• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Deteksi dan Analisis Biofouling pada Lambung Kapal Berbasis Citra Digital

N/A
N/A
Satria Farras

Academic year: 2025

Membagikan "Sistem Deteksi dan Analisis Biofouling pada Lambung Kapal Berbasis Citra Digital"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

SISTEM DETEKSI DAN ANALISIS BIOFOULING PADA LAMBUNG KAPAL DI SBU GALANGAN PELNI SURYA

BERBASIS CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN ALGORITMA HISTOGRAM OF ORIENTED GRADIENT DAN SUPPORT VECTOR MACHINE

Satria Farras Athallansyah

NPM 21081010258

DOSEN PEMBIMBING

Fetty Tri Anggraeny, S.Kom., M.Kom Hendra Maulana, S.Kom., M.Kom

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR FAKULTAS ILMU KOMPUTER PROGRAM STUDI INFORMATIKA SURABAYA

2024

(2)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Biofouling adalah fenomena alami yang melibatkan pertumbuhan organisme laut seperti tiram, lumut, dan alga pada permukaan bawah kapal, terutama di bagian lambung kapal. Fenomena ini menjadi salah satu tantangan signifikan dalam industri maritim karena keberadaannya dapat meningkatkan hambatan gesek antara lambung kapal dan air.

Hambatan ini berimbas pada sejumlah aspek penting, termasuk efisiensi bahan bakar, kecepatan operasi kapal, serta biaya perawatan secara keseluruhan. Berdasarkan data dari industri perkapalan, Biofouling yang menempel pada lambung kapal dapat menyebabkan peningkatan konsumsi bahan bakar hingga 40%. Akibatnya, emisi karbon yang

dilepaskan ke atmosfer turut meningkat, memberikan kontribusi signifikan terhadap perubahan iklim, di samping beban biaya operasional yang semakin besar bagi perusahaan perkapalan.

Salah satu entitas yang menghadapi tantangan ini adalah SBU Galangan PELNI Surya, anak perusahaan dari PT. PELNI, yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan fokus utama pada perawatan dan perbaikan kapal. Dalam menjalankan fungsinya, SBU Galangan PELNI Surya dituntut untuk terus berinovasi agar mampu mendeteksi dan menganalisis Biofouling secara cepat dan efisien. Saat ini, metode konvensional seperti inspeksi visual masih menjadi pendekatan utama dalam mengidentifikasi Biofouling. Proses ini melibatkan perhitungan manual terhadap

presentase Biofouling yang menempel, yang sering kali memakan waktu, kurang akurat, serta bergantung pada keahlian individu. Metode ini tidak hanya menghambat efisiensi kerja tetapi juga memberikan ruang terhadap potensi kesalahan manusia.

Untuk mengatasi permasalahan ini, solusi berbasis teknologi menjadi kebutuhan yang mendesak. Perkembangan teknologi digital, khususnya dalam pengolahan citra, membuka peluang untuk mengembangkan sistem deteksi Biofouling yang lebih canggih. Salah satu metode yang memiliki potensi besar adalah Histogram of Oriented Gradient (HOG), sebuah teknik yang dirancang untuk ekstraksi fitur citra. HOG bekerja dengan

menganalisis orientasi dan intensitas gradien dalam gambar, sehingga mampu menangkap karakteristik visual utama dari Biofouling. Metode ini kemudian dikombinasikan dengan algoritma Support Vector Machine (SVM), yang memiliki kemampuan klasifikasi tingkat tinggi meskipun bekerja pada dataset berukuran kecil. Kombinasi HOG dan SVM

memungkinkan sistem untuk secara akurat mendeteksi jenis dan tingkat Biofouling dengan efisiensi yang lebih baik dibandingkan metode konvensional.

Penggunaan teknologi berbasis citra digital ini tidak hanya diharapkan dapat meningkatkan standar deteksi Biofouling pada lambung kapal, tetapi juga memberikan dampak signifikan terhadap efisiensi operasional di SBU Galangan PELNI Surya.

Dengan implementasi sistem ini, pekerjaan yang sebelumnya membutuhkan waktu lama dapat diselesaikan lebih cepat dengan tingkat akurasi yang tinggi. Selain itu, teknologi ini juga mendukung keberlanjutan lingkungan. Dengan mengidentifikasi Biofouling lebih dini dan akurat, langkah-langkah mitigasi seperti pembersihan lambung kapal dapat dilakukan secara tepat waktu, sehingga konsumsi bahan bakar yang berlebihan dapat

(3)

ditekan. Hal ini berimplikasi langsung pada pengurangan emisi karbon yang menjadi perhatian utama dalam upaya global mengatasi perubahan iklim.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana sistem berbasis citra digital dapat digunakan untuk mendeteksi Biofouling yang menempel pada lambung kapal secara akurat dan efisien?

2. Bagaimana algoritma Histogram of Oriented Gradient (HOG) dan Support Vector Machine (SVM) dapat diimplementasikan dalam sistem deteksi dan analisis Biofouling?

3. Seberapa efektif sistem yang dikembangkan dalam mendeteksi dan menganalisis Biofouling di SBU Galangan PELNI Surya?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini dibedakan menjadi 2 tujuan yaitu ,tujuan umum dan tujuan khusus:

Tujuan Umum

Mengembangkan sistem berbasis citra digital yang mampu mendeteksi dan menganalisis tingkat Biofouling pada lambung kapal di SBU Galangan PELNI Surya dengan menggunakan algoritma Histogram of Oriented Gradient (HOG) dan Support Vector Machine (SVM) guna mendukung efisiensi proses inspeksi, perawatan, dan pengambilan keputusan terkait pemeliharaan kapal.

Tujuan Khusus

 Merancang sistem pengolahan citra digital untuk mendeteksi keberadaan Biofouling pada lambung kapal menggunakan algoritma HOG.

 Mengimplementasikan algoritma SVM untuk mengklasifikasikan tingkat keparahan Biofouling berdasarkan pola dan fitur yang dihasilkan oleh algoritma HOG.

 Mengevaluasi kinerja sistem dalam mendeteksi dan menganalisis Biofouling berdasarkan akurasi, kecepatan proses, dan keandalan hasil terhadap kondisi nyata di lapangan.

 Mengintegrasikan sistem ini ke dalam lingkungan kerja SBU Galangan PELNI Surya guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pemantauan dan pemeliharaan lambung kapal.

Membantu mengurangi potensi kerugian operasional akibat Biofouling dengan menyediakan data yang akurat untuk mendukung tindakan pencegahan dan perbaikan yang lebih tepat waktu.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat akademik dan juga manfaat praktis sebagai berikut:

(4)

Manfaat Akademik

 Menyediakan referensi bagi pengembangan teknologi berbasis citra digital dalam bi dang maritim, khususnya pada deteksi Biofouling.

 Memperluas wawasan tentang penggunaan algoritma HOG dan SVM dalam pemrosesan citra digital.

Manfaat Praktis

 Membantu SBU Galangan PELNI Surya dalam meningkatkan efisiensi perawatan kapal melalui penerapan teknologi berbasis citra digital.

 Mengurangi biaya dan waktu operasional untuk mendeteksi Biofouling pada lambung kapal.

1.5 Batasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah, beberapa batasan masalah yang ditetapkan adalah:

1. Penelitian ini hanya berfokus pada deteksi dan analisis Biofouling menggunakan citra digital.

2. Data citra yang digunakan adalah citra lambung kapal dari SBU Galangan PELNI Surya.

3. Algoritma yang digunakan terbatas pada Histogram of Oriented Gradient (HOG) untuk ekstraksi fitur dan Support Vector Machine (SVM) untuk klasifikasi.

4. Evaluasi dilakukan dengan mengukur tingkat akurasi sistem deteksi dan analisis Biofouling.

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Sebagai bahan acuan dalam mengerjakan tugas akhir ini, akan dijelaskan hasil penelitian terdahulu yang digunakan sebagai referensi dan ide-ide pemikiran baru oleh penulis. Untuk penelitian selanjutnya, kajian terdahulu sangat membantu penelitian dalam memposisikan penelitian.

Pada bagian ini, peneliti mencantumkan berbagai hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang hendak dilakukan, kemudian membuat ringkasannya dan penjelasannya supaya pembaca dapat mengetahui apa yang akan ditulis oleh peneliti secara rinci, baik penelitian yang sudah terpublikasikan maupun yang belum terpublikasikan (skripsi, jurnal, paper, dan sebagainya). Dengan melakukan langkah ini, maka akan dapat dilihat sejauh mana orisinalitas dan posisi penelitian yang hendak dilakukan.

Penelitian pertama adalah jurnal yang dipublikasikan oleh Van-Dung Hoang, My-Ha Le, dan Kang-Hyun Jo pada tahun 2014 dengan judul “Hybrid cascade boosting machine using variant scale blocks based HOG features for pedestrian detection “ dari Teknik Elektro, Universitas Ulsan,Korea Selatan. Penelitian ini berisi tentang mengusulkan pendetksian pejalan kaki yang memanfaatkan fitur Histogram of Oriented Gradients (HOG ) yang berbasis blok bersekala variabel.inovasi tersebut memungkinkan pembuatan ruang fitur yang lebih luas dengan menyusun blok HOG dari berbagai macam ukuran,sehingga dapat menghasilkan fitur yang lebih terdeskriminasi untuk meningkatkan akurasi deteksi.

Dalam penelitian ini,metode hybrid cascade boosting dikombinasikan dengan Support Vector Machine (SVM) sebagai klasifikasi utama.

Menurut jurnal tersebut bahwa metode tersebut memiliki keunggulan dalam menolak sample negatifdengan cepat pada lapisan awwal casacade,sambal mempertahankan hamper seluruh sample positif untuk analisislebih lanjut. Hal ini memberikan efisiensi waktu komputasi yang signifikan dibandingkan system tanpa struktur casacade.

Penelitian kedua adalah jurnal yang dipublikasikan oleh Reza Ilmi, Astri Novianty, S.T., M.T., dan Umar Ali Ahmad, S.T., M.T. pada tahun 2015 dengan judul "Perancangan dan Implementasi Histograms of Oriented Gradients dan Support Vector Machines (HOG+SVM) untuk Deteksi Objek Pejalan Kaki pada Aplikasi Mobile Berbasis Android"

dari Prodi S1 Teknik Komputer, Teknik Elektro, Universitas Telkom Bandung. Penelitian ini berisi tentang pembuatan sistem driver assistance system di kendaraan yang praktis dan handal. Penelitian ini mengimplementasikan pengolahan citra dengan HOG dan SVM untuk mendeteksi objek pejalan kaki.

HOG dan SVM dibangun pada aplikasi mobile berbasis Android yang diaplikasikan pada kendaraan menggunakan smartphone car holder sebagai alat bantu. Aplikasi ini mampu mendeteksi objek pejalan kaki lalu memberi peringatan kepada pengemudi jika objek terlalu dekat dengan kendaraan atau sebelum terjadi kemungkinan kecelakaan.

(6)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa akurasi deteksi untuk objek pejalan kaki di jalan raya perkotaan Indonesia mencapai rata-rata 81,75%. Sistem deteksi mampu mencapai kecepatan hingga 27 fps, sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem deteksi real-time.

Pengujian akurasi dilakukan pada berbagai skenario, seperti objek yang berdekatan, bergerombol, baju mirip latar belakang, dan objek yang membawa benda besar. Akurasi deteksi bervariasi antara 41,11% hingga 100%, tergantung pada kondisi pengujian.

Sistem menunjukkan akurasi tertinggi (100%) ketika objek pejalan kaki terpisah dengan jarak yang cukup jauh, sementara akurasi terendah terjadi saat objek bergerombol.

Hal ini disebabkan oleh kesulitan sistem dalam menghitung derajat orientasi gradien pada objek, sehingga fitur HOG menjadi lebih mirip dengan data latih negatif. Sistem ini mengatasi hal tersebut dengan pengelompokan bounding box untuk objek yang terdeteksi saling berdekatan.

Secara keseluruhan, rata-rata akurasi sistem adalah 81,75%. Meskipun implementasi dilakukan pada perangkat mobile dengan keterbatasan komputasi, akurasi ini cukup untuk mendeteksi setidaknya satu pejalan kaki pada setiap kasus pejalan kaki yang menyeberang di jalanan perkotaan.

2.2 Biofouling pada Lambung Kapal

Biofouling adalah proses akumulasi mikroorganisme, tanaman, alga, dan hewan laut yang menempel pada permukaan benda yang terendam air, seperti lambung kapal.

Pertumbuhan Biofouling terjadi secara alami. Kecepatan pertumbuhannya tergantung pada daerah operasi, rasio waktu berlabuh dan berlayar, kecepatan dinas, metode pengecatan lambung, dan frekuensi docking . Pada penelitian sebelumnya diperkirakan bahwa ketebalan lapisan Biofouling 200 μm pada lambung kapal dapat mengurangi kecepatan sebesar 20 %.

Berkurangnya kecepatan ini tentu menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi manusia. Biofouling ini berkembang menyebabkan permukaan halus menjadi kasar dan bahkan kadang menonjol. Gambar 2.1. adalah lambung kapal yang dipenuhi dengan Biofouling. Munculnya Biofouling mengakibatkan penurunan kecepatan dan maneuver daya jelajah kapal. Laju kapal yang semakin berat otomatis mengakibatkan peningkatan bahan bakar yang dibutuhkan kapal. Pemakaian bahan bakar pada kapal yang berlayar di perairan beriklim sedang selama 6 bulan akan meningkat sebesar 35%-50% (Adi Kurniawan Yusim, 2021).

Gambar 2.1.Lambung kapal dipenuhi Biofouling

(7)

Sedangkan di perairan tropis, penggunaan bahan bakar diperkirakan akan lebihmeningkat. Hal ini disebabkan kandungan nutrien di perairan tropis yang lebih tinggi sehingga meningkatkan mekanisme pertumbuhan Biofouling. Indonesia merupakan negara maritim beriklim tropis yang memiliki banyak spesies Biofouling yang berbeda. Pertumbuhan Biofouling ini diawali dengan terbentuknya biofilm pada permukaan kapal yang tercelup dalam air laut secara cepat. Awalnya terdiri atas molekul organik dan bakteri, film selanjutnya didukung oleh mikroorganisme lain dan hewan yang lebih besar seperti tiram dan teritip. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati Biofouling pada kapal ikan yang sedang reparasi lambung.

2.3 SBU Galangan Pelni Surya

Gambar 2.2.Logo SBU Galangan Pelni

SBU Galangan Pelni Surya (PELNI MAINTENANCE) adalah perusahaan yang berlokasi di Surabaya sebagai salah satu usaha sampingan PT. PELNI. Perusahaan ini berdiri sejak 20 Mei 1996 sebagai tempat perbengkelan kapal dengan tujuan perawatan dan perbaikan armada kapal milik PT. PELNI agar selalu dalam kondisi baik dan laik laut. Pada tanggal 23 Oktober 2009 statusnya berubah menjadi Unit Bisnis Strategis. Hingga saat ini SBU Galangan Pelni Surya (PELNI MAINTENANCE) telah berkontribusi dalam melakukan perbaikan dan perawatan armada kapal baik milik PT. PELNI maupun selain milik PT. PELNI dengan berbagai jenis dan ukuran. SBU Galangan Pelni Surya (PELNI MAINTENANCE) memiliki fungsi pengelolaan kegiatan penyelenggaraan usaha jasa pengedokan, pemeliharaan dan perbaikan kapal sesuai dengan pedoman dan kebijaksanaan yang digariskan oleh Direksi Perusahaan agar dicapai kinerja perusahaan jasa galangan kapal yang optimal.

PT. PELNI, khususnya dalam pengelolaan dan penyelenggaraan usaha di bidang jasa pengedokan kapal, pemeliharaan, serta perbaikan kapal. Fungsi utama SBU Galangan PELNI Surya adalah menjalankan kegiatan tersebut sesuai dengan pedoman dan kebijakan strategis yang ditetapkan oleh Direksi PT. PELNI. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa operasional jasa galangan kapal berjalan secara efisien, efektif, dan mampu mencapai kinerja optimal sesuai standar industri.

Sebagai bagian dari tugasnya, SBU Galangan PELNI Surya bertanggung jawab dalam menyiapkan, melaksanakan, mengendalikan, serta melaporkan seluruh kegiatan yang terkait dengan administrasi dan operasional galangan kapal. Fungsi administrasi ini mencakup pengelolaan keuangan, manajemen sumber daya manusia, dan administrasi pelayanan umum. Selain itu, unit bisnis ini juga bertanggung jawab atas pengelolaan kebutuhan kerumahtanggaan kantor, seperti layanan fasilitas, perawatan gedung, dan

(8)

kelancaran operasional lainnya yang mendukung aktivitas utama dalam bidang jasa galangan kapal.

Dalam operasionalnya, SBU ini memiliki visi untuk menjadi salah satu penyedia jasa galangan kapal terkemuka yang mendukung keberlanjutan armada kapal PT. PELNI serta mitra-mitra lainnya. Dengan demikian, SBU Galangan PELNI Surya tidak hanya fokus pada pemeliharaan dan perbaikan kapal PT. PELNI, tetapi juga membuka peluang untuk melayani kebutuhan jasa galangan kapal dari pihak eksternal, baik dalam skala nasional maupun internasional. Upaya ini dilakukan melalui pengelolaan sumber daya yang profesional, penerapan teknologi terkini, serta penyesuaian terhadap regulasi maritim yang berlaku, sehingga mampu memberikan layanan berkualitas tinggi kepada pelanggan.

Struktur organisasi pada SBU Galangan PELNI Surya dirancang untuk mendukung fungsi utama galangan kapal, seperti perawatan, perbaikan, dan pembangunan kapal. Struktur ini biasanya mencakup beberapa bagian yang terintegrasi untuk menjalankan operasional secara efektif dan efisien.

Gambar 2.3. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi pada SBU Galangan Pelni Surya (PELNI MAINTENANCE) terdiri atas 12 posisi yaitu.

 General Manager merupakan pemegang jabatan tertinggi di suatu perusahaan yang bertanggung jawab untuk mengelola operasional keseluruhan perusahaan

 Manager Komersial merupakan posisi yang berperan kunci dalam mengelola aspekaspek komersial perusahaan.

 Supervisor Pemasaran berperan dalam mengelola citra perusahaan, menarik klien baru, dan memastikan kelangsungan bisnis perusahaan

 Supervisor Kendali Mutu berperan memastikan semua tahap perbaikan kapal memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan.

 Manager Operasi dan Teknik bertanggung jawab dalam mengelola aspek operasional dan teknik perbaikan kapal.

 Supervisor Floating Repair Docking bertanggung jawab atas pengelolaan dan pelaksanaan pekerjaan perbaikan dan pemeliharaan kapal.

 Supervisor Running Repair bertanggung jawab mengawasi dan memastikan kelancaran proses perbaikan kapal agar selalu memenuhi standar keselamatan dan kelayakan.

(9)

 Dock Master berperan penting dalam mengelola fasilitas dok kapal dan memastikan kelancaran proses docking, perbaikan, dan pemeliharaan kapal.

 Manager Keuangan dan Umum berperan mengelola aspek keuangan dan administratif perusahaan.

 . Supervisor Keuangan bertanggung jawab mengatur keuangan perusahaan dengan akurat dan relevan untuk mendukung pengambilan keputusan strategis.

 Supervisor SDM dan Umum bertanggung jawab melibatkan sumber daya manusia dan aspek-aspek umum administratif perusahaan.

 Supervisor Pengadaan bertanggung jawab mengelola dan mengkoordinasikan proses pengadaan barang dan jasa yang diperlukan untuk mendukung kegiatan operasional perusahaan.

2.4 Citra

Citra merupakan sebagai suatu fungsi dua dimensi f(x,y),dimana x dan y adalah koordinat spasial,dan f(x,y) adalah nilai pada koordinat (x,y) yang disebut dengan intensitas.

(Gonzales dan Wood,2008).Citra digital adalah citra f(x,y) yang telah digitalisasi baik dari segi koordinat area maupun pada nilai intensitasnya. Sebuah citra digital terdiri dari sejumlah elemen yang disebut dengan picture element atau disebut juga pixel.

2.4.1 Representasi Citra

Setiap nilai pada pixel diwakilkan oleh dua buah bilangan bulat yang berfungsi untuk menunjukan lokasi dalam bidang citra. Sebagai contoh, koordinat (0, 0) Digunakan untuk pojok kiri atas citra dan koordinat (m-1, n-1) digunakan untuk pojok kanan bawah dalam citra yang berukuran m x n pixel. Selain itu, citra digital juga dapat dipresentasikan dalam bentuk matriks seperti pada gambar 2.4 berikut:

Gambar 2.4. Reperesentasi Citra Digital

Gambar 2.4 menunjukan citra digital dipandang menjadi dua dimensi dengan jumlah kolom N dan jumlah baris M. Masing-masing dari nilai intensitas pixel dianggap sebagai elemen matriks dua dimensi.

(10)

2.4.2 Pengelolahan Citra Digital

Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegangperanann penting dalam menyajikan informasi visual . Pengelolahan citra (image processing) Teknik-teknik pengelolahan citra mampu menghasilkan citra lain atau juga menghasilkan fiture dari citra input. Berikut merupakan langkah-langkah dalam pengelolahan citra digital

Gambar 2.6. Proses Langkah-Langkah Citra Digital

Dari gambar 2.6 menunjakan proses langkah-langkah dalam pengelolahan citra digital yang terdapat 9 langkah terdiri dari:

1. Image Acquistion(Akusisi Citra)

Merupakan tahap awal dalam pengolahan citra digital. Pada tahap ini, gambar diambil dari dunia nyata menggunakan sensor (kamera, scanner, dll.) dan diubah menjadi bentuk digital. Proses ini mencakup langkah-langkah seperti pencahayaan, fokus, dan pengubahan sinyal analog ke digital.

2. Image Enhancement (Peningkatan Citra)

Pada tahap ini, gambar yang diperoleh diolah untuk meningkatkan kualitas visualnya. Teknik-teknik seperti perbaikan kontras, penajaman, dan penghapusan noise sering digunakan. Tujuannya adalah untuk membuat gambar lebih jelas atau menonjolkan informasi tertentu.

3. Image Restoration (Pemulihan Citra)

Pemulihan citra berfokus pada memperbaiki gambar yang rusak atau terdistorsi.

Proses ini sering melibatkan model matematika untuk mengurangi efek seperti blur atau noise yang dihasilkan dari proses akuisisi.

4. Morphological Processing (Pemrosesan Morfologi)

Pada tahap ini, struktur objek dalam gambar diproses menggunakan operasi seperti dilasi, erosi, pembukaan, dan penutupan. Operasi ini berguna untuk analisis bentuk dan pemisahan objek dalam gambar.

5. Segmentation (Segmentasi)

Segmentasi adalah proses membagi gambar menjadi bagian-bagian atau objek yang bermakna. Ini penting untuk memisahkan objek utama dari latar belakang atau mengidentifikasi bagian-bagian tertentu dari gambar.

(11)

6. Recognition (Pengenalan Objek)

Setelah objek disegmentasi, langkah berikutnya adalah mengenali objek tersebut berdasarkan fitur-fitur tertentu. Teknik seperti pengenalan pola dan pembelajaran mesin sering digunakan dalam langkah ini.

7. Representation & Description (Representasi dan Deskripsi)

Tahap ini bertujuan untuk merepresentasikan objek yang telah dikenali dalam bentuk yang sesuai untuk analisis lebih lanjut. Representasi dapat berupa kontur, kerangka, atau deskripsi statistik, tergantung pada aplikasi yang diinginkan.

8. Color Image Processing (Pemrosesan Citra Berwarna)

Bagian ini mengacu pada pemrosesan gambar yang menggunakan warna.

Warna memberikan dimensi tambahan untuk analisis citra, misalnya dalam segmentasi objek berdasarkan perbedaan warna.

9. Image Compression (Kompresi Citra)

Tahap ini bertujuan untuk mengurangi ukuran file gambar tanpa mengorbankan kualitas secara signifikan. Teknik kompresi digunakan untuk efisiensi penyimpanan dan pengiriman gambar.

2.5 Segmentasi Citra

Segmentasi citra merupakan suatu proses yang membagi suatu citra menjadi wilayah- wilayah yang homogen (Jain, 1989). Segmentasi citra juga merupakan proses pemisahan objek yang satu dengan objek yang yang lain dalam suatu gambar (citra) menjadi objek- objek berdasarkan karakteristik tertentu. Berdasarkan pengertiannya, segmentasi memiliki tujuan menemukan karakteristik khusus yang dimiliki suatu citra.

Proses memisahkan antara objek yang dikehendaki (foreground) dengan objek lain yang tidak dikehendaki (background) disebut dengan segmentasi citra. Pada umumnya hasil keluaran proses segmentasi adalah berupa citra biner di mana foreground berlogika 1 sedangkan background berlogika 0. Sama seperti perbaikan kualitas citra, segmentasi citra juga bersifat subjektif dan eksperimental karena tidak ada algoritma yang pasti untuk memisahkan antara foreground dengan background.

2.6 Ekstrasi Ciri

Ekstraksi ciri pada pengolahan citra berarti mengubah nilai-nilai intensitas koordinat piksel yang terdapat dalam citra menjadi susunan kode-kode nilai pada setiap piksel. Ciri yang dapat digunakan untuk membedakan objek satu dengan objek lainnya di antaranya adalah ciri bentuk, ciri ukuran, ciri geometri, ciri tekstur, dan ciri warna.

Masing-masing objek diekstrak cirinya berdasarkan parameter-parameter tertentu dan dikelompokkan pada kelas tertentu. Misalnya untuk mencirikan ukuran suatu objek yang termasuk dalam kelas ukuran besar maka digunakan parameter luas dan keliling.Nilai dari parameter-parameter tersebut kemudian dijadikan sebagai data masukan dalam proses

(12)

identifikasi atau klasifikasi. Pada proses pengenalan pola yang kompleks dibutuhkan ciri yang kompleks pula, oleh sebab itu perlu dilakukan kajian mengenai ciri apa yang benar- benar dapat membedakan antara objek satu dengan objek yang lain.

2.7 Klasifikasi

merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menentukan suatu objek ke dalam suatu kelas atau kategori yang sudah ditentukan sebelumnya (Elly Susilowati, 2015). Klasifikasi adalah proses dari pembangunan terhadap suatu model yang mengklasifikasikan suatu objek sesuai dengan atribut-atributnya. Klasifikasi data ataupun dokumen juga dapat dimulai dari membangun aturan klasifikasi tertentu yang menggunakan data training yang sering disebut sebagai tahapan pembelajaran dan pengujian digunakan sebagai data testing (Winarko, Oktober 2014).

Beberapa tugas dari klasifikasi yang melibatkan proses pembangunan terhadap model yang dibentuk untuk melakukan prediksi target atau variabel dari dataset yang sudah jelas, ataupun variabel independen. Klasifikasi juga dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode atau berbagai jenis pengklasifikasian. Beberapa metode yang sering digunakan pada klasifikasi yakni decision-tree, Support Vector Machine, ANN, K-nearest- neighbor, dan Naive Bayes.

2.8 Machine Learning

merupakan serangkaian teknik yang dapat membantu dalam menangani dan memprediksi data yang sangat besar dengan cara merepresentasikan data-data tersebut dengan algoritma pembelajaran. Machine Learning dapat membuat komputer memprogram diri mereka sendiri. Jika pemrograman adalah pekerjaan untuk membuat otomatis, maka Machine Learning mengotomatisasi proses otomatis. Berikut gambaran umum Machine Learning dibandingkan dengan pemrograman secara tradisional:

Gambar 2.7. Perbandingan Program Tradisional dengan Machine Learning

Dari Gambar 2.7 dapat dilihat bahwa pemrograman secara tradisional data dan program dijalankan di komputer untuk menghasilkan output. Sedangkan pada Machine Learning data dan output dijalankan di komputer untuk membuat sebuah program.

(13)

Ada banyak algoritma Machine Learning yang dikembangkan setiap tahunnya. Setiap algoritma pembelajaran mesin memiliki tiga komponen penting antara lain:

Representasi: bagaimana merepresentasikan pengetahuan. Contohnya termasuk Decision Tree, Neural Network, Support Vector Machine dan lain-lain.

Evaluasi: cara mengevaluasi prediksi dan hipotesis. Contohnya meliputi Mean Squared Error, Cost Function dan lain-lain

Optimasi: cara program dari model dihasilkan dan proses pencarian parameter terbaik. Misalnya Convex Optimization dan Gradient Descent.

2.9 Histograms of Oriented Gradients(HOG)

Histograms of Oriented Gradients(HOG) adalah sebuah metode yang digunakan pada image processing yang bertujuan untuk mendeteksi sebuah objek. Teknik ini menghitung nilai gradient dalam daerah tertentu pada sebuah image. Tiap image mempunyai karakteristik yang ditunjukan oleh distribusi gradient. Karakteristik ini diperoleh dengan membagi image kedalam daerah kecil yang disebut sebagai cell. Tiap cell disusun dalam sebuah histogram dan sebuah gradient. Kombinasi dari histogram ini dijadikan sebagai descriptor yang mewakili sebuah obyek.

Gambar 2.8. visualisasi Histograms of Oriented Gradients(HOG)

Histograms of Oriented Gradients digunakan untuk mengestraksi fitur pada sebuah obyek gambar dengan menggunakan obyek Biofouling yang menempel pada lambung kapal. Berdasarkan langkahnya, proses awal pada metode Histograms of Oriented Gradients(HOG) ialah mengkonversi citra RGB (Red,Green,Blue) menjadi greyscale , kemudian greyscale tersebut akan dilanjutkan dengan menghitung nilai gradien pada setiap piksel. Setelah mendapatkan hasil nilai gradien,maka proses selanjutnya yaitu menentukan bin orientasi yang akan digunakan dalam pembuat histogram. Proses ini disebut dengan Spatial Orientation Binning. Namun sebelumnya pada proses gradient computer gambar pelatihan dibagi menjadi beberapa cell dan akan dikelompokan menjadi beberapa ukuran lebih besar yang disebut dengan block.

Proses ini dilakukan karena terdapat block saling tumpah tindih berbeda dengan proses pembuatan histogram citra yang menggunakan nilai intensitas piksel dari suatu citra atau bagian tertentu dari citra dalam pembuatan histogramnya. Histograms of Oriented Gradients(HOG) merupakan salah satu metode dimana pengekstraksian fitur dalam pengelolahan citra digital. Oleh sebab itu metode ini sangat cocok digunakan sebagai pendeteksian objek.

(14)

2.10 Support Vector Machine (SVM)

Support Vector Machine (SVM) adalah system pembelajaran yang menggunakan ruang hipotesis berupa fungsi-fungsi linier dalam sebuah fitur yang berdimensi tinggi dan dilatih dengan menggunakan algoritma pembelajaraan yang didasarkan pada teori optimasi.

Support Vector Machine (SVM) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1992 oleh Vapnik sebagai sebuah rangkain harmonis konsep unggulan dalam bidang pattern recognition.

Sebagai salah satu metode pattern recogination,usia SVM masih relative muda. walaupun usia masih relative muda tetapi evaluasi kemampuan dalam berbagai aplikasinya menempatkan sebagai state of the art dalam pattern recogniation,dan dewasa ini merupakan salah satu tema yang dapat berkembang pesat.S

Gambar 2.9. Proses pemetaan dimensi rendah menuju ke dimensi tinggi

Pada Gambar 2.9 SVM dapat bekerja pada data non linier ddengan menggunakan pendekatan kernel pada fitur data awal himpunan data. Fungsi kernel yang digunakan untuk memetakan dimensi awal(dimendi yang relative lebih tinggi).

SVM merupakan metode learning machine yang bekerja atas prinsip Structural Risk Minimization (SRM) yang memiliki tujuan menemukan hyperplane terbaik yang memisahkan dua buah calss pada input space atau bias diartikan dengan system pembelajaran yang menggunakan ruang hipotesis berupa fungsi-fungsi liniear dalam sebuah ruang fitur(Feature Space) berdimensi tinggi,yang dilatih dengan algoritma pembelajaraan yang didasarkan pada teori optimasi dengan mengimplementasikan learning bias yang berasal dari teori pembelajraan statistic.

Gambar 2.10. Ilustrasi SVM untuk menemukan Hyperplane terbaik yang memisahkan

kedua class -1 dan +1

Pada Gambar 2.10. Bagian (a) pada ruang yang berdimensi tinggi, akan dicari hyperplane yang dapat memaksimalkan jarak(margin) antara kelas data. Hyperplane

(15)

merupakan pemisah terbaik antara kedua class yang dapat ditemukan dengan mengukur margin hyperplane dan mencari titik maksimalnya. Margin merupakan jarak antara hyperplane tersebut dengan pattern terdekat dengan masing-masing class. Pattern yang paling dekat ini disebut sebagai support vector.

Garis solid pada Gambar 2.10. bagian(b) menunjukkan bahwa hyperplane yang terbaik, yaitu yang terletak tepat pada tengah-tengah kedua class, sedangkan titik merah dan kuning yang berada dalam lingkaran hitam adalah support vector. Usaha untuk mencari lokasi hyperplane ini merupakan inti dari proses pembelajaran pada SVM.

Menurut Santosa (2007) hyperplane klasifikasi linier SVM yang dinotasikan:

𝑓(𝑥) = w𝑇. x𝑖+ 𝑏 Dimana:

w𝑇= bobot x𝑖= data input 𝑏=bias

Sehingga menurut Vapnik dan Cortes (1995) diperoleh persamaan:

[(w𝑇. x𝑖) + 𝑏] ≥ 1 untuk 𝑦𝑖 = +1 [(w𝑇. x𝑖) + 𝑏] ≤ −1 untuk 𝑦𝑖 = −1

Dengan, x𝑖 = himpunan data training , i=1,2,…n dan 𝑦𝑖= label kelas dari x𝑖 untuk mendapatkan hyperlane terbaik adalah dengan mencari hyperplane yang terletak di tengah-tengah antara dua bidang pembatas kelas dan untuk mendapatkan hyperplane terbaik itu,sama dengan memaksimalkan margin atau jarak anatar dua set objek dari kelas yang berbeda(Santosa,2015).

Selanjutnya metode yang dipilih dengan memperhatikan karakteristik data yang diolah. Support Vector Machine adalah salah satu Teknik yang baru dibandingkan dengan Teknik yang lain, tetapi memiliki performa yang lebih baik di berbagai bidang aplikasi seperti pengenalan tulis tangan,klasifikasi objek dan lainya.SVM memiliki karakteristik sebagai berikut:

A. Secara prinsip SVM adalah linear classifier

B. Pattern recognition dilakukan dengan mentransformasikan data pada input space ke ruang yang berdimensi lebih tinggi, dan optimisasi dilakukan pada ruang vector yang baru tersebut.

C. Menerapkan strategi Structural Risk Minimazation (SRM). Support Vector Machine bekerja berdasarkan prinsip SRM, untuk menjamin generalisasi.

D. Prinsip kerja SVM pada dasarnya hanya mampu menangani klasifikasi dua class.

SVM memiliki beberapa kelebihan yang diterapkan antara lain:

A. Generalisasi yang artinya mempunyai kemampuan suatu metode (SVM, neural

(16)

network, dsb) untuk melakukan klasifikasi suatu pattern, dimana tidak termasuk data yang dipakai dalam fase pembelajaran metode tersebut.

B. Curse of dimensionality yakni suatu masalah yang biasa dihadapi suatu metode pattern recognition dalam melakukan estimasi parameter. Dikarenakan jumlah sampel data yang relatif sedikit jika dibandingkan dengan dimensional ruang vector data, sehingga semakin tinggi dimensi ruang vector yang diolah, maka akan menimbulkan konsekuensi yang membutuhkan jumlah data dalam berdimensi tinggi juga.

C. Feasibility. Metode SVM dengan mudah dapat diimplementasikan karena proses dalam menentukan support vector dapat dirumuskan dalam QP problem.

SVM memiliki beberapa kekurangan yang diterapkan antara lain:

A. Sulit digunakan pada problem yang mempunyai ukuran besar. Dimaksudkan ukuran besar dengan jumlah sample yang diolah.

B. Metode SVM secara teoritik dikembangkan dengan fungsi untuk problem klasifikasi yang menggunakan dua class.

Berdasarkan dari karakteristiknya, metode SVM dibagi menjadi dua yaitu SVM liniear dan SVM Non-Linier. Linier merupakan data yang dipisahkan secara Linier,yaitu memisahkan kedua class tersebut pada hyperplane dengan soft margin.

Sedangkan SVM Non-Linier yaitu menerapkan fungsi dari kernel trick terhadap ruang yang berdimensi tinggi. Beberapa kernel yang dapat digunakan dalam SVM antara lain Polynominal,Gaussian dan Sigmoid. Untuk tugas akhir ini ,penulis menggunakan SVM dengan Linier classification.

(17)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Diagram Penelitian

Gambar 3.1. Alur Diagram Penelitian

Penelitian ini dilakukan berdasarkan identifikasi masalah dan yang menarik untuk dijadikan menjadi perhatian utama, yaitu mengenai pendeteksian dan analisis Biofouling pada lambung kapal. Biofouling merupakan permasalahan yang cukup signifikan pada industri maritim, khususnya di SBU Galangan PELNI Surya, karena dapat memengaruhi performa kapal dan efisiensi bahan bakar.

Sumber pada penelitian ini mengacu pada buku dan jurnal ilmiah yang telah dikumpulkan oleh peneliti sebagai bahan acuan riset. Penelitian ini dirancang dengan menggunakan pendekatan berbasis citra digital untuk meningkatkan keakuratan dan efisiensi dalam proses pendeteksian Biofouling.

Langkah awal penelitian ini melibatkan studi literatur sebagai dasar untuk memahami penelitian terdahulu dan teknologi yang relevan. Proses ini bertujuan untuk menentukan metode yang paling sesuai untuk diimplementasikan, serta merancang kebutuhan penelitian berdasarkan analisis dari sumber yang ada.

Setelah kebutuhan awal terpenuhi, langkah berikutnya adalah pengambilan citra digital pada lambung kapal. Data citra yang telah diperoleh kemudian diproses melalui beberapa tahapan, yaitu:

Photo preprocessing untuk memastikan kualitas citra yang optimal.

(18)

Ekstraksi fitur menggunakan algoritma Histogram of Oriented Gradient (HOG).

Klasifikasi data menggunakan metode Support Vector Machine (SVM).

Setelah semua proses selesai, dilakukan pencatatan hasil penelitian untuk mengevaluasi tingkat akurasi sistem yang dirancang. Proses ini bertujuan untuk memastikan bahwa sistem mampu mendeteksi dan menganalisis Biofouling dengan tepat dan efisien sesuai dengan target penelitian

3.2 Data Penelitian

Dalam penelitian ini, data yang digunakan berupa gambar digital lambung kapal.

Pengambilan data dilakukan dengan mengambil citra lambung kapal secara langsung di lapangan . Proses pengambilan gambar dilakukan menggunakan kamera beresolusi tinggi yang mampu menangkap detail tekstur pada permukaan lambung kapal.

Pengambilan gambar dilakukan dalam kondisi pencahayaan optimal untuk

memastikan hasil citra yang mendukung proses analisis. Gambar-gambar ini kemudian digunakan sebagai input untuk proses lebih lanjut, seperti preprocessing, ekstraksi fitur, dan klasifikasi Biofouling menggunakan algoritma yang telah ditentukan.

3.3 Metode Penelitian

Metode utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah algoritma Histogram of Oriented Gradient (HOG) untuk proses ekstraksi fitur. Algoritma HOG dirancang untuk menganalisis pola dan tekstur pada citra digital yang menunjukkan keberadaan Biofouling pada lambung kapal.

Hasil ekstraksi fitur dari algoritma HOG kemudian diproses lebih lanjut menggunakan Support Vector Machine (SVM) untuk mengklasifikasikan area yang terdeteksi

mengandung Biofouling. Metode SVM dipilih karena kemampuannya yang tinggi dalam melakukan klasifikasi data dengan akurasi optimal.Selain itu, penelitian ini juga

mencakup pengujian akurasi sistem secara menyeluruh untuk memastikan bahwa sistem dapat diimplementasikan secara praktis di SBU Galangan PELNI Surya.

Selain itu, penelitian ini juga mencakup pengujian akurasi sistem secara menyeluruh.

Pengujian dilakukan untuk memastikan bahwa sistem yang dikembangkan memiliki keandalan yang tinggi dan dapat diimplementasikan secara praktis di lingkungan kerja nyata, khususnya di SBU Galangan PELNI Surya. Proses pengujian melibatkan evaluasi berdasarkan metrik kinerja seperti akurasi, presisi, recall, dan F1-score. Evaluasi ini bertujuan untuk mengukur efektivitas sistem dalam mendeteksi Biofouling pada lambung kapal dengan tingkat keparahan yang bervariasi.

(19)

3.4 Blok Diagram

Gambar 3.2. Blok Diagram

Pada Gambar 3.2, blok diagram menggambarkan alur sistem kerja untuk mendeteksi Biofouling pada lambung kapal menggunakan kombinasi metode Histogram of Oriented Gradient (HOG) dan Support Vector Machine (SVM). Sistem ini dirancang untuk memberikan deteksi yang akurat dan efisien dalam menganalisis tingkat keparahan Biofouling pada lambung kapal. Terdapat 5 step sebagai berikut:

1. Identifikasi Biofouling pada Lambung Kapal

Biofouling, yang berupa organisme laut seperti kerang, lumut, atau alga, sering kali menempel pada permukaan lambung kapal. Kondisi ini dapat menyebabkan penurunan efisiensi operasional kapal akibat peningkatan hambatan air dan konsumsi bahan bakar.

Biofouling yang menempel menjadi fokus utama dari sistem ini, di mana keberadaannya harus dideteksi dan dianalisis tingkat keparahannya.

2. Pengambilan Gambar dengan Kamera HP

Gambar lambung kapal diambil menggunakan kamera HP yang telah disiapkan. Gambar yang diambil harus mencakup area lambung kapal yang menunjukkan tanda-tanda Biofouling. Data citra ini akan berfungsi sebagai input awal untuk sistem, baik untuk proses deteksi langsung maupun untuk membangun dataset yang digunakan dalam pelatihan algoritma.

3. Pengunggahan dan Pemrosesan Data pada PC

Setelah gambar berhasil diambil, file gambar diunggah ke komputer atau PC yang telah dilengkapi dengan source code pendukung sistem. Gambar tersebut dimasukkan ke dalam sistem untuk menjalani proses analisis. Pada tahap ini, sistem memanfaatkan algoritma HOG untuk ekstraksi fitur dan algoritma SVM untuk klasifikasi:

(20)

Proses Ekstrasi Fitur Dennngan HOG:

HOG menganalisis pola gradien arah dan intensitas pada gambar untuk mengidentifikasi area dengan tekstur dan karakteristik yang menyerupai Biofouling. Pola-pola ini diekstraksi dalam bentuk vektor fitur yang mewakili karakteristik utama dari objek dalam citra.

Proses Klasifikasi dengan SVM:

Setelah fitur diekstraksi, algoritma SVM melakukan klasifikasi untuk memutuskan apakah objek yang terdeteksi dalam gambar merupakan Biofouling atau bukan. Algoritma ini menggunakan kernel khusus, seperti Radial Basis Function (RBF), untuk menangani data yang kompleks dan menghasilkan klasifikasi yang lebih akurat.

4. Penandaan Area Biofouling Pada Citra

Jika sistem berhasil mendeteksi keberadaan Biofouling,maka area tersebut akan memberi tanda berupa kotak merah. Penandaan ini memiliki peran penting dalam mempermudah proses identifikasi oleh pengguna, terutama dalam konteks pemantauan real-time pada lambung kapal. Kotak merah tersebut tidak hanya berfungsi sebagai indikator visual yang memperlihatkan lokasi tepat dari Biofouling, tetapi juga membantu pengguna dalam menentukan area mana yang memerlukan perhatian lebih lanjut. Sistem ini menghilangkan kebutuhan akan inspeksi manual yang memakan waktu dan berisiko, karena dengan adanya tanda tersebut, pengguna dapat langsung melihat area yang terkena dampak tanpa harus menganalisis keseluruhan citra secara mendalam.

5. Output Tingkat Keparahan Biofouling

Setelah proses deteksi dan penandaan selesai, sistem akan memberikan keluaran berupa tingkat keparahan Biofouling dalam bentuk persentase. Persentase ini dihitung berdasarkan rasio antara luas area yang terdeteksi terkontaminasi Biofouling dengan total luas area yang dianalisis. Dalam hal ini, tingkat keparahan menjadi indikator utama yang mencerminkan seberapa parah Biofouling tersebut pada lambung kapal.

Sebagai contoh, jika area yang terdeteksi mengandung Biofouling mencakup 30% dari total area yang dianalisis, maka tingkat keparahannya akan tercatat sebagai 30%.

Informasi ini sangat penting untuk mengambil keputusan lebih lanjut mengenai tindakan perawatan yang perlu dilakukan. Misalnya, jika tingkat keparahan Biofouling tinggi, maka tindakan seperti pembersihan atau perawatan intensif dapat segera dilakukan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada lambung kapal yang dapat mempengaruhi kinerja kapal secara keseluruhan. Sebaliknya, jika tingkat keparahan tergolong rendah, tindakan pencegahan atau pemantauan berkala sudah cukup untuk menjaga kondisi kapal tetap optimal. Dengan adanya output ini, sistem tidak hanya memberikan informasi deteksi tetapi juga memberikan dasar yang jelas bagi keputusan operasional yang terkait dengan pemeliharaan kapal.

(21)

3.5 Flowchart sistem

Gambar 3.3. Flowchart Utama

Pada Gambar 3.3 menjelaskan proses alur berjalannya sistem deteksi dan analisis Biofouling pada lambung kapal. Pertama, sistem akan mendeteksi apakah terdapat Biofouling berdasarkan input berupa foto lambung kapal yang telah di ambil sebelumnya.

Setelah foto lambung kapa telah diinput, selanjutnya proses pencacahan citra digital menjadi piksel akan berjalan. Setelah proses ini, dilakukan ekstraksi fitur menggunakan algoritma Histogram of Oriented Gradient (HOG) untuk mendeteksi Biofouling. Algoritma HOG bekerja pada hasil foto lambung kapal yang telah diambil untuk mengidentifikasi pola atau fitur karakteristik Biofouling.

Setelah fitur berhasil dikenali oleh metode HOG, langkah berikutnya adalah tahap klasifikasi menggunakan algoritma Support Vector Machine (SVM). Sistem akan memutuskan apakah pada hasil foto tersebut terdapat Biofouling atau tidak. Jika Biofouling terdeteksi, maka sistem akan melanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu menampilkan bounding box pada area gambar yang terdeteksi sebagai Biofouling dan ketahap selanjutnya yaitu kalkulasipresentase tingkat keparahan. Jika tidak ada Biofouling yang terdeteksi maka tampil notifikasi 0% atau tidak ada , proses analisis akan diulang untuk frame berikutnya.

(22)

Setelah semua proses selesai, sistem akan memberikan output berupapresentase dari 0%-100%

. Hal ini bertujuan untuk mengetahui presentase Biofouling yang menempel pada lambung kapal.

Gambar 3.4. Flowchart Histogram of Oriented Gradient

Untuk alur berjalannya metode HOG ada Pada sistem deteksi dan analisis Biofouling ini, langkah awal adalah pengolahan data input berupa citra digital hasil tangkapan gambar lambung kapal. Citra tersebut diambil secara manual menggunakan perangkat kamera. Data input ini kemudian diproses untuk keperluan ekstraksi fitur dengan resolusi gambar yang telah ditentukan, misalnya 480 x 480 piksel, dan skala 1.05.

Tahapan berikutnya adalah komputasi gradient, di mana proses ini mencakup pencacahan nilai gradient pada setiap piksel dalam gambar melalui dua arah, yaitu horizontal dan vertikal. Nilai gradient ini bertujuan untuk mendeteksi perubahan intensitas cahaya pada citra, yang penting dalam mengidentifikasi fitur Biofouling.

Langkah selanjutnya adalah pembuatan histogram sel. Dalam proses ini, citra dibagi menjadi beberapa sel kecil, dan setiap sel dianalisis untuk menghitung distribusi orientasi gradient. Setelah histogram setiap sel terbentuk, dilakukan pengelompokan blok, yang merupakan gabungan beberapa sel yang telah terhubung secara spasial.

(23)

Proses terakhir pada algoritma HOG adalah normalisasi blok. Pada tahap ini, setiap blok dinormalisasi untuk mempertimbangkan perubahan penerangan dan kontras pada citra input. Hasil dari tahap ini adalah fitur HOG yang diekstraksi dan siap untuk digunakan dalam proses klasifikasi.

Gambar 3.4. Flowchart Support Vector Machine

Proses SVM ini dilakukan dengan parameter-parameter yang menentukan dalam proses klasifikasi. Sehingga dalam proses deteksi sistem menggunakan parameter-parameter yang telah teruji memiliki akurasi yang tinggi .Sehingga sistem dapat bekerja secara optimal dalam mendeteksi dan menganalisis Biofouling pada lambung kapal. Dalam proses pelatihan SVM ini dibagi menjadi 2 tahap, yaitu data training dan data testing, di mana keduanya saling berkaitan antara satu sama lain. Pada penelitian ini menggunakan SVM non-linear, maka perlu menggunakan fungsi kernel atau kernel trick. Fungsi kernel yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi kernel Linear.

Proses ini diawali dengan menginputkan citra, lalu mengekstraksi fitur dengan metode HOG, dan selanjutnya dilakukan proses metode SVM. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data inputan SVM ini adalah data output yang dihasilkan dari metode HOG yang telah diekstraksi.

(24)

Data ini selanjutnya digunakan untuk melakukan klasifikasi kelas data berdasarkan model yang telah dibangun dari proses training dan proses testing oleh SVM.

Langkah awal yang dilakukan metode SVM adalah menginputkan data citra dari hasil ekstraksi fitur HOG. Kemudian langkah selanjutnya adalah proses training data. Setelah dilakukan proses training data, tahap akhir adalah dilakukan proses testing data, kemudian didapatkan hasil klasifikasi. Output dari proses SVM ini adalah berupa klasifikasi 1 untuk citra yang dikenali (mengandung Biofouling) dan -1 untuk citra yang tidak dikenali (tidak mengandung Biofouling).

Untuk mendapatkan nilai hyperplane optimal, dilakukan proses pelatihan data pada SVM. Langkah pertama adalah memasukkan hasil preprocessing data dari ekstraksi fitur HOG. Selanjutnya, sistem melakukan inisialisasi parameter, yaitu W, Xi, dan b. Setelah inisialisasi, sistem menghitung nilai menggunakan rumus kernel linear SVM yaitu F(X)=(w.xi+ b)

(25)

Setelah perhitungan selesai, hasilnya digunakan sebagai vektor pelatihan (W), bias (b), dan kelas target (Xi). Nilai-nilai ini kemudian digunakan untuk memetakan ruang input menggunakan kernel linear. Proses pelatihan data ini bertujuan untuk menentukan nilai

hyperplane, yang nantinya akan digunakan dalam proses pengujian data.

Gambar 3.5. Flowchart Data testing Support Vector Machine

Setelah proses pelatihan data menghasilkan nilai hyperplane, model prediksi dibuat untuk mendeteksi Biofouling pada data pengujian SVM. Langkah pertama adalah membuat model prediksi. Selanjutnya, dilakukan transformasi data untuk menyesuaikan data pelatihan menjadi data pengujian.

Transformasi data dilakukan melalui scaling, yang bertujuan agar fitur dengan rentang nilai besar tidak mendominasi fitur dengan rentang nilai kecil. Setelah transformasi selesai, langkah berikutnya adalah memeriksa nilai hyperplane. Jika:

 F(x) ≥ 0 benar, maka Biofouling terdeteksi (True Positive).

 F(x) < 0 salah, maka tidak ada Biofouling (True Negative).

Langkah terakhir adalah menghasilkan klasifikasi, yaitu menentukan keberadaan Biofouling dan memberikan informasi persentase tingkat keparahan Biofouling yang menempel pada lambung kapal

(26)

3.6 Skenario Pengujian

Dalam Skenario pengujian ini dibuat untuk mengimplementasikan hasil dari

penelitian ini,yang nantinya akan digunakan dan dapat di implementasikan berdasarkan apa yang telah ditulis oleh peneliti. Dengan adanya scenario seperti ini merupakan hal yang penting sebagai penunjang sebuah penelitian dan juga agar penelitian dan percobaan ini akan menjadi lebih terarah dan efisien.

 Skenario Pertama

Pada percobaan pertama, sistem diuji dengan menggunakan gambar lambung kapal dalam kondisi standar tanpa adanya gangguan eksternal seperti pencahayaan buruk, sudut pengambilan yang ekstrem, atau variasi material. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui performa dasar sistem dalam mendeteksi biofouling dan menentukan tingkat keparahannya dalam kondisi ideal.

 Skenario Kedua

Pada percobaan kedua, dilakukan pengujian terhadap sistem dengan variasi tingkat pencahayaan pada gambar lambung kapal. Gambar dengan tingkat pencahayaan rendah, sedang, dan tinggi akan diinputkan untuk melihat bagaimana pengaruh pencahayaan terhadap kemampuan sistem dalam mendeteksi biofouling dan menentukan tingkat keparahannya. Hasil yang diperoleh akan digunakan untuk mengevaluasi keandalan algoritma dalam kondisi pencahayaan yang berbeda.

 Skenario Ketiga

Pada percobaan ketiga, dilakukan pengujian menggunakan gambar lambung kapal yang memiliki pola biofouling berbeda, seperti pola yang menyebar merata atau terkonsentrasi pada satu area. Tujuannya adalah untuk mengukur akurasi sistem dalam mendeteksi pola-pola biofouling yang bervariasi dan memastikan sistem dapat bekerja pada berbagai jenis distribusi biofouling.

 Skenario Keempat

Pada percobaan keempat, pengujian dilakukan dengan menggunakan gambar dari berbagai sudut pengambilan. Sudut yang berbeda dapat memengaruhi hasil analisis citra digital, sehingga penting untuk memastikan sistem tetap dapat mendeteksi dan menganalisis biofouling dengan baik, terlepas dari sudut pengambilan gambar.

Gambar

Gambar 2.1.Lambung kapal dipenuhi Biofouling
Gambar 2.2.Logo SBU Galangan Pelni
Gambar 2.3. Struktur Organisasi
Gambar 2.4. Reperesentasi Citra Digital
+7

Referensi

Dokumen terkait

sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul Implementasi Algoritma Tanda Tangan Digital pada Data Citra Berbasis Kriptografi Kurva Eliptik

Masalah yang diangkat dari penelitian tugas akhir ini adalah pembuatan sistem Deteksi wajah pada citra digital menggunakan kombinasi metode skin color detection dan

Maka dari itu nilai yang paling optimal untuk threshold deteksi tepi yaitu sebesar 1 karena sistem ini tidak memerlukan tingkat kesensitifitasan deteksi tepi

Dalam kajian ini membahas tentang bagaimana sebuah Drone (DSAR) yang dilengkapi dengan teknologi identifikasi objek dengan menggunakan sebuah algoritma SIFT pada

Dalam kajian ini membahas tentang bagaimana sebuah Drone (DSAR) yang dilengkapi dengan teknologi identifikasi objek dengan menggunakan sebuah algoritma SIFT pada

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa jaringan syaraf tiruan dapat dimanfaatkan untuk melakukan deteksi wajah pada citra digital. Pada sistem

pada tugas akhir ini akan dibuat suatu sistem Deteksi Dini Kanker Serviks Metode IVA Berbasis Pengolahan Citra Digital yang akan mampu mendeteksi dini kanker serviks dengan

Pengolahan citra digital buah murbei dengan algoritma LDA untuk pengembangan sistem klasifikasi otomatis kematangan buah