MUHAMMAD ALIF RIFALDI
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2022
PERAN KEJAKSAAN DALAM TAHAP PENUNTUTAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN
KEKERASAN
(Studi Pada Kejaksaan Tinggi Lampung)
Laporan Akhir Magang Ekuivalensi
Skripsi
Oleh
ii
ABSTRAK
PERAN KEJAKSAAN DALAM TAHAP PENUNTUTAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN
KEKERASAN
(Studi Pada Kejaksaan Tinggi Lampung) Oleh
MUHAMMAD ALIF RIFALDI
Undang-undang 11 tahun 2021 tentang perubahan Undang-undang 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia mengubah sebanyak 39 ketentuan dari Undang- undang Kejaksaan yang lama. Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang melaksanakan kekuasaan negara dibidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan Undang-undang. Kejaksaan dapat ditugaskan aparatur sipil negara, prajurit Tentara Nasional Indonesia, atau pejabat lain yang tidak menduduki jabatan Jaksa, serta diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal anak yang melakukan tindak pidana, walaupun secara kualitas dan kuantitas dapat saja melakukan perbuatan melanggar hukum seperti halnya yang dilakukan oleh orang dewasa, tetapi penanganan yang diberikan tidak harus sama dengan penanganan bagi orang dewasa yang melakukan kejahatan. Kejaksaan sebagai pihak yang berwenang dalam tahap penuntutan, diharapkan dalam membuat dakwaan dapat memberikan efek jera pada pelaku dengan tetap memenuhi hak-hak pelaku.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana profil regulasi yang mengatur tentang kedudukan dan peran Kejaksaan dalam tahap penuntutan terhadap anak yang melakukan tindak pidana dan bagaimana peran Kejaksaan dalam tahap penuntutan terhadap anak yang melakukan tindak pidana. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang menekankan pada norma-norma hukum tertulis yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang bersumber pada norma hukum positif dan doktrin. Penelitian ini dilakukan di Kejaksaan Tinggi Lampung, dengan mempelajari data-data yang diperoleh dari hasil wawancara dan dari kajian kepustakaan, buku-buku, dokumen, serta peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah yang akan dibahas. Langkah selanjutnya adalah mengklasifikasikan sesuai dengan permasalahan yang diteliti, kemudian data tersebut disusun dan dianalisa dengan metode deskriptif. Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Narasumber dalam penelitian ini yaitu Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Lampung.
Sebagai Negara Hukum, Indonesia telah menuangkan peraturan mengenai tindak pidana kekerasan dalam bentuk peraturan tertulis baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum
iii
Muhammad Alif Rifaldi Pidana (KUHP) maupun dalam Undang-Undang khusus. Sebelum melihat aturan yang mengatur tentang tindak pidana kekerasan, terlebih dahulu Penulis menerangkan pengertian kekerasan di dalam KUHP tidak diberikan pengertian khusus mengenai apa yang dimaksud dengan kekerasan, namun dalam Pasal 89 KUHP disebutkan bahwa
“Yang disamakan melakukan kekerasan itu artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara yang tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan
segala macam senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya”. Yang disamakan dengan melakukan kekerasan menurut pasal ini ialah : membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya (lemah).
Bedasarkan dari hasil penelitian maka penulis mengambil kesimpulan bahwa telah ada kesinkronan antara perundang-undangan dengan penerapannya dan Kejaksaan Tinggi Lampung sudah melaksanakan perannya sesuai dengan Undang-Undang.
Kata kunci : Penuntutan, Anak, Tindak Pidana, Kekerasan dan Kejaksaan
iv
ABSTRACT
THE ROLE OF THE PROSECUTOR'S OFFICE IN THE PROSECUTION STAGE OF A CHILD WHO COMMITS A CRIMINAL ACT OF VIOLENT
THEFT
(Study at the Lampung High Court) By
MUHAMMAD ALIF RIFALDI
Law 11 of 2021 concerning amendments to Law 16 of 2004 concerning the Prosecutor's Office of the Republic of Indonesia amends 39 provisions of the old Prosecutor Law.
The Prosecutor's Office is a government institution whose functions are related to judicial power that carries out state power in the field of prosecution and other authorities based on the law. The Prosecutor's Office may be assigned to the state civil apparatus, soldiers of the Indonesian National Army, or other officials who do not hold the position of the Prosecutor, and are appointed and dismissed by the Attorney General in accordance with the provisions of the legislation. In the case of a child who commits a crime, although in terms of quality and quantity they may commit acts that violate the law as is done by adults, the treatment given does not have to be the same as the treatment for adults who commit crimes. The Prosecutor's Office as the authorized party in the prosecution stage, is expected to make indictments to have a deterrent effect on the perpetrators while still fulfilling the rights of the perpetrators.Key words:
Prosecution, Child, Crime and Public Attorney.
The problem in this study is how the profile of the regulations governing the position and role of the Prosecutor's Office in the prosecution stage of children who commit crimes and how the role of the Prosecutor's Office in the prosecution stage of children who commit crimes. This research is a normative juridical research, namely research that emphasizes written legal norms contained in laws and regulations that are sourced from positive legal norms and doctrines. This research was conducted at the Lampung High Court, by studying the data obtained from interviews and from literature studies, books, documents, and laws and regulations related to the issues to be discussed. The next step is to classify according to the problems studied, then the data is compiled and analyzed using descriptive methods. Sources of data used in this study are primary data and secondary data. The resource persons in this study were the Prosecutors at the Lampung High Prosecutor's Office.
v
Muhammad Alif Rifaldi As a state of law, Indonesia has laid down regulations regarding violent crimes in the form of written regulations, both in the Criminal Code (KUHP) and in special laws.
Before looking at the rules governing violent criminal acts, the author first explains the notion of violence in the Criminal Code which does not give a specific understanding of what is meant by violence, but Article 89 of the Criminal Code states that "What is equated with committing violence means using physical force or strength not illegally, for example hitting with the hands or with all kinds of weapons, kicking, kicking, and so on”. What is equated with committing violence according to this article is: making people faint or helpless (weak).
Based on the results of the study, the authors conclude that there has been synchronization between the legislation and its implementation and the Lampung High Court has carried out its role in accordance with the Act.
Keywords : Prosecution, Children, Crime, Violence, and Prosecutors
vi
PERAN KEJAKSAAN DALAM TAHAP PENUNTUTAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN
KEKERASAN
(Studi Pada Kejaksaan Tinggi Lampung)
Oleh
MUHAMMAD ALIF RIFALDI Laporan Akhir Magang Ekivalensi Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM Pada
Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2022
••
>
Wakil LJekan Bidang Akademlk dan Kerj!l$11JT1a FH Unila
Dr. R•dl Natam,barja, S.H., DEA.
NIP 1978!2312003121003 : Hukum
\J
MENYETII : Umu Hutum
Nen•y Dwi Ariani, S.H .• M.H.
NIP 199201172022032005 Dosen Pembimbing Lapontn 11 Maya Shafira, S.H., M.H.
NJI'. 197709012005012002 Dosen Pernbrmbing Laporan I Fakultas
l"mgnun Studt
Nnmor Pokok Mahas1swa : 111421!11028
Nama Mahasiswa : Mub.ammad Alif Ri&kli Judul Laporan Akhir
Magang 1:.luvalensi Skripsr : PE RAN KEJAKSAAN DA LAM T AHAP PENUNTUTANTERHADAPANAKYANG MELAKUKAN TINOAK Pl DANA PENCURJAN DENGAN KEKERASAN
(St•<li Pada Kejabun Tinggi L•mpung)
HALAMAN PENG[SAHAN
: Dr. Rudi N•tamiharja, S.H., DEA.
: Ardi Wi00>1-o, S.H., M.H.
. Maya Sludi(!, �M.H.
'c ""'
· NenRy Dwi Ari1ni, S.H., �·
"'
Fakih, S.H., M.S.
988031002
Tansgal Lulu, Ujian Laponm: 04 Agustu 2022 Pcnsuji Utama
Sekretaris
Anggota
2.
1. Tim Penguji
Ll..\HIAk !'ERNY AT AA!\
Muhammad Alif Rifaldi NPM.1842011028
Bandar Ul.mpung 04 Agustus 2()22 Pembuat Pcrnydlaan
adalah karyd saya ,cndm dJ:1 saya tidak rnclakukan p,enjtplakan atau pcnguupa.a l'•hap Ptounlutan Tcrhadap Anak Yang Melakukan Tindal. l'idana l'l"ncurhrn Dengan Kekcr asan (Stu di Pad a Kcjaknan Tinggi Lampung)"
l.ampung
atas lmiya penuns lam dengan earn )ang ttdak sesuar dcngan lJl.d �u.ka ilmtd!t y-,mj,\
bcrlaku dalam ma,;yar,lkat akaderruk a\au. yang drsebut Plagiarism
menanggung akibnt dan ,;anksi yang diberikan kepada saya, saya bcrsedia d,tuntut s.:sua1 dcngan hukum ywig herlnku.
Ata& pemyataan m,, apab,la di kemud,an han arfanya ket,dakbenaran saya bersedia l. Laponm A};hir Magang Eki,nlensi Sknpsi dengan Judul "l'nan Kejak$aan Dalam
2 1-lak lutelekrual atas karya tlm,ah mi crserahkan 'lCfX:nuhuya kcpada Umversnas Den8"n mi saya menyatakan deng.m sebenamya bahwd
ix
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa :
1. Laporan Akhir Magang Ekivalensi Skripsi dengan Judul “Peran Kejaksaan Dalam Tahap Penuntutan Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan (Studi Pada Kejaksaan Tinggi Lampung)”
adalah karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain dengan cara yang tidak sesuai dengan tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau yang disebut Plagiarism.
2. Hak Intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada Universitas Lampung.
Atas pernyataan ini, apabila di kemudian hari adanya ketidakbenaran saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan kepada saya, saya bersedia dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku.
Bandar Lampung 04 Agustus 2022 Pembuat Pernyataan
Muhammad Alif Rifaldi NPM. 1842011028
x
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 16 Juli 1997, sebagai anak pertama dari pasangan Ayah Ali Madiyanto dan Ibu Linda Wati. Penulis memulai Pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Al Azhar 10 Tanjung Bintang diselesaikan pada tahun 2003, Sekolah Dasar (SD) Dwi Warna Panjang diselesaikan pada tahun 2009, Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 2 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2012, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 10 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2015. Pada tahun 2018, penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan jalur Paralel. Pada tahun 2021 penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Periode II selama 40 hari di Desa Serdang, Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Kemudian pada bulan Juni 2022 Penulis mengikuti program magang Merdeka Belajar - Kampus Merdeka selama 3 bulan di Kejaksaan Tinggi Lampung.
xi
MOTTO
“Tuhan tidak menuntut kita untuk sukses, Tuhan hanya menyuruh kita berjuang tanpa henti”
(Emha Ainun Nadjib)
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”
(QA. Al Baqarah: 286)
“Kebanyakan orang merasa sukses itu adalah jerih payah diri sendiri, tanpa campur tangan Tuhan. Mengingat Tuhan adalah sebagai ibadah vertikal
dan menolong sesama sebagai ibadah horizontal”
(Bob Sadino)
“Manusia seringkali salah memilih jalan, tapi Tuhan tidak pernah salah menitipkan ujian.
Kalau mau langkahnya lebih tentram, selalu bersyukur dan ingat pada Tuhan”
(Muhammad Alif Rifaldi)
xii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahi robbil „alamin, dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT., Nabi Muhammad SAW., karena atas karunia rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan akhir magang equivalensi skripsi ini.
Teriring doa, rasa syukur, dan segala kerendahan hati. Dengan segala cinta dan kasih sayang, ku persembahkan karya kecilku ini untuk :
Ayahandaku tercinta Ali Madiyanto dan Ibundaku tercinta Linda Wati yang telah memberikan cinta kasih, keikhlasan, dan mendidik ku sebagai Amanah dari
Allah SWT. Atas semua doa, perjuangan, air mata, pelukan hangat, motivasi yang menguatkan raga ini untuk terus berjuang dalam setiap proses perjalanan hidup yang harus dilalui. Semoga anakmu ini dapat menjadi insan yang hidupnya bermanfaat dan
tercapai cita-citanya serta dapat membaktikan diri dan membahagiakan kalian.
Adik-adikku Tersayang,
Aulia Riney Maghfira dan Tri Ababil Pinaring Gusti
yang telah tumbuh bersama untuk saling menguatkan dalam setiap proses pendewasaan hidup ini dan semoga kakakmu dapat menjadi insan yang baik dan selalu dapat
memberikan teladan yang baik kepada kalian.
xiii
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat kepada Allah SWT., karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir magang equivalensi skripsi dengan judul “Peran Kejaksaan Dalam Tahap Penuntutan Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan (Studi Pada Kejaksaan Tinggi Lampung)” sebagai salah satu syarat mencapai gelar sarjana di Fakultas Hukum
Universitas Lampung. Penulis menyadari dalam penulisan laporan akhir magang equivalensi skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, petunjuk dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini, Penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan
terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Muhammad Fakih, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;
2. Bapak Nanang Sigit Yulianto, S.H., M.H. selaku Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung;
3. Bapak Muhammad Hari Wahyudi, S.H. selaku Asisten Bidang Perdata dan TUN Kejaksaan Tinggi Lampung;
4. Bapak Dr. Rudi Natamiharja, S.H., DEA. Selaku Wakil Dekan Bagian Akademik dan Kerjasama Fakultas Hukum Universitas Lampung;
5. Ibu Maya Shafira, S.H., M.H. selaku Pembimbing I atas kesediaannya meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian penelitian ini;
6. Ibu Dr. Fristia Berdian Tamza, S.H., M.H. selaku Pembimbing II atas kesediaannya meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian penelitian ini;
7. Bapak Agit Yogi Subandi, S.H., M.H. selaku Koordinator MBKM atas kesediaannya meluangkan waktu, pikiran serta memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses awal hingga penyelesaian MBKM ini;
xiv
8. Ibu Siti Nurhasanah, S.H., M.H. selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan motivasi selama ini;
9. Bapak/Ibu Jaksa serta para staff bagian Perdata dan TUN Kejaksaan Tinggi Lampung atas doa, semangat, dan motivasinya yang diberikan kepada Penulis;
10. Seluruh Bapak/Ibu Jaksa, staff, dan karyawan Kejaksaan Tinggi Lampung;
11. Teristimewa untuk kedua orang tuaku tersayang, Bapak Ipda Ali Madiyanto dan Ibu Linda Wati atas doa, kasih sayang, dukungan, motivasi, nasihat dan pelajaran berharga tentang kehidupan yang telah diberikan kepadaku sejak kecil hingga saat ini;
12. Adik-adikku tersayang, Aulia Riney Maghfira, Amd.Kes dan Tri Ababil Pinaring Gusti yang selalu mendoakan kakak, memberikan semangat, motivasi, dan kebahagiaan, jadilah orang yang berguna untuk banyak orang. Gapailah cita-cita yang telah kalian buat. Berikan kebahagiaan kepada keluarga dan orang tua kita;
13. Kepada yang teristimewa selanjutnya keluarga besarku, khususnya kedua kakek dan nenekku tersayang, Bapak Padi (Alm), Ibu Sukinem (Almh), Bapak Amir Syamsuri dan Ibu Ermina Warganegara. Tak lupa para pakde, bude, uwak, bulek, om, tante, mas dan mbak serta saudara-saudaraku tersayang, terimakasih atas doa, semangat, motivasi dan dukungannya dalam bentuk apapun;
14. Untuk Mbak ku, Rosida Diani, S.H.,M.H terimakasih atas segala kebaikan yang tidak akan pernah bisa aku balas dan tidak akan pernah aku lupakan. Terimakasih sudah meluangkan waktunya untuk selalu membantuku serta terimakasih atas motivasi, semangat, doa dan bantuannya dalam bentuk apapun. Semoga segala hal baik selalu menyertai mbak Dian.
15. Teruntuk Tiyas Fitriyani, Amd.Kes terimakasih atas dukungan, kebaikan, perhatian dan kebijaksanaan. Terimakasih juga karena memberi tahu saya cara hidup dengan jujur dan bahagia.
xv
16. Untuk Paksu dan Maksu ku yaitu wak Damanhuri Warganegara, S.H., M.H. dan wak Dr. Erna Dewi, S.H., MH. Terimakasih telah banyak memberikan bantuan dan masukkannya dalam proses perkuliahan hingga proses skripsi ini berjalan dengan lancar, yang mana hal itu begitu berharga sehingga penulis bisa menjadi versi terbaiknya seperti sekarang;
17. Untuk teman-teman Magang Kejati dan KKL dari Unsri Terimakasih atas kebersamaan, semangat, dukungan, dan motivasi kalian. Semoga apa yang kalian cita-citakan dapat tercapai dan diberikan kemudahan di setiap perjalanan kalian;
18. Semua pihak yang terlibat dalam program magang Merdeka Belajar - Kampus Merdeka, terimakasih sudah mengusahakan agar program ini dapat berjalan dengan sebaik-baiknya;
19. Almamaterku tercinta, Universitas Lampung.
Bandar Lampung, 4 Agustus 2022 Penulis,
Muhammad Alif Rifaldi
xvi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... ii
ABSTRACK ... iv
HALAMAN JUDUL ... vi
HALAMAN PERSETUJUAN ... vii
HALAMAN PENGESAHAN ... viii
LEMBAR PERNYATAAN ... ix
RIWAYAT HIDUP... x
MOTTO ... xi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... xii
SANWACANA ... xiii
DAFTAR ISI ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xix
DAFTAR TABEL ... xx
I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN PROFIL MAGANG ... 11
A. Tinjauan Pustaka ... 11
1. Tinjauan Umum Tentang Kedudukan Jaksa Sebagai Penuntut Umum .. 11
2. Tindak Pidana Pencurian ... 25
3. Anak... 28
4. Tindak Pidana Kekerasan ... 31
B. Profil Instansi ... 32
1. Deskripsi Instansi ... 32
2. Sejarah Lokasi Tempat Magang ... 35
3. Struktur Organisasi dan Tata Kelola ... 42
xvii
III. METODE PENELITIAN ... 45
A. Metode Penelitian ... 45
1. Jenis Penelitian ... 45
2. Tipe Penelitian ... 45
3. Pendekatan Masalah ... 46
4. Sumber dan Jenis Data ... 46
5. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 47
6. Analisis Data... 48
B. Metode Praktek Kerja Lapangan ... 48
1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 48
2. Metode Pelaksanaan ... 48
3. Tujuan Magang ... 50
4. Manfaat Magang ... 50
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52
A. Peran Kejaksaan Dalam Tahap Penuntutan Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Di Kejaksaan Tinggi Lampung ... 52
B. Pengaturan Hukum Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan ... 57
V. PENUTUP ... 64
A. Kesimpulan ... 64
B. Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 66
LAMPIRAN ... 69
SURAT KEPUTUSAN DEKAN... 69
SURAT PENGANTAR MAGANG ... 72
SURAT KEPUTUSAN PEMBIMBING INSTANSI ... 74
PERTANYAAN WAWANCARA ... 75
xviii
DOKUMENTASI KEGIATAN MAGANG ... 76 LAPORAN HARIAN (LOGBOOK) ... 79
xix
DAFTAR GAMBAR 1. Surat Keputusan Dekan
2. Surat Pengantar Magang
3. Surat Keputusan Pembimbing Instansi 4. Foto Diri
5. Lambang Kejaksaan Tinggi Lampung
6. Struktur Organisasi Kejaksaan Tinggi Lampung 7. Dokumentasi Kegiatan Magang
xx
DAFTAR TABEL
Laporan Harian Magang (LOGBOOK) ... 73
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu Negara yang meratifikasi konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak-hak Anak, Melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 36 tanggal 25 Agustus 1990. Dengan diratifikasinya konvensi tersebut, seharusnya secara hukum Negara berkewajiban melindungi dan memenuhi hak-hak anak, baik sosial, politik, budaya dan ekonomi. Anak adalah masa depan kita, masa depan agama, masa depan bangsa dan harapan umat manusia. Jika suatu bangsa menginginkan masa depan yang baik, maka anak sebagai penerus bangsa adalah kunci utamanya. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (tahun), dan termasuk anak yang masih dalam kandungan.1 Mendidik anak adalah tugas kita bersama, tugas semua elemen masyarakat.
Dalam lingkup terkecil anak akan belajar hal baru dari keluarga, kemudian berkembang kelingkungan tempat tinggal, berlanjut proses pembelajaran pada tingkat sekolah yang tidak hanya mengajarkan mengenai pelajaran formal, namun juga belajar mengenai norma yang berlaku dimasyarakat. Hukum merupakan sarana untuk mengatur masyarakat sebagai control sosial, maka hukum bertugas untuk menjaga agar masyarakat dapat tetap berada dalam pola-pola tingkah laku yang diterima olehnya. Bila kita mengikuti perkembangan berita sehari-hari baik majalah-majalah, koran-koran ataupun media massa lainnya, kita sering membaca dan mendengar berita-berita mengenai perbuatan melanggar hukum baik berupa pembunuhan, perampokan, pencurian, penganiayaan dan lain sebagainya. Perbuatan melanggar hukum tersebut tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, tetapi juga oleh anak-anak.
1 Republik Indonesia, “Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang perlindungan Anak” Bandung:
Citra Umbara, 2007, h. 3.
2
Undang-undang 11 tahun 2021 tentang perubahan Undang-undang 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia mengubah sebanyak 39 ketentuan dari Undang- undang Kejaksaan yang lama. Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang melaksanakan kekuasaan negara dibidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan Undang-undang. Kejaksaan dapat ditugaskan aparatur sipil negara, prajurit Tentara Nasional Indonesia, atau pejabat lain yang tidak menduduki jabatan Jaksa, serta diangkat dan diberhentikan oleh Jaksa Agung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun untuk proses penuntutan anak berbeda dengan karena berlaku asas lex specialis derogat legi generalis yang dapat diartikan bahwa hukum yang khusus akan mengesampingkan hukum yang umum, hal ini diatur pada Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak yang kemudian diganti dengan UndangUndang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang kejaksaan, adalah menjadi kewajiban bagi setiap badan negara terutama dalam bidang penegakan hukum dan keadilan untuk melaksanakan dan membina kerja sama yang dilandasi semangat keterbukaan kebersamaan, dan keterpaduan dalam suasana keakraban guna mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu. Hubungan kerja sama ini dilakukan melalui koordinasi horizontal dan vertikal secara berkala dan kesinambungan dengan tetap menghormati fungsi, tugas dan wewenang masing-masing.2
Dalam pergaulan masyarakat, setiap hari terjadi hubungan antara anggota-anggota masyarakat yang satu dengan lainnya. Pergaulan tersebut menimbulkan berbagai peristiwa atau kejadian yang dapat menggerakkan peristiwa hukum.3 Anak adalah generasi penerus bangsa. Oleh karena itu setiap anak seharusnya mendapatkan haknya untuk bermain, belajar dan bersosialisasi.Tapi keadaannya menjadi berbalik apabila anak melakukan tindak pidana, tetapi bukan berarti polisi ataupun pejabat yang berwenang lainnya memperlakukan anak sama seperti orang dewasa yang melakukan tindak pidana.
2 Suharto R.M, 2004
3 Chainur Arasjid, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Jakarta : PT. SinarGrafika, 2000, h.133.
3
Kejahatan dengan pelaku anak-anak didominasi oleh tindak pencurian, disusul kemudian kasus penyalah gunaan obat-obatan terlarang, pencabulan, dan pembunuhan.
Sebagian pihak menuding bahwa penyebab dari kejahatan anak ini adalah kemiskinan dan kerusakan moral dikalangan anak. Kasus pembunuhan oleh anak yang terjadi di inggris bahkan sangat mengejutkan publik dunia dan dianggap sebagai kejahatan yang paling kejam di lakukan oleh anak-anak selama kurun waktu dua setengah abad. Di Indonesia kasus kejahatan yang dilakukan oleh anak juga semakin meningkat, ini berdasarkan data yang dimiliki KPAI, di Indonesia banyak anak yang di penjara karena kasus kejahatan, setiap tahun rata-rata mencapai 6.000 anak masuk penjara.4
Sebenarnya, hukum internasional tentang perlimdungan anak-anak telah lama dibuat.
Hingga kini, tak kurang dari empat konvensi internasional yang telah disepakati sebagai undang-undang buat menjamin hak-hak anak. Yaitu, Geneve Declaration on the Rights of the Child, tahun 1924, Declaration on the Right of Child, tahun 1950, Minimun Age Convention, tahun 1973 dan Deklarasi PBB untuk perlindungan Anakanak, tahun 1958.5
Melihat prinsip-prinsip tentang perlindungan anak terutama prinsip mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak, maka diperlukan proses penyelesaian perkara anak diluar mekanisme pidana atau biasa di sebut diversi, karena lembaga pemasyarakatan bukanlah jalan untuk menyelesaikan permasalahan anak justru dalam lembaga pemasyarakatan rawan menjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak anak.6
Dalam perkara ini Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 telah diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012, Undang-Undang ini dilakukan diversi untuk meyelesaikan perkara anak dan diberikan bantuan hukum kepada anak yang kurang mampu mengambil pengacara. Diversi dilakukan diluar pengadilan dimana para mejelis hakim, pengacara, jaksa, polisi, masyarakat dan orang tua bertanggun jawab dalam menyelesaikan perkara anak.
4 Ahmad Afif. Pdf, pertanggung jawaban pidana anak ditinjau dari perspektif Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang pengadilan Anak dan hukum Islam,
http://eprints.walisongo.ac.id/1246/2/2105028_BAB1.pdf, diakses pada tanggal 20 januari 2019
5 Luthfi Assayaukanie, Politik, HAM, dan Isu-isu teknologi dalam fiqih kontemporer, cet I :Bandung , Pustaka Hidayah, 1998 h, 169-170
6 Layyin Mahfiana, Anak dalam perlindungan hukum, cetI :Ponorogo, stain Pres Ponorogo, 2012.
4
Selain diversi, Undang-undang ini mengeluarkan aturan anak tidak boleh dipenjara selama proses penyelidikan sampai putusan dijatuhkan. Penulis memilih Kota Bandar Lampung sebagai lokasi penelitian karna lokasi ini didasari alasan merupakan salah satu daerah yang memiliki tingkat penduduk dan perkembangan pembangunan yang cukup pesat.
Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), bukan berdasarkan atas kekuasaan (machtstaat). Hal ini secara jelas disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang rumusannya “Negara Indonesia adalah negara hukum.7
Negara hukum menghendaki agar hukum ditegakkan oleh semua anggota masyarakat.
Artinya, setiap perbuatan haruslah didasarkan pada aturan hukum yang berlaku.
Hukum adalah rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota-anggota masyarakat, dengan tujuan untuk mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib di dalam masyarakat.
Masing-masing anggota masyarakat mempunyai berbagai kepentingan, sehingga anggota-anggota masyarakat dalam memenuhi kepentingannya tersebut mengadakan hubungan-hubungan yang diatur oleh hukum untuk menciptakan keseimbangan dalam kehidupan masyarakat.8
Sebagai Negara hukum, tujuan Negara Republik Indonesia juga secara jelas dituangkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa Negara bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut serta dalam upaya perdamaian dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dalam tujuan Negara Republik Indonesia tersebut, termaksud didalamnya adanya perlindungan bagi masyarakat dan ada hak-hak masyarakat yang dijamin dalam setiap
7 Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia Tahun 1945, CV. Cahaya Agency : Surabaya, hlm.4.
8 Maidin Gultom, 2010, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, hlm. 3.
5
aspek kehidupannya. Namun, fakta yang terjadi di masyarakat ternyata mulai berbanding terbalik dengan tujuan negara kita. Dewasa ini, berbagai macam permasalahan hukum mulai terjadi. Pola tingkah laku manusiapun menjadi semakin menyimpang dan tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat yang pada akhirnya dapat berujung pada terjadinya suatu pelanggaran bahkan kejahatan.
Kejahatan merupakan salah satu kenyataan dalam kehidupan bermasyarakat yang patut mendapatkan perhatian khusus. Hal tersebut disebabkan bukan saja karena jenis kejahatan yang terus berkembang dari waktu ke waktu, namun kejahatan juga telah menimbulkan keresahan yang mendalam serta mengganggu keamanan dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu bentuk kejahatan yang berkembang di tengah masyarakat dan merupakan sebuah tindak pidana adalah kekerasan. Kekerasan merupakan suatu tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh seseorang untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun psikis. Tindak pidana kekerasan ini biasanya ditujukan kepada orang yang lemah seperti perempuan dan anak. Namun seiring berkembangnya waktu, faktanya, anak bukan saja menjadi korban, namun anak juga telah menjadi pelaku dalam tindak pidana ini.
Ketika si “anak” melakukan suatu tindak pidana, maka sebagai Negara hukum, Indonesia akan menindaklanjuti perbuatan anak tersebut melalui jalur hukum pula.
Penyelesaian dengan jalur hukum tentulah akan sangat mengkhawatirkan baik bagi orang tua maupun bangsa Indonesia sendiri, karena anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa ini. Jika anak dihukum, maka akan timbul tekanan baik fisik maupun psikis yang akan menghalangi tumbuh dan kembang anak tersebut.
Dalam konsideran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dikatakan bahwa:
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan
6
eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Oleh karena itu agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak- haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.9
Hal ini diatur juga dalam Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”10 Anak bukanlah untuk dihukum melainkan harus diberikan bimbingan dan pembinaan, sehingga bisa tumbuh dan berkembang sebagai anak normal yang sehat dan cerdas seutuhnya. Terkadang anak mengalami situasi sulit yang dapat membuatnya melakukan tindakan yang melanggar hukum. Walaupun demikian, anak yang melanggar hukum tidaklah layak untuk dihukum apalagi dimasukkan ke dalam penjara. Karena keberadaan anak dalam tempat penahanan dan pemenjaraan yang ditempatkan bersama- sama dengan orang yang lebih dewasa akan menempatkan anak pada situasi yang rawan menjadi korban berbagai tindak kekerasan.11
Apabila kita melihat kerangka bernegara Indonesia, mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945, maka pembinaan terhadap anak merupakan bagian integral dalam upaya tersebut.
Oleh karena itu, permasalahan-permasalahan mengenai anak yang berhadapan dengan hukum harus diselesaikan dengan tepat dalam rangka melindungi hak-hak anak agar mampu menjadi sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas sebagaimana telah disebutkan.
9 M. Nasir Djamil, 2013, ANAK BUKAN UNTUK DIHUKUM Catatan Pembahasan UU Sistem Peradilan Pidana Anak (UU-SPPA), Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 8-9.
10 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, op.cit., hlm. 21.
11 M. Nasir Djamil, op.cit., hlm. 1.
7
Atas dasar tersebut, maka perhatian dan kepedulian terhadap anak ini dituangkan dengan terbentuknya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Penggantian Undang-Undang ini dianggap perlu, karena Undang-Undang yang lama sudah tidak relevan lagi dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan belum secara komperehensif memberikan perlindungan hukum kepada anak yang berhadapan dengan hukum.
Tujuan diberlakukannya Undang-Undang yang baru ini adalah agar dapat terwujud peradilan yang benar-benar menjamin perlindungan kepentingan yang terbaik bagi anak yang sedang berhadapan dengan hukum. Pemidanaan seharusnya merupakan pilihan terakhir, sehingga dalam pelaksanaannya Undang-Undang baru ini lebih mengedepankan model restorative justice, yaitu pemulihan ke kondisi semula, yakni perlu didahulukan cara lain diluar pengadilan. Salah satunya adalah dengan cara diversi, yakni pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana. Diversi ini menjadi jalan keluar yang paling tepat agar anak tidak dibawa ke pengadilan. Untuk itu, diversi ini haruslah menjadi kewajiban dalam penanganan anak yang berkonflik dengan hukum baik di tingkat penyidikan, penuntutan, sampai dengan pemeriksaan perkara di pengadilan.12
Sudah sepatutnya aparat penegak hukum memberikan sanksi yang setimpal bagi pelaku tindak pidana kekerasan agar hukum benar-benar ditegakkan dan tercipta ketertiban dalam masyarakat. Namun, selain itu, aparat penegak hukum juga harus memperhatian pertimbanganpertimbangan lain yang lebih komprehensif dalam menjatuhkan sanksi ketika pelaku tindak pidana tersebut adalah anak. Karena sanksi bukan saja diharapkan memberikan efek jera terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana sehingga tidak mengulangi perbuatannya serta mencegah orang lain untuk melakukan tindak pidana tersebut, melainkan juga harus memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak seperti tujuan dibentuknya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
12 M. Nasir Djamil, Loc.cit., hlm.6.
8
Untuk melihat lebih jelas mengapa anak cenderung melakukan kejahatan/kenakalan maka perlu untuk mengetahui faktor-faktor terjadinya kejahatan anak. Adapun faktor terjadinya kejahatan anak dapat dilihat dari 2 (dua) macam, yaitu: (Mubarak dan Trisna, 2012):
1) Motivasi Intrinsik, yaitu:
a. Faktor Intelegentia (kecerdasan), b. Faktor usia
c. Faktor kelamin,
d. Faktor kedudukan anak dalam keluarga 2) Motivasi Ekstrinsik, yaitu:
a. Faktor rumah tangga,
b. Faktor pendidikan dan sekolah, c. Faktor pergaulan anak,
d. Faktor media masa.
Dengan memperhatikan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji tentang masalah: “PERAN KEJAKSAAN DALAM TAHAP PENUNTUTAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (Studi Pada Kejaksaan Tinggi Lampung)”.
B. Rumusan masalah
Agar permasalahan yang akan diteliti dapat dipecahkan, maka perlu disusun dan dirumuskan suatu permasalahan yang jelas dan sistematik. Perumusan masalah ini dimaksudkan untuk memberi kemudahan bagi penulis dalam membatasi permasalahan yang akan ditelitinya sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran yang jelas serta sesuai dengan yang diinginkan. Berdasarkan uraian latar belakang yang ada, maka penulis merumuskan 2 permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana Peran Kejaksaan Dalam Tahap Penuntutan Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan di Kejaksaan Tinggi Lampung?
9
2. Bagaimana Pengaturan Hukum tentang Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui peran Kejaksaan dalam tahap penuntutan terhadap anak yang melakukan tindak pidana dengan kekerasan di Kejaksaan Tinggi Lampung.
2. Untuk mengetahui Pengaturan Hukum tentang Anak Yang Melakukan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN PROFIL INSTANSI MAGANG
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Umum Tentang Kedudukan Jaksa Sebagai Penuntut Umum Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dalam Pasal 1 menyatakan bahwa Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.13 Lahirnya sistem peradilan di Indonesia berpedoman pada ketentuan diatas dan dalam melaksanakan tugasnya instansi ini harus terlepas dari intervensi berbagai pihak yang hanya menginginkan kepentinganya masing-masing.
Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diberikan kepada elemen-elemen lain yang ada didalamnya seperti badan-badan peradilan yang telah disebutkan didalam undang-undang. Peradilan di Indonesia mempunyai beberapa pengadilan Berdasarkan lingkunganya masing-masing seperti :
1. Peradilan Umum 2. Peradilan Agama 3. Peradilan Militer
4. Peradilan Tata Usaha Negara
Berbicara kekuasaan kehakiman maka kita juga menyinggung seluruh elemen yang ada di dalamnya. Salah satunya adalah jaksa, seperti yang terdapat dalam Undang-
13 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
12
Undang Nomor 16 Tahun 2004 menyatakan bahwa Kejaksaan Republik Indonesia termasuk salah satu badan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.14
Mengingat berbagai perubahan yang dilakukan terutama pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang kemudian diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, hal ini dilakukan karena undang-undang yang lama dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta memantapkan kedudukan dan peran Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara dibidang penuntutan harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak manapun.15
A. Pengertian Peran
Peran merupakan tingkah laku yang dimiliki oleh seseorang yang berada didalam masyarakat.Dalam hal ini peran merupakan sebagai posisi tertentu di dalam masyarakat yang berkedudukan tinggi, sedang-sedang saja atau rendah.
Kedudukan merupakan salah satu wadah yang berisi hak dan kewajiban tertentu, sedangkan hak dan kewajiban tersebut dapat dikatakan sebagai peran. Oleh karena itu, maka seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu dapat dikatakan sebagai pemegang pemegang peran (role accupant). Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beben atau tugas (R. Sutyatno Bakir, 2009:348).
Menurut Soerjono Soekanto (1987;220) Peran merupakan aspek yang dinamis dalam kedudukan (status) seseorang dalam melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukan, dalam menjalankan suatu peran. Dengan demikian peran dapat diartikan sebagai peran normatif yang didalamnya ada hubungan
14 Lihat Pada Pertimbangan Huruf b Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
15 Ibid.
13
tugas dan kewajiban dinas dalam penegakan hukum. Peran memiliki aspek-aspek sebagai berikut:
(a). Peranan meliputi norma-norma yang menghubungkan posisi atau tempat seseorang didalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan seseorang didalam kehidupan masyarakat.
(b). Peran merupakan suatu konsep yang dapat dilakukan oleh seseorang didalam masyarakat sebagai organisasi.
(c). Peran juga dapat diartikan sebagai perilaku seseorang yang penting bagi struktur sosial masyarakat. ( Soekanto,1987:53)
Jenis-jenis peran adalah sebagai berikut:
(a). Peran normatif merupakan peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang berdasarkan pada normanorma yang berlaku didalam kehidupan masyarakat.
(b). Peran ideal merupakan peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang berdasarkan pada nilainilai ideal atau yang berkedudukan di dalam suatu sistem.
(c). Peran faktual merupakan peran yang dilakukan seseorang atau lembaga yang berdasarkan pada kenyataan secara kongkrit di lapangan atau kehidupan sosial yang terjadi secara nyata (Soerjono Soekanto,2002:243).
B. Pengertian Jaksa sebagai Penuntut Umum
Menurut KUHAP Pasal 1 butir 6 huruf jo Pasal 270 jo Pasal 33 ayat 1 Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasan Kehakiman menyatakan bahwa jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indoensia bahwa jaksa merupakan pejabat fungsional yang diberikan wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain Berdasarkan Undang-Undang.
14
Dalam Pasal 1 ayat 1 KUHAP menyatakan bahwa jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Di ketentuan lainya Pasal 1 ayat 6 huruf b KUHAP juga disebutkan bahwa penuntutut umum adalah jaksa yang diberi kewenangan oleh Undang-Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.16
Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Sedangkan penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim disidang pengadilan.17
Mengenai penuntut umum dan penuntutan diatur secara terpisah dalam KUHAP.
Penuntut umum diatur dalam bab II, bagian ketiga yang terdiri 3 Pasal yakni Pasal 13 sampai dengan Pasal 15, sedangkan penuntutan diatur dalam bab XV dimulai dari Pasal 137 sampai dengan Pasal 144.
Berbicara kewenangan penuntut umum dalam hal penuntutan, dapat dilihat dari Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur secara jelas posisi dari Lembaga Kejaksaan Republik Indonesia yang mana merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman. Berdasarkan pasal 24 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 jo. Pasal 41 Undang-Undang. No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Lembaga Kejaksaan Republik Indonesia menyandang asas dominus litis18. Asas dominus litis ini merupakan asas kewenangan mutlak dari penutut umum dalam melaksakan penuntutan, hanya penuntut umum yang dapat menentukan seseorang dikatakan sebagai terdakwa dan melimpahkan perkara terdakwa ke pengadilan berdasarkan alat bukti yang cukup dan melaksanakan penetapan maupun putusan pengadilan.
16 M. Karjadi dan R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan Penjelasan Resmi dan Komentar, Politeia, Bogor, 1988, hlm. 3.
17 Pasal 1 Butir 7 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
18 https://kejaksaan.go.id/unit_kejaksaan.php?idu=28&idsu=35&id=54 Diakses Terakhir Tanggal 11 Januari 2018.
15
C. Tugas dan Wewenang Jaksa
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia menjelaskan bahwa kejaksaan mempunyai kemerdekaan dan kemandirian dalam melakukan setiap tugasnya, khususya dalam hal penuntutan. Bila dilihat dari sudut pandang kelembagaan maka kejaksaan merupakan sebuah lembaga yang berada dibawa kekuasaan eksekutif atau pemerintahan namun jika dilihat dari sisi lain ia juga menjalankan tugasnya sebagai lembaga yudikatif.
Sebagai lembaga yudikatif kejaksaan melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya secara merdeka, lembaga ini tidak bisa di intervensi oleh kekuasaan pemerintah. Hal ini berarti bahwa negara melalui hukumnya menjamin jaksa dalam menjalankan profesinya terlepas dari pengaruh, gangguan, campur tangan yang tidak tepat.
Kedudukan Kejaksaan dalam peradilan pidana bersifat cukup penting karena merupakan jembatan yang menghubungkan tahap penyidikan dengan tahap pemeriksaan di sidang pengadilan. Berdasarkan doktrin hukum yang berlaku bahwa penuntut umum mempunyai monopoli penuntutan, artinya setiap orang baru bisa diadili jika ada tuntutan pidana dari penuntut umum, yaitu lembaga kejaksaan karena hanya penuntut umum yang berwenang mengajukan status tersangka kepada pelaku tindak pidana dimuka sidang persidangan.19
Fungsi utama kejaksaaan dalam sistem peradilan pidana adalah sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang bersifat inkracht , hal ini sesuai dengan Pasal 1 butir 1,2,3 dan Pasal 2 ayat 1, 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili. Jika dijabarkan wewenang jaksa sebagai penuntut umum yang terdapat didalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, maka banyak kewenangan yang sebenernya telah diberikan
19 Yudi Kristiana, Independensi Kejaksaan dalam Penyidikan Korupsi, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 52.
16
oleh Negara kepada lembaga ini. Adapun wewenang jaksa sebagai penuntut umum sebagai berikut:20
a. Wewenang menerima pemberitahuan dari penyidik dalam hal setelah dimulainya penyidikan suatu tindak pidana seperti pada Pasal 109 ayat 1 dan juga Pasal 6 ayau 1 huruf b mengenai penyidikan dihentikan oleh hukum.
b. Menerima berkas tahap pertama dan kedua sebagaimana yang dimaksud oleh 8 ayat (3) huruf a dan b dalam hal acara pemeriksaan singkat menerima berkas perkara langsung dari penyidik pembantu (Pasal 12) c. Mengadakan pra penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
huruf b
d. Melakukan penahanan (Pasal 20 ayat 2) dan memberikan perpanjangan penahanan(Pasal 124 ayat 20) serta mengalihkan jenis penahanan.
e. Memberikan penangguhan penahanan atas permintaan terdakwa (Pasal 31 KUHAP)
f. Melakukan penjualan lelang barang sitaan (Pasal 45 ayat 1)
g. Membatasi bahkan melarang kebebasan hubungan antara penasihat hukum dengan tersangka atau terdakwa karena ditakutkan menyalahgunakan haknya (Pasal 70 ayat 4)
h. Meminta dilakukanya penegakan hukum memalui mekanisme horizontal yang bernama pra peradilan (Pasal 80)
i. Menentukan sikap apakah berkas perkara sudah lengkap dan siap untuk dilimpahkan ke persidangan
j. Mengadakan “tindakan lain” dalam lingkup tugas dan tanggung jawab selaku Penuntut Umum (Pasal 14 huruf i)
k. Jika penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan maka dalam waktu yang segera ia membuat surat dakwaan
l. Membuaat surat dakwaan (Pasal 140 ayat 1)
20 Daniel S Barus, “Dasar Hukum Pertimbangan Jaksa Dalam Melakukan Prapenuntutan Di Kejaksaan Negeri Medan” Skripsi Pada Program Sarjana Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2010, hlm. 37.
17
m. Mengeluarkan SP3 (surat penetapan penghentian penuntutan) Pasal 140 ayat 2
n. Untuk maksud penyempurnaan atau untuk tidak melanjutkan penuntutan, penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hari sidang atau selambatlambatnya 7 (tujuh) hari sebelum sidang dimulai (Pasal 144).
Pasal 284 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan bahwa dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada Undang-Undang tertentu, sampai ada perubahan dan atau dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyatakan bahwa penyidikan menurut ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada Undang-Undang tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 284 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dilaksanakan oleh penyidik, jaksa dan pejabat penyidik yang berwenang lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan”.21
D. Jaksa Sebagai Jabatan Fungsional
Pegawai Negeri Sipil (PNS) Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang pegawai negeri sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian/dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri. Jabatan fungsional pada hakekatnya adalah jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur organisasi, namun sangat diperlukan dalam tugas-tugas pokok dalam organisasi pemerintah.
Merujuk pada Undang-Undang Kejaksaan Nomor 16 Tahun 2004 Pasal 1 angka 1 manyatakan bahwa Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain
21 Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana
18
berdasarkan undang-undang. 22 Untuk diangkat menjadi seorang Jaksa, salah satu syarat yang wajib dipenuhi adalah ia merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Dalam Jabatan fungsional, kita mengenal angka kredit jabatan fungsional yang ditetapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Angka Kredit bagi jaksa adalah suatu angka yang diberikan berdasarkan penilaian atas prestasi yang telah dicapai oleh seorang jaksa dalam melaksanakan butir rincian kegiatan yang digunakan sebagai salah satu syarat untuk pengangkatan dalam pangkat jabatan jaksa. Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Kep085/J.A/10/1990 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Dan Penetapan Angka Kredit Bagi Jabatan Jaksa dalam Pasal 10 menyatakan bahwa23:
A. Pemberian angka kredit sebagaimana diatur pada Lampiran I Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 18/MEMPAN/1989 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 41/1990 adalah dengan memperhatikan :
1) Pejabat Pengelola Fungsi Jaksa angka kreditnya terutama dinilai dari kegiatan- kegiatan pengelolaan fungsi Jaksa serta pendidikan, penanganan perkara, pengamanan hukum, keperdataan dan tata usaha Negara, pengembangan dan pembinaan hukum serta penunjang kegiatan Jaksa.
2) Pejabat Jaksa angka kreditnya terutama dinilai dari kegitankegiatan penanganan perkara serta pendidikan, pengamanan hukum, keperdataan dan tata usaha Negara, pengembangan dan pembinaan hukum serta penunjang kegiatan jaksa.
3)Apabila seorang Pejabat Pengelola Fungsi Jaksa atau Pejabat Jaksa menyelesaikan unsur kegiatan yang bukan tugas pokok jabatannya, tetapi merupakan tugas pokok jabatan yang lebih tinggi maka akan memperoleh angka kredit apabila kegiatan itu dilakukan dengan surat penugasan dari atasan yang bersangkutan.
22 Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
23 Pasal 10 Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : Kep 085/J.A/10/1990 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Dan Penetapan Angka Kredit Bagi Jabatan Jaksa
19
B. Angka kredit untuk pendidikan formal merupakan angka kredit kumulatif.
Apabila pejabat Jaksa memperoleh pendidikan formal yang lebih tinggi dari pada pendidikan formal yang dimiliki sebelumnya, maka nilai angka kredit yang diberikan adalah selisih angka kredit pendidikan formal terakhir dengan angka kredit pendidikan formal sebelumnya.
C. Rician jenis-jenis kegiatan dalam perolehan angka kredit akan diatur lebih lanjut dalam petunjuk teknis (JUKNIS).
E. Tinjauan Umum Hukum Acara Pemeriksaan di Persidangan 1. Acara Pemeriksaan Biasa.
Pengaturan hukum acara pemeriksaan biasa adalah yang paling luas aturanya. Hal ini Berdasarkan pada penggunaanya yang diperuntukan kepada pemeriksaan perkara-perkara tindak pidana yang berat, sehingga hukum acara pemeriksaan lainya merujuk kepada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal pemeriksaan acara pemeriksaan biasa.
Tindak pidana atau kejahatan yang ancaman hukumnya berat selayaknya menggunakan acara pemeriksaan ini, karena pembuktinya membutuhkan waktu yang lama dan juga penerapan hukumnya sulit. Acara pemeriksaan biasa adalah perkara yang diselesaikan menurut prosedur biasa diatur dalam Pasal 152-202 KUHAP. Tata cara atau prosedur yang digunakan pengadilan dalam memeriksa perkara adalah dengan prosedur sebagai berikut:24
24 Ratna Dewi Anita. I, ” Implementasi Pasal 203 KUHAP Mengenai Wewenang Hakim Dalam Pemeriksaan Acara pemeriksaan singkat (The Short Session Of The Court) Dan Implikasinya Bagi Terwujudnya Asas Pemeriksaan Perkara Yang Cepat, Sederhana Dan Biaya Ringan (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)”, Skripsi Pada Program Sarjana Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2010, hlm. 38
20
a. Pembukaan sidang dan pernyataan sidang dibuka untuk umum.
b. Terdakwa dipanggil masuk dan menghadap di muka sidang dalam keadaan bebas. Bebas artinya tidak diikat atau diborgol atau hal lain yang membuat terdakwa merasa tidak bebas.
c. Pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
d. Eksepsi (kalau ada) yakni sifat eksepsi tergantung pada terdakwa atau penasehat hukumnya dalam menanggapi atau melakukan bantahan akan dakwaan yang dibacakan JPU.
e. Pemeriksaan saksi-saksi.Saksi-saksi yang diperiksa dalam pemeriksaan antara lain:
1) Saksi korban adalah pemeriksan saksi korban dilakukan pertama kali karena untuk menguatkan alasan bagi hakim dalam suatu pemeriksaan perkara.
2) Saksi decarge adalah saksi-saksi yang diajukan jaksa untuk membuktikan kesalahan terdakwa.
3) Saksi adecarge adalah saksi-saksi yang keterangannya menguntungkan terdakwa yang diajukan oleh terdakwa atau penasehat hukumnya.
f. Pemeriksaan terdakwa g. Pembacaan surat tuntutan
h. Pembelaan terdakwa / Penasehat hukum (pleidoi) Yang disampaikan terdakwa merupakan hak terdakwa, maka hakim harus menghormati pleidoi terdakwa. Secara yuridis requisitoir/pleidoi mempengaruhi hakim untuk sejalan sependapat terhadap yang yang diungkapkan tersebut atau hal yang diungkapkan para pihak.
i. Diberi kesempatan bagi masing-masing pihak untuk menanggapi
j. Replik adalah tanggapan Penuntut Umum atas pembelaan terdakwa atau penasehat hukum.
k. Duplik adalah tanggapan terdakwa atau penasehat hukum terhadap replik Penuntut Umum. Posisi terakhir dalam pemberian tanggapan adalah terdakwa atau Penasehat hukumnya, jika dalam persidangan hakim memberikan kesempatan lagi untuk memberikan tanggapan maka
21
l. terdakwa/penasehat hukum harus memberikan tanggapan yang terakhir setelah Penuntut Umum.
m. Putusan. Putusan yang berupa pemidanaan yaitu apabila yang didakwakan terbukti secara sah dan meyakinkan, sehingga terdakwa dijatuhi pidana.
n. Pembebasan yaitu apabila apa yang didakwakan tidak terbukti maka hakim memberikan putusan pembebasan.
o. Pelepasan dari segala tuntutan hukum yaitu apabila perbuatan yang didakwakan terbukti
2. Acara Pemeriksaan Singkat
KUHAP membedakan acara pemeriksaan perkara di sidang pengadilan negeri.
pertimbangan yang melandasi perbedaan tersebut adalah tata cara pemeriksaan, jenis tindak pidana yang diadili, dan mudah atau sulitnya permbuktian perkara tersebut
Pada umumnya tindak pidana yang ancaman hukumnya diatas 3 (Tiga) Tahun penjara akan diperiksa menggunakan hukum acara pemeriksaan biasa, sedangkan perkara yang ancaman hukumya ringan dan pembuktianya mudah maka akan menggunakan hukum acara pemeriksaan singkat, lalu jika untuk tindak pidana ringan dan pelanggaran lalu lintas akan menggunakan hukum acara pemeriksaan cepat. Atas perbedaan yang disebutkan diatas, kita mengenal tiga hukum acara pemeriksaan pada sidang pengadilan negeri25:
a. Acara Pemeriksaan Biasa diatur dalam bagian ketiga, Bab XVI b. Acara Pemeriksaan Singkat diatur dalam bagian kelima, Bab XVI
c. Acara Pemeriksaan Cepat diatur pada bagian keenam, Bab XVI yang terdri dari dua jenis, yaitu :
1) Acara pemeriksaan tindak pidana ringan
2) Acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan.
25 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP : Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, Cet 15, Sinar Grafika, 2016, hlm. 109.
22
Mengenai hukum acara pemeriksaan singkat diatur pada Pasal 203 KUHAP.
Hukum acara ini atau yang dikenal dalam bahasa asing the short session of the court pada hakikatnya hampir sama dengan perkara sumir yang diatur dalam HIR.
Pembuktian dan penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana dapat berlaku jika penuntut umum menilai dan berpendapat suatu perkara sifatnya sederhana. Adapun yang dimaksud dengan sederhana adalah pemeriksaan perkara tidak memerlukan persidangan waktu yang lama dan memungkinkan untuk diputus pada hari itu juga26.
Sedangkan terhadap ketentuan kedua tentang pembuktian dan penerapan hukumnya mudah adalah tersangka/terdakwa mengakui sepenuhnya tindak pidana yang dilakukan. Selain itu pengakuan tersebut didukung dengan alat bukti yang cukup. Begitu juga dengan sifat dan tindak pidana yang didakwakan sederhana dan mudah untuk diperiksa Pada umumnya dalam praktik peradilan, hukuman pidana yang dijatuhkan pada acara pemeriksaan singkat tidak lebih dari 3 (tiga) Tahun penjara27. Dalam hal ini penuntut umum harus meneliti dengan seksama tentang ancaman hukuman yang ditentukan dalam tindak pidana bersangkutan.
Patokan yang harus digunakan oleh penuntut umum dalam menentukan suatu perkara masuk kedalam kelompok hukum acara pemeriksaan singkat ialah dari segi ancaman hukumanya yakni ancaman hukuman diatas tiga bulan penjara dan denda lebih dari Rp. 7.500,00. 28Inilah yang menjadi patokan minimum oleh penuntut umum sedangkan untuk maksimal tidak dijelaskan oleh undang-undang namun pada umumnya berkisar paling tinggi tiga Tahun penjara.
F. Tata Cara Pemeriksaan Acara Pemeriksaan Singkat
Pada umumnya berpedoman pada acara pemeriksaan biasa, dalam Pasal 203 ayat 3 menegaskan bahwa hukum acara pemeriksaan singkat berlaku ketentuan sebagai berikut :
26 Ibid., hlm 396
27 Ibid.
28 Ibid.
23
1) Bagian Kesatu Bab XVI
Bagian ini mengatur tentang tata cara pemeriksaan terdakwa dan saksi maupun ahli. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 145 dan 146 KUHAP, yang pada intinya sebagai berikut29:
a) Surat pemanggilan disampaikan pada terdakwa pada alamat tinggalnya b) Apabila alamat tempat tinggalnya tidak diketahui maka disampaikan pada
alamat terakhirnya
c) Apabila alamat kediaman tidak diketahui maka disampaikan pada kepala desa tempat kediaman terakhirnya
d) Surat panggilan terdapat terdakwa yang di dalam rutan disampaikan melalui pejabat rutan
e) Surat panggilan yang diterima baik kepada terdakwa langsung maupun orang yang, dilakukan dengan tanda tangan penerimaan
f) Apabila tempat kediaman sama sekali tidak diketahui maka surat panggilan ditempelkan pada papan pengumuman pengadilan yang mengadili
g) Surat panggilan memuat hari, tanggal, jam dan tempat sidang h) Surat panggilan memuat untuk perkara apa ia dipanggil
i) Panggilan disampaikan selambat-lambatnya 3(tiga) hari sebelum dimulainya persidangan
2) Bagian Kedua Bab XVI
Pada bagian ini berlaku acara pemeriksaan singkat yang mengatur tentang sengketa wewenang mengadili. Patokan yang digunakan hakim dalam menentukan kewenangan mengadili ialah Berdasarkan Pasal 84, 85, 86. Asas yang paling utama menurut Pasal 84 ayat 1 ialah asas tempat tindak pidana dilakukan.
29 Lihat Pasal 145 dan 146 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
24
3) Bagian Ketiga Bab XVI
Pada bagian ini berlaku acara pemeriksaan yang mengatur tentang tata cara pemeriksaan. Pada dasarnya semua aturan yang berlaku pada hukum acara pemeriksaan biasa juga berlaku pada hukum acara pemeriksaan singkat, baik berupa tata cara pemeriksaan saksi dan ahli yang diatur pada Pasal 159-181 KUHAP maupun tata cara pemeriksaan terdakwa yang juga diatur pada Pasal 153-158 dan 181-182 KUHAP.
Setiap pengadilan negeri biasanya telah menetapkan hari tertentu untuk melangsungkan perkara singkat, pada hari tersebut penuntut umum langsung membawa dan melimpahkan perkara ke pengadilan. Berkas yang dibawa tidak menggunakan surat pelimpahan sebagaimana biasanya, tetapi langsung dilimpahkan pada hari sidang yang telah ditentukan.
Berkas yang dilimpahkan ke pengadilan khususnya dalam perkara dengan acara singat tidak diwajibkan menggunakan surat dakwaan, namun lebih baik jika penuntut umum membuat surat dakwaan agar lebih mudah dalam menjelaskan dakwaan pada persidangan. Jika penuntut umum tidak menggunakan surat dakwaan maka penuntut umum cukup memberitahukan secara lisan tentang tindak pidana yang didakwakan.
Pada dasarnya menyampaikan dakwaan secara lisan berpedoman kepada ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf b dan Pasal 203 ayat 3 huruf a angaka 1. Dengan demikian dakwan yang disampaikan harus jelas menerangkan :
a) Unsur tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa sesuai dengan yang dimuat dalam rumusan tindak pidana yang didakwakan.
b) Menyebutkan tempat, waktu dan tindak pidana yang dilakukan
c) Juga menjelaskan keadaan yang menyangkut perbuatan tindak pidana.
Jika pemberitahuan dakwaan secara lisan tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang diatas maka mengakibatkan dakwaan batal demi hukum. 30 Dakwaan yang disampaikan oleh penuntut umum dicatat oleh panitera dalam berita acara
30 Ibid., hlm. 400