Kajian Undang-undang Pembentukan Undang-undang Model Omnibus dalam Sistem Perundangan Indonesia dari Perspektif Dasar Politik. Kajian Undang-undang Pembentukan Undang-undang Model Omnibus dalam Sistem Perundangan Indonesia dari Perspektif Dasar Politik”. Bagaimana menganalisis dasar politik terhadap pembentukan undang-undang undang-undang model omnibus dalam sistem perundangan indonesia.
Untuk mengetahui bagaimana judicial review membentuk model omnibus law dalam sistem hukum Indonesia. Untuk mengetahui bagaimana Model Hukum Omnibus Law diciptakan dalam perspektif sistem hukum Indonesia Siyasah Dusturiyah.
PENDAHULUAN
- Rumusan Masalah
- Tujuan
- Manfaat Penelitian
- Metode Penelitian
- Penelitian Terdahulu
- Sistematika Penulisan
Sebagai sebuah karya ilmiah tepat guna yang disusun secara sistematis dan memudahkan penyelesaian permasalahan sehingga dapat mengetahui secara umum apa yang sedang diuraikan, maka penulis merancang penelitian ini dalam 4 (empat) bab, yaitu:
KAJIAN TEORI
Pengertian Sistem Hukum Indonesia
Pokok bahasan menyebutkan bahwa sistem adalah suatu susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang tersusun dari bagian-bagian yang saling berhubungan, disusun menurut suatu rencana atau pola, hasil tulisan untuk mencapai suatu tujuan.25 Dalam sistem yang baik, tidak ada yang bisa menjadi kontradiksi antar bagian. Oleh karena itu, hukum adalah suatu sistem yang berarti suatu tatanan atau tatanan aturan-aturan kehidupan yang kesemuanya itu terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan.28 Dapat disimpulkan bahwa sistem hukum merupakan suatu kesatuan tatanan yang yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur.- Unsur-unsur yang saling berhubungan dan berkaitan erat. Untuk mencapai suatu kesatuan tujuan diperlukan kerjasama antar bagian atau unsur-unsur menurut suatu rencana dan pola tertentu.
Pembagian Sistem Hukum Pada Umumnya
Hukum perdata adalah sistem hukum yang dianut oleh banyak negara Eropa kontinental yang didasarkan pada hukum Romawi. Bentuk sumber hukum dalam arti formal dalam sistem hukum perdata adalah berupa peraturan perundang-undangan, adat istiadat, dan ilmu hukum. Sistem hukum Anglo-Saxon cenderung mengedepankan common law, yaitu peraturan perundang-undangan yang berjalan secara dinamis sesuai dengan dinamika masyarakat.
Teori Peraturan Perundang-Undangan
- Pengertian Peraturan Perundang-Undangan
- Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
- Landasan Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Di
Mengenai yang dimaksud dengan ketentuan hukum, Hans Kalsen menjelaskan bahwa ketentuan hukum mempunyai tiga unsur pokok, yaitu: Pertama, norma hukum, dan kedua, sah secara lahiriah. Sedangkan sifat umum norma hukum dalam peraturan perundang-undangan adalah berupa perintah, larangan, izin, dan pengecualian. Adapun mekanisme penyusunan rancangan undang-undang, mulai dari tahap perencanaan, penyusunan, penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan sosialisasi, tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Penyusunan Rancangan Undang-Undang.
Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan pedoman atau pedoman dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. terbaik). Rosyid Al Atok, Konsep Teori Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Sejarah dan Perbandingannya dengan Beberapa Negara Bikameral, (Jawa Timur: Setara Press, 2015), h. Secara rinci Attamimi menjelaskan bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, selain berpedoman pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik (baginselen van gegende wetgevingen), juga harus berpedoman pada asas umum hukum (algemene rechtsbeginselen), yang didalamnya terdiri atas negara yang berdasarkan kedaulatan rakyat.
Asas formil merujuk pada proses pembuatan dan pembuatan peraturan hukum, sedangkan asas materiil merujuk pada isi atau materi peraturan hukum. Adanya persyaratan kesesuaian bentuk atau jenis produk hukum dengan bahan yang dikuasai, terutama bila diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau setara. Dengan adanya landasan sosiologis maka diharapkan tatanan hukum yang dianut akan dapat diterima dengan sendirinya bahkan secara spontan di tengah masyarakat.
Undang-undang dan peraturan yang diterima secara wajar akan memiliki kekuatan untuk menjadi efektif dan tidak memerlukan banyak upaya institusional untuk menerapkannya.
Praktik Omnibus Law di Berbagai Negara
- Praktik Omnibus Law di Kanada
- Praktik Omnibus Law di Amerika
Landasan filosofisnya berkaitan dengan “gagasan tentang hukum” yang dimiliki semua orang, yaitu apa yang diharapkannya dari hukum, misalnya untuk menjamin keadilan, ketertiban, kesejahteraan dan sebagainya. Namun di balik terbentuknya bukan tanpa permasalahan, disini terlihat bahwa gagasan omnibus law di Kanada pernah menimbulkan kontroversi dan mendapat penolakan luas dari masyarakat, sehingga konsep tersebut juga ditolak oleh Senat pada tahun 1923. Senat menolak usulan RUU Perkeretaapian yang diajukan pemerintah karena dinilai terlalu kental.
Dalam perdebatan di Senat, direkomendasikan agar RUU tersebut dipecah menjadi beberapa RUU terpisah ketika diperkenalkan kembali. Atas dasar itu, pemerintah kemudian mengajukan rancangan undang-undang tersendiri secara komprehensif sesuai instruksi Senat. Hal ini dimaksudkan untuk menyelaraskan berbagai ketentuan di lapangan yang dianggap dapat memicu pemisahan diri negara-negara yang mendukung perbudakan.
Rancangan undang-undang ini dikenal dengan nama Fugitive Slave Act, dan dianggap paling terkenal karena melemahkan 5 (lima) undang-undang yang banyak dikritik oleh para abolisionis dan ditentang oleh banyak kelompok pro-perbudakan. Namun RUU Pengumpulan tersebut akhirnya disetujui dan disahkan sesuai dengan maksud dan tujuannya, sehingga perpecahan dan perang saudara dapat dicegah dan ditunda selama satu dekade. Kedua, Omnibus Draft Act bulan Juni 1868 yang mengakui 7 (tujuh) negara bagian baru di wilayah selatan Amerika Serikat yang dianggap telah mematuhi ketentuan undang-undang tersebut, yaitu Reconstruction Act.
Sedangkan RUU ketiga adalah The Omnibus Act tanggal 22 Februari 1889 yang mengakui masuknya 4 (empat) negara bagian, yaitu North Dakota, South Dakota, Montana, dan negara bagian Washington.
Teori Siyasah Dusturiyah
- Pengertian Siyasah Dusturiyah
- Objek Kajian Siyasah Dusturiyah
- Ahl All-Hal Wa Al-Aqd
Dengan kata lain, ahlul halli wal aqdi merupakan lembaga perwakilan yang menampung dan menyebarkan aspirasi atau suara masyarakat. Anggota ahlul halli wal aqdi terdiri dari berbagai kalangan dan profesi. Al Mawardi menyebut ahlul halli wal aqdi dengan ahl al-ikhyar karena merekalah yang berhak memilih khalifah.
Memang saat ini ahl al syura atau ahlul halli wal aqdi belum terlembaga dan mandiri. Imam Al-Mawardi menyebut Ahlu ahalli wal Aqdi dengan al-ikhtiyar karena merekalah yang berhak memilih khalifah. Seorang Nawawi dalam Al-Minhaj Ahlul halli wal Aqdi adalah ulama, ketua, tokoh masyarakat sebagai elemen masyarakat yang berusaha mewujudkan kemaslahatan umat.
Sedangkan menurut ahli fiqh siyasah, Ahlul halli wal Aqdi adalah orang yang mempunyai wewenang untuk memutuskan dan menentukan sesuatu atas nama rakyat atau badan perwakilan yang menyesuaikan dan membimbing aspirasi rakyat. Ahlul halli wal aqdi ialah pembawa kuasa tertinggi yang berkuasa memilih dan membaiat para imam. Ahlul halli wal aqdi berkuasa membuat undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat dalam perkara yang tidak dikawal ketat oleh al-Quran dan al-Hadis.
Ahlul halli wal aqdi membawahi jalannya pemerintahan, kewenangan nomor 1 dan 2 sama dengan kewenangan MPR, kewenangan nomor 3 dan 5 adalah DPR, dan kewenangan nomor 4 adalah kewenangan DPA di Indonesia sebelum amandemen. UUD 1945.78.
TINJAUAN YURIDIS PEMBENTUKAN OMNIBUS LAW
Kedudukan Omnibus Law Dalam Sistem Hukum Indonesia
Sebab, pembentukan undang-undang dengan metode omnibus law akan menghasilkan undang-undang payung (Umrela law). Jadi, penulis dapat menyimpulkan bahwa terbentuknya omnibus law ini secara tidak langsung mengarah pada payung hukum. 104 Pasal 96 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Dari kelemahan-kelemahan tersebut di atas, sebaiknya rumusan omnibus law ini diperbaiki dan direvisi agar tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hal ini terlihat dari pembentukan undang-undang hak cipta (omibus law) di lingkungan pemerintah saat itu nampaknya masih banyak kekurangan yang dirasakan masyarakat, terutama terkait dengan partisipasi masyarakat dan transparansi (keterbukaan) informasi. Jadi, keterbukaan informasi untuk membentuk suatu undang-undang yang baik merupakan suatu kewajiban karena tertuang dalam salah satu asas pembentukan peraturan perundang-undangan.
125 Pasal 96 UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Masih terdapat kekurangan dalam pembentukan omnibus law sehingga bertentangan dengan asas dan muatan yang terkandung dalam Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Asas hukum mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan menyatakan bahwa masyarakat mempunyai hak untuk ikut serta dalam peninjauan kembali pembentukan suatu undang-undang, sedangkan hal tersebut belum dilaksanakan.
Penulis juga melihat bahwa omnibus law sendiri merupakan payung hukum yang menaungi undang-undang lainnya. Sebagaimana dalam pasal 7 ayat (1) undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan mengenai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, kedudukan undang-undang payung ini tidak terdapat dalam pasal tersebut. Setelah melakukan analisa yang penulis lakukan, maka penulis berharap agar pembentukan omnibus law ini perlu diperbaiki dan direvisi kembali agar tidak bertentangan dengan Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
TINJAUAN SIYASAH DUSTURIYAH TERHADAP
Analisis Siyasah Dusturiyah Terhadap Pembentukan Omnibus Law
PENUTUP
Saran
Rosyid, Konsep Pembentukan Teori Legislasi, Sejarah dan Perbandingan dengan Beberapa Negara Bikameral, Jawa Timur: Setara Press, 2015. Redi, Ahmad, Ibnu Sina Chandranegara, Debat Omnibus Law Pengadopsiannya di Badan Legislatif Nasional Sistem, Depok: PT. Azhar, Muhammad, “Omnibus Law sebagai Hyper-Regulation Menuju Sinkronisasi Peraturan Perundang-undangan di Indonesia”, Jurnal Hukum Administrasi dan Pemerintahan, Vol 2 Edisi 1, Maret 2019.
Abdul, Ghoni Choiruddin, “Pengaturan Harmonisasi RUU yang Dibentuk di Daerah oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia”, Universitas Airlangga: Speciale, Det Juridiske Fakultet, 2020. Institut Kajian Strategiske BEM Kema Unpad 2020 Betydning Kabinet Eksplorasi, ”Catatan Kritis Omnibus Law Membedah Karya RUU Hak Cipta”, Universitas Unpad, 2020. 11 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan”, Jurnal Hukum Hukum Untuk Mengatur dan Melindungi Masyarakat Fakultas Hukum Kristen Indonesia, Vol 6 No.
Rizkiyono, Joko, “Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Untuk Mewujudkan Kesejahteraan”, Jurnal Aspirasi, Vol. Ulil, Ahmad Sakti Lazuardi, Dita Chandra Putri, “Arsitektur Implementasi Omnibus Law Melalui Transplantasi Pembentukan Undang-Undang Nasional”, Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, Vol. Puspa, Sari Haryanti, "Kompilasi Omnibus Law Cipta Kerja Dianggap Menyimpang", https://nasional.kompas.com, (tilgået tirsdag den 1 desember 2020 kl. 20.35 WIB).
Plus Minus Omnibus Law di Mata Ahli”, https://cakrapuspalawoffice.id, (diakses Selasa, 24 November 2020, pukul 10.15 WIB).