat mancanegara.

Bagi Bali yang mengusung pariwisata budaya, peran museum tidak hanya berperan sebagai lembaga yang memberikan informasi dan pelayanan kepada publik atau wisatawan tentang fungsi serta makna suatu artefak ataupun event tertentu, namun sesungguhnya memiliki ideologi yang sama dengan pariwisata budaya yang dikembangkan di Bali. Saat ini, wisatawan pada umumnya cenderung ingin memahami tentang asal-usul kebudayaan masa lalu yang dianggap masih autentik. Wisatawan juga ingin memahami kebudayaan yang berbeda dengan yang mereka miliki. Dalam konteks ini, museum adalah tempat wisatawan untuk dapat melihat dan memahami warisan budaya masa lalu dari etnik lain, yang berasal dari kurun waktu yang berbeda (Ardika, 2012). Berdasarkan pada pendapat Markovic., et al (2013) dan (Ardika, 2012) dapat dikatakan bahwa ada persamaan antara idealisme yang diusung oleh museum dan idealisme pariwisata budaya yakni memiliki persamaan yang cukup kuat dalam hal idealisme pelestarian budaya.

Sejak era-reformasi tahun 1998 dan otonomi daerah terjadi perubahan yang cukup mendasar dalam pengelolaan organisasi di Indonesia termasuk juga museum. Organisasi atau lembaga museum terutama yang berada di bawah pengelolaan pemerintah pusat juga mengalami desentralisasi, dengan cara menyerahkan pengelolaan museum tertentu ke pemerintah daerahnya

(4)

masing-masing dalam hal ini pada pemerintah kabupaten/kota, misalnya museum Bali sebelum otonomi daerah menjadi kewenangan pemerintah pusat, namun saat ini diserahkan kewenangannya pada pemerintah melalui UPT Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. Otonomi daerah mendorong pemerintah daerah berlomba-lomba mendirikan dan membenahi museum di daerahnya masing-masing. Desentralisasi pengelolaan museum tersebut dapat menimbulkan lunturnya idealisme dari fungsi utama sebuah museum jika harus diperankan pada fungsi lainnya.

Selain idealisme yang luhur, fungsi utama dari museum mesti dapat dipertahankan. Pada konteks museum-museum yang ada di kawasan Ubud, rupanya telah mengalami perubahan terhadap fungsinya yang saat ini berfungsi ganda sebagai lembaga pelestarian budaya dan juga sebagai daya tarik wisata budaya. Museum sebagai daya tarik wisata budaya khususnya bagi kawasan Ubud, memerlukan kajian secara empiris agar masalah-masalah yang berhubungan dengan pemanfaatan museum sebagai daya tarik wisata dapat menunjang keberkelanjutan pariwisata Bali tanpa menghilangkan idealisme, peran dan fungsi utamanya.

Pada era-otonomi daerah saat ini, kemandirian dan keberlanjutan museum yang difungsikan sebagai daya tarik wisata, pemanfaatan yang baik rupanya menjadi faktor kuncinya dan menjadi penentu dari keberlanjutan dari sebuah museum. Penataan museum yang baik bertujuan agar operasional dari museum tetap dapat mempertahankan sebagai fungsi pendidikan untuk masyarakat. Penataan sumberdaya manusia yang profesional dibidang museum dan pelayanannya juga menjadi faktor penentu keberlanjutan dari museum sebagai

(5)

daya tarik wisata. Pada konteks museum sebagai daya tarik wisata, rupanya pemasaran museum menjadi faktor yang semakin penting seiring persaingan destinasi yang semakin ketat khususnya persaingan di tingkat ASEAN.

Penelitian terhadap museum sebagai daya tarik wisata budaya di kawasan Ubud menjadi penting untuk dilakukan karena di kawasan Ubud dan di Kabupaten Gianyar telah berkembang beberapa daya tarik wisata selain museum. Daya tarik yang berkembang diantaranya adalah Tirta Empul, Goa Gajah, Gunung Kawi Tampaksiring, Gunung Kawi Sebatu, Yeh Pulu, Alam Sidan, Bukit Jati, Taman Burung dan Rimba Reptil, Bali Zoo Park, Wisata Gajah Taro, Bali Safari and Marine Park, Rafting Adventure, dan Rafting Sobek (Diparda Gianyar, 2014). Berhubungan dengan alasan tersebut, pemanfaatan museum yang baik dapat berdampak positif pada persepsi wisatawan terhadap museum sebagai daya tarik wisata yang berkualitas, dan dapat menjadi sarana pelestarian budaya yang mampu menjadi daya tarik wisata secara berkelanjutan. Lebih dalam daripada alasan di atas, pariwisata budaya saat ini dianggap sebagai salah satu segmen yang perkembangannya paling cepat pada industri pariwisata. Anggapan tersebut lebih dilandasi oleh adanya kecenderungan baru di kalangan wisatawan untuk mendapatkan sesuatu yang unik dan asli dari suatu kebudayaan (Ardika: 2012).

Menurut Tien (2003:3), wisatawan yang mengunjungi situs sejarah dan daya tarik budaya umumnya berpendidikan lebih tinggi dengan pendapatan lebih tinggi, tinggal lebih lama, dan cenderung membelanjakan uangnya lebih banyak dibandingkan dengan jenis wisatawan lainnya. Pariwisata budaya diyakini memiliki manfaat positif secara ekonomi dan sosial budaya yang berarti pula

(6)

bahwa pariwisata budaya juga dapat memberikan keuntungan ekonomi kepada masyarakat lokal, dan di sisi lain dapat melestarikan warisan budaya dan sekaligus berfungsi sebagai identitas masyarakat bersangkutan. Warisan budaya yang dimiliki oleh masyarakat pada sebuah destinasi dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata.

Bagi Bali yang mengusung pariwisata budaya, museum memiliki peranan yang penting dalam pembangunan pariwisata. berfungsi untuk melestarikan warisan budaya khususnya unsur budaya artefak, museum juga menjadi daya tarik wisata. Tahun 2012, di Bali terdapat 27 museum dan sebagian besar museum-museum tersebut dibangun dalam masa 20 tahun terakhir. Museum yang pertama dibangun di Bali adalah Museum Bali yang didirikan oleh Pemerintah Belanda. Museum Bali dirancang pada tahun 1910, namun baru bisa beroperasi sebagai daya tarik wisata pada tahun 1936. Museum sebagai bagian dari pariwisata budaya memamerkan karya seni, baik yang berupa warisan budaya maupun karya seni yang baru. Museum terdiri dari dua jenis yaitu: museum umum dan khusus. Museum memiliki koleksi sebagai roh atau inti dari museum. Koleksi tersebut disajikan dalam bentuk pameran baik pameran tetap maupun pameran temporer. Setiap koleksi memiliki nilai informatif yang sangat berguna untuk kehidupan masa sekarang maupun masa yang akan datang (Ilham, 2009).

Ilham (2009) juga menjelaskan bahwa koleksi museum dapat digolongkan menjadi sepuluh bagian besar sebagai berikut: (1) Etnografika, yaitu benda hasil budaya atau menggambarkan identitas suatu etnis, misalnya alat-alat teknologi tradisional, pakaian adat tradisional dan lain-lain, (2) Historika, yakni benda atau

(7)

koleksi yang mempunyai “nilai sejarah” dan menjadi objek penelitian sejarah, misalnya senjata-senjata sisa penjajah Jepang dan Belanda; (3) Geologika, yakni benda koleksi yang merupakan objek disiplin ilmu geologi antara lain meliputi batuan, mineral, fosil dan benda-benda bentukan alam lainnya; (4) Biologika, yaknibenda koleksi yang merupakan objek penelitian/dipelajari oleh disiplin ilmu biologi, misalnya tengkorak atau rangka manusia, tumbuh-tumbuhan dan hewan; (5) Numismatika dan Heraldika, yakni numismatika adalah setiap mata uang atau alat ukur yang sah, sedangkan heraldika adalah setiap tanda jasa, lambang dan tanda pangkat resmi termasuk cap/stempel; (6) Filologika, merupakan benda berupa naskah kuno yang ditulis tangan yang menguraikan sesuatu hal atau peristiwa; (7) Keramika, merupakan benda koleksi yang dibuat dari tanah liat yang dibakar berupa barang pecah belah; (8) Arkeologika, yakni benda koleksi yang merupakan hasil peninggalan budaya sejak masa prasejarah sampai masuknya pengaruh budaya barat; jenis koleksi ini merupakan hasil budaya yang menjadi objek penelitian arkeologi; (9) Koleksi Seni Rupa, yakni benda seni yang mengekspresikan pengalaman artistik manusia melalui dua atau tiga demensi; (10) Teknologika adalah benda yang menggambarkan perkembangan teknologi yang menonjol berupa peralatan dan atau hasil produksi yang dibuat oleh suatu industri/pabrik.

Menurut jenis koleksi di atas, sembilan di antaranya telah ada di Bali, dan hanya koleksi geologika yang tidak ada. Museum Bali bahkan tercatat sebagai salah satu museum umum provinsi, namun memiliki dan memamerkan benda-benda budaya dari zaman prasejarah sampai kini yang mencerminkan seluruh

(8)

unsur kebudayaan Bali antara lain koleksi arkeologi, koleksi historika, koleksi seni rupa, koleksi ethnogafika, koleksi biologika, koleksi numismatika, koleksi filologika, koleksi keramalogika dan koleksi tehnologika. Museum geologika yang ada di Bali adalah museum Gunungapi Batur sebagai pendukung Geopark Batur. Saat ini, museum yang ada di Bali, sebagaian besar telah dijadikan sebagai daya tarik wisata untuk menarik minat wisatawan nusantara maupun mancanegara.

Peran museum di beberapa negara seperti Perancis, Inggris, Amerika Serikat, Australia dan lain-lain telah berkembang sebagai usaha dalam pengembangan pariwisata. Bila mengacu kepada hasil musyawarah umum ke-11 (11th General Assembley) International Council of Museum (ICOM)di Denmark, telah dikemukakan sembilan fungsi museum sebagai berikut: (1) Pengumpulan dan pengamanan warisan alam dan budaya, (2) Dokumentasi dan penelitian ilmiah, (3) Konservasi dan preservasi, (4) Penyebaran dan pemerataan ilmu untuk umum, (5) Pengenalan dan penghayatan kesenian, (6) Pengenalan kebudayaan antar daerah dan antar bangsa, (7) Visualisasi warisan alam dan budaya, (8) Cermin pertumbuhan peradaban umat manusia, dan (9) Pembangkit rasa takwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa (Direktorat Museum, Departemen Kebudayaan dan Pariwisita, 2007). Bagi Bali, museum tidak hanya berperan penting sebagai daya tarik wisata, namun memiliki peran lain sebagai wahana pelestarian budaya, bahan kajian untuk penelitian khususnya bagi penelitian sejarah, dan fungsi penting lainnya.

(9)

Museum menurut The International Council of Museum (ICOM) adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, yang memperoleh, merawat, menghubungkan dan memamerkan untuk tujuan-tujuan studi, pendidikan, dan kesenangan, barang pembuktian manusia dan lingkungannya (Direktorat Museum, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2010:15).

“A museum is a non profit making, permanent institution in the service of society and of its development, and open public, which acquaires, conserves, research, comunicates and exhibits, for purposes of study, education and enjoyment, material evidence of people and their

environment” (Tien, 2003:2)

Menurut Tien, (2003:2), museum sebagaimana didefinisikan oleh The International Council of Museum (ICOM), merupakan lembaga yang bersifat nirlaba didirikan dengan tujuan edukasi, koleksi, konservasi, penelitian dan kesenangan. Berkenaan dengan posisi kelembagaan museum, demi kebertahanannya, hal-hal seperti pemeliharaan koleksi, pengelolaan maupun pemasaran perlu mendapat perhatian sehingga museum tetap dapat menarik wisatawan. Keberlanjutan museum perlu ditopang dengan pengelolaan yang baik dan pemeliharaan koleksi. Kedua hal ini dapat terwujud dengan strategi pemasaran yang tepat sasaran sehingga dapat meningkatkan kunjungan yang juga mempengaruhi pendapatan. Selain tujuan pendidikan, museum telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam menarik wisatawan untuk melakukan perjalanan dalam bentuk wisata sejarah dan budaya. Demikian pula pertumbuhan museum di Inggris yang sangat pesat tercatat dari tahun 1860 sampai dengan tahun 1989 berjumlah 2.500 museum (Richards, 1997:10). Kenyataan ini

(10)

menunjukan tingginya kesadaran negara-negara tersebut dalam mengembangkan museum sebagai pusat informasi sejarah dan budaya serta sebagai tempat rekreasi. Hingga saat ini, di seluruh wilayah Indonesia terdapat sekitar 268 museum, baik yang dikelola oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dikelola oleh lembaga swasta maupun perorangan (Direktorat Museum, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2007:2-3). Lembaga museum sepertinya sudah dianggap penting sebagai ciri khas suatu daerah dan merupakan salah satu tujuan kunjungan para wisatawan ke suatu daerah sehingga setiap wilayah perlu membangun museum. Di samping itu, museum sudah menjadi salah satu kebanggaan atau “pintu gerbang” suatu daerah guna mengenalkan wilayahnya, baik kondisi geografis, masyarakat, dan budayanya kepada wisatawan yang datang. Meskipun di Indonesia telah banyak dibangun museum, namun apreasiasi masyarakat akan keberadaan museum berikut informasi dan nilai koleksinya belum dapat dikatakan meningkat. Hal tersebut terbukti dengan masih sangat kurangnya kunjungan masyarakat ke museum, baik dari segi frekuensi maupun jumlahnya. Permasalahan ini merupakan gejala umum yang terjadi pada hampir seluruh museum. Salah satu penyebabnya adalah belum memadainya pengelolaan museum, yaitu yang menyangkut seluruh aspek pengelolaannya, baik dari segi administratif maupun teknis. Pemanfaatan museum saat ini masih kurang menyentuh dan mengembangkan aspek hubungan dengan masyarakat (baik berupa promosi maupun kemitraan) dengan metode yang mengena dan diterima oleh masyarakat (Direktorat Museum, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2007:2-3).

(11)

Seiring dengan berkembangnya pariwisata Bali, banyak seniman, pecinta budaya, dan masyarakat lainnya memutuskan untuk mendirikan museum sebagai wahana pelestarian budaya, pendidikan, dan fungsi lainnya yakni sebagai daya tarik wisata. Kawasan wisata Ubud sebagai salah satu destinasi wisata di Bali pada awalnya dikunjungi oleh wisatawan yang ingin mengetahui daerah ini sebagai pusat seni khususnya seni lukis. Pada awal tahun 1970-an belum ada fasilitas pendukung wisata yang berkembang; satu-satunya daya tarik wisata yang ada adalah Museum Puri Lukisan (MPL) yang merupakan Museum Lukisan yang didirikan pada tahun 1954 oleh Tjokorde Gde Agung Sukawati (Mann, 2011:21-25). Jenis lukisan yang ada di Museum Puri Lukisan didominasi oleh lukisan gaya Bali klasik. Dua pelukis Eropa yaitu Walter Spies dan Rudolf Bonnet pada tahun 1920-an hingga 1930-an memperkenalkan teknik baru/modern dalam seni lukis Bali. Tjokorde Gde Agung Sukawati bersama kedua pelukis ini menghimpun pelukis yang ada di Ubud dalam sebuah organisasi bernama “Perkumpulan Pita Maha”. Di samping melakukan pembinaan seni lukis, organisasi ini juga aktif memamerkan hasil karya anggotanya di Bali, di luar Bali dan luar negeri (Mardika, 2001:60). Dengan adanya interaksi dengan pelukis luar Bali maupun luar negeri, seni lukis Ubud mendapat masukan seperti proporsi anatomi, pencahayaan, perspektif, pewarnaan, alat-alat melukis yang lebih praktis dan efektif serta menuangkan tema lukisan realis yang mengekspresikan kehidupan sehari-hari.

Museum-museum di Bali yang telah dijadikan daya tarik wisata di saat ini adalah seperti pada Tabel 1.1 berikut ini.

(12)

Tabel 1.1

Daftar Nama Museum di Bali

No. Nama Museum Lokasi

1 Museum Bali Denpasar

2 Museum Le Mayeur Denpasar

3 Museum Lukisan Sidik Jari Denpasar

4 Bali Shell Museum Badung

5 Putrawan Museum of Tribal Art Denpasar

6 Museum Pasifika Badung

7 Museum Subak Tabanan

8 Museum Margarana Tabanan

9 Museum Situs Purbakala Jembrana

10 The Blanco Renaissance Museum Gianyar

11 Museum Puri Lukisan Gianyar

12 Agung Rai Museum of Art (ARMA) Gianyar

13 Museum Rudana Gianyar

14 Neka Art Museum Gianyar

15 Museum Pendet Gianyar

16 IB. Marka Museum Gianyar

17 Runa Jewelry Museum Gianyar

18 D’topeng Kingdom Badung

19 Museum Semarajaya Semarapura

20 Beratha Museum and Art Gallery Klungkung

21 Museum Buleleng Buleleng

22 Museum Gedong Kirtya Buleleng

23 Museum Vulkanologi Bangli

24 Museum Gunarsa Klungkung

25 Purbakala Archaelogy Museum Gianyar

26 Museum Situs Purbakala Jembrana

27 Monumen Perjuangan Rakyat Bali Denpasar Sumber: Mann (2011)

Perkumpulan Pita Maha didirikan pada tahun 1936 yang dipelopori keluarga Puri Ubud, Walter Spies dan Rudolf Bonnet, saat ini telah menjadi Yayasan Pita Maha yang memberikan pendanaan terhadap berdirinya Museum Puri Lukisan. Museum Puri Lukisan merupakan pelopor daya tarik wisata yang dikunjungi wisatawan sebelum berkembangnya museum-museum lainnya. Keluarga Puri Ubud merupakan cikal bakal pengembangan daya tarik wisata di Ubud. Bukti kepeloporannya adalah beberapa pelukis mancanegara diberikan

(13)

kemudahan oleh keluarga Puri Ubud untuk berkarya seperti pelukis misalnya Walter Spies, Rudolf Bonnet, dan Don Antonio Blanco. Mereka melukis lukisan yang bertemakan kehidupan Bali dan alam sekitarnya. Keluarga Puri Ubud memberikan kemudahan kepada Don Antonio Blanco dengan memberikan hibah sebidang tanah tempat The Blanco Renaissance Museum didirikan (Mann, 2013:89). Yayasan Pita Maha dirubah namanya menjadi Yayasan Ratna Warta tahun 1980 dan Tjokorda Gde Bagus Astika sebagai Direktur Museum, Direktur terdahulu adalah Tjokorda Raka Kerthyasa. Beliau melakukan perbaikan terhadap lukisan yang rusak dan bahkan merestorasi beberapa lukisan yang rusaknya parah ke luar negeri untuk melakukan langkah-langkah restorasi. Begitu pula Tjokorda Putra Sukawati yang saat ini menjadi Direktur Museum Puri Lukisan melakukan perluasan pembangunan sejumnlah tujuh gedung sehingga jumlah gedung menjadi sepuluh (Sarojini, 2010:67).

Dengan bertambahnya kunjungan wisatawan yang datang ke Ubud penduduk setempat menjajakan cinderamata termasuk lukisan, mereka (para pedagang) biasanya menjajakan dagangannya di depan Museum Puri Lukisan. Keberuntungan dari mereka sebagai pemula yang terjun di sektor pariwisata memberikan berkah untuk memulai suatu usaha seperti pada tahun 1976. Museum Puri Lukisan, Museum Seni Neka juga merupakan suatu daya tarik yang dikunjungi wisatawan yang ingin mengetahui dan memahami perkembangan dan isi dari lukisan Bali dari jaman klasik sampai dengan jaman modern. Pada tahun 1978, Galeri Agung Rai yang selanjutnya membangun Agung Rai Museum of Art (ARMA), yang saat ini menjadi salah satu daya tarik wisata di Ubud; tidak

(14)

saja mengedapankan museumnya tetapi juga memberikan gambaran tentang budaya Bali yang tertuang dalam lukisan. Datangnya para wisatawan ke Ubud dengan tujuan melihat museum dan perkembangan lukisan Bali memberikan dampak dibukanya usaha-usaha kecil seperti Warung Murni, Warung dan Penginapan Ibu Candri, Warung Nasi Babi Guling Ibu Oka dan penginapan-penginapan kecil lainnya sebagai pendukung daya tarik wisata Ubud.

Ubud sebagai kawasan wisata budaya menonjolkan museum sebagai daya tarik wisata dibandingkan daya tarik lainnya, hal ini dapat dilihat dengan banyaknya dibangun museum di kawasan tersebut. Di samping itu, pemandangan alam yang ada di Ubud dan sekitarnya serta pertunjukan kesenian berkala di berbagai tempat juga memberikan kontribusi daya tarik wisata bagi wisatawan, misalnya: puppet shadow show dan tarian legong di Puri Ubud. Pemandangan alam seperti sawah di sekitarnya, tebing sungai yang memberikan pemandangan khusus tempat didirikannya penginapan, hotel dan restoran seperti Royal Pita Maha, Cahaya Dewata, Ibah, Campuhan, Amandari, Four Seasons, penginapan Tjandri, dan Warung Murni.

Pada konteks Pariwisata Bali, Tabel 1.2 menunjukkan bahwa kunjungan wisatawan ke Bali sejak tahun 2002 sampai dengan 2014 telah mencapai peningkatan walaupun beberapa tahun sempat mengalami penurunan secara kuantitatif pada tahun 2003, 2005, dan 2006. Melihat kondisi data kuantitatif pada Tabel 1.2, nampak bahwa orientasi pariwisata Bali secara agregat masih berorientasi pada jumlah kunjungan, dan belum memperlihatkan pada aspek kualitas. Beberapa institusi Pariwisata Bali, masih mengukur keberhasilan

(15)

pariwisata dilihat dari jumlah kunjungan yang terjadi. Jika melihat pertumbuhan wisatawan yang datang ke Bali telah mencapai rata-rata 16,3% setiap tahun dan jumlahnya yang cukup besar yakni dengan rata-rata 5,9 juta wisatawan maka 27 museum yang telah berkembang di Bali, tidaklah sebanding dengan jumlah wisatawan yang datang ke Bali.

Tabel 1.2

Perkembangan Kunjungan Wisatawan ke Bali Tahun 2002-2014 Tahun Wisman Pertumbuhan Wisnus Pertumbuhan

2002 1.285.844 - 1.964.298 - 2003 993.029 -29,5% 1.906.907 -3,0% 2004 1.458.309 31,9% 2.038.186 6,4% 2005 1.386.449 -5,2% 2.408.509 15,4% 2006 1.260.317 -10,0% 2.474.787 2,7% 2007 1.664.854 24,3% 2.484.644 0,4% 2008 1.968.892 15,4% 2.898.794 14,3% 2009 2.229.945 11,7% 3.521.135 17,7% 2010 2.493.058 10,6% 4.646.343 24,2% 2011 2.756.579 9,6% 5.675.121 18,1% 2012 2.892.019 4,7% 6.063.558 6,4% 2013 3.278.598 11,8% 6.976.536 13,1% 2014 3.766.638 13,0% 6.392.460 -9,1% Rata-rata 2.110.349 7,4% 3.803.944 8,9%

Sumber: Dinas Pariwisata Provinsi Bali, (2015)

Tabel 1.2 di atas mengindikasikan bahwa pertumbuhan positif atau jumlah wisatawan yang semakin meningkat mesti diimbangi dengan berbagai pilihan daya tarik wisata. Keberadaan museum dapat menjadi pilihan bagi wisatawan sebagai daya tarik wisata yang berkualitas untuk mendukung keberlanjutan pariwisata budaya dan sekaligus untuk pelestarian budaya Bali itu sendiri. Museum sebagai daya tarik wisata budaya memegang peranan penting dalam kontribusinya untuk menarik wisatawan berkunjung ke tujuan destinasi.

(16)

Ubud memiliki sejumlah museum sebagai daya tarik wisata yang cukup terkenal di kalangan wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara dibandingkan museum lainnya di Bali. Pengelolaan museum yang lebih baik diharapkan akan mampu meningkatkan jumlah dan minat kunjungan ke museum sebagai daya tarik pariwisata Bali.

Secara umum, jumlah kunjungan ke museum yang ada di Bali pada kurun waktu enam tahun terakhir sejak tahun 2010 hingga pertengahan Mei 2015 telah mengalami pertumbuhan positif atau cenderung meningkat setiap tahunnya. Data selengkapnya dapat diuraikan seperti Tabel 1.3 berikut ini:

Tabel 1.3

Perkembangan Kunjungan Wisatawan ke Museum di Bali Tahun 2010-2015

No Nama Museum 2010 2011 2012 2013 2014 Mei-2015

1 Rudana 7.480 9.032 14.674 6.850 4.686 1.282 2 Neka 45.340 44.106 39.335 42.003 33.632 10.426 3 ARMA 9.049 8.009 17.892 23.885 29.316 4.587 4 Puri Lukisan 25.424 25.260 31.051 36.746 44.645 14.703 5 Antonio Blanco 30.154 37.298 41.311 44.637 43.695 9.037 6 Bali 38.455 31.578 29.197 26.215 42.988 13.918 7 Subak 3.042 4.422 4.399 4.433 4.627 4.251 8 Le Mayeur 7.072 6.038 5.703 4.882 5.596 1.769 9 MPRB 90.606 105.878 93.443 130.255 158.402 50.329 10 Sidik Jari 583 458 361 404 565 339 Total 201.627 272.079 277.366 320.310 368.152 110.641 Catatan: MPRB adalah Monumen Perjuangan Rakyat Bali (Bajra Sandhi)

Sumber: Dinas Pariwisata Provinsi Bali, (2015)

Tabel 1.3 memperlihatkan bahwa jumlah kunjungan wisatawan selama enam tahun (2010-2015) pada lima museum di Ubud yakni Rudana, Neka, ARMA, Puri Lukisan, dan Antonio Blangko, cenderung masih mengalami fluktuasi dan Museum Neka nampak paling populer jika dilihat dari jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung di kawasan Ubud. Sementara museum

(17)

di luar kawasan Ubud yang cukup populer jika dilihat dari jumlah kunjungannya adalah Monumen Perjuangan Rakyat Bali (MPRB Bajra Sandhi), dan Museum Bali. Secara keseluruhan, jumlah kunjungan pada museum yang ada di Bali cenderung mengalami peningkatan sejak tahun 2010 hingga tahun 2014. Kecenderungan ini menjadi indikator yang positif bahwa keberadaan museum sebagai daya tarik wisata semakin diminati oleh para wisatawan.

Terkait dengan paparan di atas, penelitian mengenai kelima museum yang berlokasi di Ubud yakni Museum Blanco, Puri Lukisan, Agung Rai Museum of Art (ARMA), Museum Rudana, dan Museum Seni Neka, penting untuk dilakukan karena secara empiris berdasarkan data kunjungan yang diperoleh selama lima tahun terakhir, cenderung berfluktuasi jika dibandingkan dengan kunjungan ke Monumen Perjuangan Rakyat Bali (MPRB Bajra Sandhi), dan Museum Bali yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan paparan empiris tersebut di atas, baik tentang jumlah kunjungan maupun pengelolaannya perlu dikaji lebih mendalam dari masing-masing museum tersebut untuk mengetahui bagaimana sebaiknya museum-museum tersebut dikelola sehingga dapat menarik lebih banyak wisatawan. Di kawasan wisata Ubud terdapat tujuh museum yaitu: Museum Blanco, Museum Puri Lukisan, Agung Rai Museum of Art (ARMA), Museum Rudana, Museum Seni Neka, Museum Pendet dan Museum Runa.

Museum Puri Lukisan (MPL) merupakan pionir dari museum-museum lainnya dan empat museum lainnya seperti: Museum Blanco, Agung Rai Museum of Art (ARMA), Museum Rudana, dan Museum Seni Neka memiliki sejarah dan popularitas di kalangan wisatawan mancanegara dan nusantara. Pemilihan kelima

(18)

museum yang ada di Ubud sebagai obyek penelitian yakni (1) Museum Puri Lukisan, (2) Museum Neka, (3) Museum Rudana, (4) Museum ARMA, dan (5) Museum Blanco. Penjajagan yang telah dilakukan pada penelitian awal, ditemukan bahwa kelima museum yang ada di Ubud merupakan daya tarik wisata utama yang diminati oleh wisatawan yang datang ke kawasan Wisata Ubud, walaupun masih ada daya tarik wisata lainnya di Ubud, namun hanya sebagai penunjang saja, seperti Monkey Forest, Puri Ubud dan wisata kuliner.

Museum memiliki potensi tinggi sebagai daya tarik wisata khususnya Bali yang telah menyebut diri sebagai destinasi pariwisata budaya, namun cukup disayangkan bahwa museum sering diposisikan tidak jauh berbeda dengan toko barang seni atau galeri. Beberapa museum telah memiliki koleksi yang cukup memadai, namun tampilan dan penyajiannya kurang tertata dengan baik sehingga tidak mampu membangun ikatan emosional dengan para wisatawannya. Seiring dengan dinamika kepariwisataan, walaupun pada awal perkembangan museum itu hanya diminati oleh kalangan terbatas, namun saat ini museum telah menjadi lebih terbuka untuk umum sebagai tempat edukasi dan rekreasi bagi wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

Pentingnya peran museum dalam mendukung keberlanjutan pariwisata budaya Bali, memerlukan kajian secara empiris untuk memperjelas, merumuskan, dan menganalisis masalah-masalah yang berhubungan dengan pemanfaatan museum sebagai daya tarik wisata budaya sehingga ditemukan pola baru dalam pemanfaatan museum yang mampu menunjang keberkelanjutan pariwisata Bali

(19)

saat ini dan di masa yang akan datang. Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut ini:

1.2Rumusan Masalah

1) Bagaimanakah museum sebagai daya tarik wisata menurut pengelola di kawasan Ubud?

2) Bagaimanakah museum sebagai daya tarik wisata menurut wisatawan di kawasan Ubud?

3) Bagaimanakah hubungan museum-museum dengan komponen kepariwisataan ditinjau dari perannya sebagai daya tarik wisata budaya di kawasan Ubud?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki dua tujuan yaitu: tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperjelas posisi museum yang dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata budaya menurut pengelola, wisatawan, komponen pariwisata lainnya. Tujuan khususnya adalah menyusun hubungan museum-museum dengan komponen kepariwisataan ditinjau dari perannya sebagai daya tarik wisata budaya di kawasan Ubud.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis dan praktis yang dapat diuraikan sebagai berikut ini:

(20)

1) Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis untuk merumuskan rekomendasi tentang museum sebagai daya tarik wisata budaya di kawasan Ubud. Manfaat teoristis berikutnya adalah merumuskan acuan teoritis tentang pemanfaatan museum sebagai daya tarik wisata budaya di kawasan Ubud. Manfaat teoritis lainnya adalah membentuk hubungan museum-museum dengan komponen kepariwisataan ditinjau dari perannya sebagai daya tarik wisata budaya di kawasan Ubud.

2) Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini adalah merekomendasi pemerintah daerah untuk memanfaatkan museum sebagai daya tarik wisata budaya di kawasan Ubud agar tetap mempertahankan tugas pokok, dan fungsinya sebagai museum. Manfaat praktis berikutnya adalah merekomendasi para pengelola museum tentang pemanfaatan museum sebagai daya tarik wisata budaya di kawasan Ubud yang sesuai dengan harapan wisatawan. Temuan penelitian ini juga dapat menjadi rekomendasi para komponenpariwisata agar terjalin hubungan yang baik di antara museum-museum dengan komponen kepariwisataan sehingga dapat berperan sebagai daya tarik wisata budaya.

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah yang berjudul: “Peran ibu dalam membiasakan mencuci tangan pada anak usia prasekolah di PAUD Birul Walida’in Desa Mangu, Kecamatan

Namun, jika ada prosedur yang tidak bisa dikerjakan di dalam BSC maka prosedur tersebut dapat dikerjakan di luar BSC dengan melengkapi peralatan pengamanan personal,

Nilai dari komponen ini dapat dijadikan acuan pada analisis shift-share yaitu jika didapatkan nilai shift dari suatu sektor adalah positif, maka sektor tersebut dapat

PENDETEKSIAN HOTSPOT DENGAN SPACE TIME SCAN STATISTICS PADA KESEHATAN BAYI DAN BALITA DI KOTA DEPOK.. Maryana 1* , Yekti Widyaningsih 2 , Dian

Potensi banjir di lahan sawah 8-harian Metode: Overlay antara kondisi NDVI lahan sawah dengan informasi curah hujan dari TRMM TRMM MODIS HIMAWARI NPOESS SMOS

(1) Dalam melaksanakan tugasnya Direktur, Wakil Direktur, Kepala Subbagian, Kepala Seksi, Ketua Komite Rumah Sakit, Ketua SPI, Ketua Kelompok Jabatan Fungsional pada

Sebagai bangunan yang komersial sebuah stadion sedapat mungkin untuk mudah dicapai dan dikenali olch pengunjung, schingga pemilihan site pada jalur ringroad utara ini

Pada bagian ini akan diberikan simulasi menggunakan program Mathematica 9.0 untuk menunjukkan grafik hubungan dua variabel, yaitu hubungan posisi kendaraan terhadap