PENGARUH PROBLEM BASED LEARNING
TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMA KELAS X
(Skripsi)
Oleh
Nurmaidah
NPM 1813034023
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2022
PENGARUH PROBLEM BASED LEARNING
TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMA KELAS X
Oleh
Nurmaidah
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2022
iii ABSTRAK
PENGARUH PROBLEM BASED LEARNING
TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMA KELAS X
Oleh
Nurmaidah
Problem based learning merupakan model pembelajaran yang menggunakan pendekatan berbasis masalah sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri dan dapat menumbuhkembangkan keterampilannya. Selanjutnya, kemandirian belajar berarti sikap siswa dalam mewujudkan kehendak atau keinginannya secara nyata dengan tidak bergantung kepada orang lain.
Kemandirian belajar di sekolah berkaitan dengan kegiatan di sekolah antara lain siswa mampu melakukan belajar sendiri dan mampu melaksanakan tugas dengan baik. Hal tersebut menjadi sangat penting dalam pengaplikasiannya dalam proses pendidikan terutama akan sejalan dengan fungsi pendidikan yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh problem based learning terhadap kemandirian belajar siswa kelas X di SMA Negeri 15 Bandar Lampung.
Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif. Total populasi dalam penelitian ini sebanyak 132 siswa. Teknik pengambilan sampel menggunakan jenis simple random sampling yaitu sebanyak 67 siswa. Instrument yang digunakan untuk mengetahui kemandirian belajar siswa menggunakan angket berbentuk pertanyaan dengan teknik analisis data menggunakan analisis regresi linier sederhana, Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh problem based learning terhadap kemandirian belajar siswa kelas X di SMA Negeri 15 Bandar Lampung. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil uji t hitung> t tabel atau setara dengan nilai 3,829 > 0,6783 dengan nilai determinasi sebesar 0,184 atau 18,4%, yang artinya kemandirian belajar dipengaruhi oleh model pembelajaran problem based learning.
Kata kunci: Pendidikan, problem based learning, kemandirian belajar
iv ABSTRACT
THE EFFECT OF PROBLEM BASED LEARNING TOWARDS THE LEARNING INDEPENDENCE OF THE TENTH GRADE SENIOR HIGH
SCHOOL STUDENT
By
Nurmaidah
Problem based learning is a learning model that uses a problem-based approach so that students can construct their own knowledge and develop their skills.
Furthermore, learning independence means the attitude of students in realizing their wishes or desires in a real way by not depending on others. Independent learning at school is related to learning activities at school, among others, students are able to do their own learning and are able to carry out their duties well. This becomes very important in its application in the educational process, especially in line with the function of education, namely developing capabilities and shaping the character and civilization of a dignified nation in order to educate the nation's life. This study aims to determine how much influence problem based learning has on the learning independence of class X students at SMA Negeri 15 Bandar Lampung. This research uses quantitative research. The total population in this study was 132 students. The sampling technique used is simple random sampling, which is as many as 67 students. The instrument used to determine student learning independence was using a questionnaire in the form of questions with data analysis techniques using simple linear regression analysis. The results of this study indicate that there is an effect of problem based learning on the learning independence of class X students at SMA Negeri 15 Bandar Lampung. This can be seen from the results of the t arithmetic>t table or equivalent to a value of 3.829>0.6783 with a determination value of 0.184 or 18.4%, which means that learning independence is influenced by the problem-based learning model..
Keywords: Education, problem based learning, independent learning
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kecamatan Tanjung Karang Pusat, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung pada tanggal 21 Januari 2000 sebagai anak sulung dari dua bersaudara dari bapak Madroi dan ibu Siti Hamidah.
Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Kemala Bhayangkari 23 Bandar Lampung diselesaikan tahun 2007, Pendidikan dasar di SD Negeri 2 Palapa pada tahun 2012, Pendidikan menengah pertama di MTs Negeri 1 Tanjung Karang pada tahun 2015, Pendidikan menengah atas di MA Negeri 1 Bandar Lampung pada tahun 2018. Pada tahun 2018, penulis diterima sebagai mahasiswa Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti organisasi Ikatan Mahasiswa Geografi (IMAGE) sebagai anggota pada tahun 2018-2020. Selain itu penulis juga aktif mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (HIMAPIS) pada tahun 2018-2019, sebagai anggota UKM Pramuka Racana Universitas Lampung tahun 2018-2022
Penulis memiliki prestasi diantaranya juara harapan II lomba karya tulis ilmiah di Universitas Negeri Padang, juara II lomba karya tulis ilmiah dalam rangka Dies Natalis Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung tahun 2020, juara I lomba karya tulis ilmiah pada pekan cinta Bahasa dan budaya di Universitas Maritim Raja Ali Haji, Kepulauan Riau pada tahun 2020. Penulis juga terlibat dalam kegiatan kampus merdeka diantaranya pada kegiatan Kampus Mengajar penulis mendapat kesempatan untuk mengajar di SD Negeri 03 Kota Karang pada tahun 2021 dan pertukaran pelajar di Universitas Jember pada tahun 2021
ix MOTTO
“ Tuhan tidak membebani seseorang melainkan diluar kemampuannya”
(Q.S Al-Baqarah ayat 286)
“ Allah mengambil darimu sesuatu yang tidak pernah engkau sangka kehilangannya, maka Allah akan memberimu sesuatu yang tidak pernah engkau
sangka memilikinya”
(Prof. Dr. Mutawalli Assya’rawi)
“Jika engkau tidak bisa menjadi batang nyiur yang tegar, jadilah segumpal rumput tetapi mampu memperindah taman.”
(Sandi Racana Putera saburai )
x
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul “Pengaruh Problem Based Learning Terhadap Kemandirian Belajar Siswa Kelas X di SMA”Adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.
Penulis menyadari terselesaikannya skripsi ini tidaK terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. M. Sofwan Effendi, M.Si, selaku Plt Rektor Universitas Lampung
2. Bapak Prof. Dr. Sunyono, M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
3. Bapak Drs. Tedi Rusman, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
4. Bapak Dr. Sugeng Widodo, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Geografi yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran kepada penulis selama menempuh perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si., selaku pembimbing akademik sekaligus pembimbing pertama atas kesediaanya untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.
6. Ibu Dr. Novia Fitri Istiawati, M.Pd. selaku pembimbing kedua atas kesediannya selalu memberikan masukan yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Bapak Dr. Pargito, M.Pd. selaku penguji utama pada ujian skripsi atas
xi
masukan, kritik dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.
8. Bapak Ibu dosen dan staff Program Studi Pendidikan Geografi yang telah mendidik dan membantu penulis selama menyelesaikan studi.
9. Orang tua tercinta, Bapak Madroi dan Ibu Siti Hamidah yang telah merawat, mendidik dan menyayanyi sedari kecil sehingga penulis dapat menyelesaikan Pendidikan di Universitas Lampung.
10. Adikku tercinta, Dwi Andini yang telah mendukung penulis hingga saat ini.
11. Sahabat seperjuangan Program Studi Pendidikan Geografi Universitas Lampung 2018 yang selalu mendukung dan memberi semangat
12. Ibu Mutiara Desvita, S.Pd. selaku guru mata pelajaran geografi di SMA Negeri 15 Bandar Lampung yang telah memberi izin dan arahan untuk melakukan penelitian.
13. Keluarga besar mahasiswa penerima beasiswa bidik misi tahun 2018 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
14. Teman-teman Pramuka Unila khususnya Angkatan 37 yang telah menemani selama berproses di Racana Universitas Lampung.
15. Teman-teman seperjuangan KKN Desa Bandar Sari yang telah memberikan pengalaman dalam kebersamaan yang sangat berharga.
16. Sahabat-sahabat ku Sadir gank, group capek, apa-apaan squad, himambis ceunah, cucu onta wacana, shuttt dan Ranu snack yang selalu memberikan keceriaan dan menjadi support system terbaik.
Bandar Lampung, 26 Mei 2022 Nurmaidah
xii DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 5
1.3 Batasan Masalah ... 6
1.4 Rumusan Masalah ... 7
1.5 Tujuan Penelitian ... 7
1.6 Manfaat Penelitian ... 7
1.6.1 Manfaat Teoritis ... 7
1.6.1 Manfaat Praktis ... 7
1.7 Ruang Lingkup Penelitian... 8
1.7.1 Ruang Lingkup Objek Penelitian ... 8
1.7.2 Ruang Lingkup Subjek Penelitian ... 8
1.7.3 Ruang Lingkup Tempat Penelitian ... 8
1.7.4 Ruang Lingkup Waktu Penelitian ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Deskripsi Teori ... 10
2.1.1 Model Pembelajaran Problem Based Learning... 10
2.1.1.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran ... 10
2.1.1.2 Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning ... 14
2.1.1.3 Karakteristik Problem Based Learning ... 15
2.1.1.4 Tahap-Tahap dalam Problem Based Learning ... 17
2.1.1.5 Manfaat Problem Based Learning ... 18
2.1.1.6 Urgensi Problem Based Learning ... 19
2.1.1.7 Kelemahan dan Kelebihan Problem Based Learning ... 19
2.1.2 Kemandirian Belajar ... 20
2.1.2.1 Pengertian Kemandirian Belajar... 20
2.1.2.2 Aspek Kemandirian Belajar ... 22
2.1.2.3 Indikator Kemandirian Belajar ... 24
2.1.2.4 Bentuk-Bentuk Kemandirian Belajar ... 25
2.1.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar ... 25
xiii
2.2 Kajian Penelitian Relevan... 26
2.3 Kerangka Pikir ... 27
2.4 Hipotesis ... 28
III. METODE PENELITIAN ... 29
3.1 Metode Penelitian ... 29
3.2 Subjek dan Objek Penelitian ... 29
3.2.1 Subjek Penelitian ... 29
3.2.2 Objek Penelitian ... 29
3.2.3 Lokasi Penelitian ... 29
3.2.4 Populasi Penelitian ... 29
3.2.5 Sampel Penelitian ... 29
3.3 Variabel Penelitian ... 30
3.3.1 Variabel Bebas (Independent Variabel) ... 30
3.3.2 Variabel Terikat (Dependent Variabel) ... 30
3.4 Definisi Operasional Variabel ... 30
3.4.1 Problem Based Learning ... 30
3.4.2 Kemandirian Belajar ... 31
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 31
3.5.1 Kuisioner/Angket ... 32
3.5.2 Observasi ... 33
3.5.3 Dokumentasi ... 33
3.6 Uji Prasyarat Instrumen ... 34
3.6.1 Uji Validitas ... 36
3.6.2 Uji Reliabilitas ... 37
3.7 Uji Prasyarat Analisis Data ... 37
3.7.1 Uji Normalitas ... 37
3.8 Uji Asumsi Klasik ... 38
3.8.1 Uji Linieritas ... 38
3.9 Uji Hipotesis ... 39
3.9.1 Regresi Linier Sederhana ... 39
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian... 41
4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian ... 41
4.1.2 Gambaran Responden Penelitian ... 42
4.1.3 Deskripsi Data Penelitian ... 43
4.2 Hasil Penelitian ... 50
4.2.1 Uji Prasyarat Instrument Penelitian ... 51
4.2.1.1 Uji Validitas ... 51
4.2.1.2 Uji Reliabilitas ... 52
4.2.2 Uji Prasyarat Analisis Data... 53
4.2.3 Uji Asumsi Klasik ... 54
4.2.4 Uji Hipotesis ... 55
4.3 Pembahasan ... 58
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 65
5.1 Kesimpulan ... 65
xiv
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 65
5.3 Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 67
LAMPIRAN ... 70
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Ketersediaan Fasilitas Belajar Siswa di Rumah ... 5
Tabel 2. Tahap-tahap model pembelajaran problem based learning ... 17
Tabel 3. Penelitian yang Relevan ... 26
Tabel 4. Data Jumlah Siswa ... 29
Tabel 5. Indikator Problem Based Learning ... 31
Tabel 6. Indikator Kemandirian belajar ... 32
Tabel 7. Interpretasi Kategori Kemandirian Belajar ... 32
Tabel 8. Tabel Skor Likert ... 33
Tabel 9. Kriteria Koefisien Korelasi Validitas ... 36
Tabel 10. Tabel Nilai Korelasi ... 37
Tabel 11. Data Jumlah Responden ... 42
Tabel 12. Tabel Hasil Uji Descriptive Statistics ... 43
Tabel 13. Tabel Frekuensi Kemandirian Belajar ... 43
Tabel 14. Distribusi Frekuensi Variabel Kemandirian Belajar (Y) ... 44
Tabel 15. Tabel Kategori Kemandirian Belajar ... 46
Tabel 16. Distribusi Frekuensi Variabel Problem Based Learning ... 48
Tabel 17. Tabel Kategori Problem Based Learning ... 49
Tabel 18. Uji Validitas Pertanyaan Variabel kemandirian belajar (Y) ... 51
Table 19. Uji Validitas Pertanyaan Variabel Model Pembelajaran Problem Based Learning ... 52
Table 20. Uji Reliabilitas Variabel Kemandirian Belajar ... 52
Tabel 21. Uji Reliabilitas Variabel Problem Based Learning ... 52
Tabel 22. Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 53
Tabel 23. Uji Keliniearitas Data Variabel Problem Based Learning (X) terhadap Variabel Kemandirian Belajar (Y)... 55
Tabel 24. Uji Hipotesis Parsial Variabel Problem Based Learning ... 56
Tabel 25. Koefisien Regresi Problem Based Learning terhadap Kemandirian Belajar ... 57
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka penelitian ... 28
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian ... 42
Gambar 3. Jawaban Responden tentang Kemandirian Belajar ... 46
Gambar 4. Jawaban Responden tentang Problem Based Learning ... 49
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Silabus Pembelajaran ... 71
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 72
Lampiran 3. Angket Pertanyaan ... 102
Lampiran 4. Uji Reliabilitas ... 105
Lampiran 5. Uji Normalitas ... 106
Lampiran 6. Uji Linieritas ... 107
Lampiran 7. Uji Regresi Linier Sederhana ... 108
Lampiran 8. Surat Izin Penelitian ... 109
Lampiran 9. Surat Izin Penelitian Pendahuluan ... 110
Lampiran 10. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian... 111
Lampiran 11. Dokumentasi Kegiatan ... 112
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan aspek penting bagi kehidupan manusia karena melalui pendidikan manusia dapat mengembangkan berbagai kemampuan yang ada dalam dirinya baik dari segi intelektual, mental, maupun spiritual. Hal ini sejalan dengan program wajib belajar sembilan tahun yang telah dikeluarkan oleh pemerintah.
Bersamaan dengan adanya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003: Bab I, Pasal I Ayat I).
Dwi Siswoyo (2011:53) mengatakan bahwa terdapat tiga komponen sentral dalam upaya pendidikan yaitu siswa, pendidik dan tujuan pendidikan yang dapat menimbulkan interaksi didalamnya. Komponen siswa meliputi jumlah siswa, tingkat perkembangan, pembawaan, tingkat kesiapan, minat, motivasi dan cita-cita.
Komponen pendidik diantaranya usia Pendidikan, tingkat Pendidikan, kualitas pengalaman, kehadiran, kemampuan, minat dan komitmen.
Sedangkan Salah satu tujuan pendidikan nasional Indonesia secara umum terdapat dalam pasal 3 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yaitu berkembangnya potensi agar siswa menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Salah satu tujuan
2
Pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi siswa menjadi mandiri. Alben Ambarita (2006:67) mengatakan kemandirian akan menentukan sikap seorang siswa yang ditunjukkan oleh perilaku yang berkaitan dengan pengelolaan diri (self management), pengarahan diri (self governance) dan pengontrolan diri (personal control). Kemandirian memiliki peran yang penting bagi siswa khususnya yang baru memasuki kelas awal di sekolah menengah atas. Kemandirian adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk melakukan sesuatu dan dapat mempertanggungjawabkannya (Fadhillah & Faradina, 2016:4). Kemandirian dapat diterapkan dalam banyak hal, salah satunya adalah kemandirian belajar.
Kemandirian belajar merupakan salah satu sikap yang penting dimiliki oleh siswa Pada kelas awal, siswa masih belajar untuk beradaptasi dengan lingkungan kelas yang baru, sedangkan pada kelas yang lebih tinggi, siswa sudah mampu menempatkan dirinya menjadi siswa yang mandiri. Hal tersebut dapat terlihat ketika peran guru di dalam pembelajaran bukan lagi menjadi sumber belajar utama dan satu-satunya, melainkan siswa harus aktif mencari tahu melalui banyak sumber belajar lainnya, siswa melakukan suatu hal atas dasar kesadarannya sendiri dan tidak mudah terpengaruh atas segala keputusan yang diambil. Siswa yang terbiasa mandiri dan memperoleh fasilitator untuk mengembangkan kemandiriannya akan cenderung lebihh mudah menyesuaikan dirinya sendiri.
Kemandirian siswa di dalam kelas terlihat dalam kegiatan belajar mandiri. Haris Mujiman (2011:1) mengatakan belajar mandiri merupakan kegiatan belajar aktif yang didorong oleh motif untuk menguasai sesuatu kompetensi dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki. Hal tersebut dapat dilihat melalui behavioural indicators. Behavioural indicators berarti perubahan tingkah laku berupa perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan siswa yang akan teramati pada akhir pembelajaran dalam melakukan belajar aktif, seperti kegiatan belajar siswa secara berkesinambungan, keterarahan belajar, kreativitas dan upayanya memanfaatkan berbagai sumber belajar.
Selain itu, proses belajar siswa dapat dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam mengajar. Guru harus mampu menerapkan berbagai model pembelajaran bagi siswa dalam tiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
3
Guru dan siswa dituntut agar lebih kritis terhadap permasalahan sekitar yang terintegrasi dengan pengetahuan yang dimiliki. Hal ini tentunya menjadi tugas guru dan siswa untuk sama-sama aktif dalam proses pembelajaran geografi. Sehingga dapat tercipta suasana belajar yang nyaman dan dapat membangkitkan semangat belajar serta minat baca siswa.
Oleh karena itu kemandirian dalam belajar sangatlah penting, karena sikap kemandirian bertujuan agar dapat mengarahkan diri kearah perilaku positif yang dapat menunjang keberhasilan dalam proses pembelajaran terutama pembelajaran geografi. Geografi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ilmu Geografi mempelajari gejala alam dan kehidupan di muka bumi serta interaksi antara manusia dengan lingkungan serta membahas fenomena-fenomena dan masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pada mata pelajaran geografi tidak hanya menghendaki siswa untuk mendengar penjelasan guru, namun juga mampu mencari sendiri secara langsung. Kemandirian membuat siswa terlatih dan mempunyai kebiasaan melakukan tindakan yang baik serta dapat mengatur setiap tindakannya sehingga mempunyai kedisiplinan dalam proses belajar.
Pada saat pembelajaran, kemandirian sangat dibutuhkan agar siswa mempunyai rasa tanggung jawab dalam mengatur dan mendisiplinkan dirinya, selain itu juga dalam mengembangkan kemampuan belajar atas kemauan sendiri. Setiap siswa harus memiliki sikap kemandirian belajar dan dituntut untuk mandiri agar dapat menyelesaikan tugas dan mampu mengatasi suatu masalah dalam belajar. Oleh karena itu, perlu adanya suatu model pembelajaran dalam proses pembelajaran yang digunakan guru untuk menumbuhkan kemandirian belajar pada diri siswa.
Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk membuat lingkungan yang memungkinkan siswa untuk mendukung kegiatan belajarnya. Model pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif mencari bahan pembelajarannya sendiri membuat siswa terbiasa melakukan kegiatan belajar mandiri. Salah satu model pembelajran yang menuntut siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran adalah model problem based learning. Melalui model pembelajaran problem based learning, siswa akan dilatih untuk tidak menggantungkan sepenuhnya kegiatan pembelajaran
4
pada guru, sehingga kemandirian belajar siswa akan muncul. Siswa akan terdorong untuk aktif di dalam pembelajaran, menantang siswa untuk berpikir, memotivasi siswa untuk terus mencari tahu dan menimbulkan proses belajar yang menyenangkan sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan berfikirnya secara berkesinambungan.
Yatim Riyanto (2010:307) menyatakan problem based learning memfokuskan pada siswa dengan mengarahkan siswa menjadi pembelajar yang mandiri dan terlibat langsung secara aktif dalam pembelajaran berkelompok. Model ini membantu siswa untuk mengembangkan berpikir siswa dalam mencari pemecahan masalah melalui pencarian data sehingga diperoleh solusi untuk suatu masalah dengan rasional dan autentik. Hal tersebut diharapkan mampu merangsang siswa untuk berpikir dan mampu mengembangkan kemandirian belajar sekaligus belajar bersama dengan kelompoknya.
Pada kenyataannya, kebanyakan siswa di SMA Negeri 15 Bandar Lampung cenderung enggan melakukan kegiatan belajar mandiri. Menurut Arixs (Afandi, 2011:3), menyatakan bahwa setidaknya salah satu penyebab rendahnya kemandirian belajar adalah sistem pembelajaran yang belum menuntut siswa untuk berperan aktif mencari informasi yang dibutuhkan dalam proses belajarnya.
Rendahnya tingkat keaktifan siswa menurut disebabkan oleh siswa penggunaan metode pembelajaran diskusi-informasi yang diterapkan pada kegiatan pembelajaran karena pada metode ini materi telah disampaikan oleh guru sehingga siswa hanya berperan sebagai penerima informasi.
Pada proses belajar mengajar di SMA Negeri 15 Bandar Lampung, sebelum diterapkannya model problem based learning ini, guru hanya menjelaskan materi kemudian memberikan tugas berupa soal kepada siswa. Hal ini dirasa kurang efektif karna siswa cenderung bosan karena kegiatan belajar mengajar yang terkesan monoton. Kemudian guru mempunyai trobosan baru untuk merangsang rasa berfikir kritis sehingga akan terbentuk kemandirian dalam belajar yaitu dengan menggunakan model problem based learning saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Kemandirian belajar yang diharapkan tepat sasaran ke siswa yaitu kemandirian dalam menemukan solusi atas sebuah pertanyaan yang diajukan oleh
5
guru saat mengajar. Peneliti membutuhkan sekolah yang akan digunakan sebagai tempat penelitian untuk membuktikan bahwa problem based learning mampu mengarahkan siswa menjadi pembelajar yang mandiri. Peneliti melakukan observasi langsung di SMA Negeri 15 Bandar Lampung dan materi pembelajaran akan difokuskan mata mata pelajaran geografi di kelas X sub materi dinamika litosfer dan dinamika atmosfer. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada kelas X IPS 1 dan X IPS 4 diketahui bahwa kemandirian belajar siswa masih rendah yang disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal (dalam diri siswa) dan faktor eksternal (dari luar siswa). Faktor internal yang mempengaruhi kemandirian belajar siswa yaitu siswa belum mempelajari materi yang disampaikan guru, mengulas pelajaran Kembali serta kurang aktif dalam belajar. Faktor eksternal yaitu lingkungan sosial siswa, lingkungan yang baik akan menjadi daya dorong yang positif yang akan terbawa oleh siswa selama kegiatan belajar berlangsung
Lingkungan non sosial juga ikut berperan seperti gedung sekolah dan letaknya, jarak rumah tempat tinggal siswa, alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan. Berdasarkan observasi yang dilakukan, hampir semua siswa sudah memiliki daya dukung alat belajar seperti laptop dan internet yang memadai baik di sekolah maupun dirumah sehingga siswa tidak kesulitan mencari informasi mengenai materi mata pelajaran geografi yang tidak diberikan guru. Berikut adalah tabel kesetersediaan fasilitas belajar siswa di rumah
Tabel 1. Ketersediaan Fasilitas Belajar Siswa di Rumah
Kriteria Frekuensi Persentase
Laptop 64 26%
Internet 67 27%
Ruang belajar 59 22%
Buku selain buku pegangan 65 25%
Total 100%
Sumber: Survei Penelitian Pendahuluan, 2022
Dapat diketahui bahwa siswa yang mempunyai laptop sejumlah 64 siswa, lalu yang memiliki internet di rumahnya sejumlah 67 siswa, yang memiliki ruang belajar di rumahnya sebanyak 69 siswa dan yang memiliki buku lain selain dari buku di
6
sekolah yaitu 65 siswa. Hal ini juga bisa dilihat bahwa ketersediaan fasilitas belajar di rumah bukan hanya satu, melaikan minimal dua. Tentunya fasilitas ini tergolong cukup lengkap misalnya di rumah seorang siswa memiliki fasilitas berupa laptop dan internet yang dapat mendukung proses pencarian informasi. Namun, ketersediaan fasilitas belajar yang lengkap tidak membuat siswa menjadi lebih semangat untuk membaca dan semangat dalam belajar. Siswa seringkali merasa jenuh dan bosan dalam proses pembelajaran sehingga guru dirasa perlu untuk menggunakan model pembelajaran problem based learning agar siswa menjadi semangat dalam belajar. Setelah pembahasan tersebut, maka penelitian ini difokuskan terkait pengaruh problem based learning terhadap kemandirian belajar siswa. Oleh karena itu penelitian yang akan dilakukan berjudul “Pengaruh Problem Based Learning Terhadap Kemandirian Belajar Siswa Kelas X di SMA”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut :
1. Rendahnya tingkat keaktifan siswa dalam proses pembelajaran geografi 2. Kurangnya minat baca dan semangat belajar siswa
3. Siswa enggan melakukan kegiatan belajar mandiri
4. Sistem pelajaran yang belum menuntut siswa aktif mencari informasi 5. Siswa masih bergantung pada keberadaan guru
6. Perlu adanya model pembelajaran yang tepat untuk mendukung kemandirian belajar siswa
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah disebutkan diatas, maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah pengaruh problem based learning terhadap kemandirian belajar siswa SMA kelas X.
7
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah dalam penelitian ini maka dapat dirumuskan masalahnya yaitu apakah problem based learning berpengaruh terhadap kemandirian belajar siswa SMA kelas X?
1.5 Tujuan Penelitian
Suatu penelitian harus memiliki tujuan yang jelas. Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh problem based learning terhadap kemandirian belajar siswa SMA kelas X.
1.6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang terarti bagi pihak yang ada di dalam dunia pendidikan. Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini yaitu:
1.6.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini berguna untuk bahan kajian dan referensi bagi peneliti lain yang berminat untuk mengakaji dampak pengaruh problem based learning terhadap kemandirian belajar siswa SMA kelas X.
1.6.2 Manfaat Praktis 1.6.2.1 Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi bagi sekolah dalam hal ini penerapan model pembelajaran serta mendukung upaya-upaya guru dalam upaya meningkatkan minat belajar siswa sehingga dapat berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar.
1.6.2.2 Bagi Peneliti
Untuk mengetahui tentang pengaruh yang didapatkan setelah menerapkan model pembelajaran problem based terhadap kemandirian belajar geografi SMA kelas X
8
1.6.2.3 Bagi Guru
Dapat dijadikan sebagai bahan masukan guru untuk lebih memaksimalkan pemilihan dan penggunaan model pembelajaran yang tepat agar hasil belajar siswa dapat meningkat.
1.6.2.4 Bagi Siswa
Dapat dijadikan sebagai bahan masukan kepada siswa agar lebih semangat dan berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar.
1.7 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini agar dapat berjalan dengan baik dan terarah, maka perlu adanya batasan-batasan yang harus ditentukan. Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini yaitu:
1.7.1 Ruang Lingkup Objek Penelitian
Ruang lingkup objek penelitian ini adalah problem based learning dan kemandirian belajar siswa
1.7.2 Ruang Lingkup Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas X IPS di SMAN 15 Bandar Lampung.
1.7.3 Ruang Lingkup Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMAN 15 Bandar Lampung, Jalan Turi Raya, Kecamatan Tanjung Senang, Kota Bandar Lampung.
1.7.4 Ruang Lingkup Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan setelah dikeluarkannya surat Nomor 8682/UN26.13/PN.01.00/2021 oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
1.7.5 Ruang Lingkup Ilmu
Ruang lingkup disiplin ilmu adalah pendidikan geografi. Pendidikan geografi menjelaskan tentang permukaan bumi, iklim, ruang angkasa, penduduk, flora dan fauna, serta hasil-hasil yang diperoleh dari bumi dalam proses pembelajaran.
Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup pendidikan geografi yaitu Pengaruh
9
Problem Based Learning Terhadap Kemandirian Belajar Siswa SMA Kelas X.
Materi yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu kompetensi dasar (KD) 3.4 Menganalisis dinamika planet bumi sebagai ruang kehidupan yang diajarkan dan 4.4 Menyajikan karakteristik planet bumi sebagai ruang kehidupan dengan menggunakan peta, bagan, gambar, tabel, grafik, foto dan video pada mata pelajaran geografi semester genap.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Teori
2.1.1 Model Pembelajaran Problem Based Learning 2.1.1.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran
Pembelajaran dan belajar adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dan tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah saja tetapi ada tiga pusat pendidikan yang lebih dikenal dengan nama tri pusat pendidikan. Tri pusat pendidikan adalah tempat dimana anak mendapatkan pengajaran baik secara langsung maupun tidak langsung dalam aspek formal (sekolah), informal (keluarga terdekat) dan non formal (masyarakat). Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses lingkungan seseorang secara sadar dan disengaja dikelola untuk memungkinkan seseorang tersebut ikut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus dan menghasilkan respon terhadap suatu situasi menurut Corey (Sagala, 2010:117).
Menurut Slameto (2010:1) belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai pengalamanya sendiri dalam intiraksi dengan lingkungannya. Proses pembelajaran ada beberapa syarat yang diperlukan agar pembelajaran dapat berjalan efektif, diantaranya yaitu aktif dalam belajar, banyaknya metode yang digunakan guru dalam proses pembelajaran, adanya motivasi, adanya kurikulum yang baik dan seimbang, pemahaman perbedaan karakteristik tiap individu, adanya perencanaan pembelajaran, adanya sugesti positif yang diberikan guru (Slameto, 2003:6). Menurut Gagne dalam Pribadi (2009:9) mengartikan bahwa pembelajaran adalah serangkaian aktivitas yang sengaja diciptakan dengan tujuan untuk memudahkan proses belajar. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu interaksi antara guru yang
11
memberikan bahan pelajaran dengan siswa sebagai objeknya. Proses pembelajaran diartikan sebagai kegiatan yang terdapat sistem rancangan pembelajaran sehingga menimbulkan hubungan antara guru sebagai pemateri.
Belajar melibatkan aktivitas mental dan emosional. Seseorang dikatakan belajar apabila melibatkan fikiran dan perasaannya secara aktif. Problem based learning adalah model pembelajaran yang berlandaskan konstruktivisme dan mengakomodasikan keterlibatan siswa dalam belajar serta terlibat dalam pemecahan masalah yang kontekstual (Warsono, 2012:147). Siswa belajar tentang bagaimana membangun kerangka masalah, mengorganisasikan masalah, menyusun argumentasi terkait pemecahan masalah, kemudian memecahkan masalah baik secara individu maupun kelompok.
Konstruktivisme adalah suatu pendekatan terhadap belajar yang berkeyakinan bahwa orang secara aktif membangun atau membuat pengetahuannya sendiri dan realitas ditentukan oleh pengalaman orang itu sendiri pula (Abimanyu, 2008:22). Konstruktivisme memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitas orang lain.
Manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi dan hal yang diperlukan guna mengembangkan dirinya (Thobroni, 2015:33).
Konstruktivisme lahir dari ide Piaget dan Vygotsky. Konstruktivisme Piaget menekankan pada perkembangan kognitif anak sedangkan konstruktivisme Vygotsky menekankan pada perkembangan sosial anak. Teori konstruktivisme didasari oleh peran guru yang tidak hanya memberikan pengetahuan saja namun guru berperan untuk mengembangkan kemampuan siswa sehingga mereka dapat membangun ilmu pengetahuan yang ada pada fikiran mereka (Suprihatiningrum, 2013:159). Teori Piaget menitikberatkan pembahasannya pada struktur kognitif.
Menurut penelitiannya tahap-tahap perkembangan intelektual induvidu serta perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan individu mengamati ilmu pengetahuan Piaget menjelaskan tentang struktur kognitif mengenai cara anak
12
mengembangkan konsep dunia disekitar mereka. Teori Piaget disebut genetic epistimologi karena teori ini berusaha menelusuri perkembangan kemampuan intelektual, bahwa genetik berdasarkan pada pertumbuhan developmental bukan warisan biologis (keturunan) (B.R Hergenhahn dan Matthew H. Olson, 2010:48). Teori Vygotsky berdasarkan pemikiran dari Lev Semynovich Vygotsky keturunan Yahudi. Menurut Vygotsky, perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seorang seturut dengan teori sciogenesis. Dimensi kesadaran social bersifat primer, sedangkan dimensi individualnya bersifat derivative atau merupakan turunan dan bersifat skunder. Artinya, pengetahuan dan pengembangan kognitif individu berasal dari sumber-sumber sosial di luar dirinya. Hal ini tidak berarti bahwa individu bersikap pasif dalam perkembangan kognitifnya, tetapi Vygotsky juga menekankan pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya (Muslich, 2007:44).
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat dikatakan bahwa manusia harus mengkonstruksi atau membangun kembali pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah kemudian menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Tujuan konstruktivisme yaitu mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyanya, membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap dan mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri (Thobroni, 2015:91).
Perbedaan teori konstruktivisme dengan teori behavioristik dan teori kognitif yaitu pada teori behaviorisme lebih memperhatikan tingkah laku yang teramati dan teori belajar kognitivisme lebih memperhatikan tingkah laku belajar dalam memproses informasi atau pengetahuan yang sedang dipelajari siswa tanpa mempertimbangkan pengetahuan atau informasi yang telah dikuasai sebelumnya. Sedangkan menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru kepada siswa. Artinya, siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya
13
berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Pembelajaran yang mengacu pada teori belajar konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru, dengan kata lain siswa lebih didorong untuk mengkontruksi sendiri pengetahuan mereka melalui kegiatan asimilasi dan akomodasi (Lapono, 2008:28). Tahapan-tahapan dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, yaitu sebagai berikut: :
1. Tahap pertama, peserta didik didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu, guru memancing dengan pertanyaan problematik tentang fenomena yang sering dijumpai sehari-hari oleh peserta didik dan mengaitkannya dengan konsep yang akan dibahas. Selanjutnya, peserta didik diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan dan mengilustrasikan pemhamannya tentang konsep tersebut.
2. Tahap kedua, peserta didik diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterprestasian data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang oleh sembilan guru. Secara keseluruhan dalam hidup ini akan terpenuhi rasa keingintahuan peserta didik tentang fenomena dalam lingkungannya.
3. Tahap ketiga, peserta didik melakukan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasi peserta didik, ditambah dengan penguatan guru. Selanjutnya peserta didik membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari.
4. Tahap keempat, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan maupun pemunculan masalah-masalah yang berkatian dengan isu-isu dalam lingkungan peserta didik tersebut (Yager dalam Lapono, dkk, 2008:3-28)
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa tahapan-tahapan dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme pada dasarnya merupakan upaya untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki siswa sehingga proses pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
14
Guru juga memberikan arahan atau solusi yang tepat dalam proses pembelajaran yang dilakukan.
2.1.1.2 Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning
Problem based learning yaitu model pembelajaran yang menggunakan pendekatan berbasis masalah yang autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan tingkat tinggi, menstimulasi pemikiran kritis siswa serta meningkatkan rasa percaya diri siswa itu sendiri. Prof. Hiward Barrows sekitar tahun 1970-an mengembangkan problem based learning (PBL) dalam pembelajaran pertama pada ilmu medis di McMaster University Canada (Amir, 2009:5-11).
Pada awalnya problem based learning dirancang untuk menanggapi kritik pada pembelajaran tradisional karna gagal mempersiapkan mahasiswa kedokteran untuk memecahkan permasalahan dalam pengaturan klinis. Setelah sukses diterapkan di bidang kedokteran, kini problem based learning diterapkan di seluruh bidang termasuk pendidikan. Model pembelajaran ini yang menyajikan permasalahan yang nyata bagi siswa sebagai pembukaan dalam pembelajaran kemudian diakhiri dengan penyelidikan dan diterapkan dengan pendekatan yang berorientasi pada pemecahan masalah. Beberapa definisi tentang Problem Based Learning (PBL) yaitu:
1. Menurut Glazer (2001:6), menjelaskan problem based learning adalah strategi pengajaran yang bertumpu pada keaktifan siswa yang dihadapkan pada masalah kompleks dalam situasi yang nyata.
2. Menurut Sanjaya (2006:6), problem based learning ialah serangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Permasalahan yang diambil dalam problem based learning adalah kesenjangan antara situasi nyata dengan situasi yang diinginkan.
3. Menurut Barbara J. Duch (1996:6), mengungkapkan bahwa problem based learning adalah model yang menggunakan masalah yang terjadi di dunia nyata dan digunakan untuk melatih siswa berfikir kritis dan terampil dalam
15
memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan mengenai konsep penting dari apa yang telah dipelajari.
4. Menurut Suyatno (2009:6), mengartikan problem based learning sebagai suatu model pembelajaran berbasis masalah. Pada masalah tersebut menggunakan stimulus sebagai pendorong siswa menggunakan pengetahuannya untuk merumuskan sebuah hipotesos, pencarian informasi yang relevan dan bersifat student-centered melalui diskusi dalam sebuah kelompok kecil demi mendapatkan solusi dari permasalahan yang telah diberikan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa problem based learning yaitu model pembelajaran yang berorientasi atas pemecahan masalah secara nyata pada siswa untuk memulai pembelajaran. Kurikulumnya dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa untuk mendapatkan pengetahuan yang penting kemudian dapat membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah dan mempunyai strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Sehingga dapat disimpukan bahwa dalam problem based learning pembelajarannya mengutamakan proses belajar. Tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa dalam mencapai ketrampilan mengarahkan diri.
Guru berperan sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan permasalahan serta memfasilitasi pembelajaran. Guru juga memberikan dukungan yang dapat meningkatkan pertumbuhan intelektual siswa.
2.1.1.3 Karakteristik Problem Based Learning
Tujuan utama Problem Based Learning adalah untuk meningkatkan pembelajaran dan memudahkan siswa untuk memecahkan masalah.
Karakteristik utama dalam model pembelajaran Problem Based Learning adalah munculnya permasalahan pada awal pembelajaran. Menurut Arends (Trianto, 2007:68) beberapa karakteristik dari model pembelajaran Problem Based Learning, diantara nya yaitu:
16
1. Pengajuan pertanyaan atau permasalahan. Pada pengajuan permasalahan harusnya didasari oleh beberapa fokus kajian diantaranya:
a. Autentik, yaitu permasalahan harus berakar pada kehidupan nyata siswa dan disiplin ilmu tertentu.
b. Jelas, yaitu permasalahan yang dapat dirumuskan tidak menimbulkan permasalahan yang baru bagi siswa yang dapat menyulitkan pada akhirnya.
c. Mudah dipahami, yaitu permasalahan harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa sehingga dapat dimengerti.
d. Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran, yaitu permasalahan tersebut harus mencangkup semua isi materi pelajaran yang diajarkan.
e. Bermanfaat, yaitu permasalahan tersebut bermanfaat baik bagi siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat permasalahan.
2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu. Permasalahan yang diberikan sebaiknya melibatkan berbagai jenis disiplin ilmu.
3. Penyelidikan yang nyata (autentik). Pada saat penyelidikan, siswa melakukan kegiatan diantaranya menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan dan membuat hipotesis sementara, mengumpulkan dan menganalisis informasi yang didapat, melakukan eksperimen, membuat kesimpulan dan menggambarkan hasil akhir.
4. Menghasilkan Produk dan menunjukkannya. Setelah siswa menyusun hasil belajar yang didapat, siswa dapat menunjukkannya kepada orang lain.
5. Kolaboratif. Pada model pembelajaran ini, tugas-tugas berupa masalah yang diselesaikan bersama-sama dengan temannya
Berdasarkan penjabaran mengenai karakteristik proses Problem Based Learning, dapat disimpulkan ada tiga unsur penting dalam proses Problem Based Learning diantaranya yaitu adanya suatu permasalahan, pembelajaran berpusat pada siswa dan pembelajaran dilakukan dalam kelompok.
17
2.1.1.4 Tahap-Tahap dalam Problem Based Learning
Menurut Trianto (2007:68) Pelaksanaan model Problem Based Learning terdiri dari lima tahap yaitu:
1. Tahap pertama adalah orientasi siswa terhadap masalah. Pada fase ini, guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan perlengkapan yang diperlukan, memotivasi siswa dalam kegiatan pemecahan masalah serta mengajukan masalah.
2. Tahap kedua yaitu mengorganisasi siswa. Pada tahap ini guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok, membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.
3. Tahap ketiga yaitu membimbing penyelidikan individu maupun kelompok.
Pada tahap ini guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi apa saja yang dibutuhkan, melaksanakan percobaan dan meneliti dengan cermat untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
4. Tahap keempat yaitu mengembangkan dan menyajikan hasil. Pada tahap ini guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan laporan, dokumentasi atau model serta membantu mereka berbagi tugas dengan sesama temannya.
5. Tahap kelima yaitu menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah. Pada tahap ini guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses dan hasil penyelidikan yang mereka lakukan.
Kelima tahap yang dilakukan dalam pelaksanaan model Problem Based Learning ini dapat disimpulkan melalui tabel 2.1 di bawah ini :
Tabel 2. tahap-tahap model pembelajaran problem based learning
Tahapan Pembelajaran Kegiatan Guru
Tahap 1
Orientasi siswa terhadap masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan perlengkapan yang dibutuhkan,
mengajukan fenomena atau masalah serta memotivasi siswa untuk terlibat dalam
pemecahan masalah.
Tahap 2
Mengorganisasi siswa
Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, membantu siswa mengartikan dan
18
mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.
Tahap 3
Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
Guru memotivasi siswa untuk mengumpulkan informasi yaang dibutuhkan, melaksanakan
eksperimen dan penyelidikan guna mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah.
Tahap 4 Mengembangkan dan
menyajikan hasil
Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan laporan, dokumentasi atau model
serta membantu siswa berbagi tugas dengan rekan sebaya
Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Guru membantu siswa melakukan evaluasi kembali terhadap proses dan hasil penyelidikan yang telah dilakukan.
Sumber: Trianto (2007:68)
2.1.1.5 Manfaat Problem Based Learning
Model pembelajaran problem based learning memungkinkan siswa untuk belajar serta terlibat aktif terhadap permasalahan yang diberikan. Berbeda dengan pembelajaran tradisional yang berfokus pada guru dengan metode menghafal, problem based learning berpusat pada siswa. Pada metode ini dilakukan pendekatan pembelajaran yang efektif terutama ketika dievaluasi dan aplikasi pengetahuan jangka panjang. Model problem based learning tentunya mempunyai banyak manfaat. Adapun manfaat dari problem based learning antara lain yaitu:
1. Meningkatkan Kemandirian dalam Belajar.
Pada pendekatan ini mendorong siswa untuk memiliki inisiatif dan mempunyai rasa tanggung jawab untuk pelajaran mereka sendiri. Siswa diarahkan untuk menggunakan kreativitas yang akan berguna bagi siswa hingga dewasa.
2. Mendorong Partisipasi Siswa dalam Belajar
Pada pendekatan ini siswa dituntut menerapkan pemikiran kritis dan berfikir out of the box untuk memecahkan masalah.
3. Mengembangkan Keterampilan
19
Kemampuan yang dikembangkan siswa tidak hanya diimplementasikan pada satu mata pelajaran saja tetapi bisa juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Meningkatkan Kemampuan Kerja Sama
Pada aktivitas problem based learning, mengarahkan siswa untuk berkolaborasi dengan teman sebaya untuk menemukan solusi atas permasalahan yang diberikan dan berpengaruh terhadap peningkatan ketrampilan seperti kolaborasi dan komunikasi.
5. Mendorong Penghargaan Intrinsik
Penghargaan yang diperoleh dari penerapan problem based learning tidak bisa dinilai dengan angka. Siswa mendapatkan self-respect dan kepuasan dalam dirinya karena telah menemukan dan menciptakan solusi inovatif atas suatu masalah yang nyata.
2.1.1.6 Urgensi Problem Based Learning
Model pembelajaran problem based learning menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks siswa untuk berfikir kritis dalam pemecahan suatu permasalahan sehingga hal ini dapat memicu kepercayaan diri siswa mengambil keputusan berupa solusi atas permasalahan yang dihadapi. Melalui problem based learning siswa dapat memahami, mengembangkan pengetahuan yang dimiliki, memahami makna belajar sebagai cara berfikir bukan hanya sekedar mengerti pembelajaran melaikan siswa dapat terangsang untuk belajar secara berkelanjutan
2.1.1.7 Kelemahan dan Kelebihan Problem Based Learning
Setiap model pembelajaran memiliki kelemahan dan kelebihan. Trianto (2009:96) menyebutkan ada beberapa kelemahan dan kelebihan problem based learning diantaranya:
1. Kelebihan problem based learning
a. Sesuai dengan kehidupan nyata siswa b. Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa
20
c. Memupuk sifat inquiri siswa d. Retensi konsep yang kuat
e. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
2. Kelemahan problem based learning
a. Persiapan pembelajaran yang kompleks, yang meliputi persiapan masalah, alat dan konsep
b. Sulitnya mencari masalah yang relevan bagi siswa c. Sering terjadi salah penafsiran tiap siswa
d. Konsumsi waktu yang banyak 2.1.2 Kemandirian Belajar
2.1.2.1 Pengertian Kemandirian Belajar
Kemandirian merupakan salah satu potensi siswa yang diharapkan berkembang sebagai tujuan dari pendidikan. Istilah “kemandirian” berasal dari kata dasar
“diri” yang mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”, kemudian membentuk satu kata keadaan atau kata benda. Karena kemandirian berasal dari kata dasar “diri”
maka pembahasan mengenai kemandirian tidak bisa lepas dari pembahasan tentang perkembangan diri itu sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers sebagaimana dikutip oleh Desmita (2012:185) disebut dengan istilah self, karena diri itu merupakan inti dari kemandirian. Konsep yang sering digunakan atau berdekatan dengan kemandirian adalah autonomy.
Menurut Laura E. Berk (2012:573) kemandirian (autonomy) adalah perasaan diri sebagai sosok individu terpisah dan bebas. Saat remaja berusaha mengendalikan diri sendiri dan kurang bergantung pada orang tua dalam pengambilan keputusan.
Akan tetapi, hubungan orang tua dan anak tetap penting untuk membantu remaja menjadi individu mandiri dan bertanggung jawab. Seseorang yang mempunyai kemandirian yang tinggi sebagian besar mampu untuk menghadapi permasalahan karena tidak bergantung pada orang lain dan selalu berusaha menghadapi masalah yang ada.
21
Zimbardo dalam Alben (2006:348) menjelaskan kemandirian (independence) berkenaan dengan sikap dan perilaku yang cenderung memiliki karakteristik kepribadian yang kreatif. Kreatif berarti selalu berupaya mencari alternatif, tidak tergantung atau terpengaruh orang lain dalam proses penentuan keputusan, serta dapat melakukan sesuatu yang sesuai dengan inisiatif dan kreativitas sendiri.
Selain itu, kreativitas mengarah pada peningkatan kualitas hidup karena menunjukan adanya kedewasaan dalam berbuat untuk mengatasi sesuatu. Ketika manusia semakin terisolasikan, mereka tidak lagi bergantung kepada penghargaan dan penghukuman eksternal melainkan semakin bisa mengatur tingkah lakunya sendiri. Artinya, mereka menciptakan standart internalnya sendiri, lalu menghukum dan menghargai diri sendiri menurut standart-standart tersebut (William Crain, 2007:314).
Sejalan dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Jelas bahwa salah satu tujuan pendidikan nasional menciptakan individu yang mandiri. Stephen Brookfield (2000:130-133) mengartikan kemandirian belajar sebagai kemampuan untuk mencapai tujuan yang dilakukan oleh diri sendiri akibat adanya kesadaran diri. Kemandirian belajar dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa dalam menemukan informasi dari berbagai sumber belajar.
Menurut Lisna Handayani, Nyoman Dantes, dan I Wayan Suastra (2013:3) kemandirian belajar adalah sebagai sifat dan sikap serta kemampuan yang dimiliki siswa untuk melakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai suatu kompetensi tertentu sehingga dapat digunakannya untuk memecahkan masalah yang dijumpainya di dunia nyata.
22
Ada tiga hal yang mempengaruhi seseorang melakukan kemandirian belajar.
Zimmerman (2001:7) mengungkapkan tiga hal itu meliputi individu, perilaku dan lingkungan. Faktor individu meliputi pengetahuan, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan metakognisi, dan efikasi diri. Faktor prilaku meliputi perilaku reaksi diri, reaksi diri pribadi serta reaksi diri lingkungan. Faktor lingkungan dapat berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial, baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan lain sebagainya. Kemandirian akan menentukan suatu sikap yang menentukan seseorang untuk berperilaku.
Slameto (2015:2) menyatakan bahwa sikap merupakan sesuatu yang dipelajari dan sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan. Maka yang dimaksud dengan kemandirian dalam penelitian ini yaitu sikap siswa dalam mewujudkan kehendak atau keinginannya secara nyata dengan tidak bergantung pada orang lain. Kemandirian siswa di sekolah berkaitan dengan kegiatan belajarnya di sekolah yang dalam hal ini adalah siswa tersebut mampu melakukan belajar sendiri sehingga dapat berpengaruh terhadap motivasi siswa dalam mencari informasi, dapat menentukan cara belajar yang efektif, mampu melaksanakan tugas-tugas belajar dengan baik dan mampu untuk melakukan aktivitas belajar secara mandiri dengan penuh tanggung jawab, guru berperan aktif dalam membuat kegiatan belajar mengajar yang lebih interaktif sehingga dapat mentransfer hasil belajar dalam berbagai situasi.
2.1.2.2 Aspek Kemandirian Belajar
Beberapa aspek kemandirian belajar menurut Song, L., Hill, J.R. (2007:31-32) yaitu:
1. Personal Attributes
Personal attributes berkaitan dengan motivasi siswa, penggunaan sumber belajar, dan strategi belajar. Motivasi belajar mandiri merupakan keinginan dalam diri siswa yang mendorong dirinya untuk melakukan kegiatan belajar.
Adapun ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi, yaitu:
23
a. memiliki rasa tanggung jawab atas pekerjaan yang diamanahkan, sehingga tidak akan meninggalkan tanggungan tersebut sebelum berhasil menyelesaikannya
b. rajin, dimana siswa mampu memfokuskan pikirannya untuk menyelesaikan tugas
c. disiplin dalam menyelesaikan tugas, dimana siswa mampu menyelesaikan setiap tugas dengan efisien
d. menetapkan tujuan yang realistis. Dalam proses belajar, siswa tidak memiliki batasan dalam menggunakan sumber belajar selama sesuai serta dapat mengembangkan pengetahuan. Sedangkan yang dimaksud dengan strategi belajar di sini merupakan suatu usaha yang dilakukan siswa guna menguasai materi yang sedang dipelajari.
2. Processes
Processes berhubungan dengan kewenangan siswa dalam proses pembelajaran yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Perencanaan Siswa mampu menentukan prioritas dan mengelola diri sendiri dengan cara mengatur waktu belajar dengan membuat rencana belajar, seperti menyusun kalender studi untuk menandai tanggal-tanggal penting dalam studi; serta mempersiapkan alat tulis, buku, dan peralatan belajar lain.
b. Monitoring Siswa mampu memantau selama proses pembelajaran dengan mengamati kemampuan diri sendiri dalam memahami materi pelajaran.
Dalam hal ini, setiap siswa memiliki sebagian besar pemahaman materi merupakan tanggung jawab.
c. Evaluasi Siswa mampu mengevaluasi hasil belajar teman sebaya dengan mengajukan pertanyaan ataupun komentar saat diskusi.
3. Context
Learning context fokus dari learning context merupakan faktor luar yang dapat memengaruhi tingkat kemandirian belajar siswa
24
2.1.2.3. Indikator Kemandirian Belajar
Terdapat beberapa indikator kemandirian belajar yang dikemukakan oleh para ahli. Indikator kemandirian belajar menurut Septiyaningsih (2017:14) yaitu berperilaku berdasarkan inisiatif sendiri, menggantungkan diri pada kemampuan sendiri, percaya diri, memiliki sifat tanggung jawab, disiplin dan memiliki kontrol diri. Sumarmo (2004:5) berpendapat bahwa indikator kemandirian belajar terdiri dari memiliki motivasi dan inisiatif belajar intrinsikm, encari dan memanfaatkan sumber yang relevan, memiliki kebiasaaan mendiagnosa kebutuhan belajar, mampu menentukan dan menerapkan strategi belajar dan mampu mengevaluasi proses dan hasil belajar. Menurut Sufyarma (2004:13) individu yang mandiri dapat perhatikan dari karakteristik berikut:
1. Memiliki inisiatif, berarti setiap individu memiliki kemampuan untuk berfikir dan berperilaku secara kreatif, insiatif, dan original.
2. Progresif dan ulet, dimana suatu individu tersebut memiliki usaha dalam mengejar prestasi dengan tekun demi mewujudkan harapan yang telah direncanakan.
3. Kemantapan diri, dimana suatu individu memiliki kepercayaan pada diri sendiri.
4. Mengendalikan dari dalam, artinya suatu individu mampu menyelesaikan berbagai permasalahan dengan mengendalikan setiap tindakannya sehingga dapat memengaruhi lingkungan.
5. Mendapatkan kepuasan dari usaha sendiri, dimana hal ini dapat membuat manusia menjadi pribadi yang mandiri.
Sedangkan Maemun (2008:7) mengembangkan beberapa indikator kemandirian belajar sebagai berikut:
1. Aktif, yaitu suatu sifat dimana siswa mau berusaha menyelesaikan tugas yang diamanahkan padanya.
2. Bebas, yaitu siswa dapat dengan leluasa menetapkan keinginannya.
3. Pengendalian diri, artinya siswa mempunyai sikap yang memperlihatkan kedewasaan sehingga mampu berbuat sesuatu tanpa perintah orang lain.
25
4. Inisiatif, artinya siswa memiliki dorongan dalam dirinya sehingga memiliki keinginan untuk melaksanakan suatu kegiatan.
5. Kemantapan diri, yaitu siswa percaya pada kemampuan sendiri.
Menurut Desmita (2009:1) indikator kemandirian belajar yaitu:
1. Adanya hasrat atau keinginan yang kuat untuk belajar
2. Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk menghadapi masalah 3. Tanggung jawab atas apa yang dilakukannya
4. Percaya diri dan melaksanakan tugas secara mandiri
2.1.2.4 Bentuk-Bentuk Kemandirian Belajar
Robert Havighurst dan Steinberg dalam Desmita (2016:16) membedakan karakteristik kemandirian atas beberapa bentuk yaitu:
1. Kemandirian emosi, yaitu kemampuan mengontrol emosi sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada orang lain.
2. Kemandirian intelektual, yaitu kemampuan untuk mengatasi berbagi masalah yang dihadapi.
3. Kemandirian social, yaitu kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung pada aksi orang lain.
2.1.2.5 Faktor Pengaruh Kemandirian Belajar
Menurut Cobb (2003:312), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian belajar siswa. Faktor-faktor tersebut diantaranya motivasi belajar, self efficacy dan tujuan belajar. Sedangkan menurut Gede Agus Sutama, Kadek Suranata dan Ketut Dharsana (2014:1) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar adalah faktor internal siswa itu sendiri yang terdiri dari lima aspek yaitu disiplin, percaya diri, motivasi, inisiatif, dan tanggung jawab.
Sedangkan menurut Soetjiningsih dalam Nur Istiqomah Hidayati (2014:1) menyatakan bahwa kemandirian dipengaruhi oleh faktor dari dalam (intern) yaitu emosi dan intelektual dan dari luar (ekstern) yaitu lingkungan, karakteristik sosial, pola asuh, status pekerjaan ibu, serta kualitas informasi anak dan orang
26
tua. Faktor-faktor tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan yang selanjutnya akan menentukan seberapa jauh seseorang individu bersikap dan berpikir secara mandiri dalam kehidupan lebih lanjut. Dengan demikian, peneliti berpendapat dalam mencapai kemandirian seseorang tidak lepas dari faktor-faktor tersebut di atas.
2.2 Kajian Penelitian Relevan
Guna mendukung referensi dan sebagai studi perbandingan, maka penelitian ini penulis menggunakan beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan peneliti lain sebagai pendukung, baik dalam hal memperoleh teori maupun menganalisis hasil sebagai unsur perbandingan, adapun beberapa penelitian terdahulu tersebut yaitu sebagai berikut:
Tabel 3. Penelitian yang Relevan
No Nama Judul Hasil penelitian
1 Saiful Amin, 2017
Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning Terhadap Kemampuan Berfikir Kritis dan Hasil
Belajar Geografi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran PBL berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar geografi siswa SMAN 6 Malang. Nilai rata-rata N-gain skor kelas eksperimen lebih besar, yaitu 33,10 dibanding kelas kontrol, yaitu 16,24.
Hasil perhitungan analisis data dengan uji t, yaitu 0,000 lebih kecil dari signifikansi 0,050.
2 Utami Dyah Pratiwi, 2018
Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV Muatan IPA Tentang Morfologi Tumbuhan di SD Tarakanita Bumijo
Yogyakarta
Hasil penelitian menunjukkan bahwa problem based learning berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dengan selisih nilai pretest-posttest pada kelompok control (M=3,55, SE=0,81).
Besar pengaruh sebesar r (effect size)
=0,63 atau setara dengan 39% yang tergolong kategori efek menengah.
Persentase peningkatan hasil belajar selisih nilai pretest-posttest pada kelompok eksperimen sebesar 77% lebih tinggi disbanding kelompok control sebesar 26,5%
27
3. Tika Silfiana, 2020
Pengaruh Problem Based Learning Terhadap Kemandirian Belajar Geografi Siswa Kelas VII SMP PGRI 6 Gandrungmangu 2 Kabupaten Cilacap
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap kemandirian belajar geografi siswa di kelas VII SMP PGRI 6 Gandrungmangu 2 kabupaten Cilacap.
Hal ini dapat dilihat dari hasil uji N-Gain yang diperoleh di kelas Eksperimen sebesar 0,92 atau 91,51% yang merupakan kategori tinggi, sementara kelas kontrol sebesar 0,67 atau 67,18%
yang merupakan kategori sedang.
4 Evi Tri Wulandari, 2015
Pengaruh Penerapan Problem Based Learning Terhadap Kemandirian Belajar Ipa Siswa Kelas IV SD Se-Gugus III Kecamatan Temon
Kabupaten Kulon Progo
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh positif signifikan kemandirian belajar IPA antara kelompok eksperimen dengan menerapkan model problem based learning dan kelompok kontrol dengan pembelajaran biasa yaitu ceramah dan tanya jawab atau penugasan. Hal tersebut dibuktikan dari hasil t-test pada taraf signifikansi 5%
diperoleh signifkansi hitung yaitu 0,024
< 0,05. Kelompok eksperimen memperoleh skor post test lebih tinggi yaitu 89,647 dibandingkan kelompok kontrol yaitu 81,421.
2.3 Kerangka Pikir
Kemandirian memiliki peranan penting khususnya pada siswa pada awal masuk sekolah menengah atas. Salah satu mata pelajaran yang menuntut kemandirian belajar adalah geografi. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemandirian belajar geografi adalah model pembelajaran problem based learning. Model pembelajaran tersebut sesuai untuk diterapkan karna dapat membantu meningkatkan kemandirian belajar siswa dalam mencari informasi yang dibutuhkan. Pemilihan model pembelajaran problem based learning dirasa tepat karena dalam kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mampu
28
dalam memecahkan masalah dan memiliki strategi belajar sendiri. Adapun kerangka penelitian sebagai berikut:
Gambar 1. kerangka penelitian
2.4 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, tinjauan pustaka, dan kerangka berpikir dari permasalahan di atas, maka ditentukan hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Hi : Adanya pengaruh problem based learning terhadap kemandirian belajar siswa SMA kelas X
H0 : Tidak adanya pengaruh problem based learning terhadap kemandirian belajar siswa SMA kelas X
Model pembelajaran problem based learning
Kemandirian belajar