PENGARUH METODE DEBAT AKTIF TERHADAP HASIL BELAJAR TEMATIK PESERTA DIDIK KELAS V SEKOLAH DASAR
(Skripsi)
Oleh
IRMA MERLINDA NPM 1813053089
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2022
PENGARUH METODE DEBAT AKTIF TERHADAP HASIL BELAJAR TEMATIK PESERTA DIDIK KELAS V SEKOLAH DASAR
Oleh
IRMA MERLINDA
Masalah penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar tematik peserta didik kelas V yang disebabkan oleh kurangnya penggunaan metode belajar yang tepat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh metode debat aktif terhadap hasil belajar peserta didik kelas V sekolah dasar. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen (quasi-experimental) dan data yang digunakan adalah data kuantitatif. Desain penelitian yang digunakan yaitu non-equivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas V SD Negeri 1 Rajabasa Bandar Lampung yang berjumlah 35 peserta didik. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik penarikan sampel jenuh. Pengumpulan data menggunakan lembar tes dan studi dokumen. Hasil teknik analisis data menggunakan rumus uji t menunjukkan bahwa terdapat pengaruh metode debat aktif terhadap hasil belajar peserta didik kelas V sekolah dasar dengan persentase sebesar 79%.
Kata kunci: hasil belajar tematik, metode debat aktif
THE EFFECT OF ACTIVE DEBATE METHOD ON THE THEMATIC LEARNING OUTCOMES OF FIFTH GRADE ELEMENTARY
SCHOOL STUDENTS
By
IRMA MERLINDA
The problem of this research is the low thematic learning outcomes of the fifth- grade students caused by the lack of use of a suitable learning method. The purpose of this study was to determine the effect of the active debate method on the learning outcomes of the fifth-grade elementary school students. The research method used is experimental (quasi-experimental) and the data used is quantitative. The research design used is a non-equivalent control group design. The population in this study were all the fifth-grade students of SD Negeri 1 Rajabasa Bandar Lampung, totaling 35 students. The sampling technique used was the saturated sampling technique.
Data collection using test sheets and document study. The results of the data analysis technique using the t-test formula showed that there was an effect of the active debate method on the learning outcomes of the fifth-grade elementary school students with a percentage of 79%.
Key words: active debate method, thematic learning outcomes
Oleh
IRMA MERLINDA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIIDKAN
Pada
Jurusan Ilmu Pendidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2022
Peneliti bernama Irma Merlinda, lahir di Banjar Negeri pada tanggal 12 Juni 2000, yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Mas’ud dan Ibu Nirwanti.
Peneliti memiliki satu kakak perempuan bernama Popi Indriani dan dan satu adik perempuan bernama Risa Tri Aprina.
Pendidikan formal yang telah diselesaikan peneliti sebagai berikut:
1. SD Negeri 1 Banjar Negeri, lulus pada tahun 2012.
2. MTs Negeri 2 Tanggamus, lulus pada tahun 2015.
3. SMA Negeri 1 Talang Padang, lulus pada tahun 2018.
Pada tahun 2018 peneliti terdaftar sebagai mahasiswi program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), jurusan Ilmu Pendidikan (IP), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung melalui tes Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Selama menjadi mahasiswi, peneliti pernah menjadi pengurus organisasi internal kampus seperti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) English Society (ESo)
Universitas Lampung dan Forum Komunikasi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (Forkom PGSD) Universitas Lampung.
“Setiap pemikiran, perkataan, perasaan dan perilaku yang baik akan membawamu pada hal baik. Begitu pula dengan setiap perkataan, perasaan dan
perilaku buruk, akan membawamu pada hal buruk pula”
(Penulis)
PERSEMBAHAN
Bismillahirrohmaanirrohiim
Segala puji bagi Allah SWT, Zat Yang Maha Sempurna.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Kupersembahkan karya ini sebagai tanda cinta dan kasih sayangku kepada:
Kedua orang tuaku, Bapak Mas’ud dan Ibu Nirwanti tercinta yang selalu menyayangi, mencintai, mendukung, mendoakan dengan sepenuh hati dan bekerja
keras dengan segala kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki untuk memenuhi kebutuhanku.
Kakak dan adikku tersayang Popi Indriani dan Risa Tri Aprina yang senantiasa mendoakan serta menyemangatiku.
Almamater tercinta Universitas Lampung
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil’aalamiin, segala puji bagi Allah SWT. Yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian serta dapat menuliskannya dalam bentuk karya tulis ilmiah.
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) FKIP Universitas Lampung. Judul dari skripsi ini adalah “Pengaruh Metode Debat Aktif Terhadap Hasil Belajar Tematik Peserta Didik Kelas V Sekolah Dasar”.
Penyusunan skripsi ini, peneliti banyak menghadapi kesulitan. Namun berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak menjadikan peneliti dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Mohammad Sofwan Effendi, M.Ed., Rektor Universitas Lampung yang mengesahkan ijazah dan gelar sarjana, sehingga peneliti bisa
menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M. Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memfasilitasi dan memberikan dorongan untuk selalu memajukan FKIP.
3. Bapak Dr. Riswandi, M. Pd., Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung yang telah memberikan sumbangsih untuk kemajuan Jurusan Ilmu Pendidikan dan memfasilitasi peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Rapani, M. Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Lampung yang telah memberikan arahan serta dorongan untuk penyelesaian skripsi.
5. Ibu Dra. Nelly Astuti, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, saran, kritik, motivasi, semangat serta bantuan selama proses penyelesaian skripsi ini.
6. Ibu Frida Destini, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu mengarahkan, membimbing dan memberi motivasi dengan kesabaran dan ketulusan sampai skripsi ini selesai.
7. Bapak Hasan Hariri, Ph.D., selaku Dosen Pembahas yang telah memberikan bimbingan, kritik dan saran yang sangat berguna untuk perbaikan skripsi ini.
8. Ibu Hj. Siswati, M. Pd., Kepala SD Negeri 1 Rajabasa yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian, serta Ibu Nina Sepriana S. Sos selaku wali kelas VA dan Ibu Hermarika, S. Pd selaku wali kelas VB dan seluruh Staf Tata Usaha SD Negeri 1 Rajabasa Kota Bandar Lampung yang telah membantu peneliti dalam melaksanakan penelitian serta memberikan kemudahan selama proses penelitian berlangsung.
9. Keluargaku tercinta, Ibu, Ayah, kakak dan adikku yang tak henti-hentinya menyayangi dan mencintaiku, memberikan doa dengan penuh ketulusan, dukungan dan perhatian yang luar biasa untuk selalu memotivasiku agar selalu bersemangat dalam setiap langkah untuk mencapai kesuksesan.
10. Sahabat-sahabatku tercinta, Alda Yutika, Inggrid Anggraini, Suci Maharani dan Tri Windi Astuti, yang selalu mendukung dan menemani selama proses pengerjaan skripsi ini.
Bandar Lampung, 24 Oktober 2022 Peneliti,
Irma Merlinda NPM 1813053089
iii
Halaman
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Batasan Masalah ... 5
D. Rumusan Masalah... 5
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran ... 8
1. Pengertian Belajar ... 8
2. Teori Belajar ... 9
3. Hasil Belajar ... 11
4. Pembelajaran ... 12
B. Pembelajaran Tematik ... 13
1. Pengertian Pembelajaran Tematik ... 13
2. Karakteristik Pembelajaran Tematik ... 14
3. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Tematik ... 15
C. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) ... 17
1. Pengertian PPKn ... 17
2. Tujuan PPKn ... 19
3. Ruang Lingkup PPKn ... 20
D. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)... 21
1. Pengertian IPS ... 21
2. Tujuan IPS ... 22
3. Ruang Lingkup IPS ... 24
E. Metode Pembelajaran Debat Aktif ... 26
1. Pengertian Metode Pembelajaran ... 26
2. Pengertian Metode Debat Aktif ... 27
3. Langkah-Langkah Metode Pembelajaran Debat Aktif ... 28
H. Hipotesis Penelitian ... 35
III. METODE PENELITIAN ... 36
A. Jenis dan Desain Penelitian ... 36
1. Jenis Penelitian ... 36
2. Desain Penelitian ... 36
B. Prosedur Penelitian... 38
C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38
1. Tempat Penelitian ... 38
2. Waktu Penelitian ... 38
D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 39
1. Populasi Penelitian ... 39
2. Sampel Penelitian ... 39
E. Variabel Penelitian ... 40
F. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel ... 41
1. Definisi Konseptual Variabel ... 41
2. Definisi Operasional Variabel ... 41
G. Teknik Pengumpulan Data ... 42
1. Tes ... 42
2. Studi Dokumen ... 42
H. Instrumen Penelitian ... 42
1. Tes ... 42
2. Uji Coba Instrumen Tes ... 44
3. Uji Prasyarat Instrumen Tes ... 44
a. Uji Validitas Instrumen ... 44
b. Uji Reliabilitas Instrumen ... 46
c. Daya Beda Soal ... 48
d. Uji Tingkat Kesukaran Soal ... 49
I. Teknik Analisis Data dan Hipotesis ... 51
1. Uji Normalitas ... 51
2. Uji Homogenitas ... 51
3. Uji Hipotesis ... 52
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55
A. Hasil Penelitian ... 55
1. Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 55
2. Persiapan Penelitian ... 57
3. Pelaksanaan Penelitian ... 57
B. Pengambilan Data Penelitian ... 58
C. Hasil Penelitian ... 60
D. Uji Prasyarat Analisis Data ... 63
1. Uji Normalitas Data ... 63
2. Uji Homogenitas ... 64
E. Hasil Uji Hipotesis ... 64
F. Pembahasan ... 65
v
A. Kesimpulan ... 70
B. Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA... 72
LAMPIRAN ... 77
vi
Tabel Halaman 1. Nilai ujian tengah semester ganjil muatan PPKn dan IPS Kelas V SD
Negeri 1 Rajabasa tahun ajaran 2021/2022 ... 3
2. Data jumlah peserta didik kelas V SD Negeri 1 Rajabasa tahun ajaran 2021/2022 ... 39
3. Kisi-kisi instrumen tes ... 43
4. Interpretasi koefisien korelasi nilai r ... 45
5. Hasil analisis uji validitas instrumen tes ... 45
6. Klasifikasi reliabilitas ... 47
7. Hasil analisis uji reliabilitas instrumen tes ... 47
8. Klasifikasi daya beda soal ... 48
9. Hasil analisis uji daya beda soal ... 49
10. Klasifikasi taraf kesukaran soal ... 50
11. Hasil analisis uji tingkat kesukaran soal ... 50
12. Kriteria interpretasi nilai Cohen’s Effect Size ... 54
13. Data sarana dan prasarana di SD Negeri 1 Rajabasa ... 56
14. Data pendidik di SD Negeri 1 Rajabasa ... 57
15. Data peserta didik di SD Negeri 1 Rajabasa ... 57
16. Jadwal dan materi pelaksanaan penelitian ... 58
17. Tabel distribusi frekuensi kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 61
18. Nomalitas hasil belajar kelas eksperimen ... 63
19. Normalitas hasil belajar kelas kontrol ... 63
20. Rekapitulasi uji homogenitas kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 64
Gambar Halaman 1. Kerangka pikir penelitian ... 35 2. Desain penelitian ... 37 3. Histogram rata-rata hasil tes kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 62
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Surat izin penelitian pendahuluan ... 78
2. Surat balasan izin penelitian pendahuluan ... 79
3. Surat keterangan validasi instrumen oleh dosen validator ... 80
4. Surat izin uji coba instrumen ... 81
5. Surat balasan izin uji coba instrumen ... 82
6. Surat izin penelitian ... 83
7. Surat balasan izin penelitian ... 84
8. Pemetaan Kompetensi Dasar (KD) dan indikator pembelajaran ... 85
9. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) kelas eksperimen ... 86
10. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) kelas kontrol ... 91
11. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) ... 94
12. Kisi-kisi instrumen tes ... 98
13. Soal instrumen tes uji coba ... 99
14. Kunci jawaban soal instrumen tes uji coba ...103
15. Absensi responden uji coba instrumen tes ...104
16. Analisis uji validitas hasil uji coba instrumen tes ...105
17. Analisis uji reliabilitas hasil uji coba instrumen tes ...107
18. Analisis daya beda hasil uji coba instrmen tes ...108
19. Analisis tingkat kesukaran soal uji coba instrumen tes ...111
20. Rekapitulasi analisis uji coba instrumen tes ...113
21. Soal pretest dan posttest ...114
22. Kunci jawaban soal pretest dan posttest ...118
23. Absensi peserta didik kelas eksperimen ...119
24. Rekapitulasi hasil belajar kelas eksperimen ...120
25. Absensi peserta didik kelas kontrol ...122
26. Rekapitulasi hasil belajar kelas kontrol ...123
27. Analisis uji normalitas pretest kelas eksperimen ...125
28. Analisis uji normalitas posttest kelas eksperimen ...127
29. Analisis uji normalitas pretest kelas kontrol ...129
30. Analisis uji normalitas posttest kelas kontrol ...131
31. Analisis uji homogenitas pretest hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol ...133
32. Analisis uji homogenitas posttest hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol ...134
33. Analisis uji hipotesis ...135
34. Tabel nilai r product moment ...138
35. Tabel nilai-nilai Chi-Kuadrat (χ2) ...139
36. Tabel-tabel dalam distribusi t ...140
37. Dokumentasi pelaksanaan penelitian ...141
x
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan dunia abad 21 tidak hanya ditandai dengan perkembangan teknologi infromasi dan komunikasi yang semakin meluas dan tanpa batas, tetapi juga ditandai dengan perkembangan berbagai bidang dalam kehidupan yang harus terus mengikuti arus yang dinamis, salah satunya adalah bidang pendidikan. Secara global, peserta didik pada era ini terus dituntut untuk beradaptasi dengan teknologi dan pembelajaran aktif dimana pembelajaran tidak lagi berpusat pada pendidik tetapi sudah berpusat pada kemandirian peserta didik. Di Indonesia, perkembangan dalam dunia pendidikan dilakukan sebagai realisasi dari UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 2 yang menyatakan bahwa Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Berdasarkan tuntutan perubahan zaman tersebut, dibutuhkan suatu pembaharuan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Pembaharuan yang dilakukan berupa pemberlakuan kurikulum 2013 sebagai perbaikan dari kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Menurut Shobirin (2016: 41), kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dikembangkan berdasarkan budaya bangsa Indonesia yang beragam, diarahkan untuk membangun kehidupan masa kini, dan untuk membangun dasar bagi kehidupan bangsa yang lebih baik di masa depan.
Pemberlakuan kurikulum 2013 secara tidak langsung mempengaruhi
kegiatan pembelajaran yang berbeda dari sebelumnya. Salah satu perbedaan kurikulum 2013 dengan KTSP adalah penerapan pembelajaran tematik terpadu. Menurut Hidayah (2015: 36-37), pembelajaran tematik terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Pada pembelajaran tematik, peserta didik diharapkan dapat memperoleh pembelajaran yang bermakna dengan terlibat aktif dalam kegiatan
pembelajaran yang merepresentasikan kehidupan sehari-hari melalui tema dan agar peserta didik dapat mengembangkan kemampuan koginitif, afektif dan psikomotoriknya.
Salah satu muatan pembahasan dalam pembelajaran tematik adalah muatan mengenai sosial kemasyarakatan. Muatan sosial kemasyarakatan dalam pendidikan dimuat dalam mata pelajaran PPKn dan IPS berdasarkan tujuan pembelajaran yang berorientasi pada kemampuan bersosialisasi dan
bermasyarakat. Susanto (2013: 225) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan PPKn adalah mata pelajaran yang digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia dengan tujuan untuk menjadikan setiap warga negara Indonesia menjadi warga negara yang baik, yaitu warga negara yang tahu, mau dan sadar akan hak dan kewajibannya. Hilmi (2017: 167)
menjelaskan bahwa Pembelajaran IPS adalah suatu pembelajaran yang mengadaptasi ilmu-ilmu sosial dan humaniora dengan cara mengkaji suatu permasalahan yang ada di masyarakat dari berbagai sudut pandang untuk meningkatkan kepekaan sosial dan partisipasi dalam kegiatan di masyarakat.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat terlihat bahwa muatan pembelajaran sosial kemasyarakatan dalam PPKn dan IPS merupakan suatu muatan yang memerlukan pemahaman pengetahuan dan keterampilan menempatkan diri dalam berbagai situasi dan permasalahan serta mencari solusi dari
permasalahan yang ada di masyarakat sebagai seorang warga negara.
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan di SD Negeri 1 Rajabasa pada tanggal 19 November 2021, diperoleh informasi data nilai ujian tengah semester ganjil kels VA dan VB pada muatan pelajaran PPKn dan IPS. Gambaran nilai rata-rata tengah semester pada muatan PPKn dan IPS kelas VA dan VB dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Nilai ujian tengah semester ganjil muatan PPKn dan IPS Kelas V SD Negeri 1 Rajabasa tahun ajaran 2021/2022
No Mata Pelajaran
Ketercapaian KKM
Kelas VA
Persentase Kelas VB
Persentas e
1 PPKn ≥70 Tercapai 12 67% 12 71%
˂70 Tidak tercapai 6 33% 5 29%
2 IPS ≥70 Tercapai 13 72% 13 76%
˂70 Tidak tercapai 5 28% 4 34%
Sumber: Dokumen sekolah kelas V SD Negeri 1 Rajabasa
Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran PPKn dan IPS sebagian besar masih tergolong rendah dan perlu ditingkatkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyasa (2013: 131) yang menyatakan bahwa suatu pembelajaran dikatakan berhasil apabila sekurang- kurangnya 75% peserta didik dari seluruh peserta didik di kelas telah mencapai KKM.
Berdasarkan hasil pengamatan langsung yang telah dilakukan, kegiatan pembelajaran tematik pada mata pelajaran PPKn dan IPS di kelas V masih dilakukan dengan metode ceramah dan pemberian tugas serta diskusi
sederhana, dimana pendidik menjelaskan materi dan peserta didik menyimak pemaparan dari pendidik. Kondisi ini menyebabkan peserta didik tidak terlibat aktif dan kurang fokus dalam kegiatan pembelajaran dan kegiatan pembelajaran pun menjadi kurang menarik dan bervariasi. Hal ini dapat menurunkan minat serta tingkat pemahaman peserta didik mengenai materi yang disampaikan. Selain itu, penggunaan metode belajar yang kurang melibatkan keaktifan peserta didik dalam pembelajaran juga akan membuat peserta didik kurang memahami materi sosial kemasyarakatan yang
membutuhkan keterlibatan aktif peserta didik sebagai bagian dari warga masyarakat.
Permasalahan yang muncul tersebut dapat diatasi dengan penggunaan suatu metode pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan peserta didik di dalam kelas sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan mudah dipahami. Salah satu metode yang sesuai adalah metode debat aktif.
Menurut Sholahuddin dan Alawiyah (2021: 250), metode debat aktif merupakan metode pembelajaran yang bertujuan untuk mendorong peserta didik untuk membangun pengetahuannya untuk mengemukakan pendapat melalui perdebatan kelompok diskusi yang disatukan dalam sebuah diskusi kelas. Desain debat aktif juga bertujuan untuk mendorong peserta didik agar dapat aktif dalam pembelajaran melalui penyampaian gagasan yang
dimilikinya.
Berbagai penelitian mengenai pembelajaran dengan metode debat aktif telah dilakukan sebelumnya. Salah satu penelitian tersebut dilakukan oleh
Simbolon pada Tahun 2016 yang menujukkan bahwa metode debat aktif terbukti dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dari tingkat ketuntasan sebesar 65% menjadi 88% dalam mata pelajaran sosial kemasyarakatan seperti PPKn. Peningkatan tersebut dikarenakan metode debat aktif memanfaatkan berbagai isu-isu kemasyarakatan sebagai topik yang akan diperdebatkan sehingga dapat meningkatkan kepekaan dan pemahaman peserta didik terhadap permasalahan yang ada di masyarakat.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa metode ini merupakan alternatif yang tepat sebagai solusi untuk meningkatkan permasalahan hasil belajar, karena melalui metode ini peserta didik dapat terlibat aktif dalam
membangun pengetahuannya sendiri melalui kegiatan penyusunan argumen.
Berbagai penelitian sebelumnya dilakukan untuk mengetahui pengaruh metode debat aktif terhadap suatu keterampilan peserta didik atau terhadap hasil belajar pada suatu mata pelajaran dan belum meneliti pengaruh metode debat aktif terhadap pembelajaran tematik. Berdasarkan latar belakang inilah, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Metode Debat Aktif Terhadap Hasil Belajar Tematik Peserta Didik Kelas V Sekolah Dasar”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifiksi masalah sebagai berikut:
1) Rendahnya hasil belajar tematik pada mata pelajaran PPKn dan IPS pada sebagian besar peserta didik kelas V SD Negeri 1 Rajabasa.
2) Proses pembelajaran yang masih berfokus dengan metode ceramah dan penugasan pada sebagian besar materi pembelajaran tematik sehingga masih kurang bervariasi.
3) Kurangnya penggunaan metode pembelajaran yang menarik dan variatif pada pembelajaran tematik.
4) Belum terlibatnya peserta didik secara aktif pada proses pembelajaran tematik.
5) Perlunya penggunaan metode debat aktif sebagai pengembangan dari metode diskusi dan untuk meningkatan hasil belajar tematik pada mata pelajaran PPKn dan IPS.
6) Perlu adanya penelitian yang meneliti pengaruh metode debat aktif terhadap hasil belajar tematik peserta didik kelas V sekolah dasar.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, masalah dalam penelitian ini dibatasi pada:
1) Pengaruh metode debat aktif terhadap pembelajaran tematik peserta didik kelas V sekolah dasar.
2) Hasil belajar kognitif peserta didik pada pembelajaran tematik peserta didik kelas V sekolah dasar.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat
pengaruh metode debat aktif terhadap hasil belajar tematik peserta didik kelas V sekolah dasar?”
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh penggunaan metode debat aktif terhadap hasil belajar tematik peserta didik kelas V sekolah dasar.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi pendidik maupun peserta didik untuk mengetahui kondisi atau keadaan peserta didik selama pembelajaran dan menjadi alternatif metode pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas khususnya pada pembelajaran tematik.
2) Manfaat Praktis a. Peserta Didik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman pada pembelajaran tematik melalui metode debat aktif sekaligus dapat menjadi pengalaman belajar dan bekal pengetahuan peserta didik.
b. Pendidik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif bagi pendidik tentang salah satu metode pembelajaran yang dapat dipilih pada pembelajaran tematik.
c. Kepala Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan mutu pendidikan di SD Negeri 1 Rajabasa melalui kepala sekolah.
d. Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi tambahan mengenai penelitian khususnya pada penerapan metode debat aktif pada pembelajaran tematik.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran 1. Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang sangat bermanfaat dalam
kehidupan manusia. Melalui proses belajar, manusia dapat mengetahui berbagai informasi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dalam hidupnya. Pada dasarnya pengertian belajar sangatlah luas, tidak hanya mengenai kegiatan transfer informasi antara pendidik dan peserta didik saja. Menurut Susanto (2013: 4), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dan dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu pengetahuan mengenai suatu konsep, wawasan dan pemahaman baru sehingga akan mengakibatkan terjadinya perubahan perilaku dalam berpikir, merasa dan bertindak.
Sedangkan menurut Idzhar (2016: 224), belajar adalah semua upaya manusia atau individu dalam memobilisasikan (menggerakkan, mengerahkan dan mengarahkan) semua sumber daya manusia yang dimilikinya (fisik, mental, intelektual, emosional dan sosial) untuk memberikan jawaban (respon) yang tepat terhadap problem yang dihadapinya. Melalui belajar, manusia juga dapat secara bebas
mengeksplorasi, memilih dan menetapkan keputusan-keputusan penting untuk kehidupannya. Menurut Suarim (2021: 77), belajar adalah suatu proses perbaikan tingkah laku dan kecakapan-kecakapan manusia yang
didapat dari proses latihan, pengalaman dan pertumbuhan serta kematangan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, kemampuan dalam membuat keputusan dan jawaban atas segala permasalahan yang dihadapinya melalui sebuah proses pengalaman dan bukan kemampuan yang didapat sejak lahir.
Melalui belajar, seseorang juga dapat mengembangkan kemampuan yang telah dimilikinya, baik fisik, mental, intelektual, emosi maupun sosial.
2. Teori Belajar
Pengoptimalan kegiatan belajar memerlukan suatu teori belajar yang menjelaskan suatu pandangan dan arah mengenai belajar tersebut. Teori inilah yang kemudian akan menuntun pendidik dan peserta didik menuju tujuan belajar dengan pembagian peran dan langkah pembelajaran yang sesuai. Salah satu teori belajar yang populer adalah teori belajar
konstruktivistik. Budiningsih (2012: 10-122) menjelaskan bahwa
pandangan konstruktivistik menganggap belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan yang dilakukan oleh peserta didik. Peserta didik harus aktif dalam melakukan kegiatan, berpikir, menyusun konsep, dan memberi makna terhadap hal-hal yang sedang dipelajari. Teori ini memandang peserta didik sebagai pribadi dengan kemampuan awal yang akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru.
Pada teori konstruktivistik, pendidik berperan untuk membantu peserta didik dalam membangun pengetahunnya sendiri. Teori konstruktivistik juga menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktivitas peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Peserta didik diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya
tentang sesuatu yang dihadapinya. Penggunaan cara ini membuat peserta didik akan terbiasa dan terlatih untuk berpikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan mampu mempertanggung jawabkan pemikirannya secara rasional.
Teori belajar ini sejalan dengan eksperimen atau tindakan dan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah penerapan metode debat aktif akan berpengaruh pada hasil belajar tematik. Hal ini didasarkan pada alasan alasan sebagai berikut:
a. Menurut Budiningsih (2012: 55), tujuan dari teori belajar
konstruktivistik adalah untuk membentuk manusia-manusia yang memiliki kepekaan, kemandirian, tanggung terhadap resiko dalam pengambilan keputusan, mengembangkan potensi melalui belajar, melakukan kolaborasi, dan memecahkan masalah bagi kelesterian dan kejayaan bangsanya. Hal ini sangatlah sejalan dengan tujuan dari mata pelajaran PPKn dan IPS. Pembelajaran PPKn dan IPS pada dasarnya bertujuan untuk membentuk seorang warga negara yang bertanggung jawab terhadap hak dan kewajiban dan berbakti pada masyarakat dan negara.
b. Teori belajar konstruktivistik menekankan kepada pendekatan cara belajar siswa aktif dalam membangun pengetahuan. Dalam hal ini, metode debat aktif juga menekankan pada keatifan peserta didik selama prosedur belajarnya.
c. Dalam teori konstruktivistik, pendidik berperan membantu proses pengkonstruksian pengetahuan peserta didik tidak dengan
mentransfer pengetahuan, melainkan membantu peserta didik untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui sarana belajar.
Metode debat aktif juga menempatkan pendidik pada posisi yang sama dengan teori konstruktivistik. Pendidik berperan dalam membantu peserta didik membangun pengetahuannya sendiri dengan cara mengaitkan materi pelajaran dengan isu yang ada di masyarakat sebagai warga negara dan menekankan peserta didik
untuk memberikan pendapatnya mengenai isu tersebut sebagai bagian dari proses pembangunan pengetahuan.
3. Hasil Belajar
Salah satu bagian terpenting dari belajar adalah hasil belajar. Hasil belajar umumnya dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan suatu kegiatan belajar dan tingkat penguasaan materi peserta didik. Susanto (2012: 5) menyakatan bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh peserta didik setelah melalui kegiatan belajar. Kamampuan tersebut berupa perubahan-perubahan yang terjadi pada diri peserta didik, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.
Menurut Prihatini (2017: 174), hasil belajar ialah perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang dapat diamati dan diukur bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilannya. Perubahan tersebut dapat diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dari
sebelumnya dan yang tidak tahu menjadi tahu. Dalam hal ini, hasil belajar merupakan implementasi dari proses belajar yang dilalui
seseorang. Sedangkan menurut Erlina (2016: 9), hasil belajar merupakan salah satu tujuan dari proses pembelajaran di sekolah berupa prestasi peserta didik yang bergantung pada kualitas pembelajaran di sekolah.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang
diakibatkan oleh peningkatan dan pengembangan kemampuannya, baik itu kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang didapat melalui proses belajar. Besar kecil atau tinggi rendahnya hasil belajar bergantung pada kualitas pembelajaran atau seberapa optimalnya seseorang menyerap informasi baru yang diterimanya.
4. Pembelajaran
Belajar dan pembelajaran merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Jika belajar didefinisikan sebagai sebuah upaya yang
dilakukan seseorang untuk meningkatkan kemampuannya melalui
pengalaman, maka pembelajaran didefinisikan sebagai proses penyerapan informasi oleh seseorang dari orang lain atau dari lingkungannya saat terjadinya kegiatan belajar. Huda (2014: 2) menyatakan bahwa
pembelajaran merupakan pemrosesan informasi oleh otak atau pikiran dan memori untuk melacak apa saja yang harus ia serap, apa saja yang harus ia simpan dalam memorinya dan bagaimana ia menilai informasi yang telah ia peroleh.
Susanto (2013: 19) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan tabiat, serta pembentukan sikap dan keyakinan peserta didik agar peserta didik dapat belajar dengan baik. Pendapat ini sejalan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat 20 yang menyatakan bahwa pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam proses belajar dan pembelajaran, peserta didik memerlukan bantuan berupa interaksi dari pihak lain, baik itu pendidik maupun lingkungan belajarnya.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses terjadinya kegiatan belajar antara pendidik dan peserta didik serta lingkungan belajar dalam memperoleh, menyerap dan menyimpan informasi yang didapat untuk meningkatkan kemampuannya atau memperoleh hasil belajar berupa perubahan perilaku.
B. Pembelajaran Tematik
1. Pengertian Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang mengaitkan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran dalam sebuah tema tertentu. Menurut Rusman (2014: 42), pembelajaran tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Menurut Trianto (2011: 12), pembelajaran tematik dimaknai sebagai pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu. Dalam pembahasannya tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Hidayah (2015: 36-37) menjelaskan bahwa pembelajaran tematik terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Dalam pembelajaran tematik, peserta didik diharapkan dapat memperoleh pembelajaran yang bermakna dengan terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran yang merepresentasikan kehidupan sehari-hari melalui tema dan agar peserta didik dapat mengembangkan kemampuan koginitif, afektif dan psikomotoriknya.
Sabri (2017: 192) menjelaskan bahwa tematik merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memadukan berbagai konsep dari berbagai mata pelajaran dan berfokus pada satu tema utama. Melalui tematik, peserta didik dapat berkreasi, berkerja sama, meningkatkan kemandirian, rasa percaya diri dan tanggung jawab. Sesuai dengan kurikulum 2013, pembelajaran tematik diterapkan dengan
memperhatikan tiga hal, yaitu sikap (attitude), keterampilan (skill) dan pengetahuan dan dengan pendekatan saintifik serta langkah mengamati, menanya, menalar, mencoba dan mengkomunikasikan. Sejalan dengan hal ini, Okoro (2016: 65) menjelaskan bahwa tematik merupakan suatu cara belajar mengajar dimana banyak bidang pelajaran yang terhubung bersama-sama dan terintegrasi dalam suatu tema yang membuat
pembelajaran menjadi lebih nyata. Dalam pendekatan ini, peserta didik
menjadi lebih aktif terlibat dalam berbagai kegiatan dalam pembelajaran dengan konteks kehidupan nyata.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran tematik merupakan kegiatan pembelajaran yang
mengintegrasikan aspek pengetahuan, keterampilan, nilai atau sikap pembelajar, serta pemikiran yang kreatif dengan menggunakan tema tertentu yang bertujuan untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik.
2. Karakteristik Pembelajaran Tematik
Setiap pembelajaran memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pembelajaran tematik yang memiliki beberapa karakteristik.
Chumdari (2018: 24) menjelaskan bahwa karakteristik pembelajaran tematik yaitu pembelajaran yang berpusat pada peserta didik,
pembelajaran yang melibatkan pengalaman langsung dari peserta didik, pemisahan materi pembelajaran yang tidak berhubungan, penyatuan konsep dari berbagai mata pelajaran, bersifat fleksibel, disesuaikan dengan minat dan kebutuhan peserta didik, dan pembelajaran dengan prinsip belajar yang menyenangkan.
Menurut Rusman (2014: 50), karakteristik pembelajaran tematik antara lain:
a. Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar;
b. Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa;
c. Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama;
d. Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa;
e. Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya;
f. Mengembangkan keterampilan sosial siswa seperti kerjasama, toleransi, komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Menurut Hidayah (2015: 39), pembelajaran tematik memiliki karakteristik pembelajaran sebagai berikut:
a. Peserta didik mencari tahu, bukan diberi tahu.
b. Pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu nampak.
c. Terdapat tema yang menjadi pemersatu sejumlah kompetensi dasar yang berkaitan dengan berbagai konsep, keterampilan dan sikap.
d. Sumber belajar tidak terbatas pada buku.
e. Peserta didik dapat bekerja secara mandiri maupun berkelompok.
f. Guru merencanakan dan melaksanakan pembelajaran agar dapat mengakomodasi peserta didik yang memiliki perbedaan tingkat kecerdasan, pengalaman dan ketertarikan terhadap suatu topik.
g. Kompetensi dasar mata pelajaran yang tidak dapat dipadukan dapat diajarkan sendiri.
h. Memberikan pengalaman langsung pada peserta didik (direct experiences) dari hal-hal yang konkret menuju hal-hal yang abstrak.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa karakteristik pembelajaran tematik yaitu:
a. Pembelajaran berpusat pada peserta didik b. Memberikan peserta didik pengalaman langsung c. Pembelajaran yang terpadu
d. Bersifat fleksibel
e. Pembelajaran tematik memudahkan peserta didik untuk memahami materi pelajaran, karena pembelajaran tematik membuatkan peserta didik untuk terlibat langsung dalam pembelajaran. Dengan hal ini peserta didik bisa dengan mudah memahami konsep dan prinsip yang ingin dipelajari.
3. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Tematik
Dalam pelaksanaannya, kegiatan pembelajaran tematik memiliki kelebihan dan kekurangan, Menurut Majid (2014: 92), kelebihan pembelajaran tematik, yakni sebagai berikut.
a. Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta didik.
b. Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar-mengajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
c. Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna.
d. Mengembangkan keterampilan peserta didik sesuai dengan persoalan yang dihadapi.
e. Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja sama.
f. Memiliki sikap toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
g. Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi dalam lingkungan peserta didik.
Disamping memiliki kelebihan pembelajaran tematik juga memiliki kekurangan yaitu aspek pendidik, aspek peserta didik, aspek sarana dan sumber pembelajaran, aspek kurikulum, aspek penilaian. Selanjutnya menurut Poerwadarmita dalam Hidayah (2015: 39), ada beberapa kelebihan pembelajaran tematik antara lain sebagai berikut.
a. Peserta didik mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu.
b. Peserta didik mampu mempelajarai pengetahuan dan
mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama.
c. Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan.
d. Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan
mangaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta didik.
e. Peserta didik mampu merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas.
f. Peserta didik lebih bergairah dalam belajar karena dapat
berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain.
g. Pendidik dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
Kelemahan pembelajaran tematik antara lain:
a. Pendidik dituntut untuk memiliki pengetahuan yang tinggi.
b. Tidak setiap pendidik mampu mengintegrasikan kurikulum dengan konsep-konsep yang ada dalam mata pelajaran secara tepat.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kelebihan pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang
menyenangkan dan bermakna, memberikan pengalaman yang relevan,
serta mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan sosial kerja sama. Adapun kelemahan pembelajaran tematik adalah pendidik harus memiliki keterampilan yang tinggi, tidak semua pendidik mampu mengintegrasikan kurikulum dengan konsep-konsep yang ada dalam mata pelajaran dengan tepat.
C. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) 1. Pengertian PPKn
Dalam pembelajaran tematik, berbagai mata pelajaran dimuat dalam satu tema berdasarkan kesamaan indikator dan materi bahasan yang saling berkaitan. Salah satu mata pelajaran yang dimuat dalam pembelajaran tematik adalah pendidikan pancasila dan kewarganegaraan (PPKn). Pada pembelajaran tematik, tidak hanya terjadi perubahan pada penyatuan dalam satu tema saja tetapi juga terjadi perubahan nama mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) pada KTSP menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) pada kurikulum 2013. Meskipun begitu, tidak ada perubahan berarti dari hakikat Pembelajaran ini yang sebelumnya dari PKn menjadi PPKn. Perubahan hanya terjadi pada ruang lingkup pembahasan yang dipadatkan menjadi 4 bahasan dan sisanya dimasukkan dalam pembahasan dan kompetensi dasar pada masing- masing ruang lingkup.
Menurut Susanto (2013: 226), Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) adalah pendidikan yang mengkaji dan membahas tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, HAM, hak dan kewajiban warga negara serta proses demokrasi. Hal-hal tersebut perlu dikaji sebagai pengetahuan untuk kemudian dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan menurut Permendiknas 2006, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak dan
kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. Dalam hal ini, kesadaran dan wawasan yang dimaksud adalah wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum,
ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi dan nepotisme.
Menurut Akbal (2016: 485-586), pendidikan kewarganegaraan
merupakan proses pendidikan untuk membangun keteladanan, kemauan dan kemampuan mengembangkan kreatifitas yang mencerminkan jati diri bangsa yang syarat dengan nilai-nilai sosial-kultual ke-indonesiaan.
Dalam konteks pembangunan bangsa dan karakter (nation and character building). Dalam artian luasnya, pendidikan kewarganegaraan memiliki kedudukan, fungsi dan peran yang sangat penting. Pendidikan
kewarganegaraan pada dasarnya merupakan salah satu pendidikan karakter yang dikembangkan secara sistematis dan sistemik yang tidak bisa dipisahkan dari kerangka kebijakan nasional pembangunan bangsa dan karakter.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) adalah pendidikan yang memuat kajian dan pembelajaran mengenai berbagai hak dan kewajiban warga negara serta wawasan kebangsaan yang lain seperti pemerintahan, perundang-unadangan, demokrasi, hak asasi,
kepahlawanan atau patriotisme dan sebagainya. Wawasan kebangsaan tersebuat diharapkan dapat dipahami dan dimengerti sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh setiap warga Negara agar terbentuk kehidupan bernegara yang aman, nyaman dan patuh terhadap aturan yang ada.
2. Tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Menurut Susanto (2013: 231), tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) adalah untuk menjadikan siswa agar:
a. Mampu berpikir kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi persoalan hidup maupun isu kewarganegaraan di negaranya.
b. Mampu berpartisipasi dalam segala hal bidang kegiatan, secara aktif dan bertanggung jawab, sehingga bisa bertindak secara cerdas dalam semua kegiatan.
c. Bisa berkembang secara positif dan demokratis, sehingga mampu hidup bersama dengan bangsa lain di dunia dan mampu
berinteraksi, serta mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan baik.
Akbal (2017: 487) menjelaskan bahwa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) bertujuan agar setiap warga negara muda (young citizen) memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam konteks nilai dan moral pancasila, nilai dan norma Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, nilai dan komitmen Bhineka Tunggal Ika, dan komitmen bernegara kesatuan republik
Indonesia. Oleh karena itu secara sadar dan terencana peserta didik sesuai dengan perkembangan psikologis dan konteks kehidupannya secara sistemik difasilitasi untuk belajar berkehidupan demokrasi secara utuh, yakni belajar tentang demokrasi (learning about democracy), belajar dalam iklim dan melalui proses demokrasi (learning through democracy) dan belajar untuk membangun demokrasi (learning of democracy).
Dadang (2021: 72) secara sederhana menjelaskan bahwa tujuan dari pembelajaran PPKn adalah untuk menjadikan peserta didik menjadi warga negara yang baik, berkompeten dan berkemampuan serta berperilaku sesuai dengan peraturan dan norma yang telah ditetapkan berdasarkan pada Pancasila. Sumardjoko (2018: 358) menjelaskan bahwa tujuan mata pelajaran ini adalah menjadikan pancasila sebagai nilai yang perlu dipelihara oleh generasi muda yang berisi pemahaman, konsepsi, dan pembangunan kesadaran dan wawasan nusantara. Mata pelajaran dirancang dengan tujuan untuk membekali peserta didik dengan iman dan
budi pekerti luhur yang diarahkan oleh pancasila sebagai ideologi kehidupan bangsa. Mata pelajaran ini juga bertujuan untuk
mempersiapkan peserta didik agar dapat berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam segala tindakannya serta memiliki sifat demokratis dan bela negara.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) adalah untuk membangun pengetahuan serta meningkatkan kesadaran warga negara untuk menjadi warga negara yang baik dengan menaati berbagai peraturan, melaksanakan berbagai kewajiban berwarganegara, dan membentuk hubungan yang baik antar sesama manusia sebagai perwujudan dari rasa cinta tanah air dan penghargaan terhadap para pahlawan.
3. Ruang Lingkup Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
Pengoptimalan kegiatan pembelajaran memerlukan ruang lingkup yang membatasi dan memfokuskan subtansi-substansi yang dimuat dalam pembelajaran tersebut. Ruang lingkup PPKn menurut Nanggala (2020:
201) berfokus pada pancasila, UUD 1945, demokrasi, nilai, etika, moral, politik, hukum, kebudayaan, kearifan lokal, serta kemajemukan bangsa.
Dalam hal ini ruang lingkup PPKn menjadi kajian sebagai modal akademik yang mampu merubah cara pandang peserta didik terhadap fenomena kemultikulturalan atau keberagaman bangsa. Sedangkan menurut
Gandamana (2018: 18), perubahan nama mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) pada KTSP menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) pada kurikulum 2013 juga sedikit merubah ruang lingkup pada mata pelajaran tersebut. Perubahan tersebut beruapa pemadatan ruang lingkup menjadi 4 substansi yang nantinya akan
melebar kedalam sejumlah rumusan kompetensi dasar (KD) yaitu sebagai berikut:
a. Pancasila
b. Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945
c. Negara Kesatuan Republik Indonesia d. Bhineka Tunggal Ika
Murdiono dan Muryandani (2020: 174) menjelaskan bahwa ruang
lingkup PPKn terdiri dari berbagai pembahasan mengenai keadilan sosial dan kesetaraan, penghormatan terhadap keberagaman, kepedulian
terhadap lingkungan, pembangunan berkelanjutan, globalisasi,
perdamaian, dan kemampuan untuk berpikir kritis serta berargumentasi mengenai berbagai permasalahan atau konflik yang muncul yang masih berkaitan dengan ruang lingkup PPKn tersebut.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa muatan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) dalam pembelajaran tematik memiliki ruang lingkup atau subtansi yang membahas mengenai Pancasila, Undang-Undang dasar Negara republik Indonesia tahun 1945, Negara kesatuan republik Indonesia dan bhineka tunggal ika. Adapun subtansi yang lain akan dimuat di dalam kompetensi dasar dalam keempat subtansi tersebut sehingga pada dasarnya tidak ada perubahan yang signifikan antara keduanya.
D. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 1. Pengertian IPS
Selain PPKn, muatan pembelajaran yang juga mengandung unsur kemasyarakatan dan kesosialan adalah mata pelajaran IPS. Menurut Susanto (2013: 143), IPS merupakan suatu bidang studi yang mempelajari mengenai manusia dalam segala aspek kehidupan dan interaksinya dalam masyarakat dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam
mengambil bagian secara aktif dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat dan sebagai warga negara yang baik.
Konsep pembelajaran IPS dalam pendidikan tidak hanya membahas mengenai pengetahuan sosial saja. Menurut Anshori (2014: 63),
pembelajaran IPS merupakan suatu pembelajaran yang berorientasi pada pembinaan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki tanggung jawab dan kesadaran yang tinggi akan kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi yang ada di IPS tidak hanya mengenai pengetahuan saja tetapi juga meliputi nilai-nilai kemasyarakatan yang harus dipahami oleh peserta didik. Sejalan dengan pendapat di atas, Hilmi (2017: 167) menjelaskan bahwa Pembelajaran IPS adalah suatu pembelajaran yang mengadaptasi ilmu-ilmu sosial dan humaniora dengan cara mengkaji suatu permasalahan yang ada di masyarakat dari berbagai sudut pandang untuk meningkatkan kepekaan sosial dan partisipasi dalam kegiatan di masyarakat.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa IPS merupakan suatu mata pelajaran yang mengkaji mengenai kehidupan manusia di masyarakat dan nilai-nilai yang dapat diterapkan dalam kehidupan sosial agar dapat tercipta suatu hubungan dan kehidupan bermasyarakat yang baik. Kajian-kajian yang ada dalam IPS berasal dari berbagai permasalahan dan isu-isu yang ada dalam masyarakat. Melalui pembelajaran IPS, diharapkan berbagai permasalahan tersebut dapat terselesaikan.
2. Tujuan IPS
Penerapan suatu mata pelajaran tentulah memiliki suatu tujuan atau arah pencapaian masing-masing. Menurut Endayani (2018: 124), tujuan dari IPS adalah sebagai berikut:
a. Pengembangan kemampuan intelektual siswa yang berorientasi pada pengembangan kemampuan-kemampuan intelektual yang berhubungan dengan diri peserta didik dan kepentingan ilmu.
b. Pengembangan kemampuan dan rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan bangsa yang berorientasi pada
pengembangan diri peserta didik dan kepentingan masyarakat.
c. Pengembangan diri peserta didik sebagai pribadi untuk kepentingan dirinya, masyarakat maupun ilmu.
Susanto (2013: 145) menjelaskan bahwa tujuan utama pembelajaran IPS adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan-tujuan tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran IPS tidak hanya mengarah pada pencapaian pengetahuan peserta didik saja tetapi juga keterampilan, nilai, sikap yang dapat membantu anak dalam berpartisipasi dalam masyarakat yang luas.
Rini (2019: 11) menyatakan bahwa tujuan dari IPS adalah agar peserta didik memiliki kompetensi yang seimbang antara sikap dan kemampuan yang lebih baik dari sebelumnya. Sejalan dengan pendapat di atas, Mamangan (2021: 56) menjelaskan bahwa tujuan pembelajaran IPS adalah agar peserta didik memiliki pengetahuan dan wawasan tentang konsep dasar sosial ilmu pengetahuan dan humaniora, memiliki kepekaan dan kesadaran akan masalah sosial di lingkungannya serta memiliki keterampilan untuk belajar memecahkan masalah-masalah sosial tersebut.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari IPS terbagi dalam tiga hal yaitu kemampuan berupa pengetahuan atau wawasan kesosialan mengenai permasalahan yang ada di
masyarakat, kemampuan menyikapi permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat dan keterampilan untuk berpartisipasi dan berinteraksi dengan anggota masyarakat yang lain sebagai seorang warga negara agar tercipta suatu lingkungan masyarakat yang aman dan nyaman. Ketiga
tujuan tersebut saling berkaitan satu sama lain untuk mewujudkan suatu hubungan kemasyarakatan yang harmonis
3. Ruang Lingkup IPS
IPS memiliki ruang lingkup yang berbeda-beda setiap jenjang pendidikannya. Ruang lingkup mata pelajaran IPS di sekolah dasar menurut depdiknas, adalah sebagai berikut:
a. Manusia, tempat, dan lingkungan.
b. Waktu, keberlanjutan, dan perubahan.
c. Sistem sosial dan budaya.
d. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan
Susanto (2013: 160) menjelaskan bahwa ruang lingkup IPS di sekolah dasar memiliki karakteristik, sebagai berikut:
a. IPS merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan dan agama.
b. Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu.
c. Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS juga menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.
d. Standar kompetensi dan kompetensi dasar dapat menyangkut peristiwa-peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan masalah serta upaya-upaya perjuangan hidup agar dapat bertahan dan memenuhi kebutuhan, kekuasaan, keadilan, dan keamanan.
e. Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS menggunakan tiga dimensi dalam mengkaji dan memahami fenomena sosial serta kehidupan manusia secara keseluruhan yaitu ruang, waktu dan nilai/norma.
Anshori (2014: 633) memaparkan bahwa ruang lingkup pembelajaran IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang disiplin ilmu sosial seperti sejarah, geografi, ekonomi, hukum dan politik, sosiologi/antropologi dan sebagainya. Disiplin ilmu tersebut mempunyai suatu keterpaduan dengan
geografi yang memberikan wawasan kewilayahan, sejarah yang
memberikan wawasan mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau, ekonomi membahas mengenai berbagai kebutuhan manusia, hukum dan politik yang membahas mengenai peraturan dan kekuasaan dalam masyarakat, dan sosiologi/antropologi yang membahas mengenai nilai-nilai, kepercayaan dan struktur sosial masyarakat. Gabungan matri- materi ini kemudian dikemas menjadi suatu kompetensi atau topik (tema) tertentu.
Asmahasanah, dkk. (2018: 54) menjelaskan mengenai empat ruang lingkup IPS yang diambil berdasarkan perspektif atau sudut pandang, keempat perspektif tersebut adalah perspektif pribadi, perspektif pengambilan keputusan, perspektif pluralis dan perspektif global.
Perspektif pribadi menenkankan pada kemampuan peserta didik dalam menyelidiki setiap peristiwa yang ada di sekitarnya. Perspektif
pengambilan keputusan menjelaskan mengenai bagaimana seseorang dapat mempertimbangkan berbagai keputusan yang diambilnya serta bertanggung jawab atas keputusan itu. perspektif ketiga menjelaskan mengenai sikap penghargaan terhadap berbagai perbedaan dan keberagaman yang ada di masyarakat. Perspektif global menekankan pada sikap kepedulian seseorang terhadap lingkungan dunia yang luas.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup IPS merupakan suatu gabungan dari pokok-pokok bahasan ilmu kesosialan yang terdiri dari sejarah, geografi, hukum dan politik,
ekonomi dan sosiologi/antropologi yang didalamnya terkandung berbagai permasalahan dan fenomena di masyarakat.
E. Metode Pembelajaran Debat Aktif 1. Pengertian Metode Pembelajaran
Untuk memaksimalkan ketercapaian tujuan pembelajaran, diperlukan perpaduan berbagai komponen-komponen pembelajaran yang sesuai.
Salah satu komponen pembelajaran yang perlu diperhatikan adalah metode pembelajaran. Menurut Daryanto dan Karim (2017: 115), metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh guru. Dalam hal ini, metode
pembelajaran mengarah pada teknik penyajian yang dikuasai oleh guru untuk mengajar dan menyajikan bahan pelajaran kepada peserta didik di dalam kelas, baik secara individual maupun secara kelompok agar pelajaran dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh peserta didik dengan baik.
Sedangkan menurut Afandi, dkk (2016: 16), metode pembelajaran adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru agar penggunaannya bervariasi sesuai yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Menurut Dewi (2018: 46), metode pembelajaran adalah suatu komponen proses yang mudah mudah diketahui,
diaplikasikan, dan diteorikan dalam membantu pencapaian hasil belajar.
Berbagai metode yang dipilih tersebut dilakukan untuk menjamin
pendidik dan peserta didik untuk mampu mengembangkan proses belajar mengajar untuk menunjang kualitas pendidikan. Dengan kata lain, metode pembelajaran yaitu taktis, teknis dan praktis untuk diterapkan oleh pendidik dan peserta didik dalam mencapai hasil belajar yang optimal.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran merupakan suatu teknik yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik. Teknis ini bersifat variatif dan dipilih yang paling sesuai untuk
mengoptimalkan kegiatan pembelajaran dan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, penggunaan metode pembelajaran yang sesuai dapat mendukung pengoptimalan kegiatan pembelajaran dan peningkatan hasil belajar peserta didik.
2. Pengertian Metode Debat Aktif
Metode debat aktif dinilai mirip dengan metode diskusi terutama pada bagian penyusunan argumen yang dilakukan dengan berdiskusi oleh masing-masing kelompok pro dan kontra. Perbedaannya terletak pada posisi kelompok, dimana dalam metode debat aktif, peserta didik berdiskusi sebagai kelompok pro dan kontra sedangkan pada diskusi, masing-masing kelompok berdiskusi mengenai jawaban tanpa ada perbedaan kelompok pro maupun kontra. Posisi kelompok dalam debat aktif juga saling berlawanan dalam argumennya sedangkan dalam diskusi, masing-masing kelompok diperbolehkan menyampaikan argumen atau pendapat yang sama mengenai suatu topik. Menurut Sholahuddin dan Alawiyah (2021: 250), metode debat aktif merupakan metode pembelajaran yang bertujuan untuk mendorong peserta didik untuk membangun pengetahuannya untuk mengemukakan pendapat melalui perdebatan kelompok diskusi yang disatukan dalam sebuah diskusi kelas. Desain debat aktif juga bertujuan untuk mendorong peserta didik agar dapat aktif dalam pembelajaran melalui penyampaian gagasan yang dimilikinya.
Sedangkan menurut Simbolon (2016: 102-103), metode debat aktif merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dengan cara menyusun materi ajar menjadi kelompok pro dan kontra dan setiap kelompok terdiri dari tiga orang atau lebih yang tiap kelompoknya akan melakukan perdebatan mengenai topik yang telah ditugaskan dan dipilih serta disesuaikan sebelumnya. Menurut Saputra (2016: 3), debat aktif dipahami sebagai suatu kegiatan berbentuk diskusi yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk saling
berargumentasi dalam kelompok pro dan kontra. Dalam penerapannya, metode ini bertujuan sebagai suatu pilihan metode yang dapat
meningkatkan hasil belajar peserta didik dan meningkatkan keterampilan pemecahan permasalahan. Silaghi (2014: 8395) berpendapat bahwa metode debat dalam pembelajaran dapat membantu mengembangkan kompetensi peserta didik dalam berkomunikasi, bersosialisasi, bertanya, dan bekerja sama dalam tim. Metode ini bekerja dengan cara
memanfaatkan memori lama dan menyesuaikannya dengan konteks baru.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa motode debat aktif merupakan metode pembelajaran yang berfokus pada proses pembangunan pengetahuan oleh peserta didik mengenai materi yang dipelajari melalui topik diperdebatkan. Dalam hal ini, peserta didik dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok pro dan kontra untuk kemudian secara kelompok berdiskusi untuk menyusun argumen sesuai dengan posisi kelompoknya masing masing. Perbedaan utama dari metode debat dan metode debat aktif terletak pada tujuannya. Debat mempunyai tujuan utama untuk memcahkan masalah yang timbul karena adanya perbedaan pandangan. Sedangkan metode debat aktif mempunyai tujuan utama untuk mengkonstruk atau membangun pengetahuan peserta didik mengenai isu-isu dan meningkatkan keaktifan melalui penyampaian pendapat mengenai isu-isu yang ada di masyarakat seperti maraknya pelanggaran lalu lintas dan perilaku mencontek saat ujian pada peserta didik.
3. Langkah-langkah Pembelajaran Metode Debat Aktif Daryanto dan Karim (2017: 17) menjelaskan bahwa metode pembelajaran debat memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pendidik membagi 2 kelompok peserta debat yang terdiri dari pro dan kontra.
2. Pendidik memberikan tugas untuk membaca materi yang akan didebatkan oleh kedua kelompok di atas.
3. Setelah selesai membaca materi, pendidik menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara dan ditanggapi atau dibalas
oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya sampai sebagian besar peserta didik bisa mengemukakan pendapatnya.
4. Sementara peserta didik menyampaikan pendapatnya, pendidik menulis ide-ide dari setiap pembicaraan di papan tulis. Sampai sejumlah ide yang diharapkan pendidik terpenuhi.
5. Pendidik menambahkan ide dan konsep yang belum terungkap.
6. Dari data-data di papan tersebut, pendidik mengajak peserta didik membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang dibicarakan.
Purnomo (2014: 4) menjelaskan bahwa langkah-langkah pembelajaran dengan metode debat aktif diantaranya adalah:
1. Pendidik membuat sebuah pernyataan yang kontroversial yang berhubungan dengan materi pembelajaran.
2. Pendidik membentuk peserta didik menjadi dua kelompok besar.
3. Satu kelompok sebagai kelompok pro atau pendukung pernyataan tersebut dan satu kelompok yang lain adalah sebagai kelompok kontra atau yang menolak pernyataan tersebut.
4. Pendidik bertanya kepada kelompok pro mengenai alasan mereka mendukung pernyataan tersebut.
5. Pendidik mengarahkan kelompok kontra untuk mempertahankan pendapat mereka.
6. Pendidik mengatur jalannya debat agar pembelajaran tetap berjalan kondusif.
Silberman (2013: 141-143) menjelaskan langkah-langkah metode pembelajaran debat aktif sebagai berikut:
1) Pendidik membuat pertanyaan atau menentukan topik yang berkaitan dengan isu kontroversial yang berhubungan dengan materi pelajaran.
2) Membagi kelas menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pro dan kelompok kontra.
3) Membuat dua sampai empat subkelompok di dalam setiap tim debat.
Setiap subkelompok diminta membuat argumen sesuai posisi yang diterimanya, atau berikan daftar argumen yang bisa mereka
diskusikan dan pilih. Pada akhir diskusi, setiap subkelompok memilih satu orang sebagai juru bicaranya.
4) Menyiapkan dua sampai empat kursi (tergantung jumlah
subkelompok di setiap pihak) untuk para juru bicara di pihak yang pro, dan berhadapan dengan mereka, jumlah kursi yang sama untuk
para juru bicara dari pihak yang kontra. Peserta didik lainnya ditempatkan di belakang tim debat mereka. Perdebatan dimulai dengan meminta para juru bicara menyampaikan pendapat mereka.
Proses ini disebut dengan “argumen pembuka”.
5) Debat dapat dihentikan setelah semua peserta didik mendengar argumen-argumen pembuka, kemudian peserta didik diminta berkumpul di subkelompok masing-masing. Semua subkelompok menyusun strategi untuk membalas argumen pembuka dari pihak lawan. Setiap subkelompok memilih lagi seorang juru bicara, dan lebih baik memilih orang yang baru.
6) Perdebatan dapat dimulai kembali. Pendidik meminta para juru bicara baru untuk memberikan “argumen balasan”. Sementara debat berlangsung (pendidik memastikan kedua pihak berargumen secara bergantian), peserta didik lainnya memberikan catatan berisi argumen atau bantahan kepada tim debat masing-masing. Mereka juga boleh bersorak atau bertepuk tangan atas argumen yang disampaikan oleh timnya.
7) Pendidik dapat menghentikan debat ketika sudah dirasa cukup.
Pendidik mengumpulkan semua peserta didik dalam satu lingkaran.
Pendidik memastikan setiap peserta didik menyatu dengan
mendudukkan setiap peserta didik bersebelahan dengan peserta didik dari pihak lawan. Pendidik kemudian memimpin seluruh peserta didik untuk mengadakan diskusi bersama mengenai isu yang
dipelajari oleh peserta didik dari pengalaman berdebat tadi. Pendidik meminta semua peserta didik untuk mengidentifikasi argumen terbaik mana saja yang disampaikan oleh kedua belah pihak.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka peneliti akan mengadopsi pendapat dari Arumpoko mengenai langkah-langkah pembelajaran debat aktif dan menyesuaikannya kembali dengan situasi pembelajaran di kelas dan materi pembelajaran serta isu yang berkaitan dengan materi tersebut.
4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Debat Aktif
Setiap metode yang digunakan dalam pembelajaran tentu tidak terlepas dari segala kekurangan dan kelebihan masing-masing metode. Begitu juga dengan metode debat aktif. Metode debat aktif juga memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihan dari metode debat aktif menurut Arumpoko (2017: 41), diantaranya adalah:
a. Melatih peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran dengan menyampaikan pendapat.
b. Membangkitkan motivasi belajar peserta didik.
c. Melatih peserta didik untuk berpikir kritis.
d. Melatih kemampuan untuk bekerja sama dalam kelompok.
e. Dapat digunakan dan diterapkan pada kelompok kelas kecil maupun besar.
f. Tidak memerlukan banyak media.
Selain kelebihan, metode debat aktif juga memiliki kekurangan, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Memerlukan waktu yang cukup lama dan persiapan yang matang b. Kesempatan berbicara yang tidak bisa menyeluruh diberikan
kepada peserta didik
c. Emosi dapat terjadi apabila persebatan berjalan dengan sengit atau karena pendapat kelompok lawan yang menyulut emosi karena ketidaksamaan pendapat.
d. Tidak dapat digunakan dalam semua mata pelajaran.
Sengul dan Demirel (2021: 127) menyatakan bahwa metode debat dapat menciptakan tantangan persaingan yang positif di kelas. Metode ini juga dapat membuat peserta didik aktif berpartisipasi dalam diskusi. Setalah proses diskusi, peserta didik dapat lebih aktif dan tidak takut serta cemas dalam berpartipasi dalam berbagai kegiatan kelas lainnya setelahnya.
Astati (2019: 57) menyatakan bahwa metode debat memiliki kelebihan