• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Geometrik Jalan

N/A
N/A
Agil Prasetya

Academic year: 2024

Membagikan "Perancangan Geometrik Jalan"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

Perancangan Geometrik Jalan

Historis Pembangunan Jalan

SIL 321 PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN

Dr. Ir. Muhammad Nanang Prayudyanto, MSc.

Tahun Ajaran 2023/2024

(2)

Diskripsi Mata Kuliah

1. Pemahaman historis pembangunan jalan

2. Regulasi tentang penetapan Klasifikasi/ spesifikasi jalan raya, administrasi pengelolaan dan pelayanan transportasi darat

3. Penampang melintang/ cross Section dan bagian-bagiannya, meliputi dasar perhitungan dan perencanaan lajur lalu lintas, bahu jalan, saluran samping, talud, median, trotoar, kerb,

pengaman samping dan daerah milik jalan.

4. Parameter perencanaan geometrik jalan raya, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi tiap elemen disain geomerik jalan

5. Dasar-dasar perencanaan dan perhitungan elemen-elemen disain alinyemen horizontal, jarak pandang henti maupun menyiap

6. Dasar-dasar perencanaan dan perhitungan elemen-elemen alinyemen vertikal, meliputi perencanaan landai pendakian/penurunan, serta perhitungan grade line lengkung vertikal cekung dan cembung

7. Dasar-dasar perencanaan dan perhitungan volume galian dan timbunan tanah ( cut and fill)

(3)

Referensi Kuliah

American Association of State Highway and Transportation Officials; 1987, Alih bahasa Sutanto; Highway Drainage

AASHTO,1990; A Policy on Goemetric Design of Highway Engineering and Streets

Carl F. Meyer, David W. Erikson; 1984; Survey dan Perencanaan Lintas Jalur;

Erlangga

Direktorat Jendral Bina Marga, Badan Explorasi Survay dan Perencanaan ; 1990 ; Spesifikasi Standar Perencanaan Geometrik Jalan Raya Luar kota

Direktorat Jendral Bina Marga, Badan Explorasi Survay dan Perencanaan ; 1988;

Standar Perencanaan Geometrik untuk jalan Perkotaan

Edward K. Morlok; 1978; Introduction to Transportation Engineering and Planning; Mc.

Graw Hill, Inc

F.D Hobbs;1979; Traffic Planing and Engineering; Second Edition; Pengamon Press

(4)

Historis Awal

Sejarah perkembangan jalan di Indonesia adalah Pembangunan jalan Daendles pada zaman Belanda, yang dibangun dari Anyer di Banten sampai Panarukan di Banyuwangi Jawa Timur.

Tujuan pembangunan pada saat itu terutama untuk kepentingan strategi dan dimasa tanam paksa untuk memudahkan

pengangkutan hasil bumi.

Pada abad 18 para ahli menemukan bentuk perkerasan yang

sebagian sampai saat ini umum digunakan di Indonesia dan

merupakan awal dari perkembangan konstruksi perkerasan di

Indonesia yang antara lain : konstruksi perkerasan batu belah

(Telford), konstruksi perkerasan Macadam

(5)

Regulasi Jalan UU 38/2004

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel;

Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum;

Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri;

Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol;

Tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk penggunaan jalan;

Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh

pelayanannya dalam satu hubungan hierarki

(6)

Klasifikasi dan Fungsi Jalan (PP 34/2006)

(1) Berdasarkan sifat dan pergerakan pada lalu lintas dan angkutan jalan, fungsi jalan dibedakan atas arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan.

(2) Fungsi jalan : sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.

(3) Fungsi jalan dibedakan atas arteri primer, kolektor primer, lokal primer, dan lingkungan primer.

(4) Jalan dinyatakan sebagai jalan arteri primer, jalan kolektor primer, jalan lokal primer, dan jalan lingkungan primer.

(5) Fungsi jalan pada sistem jaringan sekunder dibedakan atas arteri sekunder, kolektor sekunder, lokal sekunder, dan lingkungan sekunder.

(6) Jalan dengan fungsi dinyatakan sebagai jalan arteri sekunder, jalan

kolektor sekunder, jalan lokal sekunder, dan jalan lingkungan sekunder.

(7)

1. Jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas jalan umum dan jalan khusus.

2. Jalan umum sebagaimana dimaksud pada butir 1.

dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan kelas.

3. Jalan khusus sebagaimana dimaksud pada butir 1. bukan diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai jalan khusus sebagaimana dimaksud pada butir 3. diatur dalam peraturan pemerintah.

PENGELOMPOKAN JALAN:

(8)

PENGELOMPOKAN JALAN BERDASARKAN

SISTEM JARINGAN JALAN :

(UU 38/2004, Pasal 7)

SISTEM JARINGAN JALAN PRIMER :

Sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan sbemua wilayah di tingkat nasional, dengan

menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan

SISTEM JARINGAN JALAN SKUNDER :

Sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan

distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di

dalam kawasan perkotaan

(9)

Sistem Jaringan Jalan Primer

PKN

JALAN ARTERI PRIMER

(JAP)

JALAN ARTERI PRIMER (JAP)

JALAN ARTERI PRIMER

(JAP)

PKW PKW

PKN

JALAN KOLEKTOR PRIMER (JKP)

JALAN KOLEKTOR PRIMER

(JKP)

PKL PKL

JALAN KOLEKTOR PRIMER

(JKP)

JALAN LOKAL PRIMER

(JLP)

JALAN LOKAL PRIMER (JLP)

PK DIBAWAH

PKL

JALAN LOKAL PRIMER (JLP)

PERSIL JALAN

LOKAL PRIMER (JLP) JALAN LOKAL PRIMER (JLP) JALAN LOKAL PRIMER (JLP)

(10)

Sistem Jaringan Jalan Sekunder

JALAN KOLEKTOR SEKUNDER

(JKS) JALAN ARTERI SEKUNDER

(JAS)

JALAN ARTERI SEKUNDER (JAS)

Perumahan JALAN LOKAL

SEKUNDER (JLS) JALAN KOLEKTOR SEKUNDER

(JKS)

F2.3 Kawasan Sekunder

III

Perumahan

F2.2 Kawasan Sekunder

II F2.1 Kawasan Sekunder

I F2.1

Kawasan Sekunder

I F1 Kawasan

Primer

JALAN ARTERI SEKUNDER

(JAS) JALAN ARTERI

SEKUNDER (JAS)

JALAN ARTERI SEKUNDER

(JAS)

F2.2 Kawasan Sekunder

II

F2.3 Kawasan Sekunder

III

JALAN LOKAL SEKUNDER (JLS)

JALAN LOKAL SEKUNDER

(JLS) JALAN

LOKAL SEKUNDER

(JLS) JALAN LOKAL SEKUNDER

(JLS)

(11)

Bandar Udara Bandar Udara

Pelabuhan dan Pergudangan Pelabuhan

dan

Pergudangan Bandar

Udara Bandar Udara

Pelabuhan dan Pergudangan Pelabuhan

dan Pergudangan

Kawasan Perdagangan

Regional Kawasan Perdagangan

Regional

Kawasan Industri Kawasan Industri

Kawasan Perdagangan

Regional Kawasan Perdagangan

Regional

Kawasan Primer Kawasan Sekunder Perumahan Batas Administrasi

Arteri Primer (Jalan Nasional) Kolektor Primer

Arteri Sekunder Kolektor Sekunder Lokal Sekunder

Kawasan Industri Kawasan Industri

(12)

Keterangan :

Kawasan Primer Sistem Primer

Kawasan Sekunder Jalan Arteri Sekunder

Perumahan Jalan Kolektor Sekunder

Batas Kota Jalan Lokal Sekunder

SKETSA HIPOTESIS HIRARKI JALAN KOTA Kawasan

Industri Kawasan Industri

Bandar Udara Bandar Udara

Pelabuhan dan Pergudangan

Pelabuhan dan Pergudangan

Kawasan Perdagangan

Regional Kawasan Perdagangan

Regional

(13)

Status Jalan (PP 34/2006)

Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan atas:

 a. jalan nasional;

 b. jalan provinsi;

 c. jalan kabupaten;

 d. jalan kota; dan

 e. jalan desa.

(14)

Jalan menurut tekanan gandar

 Kelas Jalan Tekanan Gandar

 I II >10,00 Ton

 III A 10,00 Ton

 III B 8.00 Ton

 IV 8,00 Ton

(15)

PENGELOMPOKAN JALAN BERDASARKAN

FUNGSI JALAN :

(UU 38/2004, Pasal 8)

JALAN ARTERI :

Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri – ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata – rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna

JALAN KOLEKTOR :

Jalan yang melayani angkutan pengumpulan/pembagian dengan ciri – ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata – rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

JALAN LOKAL :

Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri – ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata – rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

JALAN LINGKUNGAN :

Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri-ciri Perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata - rata rendah

(16)

JALAN NASIONAL :

Jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang meng hubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional serta jalan tol JALAN PROVINSI :

Jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibu kota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/

kota dan jalan strategis provinsi JALAN KABUPATEN :

Jalan lokal dalam sistem jaringan jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibu kota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal (PKL), antar PKL, serta jalan

umum dalam sistem jaringan jalan skunder dalam wilayah kabupaten dan jalan strategis kabupaten

JALAN KOTA :

Jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan pu- sat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubung kan antar pusat permukiman yang berada di dalam kota

JALAN DESA :

Jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman di da lam desa, serta jalan lingkungan

PENGELOMPOKAN JALAN BERDASARKAN STATUS JALAN :

(UU 38/2004, Pasal 9)

(17)

JALAN BEBAS HAMBATAN (FREEWAY) :

Jalan umum untuk lalu lintas menerus yang memberikan pelayanan

menerus/tidak terputus dengan pengendalian jalan masuk secara penuh, dan tanpa adanya persimpangan sebidang, serta dilengkapi dengan pagar ruang milik jalan, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah dan dilengkapi dengan median

JALAN RAYA (HIGHWAY) :

Jalan umum untuk lalu lintas menerus dengan pengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi dengan median, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah

JALAN SEDANG (ROAD) :

Jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah

dengan lebar paling sedikit 7 (tujuh) meter

JALAN KECIL (STREET) :

Jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar paling sedikit 5,5 (lima setengah) meter

PENGELOMPOKAN KELAS JALAN :

(Berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarananya)

(18)

KELAS JALAN DAN SPESIFIKASI PRASARANA JALAN :

(UU 38/2004, Pasal 10)

Pengaturan kelas jalan dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan (UU 14/1992 Dan PP No. 43/1993 )

Kelas jalan dibagi ke dalam kelas I, II, IIIA, IIIB dan IIIC berdasarkan kemam puannya untuk dilalui oleh kendaraan dengan dimensi dan MST tertentu.

Pengelompokan Kls Jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarananya :

- JALAN BEBAS HAMBATAN

- JALAN RAYA

- JALAN SEDANG

- JALAN KECIL

KELAS I KELAS II KELAS IIIA KELAS IIIB KELAS IIIC FUNGSI

JALAN ARTERI ARTERI

ARTERI /

KOLEKTOR KOLEKTOR KOLEKTOR DIMENSI /

LBR.KEND MAKS.

2,50 M MAKS.

2,50 M MAKS.

2,50 M MAKS.

2,50 M MAKS.

2,10 M DIMENSI /

PJG.KEND

MAKS.

18,0 M

MAKS.

18,0 M

MAKS.

18,0 M

MAKS.

12,0 M

MAKS.

9,0 M MST > 10

TON 10 TON 8 TON 8 TON 8 TON

(19)

1) Jalan Kelas I :

yaitu Jalan Arteri yang dapat dilalui

kendaraan bermotor termasuk muatan

dengan ukuran lebar maksimum 2,50 m,

ukuran panjang maksimum 18,00 m dan

MST yang diijinkan > 10 Ton

(20)

2) Jalan Kelas II :

yaitu Jalan Arteri yang dapat dilalui

kendaraan bermotor termasuk muatan

dengan ukuran lebar maksimum 2,50 m,

ukuran panjang maksimum 18,00 m dan

MST yang diijinkan 10 Ton.

(21)

3) Jalan Kelas III A :

yaitu Jalan Arteri atau Jalan Kolektor yang

dapat dilalui kendaraan bermotor

termasuk muatan dengan ukuran lebar

tidak melebihi 2,50 m, ukuran panjang

tidak melebihi 18,00 m dan MST yang

diijinkan 8 Ton.

(22)

4) Jalan Kelas III B :

yaitu Jalan Kolektor yang dapat dilalui

kendaraan bermotor termasuk muatan

dengan ukuran lebar tidak melebihi

2,50 m, ukuran panjang tidak melebihi

12,00 m dan MST yang diijinkan 8 Ton.

(23)

5) Jalan Kelas III C :

yaitu Jalan Lokal yang dapat dilalui

kendaraan bermotor termasuk muatan

dengan ukuran lebar tidak melebihi

2,10 m, ukuran panjang tidak melebihi

9,00 m dan MST yang diijinkan 8 Ton.

(24)

BAGIAN-BAGIAN JALAN :

(UU 38/2004, Pasal 10)

RUANG MANFAAT JALAN :

-

Badan jalan

-

Saluran tepi jalan

-

Ambang pengaman jalan

RUANG MILIK JALAN :

-

Ruang manfaat jalan, ditambah

-

Sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan

RUANG PENGAWASAN JALAN :

Ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang ada di bawah

pengawasan Penyelenggara jalan

(25)

Lapisan Aus

Lapisan Pondasi (Atas, Bawah)

Bahu Diperkeras Bahu diperkeras

Saluran diperkeras Pas. Batu dg. Mortal Patok RMJ

Patok RMJ Pembersihan Rumija

Jalur Lalu - Lintas

Bahu Jalan Bahu Jalan

Drainase

Ruang Milik Jalan

TYPIKAL PENAMPANG (BAGIAN) JALAN

Lihat Aturan Ruang Jalan (RPP Jalan) !

Ruang Pengawasan Jalan

(26)
(27)

WEWENANG PEMERINTAH (PUSAT, PROV., KAB.,KOTA)

(UU 38/2004, Pasal 14, 15,16)

WEWENANG PENYELENGGARAAN JALAN :

- Pemerintah : Jalan Nasional

- Pemerintah Provinsi : Jalan Provinsi

- Pemerintah Kabupatn : Jalan Kabupaten dan Jalan Desa

- Pemerintah Kota : Jalan Kota

Penyelenggaraan Jalan meliputi :

- PENGATURAN : kebijakan penyelengg. jalan, pedoman operasional, penetapan status jalan, perencanaan jaringan jalan

- PEMBINAAN : bimbingan, penyuluhan, pelatihan, litbang tekn. terapan, dll

- PEMBANGUNAN : perencanaan teknis, pemrograman & penganggaran, pengada an lahan, pelaks. Kontruksi, pengoperasian dan pemeliharaan, pengelolaan sistem manajemen jalan

- PENGAWASAN : Evaluasi kinerja penyelenggaraan jalan, pengendalian fungsi dan manfaat hasil pembangunan jalan

(28)

PENGATURAN JALAN (ASPEK PENETAPAN JARINGAN)

(UU 38/2004, Pasal 17, 18, 19, 20, 21)

PEMERINTAH :

- Penetapan fungsi jalan untuk ruas jalan arteri dan jalan kolektor yang meng- hubungkan antar ibukota provinsi dalam jaringan jalan primer

- Penetapan status jalan nasional

- Penyusunan perencanaan umum jaringan jalan nasional PEMERINTAH JALAN PROVINSI :

- Penetapan fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan skunder dan jalan kolektor yang menghubungkan ibukota provinsi dg ibukota kabupaten, antar ibukota kabu paten, jalan lokal dan jalan lingkungan dlm sistem jaringan primer

- Penetapan status jalan provinsi

- Penyusunan perencanaan umum jaringan jalan provinsi PEMERINTAH KABUPATEN :

- Penyusunan pedoman operasioanl penyelenggaraan jalan kabupaten dan ja- lan desa

-

Penetapan status jalan kabupaten dan jalan desa

-Penyusunan perencanaan umum jaringan jalan kabupaten dan jalan desa PEMERINTAH KOTA :

- Penyusunan pedoman operasioanl penyelenggaraan jalan kota - Penetapan status jalan kota

- Penyusunan perencanaan umum jaringan jalan kota

(29)

MEKANISME PENYUSUNAN JARINGAN JALAN

-RENC. TATA RUANG

- SISTRANAS

JARINGAN TRANSP. NAS.

(DARAT- JALAN)

- PERTUMBUHAN

- PEMERATAAN

KEBIJAKAN DAN STRATEGI

PEMBINAAN JARINGAN JALAN

KEBIJAKAN DAN STRATEGI

PEMBINAAN JARINGAN JALAN

JARINGAN JALAN PRIMER

JARINGAN JALAN SKUNDER

ARTERI PRIMER

KOLEKTOR PRIMER

LOKAL PRIMER

JLN.

NAS JLN.

PROP

JLN.

KAB.

KOTA JLN.

TOL

(30)

a) Masyarakat berhak:

1) memberi masukan kepada penyelenggara jalan dalam rangka pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan;

2) berperan serta dalam penyelenggaraan jalan;

3) memperoleh manfaat atas penyelenggaraan jalan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan;

4) memperoleh informasi mengenai penyelenggaraan jalan;

5) Memperoleh ganti kerugian yang layak akibat kesalahan dalam pembangunan jalan; dan

6) Mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap kerugian akibat pembangunan jalan.

b) Masyarakat wajib ikut serta menjaga ketertiban dalam pemanfaatan fungsi jalan.

c) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dan kewajiban masyarakat sebagaimana dimaksud pada butir a. dan butir b. diatur dalam peraturan pemerintah

PERAN MASYARAKAT

(UU 38/2004, Pasal 17, 18, 19, 20, 21)

Referensi

Dokumen terkait

Disusun oleh: Tim Ajar Mata Kuliah Perancangan Geometrik Jalan.. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian, peran dan fungsi jalan, serta prinsip-prinsip penting dalam perancangan

Hasil Perencanaan Jalan Lintas Pantai Selatan Kecamatan Bakung diperoleh perencanaan geometrik dengan Alinyemen Horizontal tipe S-C-S (Spiral Circle Spiral) 41 tikungan

Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang di titik beratkan pada alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal sehingga dapat memenuhi fungsi

bisa berpengaruh terhadap penetapan trase jalan karena akan mempengaruhi penetapanAlinyeme n Horisontal, Alinyemen Vertikal dan penampang melintang sebagai bentukefisiensi dalam batas

Kata kunci : perencanaan jalan perkerasan lentur, metode AASHTO, perencanaan geometrik alinyemen horisontal, alinyemen vertikal, perencanaan

Ruang Lingkup PDGJ ini menjelaskan cara-cara mendesain geometrik jalan yang meliputi kriteria desain, ketentuan umum, ketentuan teknis geometrik jalan, dan prosedur desain geometrik

Tabel 5.4 ALINYEMEN VERTIKAL Kelandaian maksimum jalan Panjang kritis dari suatu kelandaian Nilai C untuk beberapa h, dan h, berdasarkan AASFIIO dan Bina Marga pada lengkung

Buku ajar "Rekayasa Jalan Raya 1" berfokus pada perencanaan geometrik jalan untuk mahasiswa teknik