BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Urgensi Penelitian
Bahasa adalah sarana komunikasi dan interaksi antar manusia. Seseorang akan mudah menginformasikan dan memahami informasi jika ia memiliki kemampuan berbahasa yang memadai. PBB memutuskan bahasa Arab sebagai bahasa internasional kedua di dunia. Adapun pendidikan bahasa Arab, digunakan sebagai mata pelajaran yang akan dipelajari, baik di sekolah umum, termasuk sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah menengah dan universitas. Serta sekolah non-formal, termasuk lembaga Islam, sekolah agama dan kursus dasar. Keterampilan bahasa Arab dipelajari di setiap tingkatan, tetapi banyak yang menganggap bahasa Arab sebagai kesulitan. Ditemukan bahwa banyak siswa merasa kesulitan dalam belajar bahasa Arab, yang menyebabkan siswa bosan dengan pengajaran bahasa Arab, bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa dalam mengajar bahasa Arab relatif rendah. (Aprilia et al., 2021) Dalam pembelajaran bahasa Arab, terdapat empat keterampilan, yaitu keterampilan mendengarkan, keterampilan membaca, keterampilan menulis dan keterampilan berbicara. Selanjutnya, dalam belajar bahasa Arab, ada unsur bahasa berarti bunyi, kosakata dan struktur kata.
Bahasa Arab sebagaimana bahasa dan keilmuan yang lain, memiliki pendekatan yang relevan dalam pembelajarannya. Yang diharapkan dengan pendekatan pembelajaran yang tepat akan menghasilkan kesuksesan sebagaimana tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Dalam hal ini kompetensi guru bahasa Arab berperan aktif dan sangat berpengaruh sebagai salah satu aktor penting dalam pembelajaran.
Salah satu upaya mewujudkan agar pembelajaran bahasa arab terkonsep dan berperan aktif dalam pembelajaran yaitu membutuhkan implementasi. Karena tanpa implementasi sebuah konsep tidak akan pernah terwujudkan. Menurut Webster, implementasi berarti to provide the means for carringout yaitu menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu, to give practical effect to yaitu menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Jadi, implementasi merupakan untuk mengimplementasikan sesuatu harus disertai sarana yang mendukung, yang nantinya akan menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu itu.
Dalam pembelajaran bahasa arab juga memerlukan pola interaksi yang tepat dan disertai pendekatan yang relevan. Karena menjadi seorang guru tidak sembarang memberikan materi
pembelajaran. Oleh karena itu, guru memerlukan pendekatan agar ketika pembelajaran berlangsung tersignifikan.
Keberhasilan pembelajaran bahasa Arab juga dapat terjadi jika pengajar memiliki pendekatan yang tepat dalam pembelajaran agar pola interaksi guru dan siswa terjalin dengan lancar. Pengajar perlu melakukan kreasi dan inovasi dalam penggunaan metode di setiap proses belajar mengajar sejalan perubahan sikap dan minat murid terhadap materi yang disampaikan
Memang dalam pembelajaran luring di era sekarang ini seharusnya berubah dari pola pembelajaran satu arah (interaksi guru-peserta didik) menjadi pembelajaran interaktif (interaksi guru-peserta didik-masyarakar-lingkungan alam-sumber media lainnya). Sehingga pentingnya guru menggunakan pendekatan yang relevan untuk pembelajaran bahasa arab agar siswa memahami materi bahasa arab dan empat keterampilan bahasa arab. Karena, dalam pengajaran bahasa arab pendekatan menjadi rancangan besar untuk menyajikan suatu cara atau strategi dalam berinteraksi antara guru dan siswa, jika tidak menggunakan pendekatan siswa yang tidak mengerti bahasa arab akan lebih kurang memperhatikan apa yang sedang disampaikan oleh guru dan akan berdampak tidak maksimal dalam kegiatan belajar mengajar, bahkan cenderung gagal.
Pendekatan adalah seperangkat gambaran model pembelajaran yang digunakan untuk mengatur pencapaian tujuan dan memberi petunjuk kepada guru mengenai langkah-langkah pencapaian tujuan suatu pembelajaran.(Pembelajaran, 2003)
Dalam pembelajaran bahasa Arab di kelas empat interaksi antara guru dan peserta didik sudah cukup baik, hanya saja yang menjadi masalah disini adalah belum adanya cemistri diantara guru dengan murid, hal ini menjadikan sulit tercapainya tujuan pembelajaran tersebut. Guru belum melakukan upaya untuk memperbaiki pola interaksi seperti dengan melibatkan lingkungan, ataupun sumber lainnya. Oleh karena itu, guru seharusnya lebih berinovasi dan memilih pendekatan yang relevan dengan pembelajaran bahasa arab tersebut.
Dalam belajar bahasa arab, siswa harus menguasai kosakata bahasa arab. dasar utama dalam belajar bahasa arab adalah kemampuan untuk memahami kosakata bahasa arab.
Sebab penguasaan kosakata bahasa arab berkaitan erat dengan penguasaan keterampilan berbahasa seperti mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Tanpa penguasaan kosakata yang baik, maka sulit bagi pelajar untuk menguasai kosakata dengan baik pula.
Salah satunya pendekatan Auditory Intellectually Repeatition (AIR) termasuk salah satu pendekatan yang jarang sekali digunakan dalam proses pembelajaran bahasa Arab di kelas.
Peneliti menggunakan pendekatan ini sebagai pola interaksi yang cocok digunakan dalam pembelajaran Bahasa Arab, terlebih lagi bahasa asing. Pendekatan Auditory Intellectually Repeatition (AIR) adalah salah satu tipe pola interaksi kooperatif antara guru dan siswa didalam kelas yang dimana menyangkut strategi, pendekatan, metode dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
Adapun pendekatan Auditory Intellectually Repeatition (AIR) ini salah satu pendekatan yang bertujuan untuk memudahkan pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran Bahasa Arab. Ketika seorang anak kurang mengerti dalam pembelajaran Bahasa Arab, maka guru harus menggunakan pendekatan yang efektif agar siswa semakin mengerti pembelajaran Bahasa Arab dengan cara guru mengelompokkan peserta didik yang terdiri dari 4-5 orang untuk menggunakan pendekatan Auditory Intellectually Repeatition (AIR).
Yang dimana pendekatan ini menjelaskan bahwa Auditory (mendengarkan) yaitu gaya belajar siswa menggunakan suara dan melatih siswa untuk menyampaikan argumen atau ide gagasan yang telah disampaikan oleh guru sehingga siswa akan lebih aktif. Intellectually (berfikir) yaitu siswa dilatih untuk memecahkan suatu masalah ataupun menalar dari materi yang telah disampaikan oleh guru, sehingga guru mampu mengarahkan serta meningkatkan semangat siswa dalam berpikir guna tercapainya koneksi matematis siswa yang maksimal.
Dan Repeatition (pengulangan) yaitu siswa dituntut untuk mendalami atau memantapkan siswa dilatih dengan cara memberikan tugas untuk membantu daya ingat siswa dalam memahami materi setelah proses pembelajaran selesai. (Agustiana et al., 2018)
Zuhairi (1993:25) menyebutkan madrasah dalam arti tempat belajar adalah untuk mengajarkan dan mempelajari ajaran-ajaran agama islam, ilmu pengetahuan dan keahlian lainnya yang berkembang pada zamannya. Madrasah Ibtidaiyyah adalah satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama islam yang terdiri dari enam tingkat pada jenjang pendidikan dasar. Pada jenjang Madrasah Ibtidaiyyah ini siswa menerima pelajaran seperti halnya sekolah umum dengan tambahan pelajaran agama seperti Fikih, Akidah Akhlak, Alqur’an Hadist dan juga Bahasa Arab.
Madrasah Ibtida’iyah (MI) Sutawangi, Majalengka merupakan salah satu sekolah pendidikan yang mengajarkan Bahasa Arab. Peneliti tertarik untuk meneliti di sekolah ini dikarenakan dalam pendekatan pola interaksi antara guru dan peserta didik kurang dalam berkomunikasi. serta kurangnya penguasaan terhadap kosakata bahasa arab pada siswanya.
Oleh karena itu, siswa merasa kesulitan dalam mengenal dan membedakan pembelajaran Bahasa Arab yang kurang diminati siswa sehingga mengakibatkan siswa merasa bosan dengan pengajaran Bahasa Arab. Bahkan hasil belajar yang diperoleh siswa dalam pembelajaran Bahasa Arab pun tergolong rendah.
Ketika murid masuk sekolah dasar, tentunya dengan berbagai kemampuan. Guru bertanggung jawab untuk mempromosikan beragam keterampilan. Namun untuk memperbaikinya butuh waktu, karena sikap berubah dan dipengaruhi oleh faktor yang berbeda, baik dalam diri sendiri maupun dari lingkungan sekolah. Oleh karena itu, belajar mendengarkan, berbicara, dan menulis di sekolah dasar perlu perencanaan dan pengembangan pada guru. Durasi sekolah dasar adalah waktu yang tepat untuk mengembangkan keterampilan siswa.
Namun pada kenyataannya, keterampilan di sekolah mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis bahasa arab tidak dianggap serius, karena murid dianggap mampu menggunakan keterampilan bahasa arab dengan baik, dan dapat dipelajari secara informal di luar sekolah. Karena dianggap mampu, guru berpendapat bahwa tidak perlu fokus pada kegiatan pembelajaran bahasa arab, tanpa memperhatikan tujuan komunikatif pengajaran bahasa Arab itu sendiri.
Adanya kurangnya pendekatan guru yang inovatif berinteraksi berbahasa arab menjadikan siswa terhambat dalam memahami bahasa arab ketika pembelajaran berlangsung. Apabila siswa kurang menguasai empat keterampilan bahasa arab yang dipelajari dalam pembelajaran bahasa arab, akan mengakibatkan ilmu pengetahuan siswa terhadap bahasa arab tergolong rendah dan tidak akan ada peningkatan dalam pembelajaran bahasa arab.
Banyak faktor yang mempengaruhi hasil pembelajaran Bahasa Arab diantaranya: Latar Belakang sekolah siswa cenderung tidak mengikuti sekolah Madrasah Diniyyah, Siswa beranggapan bahwa Bahasa Arab salah satu pelajaran yang sulit, kurangnya guru mata pelajaran Bahasa Arab dalam berkomunikasi dengan siswa.
Untuk meningkatkan proses pembelajaran berbahasa dan mengkomunikasikan pengetahuan agar lebih efektif, perlu diadakannya pendekatan-pendekatan dalam pengajarannya guna terciptanya pola interaksi guru dan siswa yang lebih baik dan meningkatkan penguasaan kosakata bahasa arab. Pendekatan yang digunakannya pun harus sesuai dengan situasi dan kondisi. Hal ini menunjukkan bahwa kesuksesan proses belajar mengajar tergantung pada pendekatan yang digunakan.
Berdasarkan observasi awal dan wawancara yang telah dilakukan peneliti dengan Bapak Karsum, sebagai kepala sekola bahwasannya di Madrasah Ibtida’iyah (MI) Sutawangi, Majalengka pada tanggal 26 Juli 2023. Ada fakta yang menyatakan bahwa siswa di Madrasah Ibtida’iyah (MI) Sutawangi, Majalengka menemukan banyak masalah dalam mengajarkan materi bahasa arab, yaitu kurangnya pengetahuan guru tentang bahasa arab sehingga membuat siswa kurang menguasai empat keterampilan dalam pembelajaran bahasa arab. Diantaranya siswa kelas empat kurang minat dalam belajar bahasa Arab, kemudian karena mentalitas dalam diri mereka yang mengatakan bahwa bahasa Arab sulit dipelajari dan kebosanan dan kemudian siswa merasa kesulitan dalam memahami untuk mencapai pikiran mereka, karena siswa kurang aktif dalam proses Belajar bahkan tidak efektif dalam belajar dan kurangnya minat belajar bahasa Arab. Oleh karena itu, dalam penguasaan mufrodat dan interaksi antara guru dengan siswa juga interaksi siswa dengan siswa terhadap proses pembelajaran Bahasa Arab kurang mendukung.
Menurut Siti Awwaliyah pada tanggal 27 Juli 2023, dalam kegiatan pembelajaran di kelas, kemampuan mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis siswa kelas empat tidak sesuai dengan capaian hasil belajar pembelajaran Bahasa Arab, dan ia mengatakan Kkm yang telah ditentukan adalah 70 pada mata pelajaran bahasa Arab. Dari 21 murid, 60% murid berada dalam peringkat rendah dan 40% murid berada dalam peringkat median.
لاودجلا ١ ١.
ةظحلاملا يف ذيملاتلا ةجيتن
ذيملاتلا ددع ةيوئام ةبسن رادقملا فنص مقرلا
١٢ ٦٠% ١٠ - ٥٥ صفخنم ١
٩ ٤٠% ٥٥ - ٨٠ طسوتم ٢
١٠٠
٨١ - عفترم ٣
Menurut sumber yang diperoleh dalam pembelajaran di kelas bahwa murid sangat beragam sifatnya, ada yang diam ketika harus merespon masalah, dan ada juga murid yang masih malu ketika diminta untuk berlatih salah satu dari keempat keterampilan bahasa arab di depan kelas. Dalam hal ini, pihak sekolah mengharapkan murid-muridnya berani berinteraksi dengan guru dan temannya di depan kelas. Melihat hal tersebut, tidak hanya guru yang diam, guru berusaha menambah waktu belajar dengan memangkas jam belajar di
sekolah, namun sebagian besar siswa mengikuti pembelajaran dan sebagian besar siswa tidak mendapatkan dukungan belajar dari orang tuanya di rumah.
Berdasarkan dengan hal tersebut, penulis tertarik mengadakan penelitian dengan judul
“Implementasi Pola Interaksi Pembelajaran Bahasa Arab dalam Pendekatan Auditory Intellectually repetition pada siswa kelas 4 di MI PUI Kapur- Majalengka”.
1.1 Permasalahan Penelitian 1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan oleh peneliti maka rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi:
a) Kurangnya komunikasi antara guru dan siswa
b) Kurangnya inovasi guru dalam pembelajaran bahasa arab
c) Rendahnya pengetahuan siswa dalam penguasaan kosakata Bahasa Arab d) Kesulitan dalam menguasai mufrodat dan kalimat dasar Bahasa Arab 2. Batasan Penelitian
a) Subjek penelitiannya adalah kelas 4 MI Sutawangi, Majalengka
b) Tempat di mana peneliti untuk penelitian eksperimental ini akan berada di MI sutawangi-Majalengka
c) Waktu: Peneliti akan melakukan penelitian selama tiga bulan dari september hingga November 2023.
3. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian sebelumnya, maka peneliti memperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
a) Sejauhmana pola interaksi pembelajaran bahasa arab pada siswa kelas 4 di MI Sutawangi-Majalengka sebelum menggunakan pendekatan Auditory Intellectually Repeatition (AIR)?
b) Sejauhmana pola interaksi pembelajaran bahasa arab pada siswa kelas 4 di MI Sutawangi-Majalengka sebelum menggunakan pendekatan Auditory Intellectually Repeatition (AIR)?
c) Sejauhmana penggunaan Pendekatan Auditory Intellectually repetition mempengaruhi pola interaksi pembelajaran bahasa Arab pada siswa kelas 4 di MI PUI Kapur- Majalengka ?
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui sejauh mana pola interaksi pembelajaran bahasa arab pada siswa kelas 4 di MI Sutawangi-Majalengka sebelum menggunakan pendekatan Auditory Intellectually Repeatition (AIR)
2) Untuk mengetahui sejauh mana pola interaksi pembelajaran bahasa arab pada siswa kelas 4 di MI Sutawangi-Majalengka sesudah menggunakan pendekatan Auditory Intellectually Repeatition (AIR)
3) Untuk mengetahui apakah penggunaan Pendekatan Auditory Intellectually repetition mempengaruhi pola interaksi pembelajaran bahasa Arab pada siswa kelas 4 di MI PUI Kapur- Majalengka
2. Manfaat Penelitian 1) Manfaat Teoritis
Secara teoritis manfaat dari penelitian adalah dapat memberikan informasi baru tentang “Implementasi Pola Interaksi Pembelajaran Bahasa Arab dalam Pendekatan Auditory Intellectually repetition pada siswa kelas 4 di MI PUI Kapur- Majalengka 2) Manfaat Praktis
a. Manfaat Bagi Pendidik
Adanya penelitian ini untuk guru akan mengimplementasikan pola interaksi pembelajaran bahasa arab menggunakan pendekatan auditory intellectually Repeatition
b. Manfaat Bagi Siswa
Penelitian ini guna dalam pembelajaran sehingga siswa belajar dengan mudah dan tidak membosankan. Melalui penelitian ini, hasil bagi data dari
penelitian ini tentang menggunakan pendekatan Auditory Intellectually Repeatition untuk meningkatkan pola interaksi pembelajaran bahasa arab dan solidaritas siswa untuk menciptakan pengetahuan dan mengembangkan wawasan.
c. Manfaat Bagi Sekolah
Penelitian ini berguna sebagai pertimbangan dalam menggunakan pola interaksi yang sesuai untuk topik tersebut.
d. Manfaat Bagi Peneliti
Peneliti memperoleh pengetahuan dan pengalaman selama penelitian dan memberikan informasi tentang implementasi pola interaksi pembelajaran bahasa arab dalam pendekatan auditory intellectually repeatition (AIR) pada siswa kelas 4 di MI PUI Kapur- Majalengka
BAB II
KAJIAN TEORITIK 2.1 Kajian Terdahulu
Ada banyak penelitian sebelumnya yang memiliki topik yang mirip dengan penelitian dengan peneliti sebagai berikut:
1. Nur Hamzah (2014) “Penerapan Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Dalam Pembelajaran Fisika Kelas X IPA 3 SMA Negeri 3 Purworejo “.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman siswa pada pembelajaran siswa pada pembelajaran fisika dengan menggunakan model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR). Jenis penelitian ini adalah menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan pendekatan penelitian kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan model Auditory Intellectually Repetition pada pembelajaran fisika ini dapat meningkatkan kemampuan pemahaman siswa SMA Negeri 3 Purworejo kelas X IPA 3.
Persamaan dari penelitian ini yaitu sama-sama menerapkan model Auditory Intellectually Repetition (AIR) dengan menggunakan penelitian kuantitatif.
Adapun beberapa perbedaan dari Nur Hamzah dan peneliti adalah:
1) Pada variable terikatnya penelitian ini menggunakan Auditory Intellectually Repetition ini sebagai model pembelajaran. Sedangkan peneliti menjadikan Auditory Intellectually Repeatition sebagai variabel bebas dan variable terikatnya adalah pola interaksi pembelajaran bahasa arab.
2) Pada penelitian ini digunakan untuk meningkatkan pemahaman mata pelajaran fisika. Sedangkan penelitian peneliti digunakan untuk meningkatkan pola interaksi pembelajaran bahasa arab antara guru dan siswa.
3) Subjek penelitian yang diteliti oleh Nur Hamzah adalah siswa kelas X IPA 3 SMA Negeri 3 Purworejo. Sedangkan subjek penelititan yang diteliti oleh peneliti adalah siswa kelas 4. Madrasah Ibtida’iyah Sutawangi-Majalengka
4) Jenis metode penelitian yang digunakan oleh Nur Hamzah adalah Penelitian Tindakan Kelas. Sedangkan jenis metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Pre-Eksperimental Design ( Eksperimen).
5) Dalam pelaksanaan pada penelitian ini terjadi dua siklus. Sedangkan penelitian oleh peneliti hanya satu siklus saja.
6) Dalam instrument penelitian oleh Nur Hamzah tidak menggunakan uji validitas dan uji normalitas. Sedangkan dalam instrument penelitian oleh peneliti menggunakan uji validitas dan uji normalitas.
2. Ena (2017) “ Pengaruh Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) Terhadap Hasil Belajar Siswa Di Madrasah Ibtidaiyah Najahiyah Palembang
“.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa pengaruhnya model pembelajaran AIR terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran ilmu pengetahuan alam. Jenis penelitian ini adalah menggunakan Pre-Eksperimental design jenis One Group pretest-posttest design dengan pendekatan penelitian kuantitatif. Hasil penelitian ini adalah telah menunjukkan bahwa model pembelajaran Auditory Intellectualy Repetition ini berhasil mempengaruhi terjadap hasil belajar siswa Madrasah Ibtidaiyah Palembang pada mata pelajaran ilmu pengetahuan alam.
Persamaan dari penelitian ini yaitu sama-sama menggunakan Pre- Eksperimental design jenis One Group pretest-posttest design dengan pendekatan kuantitatif.
Adapun perbedaan dari penelitian Ena dan peneliti adalah:
1) Pada variable bebasnya penelitian ini ingin mengetahui ada atau tidak adanya pengaruh model pembelajaran Auditory Intellectualy Repetition terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran ilmu pengetahuan alam. Sedangkan peneliti menjadikan Auditory Intellectualy Repetition sebagai pendekatan pada mata pelajaran bahasa arab.
2) Pengumpulan datanya penelitian ini menggunakan tes, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan peneliti menggunakan observasi dan tes.
3) Subjek penelitian yang diteliti oleh Ena adalah siswa kelas VI Madrasah Ibtida’iyah Najahiyah Palembang. Sedangkan subjek penelitian yang diteliti oleh peneliti adalah siswa kela IV Madrasah Ibtidaiyah Sutawangi-Majalengka.
3. Kumiatun Fitri (2020) “Pengaruh Media Video Animasi Menggunakan Metode AIR (Auditory Intellectualy Repetition) Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV MI Nahdlatul Mujahidin NW Jempong Pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak”
Penelitian ini bertujuan untuk apakah ada pengaruh media video animasi menggunakan Auditory Intellectualy Repetition terhadap hasil belajar siswa kelas IV MI Nahdlatul Mujahidin NW Jempong pada mata pelajaran akidah akhlak. Jenis penelitian ini adalah menggunakan eksperimen desain dengan jenis Control Group Design pretest-posttes dengan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian ini adalah terdapat pengaruh penggunaan media video animasi menggunakan metode Auditory Intellectually Repetition terhadap hasil belajar siswa kelas IV MI Nahdlatul Mujahidin NW Jempong.
Persamaan dari penelitian ini yaitu sama-sama menggunakan metode penelitian eksperimen dengan pendekatan kuantitatif dan subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas VI Madrasah Ibtidaiyah.
Adapun perbedaan dari penelitian Kumiatun Fitri dan peneliti adalah:
1) Pada variable bebasnya penelitian ini ingin mengetahui ada atau tidak adanya pengaruh media video animasi menggunakan metode Auditory Intellectually Repetition (AIR) terhadap hasil belajar siswa kelas IV MI Nahdlatul Mujahidin NW Jempong pada mata pelajaran akidah akhlak. Sedangkan peneliti ingin mengetahui seberapa meningkatnya setelah menerapkan Pola Interaksi Pembelajaran Bahasa Arab dalam pendekatan auditory intellectually repetition pada siswa kelas 4 di MI PUI Kapur-Majalengka.
2) Subjek penelitian yang diteliti oleh Kumiatun Fitri yaitu siswa kelas IV MI Nahdlatul Mujahidin NW Jempong. Sedangkan subjek penelitian yang diteliti oleh peneliti yaitu siswa kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Sutawangi-Majalengka.
3) Desain eksperimen yang digunakan penelitian yang diteliti oleh Kumiatun Fitri adalah Control Group Desain pretest-posttest. Sedangkan desain eksperimen
yang digunakan penelitian yang diteliti oleh peneliti adalah One Group Desain pretest-posttest.
4. Rani Suryani (2020), ”Persepsi Siswa Terhadap Pola Interaksi DAlam Pembelajaran Bahasa Arab Di Era Pandemi Covid-19 Di MTSN 11 Cirebon”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana persepsi siswa terhadap pola interaksi dalam pembelajaran bahasa Arab di MTs 11 Cirebon dan untuk mengetahui persepsi siswa terhadap pola interaksi dalam pembelajaran bahasa Arab di MTs 11 Cirebon. Jenis penelitian ini adalah menggunakan teknik simple random sampling dan menggunakan metode survey dengan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian ini adalah sebagian kecil siswa mengatakan setuju terhadap pola interaksi pola satu arah dengan prosentase (46,80%) dan dua arah dengan prosentase (46,80%). Sedangkan, Hampir seluruhnya siswa setuju terhadap pola interaksi multi arah dengan prosentase (55,50%).
Persamaan dari penelitian ini yaitu sama-sama menggunakan pendekatan kuantitatif dan menerapkan pola interaksi pembelajaran.
Adapun perbedaan dari penelitian Rani Suryani dan peneliti adalah:
1) Pada variabel bebasnya penelitian ini ingin mengetahui ada atau tidak adanya persepsi siswa terhadap pola interaksi pembelajaran bahasa Arab. Sedangkan peneliti ingin mengetahui seberapa meningkatnya Implementasi Pola Interaksi Pembelajaran Bahasa Arab dalam pendekatan auditory intellectually repetition pada siswa kelas 4 di MI PUI Kapur-Majalengka
2) Subjek penelitian yang diteliti oleh Rani Suryani yaitu siswa kelas VIII MTSN 11 Cirebon. Sedangkan subjek penelitian yang diteliti oleh peneliti yaitu siswa kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Sutawangi-Majalengka.
3) Jenis metode penelitian yang digunakan oleh Rani Suryani adalah menggunakan jenis penelitian survey. Sedangkan jenis metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Pre-Eksperimental Design ( Eksperimen).
2.2 Landasan Teori
1. Pembelajaran Bahasa Arab a. Pengertian
Bahasa Arab dikenalkan melalui pengajaran do’a-do’a shalat dan surat-surat pendek Alqur’an, yaitu juz yang terakhir yang biasa disebut dengan juz amma’
atau turutan. Turutan ini berisi materi pelajaran membaca huruf Alqur’an dengan metode “abjadiyah”. Selanjutnya pengenalan bahasa Arab tidak hanya sebatas dibaca dalam melaksanakan ritual ibadah, tapi perlu pemahaman atas ajaran- ajaran serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Lantas lahirlah bentuk pengajaran dengan tujuan pendalaman ajaran agama Islam. Ilmu-ilmu bahasa Arab seperti nahwu, sharaf, dan balaghah menjadi bagian dari materi pelajaran bahasa Arab di samping materi-materi fiqh, akidah, dan tafsir (Afendi, 2004)
b. Tujuan Pembelajaran Bahasa Arab
Tujuan pembelajaran bahasa Arab di Madrasah adalah siswa mampu memahami dan mempraktekkan bahasa Arab dengan lancar seperti bahasa asing yang lainnya dalam kehidupan sehari-harinya dengan cara berbicara atau menulis (Rohman, 2014)
c. Karakteristik Pembelajaran Bahasa Arab
Pengetahuan tentang karakteristik bahasa Arab merupakan tuntutan yang harus dipahami oleh para pengajar bahasa Arab, karena pemahaman akan di kursus ini akan memudahkan mereka yang berkecimpung pada bidang pendidikan dan pengajaran bahasa Arab dalam melaksanakan kegiatan proses pembelajaran.
2. Pola Interaksi a. Pengertian
Pola dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah system. Sedangkan interaksi adalah suatu jenis tindakan yang terjadi ketika dua atau lebih objek mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain, atau disebut juga berkomunikasi antara dua orang atau lebih. Jadi, jika dihubungkan dengan pola interaksi adalah bentuk-bentuk dalam proses terjadinya interaksi atau komunikasi.(Boualloub, 2010)
Proses belajar mengajar senantiasa merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi, yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar, dengan siswa sebagai subjek pokoknya (Sardiman A.M, 2012). Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, melainkan sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri (Abdul Majid, 2013), karena tanpa adanya interaksi maka proses pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik sebagai mestinya.
Adapun pola interaksi yang dimaksudkan oleh peneliti ini yaitu cara pendidik memberikan penjelasan terkhususnya dalam pembelajaran bahasa Arab
Menurut Endang Saifudin Ansari pola adalah suatu keseluruhan yang terdiri atas beberapa unsur yang satu dengan yang lainnya yang berhubungan secara korelatif, saling mendukung, saling menopang, saling mengukuhkan, dan saling menjelaskan. Sedangkan menurut Syaiful Bahri Djamarah bahwa pola interaksi yaitu sebagai pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat, sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.(Ariana, 2016)
Jadi, kesimpulan dari penjelasan diatas adalah kemampuan seorang indiividu dalam melakukan hubungan sosial dengan individu lain atau kelompok dengan ditandai adanya kontak sosial dan komunikasi. Oleh karena itu, pola interaksi merupakan suatu cara atau bentuk-bentuk interaksi yang saling memberikan pengaruh timbal balik guna mencapai tujuan.
Adapun pola interaksi dalam Pendidikan sangat penting untuk menciptakan apa yang diinginkan sekolah antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Untuk menciptakan hubungan yang baik antara guru dengan siswa, maka seorang guru hendaknya dalam berinteraksi menggunakan pola-pola interaksi yang bisa membuat siswa lebih aktif, sehingga proses pembelajaran berjalan dengan baik.
Dalam proses belajar mengajar tidak terlepas dari interaksi, tanpa adanya interaksi didalamnya proses belajar mengajar tidak akan berjalan dengan baik.
Interaksi ini akan terlaksana jika ada hubungan baik antara guru dengan
siswanya. Dengan demikian, akan menciptakan dorongan dari guru terhadap siswa akan timbul sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.
Dalam penelitian ini, pola interaksi yang dimaksud adalah bagaimana pola interaksi antara guru terhadap siswa selama dalam proses pembelajaran bahasa arab, atau mengggambarkan bagaimana pola interaksi guru terhadap siswa selama dalam proses pembelajaran bahasa arab. Jadi, menurut peneliti interaksi yang bernilai Pendidikan ataupun yang disebut dengan interaksi edukatif, sebagai contoh dari pola interaksi adalah dalam seorang guru menghadapi peserta didik merupakan suatu kelompok manusia didalam kelas. Dikarenakan akan tampak bahwa pendidik mencoba untuk menguasai kelasnya supaya proses interaksi berlangsung dengan baik, dimana terjadi respon timbal balik antara guru dan siswa.
b. Jenis-Jenis Pola Interaksi Pembelajaran
Menurut Chauhan (Widyastuti, 2016) mendefinisikan tentang pengertian dari pembelajaran, bahwasannya pembelajaran merupakan upaya dalam memberikan rangsangan atau stimulus, bimbingan, pengarahan dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar. Oleh karena itu, pola interaksi dalam pembelajaran terdapat beberapa jenis interaksi antara guru dan siswa yaitu:
1) Pola Interaksi Satu Arah
Pola interaksi satu arah merupakan bentuk interaksi atau komunikasi antara guru dengan siswa, yang dimana pada pola ini guru bersifat lebih aktif dan siswa bersifat pasif. Karena guru hanya memberikan materi pembelajaran saja, dan siswa hanya menerima penjelasan materi dari guru tanpa aktif mengkritik dari penjelasan tersebut.
Gambaran pola interaksi satu arah:
2) Pola Interaksi Dua Arah
Pola interaksi dua arah merupakan bentuk interaksi atau komunikasi antara guru dengan siswa yang dimana pada pol aini guru tidak hanya memberikan penjelasan materi saja. Akan tetapi, guru memberikan stimulus yang baik dan rangsangan saja untuk siswa, sehingga siswa aktif dalam pembelajaran dan berani mengeluarkan pendapatnya hingga siswa dapat memecahkan masalah yang diberikan.
Dalam pola interaksi dua arah, guru hanya sebagai fasiloitator bagi siswanya. Dimana seorang guru mengantar siswa untuk menciptakan suasana belajar yang memungkinkan, apabila siswa dihadapkan dengan macam-macam pertanyaan yang menyangkut materi, sehingga siswa dapat menimbulkan inisiatif untuk memecahkan masalah tersebut. Jadi, pola interaksi dua arah yaitu guru bersifat aktif, sedangkan siswa bersifat sedikit aktif dalam pembelajaran
Berikut gambaran pola interaksi dua arah:
3) Pola Interaksi Multi Arah
Pola interaksi multi arah merupakan interaksi atau komunikasi yang terjadi bebas tanpa batas antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa yang lainnya.
Karena dala pola interaksi ini guru hanya menciptakan suasana belajar atau kondisi yang dimana akan menciptakan belajar yang aktif oleh siswa. Jadi, dalam pola interaksi multi arah ini guru bersifat hanya sebagai fasilitator saja, sedangkan siswa bersifat lebih aktif baik dengan guru maupun dengan siswa yang lainnya.
Berikut gambaran pola interaksi multi arah:
Proses kegiatan interaksi belajar mengajar yang dilakukan oleh guru didalam kelas akan mempengaruhi jalannya proses pembelajaran. Ketika siswa tidak dapat bertanya pada saat kegiatan belajar mengajar dapat menghambat berlangsungnya proses kegiatan belajar mengajar tersebut. Proses ini diharapkan dapat memicu keterampilan guru, sehingga keterampilan guru dalam mengajar perlu dipersiapkan dengan membuat rencana pembelajaran sebaik-baiknya dan semenarik mungkin.
Syarat terjadinya interaksi menurut Elly M. Setiadi dalam buku Ilmu Sosial dan Budaya Dasar mengatakan “untuk terjadinya suatu interaksi sosial diperlukan adanya syarat-syarat yang harus ada, yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi (M. Setiadi, Elly, 2007)
Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam proses pembelajaran dapat menggunakan tiga pola diantaranya pola komunikasi satu arah dimana guru aktif sedangkan peserta didik pasif atau berpusat pada guru saja. Pola komunikasi dua arah dimana guru dan peserta didik berperan sepenuhnya, atau dapat dikatakan guru ke peserta didik, peserta didik ke guru. Dan
yang ketiga adalah pola komunikasi banyak arah atau multi arah dimana sumber utama tidak hanya dari guru tetapi peserta didik yang lain atau guru ke peserta didik, peserta didik ke guru, dan peserta didik ke peserta didik.(Asra, 2008)
Oleh karena itu, peneliti memilih pola interaksi dua arah dan multi arah.
Karena peneliti ingin dalam proses pembelajaran dalam penelitian tidak hanya guru saja yang aktif dalam memberikan stimulus, akan tetapi siswa ikutserta dalam berperan aktif ketika proses belajar mengajar berlangsung. Siswa akan diarahkan lebih aktif, agar bisa berinteraksi dengan guru dan berinteraksi dengan teman sebayanya atau siswa yang lainnya.
3. Pendekatan Auditory Intellectually Repetition a. Pengertian
Menurut Fullan (1982) dan Miller and Seller (1985) implementasi merupakan penerapan pembelajaran suatu proses peletakkan ke dalam bentuk tentang suatu ide, program atau seperangkat aktivitas baru bagi orang dalam mencapai atau mengharapkan perubahan. Implementasi dapat juga dijelaskan bahwa implementasi adalah sebuah tindakan yang dilakukan baik secara individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dalam situasi yang baru dan nyata. (Fatah, 1981)
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu perbuatan atau tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang disusun secara matang dan terperinci dalam melakukan proses pembelajaran. Termasuk didalamnya kemampuan menerapkan model pembelajaran atau pendekatan dalam pembelajaran. Dalam Pendidikan, pemakaian pendekatan pembelajaran dalam proses belajar mengajar sangat membantu dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Sedangkan pendekatan merupakan ide atau prinsip cara memandang dalam menentukan kegiatan pembelajaran (Pembelajaran, 2003). Menurut Sanjaya, pendekatan adalah suatu pembelajaran yang dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang guru terhadap proses pembelajaran.
Dari penjelasan tersebut pendekatan yaitu sebagai titik tolak atau sudut pandang guru terhadap proses pembelajaran yang merujuk pada pandangan
tentang terjadinya proses yang sifatnya masih umum, didalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu.
Terdapat beberapa macam pendekatan yang dilakukan oleh guru ketika sedang melaksanakan belajar-mengajar diantaranya yaitu, pendekatan kontekstual (CTL), pendekatan ekspository, pendekatan induktif, pendekatan deduktif, pendekatan konstruktivisme, pendekatan problem solving, pendekatan open-ended dan pendekatan saintifik.
Oleh karena itu, pada penelitian ini peneliti akan menggunakan pendekatan konstruktivisme. Yang dimana pendekatan ini merupakan salah satu pendekatan yang sesuai dengan Auditory Intellectually Repetition, karena pendekatan konstruktivisme adalah pendekatan yang menekankan bahwa belajar harus memanfaatkan semua alat panca indra yang dimiliki oleh siswa.
Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran menerapkan pembelajaran secara kooperatif intensif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila siswa dapat saling mendiskusikan masalah-masalah itu dengan temanya.
Menurut Huda (2003) pembelajaran Auditory Intellectually Repetition adalah bahwa pembelajaran ini mirip dengan pembelajaran Somatic, Auditory, Visualitation, Intellectually (SAVI) dan Visualitation, Auditory, Kinestetik (VAK) (Dan et al., 2011). Hanya saja terdapat perbedaan dari ketiganya, adapun letak perbedaannya adalah hanya terletak pada repitisi yaitu pengulangan yang bermakna pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau kuis.
Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition merupakan salah satu pembelajaran yang kooperatif, sehingga karakteristik pembelajaran kooperatif terdapat dalam pembelajaran ini. Pembelajaran kooperatif adalah strategi belajar dengan jumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Sedangkan pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) adalah pembelajaran yang menganggap bahwa suatu
pembelajaran akan efektif jika memperhatikan tiga hal tersebut yaitu Auditory (menyimak), Intellectually (berpikir), Repetition (pengulangan/mengulang).
Auditory (menyimak) merupakan indera telinga yang digunakan dalam belajar dengan cara menyimak. Menurut Dave Meier (2002: 95) mengemukakan bahwa auditory diajarkan terutama oleh bangsa Yunani Kuno, karena filosofi mereka jika mau belajar lebih banyak tentang apa saja, maka bicarakanlah tanpa henti (Pada &
XI, 2022). Jadi kesimpulannya, auditory adalah salah satu aktifitas belajar dengan cara menyimak, yangmana melatih siswa untuk berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat dan menanggapi. Tidak mungkin materi yang disampaikan oleh guru dapat diterima dengan baik oleh siswa apabila siswa tersebut tidak menggunakan pendengaran dalam arti lain mendengar. Hal ini berarti bahwa auditory sangat penting dalam memahami materi, sehingga koneksi antara telinga dan otak dapat dimanfaatkan secara optimal.
Intellectually (berpikir) yaitu belajar dengan berpikir untuk menyelesaikan masalah. Intellectually merupakan sebagai sarana yang digunakan manusia untuk berpikir guna menyatukan pengalaman belajar dan membentuk sebuah arti dalam berpikir. Menurut Meier, Intellectually menunjukkan apa yang dilakukan pembelajar dalam pikiran mereka secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman tersebut. Untuk itu Intellectually juga menghubungkan pengalaman mental, fisik, emosional, dan gerak tubuh untuk membuat makna baru bagi diri sendiri (MIFTAHUL RESKI PUTRA NASJUM, 2020). Jadi, kesimpulan dari penjelasan diatas yaitu bahwa Intellectually merupakan pembelajaran yang menggunakan kemampuan berpikir dan belajar haruslah dengan konsentrasi pikiran, karena proses pembelajaran intellectually yaitu lebih menunjuk pada kegiatana yang dilakukan oleh siswa didalam pikiran masing-masing, saat mereka memakai kepintaran untuk memikirkan pengalaman yang merujuk kepada apa yang dikerjakan oleh siswa didalam pola pikir mereka sendiri. Oleh karena itu, guru harus berusaha memfokuskan dan mengarahkan siswa demi tercapainya pemahaman konsep yang maksimal pada siswa.
Sedangkan Repetition merupakan pembelajaran dengan adanya pengulangan, maksud dari pengulangan yaitu salah satu prinsip pada suatu pembelajaran.
Melalui pengulangan, maka daya-daya tersebut akan berkembang, seperti mengamat, menanggap, mengkhayal, merasakan, berpikir, dan sebagainya.
(Model et al., 2017). Ngalimun berpendapat bahwa repetition adalah pengulasan dengan tujuan mendalam juga memperluas pemahaman siswa yang harus dilatih dengan pemberian tugas, soal, atau kuis. Jadi, kesimpulan dari penjelasan diatas bahwa repetition merupakan mengulang suatu perbuatan berkali-kali, bahwasannya dengan adanya pengulangan yang dilakukan bertujuan untuk memperdalam dan memperluas pemahaman siswa. Oleh karena itu, dalam pembelajaran repetition ini guru mampu mengulangi materi pelajaran yang sedang atau sudah dijelaskan.
b. Kelebihan dan Kekurangan Auditory Intellectually Repetition 1) Kelebihan
Terdapat beberapa kelebihan dalam pembelajaran Auditory Intellectualy Repetition diantaranya:
Siswa akan lebih terlihat aktif dan sering mengekspresikan idenya
Siswa memiliki kesempatan lebih banyak memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan secara komprehensif
Siswa lebih termotivasi untuk memberikan bukti dan penjelasan 2) Kekurangan
Adapun kekurangan dalam pembelajaran Auditory Intellectually Repetition yaitu:
Membuat dan menyiapkan masalah yang bermakna bagi peserta didik bukanlah hal yang mudah. Pendidik juga harus mempunyai persiapan yang lebih matang sehingga dapat menemukan masalah tersebut.
Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit, sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.
Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka.
2.3 Kerangka pikir
Kerangka pikir adalah kesimpulan untuk mengetahui adanya hubungan antar variabel dalam penelitian. Sugiyono (2017:60) berpendapat, kerangka pikir adalah model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang diidentifikasi sebagai masalah penting. Berikut ini adalah gambaran kerangka pikir dalam penelitian ini:
Konsep kerangka di ilustrasikan pada diagram berikut;
2.4 Hipotesa
Hipotesa atau hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, yang dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru
Pendidik
Pembelajaran Bahasa Arab di MI Sutawangi-Majalengka
Peserta didik
Pola Interaksi Antara Guru dan Siswa
Pembelajaran Auditory Intellectually Repetititon (AIR)
didasarkan pada teori yang relavan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. (Brier & lia dwi jayanti, 2020)
Pengujian hipotesis dilakukan setelah mengetahui bahwa data yang didapat berdistribusi normal dan bersifat homogen. Pada penelitian ini pengujian hipotesis menggunakan uji independent t-test atau sering disebut dengan uji t. Menurut Riduwan (2013:159), uji t mempunyai dua rumus yang dapat digunakan, yaitu standar deviasi populasi diketahui menggunakan Z-hitung, dan standar deviasi sampel tidak diketahui menggunakan t hitung.
Menurut Nasir (1990) menyatakan bahwa hipotesis tersusun berdasarkan teori, maka belum tentu isinya selalu mutlak benar. Untuk itulah diperlukan data empiris untuk menguji apakah jawaban yang tertera dalam hipotesis itu masih relavan kebenarannya.
Sedangkan menurut Margono (1997:80) menyatakan bahwa hipotesis merupakan suatu kemungkinan jawaban dari masalah yang diajukan, dan ini ialah dugaan yang bijaksana dari si peneliti yang diturunkan dari teori yang telah ada. (Drs. Tjetjep Samsuri, 2003)
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah jawaban sementara atas peristiwa-peristiwa atau gejala-gejala tentang sesuatu yang ditarik dari suatu teori, yang dimana jawaban sementara atas kejadian itu perlu dibuktikan kebenarannya atau mungkin juga salah, maka jawaban tersebut masih perlu diuji kebenarannya.
Uji hipotesis ini dilakukan setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas dengan distribusi normal dan homogen, kemudian analisis dilanjutkan dengan uji hipotesis menggunakan uji Independent sample t-test. Teknik ini digunakan untuk menguji apakah suatu nilai tertentu berbeda secara signifikan atau tidak dengan rata2 suatu sempel, atau untuk menguji perbedaan rata-rata suatu sempel dengan suatu nilai hipotesis.
Uji t sempel independent menggunakan perangkat lunak IBM Statistical Package for Social Sciences (SPSS) 25.0 for windows dengan tingkat signifikan 0,05. Dengan pengambilan keputusan pilihan pada uji independent sample t-test pada SPSS yaitu jika t hitung < t table maka Ho diterima dan Ha ditolak, sedangkan jika t hitung > t table maka Ho ditolak dan Ha diterima.
1. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa ada meningkatnya " Implementasi Pola Interaksi Pembelajaran Bahasa Arab dalam Pendekatan Auditory Intellectually repetition pada siswa kelas 4 di MI PUI Kapur- Majalengka "
2. Hipotesis Statistik
Dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan oleh peneliti adalah:
Ha : Adanya Implementasi Pola Interaksi Pembelajaran Bahasa Arab dalam Pendekatan Auditory Intellectually repetition pada siswa kelas 4 di MI PUI Kapur- Majalengka
Ho : Tidak adanya Implementasi Pola Interaksi Pembelajaran Bahasa Arab dalam Pendekatan Auditory Intellectually repetition pada siswa kelas 4 di MI PUI Kapur- Majalengka
Interpretasi N-gain adalah selisih antara nilai pretest dan post tes, gain menunjukkan peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa setelah pembelajaran dilakukan guru. N-gain yang di normalisasikan, dapat dihitung dengan rumus:
N-Gain = Skor Posttest – Skor Pretest Skor Maksimum – Skor Pretest
Tinggi rendahnya N-Gain yang dinormalisasikan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel
Interpretasi N-Gain
Nilai Kategori
N-Gain ≥ 0,70 Tinggi
0,30 < N-Gain < 0,70 Sedang
N-Gain ≤ 0,30 Rendah
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan penelitian eksperimen kuantitatif. (Mulyadi, 2011: 134) penelitian kuantitatif merupakan suatu proses menemukan pengetahuan yang yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menganalisis keterangan mengenai apa yang ingin diketahui. Penelitian kuantitatif dipilih karena sebagai upaya menyelidiki masalah. Yang dimana masalah tersebutlah yang mendasari peneliti mengambil data, menentukan variabel dan kemudian diukur dengan angka agar bisa dilakukan analisa sesuai dengan prosedur statistik yang berlaku.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen. Metode eksperimental adalah metode penelitian kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen (perlakuan) terhadap variabel dependen (hasil) dalam kondisi terkendali.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah eksperimental. Ini adalah metode yang digunakan untuk meneliti efek dari beberapa pengaruh pada orang lain. Jenis penelitian eksperimen yang digunakan adalah Pre-Eksperimental Design, jenis penelitian yang hanya melibatkan satu kelas eksperimen yang dilakukan tanpa kelompok pembanding untuk mengetahui pengaruh media gambar serial terhadap kemampuan bicara siswa kelas.
Desain dalam tulisan ini adalah One Group Pre-Test- Post Test Design. Desain ini digunakan karena penelitian ini hanya mencakup satu bab, kelas eksperimen yang
dimulai dengan pretest sebelum perlakuan dan kemudian postest sesudah diberikan perlakuan perlakuan.
Penelitian ini menguji pola interaksi antara guru dan siswa dalam Pendekatan Auditory Intellectually repetition. Melalui tahap observasi dan tes berupa pretest dan posttest. Dapat digambarkan sebagai berikut:
Keterangan:
Oₗ = Nilai Pretest ( Sebelum diberi Perlakuan) O₂ = Nilai Postest ( Setelah diberi Perlakuan)
3.2 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah karakteristik, sifat atau nilai seseorang, tujuan atau kegiatan yang memiliki perbedaan tertentu yang ditentukan peneliti untuk dipelajari dan kemudian menarik kesimpulan. (Sugiyono, 2013). Variabel penelitian dapat dilihat dari dua sudut, yaitu dari sudut peran diagnostik dan sifat. Dari segi perannya, variabel ini dapat dibagi menjadi dua jenis: variabel dependen (Y) adalah variabel yang digunakan sebagai faktor yang dipengaruhi oleh satu atau sejumlah variabel lain, dan variabel independen (X) adalah variabel yang berperan dalam mempengaruhi variabel lain.
(Haqul: 1989: 51)
Keterangan:
X = Implementasi pola interaksi pembelajaran bahasa arab Y = Pendekatan Auditory Intellectually Repetition
X Y
3.3 Definisi Konseptual
1. Pola Interaksi Pembelajaran Bahasa Arab
Kesuksesan pembelajaran juga dapat dilihat dari aktivitas interaksi antara guru, peserta didik, dan lingkungan sekitar. Dalam pembelajaran bahasa Arab interaksi antara guru dan peserta didik sudah cukup baik, hanya saja yang menjadi masalah disini adalah belum adanya cemistri diantara guru dengan murid, hal ini menjadikan sulit tercapainya tujuan pembelajaran tersebut.
2. Pendekatan Auditory Intellectually Repetition
Menurut Meier (2002: 91) Auditory berarti belajar dengan berbicara dan mendengarkan. Sedangkan Intellectually adalah belajar dengan memecahkan masalah dan merenung. Dan Repetition yaitu belajar dengan pengulangan yang diperlakukan dalam pembelajaran agar pemahaman lebih mendalam dan lebih luas.
3.4 Definisi Operasional
Implementasi pola interaksi pembelajaran bahasa Arab dalam pendekatan auditory intellectually repetition dapat diketahui menggunakan tes. Tes yang akan diujikan dalam penelitian ini adalah tes tulis dengan jumlah 25 soal. 25 soal berupa soal pilihan ganda yang setiap nomor terdapat 4 opsi jawaban. Setiap satu soal diberikan bobot nilai 4, jadi ketika diakumulasikan menjadi 100 poin.
3.5 Populasi dan Sampel
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi, populasi bukan hanya orang tetapi juga objek dan benda-benda alam lainnya. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek atau subjek yang dipelajari, akan tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek itu (sugiyono, 2017, p. 117) Menurut Sugiyono, sampel ialah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Apabila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Oleh karena itu, sampel yang diambil dari populasi
harus benar-benar mewakili. (sugiyono, Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan r&d, 2006, hal. 81).
Berdasarkan penelitian diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa populasi merupakan kumpulan dari beberapa objek yang akan diteliti. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas 4 di MI Sutawangi-Majalengka yang terdiri dari 2 kelas yaitu kelas 4 A dan kelas 4 B. Maka seluruh Kelas 4 MI Sutawangi- Majalengka dengan jumlah peserta sebanyak 43 peserta didik dan dari jumlah tersebut dibagi menjadi 2 kelas, kelas A berjumlah 22 peserta didik dan kelas B berjumlah 21 peserta didik.
3.6 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini disebut probability sampling berupa cluster sampling yang dilakukan dengan mengambil materi berdasarkan kelompok atau jenjang di sekolah. Sampel yang akan diambil adalah satu kelompok, yaitu kelas 4 B, yang terdiri dari 21 siswa. Karena jumlah peserta didik kurang dari 100 orang, maka total sampel diambil secara keseluruhan. Oleh karena itu, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sampel jenuh.
لودجلا 3.1
)دملتلا ءامسأ( ةبرجتلا لصف
مقرلا مسلإا
1 . Alfan Hakim A
2 . Ananda Ramadhanty
3 . Dimas Luthfi M.F
4 . Dina Nuansa Jati S
5 . Firda Putri K
6 . Fitria Agustin
7 . Habibah
8 . Maritza Aulia Tanjung
9 . M. Rafi Hafizd
10 . Nafilah Hasna
11 . Priccilia Shaira A
12 . Puja Fauzan
13 . Raka Andra M
14 . Redi Kumala
15 . Reygha Dwi A.S
16 . Tio Nugrahatul
17 . Yesi Putri Hardiana
18 . Zhahira Talita Zahran
19 . Rindiany Livasya
20 . M. Naufal Hamzah
21 . Apria Nur Alam
3.7 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk memecahkan masalah penelitian. Maka dari itu peneliti akan menggunakan tiga pengumpulan data yaitu sebagai berikut:
1. Observasi
Peneliti menyusun penelitian dengan menggunakan teknik observasi dalam bentuk observasi partisipan. Teknik ini adalah metode pengamatan, evolusi atau situasi sosial yang paling efektif. Salah satu data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah dari hasil yang diamati.
Anas Sudijono mengatakan, observasi adalah proses mengamati dan merekam fenomena yang diteliti secara sistematis. Saat mengumpulkan data observasi, ada dua jenis observasi yang dapat dibedakan, yaitu observasi partisipan dan observasi non partisipan. Observasi partisipan adalah observasi yang dilakukan oleh peneliti dimana peneliti juga berpartisipasi dalam kegiatan belajar dan objek yang diamati. Pada non-partisipant peneliti hanya pengamat independen dan non- partisipan (Sugiyono, 2019).
2. Tes
Tes adalah alat untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan aspek kognitif subjek untuk penelitian. Kemudian, Kerlinger dalam Susetyo mendefinisikan tes sebagai seperangkat rangsangan yang diberikan kepada
seseorang (subjek penelitian) dengan tujuan memperoleh jawaban yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan skor atau angka. Menurut Nurgiyantoro, tes adalah alat atau prosedur sistematis untuk mengukur sampel perilaku, misalnya untuk menjawab pertanyaan "seberapa baik seseorang melakukannya" di mana jawabannya adalah angka. (Asdar, 2018, hlm. 108).
Tingkat pemahaman siswa tentang materi yang diperlukan dan tujuan pembelajaran khusus harus dinilai menggunakan Pretest dan Postest. Pretest sering dikenal sebagai pra-pengujian. Tujuannya adalah untuk mengetahui kemampuan awal murid dalam kaitannya dengan materi yang akan disampaikan. Post-test sering dikenal sebagai ujian akhir. Tujuannya adalah untuk mengetahui keberhasilan proses pengajaran dan untuk mengukur penguasaan murid terhadap efisiensi materi yang diajarkan.
a) Pretest
Pre-test adalah tes pertama yang dilakukan oleh peneliti. Menurut Purwanto (2012:28) pre-test adalah tes yang diberikan sebelum dimulainya pengajaran dan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penguasaan siswa terhadap bahan ajar (pengetahuan dan keterampilan) yang akan diajarkan. Tes ini diambil dari pelajaran subjek tentang "Anggota keluarga" dan terdiri dari 25 pertanyaan.
b) Posttest
Post-test merupakan tes akhir setelah edukasi yang dilakukan oleh peneliti.
Tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh setelah peneliti melakukan edukasi yang peneliti lakukan kepada peserta didik.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan post-test untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan pola interaksi pembelajaran bahasa arab dalam pendekatan auditory intellectually repetition. Tes diambil dari topik pelajaran tentang "Anggota keluarga" dan terdiri dari 25 pertanyaan.
3.8 Uji Instrumen
Uji instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam dan sosial yang diamati (Sugiyono, 2013: 148) dalam (Syarifuddin, 2017). Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana implementasi pola
interaksi pembelajaran bahasa Arab dalam pendekatan auditory intellectually repetition pada siswa kelas 4 di MI PUI Kapur- Majalengka.
1. Uji Validitas
Validitas adalah salah satu ciri yang menandai tes hasil belajar yang baik.
Untuk menentukan apakah suatu tes hasil belajar menggunakan pendekatan Auditory Intellectually Repeatition ini telah memiliki validitas atau daya ketepatan mengukur.
Tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur.
(Syamsuryadin & Wahyuniati, 2017)
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis data statistic yang digunakan untuk menguji hubungan variabel berupa Product Moment Correlation.
Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:
Keterangan:
rxy: Koefisien korelasi antara variable x dan variable y, dua variable yang dikorelasikan
N: Jumlah sampel
X: Nilai hasil eksperimen (x) Y: jumlah skor dari variable (y)
Validitas data dapat diukur dengan menggunakan r hitung dengan t tabel.
Apabila r hitung > t tabel, dari nilai positif maka butir pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan valid dan apabila sebaliknya maka tidak valid.
مقر لاؤسلا قدصلا
ريرقت
لاؤسلا rhitung rtabel
١ 0,361
0,195 قدص ريغ
٢ 0,361
0,241 قدص ريغ
٣ 0,361
0,634 قدص
} Y) ( Y N { } ) X ( X {N
Y) ( X) ( - XY xy N
r
2
2
2
2
٤ 0,361
0,017 قدص ريغ
٥ 0,361
0,219 قدص ريغ
٦ 0,361
0,130 قدص ريغ
٧ 0,361
0,507 قدص
٨ 0,361
0,119 قدص ريغ
٩ 0,361
0,250 قدص ريغ
١٠ 0,361
0,202 قدص ريغ
11 . 0,361
0,121 قدص ريغ
12 . 0,361
0,411 قدص
13 . 0,361
0,476 قدص
14 . 0,361
0,518 قدص
15 . 0,361
0,060 قدص ريغ
16 . 0,361
0,397 قدص
17 . 0,361
0,314 قدص ريغ
18 . 0,361
0,370 قدص
19 . 0,361
0,203 قدص ريغ
20 . 0,361
0,850 قدص
21 . 0,361
0,850 قدص
22 . 0,361
0,850 قدص
23 . 0,361
0,850 قدص
24 . 0,361
0,850 قدص
25 . 0,361
0,850 قدص
Pernyataan hasil itu Jika hasil r-hitung lebih besar dari hasil r-tabel, pertanyaannya benar. Jumlah soal untuk tes kejujuran adalah 13 soal. Dan kesimpulannya bahwa semua pertanyaan dari tes itu benar. Peneliti mengambil 13 soal untuk pre-test dan post-test.
2. Uji Reliabilitas
Uji Releabilitas merupakan penerjemahan dari kata reability yang mempunyai asal kata rely yang artinya percaya atau reliabel artinya dapat dipercaya.
Keterpercayaan berhubungan dengan ketepatan dan konsistensi. Tes hasil belajar dapat dikatakan dapat dipercaya apabila dapat memberikan hasil pengukuran hasil belajar yang relative tetap secara konsisten. (Syamsuryadin & Wahyuniati, 2017)
Rumus yang digunakan dalam uji releabilitas ini rumus Alpha-Cronbach yaitu sebagai berikut:
Keterangan:
r11 : Reliabilitas Istrumen k : Jumlah Butir Pertanyaan ∑ ab2 : Jumlah Varian Butir
a2t : Jumlah Varian Total
لودجلا 3.4
رابتخلاا تابث ةجرد
تابثلا ةجرد ةميق
ادج عفترم 0,80
r١١≥>
1 00،
عفترم 0 70،
r١١≥>
0,80
ةيافك 0 40،
r١١≥>
0 70،
ضفخنم 0 20،
r١١≥>
0 40،
ادج ضفخنم 0 00،
r١١≥>
0 20،
: ردصملا) )
Suherman: 1990 :139 (
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.700 25
r11
= [
(k−k1)] [
1−∑
α2tα b2]
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa koefisien alfa Cronbach menerima nilai 0,700 pada periode 0,70 <r_11≥ 0,80,
sehingga dapat disimpulkan bahwa butiran alat kuat.
3.9 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peneliti menggunakan Uji Normalitas data dan Uji Hipotesis. Yangdimana keduanya memiliki bentuk pengujian yang berbeda.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas data merupakan bentuk pengujian tentang kenormalan distribusi data. Adapun tujuan dari uji normalitas ini adalah untuk mengetahui apakah data yang terambil merupakan data terdistribusi normal atau tidak.
Maksud dari data distribusi normal adalah data akan mengikuti bentuk distribusi normal dimana data memusat pada nilai rata-rata dan median. Pada pembahasan penelitian ini, uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov- Smirnov dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
x2 : Chi Kuadrat
Oi : Frekuensi yang diobservasi Ei : Frekuensi yang diharapkan
x2=
∑
i=1
k (Oi−Ei)2 Ei
Langkah selanjutnya adalah nilai X2 hitung yang telah diperoleh dan dibandingkan dengan X2tabel dengan derajat kebebasan (dk = K -3 ) dan taraf signifikan α = 5%. Data dikatakan normal apabila X2hitung > X2tabel.
2. Uji Hipotesis
Sedangkan uji hipotesis merupakan dugaan atau pernyataan sementara yang perlu dibuktikan kebenarannya. Uji hipotesis dilakukan menggunakan rumus Uji T ( Pair T Test) yang berfungsi untuk membandingkan selisih dua rata-rata dari hasil pretest-posttest satu sampel yang berpasangan dengan asumsi data berdistribusi normal. (Hanief & Himawanto, 2017)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Analisis Data
1. Hasil Pembahasan
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data didistribusikan normal atau tidak . Model regresi yang baik adalah distribusi data normal. Dalam makalah ini, uji normalitas dievaluasi menggunakan One-Sample-Kolmogorov-Smirnov-Test dengan kriteria berikut:
Standar untuk nilai signifikan adalah:
Monte Carlo Sig (2-tailed)>0,05 (data distribusi normal)
Monte Carlo Sig (2-tailed)<0,05 (data didistribusikan luar biasa)
ا رل مق ذيملاتللا مسلإا
رابتخلاا ىلبقلا
1 .
Alfan Hakim A
85
2 .
Ananda Ramadhanty
46
3 .
Dimas Luthfi M.F
23
4 .
Dina Nuansa Jati S
77
5 .
Firda Putri K
23
6 .
Fitria Agustin
69
7 .
Habibah
23
8 .
Maritza Aulia Tanjung
62
9 .
M. Rafi Hafizd
54
10 .
Nafilah Hasna
46
11 .
Priccilia Shaira A
62
12 .
Puja Fauzan
54
13 .
Raka Andra M
31
14 .
Redi Kumala
62
15 .
Reygha Dwi A.S
46
16 .
Tio Nugrahatul
46
17 .
Yesi Putri Hardiana
38
18 .
Zhahira Talita Zahran
38
19 .
Rindiany Livasya
62
20 .
M. Naufal Hamzah
54
21 .
Apria Nur Alam
23
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
pretest .113 21 .200* .948 21 .307
postest .148 21 .200* .889 21 .022
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction