• Tidak ada hasil yang ditemukan

131216 SISTEM PENGAWASAN KOPERASI DALAM PERSPEKTIF REGULASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "131216 SISTEM PENGAWASAN KOPERASI DALAM PERSPEKTIF REGULASI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PENGAWASAN KOPERASI DALAM PERSPEKTIF REGULASI1 Oleh Ahmad Subagyo2

PENDAHULUAN

Data kemenkop akhir tahhun 2014 menunjukkan dari 209.488 koperasi yang aktif hanya 147.249 unit (70,3%). Komposisi Koperasi aktif Jenis Simpan Pinjam mendominasi dari seluruh jumlah Koperasi yang ada dengan portofolio sebesar 52%. Jumlah angggota yang dilayani sebanyak 20 juta lebih dan mayoritas usaha mikro.

Manfaat layanan Koperasi bagi masyarakat sangat besar. Berdasarkan riset Bank Dunia tahun 2015, dilaporkan bahwa akses pertama masyarakat ke institusi keuangan formal dilakukan melalui Koperasi Simpan Pinjam (KSP) sebesar 72% (N/764). Walaupun demikian ternyata tidak sedikit Koperasi yang “GAGAL” dalam operasinya dan telah merugikan masyarakat banyak.

Ketidakaktifan Koperasi yang berarti ada dua (2) hal kondisinya, yaitu (1) Koperasi tersebut sudah tidak memiliki kegiatan usaha lagi, (2) Koperasi tidak menjalankan kewajibannya (misl.:RAT). Kedua kondisi yang ada merupakan representasi dari hasil pembinaan yang telah dilakukan oleh Pemerintah selama ini. Bahkan yang paling ironis beberapa perusahaan berbadan hukum koperasi mengalami “default” dan menyisakan permasalahan panjang karena melibatkan dana masyarakat luas yang jumlahnya tidak sedikit.

Suatu lembaga/institusi apa-pun yang mendapatkan ijin legalitas badan hukum3-nya dari Pemerintah karena ada mandat Undang-Undang (UU), maka pemerintah memiliki kewajiban untuk mengawasi, melindungi dan membinanya agar arah dan tujuan masing-masing lembaga yang berbadan hukum tersebut tercapai sebagai sebuah proses membangun tatanan perekonomian yang berkeadilan dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia.

Koperasi sebagai salah satu bentuk lembaga yang memiliki kekhasan, baik tujuan, kepemilikan, kepengurusan, kepengelolaan, dan pengawasannya memerlukan penegasan dan penguatan kedudukannya agar benar-benar dapat menjadi alternatif bagi masyarakat dalam ber-ekonomi dan ber-kontribusi membangun negeri.

LANDASAN TEORITIK

1 Disajikan dalam acara FGD RUU Perkoperasian yang dilaksanakan oleh DEKOPIN, pada taggal 14 Desember 2016 di Wisma NH, Jl. Pasar Minggu, Jaksel.

2 Ketua STIE GICI Depok, Peneliti Koperasi dan Konsultan Bank Dunia bidang Finance & Market

3 Sampai sejauh ini bentuk badan hukum yang dibentuk dan diijinkan untuk melakukan kegiatan usaha komersial hanya UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) dan UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian.

(2)

1. Pengertian dan definisi Koperasi

a. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan.

b. Perkoperasian adalah sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi.

c. Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang seorang.

d. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi.

e. Gerakan Koperasi adalah seluruh organisasi Koperasi dan kegiatan

Perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi

Koperasi mengandung makna “kerja sama”, ada juga mengartikan ‘menolong satu sama lain’. Arti kerjasama bisa berbeda-beda tergantung dari cabang ilmunya. Koperasi berkaitan dengan fungsi-fungsi :

- Fungsi Sosial - Fungsi Ekonomi - Fungsi Politik - Fungsi Etika

Dalam definisi ILO terdapat 6 elemen yang dikandung dalam koperasi, yaitu :

• Koperasi adalah perkumpulan orang-orang

• Penggabungan orang-orang berdasarkan kesukarelaan

• Terdapat tujuan ekonomi yang ingin dicapai

• Koperasi berbentuk organisasi bisnis yang diawasi dan dikendalikan secara demokratis

• Terdapat kontribusi yang adil terhadap modal yang dibutuhkan

• Anggota koperasi menerima resiko dan manfaat secara seimbang Definisi Arifinal Chaniago (1984):

Koperasi sebagai suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum, yang memberikan kebebasan kepada anggota untuk masuk dan keluar, dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.

Definisi P.J.V. Dooren:

There is no single definition (for coopertive) which is generally accepted, but the common principle is that cooperative union is an association of member, either personal or corporate, which have voluntarily come together in pursuit of a common economic objective

Definisi Hatta (Bapak Koperasi Indonesia):

(3)

Koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong. Semangat tolong menolong tersebut didorong oleh keinginan memberi jasa kepada kawan berdasarkan

‘seorang buat semua dan semua buat seorang’

Definisi Munkner:

Koperasi sebagai organisasi tolong menolong yang menjalankan ‘urusniaga’

secara kumpulan, yang berazaskan konsep tolong-menolong. Aktivitas dalam urusniaga semata-mata bertujuan ekonomi, bukan sosial seperti yang dikandung gotong royong

Definisi UU No. 25/1992:

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi, dengan melandaskan kegiataannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan.

Lima Unsur Koperasi Indonesia:

1. Koperasi adalah Badan Usaha (Business Enterprise)

2. Koperasi adalah kumpulan orang-orang dan atau badan-badan hukum koperasi

3. Koperasi Indonesia koperasi yang bekerja berdasarkan “prinsip-prinsip koperasi”

4. Koperasi Indonesia adalah “Gerakan Ekonomi Rakyat”

5. Koperasi Indonesia “berazaskan kekeluargaan”

2. Landasan, Asas, dan tujuan

Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta berdasarkan atas asas kekeluargaan.

Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan

perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

Sesuai UU No. 25/1992 Pasal 3

Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

UU No. 25/1992 Pasal 4 Fungsi Koperasi:

(4)

a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya

b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat

c. Memperkokoh perekonomian rakyat sbg dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sbg sokogurunya

d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi

3. Mandat Pengawasan Koperasi oleh Pemerintah

(5)

PEMBAHASAN DAN ANALISIS

Koperasi sebagai Perkumpulan Orang

Perkumpulan orang tidak akan mungkin berkelanjutan tanpa adanya kerjasama dan memiliki tujuan yang sama. Koperasi sebagai perkumpulan orang yang dilindungi oleh Undang-Undang (UU) memiliki kedudukan yang legal di Indonesia. Koperasi di Indonesia memiliki kedudukan yang istimewa karena selain sebagai sebuah perkumpulan yang berbentuk organisasi formal, ia juga sebagai badan usaha sekaligus badan hukum.

Sebagai perkumpulan orang, anggota koperasi berkomitmen dalam suatu kerjasama.

Bentuk kerjasama antar anggota tertulis dalam suatu statuta yang di sebut Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART). Perikatan kerjasama antar anggota dalam statuta inilah yang mengukuhkan Koperasi sebagai entitas Self Regulatory Organization (SRO). Koperasi dapat mengatur organisasinya secara otonom dan memiliki kesempatan untuk melengkapi dirinya dengan infrastruktur penunjang dalam melayani organisasi antar mereka sendiri.

Koperasi sebagai badan hukum

Perkumpulan yang telah mendapatkan legalitas sebagai Badan Hukum “Koperasi” dari Menteri KUKM yang memiliki mandat Undang-Undang (UU) sebagai regulator di bidang Perkoperasian secara hukum (de jure) tunduk terhadap UU Perkoperasian itu sendiri.

Lembaga/institusi/organisasi yang berbadan hukum “koperasi” memiliki konsekwensi keterikatan dengan Undang-Undang dan peraturan turunannya. Keterikatan baik secara filosofis maupun ideologis dalam menjalankan dan mempraktekkan berbagai usaha harus berorientasi pada perwujudan prinsip-prinsip koperasi. Impelementasi prinsip- prinsip koperasi menjadi distingsi dari bentuk badan usaha dan badan hukum lainnya.

Regulator memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa lembaga yang telah

(6)

berbadan hukum ‘koperasi” benar-benar menerapkan prinsip-prinsip koperasi dan memiliki otoritas untuk mencabut kembali ijin yang diberikan ketika prinsip-prinsip koperasi tidak dijalankan dalam organisasi “koperasi”.

Penerapan prinsip-prinsip koperasi akan terindikasi dari kepemilikan dokumen organisasi yaitu dokumen internal dan eksternal. Dokument internal koperasi terdiri dari dokumen pendirian (AD-ART) dan dokumen pendukung operasional organisasi yaitu Hasil RAT, RAPBK, Peraturan Khusus (Persus), sedangkan dokumen eksternal bersumber dari regulator berupa permen/kepmen.

Koperasi sebagai Badan Usaha

Organisasi yang telah mendapatkan badan hukum “koperasi” dapat melakukan kegiatan usaha untuk melayani anggota mereka sendiri. Koperasi tidak diwajibkan untuk mendapatkan ijin usaha kepada Kementerian teknis lainnya sepanjang dilakukan terbatas hanya untuk anggotanya sendiri, kecuali usaha simpan pinjam yang telah memiliki Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 tahun 1995 tentang Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi. Khusus untuk usaha simpan pinjam ini ada Peraturan Menteri (Permen) yang mengatur secara khusus Ijin Operasionalnya.

Koperasi sebagai badan usaha akan dapat menjalankan fungsinya dengan baik jika prinsip-prinsip bisnis mampu dijalankan secara optimal oleh Koperasi tersebut. Untuk memastikan bahwa Koperasi telah menjalankan fungsi-fungsi bisnis dengan baik secara internal perangkat Koperasi yang memiliki fungsi pengawasan dapat melakukan kegiatan pemeriksaan secara rutin. Pengawasan internal ini berfungsi untuk membantu Pengurus dan Pengelola dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya agar dijalankan sesuai dengan AD-ART serta produk dan kebijakan serta peraturan internal lainnya (APBK, SOP, Persus, dsb).

Pengawasan eksternal (satgas Pengawas Koperasi4) berfungsi untuk memastikan bahwa kebijakan dan peraturan internal yang dibuat oleh Koperasi tidak bertentangan dengan Undang-Undang (UU) dan peraturan turunannya. Pemeriksaan terhadap kelengkapan dokumen usaha (SOP/Persus) perlu dilakukan sebagai bagian dari kegiatan pembinaan oleh Pemerintah terhadap gerakan koperasi. Satgas pengawasan sebagai pengawas eksternal dapat memberikan arahan dan bimbingan kepada gerakan Koperasi sekaligus sosialisasi berbagai peraturan hasil produk kebijakan pemerintah terkait Koperasi (Kemenkop & UKM).

Dalam melakukan pembinaan Satgas Pengawasan harus mengikuti proses Pengawasan eksternal. Proses pengawasan eksternal atau siklus pengawasan semestinya dapat dijalankan kepada seluruh gerakan koperasi. Siklus pengawasan selalu di-awali dengan program sosialisasi regulasi kepada Koperasi yang akan didirikan. Untuk Koperasi eksisting perlu diberikan akses untuk mendapatkan instrumen regulasi perkoperasian secara gratis, bebas dan terbuka. Koperasi yang telah mendapatkan ijin operasional

4 Satgas pengawasan koperasi sifatnya ad hoc, yang menjadi kepanjangan tangan Pemerintah (Kemenkop UKM) yang mendapatkan mandat pengawasan terhadap Koperasi.

(7)

akan memperoleh kesempatan untuk diperiksa oleh petugas sebagai hak koperasi mendapatkan pembinaan dari pemerintah.

Tujuan akhir dari pengawasan usaha koperasi adalah adanya pertumbuhan usaha dan keberlanjutan organisasi dalam jangka panjang. Pertumbuhan usaha akan dapat dicapai jika dalam usahanya Koperasi mampu memperoleh keuntungan usaha dan akan dapat berlanjut dalam jangka panjang jika para pemiliknya (anggota) memiliki komitmen bersama, dedikasi dan integritas yang tinggi terhadap lembaganya. Dalam perspektif pengawasan bukti komitmen, dedikasi dan integritas diwujudkan dalam bentuk dokumen-dokumen organisasi. Dokumen organisasi yang menjadi representasi kelengkapan struktur dan infrastruktur organisasi tercermin dalam tabel 1.1. di bawah ini.

Berikut Tabel 1.1 Kebutuhan Pembinaan Koperasi No. Bidang Kepatuhan Unsur-Unsur

Pengawasan

Bentuk Dokumen

Output

1 Prinsip-Prinsip Koperasi

7 Prinsip

Koperasi

- AD-ART - RAT - Persus

- Buku Koperasi Penilaian Kesehatan Koperasi (Penkes Koperasi) 2 Prinsip-Prinsip

Manajemen

- Planning - Organizing - Actuating - Controlling

- APBK - Struktur

Organ - Jobdes - Laporan 3 Prinsip-Prinsip Bisnis - Marketing

- Operasi - SDM - Keuangan

- SOP Marketing - SOP

Operasional - SOP SDM - SOP Keuangan 4 Prinsip Risiko - Likuiditas

- Kredit - Operasional

- Risk Profile

Rating Lembaga 5 Prinsip-Prinsip GCG - Transparancy

- Accaountability - Responsibility - Independency - Fairness

- GCG Report

Sumber: Primer

Koperasi sebagai Gerakan Ekonomi

Bentuk nyata dari kegiatan koperasi sebagai sebuah gerakan adalah adanya kerjasama antar koperasi. Bentuk kerjasama antar koperasi dapat berwujud koperasi sekunder, asosiasi, perhimpunan, atau bentuk perkumpulan lainnya. Gerakan koperasi

(8)

sebenarnya memiliki kesempatan untuk membangun sendiri infrastruktur penunjang kelembagaannya. Seperti yang dilakukan oleh Pasar Modal, sebagai ilustrasi: Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki infrastruktur penunjang kelembagaan yang di bangun sendiri oleh industri dalam rangka memberikan perlindungan kepada stakeholder, penjaminan (Kustodian), asuransi, edukasi dan literasi masyarakat, pusat informasi dan sebagainya.

Gerakan Koperasi sebenarnya memiliki peluang dan kesempatan yang sama sebagai sebuah SRO.

Hubungan Antara Prinsip, Pilar dan Skala dalam Matriks Kebutuhan Pengawasan Pengawasan terhadap Koperasi semestinya berdasarkan pada prinsip dan skalanya.

Kebutuhan pembinaan dan pengawasan beserta metode dan pendekatan pengawasan tidak akan sama antara satu koperasi dengan koperasi yang lain. Praktek pengawasan akan di disesuaikan dengan kebutuhannya.

Prinsip

Prinsip yang dimaksud dalam konteks di sini adalah prinsip-prinsip yang dijalankan oleh Koperasi, berupa (1) Prinsip-prinsip Koperasi, (2) prinsip-prinsip manajemen, (3) prinsip- prinsip bisnis, (4) prinsip-prinsip risiko, (5) prinsip-prinsip tata kelola yang baik (GCG).

Pilar

Pilar yang dimaksud dalam konteks di sini adalah orientasi tujuan pembinaan dan pengawasan yang dilakukan dalam rangka konsistensi dan komitmen dalam menerapkan 5 Pilar Koperasi.

Kategori Prinsip Orientasi Tujuan

Pilar-1 Koperasi Penerapan prinsip koperasi sebagai pembeda (distingsi) antara badan hukum koperasi dengan badan hukum lainnya

Pilar-2 Manajemen Penerapan prinsip manajemen untuk memastikan bahwa koperasi sedang menuju pada tujuan yang benar (on the track).

Pilar-3 Bisnis Penerapan prinsip bisnis untuk mendorong adanya pertumbuhan dan kesinambungan usaha Koperasi itu sendiri.

Pilar-4 Risiko Penerapan prinsip risiko dilaksanakan untuk melakukan berbagai antisipasi dan mitigasi terhadap potensi kerugian dan kegagalan baik usaha maupun lembaga

“koperasi”.

Pilar-5 Tata kelola yang baik

Penerapan prinsip-prinsip GCG dilakukan untuk mengokohkan kedudukan Koperasi sebagai pelaku usaha yang sejajar dengan badan hukum lainnya.

Skala

(9)

Skala Koperasi diperlukan untuk memberikan batasan dalam proses pengawasan Koperasi. Skala koperasi adalah unsur-unsur besaran usaha dan luasan jangkauan layanan anggota Koperasi. Ada dua unsur penting dalam skala usaha koperasi yaitu Aset, Omset dan jumlah anggota Koperasi. Dasar pengklasifikasian skala didasarkan pada UU No. 20 tahun 2008 tentang UMKM dan riset Bank Dunia tahun 2014 terhadap 133 Koperasi di Indonesia.

No Skala Aset Omset Anggota

1 Mikro < Rp. 50 juta di luar tanah dan bangunan

< Rp. 300 jt < 200 orang 2 Kecil Rp.50 juta – Rp.

500jt, diluar tanah- bangunan

Rp. 300jt – Rp.2,5jt 200- < 500 orang

3 Menengah Rp. 500jt – Rp.10M, di luar tanah dan bangunan

Rp. 2,5jt – Rp.50M 500 - < 5000 orang

4 Besar  Rp. 10 M  Rp. 50M  5000 orang

Matriks Kebutuhan Pembinaan dan Pengawasan No Skala Sasaran

Implementasi Pilar

Kebutuhan Pembinaan dan Pengawasan

Sasaran Output

1 Mikro Pilar-1 & 2 Pemerintah

menyediakan informasi dan sosialisasi regulasi

Pembentukan Jati Diri Koperasi

2 Kecil Pilar-2 & 3 Bimbingan Teknis pengembangan Usaha

Pengembangan &

Pertumbuhan 3 Menengah Pilar-3 & 4 Bimbingan Teknis

Pengelolaan Risiko

Penguatan 4 Besar Pilar-4 & 5 Bimbingan teknis

Penerapan GCG di Koperasi

Keberlanjutan

KESIMPULAN

a. Sepanjang masih ada Undang-Undang Koperasi di Republik Indonesia ini, maka Pemerintah memiliki mandat pengawasan terhadap Koperasi yang berbadan hukum.

b. Pengawasan terhadap Koperasi didasarkan pada kebutuhan penerapan Pilar Koperasi.

c. Perubahan definisi Koperasi tidak akan menghilangkan Peran Pemerintah RI dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Koperasi, karena eksistensi di lindungi dan mendapat mandat dari UUD 1945.

(10)

d. Pembinaan dan pengawasan yang efektif akan dapat dilaksanakan jika telah terpenuhinya regulasi, kesiapan dari Koperasi yang di-awasi “gerakan koperasi”

, ketersediaan satgas pengawasan yang ad-hoc menjadi fungsional dan didukung dengan anggaran yang memihak dalam proses pelaksanaannya.

Referensi

Dokumen terkait

PENGUJIAN HIPOTESIS PENGARUH VARIABEL MODAL SOSIAL TERHADAP KINERJA SDM Pernyataan hipotesis pertama H1 yang mengatakan bahwa “semakin tinggi modal sosial maka kinerja SDM akan

15 out on the disk, a small longitudinally striate area between their posterior extremities; scutellum transverse, convex; polished; meso- pleurum and sternum densely punctate, the