Skeptisisme
Tentang Tuhan dan
Atheisme
Sejarah Singkat Munculnya Skeptisisme dan Atheisme
Situasi ini muncul sejak abad ke-17 M, tepatnya di Eropa. Dimana, Modernitas mulai
hadir dan keraguan terhadap adanya Tuhan mulai menjamur. Bahkan sejak abad ke-16
M, reformasi protestan sudah mulai menolak klaimklaim yang dibuat gereja. Pada abad
ke-17 M, empirisme memberikan dasar bahwa ilmu pengetahuan harus berdasarkan
pengalaman indrawi. Pada abad ke-18 M itu mulai berdatangan para filosof materialis
yang mengembalikan keanekaan bentuk kehidupan pada materi dan menolak alam adi-
duniawi. Abad ke-19 M, para filosof seperti Marx, Nietzsche, Feuerbach, dan Freud,
mulai merumuskan dasar-dasar atheisme. Disamping itu, ilmu pengetahuan mulai
mengalami kemajuan dan pengetahuan ilmiah mulai menyingkirkan kepercayaan akan
Tuhan. Akhirnya, pada abad ke-20 M, Filsafat mulai menyangkal kemungkinan
bahwasanya kita dapat mengetahui hal tentang Ketuhanan. Masyarakat sekitar mulai
asyik dengan budaya konsumtik, yang menjadikan masyarakat modern ini skeptis
tentang ketuhanan.
Dari Teosentrisme ke
Antroposentrisme
(13 M – 17 M)
Apa saja yang terjadi pada abad ke-13 M sampai abad ke-17 M ?
Peralihan Paradigma Masyarakat Eropa dari Teosentris ke Antroposentris.
Ada pertentangan antara Kaisar dan Paus.
Filsafat Aristoteles diterima sebagai kerangka utama Filsafat Barat.
Warisan budaya Romawi dan Yunani pra-Kristiani kembali dipopulerkan. Gerakan ini disebut Humanisme.
Mencuatnya kesadaran akan subjektivitas.
PENCERAHAN DAN
SAINTISME
(17 M – 20 M)
Apa saja yang terjadi pada abad ke-17 M sampai abad ke-20 M ?
Adanya pandangan khas tentang Allah yang disebut Deisme.
Ada dua keyakinan yang digaungkan oleh kaum intelektual, yaitu kepercayaan akan kemajuan dan kepercayaan bahwa umat manusia akan maju karena
kemajuan ilmu pengetahuan.
Munculnya istilah Saintisme.
LIMA MODEL
ATHEISME
“Agama Proyeksi Diri Manusia”
~ Ludwig Feuerbach ~
Bagaimana perspektif Feuerbach tentang Agama ?
Manusia adalah yang nyata dan tak terbantahkan.
Realitas yang tidak perlu dibuktikan dan tak terbantahkan hanyalah pengalaman inderawi semata, bukan pikiran spekulatif.
Bukan Allah yang menciptakan manusia, tetapi angan-angan manusialah yang menciptakan Allah.
Agama adalah penyembahan manusia terhadap hasil ciptaannya sendiri.
Agama mengasingkan manusia dari dirinya sendiri.
Agama Sebagai Candu Masyarakat
“Agama adalah keluh kesah dari masyarakat yang tertindas, hati
dari dunia yang tidak berhati, dan jiwa dari keadaan tidak berjiwa. Agama adalah opium
masyarakat”
~ Karl Marx ~
Bagaimana perspektif Karl Marx tentang Agama ?
Marx sepakat dengan kritik agama Feuerbach, bahwa agama adalah dunia khayalan.
Menurut Marx karena struktur kekuasaan (ekonomi-politik) dalam masyarakat tidak memungkinkan manusia mewujudkan hakikatnya.
Agama bukan sebab yang membuat teralienasi, tapi keadaan ekonomi politik yang membuat manusia terasing (tidak mampu merealisasi diri).
Agama merupakan pereda rasa sakit dan pemberi harapan pada kaum tertindas akan khayalan kehidupan sesudah mati yang lebih baik.
agama sering di pakai sebagai kontrol sosial untuk melanggengkan kelas berkuasa.
“Allah Telah Mati”
~ Friedrich Nietzsche ~
Bagaimana perspektif Nietzsche tentang Tuhan ?
Bagi nietzshe tuhan tak pernah ada. Adagium tuhan telah mati adalah saat manusia sadar bahwa mereka-lah yang ‘menciptakan’ tuhan bukan
sebaliknya.
Tuhan perlu di bunuh karena sesudah tuhan di ciptakan manusia, ia menguasai dan mengkerdilkan manusia.
Agama menurut Nietzshe adalah sentimen mereka yang dalam hidup nyata kalah, maka mengharapkan bahwa akan ada, sesudah hidup ini,
mereka akan di menangkan oleh kekuatan di alam baka.
Dengan kematian tuhan, seluruh bangunan moralitas yang mengkerdilkan manusia turut ambruk, dan terbuka seluas-luasnya bagi segala daya
kreatif untuk berkermbang.
Tidak ada lagi manusia pengecut yang melarikan diri dari dunianya dengan berlindung dibawah naungan tuhan.
“ Agama Menurut Konsep
Psikologisnya Merupakan Sebuah Ilusi “
~ Sigmund Freud ~
Bagaimana perspektif Freud tentang Agama ?
Freud menyatakan bahwa agama menurut kodrat psikologisnya merupakan sebuah ilusi.
Freud menjelaskan bahwa agama adalah ilusi manusia yang ingin memenuhi keinginan dan harapan yang diperlukan oleh mereka di dunia ini. Agama itu ibarat pengkhayal dan obat bagi manusia
untuk lari dari kesakitan, seperti tekanan, konflik, cemas, dan rasa bersalah.
Freud menjelaskan lebih lagi bahwa agama sebagai pelarian neurotis dan infantil dari realitas.
Agama membuat manusia percaya akan adanya Dewa-Dewa.
“Manusia Bertanggungjawab Atas Diri Sendiri”
~ Jean-Paul Sartre~
Bagaimana perspektif Sartre tentang Allah ?
Bagi Sartre, dimensi religious itu bukan hanya tidak perlu, melainkan tanda sikap yang tidak jujur.
Dengan percaya pada Allah, manusia tidak akan pernah
bisa menjadi dirinya sendiri, ia tidak menjadi otentik.
“ Allah tidak memberikan daya nalar kepada manusia untuk dikunci
di garasi. Maka, sangat wajarlah bahwa manusia sebagai makhluk rasional ingin mengerti tentang
Tuhan “
~ Franz Magnis Suseno ~