• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi M dimas khoiri Semhas blm full

N/A
N/A
Andri Noval

Academic year: 2025

Membagikan "Skripsi M dimas khoiri Semhas blm full"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

KONSOLIDASI (CONSOLIDATION TEST) PADA TANAH LEMPUNG

SKRIPSI

Disusun Sebagai Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang

Oleh:

MUHAMMAD DIMAS KHOIRI 112020017

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2024

(2)

PRAKATA Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah Subhana Wa Ta’ala, atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “Pengaruh Pemanfaatan Limbah Beton Sebagai Stabilitas Tanah Terhadap Nilai California Bearing Ratio (CBR) Dan Konsolidasi (Consolidation Test) Pada Tanah Lempung”. Adapun Tugas Akhir ini diajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan jenjang Strata 1 di Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil di Universitas Muhammadiyah Palembang.

Penyelesaian penulisan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Abid Djazuli S.E., M.M., Selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Palembang.

2. Bapak Ir. Junaidi MT, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang.

3. Bapak Ir. Lukman Muizzi, MT, selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil di Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang.

4. Bapak Muhammad Arfan, S.T., M.T., selaku Pembimbing I pada penyusunan Skripsi ini.

5. Bapak Verinazul Septriansyah, S.T, MT, selaku Pembimbing II pada penyusunan Skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Palembang.

7. Teman-teman Seangkatan saya dan adik-adik tingkat yang selalu support penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

i

(3)

Dan tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua tercinta , ayahanda Alm Mulyono, S.Pd.SD dan ibunda Yanti Malam, S.Pd.SD yang telah banyak memberikan doa serta selalu memberi semangat dan motivasi dalam menuntut ilmu di Universitas Muhammadiyah Palembang.

2. Kakak Kakak tercinta Ajeng Safitri S.AP , serta adik tercinta Anisa Nur Khofiva yang telah memberikan do’a serta semangat dan motivasi dalam menuntut ilmu di Universitas Muhammadiyah Palembang.

3. Dosen sekalipun Penanggung jawab laboratorium Mekanika Tanah ibu Hartini S.T,M.T yang telah membantu dalam proses pengerjaan tugas akhir ini dan memberikan semangat dalam menuntut ilmu di Universitas Muhammadiyah Palembang.

4. Diri penulis sendiri yang telah bekerja keras, berjuang, tidak menyerah dan selalu melakukan yang terbaik sehingga penulis dapat sampai di tahap ini.

Penulis menyadari dalam penulisan Tugas Akhir ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran untuk memperbaiki dan menyempurnakan Tugas Akhir ini. Penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat menjadi sarana pendukung dalam pembelajaran di Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Palembang.

Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Palembang, Desember 2024

Muhammad Dimas Khoiri NRP : 112020017

ii 2

(4)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

PRAKATA ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Batasan Masalah ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ... 4

2.1 Pengertian Tanah ... 4

2.2 Tanah Lempung ... 4

2.3 Pengertian Limbah Beton ... 5

2.4 Stabilitas ... 6

2.5 Klasifikasi Tanah ... 7

2.5.1 Sistem Klasifikasi Unified (Unified Soil Clasifikation System) ... 7

2.5.2 Sistem Klasifikasi AASTHO ... 8

2.6 Matrik Penelitian Terdahulu ... 8

BAB III METODE PENELITIAN ... 13

3.1 Tinjauan Umum ... 13

3.2 Tahap persiapan ... 13

3.2.1 Peralatan ... 14

3.2.2 Bahan ... 16

3.3 Tahap pelaksanaan ... 16 iii

(5)

3.6.2 Pengujian Sifat Mekanis ... 17

3.7 Pembuatan Benda Uji ... 17

3.8 Pengujian Specific Gravity dan Atterberg Limit Tanah Campuran ... 18

3.9 Pengujian CBR (California Bearing Ratio) Tanah Campuran ... 18

3.10 Pengujian Konsolidasi (Consolidation Test) Tanah Campuran ... 19

3.11 Analisis dan Pembahasan ... 18

DAFTAR PUSTAKA ... 21

iv

(6)

5

Tabel 2. 1 Tabel Matrik Peneliti Terdahulu ... 9 Tabel 2.2 Matrik Peneliti Terdahulu ... 12

v 5

(7)

DAFTAR TABEL

(8)

7

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Lokasi Peneliti ... 13

Gambar 3.2 Pengujian Kadar Air ... 14

Gambar 3.3 Pengujian Analisa Saringan ... 14

Gambar 3.4 Pengujian Batas Plastis ... 14

Gambar 3.5 Pengujian Batas Plastis ... 15

Gambar 3.6 Pengujian Berat Jenis ... 15

Gambar 3.7 Pengujian California Bearing Ratio (CBR) ... 16

Gambar 3.8 Pengujian Konsolidasi (Consolidation Test) ... 17

7

(9)

DAFTAR TABEL

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari material induk yang telah mengalami proses lanjut, karena perubahan alami di bawah pengaruh air, udara, dan macam-macam organisme baik yang masih hidup maupun yang telah mati. Tanah juga merupakan campuran beberapa partikel yang terdiri dari partikel padat, air, dan udara. Dari ketiga unsur penyusun tanah tersebut yang paling berpengaruh terhadap sifat-sifat teknis tanah adalah air dan partikel padat.

Angin hanya mengisi rongga yang terdapat dalam di dalam tanah (Fauizek dkk, 2018).

Begitu juga dengan tanah Desa Benakat, Kecamatan Gunug Megang, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Jenis tanah didaerah ini sebagian besar adalah lempung (tanah liat) dan pada umumnya digunakan untuk tanah timbunan pada dasar kontruksi Pembangunan dan tambang minyak dan gas.

Salah satu alternatif lainnya untuk stabilitas tanah lempung adalah dengan menambahkan limbah beton pada tanah tersebut, dengan menggunakan metode CBR (California Bearing Ratio) dan Konsolidasi (Consolidation Test). Adapun alasan peneliti memilih bahan campuran limbah beton dikarenakan kandungan yang dimiliki sebagai pengikat pada subgrade, yang mana diketahui bahwa tanah itu merupakan butiran halus yang tidak memiliki pengikat maka dari itu diperlukannya campuran limbah beton untuk memperbaiki daya dukung dan memperkecil penyusutan pada tanah lempung tersebut dan juga pemanfaatan dari limbah beton yang digunakan untuk sebagai bahan stabilitas pada tanah lempung.

Limbah beton merupakan limbah dari hasil penghancuran beton struktur yang diambil dari pembangunan atau hasil dari penelitian lab yang telah digunakan dalam proses pengujian, selain itu limbah beton juga dapat kita jumpai

1

(11)

pada sisa pengecoran beton. Limbah beton digunakan sebagai pengganti agregat dalam stabilitas tanah lempung ini. Pemanfaatan limbah beton diharapkan dapat menstabilisasikan pada tanah yang memiliki struktur yang labil dan mempunyai daya dukung yang rendah. Permasalahan yang ada adalah seberapa besar pengaruh limbah beton ketika ditambahkan ke tanah dasar terhadap stabilitas tanah dan berapa proporsi kadar limbah beton untuk mencapai kestabilan tanah yang optimum.

Beberapa penjelasan diatas terkait mengenai pengaruh penambahan bahan campuran sebagai bahan stabilitas tanah pada tanah lempung. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan penambahan limbah beton guna mengetahui dari hasil campuran dari setiap proporsi campuran limbah beton terhadap nilai CBR dan Konsolidasi pada tanah lempung, dengan memberikan berbagai variasi campuran yang berbeda dengan masa pemeraman yang berbeda.

Maka dari itu peneliti menyimpulkan untuk mengambil judul mengenai

“Pengaruh Pemanfaatan Limbah Beton Sebagai Stabilitas Tanah Terhadap Nilai California Bearing Ratio (CBR) dan Konsolidasi (Consolidation Test) Pada Tanah Lempung”.

1.2 Rumusan Masalah

Judul tentang “Pengaruh Pemanfaatan Limbah Beton Sebagai Stabilitas Tanah Terhadap Nilai California Bearing Ratio (CBR) dan Konsolidasi (Consolidation Test) Pada Tanah Lempung” dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:

a) Bagaimana perbandingan nilai CBR (California Bearing Ratio) dan Konsolidasi (Consolidation Test) pada tanah lempung dengan variasi campuran limbah beton 0%, 20 %, 25 %, dan 30 % terhadap berat tanah kering, dengan waktu pemeraman selama 0, 7, dan 14 hari ?

b) Bagaimana nilai CBR (California Bearing Ratio) dan Konsolidasi (Consolidation Test) terhadap variasi penambahan limbah beton dengan waktu pemeraman selama 0, 7 dan 14 hari ?

(12)

3

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan limbah beton terhadap nilai CBR (California Bearing Ratio) pada tanah lempung?

2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan limbah beton terhadap nilai Konsolidasi (Consolidation Test) pada tanah lempung ?

3. Untuk mengetahui perbandingan nilai CBR (California Bearing Ratio) pada tanah lempung variasi campuran limbah beton 0%, 20 %, 25 %, dan 30 % terhadap berat tanah kering, dengan waktu pemeraman 0, 7 dan 14 hari ?

4. Untuk mengetahui perbandingan nilai Konsolidasi (Consolidation Test) pada tanah lempung variasi campuran limbah beton 0%, 20 %, 25 %, dan 30 % terhadap berat tanah kering, dengan waktu pemeraman 0, 7 dan 14 hari ?

1.4 Batasan Masalah

Untuk mencapai titik fokus dalam penelitian ini, maka diperlukan pembatasan masalah. Batasan masalah adalah suatu pembatas yang dibuat oleh peneliti agar tulisannya tidak terlalu luas, sehingga peneliti bisa lebih fokus terhadap tulisan yang akan dikajinya. Adapun batasan masalah dalam penulisan penelitian ini yaitu:

1. Pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang.

2. Sampel tanah yang diambil dalam keadaan terganggu (disturbed) yang digunakan berasal dari Desa Benakat, Kecamatan Gunung Megang, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.

3. Bahan campuran berupa limbah beton didapatkan dari salah satu dari laboratorium beton yang ada di Palembang.

4.

Variasi kadar limbah beton yang dicampurkan hanya 0 %, 20 %, 25 %, dan 30 % terhadap berat tanah kering. Dengan lama waktu pemeraman yang dilakukan selama 0, 7 dan 14 hari.

5. Pengujian sifat fisis yang dilakukan berupa pengujian kadar air, berat jenis

(13)

tanah, analisa butiran tanah menikal (analisa saringan), batas cair, dan batas plastis, berat isi, dan Uji Standar Proctor.

6. Pengujian sifat mekanis yang dilakukan berupa pengujian Uji Nilai CBR (California Bearing Ratio) dan Konsolidasi (Consolidation Test).

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Tanah

Dalam teknik sipil tanah merupakan himpunan material, bahan organic, dan endapan-endapan relatif lepas (loose) yang terletak diatas batuan dasar (bedrock). Ikatan antara butiran yang relative lemah diakibatkan oleh karbonat, zat organic, atau oksida yang mengendap diantara partikel-partikel. Ruang diantara partikel-partikel dapat berisi air, udara maupun keduanya.

(Hardiyatmo, 2002).

Menurut Dokuchaev (1870) dalam Fauizek dkk (2018), Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari material induk yang telah mengalami proses lanjut, karena perubahan alami di bawah pengaruh air, udara, dan macam-macam organisme baik yang masih hidup maupun yang telah mati. Tingkat perubahan terlihat pada komposisi, struktur dan warna hasil pelapukan.

Menurut Bowles (1989) dalam Fauizek dkk (2018), tanah adalah campuran partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis berikut:

a. Berangkal (boulders), merupakan potongan batu yang besar, biasanya lebih besar dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran antara 150 mm sampai 250 mm, fragmen batuan ini disebut kerakal (cobbles).

b. Kerikil (gravel), partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm. 7 c. Pasir (sand), partikel batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm,

berkisar dari kasar (3-5 mm) sampai halus (kurang dari 1 mm).

d. Lanau (silt), partikel batuan berukuran dari 0,002 mm sampai 0,074 mm.

Lanau dan lempung dalam jumlah besar ditemukan dalam deposit yang disedimentasikan ke dalam danau atau di dekat garis pantai pada muara sungai.

e. Lempung (clay), partikel mineral berukuran lebih kecil dari 0,002 mm.

Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah yang 5

(15)

kohesif.

f. Koloid (colloids), partikel mineral yang “diam” yang berukuran lebih kecil dari 0,001 mm.

2.2 Tanah Lempung

Tanah lemah atau tanah liat, yang umum ditemukan di Indonesia, memiliki sifat plastisitas yang tinggi serta volume yang cenderung berubah-ubah seiring perubahan kadar air. Perubahan kondisi kelembaban menyebabkan perubahan volume yang signifikan: mengembang saat kondisi basah dan menyusut drastis saat kering. Kandungan air yang tinggi membuat tanah ini memiliki tingkat kepadatan dan daya dukung yang relatif rendah. Sifat ekspansif dan kontraktif yang tinggi ini menyebabkan daya dukung tanah sangat dipengaruhi oleh perubahan kadar air..

Menurut Bowles (1991) dalam Septiyani (2016), tanah lempung merupakan partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm. Partikel- partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi di dalam tanah yang kohesif.

Namun menurut Chen (1975) dalam Aziz & Safitri (2015), bahwa suatu mineral lempung tidak dapat dibedakan melalui ukuran partikel saja, meskipun terdiri dari partikel-partikel yang sangat kecil namun tidak bisa disebut tanah lempung karenan umumnya partikel-partikel tersebut tidak dapat menyebabkan terjadinya sifat plastis dari tanah. Perubahan sifat fisik dan mekanis tanah lempung dikendalikan oleh kelompok mineral yang mendominasi tanah tersebut.

2.2.1 Sifat Tanah Lempung

Tanah lempung mempunyai sifat-sifat khusus yaitu diantaranya:

a. Aktivitas

Aktivitas tanah lempung didefinisikan sebagai rasio antara plastisitas (PI) dan persentase partikel halus (<0,002 mm), dilambangkan dengan simbol C. Aktivitas ini diklasifikasikan ke dalam tiga kategori:

1. Aktif (A > 1,25): Tanah memiliki sifat ekspansif yang tinggi.

2. Normal (0,75 ≤ A ≤ 1,25): Tanah memiliki sifat stabil.

3. Tidak Aktif (A < 0,75): Tanah memiliki sifat tidak ekspansif.

(16)

7

Klasifikasi ini membantu memprediksi perilaku tanah terhadap perubahan kondisi lingkungan.

b. Hidrasi

Partikel mineral lempung umumnya memiliki muatan negatif, sehingga cenderung mengalami proses hidrasi dan dikelilingi oleh lapisan-lapisan molekul air teradsorbsi yang stabil. Lapisan difusi ganda ini, yang setara dengan dua molekul, memiliki kemampuan unik untuk menarik dan mengikat molekul air serta kation di sekitarnya. Namun, lapisan ini akan mengalami degradasi dan menghilang pada suhu tinggi antara 600-1000°C, sehingga mengurangi plastisitas alami tanah lempung. Selain itu, proses pengeringan dengan udara saja sudah cukup untuk menghilangkan sebagian besar kandungan air.

c. Fokulasi dan Dispersi

Kontaminasi mineral lempung dengan substansi amorf (tanpa bentuk tertentu) atau non-kristalin dapat memicu peristiwa flokulasi. Proses ini terjadi karena daya tarik antara muatan negatif netto mineral lempung, ion H+ dari air, dan gaya Van der Waals menyebabkan partikel-partikel kecil bersatu dan membentuk struktur yang lebih besar. Akibatnya, flok-flok (gumpalan) partikel tersebut mengendap dari larutan tanah-air, membentuk sedimen yang lepas.

Flokulasi merupakan fenomena alami pada larutan tanah lempung dengan pH > 7. Proses ini dapat dinetralisir dengan penambahan bahan asam (sumber ion H+), sedangkan penambahan bahan alkali akan mempercepat flokulasi. Untuk mencegah flokulasi, larutan air dapat ditambahkan zat asam, seperti asam sulfat atau asam klorida, untuk menyesuaikan pH dan menghindari penggumpalan partikel

d. Pengaruh Zat Cair

Fase air dalam struktur tanah lempung memiliki komposisi kimia yang kompleks dan tidak murni. Dalam pengujian batas Atterberg menurut standar ASTM, air suling digunakan untuk menghindari pengaruh ionik yang tidak diinginkan dan memastikan hasil yang akurat. Namun, hasilnya mungkin berbeda dari kondisi lapangan karena perbedaan komposisi air dan faktor

(17)

lingkungan.

Air berperan penting dalam menentukan sifat plastisitas tanah lempung.

Molekul air, yang bersifat dipolar, memiliki muatan positif dan negatif pada ujungnya, memungkinkan terjadinya interaksi kimia dengan partikel lempung.

Fenomena ini unik bagi molekul dipolar dan tidak terjadi pada cairan non- dipolar seperti karbon tetraklorida (CCl4), yang tidak mempengaruhi sifat plastisitas lempung jika dicampurkan.

e. Sifat Kembang Susut (Swelling)

Tanah lempung mengalami perubahan volume signifikan akibat perubahan kadar air, dipengaruhi faktor-faktor berikut:

1. Tipe dan jumlah mineral.

2. Kadar air.

3. Struktur tanah.

4. Konsentrasi garam dalam air pori.

5. Sementasi dan kandungan bahan organik.

Menurut Hardiyatmo (1992), tanah lempung memiliki karakteristik:

1. Ukuran butir sangat halus (<0,002 mm).

2. Permeabilitas rendah.

3. Kenaikan air kapiler tinggi.

4. Sifat kohesif yang kuat.

5. Kadar kembang susut tinggi.

6. Proses konsolidasi lambat.

Berdasarkan tempat pengendapan dan asalnya, lempung dibagi dalam beberapa jenis:

1) Lempung Residual

Lempung Residual merupakan jenis lempung yang terbentuk secara in-situ, yaitu di tempat asalnya tanpa mengalami perpindahan atau transportasi. Karakteristiknya meliputi ukuran butir kasar, kandungan batuan induk yang belum mengalami pelapukan dan sifat tidak plastis.

Semakin dalam penggalian, semakin banyak ditemukan batuan asal yang kasar dan belum lapuk.

(18)

9

2) Lempung Illuvial

Lempung Illuvial adalah produk sedimentasi yang terbentuk melalui proses transportasi dan pengendapan lempung residual di lokasi yang lebih rendah, seperti kaki bukit. Sifat fisik dan kimianya mirip dengan lempung residual, tetapi tidak memiliki hubungan langsung dengan batuan induk.

Penggunaan lempung illuvial umumnya ditemukan dalam industri keramik, terutama pembuatan batu bata merah dan genteng di Indonesia.

3) Lempung Alluvial

Lempung Alluvial adalah produk sedimentasi fluvial yang terbentuk ketika air sungai mengangkut dan mengendapkan partikel-partikel lempung halus di sepanjang atau sekitar sungai. Proses ini menyebabkan pemisahan ukuran partikel, dengan pasir mengendap di dekat sungai dan lempung mengendap di lokasi yang lebih jauh.

4) Lempung Rawa

Lempung Gambut adalah produk sedimentasi yang terbentuk di lingkungan rawa-rawa, dicirikan oleh warna hitam, tekstur halus, dan kandungan organik tinggi. Lempung ini sering mengandung garam jika terletak di dekat laut, sehingga mempengaruhi sifat kimia dan fisikanya.

Tanah Lempung terdiri dari beberapa komponen kimia utama:

1. Silika (SiO2): Dalam bentuk kuarsa, mempengaruhi tekstur dan plastisitas tanah liat. Kadar air tinggi menyebabkan tanah liat menjadi pasiran dan mudah slaking.

2. Alumina (Al2O3): Terdapat dalam mineral lempung, feldspar, dan mika, mempengaruhi sifat plastis dan kekuatan tanah liat.

3. Besi Oksida (Fe2O3): Kandungan besi mempengaruhi suhu leleh tanah liat. Mineral besi berukuran besar dapat menyebabkan cacat pada produk.

4. Kalsium Oksida (CaO): Terdapat dalam batu gamping, berfungsi sebagai pelebur pada suhu pembakaran tinggi.

5. Magnesium Oksida (MgO): Terdapat dalam dolomit, magnesit, atau silikat, meningkatkan kepadatan produk.

6. Alkali (K2O dan Na2O): Menghasilkan garam larut, menyebabkan

(19)

aglomerasi klorida, dan berfungsi sebagai pelebur.

7. Bahan Organik: Humus, bitumen, dan karbon bertindak sebagai protektor koloid, meningkatkan keplastisan tanah liat.

2.2.2 Karakteristik tanah lempung

Tanah liat (lempung) memiliki karakteristik khusus yang menunjukkan perbedaan signifikan dengan jenis tanah lain. Karakteristik tanah lempung adalah sebagai berikut:

1. Memiliki sifat liat atau lengket

Tanah lempung memiliki sifat plastisitas tinggi, ditandai dengan perubahan tekstur dari keras menjadi lengket saat terkena air, sehingga memudahkan pembentukan.

2. Memiliki sifat yang sulit menyerap air

Tanah liat/lempung memiliki sifat hidrofobik, membuatnya sulit menyerap air. Karakteristik ini, ditambah dengan perubahan tekstur drastis antara keadaan basah dan kering, menjadikannya kurang cocok untuk kegiatan pertanian.

3. Tanahnya memiliki warna hitam terang atau hitam keabu-abuan

Tanah lempung memiliki warna abu-abu, tidak terlalu gelap atau terang yang merupakan karakteristik visual utamanya.

2.2.3 Struktur Mineral Penyusun Lempung

Menurut Chen (1975) dalam Aziz & Safitri (2020) mineral lempung memiliki 3 komponen utama yaitu kaolinite, montmorillonite dan illite.

1. Kaolinite

Kaolinite umumnya tidak ekspansif karena adanya ikatan hydrogen pada kondisi tertentu, partikel kaolinite terbentuk oleh lebih dari seratus tumpukan yang sulit dipisahkan, sehingga mineral stabil dan air tidak dapat masuk diantara lempengannya (tidak terjadi pengembangan dan penyusutan pada sel satuannya). Gambar susunan atom kaolinite dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(20)

11

Gambar 2. 1 Struktur Atom dari Kaolinite

Sumber: Mineral oleh Bowles (1991) dalam Fauziek dkk (2018) Rumus kimianya yaitu:

Al2O3 : SiO2 : H2O = 1:2:2, atau 2SiO2.Al2O3.2H2O perunit sel.

2. Montmorrilonite

Montmorrilonite adalah mineral tanah liat ekspansif yang dikarakteristikkan oleh ikatan Vander Waals antarlapisan yang lemah, berbeda dengan ikatan arah atau ikatan ionik. Struktur kristalnya mirip dengan Illite, terdiri dari dua lembaran silika dan satu lembaran aluminium atau gibbsite (Gambar 2.2). Pada Montmorillonite, substitusi isomorfis terjadi antara atom magnesium dan besi yang menggantikan sebagian ion kalium, mirip dengan Illite. Hal ini menyebabkan molekul-molekul tertarik pada ruang antarlapisan. Kristalnya kecil namun memiliki gaya arik tinggi terhadap air, sehingga tanah yang mengandungnya mudah mengembang dengan penambahan kadar air.

Rumus kimia montmorrilonite sebagai yaitu:

Al2O3.4SiO2.H2O+x H2O

Jadi diketahui bahwa besarnya swelling tanah lempung dipengaruhi oleh komposisi mineralogi dan kimia tanah. Tanah dengan kandungan Montmorillonite tinggi menunjukkan pengembangan lebih besar dibandingkan dengan tanah Koalinit. Kation-kation dengan valensi tinggi berperan mengurangi pengembangan. Oleh karena itu, penambahan kation seperti Na+, K+, Ca+, dan Mg++ dapat mengurangi kembang susut tanah.

Tanah lempung ekspansif merupakan jenis tanah yang diklasifikasikan

(21)

sebagai tanah kurang baik karena memiliki sifat pengembangan dan penyusutan yang sangat signifikan, di mana pengembangan terjadi ketika kadar air meningkat sehingga menyebabkan pembesaran volume tanah, sedangkan penyusutan terjadi ketika kadar air menurun sehingga menyebabkan pengecilan volume tanah, berdampak pada kerusakan struktur tanah dan potensi longsor.

Potensi kembang susut yang sangat tinggi pada tanah lempung ekspansif dapat menyebabkan kerusakan signifikan pada struktur bangunan, jalan, dan infrastruktur lainnya yang berada di atasnya. Hal ini disebabkan oleh besarnya nilai aktivitas (A) tanah lempung yang dipengaruhi oleh nilai indeks plastisitas (IP) dan jenis mineral yang terkandung dalam tanah tersebut. Menurut Tabel 2.11 “Potensi Pengembangan” (Holzt, 1954: Gibbs, 1954: USBR, 1974) tanah lempung dengan indeks plastisitas (IP) lebih dari 35% dikategorikan sebagai tanah lempung ekspansif dengan potensi pengembangan sangat tinggi. Selain itu, jenis mineral lempung yang lebih plastis juga berkontribusi pada potensi penyusutan dan pengembangan tanah yang lebih tinggi. (Tabel 2.1).

Tanah lempung yang memiliki kandungan lempung tinggi cenderung mengalami perubahan volume signifikan, baik pengembangan maupun penyusutan, sebagai akibat dari perubahan kadar air. Perubahan ini berpotensi membahayakan kestabilan struktur bangunan. Oleh karena itu, kadar air berperan penting sebagai penentu sifat plastisitas tanah lempung.

Gambar 2. 2 Struktur Atom dari Montmorillonite Sumber: Mineral oleh Bowles (1991) dalam Fauziek dkk (2018)

(22)

13

Tabel 2. 2 Potensi Pengembangan

Sumber: USBR (1974), Holzt (1954), dan Gibbs (1954) Tabel 2. 1 Potensi Pengembangan

Sumber: Mineral oleh Bowles (1991) dalam Fauziek dkk (2018) 3. Illite

Illite memiliki formasi struktur satuan kristal yang hampir sama dengan montmorrilonite. Satu satuan kristal illite memiliki tebal dan komposisi yang sama dengan montmorrilonite. Perbedaannya yaitu:

Terdapat kurang lebih 20% pergantian silicon (Si) oleh aluminum (Al) pada lempeng tetrahedral.

Pada mineral tersebut, kalium (K) berperan sebagai penyeimbang muatan dan pengikat antar satuan kristal, sehingga mempertahankan struktur mineral yang stabil. Berbeda dengan montmorillonite, struktur mineral ini tidak cenderung mengalami pengembangan.

Illite, termasuk dalam kelompok Mica-like bersama vermiculites, merupakan mineral yang dapat menunjukkan perilaku ekspansif, namun umumnya tidak menyebabkan masalah signifikan. Struktur kimianya terdiri dari lembaran oktahedra yang diapit dua lembaran silika tetrahedra.

Substitusi parsial aluminium oleh magnesium dan besi pada lembaran oktahedra serta substitusi silikon oleh aluminium pada lembaran tetrahedra menghasilkan muatan negatif. Muatan ini kemudian mengikat ion kalium antarlapisan, membentuk ikatan yang lebih lemah dibandingkan ikatan hidrogen pada kaolinite, tetapi lebih kuat daripada ikatan ionik pada montmorillonite. Rumus kimianya yaitu:

H2Kal3O12 Al2O34SiO2H2O + xH2O

(23)

2.3 Klasifikasi Tanah

Klasifikasi tanah dalam teknik sipil merupakan suatu sistem pengelompokan yang sistematis berdasarkan sifat fisik dan mekanik tanah, yang mempengaruhi desain, konstruksi, dan keamanan struktur bangunan.

Beberapa sistem klasifikasi yang umum digunakan adalah:

2.3.1 Klasifikasi Tanah berdasarkan Unified Soil Classification System (USCS)

Klasifikasi tanah berdasarkan Unified Soil Classification System (USCS) adalah pengelompokan tanah berdasarkan ukuran butirannya, komposisi, gradasi, dan plastisitas. Klasifikasi ini dilakukan dengan mempertimbangkan sifat fisis dan mekanis tanah.

Klasifikasi berdasarkan Unified System (Das. Braja. M, 1988), tanah dikelompokkan menjadi :

a. Tanah butir kasar (coarse-grained-soil) yaitu tanah kerikil dan pasir dimana kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan no.200.

Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.

b. Tanah berbutir halus (fine-grained-soil) yaitu tanah dimana lebih dari 50 % berat total contoh tanah lolos ayakan no.200. ). Kemudian tanah diklasifikasikan dalam sejumlah kelompok dan sub kelompok.

Digunakan simbol-simbol dalam sistem USCS sebagai berikut:

G = gravel (kerikil) S = sand (pasir)

C = anorganic clay (lempung) M = anorganic silt (lanau) O = lanau atau lempung organic

Pt = peat (tanah gambut atau tanah organic tinggi) W = well-graded (gradasi baik)

P = poorly-graded (gradasi buruk)

H = WL > 50% high-plasticity (plastisitas tinggi) L = WL < 50% low-plasticity (plastisitas rendah).

(24)

15

Gambar 2. 3 Kasiflikasi Tanah Sistem USCS.

Sumber: Unified Soil Classification System (USCS) oleh Das, Braja M. (1988) 2.3.2 Klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and

Transportation Officials)

Sistem AASHTO mengklasifikasikan tanah menjadi delapan kategori (A-1 hingga A-8) berdasarkan kemampuan dipadatkan dan kapasitas dukung untuk pemilihan tanah subgrade jalan yang optimal.

Tabel 2.2 memperlihatkan sistem klasifikasi AASHTO yang terdiri dari tujuh kelompok utama (A-1 sampai A-7) dengan dua belas subkelompok yang

(25)

spesifik, serta kelompok A-8 yang khusus untuk tanah gambut yang ditentukan berdasarkan klasifikasi visual. Kelompok tanah berbutir kasar dibedakan dalam kelompok A-l sampai dengan A-2.

(26)

Tabel 2. 2 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO (Tanah Granuler) Klasifikasi Umum Tanah berbutir (35 atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan

No. 200)

Tanah lanau-lempung (lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No. 200) Klasifikasi

Kelompok

A-1 A3 A2

A-4 A-5 A-6

A-7

A-1a A-1b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7

A-7-5*

A-7-6**

Analisis ayakan (% lolos) No. 10 No. 40 No. 200

≤ 50

≤ 30

≤ 15

≤ 50

≤ 25

≤ 51

≤ 25

≤ 35

≤ 35

≤ 35

≤ 35

≤ 36

≤ 36

≤ 36

≤ 36 Sifat fraksi yang

lolos ayakan No. 40 Batas cair (LL) landeks plastisitas (PI)

≤ 6

NP ≤ 41

≤ 10

≤ 41

≤ 10

≤ 40

≤ 11

≤ 40

≤ 11

≤ 40

≤ 10

≤ 41

≤ 10

≤ 40

≤ 11

≤ 41

≤ 11 Tipe material yang

paling dominan

Batu pecah,

kerikil dan pasir Pasir halus Kerikil dan pasir yang berlanau atau

berlempang Tanah berlanau Tanah berlempung Penelitian sebagai

bahan dasar tanah Baik sekali sampai baik Sedang sampai jelek

Keterangan: * Untuk A-7-5, PI≤LL – 30

** Untuk A-7-6, PI≥LL – 30

17

(27)

A-1, adalah kelompok tanah yang terdiri dari campuran kerikil, pasir kasar, pasir halus yang bergradasi baik mempunyai plastisitas yang sangat kecil atau tidak sama sekali. Sub kelompok A-l-a yang dapat mengandung kerikil yang cukup banyak merupakan bahan yang bergradasi lebih besar dari pada A-l-b yang terutama terdiri dari pasir kasar. Kelompok ini mempunyai sejumlah kecil plastisitas Ip<6.

A-2, adalah kelompok tanah yang terdiri dari campuran kerikil dan atau pasir dengan tanah berbutir halus di bawah 35%, merupakan batas antara tanah berbutir kasar dengan tanah berbutir halus. Sub kelompok A-2-4 dan A-2-5 adalah bahan yang tidak lebih dari 35%, lebih halus dari saringan No.200, mempunyai karakteristik plastisitas dari kelompok A-6 dan A-7.

A-3. adalah kelompok tanah yang terdiri dari pasir halus yang relative seragam, dapat juga dari pasir halus bergradasi buruk dengan sebagian kecil pasir kasar dan kerikil, merupakan bahan yang tidak plastis. Bahan lanau dan lempung berada pada kelompok A-4 sampai A-7 yang merupakan kelompok tanah berbutir halus yang lebih dari 35% butirannya lolos saringan No. 200 yang sangat ditentukan oleh sifat plastisitas tanah, yang dapat diplotkan ke dalam gambar 2.4.

A-4, adalah kelompok tanah lanau dengan plastisitas rendah.

A-5, adalah kelompok tanah lanau yang mengandung tanah plastis, sehingga tanahnya lebih plastis dari pada A-4.

A-6, adalah kelompok lempung yang mengandung pasir dan kerikil, yang masih mempunyai sifat perubahan volumenya besar.

A-7, adalah kelompok lempung yang bersifat plastis dan mempunyai sifat perubahan volume yang cukup besar. Kelompok tanah A-7 dibagi atas, A-7-5 apabila Ip<(wL-30) dan A-7-6 apabila Ip>(wL-30).

A-8, adalah gambut (sangat organis) atau rawang (tipis, sangat berair dengan bahan organis yang cukup banyak) dan diidentifikasi lewat pemeriksaan terhadap depos

(28)

7

2.4 Pengertian Limbah Beton

Limbah beton merupakan limbah dari hasil penghancuran beton struktur yang diambil dari pembangunan atau hasil dari penelitian lab yang telah digunakan dalam proses pengujian, selain itu limbah beton juga dapat kita jumpai pada sisa pengecoran beton. Limbah beton digunakan sebagai pengganti agregat dalam stabilitas tanah lempung ini.

Limbah beton memiliki beberapa material yang pada umumnya terdiri dari sebagai berikut ini.

1. Agregat kasar adalah agregat yang mana ukuran butirannya lebih besar dari 5 mm atau ukuran butiran dapat tertahan pada ayakan 4,75 mm. Agregat kasar pada beton biasanya berupa kerikil atau batu pecah yang diperoleh dari penghancuran menngunakan manual maupun dengan menggunakan mesin maupun yang berasal dari alam langsung tanpa adanya pemecahaan.

2. Agregat halus adalah agregat yang besarnya tidak lebih dari 5 mm , biasanya agregat halus berupa pasir atau batuan besar yang desintergrasi menjadi butiran yang lebih kecil.

3. Semen adalah bahan perekat kimia yang memberikan perkerasan terhadap campuran materi.

4. Air diperlukan untuk pembuatan beton agar terjadi reaksi kimia antara semen dan campuran agregat akan merekat satu sama lain. Air pada limbah beton segar terdapat 15-20 %

2.5 Stabilitas

Stabilisasi tanah adalah suatu metode yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan daya dukung suatu lapisan tanah, dengan cara memberikan perlakuan (treatment) khususnya terhadap lapisan tanah tersebut. (Rustam, 2019).

Dengan demikian dapat diketahui bahwa tujuan stabilisasi tanah adalah minimal untuk memenuhi satu dari empat sasaran berikut ini:

1. Untuk memperbaiki (meningkatkan) daya dukung tanah.

(29)

2. Untuk memperbaiki (memeperkecil) penurunan lapisan tanah.

3. Untuk memperbaiki (menurunkan) permeabilitas dan swelling potensial tanah.

4. Untuk menjaga (mempertahankan) potensi tanah yang ada (existing strength).

Berdasarkan mekanisme kerja komposit antara massa tanah dengan bahan stabilizer jenis stabilisasi tanah dapat dibedakan atas:

1. Stabilisasi kimia: yaitu stabilisasi dengan menggunakan bahan-bahan kimia memungkinkan terjadinya reaksi kimia, dan menghasilkan senyawa baru yang bersifat stabil dari pada senyawa yang terdapat dalam massa tanah sebelum stabilisasi dilakukan.

2. Stabilisasi fisik: yaitu stabilisasi dengan menggunakan energi yang disalurkan ke lapisan tanah, sehingga memperbaiki karakteristik lapisan sesuai dengan tujuan dari stabilisasi yang dii

3. Stabilisasi mekanis: yaitu stabilisasi dengan menggunakan material sisipan ke lapisan tanah, sehingga mampu memperbaiki karakteristik massa tanah sesuai tujuan Tindakan stabilisasi yang diinginkan.

Stabilisasi mekanis sering juga disebut “perkuatan tanah”

4. Stabilisasi termal: yaitu stabilisasi dengan menggunakan panas (termal) untuk membakar material tanah, sehingga kadar air kristal massa tanah menjadi sangat rendah, yang memungkinkan ikatan senyawa dalam massa tanah lebih stabil (irreversible).

2.6 Klasifikasi Tanah

Sistem kalsifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah. Sistem klasifikasi tanah digunakan untuk mengelompokkan tanah tanah sesuai perilaku dari tanah pada kondisi fisis tertentu. Tanah- tanah yang dikelompokkan dalam urutan berdasarkan satu kondisi fisis tertentu bisa saja mempunyai urutan yang tidak sama jika didasarkan pada kondisi-kondisi fisis yang lain.

(30)

9

2.6.1 Sistem Klasifikasi Unified (Unified Soil Clasifikation System) Sistem klasifikasi tanah Unified Soil Classification System (USCS) pertama kali diusulkan oleh Casagrande dan kemudian dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation (USBR) dan United State Army Corps of Engineers (USACE). USCS kemudian digunakan oleh American Standard Testing of Materials (ASTM) sebagai metode standar untuk klasifikasi tanah.

Dalam USCS, tanah dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu:

a. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soils) yang terdiri dari kerikil dan pasir yang mana kurang dari 50% tanah yang lolos saringan No. 200 (F200

< 50). Simbol grup dimulai dengan G untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil (gravelly soil) atau S untuk pasir (sand) atau tanah berpasir (sandy soil).

b. Tanah berbutir halus (fine-grained soils) di mana lebih dari 50% tanah lolos saringan No. 200 (F200 ≥ 50) 200 (F200 ≥ 50). Kemudian tanah diklasifikasikan dalam sejumlah kelompok dan sub kelompok. Digunakan simbol-simbol dalam sistem USCS sebagai berikut:

G = gravel (kerikil) S = sand (pasir)

C = anorganic clay (lempung) M = anorganic silt (lanau) O = lanau atau lempung organic

Pt = peat (tanah gambut atau tanah organic tinggi) W = well-graded (gradasi baik)

P = poorly-graded (gradasi buruk)

H = WL > 50% high-plasticity (plastisitas tinggi) L = WL < 50% low-plasticity (plastisitas rendah).

2.6.2 Sistem Klasifikasi AASTHO

AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Officials Classification), sebagai badan transportasi dan jalan raya di Amerika Serikat, telah mengembangkan sistem klasifikasi tanah untuk desain lapisan pondasi jalan (subbase) dan lapisan tanah dasar jalan (subgrade).

Pengujian tanah yang diperlukan dalam klasifikasi ini adalah "Analisis Penyaringan" dan "Uji Batas Atterberg". Selanjutnya dihitung indeks kelompok (group index – GI), yang digunakan untuk mengevaluasi pengelompokan tanah.

(31)

GI = Indeks Kelompok (Group Indeks) F = Material Lolos Saringan No. 200 (%) WL = Batas Cair (%)

Ip = Indeks Plastisitas (%)

Pada umumnya makin besar nilai indeks kelompoknya, makin kurang baik nilai kelompok tersebut untuk dipakai dalam pembangunan jalan raya maupun jalan kereta api, untuk tanah-tanah dalam sub kelompok itu. Bowles (1991).

2.7 Pengujian Sifat Fisik Tanah 2.7.1 Kadar Air

Kadar air (W) adalah perbandingan berat isi dengan berat butiran padat dari volume yang diselidiki. Adapun bagian-bagian tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase, seperti yang ditunjukkan gambar 2.4

\

Gambar 2. 4 (a) Elemen penyusun tanah dalam keadaan asli, (b) Tiga elemen tanah

Adapun nilai kadar air (water content) dapat dihitung dengan rumus:

W = Mw x 100\% ... (2.2) 𝑀𝑠

Dengan:

W = kadar air (%) Mw = massa air (gram)

Ms = massa butiran tanah (gram)

(32)

11

2.7.2 Berat Jenis (Spesific Gravity)

Nilai berat jenis dari butiran tanah (bagian padat) digunakan untuk berbagai keperluan, seperti perhitungan mekanika tanah. nilai tersebut dapat ditentukan secara akurat di laboratorium. Berat jenis (specific gravity) didefinisikan dalam mekanika tanah sebagai perbandingan berat satuan suatu zat padat terhadap berat satuan zat cair menurut persamaan berikut:

Gs = Mw ... (2.3)

𝑉𝑠.𝑇𝑤

Dengan:

Gs = berat jenis (gram/cm³) Ws = berat butir padat (gram) Vs = volume butir padat (cm3)

Tw = berat air pada volume air pada temperatur 4 °C

Menurut Hardiyatmo (1992) dalam Edwin Supriyanto (2021), berat jenis tanah yang berbeda bervariasi dari 2,65 sampai 2,75. Berat jenis 2,67 sering digunakan untuk tanah non-kohesif, sedangkan untuk tanah kohesif bervariasi dari 2,68 hingga 2,72.

Tabel 2. 3 Nilai-nilai berat jenis Macam Tanah Berat Jenis (Gs)

Kerikil 2,65 -2,68

Pasir 2,65 -2,68

Lanau tak organic 2,65 -2,68 Lempung organic 2,58 – 2,65 Lempung tak organik 2,68 – 2,75

Humus 1,37

Gambut 1,25 – 1,80

(33)

2.7.3 Batas Konsistensi

Tanah lempung memiliki sifat tidak retak saat diremas-remas (remoulded).

Sifat kohesi ini disebabkan adanya air yang terserap pada permukaan partikel lempung.

Atterberg (1911) dalam Bowles (1991), memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan aimya, batas-batas tersebut antara lain:

a) Batas cair (liquid limit) didefinisikan sebagai kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis. Batas cair biasanya ditentukan dari uji (Casagrande, 1948 dalam Pandu Supranto, 2022).

Rumus yang digunakan adalah:

ω = (W2−W3) x 100\% ... (2.4)

(𝑊3−𝑊1)

Keterangan:

ω = Kadar air (%) W1 = Berat cawan (gr)

W2 = Berat cawan + tanah basah (gr) W3 = Berat𝑁caw

0,a

12n

1 .+

...t

..a

...n

...a

..h

...k

....e

..r

..i

..n

...g

...(

..g

...r

..)

...

LL = ω ( )

25 (2.5)

Keterangan:

LL = Batas cair ω = Kadar air (%)

N = Jumlah ketukan

b) Batas plastis (Plastic Limit) didefinisikan sebagai kadar air antara plastik dan daerah setengah padat, yaitu persentase kadar air dimana dengan diameter silinder 3,2 mm mulai retak selama penggulungan.

c) Batas susut (Shrinkage Limit) didefinisikan sebagai kadar air antara daerah setengah padat dan padat, yaitu persentase kadar air dimana pengurangan kadar air selanjutnya tidak akan menyebabkan perubahan volume tanah. Batas susut dinyatakan dalam persamaan:

SL= {(𝑚1−𝑚2) - (𝑣1−𝑣2)𝛾𝑤} x 100\% ... (2.6)

𝑚2

(34)

13

Keterangan:

m1 = berat tanah basah dalam cawan percobaan (g) m2 = berat tanah kering oven (g)

v1 = volume tanah basah dalam cawan (cm3) v2 = volume tanah kering oven (cm3)

𝛾w = berat volume air (g/cm3)

d) Indeks plastisitas (plasticity index) adalah selisih batas cair dan batas plastis.

Dari nilai LL dan PL maka didapatkan nilai indeks plastis (Indeks Plastis = PI) yaitu daerah dimana tanah tersebut berada dalam kondisi plastis, dan nilainya adalah selisih dimana tanah tersebut berada dalam kondisi plastis, dan nilainya adalah selisih antara kadar air batas cair dan batas plastis. Index Plastis (PI) yaitu perbedaan antara lain :

PI = LL – PL ... (2.7) Keterangan:

PI = Indeks Plastisitas LL = Batas Cair (Liquid Limit) PL = Batas Plastis

Index Plastis (PI) adalah interval kadar air tanah yang masih bersifat plastis dan dapat juga menunjukkan sifat keplastisan tanah. Jika interval keplastisan kadar air kecil maka disebut tanah kurus dan sebaliknya disebut tanah gemuk, batasan tentang indeks plastisitas, sifat dan macam tanah serta kohesinya diberikan oleh Atterberg terdapat dalam tabel 2.4.

Tabel 2. 4 Nilai Indeks Plastisitas Dan Macam Tanah

Ip Sifat Macam Tanah Kohesi

0 Nonplastisitas Pasir Non Kohesi

<7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian 7-17 Plastisitas Sedang Lempung Belanau Kohesif

>17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif

(35)

e) Batas susut (shrinkage limit)

Batas susut adalah nilai kadar air yang didefinisikan pada kejenuhan 100%. Jadi, menurut nilai yang tercantum di bawah ini, volume tanah tidak akan berubah jika terus menerus dikeringkan. Batas ini penting di daerah kering dan untuk jenis tanah tertentu yang volumenya mengalami perubahan yang besar dengan berubahnya kadar air. Batas susut dinyatakan dengan persamaan.

Ws = ( 𝑤1−𝑤2 - 𝑣1−𝑣2) x 100% ... (2.8)

𝑣2 𝑊2

Dengan:

WI = berat tanah basah (gram)

W2 = berat tanah kering oven (gram) -volume tanah basah (cm³) V1 = volume basah (cm³)

V2 = volume tanah kering oven (cm³) Tw = berat isi air (gram/cm³).

2.7.4 Analisa Butiran Tanah

Uji analisa butiran tanah bertujuan untuk mengetahui gradasi butiran tanah berbutir kasar dan tanah berbutir halus. Cara pengujian ini berdasarkan ASTM D 422, satu set ayakan yang terdiri dari saringan no.4 (4.75 mm), no.10 (2 mm), no.20 (0.85 mm), no. 40 (0,425 mm), no. 60 (0,25 mm), no. 100 (0,15 mm), no, 200 (0.75mm) dan pan, benda uji dikeringan dalam oven dengan suhu 110°C, kemudian satu set ayakan dengan ukuran paling besar berada paling atas, lalu diletakkan di alat penggetar selama 15 menit, timbang berat tanah tertahan masing-masing ayakan. Hitung persentase jumlah berat tanah tertahan pada masing-masing ayakan.

Kemudian membuat grafik antara persentase lolos dengan diameter masing-masing ayakan pada gambar 2.5. Kesimpulan mengenai jenis tanah apabila nilai Cu mendekati 15 dan Ce mendekati 1 maka tanah dikategorikan baik. Adapun persamaan yang digunakan yaitu:

Rn = 𝛴𝑊𝑛 x 100% ... (2.9)

𝑊𝑡

Pn = 100%.- Rn% ... (2.10)

(36)

15

Keterangan:

Rn = Persentase kumulatif tertahan Pn = Persentase lolos

Wn = Jumlah berat uji tertahan di atas suatu ayakan dan ayakan di atasnya Wt = Berat total benda uji

Cu = 𝐷60

𝐷10 . ...(2.11)

Cc= 𝐷30²

𝐷60 𝐷10 . ... (2.12) Keterangan:

Cu = koefisien keseragaman Cc = koefisien kelengkungan

D 10 = 10% tanah mempunyai ukuran partikel < D 10 D 30 = 30% tanah mempunyai ukuran partikel < D 30 D 60 = 60% tanah mempunyai ukuran partikel < D 60

Gambar 2. 5 Analisa Saringan

2.7.5 Pemadatan Tanah

Pemadatan (compaction) adalah proses peningkatan kerapatan tanah dengan cara memperkecil jarak antar partikel sehingga terjadi pengurangan volume udara. Atau dengan kata lain pemadatan adalah suatu proses dimana udara pada pori-pori tanah dikeluarkan dengan salah satu cara mekanis. Tujuan pemadatan yaitu untuk memperbaiki sifat-sifat teknis massa tanah.

(37)

Pemadatan tanah berfungsi untuk meningkatkan kekuatan tanah, sehingga dengan demikian meningkatkan daya dukung pondasi diatasnya. Pemadatan tanah dapat dilakukan di lapangan maupun di laboratorium. Di lapangan, tanah digilas dengan roller yang didalamnya terdapat alat penggetar, getaran tersebut menyebabkan tanah bergetar sehingga terjadi pemadatan. Sedangkan, di laboratorium menggunakan pengujian PTS, dengan cara palu dijatuhkan dari ketinggian tertentu dan dijatuhkan ke beberapa lapisan tanah didalam mold dengan jumlah pukulan standar. Output dari pengujian ini akan didapat hubungan antara kadar air dan berat volume dapat dilihat pada gambar 2.6. Pengujian ini berdasarkan ASTM D 698.

Apabila diketahui berat tanah basah di dalam cetakan yang volumenya diketahui, maka berat isi basah dapat dihitung:

γb = Ww+Ws ...

(2.13) Dengan:

γb = Perbandingan berat tanah basah dalam cetakan dengan volume cetakan, kadar air yang diperoleh dari tanah yang dipadatkan.

Ww = Berat Air

Ws = Berat Butiran Padat

Hubungan berat volume kering (γd) dengan berat volume basah (γb) dan kadar air (w), dinyatakan dengan persamaan:

γd = γd

1+W . ... (2.14) γd = Berat Volume Kering (Dry Density)

γb = Berat volume Basah w = Kadar Air

Hubungan antara berat isi kering dengan kadar air bila derajat kejenuhan 100%, yaitu bila pori tanah sama sekali tidak mengandung udara. Dinyatakan dengan persamaan:

ZAV = Gs.γw

1+Gs.W . ... (2.15)

(38)

17

ZAV = perbandingan berat isi kering dengan kadar air bila derajat kejenuhan 100%,

γw = Berat Volume Air Gs = Berat Jenis Tanah W = Kadar Air

Gambar 2. 6 Hubungan Berat Volume Kering dengan Kadar Air

Gambar 2. 7 Bentuk Umum Grafik Pemadatan 4 Jenis Tanah (SNI 1742:2008)

(39)

2.7.6 Berat Volume Tanah

Dalam ilmu mekanika tanah, biasanya tanah disederhanakan menjadi model untuk memahami perilakunya. Tanah tersusun atas butiran padat dan rongga pori (void). Rongga pori sendiri dapat berupa air atau udara atau kedua- duanya. Bila tanah dalam kondisi jenuh air, rongga pori seluruhnya akan terisi oleh air. Dalam ilustrasi berikut ini akan disajikan bagian-bagian tanah :

Gambar 2.8 Pengujian Berat Volume Tanah Prinsip yang harus dipahami terlebih dahulu adalah :

W = Ww + Ws V = Va + Vw + Vs Vv = Va + Vw dengan,

W = berat tanah total (gr) Ww = berat air (gr)

Ws = berat butiran padat (gr) V = volume tanah total (cm3) Va = volume udara (cm3) Vw = volume air (cm3)

Vs = volume butiran padat (cm3) Vv = volume rongga pori (cm3)

Hubungan volume yang biasa digunakan dalam mekanika tanah adalah angka pori (void ratio), porositas (porosity) dan derajat kejenuhan (degree of saturation).

Angka Pori (e) = Vv/Vs

(40)

19

Porositas (n) = Vv/V

Derajat Kejenuhan (Sr) = Vw/Vv x 100%

Sedangkan hubungan berat yang biasa digunakan adalah kadar air (moisture content), dan berat volume (unit weight).

Kadar Air (w) = Ww/Ws x 100%

Berat Volume Basah (γb) = W/V Berat Volume Kering (γd) = Ws/V

Jika berat volume butiran padat (γs) = Ws / Vs (gr/cm3), maka perbandingan antara berat volume butiran padat (γs) dengan berat volume air (γw) pada temperatur tertentu adalah berat jenis (spesific gravity) :

Gs= γs/γw

2.8 Pengujian Sifat Mekanis Tanah 2.8.1 California Bearing Ratio (CBR)

CBR (California Bearing Ratio) adalah percobaan daya dukung tanah yang dikembangkan oleh California State Highway Departement. Prinsip pengujian ini adalah pengujian penetrasi dengan menusukkan benda ke dalam benda uji.

Dengan cara ini dapat dinilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang dipergunakan untuk membuat perkerasan. Kekuatan tanah diuji dengan uji CBR sesuai dengan SNI-1744-1989. Nilai kekuatan tanah tersebut digunakan sebagai acuan perlu tidaknya distabilisasi setelah dibandingkan dengan yang disyaratkan dalam spesifikasinya. Pengujian CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan terhadap bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama. Nilai CBR dihitung pada penetrasi sebesar 0.1 inci dan penetrasi sebesar 0.2 inci dan selanjutnya hasil kedua perhitungan tersebut dibandingkan sesuai dengan SNI 03-1744-1989 diambil hasil terbesar. Nilai CBR adalah perbandingan (dalam persen) antara tekanan yang diperlukan untuk menembus tanah dengan piston berpenampang bulat seluas

(41)

3 inch2 dengan kecepatan 0,05 inch/menit terhadap tekanan yang diperlukan untuk menembus bahan standard tertentu. Tujuan dilakukan pengujian CBR ini adalah untuk mengetahui nilai CBR pada variasi kadar air pemadatan. Untuk menentukan kekuatan lapisan tanah dasar dengan cara percobaan CBR diperoleh nilai yang kemudian dipakai untuk menentukan tebal perkerasan yang diperlukan di atas lapisan yang nilai CBRnya tertentu (Wesley,1977) Dalam menguji nilai CBR tanah dapat dilakukan di laboratorium. Tanah dasar (Subgrade) pada kontruksi jalan baru merupakan tanah asli, tanah timbunan, atau tanah galian yang sudah dipadatkan sampai mencapai kepadatan 95% dari kepadatan maksimum.

Dengan demikian daya dukung tanah dasar tersebut merupakan nilai kemampuan lapisan tanah memikul beban setelah tersebut tanah dipadatkan. CBR ini disebut CBR rencana titik dan karena disiapkan di laboratorium, disebut CBR laborataorium. Makin tinggi nilai CBR tanah (subgrade) maka lapisan perkerasan diatasnya akan semakin tipis dan semakin kecil nilai CBR (daya dukung tanah rendah), maka akan semakin tebal lapisan perkerasan di atasnya sesuai beban yang akan dipikulnya

Ada dua macam pengukuran CBR yaitu :

I. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm (0,1”) terhadap penetrasi standard besarnya 70,37 kg/cm2 (1000 psi).

Nilai CBR = (PI/70,37) x 100 % ( PI dalam kg / cm2 )

II. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,508 cm (0,2”) terhadap penetrasi standard yang besarnya 105,56 kg/cm2 (1500 psi) Nilai CBR =PI/105,56) x 100 % ( PI dalam kg / cm2

) Dari kedua hitungan tersebut digunakan nilai terbesar.

Harga CBR dihitung pada harga penetrasi 0,1 dan 0,2 inchi, dengan cara membagi beban pada penetrasi ini masins-masing dengan beban sebesar 3000 dan 4500 pound (lbs). CBR adala perbandingan antara beban penetrasi suatu

(42)

21

bahan terhadap beban standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama. Benda ini adalah beban standar yang diperoleh dari percobaan terhadap bermacam-macam batu pecah (standar material) yang dianggap mempunyai CBR 100%, jadi harga CBR adalah perbandingan antara kekuatan tanah yang bersangkutan dengan kekuatan bahan aggregat yang dianggap standar.

Percobaan CBR dapat dilakukan pada contoh tanah asli (undisturb samples) ataupun pada contoh tanah yang dipadatkan (compated samples), juga dapat dilakukan di lapangan langsung pada tanah yang akan di uji.

Contoh tanah yang dipadatkan (compaction samples) untuk percobaan CBR biasanya dibuat dalam cetakan yang mempunyai diameter 6 inchi. Tinggi contoh tanah dibuat sama seperti pada percobaan pemadatan, dan cara memadatkan tanahnya juga sama yaitu dengan memakai alat pemukul dan jumlah lapisan yang sama, karena luas cetakan CBR lebih besar dari luas cetakan pemadatan, maka banyaknya pukulan harus ditambah untuk mendapatkan daya pemadatan yang sama.

a) Jenis Jenis CBR

Berdasakan cara mendapatkan contoh tanahnya, CBR dapat dibagi menjadi : I. CBR Lapangan (CBR inplace atau field Inplace)

Digunakan untuk memperoleh nilai CBR asli di Lapangan sesuai dengan kondisi tanah pada saat itu. Umum digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan yang lapisan tanah dasarnya tidak akan dipadatkan lagi.

Pemeriksaan ini dilakukan dala kondisi kadar air tanah tinggi (musim penghujan), atau dalam kondisi terbuuk yang mungkin terjadi. Juga digunakan apakah kepadatan yang diperoleh dengan sesuai dengan yang kita inginkan.

(43)

II. CBR lapangan rendaman (Undisturbed Soaked CBR)

❖ Digunakan untuk mendapatkan besarnya nilai CBR asli di Lapangan pada keadaan jenuh air dan tanah mengalami pengembangan (swell) yang maksimum.

❖ Hal ini sering digunakan untuk menentukan daya dukung tanah di daerah yang lapisan tanah dasarnya tidak akan dipadatkan lagi, terletak pada daerah yang badan jalannya sering terendam air pada musim penghujan dan kering pada musim kemarau. Sedangkan pemeriksaan dilakukan di musim kemarau.

❖ Pemeriksaan dilakukan dengan menambil contoh tanah dalm tabung (mould) yang ditekan masuk kedalam tanah mencapai kedalaman yang diinginkan.

Tabung berisi contoh tanah dikeluarkan dan

direndam dalam air selama beberapa hari sambil diukur pengembangannya.

Setelah pengembangan tidak terjadi lagi, barulah dilakukan pemeriksaan besarnya CBR.

III. CBR Laboratorium

❖ Tanah dasar (Subgrade) pada konstuksi jalan baru dapat berupa tanah asli, tanah timbunan atau tanah galian yang telah dipadatkan sampai menncapai kepadatan 95% kepadatan maksimum. Dengan demikian daya dukung tanah dasar tersebut merupakan nilai kemampuan lapisan tanah memikul beban setelah tanah tersebut dipadatkan. CBR ini disebut CBR laboratoium , karena disiapkan di Laboratorium.

❖ CBR Laboratorium dibedakan atas 2 macam, yaitu CBR Laboratorium rendaman dan BR Laboratorium tanpa rendaman.

2.8.2 Pengujian Konsolidasi (Consolidation Test)

Konsolidasi merupakan proses mengalirnya air keluar dari ruang pori tanah jenuh dengan kemampuan lolos air rendah. Menyebabkan terjadinya perubahan volume, sebagai akibat adanya tegangan vertikal tambahan (dari beban luar).

Tujuan pengujian ini meliputi penentuan kecepatan dan besarnya laju penurunan konsolidasi tanah (rate and magnitude of settlement consolidation) yang ditahan secara lateral akibat proses pembebanan dan pengaliran air secara vertikal.

Laju keceptan penurunan dinyatakan dalam koefisien Konsolidasi (Consolidation coefficient) Cv, sedangkan untuk menggambarkan besarnya penurunan, digunakan Indek Pemampatan (Compresion index) Cc.Kegunaan dari

(44)

23

pengujian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai besarnya kecepatan dan penurunan pondasi bangunan yang didirikan di atas tanah.

Gambar 2.9 Alat Konsolidasi Tanah a) Menghitung koefisien konsolidasi (Cv)

• Cara Cassagrande Cv =

• Cara Taylor

Cv = dimana :

H = panjang pengaliran (ketebalan benda uji rata-rata untuk pengaliran tunggal) pada tahap pembebanan tertentu (mm)

t50 = waktu yang diperlukan untuk derajat konsolidasi 50% (menit) t90 = waktu yang diperlukan untuk derajat konsolidasi 90% (menit)

b) Gambarkan kurva hubungan antara perubahan angka pori (e) terhadap pembebanan/tegangan efektif (P’) menggunakan skala semi-long.

• Perhitungan tinggi butir tanah awal 2H0

2H0 =

(45)

2H0 = tinggi butiran tanah awal Ws = berat tanah kering Gs = berat jenis tanah

A = Luas permukaan benda uji

• Perhitungan Angka Pori (e) e0 =

dimana:

e0 = angka pori

2H = tinggi benda uji awal 2H0 = tinggi butir tanah awal

c) Perhitungan Indeks Pemampatan Tanah (Cc) Cc=

dimana :

Cc = indeks pemampatan

e1 dan e2 = angka pori yang bersesuaian dengan tegangan P1 dan P2

d) Evaluasi terhadap riwayat pembebanan (sifat konsolidasi)

• Hitung geostatic efektif (Insitu Effective Stress) P’0’ P’0’ = (γwet..d) – (γwet..dw) dimana :

γwet = berat isi tanah basah (gram/cm3) γw = berat isi air (gram/cm3)

d = kedalaman lokasi pengambilan benda uji (cm) dw = ketinggian muka air (cm)

• Bandingkan P0 dengan tegangan prakonsolidasi (Precompression pressure) Pc

• Jika P0 < Pc; termasuk tanah lempung yang sedang dalam proses konsolidasi (Under Consolidated Clay)

• Jika P0 = Pc; termasuk tanah lempung berkosnolidasi normal (Normally Consolidated Cla

(46)

25

2.8 Matrik Penelitian Terdahulu

Peneliti mencantumkan berbagai hasil penelitian terdahulu pada matrik penelitian. Penelitian terdahulu merupakan cara peneliti untuk menemukan perbandingan dan menemukan inspirasi baru untuk penelitian yang akan dilakukan selanjutnya, di samping itu kajian terdahulu membantu penelitian dalam memposisikan penelitian serta menunjukkan orsinalita.

Tabel 2.5 Penelitian Terdahulu

No Nama

Peneliti

Judul Penelitian Tema atau Kajian Sumber 1. Athaya

Zhafira (2023)

“Pengaruh Penambahan Limbah Beton K- 175 sampai K-225 pada tanah pasir terhadap CBR”

Menganalisa pengaruh

pencampuran limbah beton pada pasir terhadap daya dukung tanah.

Tahapan penelitian, ,Tanah pasir, Kadar pencampuran tanah sebesar 10%, 15%, 20%. Pemeriksaan Sifat Fisis Tanah meliputi (Batas Atteberg,Berat Jenis,Kadar Air dan Analisa Saringan dan Hydrometer),

(Pemadatan dan CBR)

https://journa l.inila.ac.id / index.php.SI KLUS

(47)

No Nama Peneliti

Judul Penelitian

Tema atau Kajian Sumber 2. Solekan

(2017)

“Penggunaan Limbah Beton Sebagai Bahan Perbaikan Tanah Lempung

Terhadap Parameter Kuat Geser”

Bersarkan pengujian penambahan limbah beton terhadap tanah lempung dapat menaikkan nilai kohesif , dimana nilai kohesif bisa mencapai titik optimum pada nilai 1,033 kg/cm2 dan untuk nilai kohesif tertinggi sebesar 1,307 kg/cm2 . Dimana nilai tersebut didapatkan pada varian campuran

10% limbah beton.

https://jur na

l.ums.ac.i d/

matriks/ar ti

cle/view/

37 088/2431 3

3. Rasuma Wahyu Tri Nurvianto (2017)

“Pemanfaata n Limbah Beton Guna Meningkatka n Daya Dukung Tanah Lempung”

Pengujian hasil sifat fisis tanah lempung yang distabilisasi dengan limbah beton 0%, 5%, 8%

dan 10% menunjukkan bahwa nilai kadar air, specific gravity, liquid limit, dan nilai persentase lolos saringan No. 200 mengalami penurunan, sedangkan nilai plastic limit dan shrinkage limit terjadi peningkatan.Nilai CBR dengan rendaman terbesar pada nilai 5% dan CBR tanpa menggunakan rendaman pada nilai 8%

pada

tanah campuran 10%.

https://epr in

ts.ums.ac.i d

/56084/18/

Naskah%20 Publikasi- 110.pdf

(48)

27

No Nama Peneliti Judul Penelitian Tema atau Kajian Sumber 4. Hekmatiar Ali

Zorghi (2023)

“Pengaruh Penambahan Limbah Beton terhadap Stabilitas Tanah Lempung”

Penelitian ini dilakukan

dengan mengunakan metode experimen, dimana mengunakan prosentase campuran 0%, 5%, 10%, 15%

20%pemeraman 0, 3, 7, 14, hari mengunakan tes Analisa saringan , Atterberg ,Proctor Tets,California Bearing Ratio (CBR).

setalahdistabilisasi pada waktu pemeraman 14 Hari nilai indeks plastic (IP) mengalami penurunan17,78%, ℽd max 1,42 gr/cm,CBR 6,10 % Mengalami

peningkatan.

https://librar y.itats.ac.id/

index.php?p

=show_deta il&id=2759 8&keyword s=

(49)

No Nama Peneliti Ali Nugraha (2023)

Judul Penelitian

“Pemanfaatan Limbah Beton Dalam

Stabilisasi Tanah Lempung”

Tema atau Kajian Sumber

5. Limbah beton yang digunakan

adalah yang lolos saringan no.

200, dengan persentase limbah beton dalam kandungan tanah sebesar 0%, 5%, 7% dan 10%.

Pengujian yang diadakan terdiri dari uji sifat fisis dan sifat mekanis tanah. Pengujian sifat-sifat fisis tanah meliputi uji saringan no. 200, uji specific gravity (Gs), uji batas atterberg dan uji saringan. Sedangkan pengujian sifat mekanis

http://downloa d.garuda.kemd ikbud.go.id/art icle.php?articl e=2618776&v al=13943&titl e=PEMANFA ATAN%20LI MBAH%20B ATU%20BAT A%20MERA H%20DALA M%20STABI LISASI%20T ANAH%20LE MPUNG

meliputi uji kepadatan tanah, uji pengembangan dan tekanan

pengembangan.

(50)

29

29

Tabel 2.6 Matrik Peneliti Terdahulu

No

Penelitian

Material Tanah Jenis

Penelitian Pengujian Fisik

Jenis Penelitian Pengujian Mekanis

Bahan Yang Digunakan (limbah

beton)

Presentase Tanah

S of t S oi l

Cl ay

Si lt y day

Tanah- batuan komposit

Kadar Air

Analisa Saringan (Lolos No.200)

Batas Plastis 7

Batas Cair

Berat Jenis

Berat Volume Kering

Kuat Tekan Bebas Triaxial

CBR Konsolida

si 0% 5% 8% 10% 15

%

20% 25% 30%

1. Athaya Zhafira (2023) 2. Solekan

(2017) 3. Rasuma Wahy

Tri Nurvinto (2017)

4. Hekmatiar Ali Zorghi (2023

5. Ali Nugraha (2023)

6 M.Dimas Khoiri (2024)

Gambar

Gambar 2. 2 Struktur Atom dari Montmorillonite  Sumber: Mineral oleh Bowles (1991) dalam Fauziek dkk (2018)
Gambar 2. 3 Kasiflikasi Tanah Sistem USCS .
Gambar 2. 4 (a) Elemen penyusun tanah dalam keadaan asli,  (b) Tiga elemen tanah
Tabel 2. 3  Nilai-nilai berat jenis  Macam  Tanah  Berat Jenis (Gs)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian sifat fisis tanah lempung yang distabilisasi dengan limbah beton menunjukkan bahwa nilai berat jenis , kadar air, batas cair, batas susut,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan berbagai konsentrasi tepung labu kuning terhadap kadar air, kadar abu, kadar beta karoten, dan kadar serat

komposisi garam dan hasil analisa dapat dilihat pada tabel 3. Garam magnesium mencapai nilai optimumnya ketika air laut terevaporasi seluruhnya dengan kadar 22,59%

Gambar 3.2 Rongga terisi aspal campuran beton aspal dengan limbah botol air mineral Dari gambar 3.1 dan 3.2 dapat dilihat bahwa dengan penambahan limbah botol air mineral

Penambahan waktu aerasi yang semakin lama pada air limbah rumah sakit didapatkan hasil semakin berkurang kadar amoniak dalam air limbah rumah sakit, hal ini dikarenakan

Gambar 3.2 Rongga terisi aspal campuran beton aspal dengan limbah botol air mineral Dari gambar 3.1 dan 3.2 dapat dilihat bahwa dengan penambahan limbah botol air mineral

Pada tabel 4.15 dan gambar grafik 4.2, dapat dilihat bahwa pada umur beton 7 hari dengan penambahan limbah katalis 0,5%, 1%, 1,5% dan 2% prosentase kenaikan kuat desak beton

Hasil pengujian pemadatan Pengaruh penambahan penambahan limbah cangkang tiram terhadap kepadatan Grafik hubungan berat volume kering maksimum dan kadar air optimum dengan