• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

Dalam sejarah sistem moneter internasional, determinasi dan sistem nilai tukar suatu negara telah mengalami evolusi yang panjang. Pada awal sistem moneter internasional modern pada abad ke-19, beberapa negara menggunakan sistem nilai tukar tetap dengan mengacu pada standar emas (Golden Standard). Pada bab selanjutnya akan dibahas sejarah perkembangan sistem moneter internasional dan sistem nilai tukar di dunia.

Nilai tukar efektif ini dapat dihitung dari satu negara ke negara lain (bilateral) atau dari satu negara ke beberapa negara (multilateral). Dalam sistem nilai tukar tetap, mata uang lokal relatif tetap terhadap mata uang asing. Sementara itu, jika penawaran valuta asing relatif terhadap mata uang domestik meningkat, maka nilai tukar mata uang domestik meningkat.

Selama Depresi Hebat, banyak negara meninggalkan standar emas dan mengadopsi sistem nilai tukar mengambang bebas atau terkendali. Skala kebutuhan pembiayaan selama Perang Dunia Pertama menyebabkan beberapa negara meninggalkan standar emas dan beralih ke sistem nilai tukar mengambang.

Kebijakan dan Sistem Nilai Tukar di Dunia

Namun, kejadian baru-baru ini menunjukkan bahwa banyak negara menggunakan sistem nilai tukar mengambang dibandingkan dengan sistem nilai tukar tetap. Corden (2002) mengklasifikasikan sistem nilai tukar menjadi tiga kelompok yaitu 1) absolute fixed exchange rate regime, 2) pure floating rate system dan 3) fixed exchange rate system tetapi dapat juga (fixed but adjustable rate/FBAR) yang merupakan kombinasi sistem nilai tukar tetap dan mengambang. Selain itu, terdapat beberapa jenis sistem nilai tukar yang merupakan gabungan dari ketiga sistem nilai tukar tersebut.

Selain itu, sistem nilai tukar pegged dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu flexible pegged dan creeping pegged. Setelah era Bretton Woods, banyak negara yang meninggalkan sistem nilai tukar tetap, sehingga hanya sedikit negara yang mengadopsi sistem ini. Dalam sistem kurs mengambang penuh, mekanisme penentuan nilai mata uang domestik relatif terhadap mata uang asing ditentukan oleh mekanisme pasar.

Dalam sistem nilai tukar mengambang murni, bank sentral tidak menargetkan besar kecilnya nilai tukar dan melakukan intervensi langsung di pasar valuta asing. Kedua, sistem ini tidak membutuhkan cadangan devisa yang besar karena tidak ada kewajiban menjaga nilai tukar. Sistem ini ditandai dengan komitmen bank sentral/pemerintah untuk mempertahankan nilai tukar tertentu.

Dengan demikian, untuk mempertahankan nilai tukar tetap dalam jangka pendek, sistem ini dapat mengatasi permasalahan tersebut. Sistem nilai tukar mengambang terkelola berbeda dari sistem nilai tukar mengambang murni karena tidak melarang intervensi di pasar valuta asing. Setting band yang terlalu lebar menjadikan sistem ini sistem kurs mengambang murni, sementara setting band yang demikian.

Secara umum, ada dua alasan utama mengapa suatu negara menerapkan sistem nilai tukar dengan zona target ini.

Gambar  2 Sistem Nilai Tukar
Gambar 2 Sistem Nilai Tukar

Nilai Tukar dan Perekonomian

Sebaliknya, nilai tukar bereaksi secara pasif merayap terhadap pengaruh peningkatan jumlah uang beredar dan upah. Terkait dengan nilai tukar, harga barang impor juga akan meningkat jika terjadi penurunan nilai tukar lokal terhadap mata uang asing atau depresiasi. Devaluasi nilai tukar mengakibatkan harga barang impor lebih tinggi dan harga barang ekspor lebih rendah.

Berdasarkan konsep paritas daya beli (PPP), harga barang ekspor dan impor suatu negara dipengaruhi oleh nilai tukar mata uang lokal dibandingkan dengan mata uang asing. Devaluasi atau depresiasi nilai tukar mata uang lokal terhadap mata uang asing menyebabkan harga barang impor naik dan harga barang ekspor turun. Contoh yang sama dapat digunakan untuk menunjukkan dampak kebijakan revaluasi atau apresiasi nilai tukar.

Berdasarkan penjelasan di atas, kebijakan mendevaluasi atau menurunkan nilai tukar lokal dapat digunakan untuk memperbaiki neraca perdagangan. Devaluasi nilai tukar mengakibatkan turunnya harga barang ekspor dan pada gilirannya meningkatkan daya saing barang ekspor dan pada akhirnya meningkatkan volume barang ekspor. Pada angkutan langsung, depresiasi nilai tukar yang sangat tinggi pada saat krisis nilai tukar menyebabkan harga barang impor meningkat tajam.

Pengaruh langsung nilai tukar juga dapat terjadi melalui neraca perusahaan, terutama perusahaan yang memiliki utang yang berasal dari luar negeri. Depresiasi nilai tukar menyebabkan peningkatan kewajiban utang luar negeri perusahaan dalam nilai mata uang lokal. Secara tidak langsung, transmisi nilai tukar ke sektor riil dapat terjadi melalui permintaan domestik atau melalui permintaan ekspor dan impor (net external demand).

Depresiasi nilai tukar yang sangat tinggi menyebabkan harga barang impor naik, dan inflasi naik menjadi 77,6% pada tahun 1998.

Kebijakan Moneter dan Sistem Nilai Tukar

Kebijakan moneter dalam sistem nilai tukar tetap memiliki dampak yang berbeda terhadap perekonomian dibandingkan dengan sistem nilai tukar mengambang. Pada tahap awal, ekspansi moneter memiliki efek yang sama dengan sistem nilai tukar mengambang, yaitu jumlah uang beredar meningkat, suku bunga turun, pendapatan naik, neraca perdagangan memburuk, dan arus keluar modal. Perbedaan utama dengan sistem nilai tukar tetap, bagaimanapun, adalah bahwa peningkatan permintaan mata uang asing akibat peningkatan arus keluar modal dan impor tidak mengakibatkan jatuhnya nilai tukar karena nilai tukar dipatok secara tetap terhadap mata uang asing lainnya.

Jika bank sentral tidak melakukan intervensi, kondisi ini akan mengakibatkan overvaluation nilai tukar, sehingga ekspor akan turun karena harga barang ekspor lebih mahal. Paragraf sebelumnya telah menjelaskan efektivitas kebijakan moneter dalam sistem nilai tukar mengambang dan sistem nilai tukar tetap. Kebijakan moneter dengan sistem nilai tukar fleksibel akan lebih efektif daripada sistem nilai tukar tetap.

Menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan kebutuhan ekonomi sangatlah mendesak, karena fluktuasi nilai tukar yang berlebihan dapat berdampak negatif terhadap perekonomian, seperti yang ditunjukkan oleh pengalaman krisis nilai tukar di Asia pada tahun 1997/1998. Secara umum, mekanisme kebijakan moneter untuk menstabilkan nilai tukar dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya, jika terjadi devaluasi, bank sentral mengintervensi dengan meningkatkan pasokan devisa dengan cara menjual cadangan devisanya.

Peningkatan penawaran valuta asing dapat meningkatkan nilai tukar atau setidaknya mencegah depresiasi lebih lanjut dari nilai tukar domestik. Misalnya, jika terjadi depresiasi nilai tukar rupiah, bank sentral akan melakukan operasi terbuka dengan menaikkan suku bunga. Meningkatnya aliran modal masuk menyebabkan peningkatan jumlah devisa sehingga nilai tukar domestik akan terapresiasi di masa mendatang.

Peningkatan jumlah dana yang disimpan di bank akan mengurangi permintaan mata uang asing di negara tersebut dan nilai tukar juga dapat meningkat.

Perkembangan Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia

Pada prinsipnya, sejak independensi, tujuan kebijakan nilai tukar tidak berbeda jauh dengan dua poin utama di atas. Sementara itu, sejak undang-undang tersebut disahkan, tujuan kebijakan nilai tukar bergeser untuk mendukung efektivitas kebijakan moneter. Sejalan dengan tujuan kebijakan nilai tukar, kebijakan dan sistem nilai tukar di Indonesia memiliki sejarah yang panjang.

Sebagai langkah untuk mengatasi masalah ekonomi tersebut, dalam hal kebijakan nilai tukar, pada tanggal 7 Maret 1946 pemerintah menaikkan nilai tukar Rupiah sebesar 29,12% dari Rp. Sejalan dengan perkembangan ekonomi yang memburuk dan inflasi yang tinggi tersebut, nilai tukar rupiah riil terus terdepresiasi seperti pada masa kemerdekaan. Perkembangan tersebut menyebabkan nilai rupiah dinilai terlalu tinggi dengan menggunakan sistem nilai tukar tetap.

Selain itu, dari sisi kebijakan nilai tukar, pemerintah kembali melakukan devaluasi nilai tukar rupiah sebesar 74,7% dari Rp11,40 per USD menjadi Rp45 per USD. Dalam Repelita disusun program-program pembangunan, antara lain kebijakan nilai tukar sebagai bagian dari kebijakan moneter. Sejalan dengan kebijakan devaluasi, sistem nilai tukar yang digunakan juga diubah menjadi sistem nilai tukar mengambang terkendali.

Kebijakan nilai tukar pada periode deregulasi ekonomi Seperti pada periode sebelumnya, perekonomian Indonesia mengalami pasang surut pada periode deregulasi ekonomi. Selain itu, Bank Indonesia juga menerapkan kebijakan moneter ketat dan melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk meredam depresiasi nilai tukar rupiah. Berbagai kebijakan nilai tukar tersebut ternyata tidak mampu memoderasi depresiasi nilai tukar rupiah lebih lanjut.

Pelemahan nilai tukar rupiah terutama disebabkan oleh tingginya capital outflow dan meningkatnya aktivitas spekulatif terhadap rupiah.

Daftar Pustaka

Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar Indonesia 1945 – 2003

Sistem Nilai Tukar diubah menjadi sistem kurs mengambang terkelola - Sistem Kurs Terapung Terkelola Berpita. Sistem nilai tukar mengambang yang terkendali dengan rentang intervensi yang lebih luas/fleksibel Devaluasi nilai tukar rupiah sebesar 38,1% dari Rp. Penulis adalah peneliti pada Pusat Pendidikan dan Kajian Perbankan Sentral – Bank Indonesia Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

Dengan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, pada kesempatan ini Pusat Pendidikan dan Kajian Bank Sentral (PPSK), Bank Indonesia kembali menerbitkan buku seri Bank Sentral. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, bahwa dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, Bank Indonesia senantiasa berusaha menciptakan keterbukaan bagi masyarakat. Selain itu, sebagai sumbangan kepada aktiviti menambah wawasan dan pembelajaran kepada masyarakat, Bank Indonesia juga terus berusaha untuk meningkatkan kualiti penerbitan bertujuan memperkayakan kekayaan pengetahuan perbankan pusat.

Seri buku tentang bank sentral merupakan rangkaian tulisan tentang bank sentral secara teori dan praktek yang ditulis oleh penulis dari Bank Indonesia sendiri. Seri buku ini bertujuan untuk memperkaya literatur tentang berbagai aspek sentralisasi perbankan, khususnya yang dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral Republik Indonesia. Penyusunan buku seri bank sentral ini disusun secara sistematis dengan terlebih dahulu menerbitkan buku seri tentang aspek-aspek utama kebanksentralan, yaitu: (1) bidang moneter, (2) bidang perbankan, (3) sistem pembayaran sektor, dan (4) sektor organisasi dan manajemen bank sentral.

Oleh karena itu, publikasi sistematis seri bank sentral ini dianalogikan sebagai pohon yang terdiri dari batang dengan cabang dan cabang. Sebagai kelanjutan dari seri buku sebelumnya, pada kesempatan ini diterbitkan seri yang berkaitan dengan sektor moneter dengan pokok bahasan Instrumen Pengendalian Moneter: Operasi Pasar Terbuka. Instrumen kebijakan moneter yang saat ini digunakan oleh Bank Indonesia adalah instrumen tidak langsung, antara lain Operasi Pasar Terbuka (OPT), fasilitas diskonto, penetapan giro wajib minimum dan call, yang dalam praktiknya dapat diterapkan baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri.

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang OPT tools dan bagaimana tools tersebut diimplementasikan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, penulis mencoba menyajikannya dalam rangkaian tentang bank sentral ini.

Gambar

Gambar  2 Sistem Nilai Tukar

Referensi

Dokumen terkait

Pada sistem nilai tukar tetap, setiap individu bebas melakukan jual beli valuta asing yang diinginkan dan untuk mempertahankan nilai tukarnya maka bank sentral melakukan jual

Pengaruh signifikan secara simultan antara impor dan nilai tukar terhadap investasi langsung asing dikarenakan faktor impor yang lebih dominan untuk berpengaruh sehingga

Meningkatnya nilai tukar rupiah dari suatu mata uang asing, dalam hal ini Dollar AS terhadap Rupiah, dapat mengakibatkan masyarakat lebih ingin untuk

Sedangkan other investment inflow dua triwulan , direct investment outflow satu dan dua triwulan, portfolio investment outflow satu triwulan yang lalu menyebabkan nilai

Kenaikan permintaan terhadap valuta asing sangat ditentukan oleh faktor- faktor diantaranya: nilai tukar atau harga mata uang asing (kurs), tingkat pendapatan, tingkat bunga

Naik turunnya nilai tukar mata uang atau kurs valuta asing bisa terjadi dengan berbagai cara, yakni bisa dengan cara dilakukan secara resmi oleh pemerintah suatu negara yang

Ketika terjadi defisit pada neraca perdagangan atau dengan kata lain impor lebih tinggi daripada ekspor, maka akan meningkatkan permintaan terhadap valuta asing yang akhirnya

Penawaran dan permintaan uang asing dalam kaitannya dengan mata uang domestik menentukan nilai tukar di bawah sistem mata uang mengambang, yang memungkinkan perubahan terus-menerus..