PENDAHULUAN
Pertanyaan Penelitian
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka pertanyaan penelitian penelitian ini adalah : “Bagaimanakah aborsi pada usia 6 minggu menurut Imam Madzhab. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada masyarakat mengenai aborsi pada usia 6 minggu menurut Imam Madzhab. umur 6 minggu menurut Imam sekolah.
Penelitian Relevan
Tesis Wahyu S dari UIN Sunan Kalijaga Yogjakarta berjudul “aborsi bagi perempuan HIV positif setelah usia kehamilan 120 hari dalam perspektif Hukum Islam”. Persamaan tesis ini dengan tesis peneliti membahas tentang aborsi menurut hukum Islam dan tentang aborsi yang diperbolehkan dalam hukum Islam.
Metodologi Penelitian
- Jenis dan Sifat Penelitian
- Sumber Data
- Teknik Pengumpulan Data
- Teknis Analisis Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah perkataan dan tindakan, selebihnya merupakan data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.20 Pengumpulan sumber data dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi sumber data primer dan sekunder yaitu. Bahan hukum primer adalah “bahan hukum primer adalah bahan yang mengikat”.21 Bahan hukum primer adalah sumber asli yaitu kitab-kitab dan kitab suci yang menjadi sumber penentu tinjauan filosofis undang-undang aborsi. Seperti kitab Muhammad Sallam Madkur, Al-Janin Wa Al-Ahkam Al-Muta'alliqah Bihi Fi Al-Fiqh Al-Islami.
Bahan hukum sekunder adalah bahan yang menjelaskan bahan hukum primer.22 Bahan hukum sekunder yang dimaksudkan peneliti adalah bahan dan kumpulan literatur yang relevan dengan judul. Maria Ulfa Anshor dan Abdullah Ghalib, Fiqih Aborsi Review Buku Klasik dan Kontemporer dan Muhammad Nu'aim Yasin, Fiqih Kedokteran. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan sekunder.
Metode dokumentasi adalah “alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis dengan menggunakan analisis isi.”24 Cara kerja metode ini adalah dengan mengumpulkan buku-buku, khususnya untuk mencari konsep, teori atau ahli aborsi. Menurut Holsti yang dikutip Soejono Abdurrahman, perbandingan komparatif adalah penelitian yang membandingkan persamaan dan perbedaan dua fakta atau lebih.
TINJAUAN PUSTAKA
Madzhab Hanafi
Sebagian besar fuqoha Hanafiyah berpendapat bahwa diperbolehkan sebelum janin terbentuk, tepatnya: boleh melakukan aborsi sebelum jiwa diberi ventilasi, namun harus disertai dengan syarat-syarat rasional, sekalipun janin sudah terbentuk. terbentuknya masih dalam ikhtilaf. Para ulama yang membolehkan pilihan aborsi pada umumnya sepakat bahwa jika aborsi belum terjadi karena belum ada kehidupan, yaitu jika aborsi tidak dianggap kejahatan (jinayat), maka pandangan yang membolehkan aborsi sebelum janin berusia 120 hari, Ibnu. Abidin salah seorang pengikut Hanafi yang menyatakan: Fuqoha mazhab ini diperbolehkan menggugurkan rahim selama janin tersebut masih berupa segumpal daging atau segumpal darah dan anggota tubuhnya belum terbentuk. Adapun akibat hukuman bagi pelakunya, menurut At-Thathawi, terdapat perbedaan pendapat: jika janin yang dibangkitkan berada pada fase alaqoh atau mudghah, maka pelakunya tidak perlu didenda, melainkan cukup dihukum. dengan derajat beratnya ditentukan oleh hakim (ta'zir) karena diyakini telah merusak sesuatu yang sangat berharga.
Menurut Al-Asrusyani, pelaku wajib membayar ganti rugi (ghurrah) jika kehamilan yang diaborsi sudah berumur empat bulan, namun jika di bawah usia tersebut maka ganti rugi tidak wajib. Namun menurut Abu Bakar yang dikutip Al-Asrusyani, sekalipun janin yang diaborsi hanya segumpal daging (mudghah) dan pelakunya tidak perlu didenda, ia harus melakukannya.
Madzhab Maliki
Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (apabila disembelih) disebut (dengan nama) selain Allah, tetapi barangsiapa yang terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan berbuat. tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa ke atasnya.Penjelasan tentang makanan yang diharamkan dikemukakan dalam konteks mencela masyarakat Jahiliyah baik di Makkah mahupun Madinah yang memakannya.Misalnya mereka menghalalkan memakan binatang yang mati tanpa disembelih dengan alasan yang disembelih atau dicabut nyawanya oleh manusia adalah halal, maka mengapa haram bagi yang dicabut nyawanya oleh Allah.
Penjelasan keburukan ini kemudian disusul dengan penjelasan kembali terhadap orang-orang yang menyembunyikan kebenaran, baik mengenai kebenaran Nabi Muhammad SAW, urusan kiblat, haji, dan umrah, serta menyembunyikan atau akan menyembunyikan petunjuk Allah mengenai makanan. Misalnya Yahudi menghalalkan hasil suap, Kristen menghalalkan minuman keras dalam jumlah sedikit, padahal tidak sedikit dari mereka yang meminumnya dalam jumlah banyak dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, ia tidak bisa dikorbankan untuk menyelamatkan janin yang belum pasti keberadaannya dan belum mempunyai kewajiban.
35 Imam Jalaluddin Al-Mahalli og Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain, (Bandung: Sinar Bara Algesindo, tt), h.
Madzhab Syafi’i
Analogi ini termasuk qiyas jalli.39 Dengan demikian, dalam fuqaha Syafi'iyah sendiri terdapat penyimpangan, mayoritas melarang aborsi setelah usia embrio 40 hari. Imam Al-Ghozali salah seorang ulama mazhab Syafi'iyah yang dikenal sebagai seorang sufi, beliau sangat menolak hilangnya janin walaupun hanya sekedar pembuahan, karena menurutnya termasuk dalam golongan suatu tindak pidana (jinayat), walaupun kadarnya kecil. Artinya, perjanjian tersebut tidak dapat diubah, sebagaimana halnya hilangnya hasil konsepsi dilarang secara hukum dan pelakunya harus dihukum.
Menurut Al-Ghozali, menurut fiqh, senggema pecah (azl) tidak ada sanksi hukumnya, tetapi penghapusan hasil pembuahan itu ada sanksi pidana, sebagaimana dalam pernyataan “apabila segumpal darah (alaqoh) telah terbentuk, bayarlah konsepsi sama dengan 1/3 daripada taubat yang sempurna (ghurrah) kamilah), jika ia berupa seketul daging (mudghah), maka bayarlah kandungannya sama dengan 2/3 dan selepas tamat masa kelahiran semula, pesalah dihukum dengan membayar denda penuh (ghurrah kamilah) jika dia dalam keadaan mati.
Madzhab Hambali
Namun menurut Qotadah yang dikutip Ibnu Qodamah, beliau pernah berkata: “Jika janin dalam bentuk gumpalan darah (alaqoh), maka yang wajib dibayarkan adalah 1/3 dari uang ganti rugi (ghurra), jika dalam keadaan berupa segumpal daging (mudghah) harus dibayar 2/3 dari santunan uang, jika janin itu sudah dalam keadaan sempurna atau sudah hidup, dikenakan denda penuh (ghurrah kamilah). yang melakukan pengguguran kandungan adalah ibunya sendiri, apabila janin telah terbentuk sempurna, maka ia tetap harus dimintai pertanggung jawaban, sebagaimana termaktub dalam Al-Qina: digugurkan, maka ia wajib menggantinya dengan ghurra, dengan catatan bahwa matinya janin karena jinayat atau pengaruh zat yang diambil. Dari penjelasan pendapat Hanabilah fuqoha, sebagian besar masyarakat cenderung berpendapat bahwa aborsi dibolehkan sebelum penciptaan terjadi, yaitu di sekitar janin sebelumnya. berumur 40 hari.
Secara umumnya, penganut mazhab Hambali membenarkan pengguguran di peringkat segumpal daging (mudghah) kerana anak manusia itu masih belum terbentuk. Ibnu Qodamah berkeyakinan bahawa apabila menjelaskan pengguguran janin sebelum ditiup roh, dia tidak menyatakan secara jelas, sama ada melarang atau membenarkan, tetapi dari kata-kata yang dikehendaki tentang diata (denda) janin, kita boleh menilai bahawa dia melarang. pengguguran dalam tahap mudghah (bekuan darah) atau tahap persiapan untuk menerima minuman keras, iaitu empat puluh hari sebelum ditiup brendi, dengan syarat harus dibuktikan oleh ahli bahawa sudah ada wujud manusia di dalam mudghas. . walaupun kecil. 43.
PENGGUGURAN KANDUNGAN USIA 6 MINGGU
- Ulama Hanafiah
- Madzhab Malikiyah
- Madzhab Syafi’iyah
- Madzhab Hanabillah
- Pengguguran Kandungan menurut Ulama Kontemporer
Al-Qurtubi mengatakan dalam kitab Bidayah al-Mujtahid bahwa menurut Imam Syafi'i “menggugurkan kandungan janin yang belum terbentuk sempurna tidak wajib membayar ghurrah, namun jika sudah terdapat kehidupan pada janin, maka wajib wajib membayar ghurrah”. Ulama Syafi'iyah lainnya mengatakan bahwa aborsi diperbolehkan selama janin yang ada di dalam kandungan belum menjadi manusia, yaitu belum terlihat bentuk tangan dan kakinya, juga tidak ada kepala, rambut, atau bagian tubuh lainnya. Sedangkan ulama Syafi’i lainnya mengatakan bahwa aborsi diperbolehkan selama janin dalam kandungan belum menjadi manusia, yaitu belum terlihat bentuk tangan dan kaki, begitu pula kepala, rambut, dan bagian tubuh lainnya.
Beliau kemudiannya menyatakan bahawa ulama klasik yang membenarkan pengguguran sebelum roh ditiupkan hanya menekankan erti kehidupan sebagaimana kehidupan selepas roh ditiupkan di mana ibu merasai pergerakan janin dalam kandungannya. Menurut pendapat umum ulama Hanabil, janin boleh digugurkan ketika masih dalam peringkat daging yang membeku (mudghah) kerana ia belum mengambil bentuk anak manusia, seperti yang ditunjukkan oleh Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni: "Pengguguran janin yang masih dalam bentuk darah beku (mudghah) dikenakan denda (ghurrah) apabila, menurut pasukan pakar perbidanan, janin sebelum bentuknya kelihatan. Antaranya. Ulama Hanabilah yang mempunyai pendapat yang sama ialah Yusuf bin Abdul Hadi, yang berkata: "Kamu boleh minum ubat, untuk menggugurkan janin dalam bentuk bekuan darah." Pendapat yang paling tegas mazhab ini adalah seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Jauzi. , yang menyatakan bahawa pengguguran adalah dilarang sama sekali sebelum atau selepas kelahiran pada usia 40 hari 18.
Memetik kenyataan al-Zarkasyi dalam al-Inshaf, Imam Alauddin berkata: “Setiap pengguguran ada ghurranya, jika janin yang digugurkan itu sudah berbentuk bayi, jika belum dalam bentuk bayi, maka ghurra dilepaskan.Dikatakan bahawa ghurrah tetap wajib walaupun janin yang digugurkan itu dalam tahap mudghah dan belum berbentuk apa-apa, Al-Zarkasyi bagaimanapun mengenakan sanksi hukum hanya apabila janin yang digugurkan itu sudah dalam bentuk bayangan Anak Adam.
Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa aborsi diperbolehkan selama janin dalam kandungan belum menjadi manusia, yakni belum terlihat bentuk tangan dan kakinya, juga belum ada kepala, rambut, atau bagian tubuh lainnya. Janin berkembang dari nutfah menjadi alaqoh, sehingga di dalam janin terdapat kehidupan yang memungkinkannya tumbuh dan berkembang hingga menjadi manusia seutuhnya.
PENUTUP
Saran
Para peneliti, khususnya MUI, yang mempunyai kapasitas untuk memberikan undang-undang yang melarang segala bentuk aborsi, patut dikaji dan dikaji lebih mendalam. Seharusnya pemerintah negara ini memberikan peraturan mengenai boleh atau tidaknya menggugurkan kandungan pada bayi yang masih dalam kandungan. Ahmad Azhar Basyir, Refleksi Masalah Islam: Berkaitan dengan Filsafat, Hukum, Politik dan Ekonomi, Bandung: Mizan, 2006.
Muhammad Sallam Madkur, Al-Janin Wa Al-Ahkam Al-Muta'alliqah Bihi Fi Al-Fiqh Al-Islami, Bahs Muqaran, 2009. Said Ramadhan al-Buthi dalam het boek Maria Ulfa Anshor, Fiqih Wacana Aborsi Penguatan Reproduksi Perempuan Hak, Jakarta: Kompas, 2006. Saifullah, Abortus en de problemen ervan (Kajian Hukum Islam) dalam Permasalahan Hukum Islam Kontemporer, Jakarta: Pustaka Firdaus en LSIK: 2002.
Syaikh `Athiyyah Shaqr, Ahsan al-Kalam fi al-Taqwa, Al-Qahirah: Dâr al-Ghad al-Arabi, tth.