Infeksi Nosokomial
Dr. Ismi Rahmawati, M.Si., Apt
Pengertian
Infeksi nosokomial atau Healthcare Associated Infections (HAIs) adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Infeksi nosokomial merupakan adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit dan menyerang pasien yang sedang dalam proses perawatan, yang tidak ditemukan dan tidak dalam masa inkubasi saat pasien masuk rumah sakit.
Infeksi nosokomial terjadi karena adanya transmisi dari mikroba patogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan perangkatnya.
Kriteria :
1. Saat pasien masuk RS tidak ada tanda-tanda klinik infeksi
2. Waktu pasien masuk RS tidak sedang dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut
3. Tanda-tanda klinik baru timbul minimal setelah 3 x 24 jam sejak mulai perawatan (tak mutlak
tergantung kuman)
4. Infeksi bukan merupakan sisa infeksi sebelumnya 5. Saat mulai dirawat di RS sudah ada tanda-tanda
infeksi & dapat dibuktikan infeksi tersebut di dapatkan pasien ketika dirawat di RS yg sama pd waktu yg lalu dan belum pernah dilaporkan sebagai Infeksi Nosokomial.
• Outcame Infeksi Nosokomial
– Peningkatan angka kesakitan dan Kematian – Ketidaknyamanan
– Peningkatan biaya
– Peningkatan lama perawatan – komplikasi penyakit
Rumah sakit memiliki risiko tinggi menjadi tempat
penyebaran infeksi karena populasi mikroorganisme yang tinggi.
Mikroorganisme dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit seperti lantai, air, udara,
perabotan rumah sakit, peralatan non medis bahkan pada
Angka Kejadian Infeksi Nosokomial
• Di negara berkembang termasuk Indonesia, rata- rata prevalensi infeksi nosokomial adalah sekitar 9,1 % dengan variasi 6,1%-16,0%.
• Di Indonesia infeksi nosokomial mencapai 15,74%
jauh diatas negara maju yang berkisar 4,8 – 15,5%
(Kemenkes, 2013).
• Menurut Depkes RI (2011), angka kejadian infeksi di rumah sakit sekitar 3 – 21% (rata-rata 9%) atau lebih 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia.
Angka Kejadian Infeksi Nosokomial
Indikator mutu RS
Jenis Inos yang paling sering terjadi di RS Indonesia:
• BSI (Bloodstream Infections)/IADP (Infeksi Aliran Darah Primer)
• CAUTI (Catheterassociated Urinary Tract Infections) / ISK (Infeksi Saluran Kemih)
• VAP (Ventilator-associated Pneumonia)
• HAP (Hospital-asociated Pneumonia)
• SSI (Surgical Site Infections)/IDO (Infeksi Daerah Operasi)
Infeksi Nosokomial
Faktor Penyebab Infeksi Nosokomial
–Faktor Intrinsik
• Faktor-faktor yang ada pada diri penderita seperti umur, jenis kelamin, kondisi umum penderita, resiko terapi, atau adanya penyakit lain yang menyertai penyakit dasar
(multipatologi) beserta komplikasinya
–Faktor Ekstrinsik
• Faktor luar juga berpengaruh dalam penularan infeksi nosokomial di rumah sakit.
Faktor Ekstrinsik
Faktor – faktor tersebut antara lain:
1. petugas pelayanan medis ( misal: Dokter, perawat , bidan, tenaga laboratorium, dan sebagainya ), 2. peralatan dan material rumah sakit ( misal: jarum ,
kateter, instrumen, respirator, kain/doek, kasa, dan lain – lain ),
3. lingkungan ( seperti ruangan/bangsal perawatan, kamar bersalin, dan kamar bedah, tempat
pembuangan limbah atau sampah ),
4. makanan/minuman yang disajikan untuk pasien, penderita lain yang keberadaannya sama dalam satu kamar, pengunjung/keluarga
Faktor Risiko HAIs meliputi:
1. Umur: neonatus dan orang lanjut usia lebih rentan.
2. Status imun yang rendah/terganggu (immunocompromised):
penderita dengan penyakit kronik, penderita tumor ganas, pengguna obat-obat imunosupresan.
3. Gangguan/Interupsi barier anatomis 4. Implantasi benda asing
5. Perubahan mikroflora normal: pemakaian antibiotika yang tidak bijak dapat menyebabkan pertumbuhan jamur
berlebihan dan timbulnya bakteri resisten terhadap berbagai antimikroba
Faktor Risiko HAIs
Gangguan/Interupsi barier anatomis:
• Kateter urin: meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih (ISK).
• Prosedur operasi: dapat menyebabkan infeksi daerah operasi (IDO) atau “surgical site infection”
(SSI).
• Intubasi dan pemakaian ventilator: meningkatkan kejadian “Ventilator Associated Pneumonia” (VAP).
• Kanula vena dan arteri: Plebitis, IAD
• Luka bakar dan trauma.
Faktor Risiko HAIs
Implantasi benda asing :
• Pemakaian mesh pada operasi hernia.
• Pemakaian implant pada operasi tulang, kontrasepsi, alat pacu jantung.
• “cerebrospinal fluid shunts”
• “valvular / vascular prostheses”.
Chain of Infection
1. Mikroba yg infeksius
– Penyebab utama : bakteri & virus, kadang- kadang jamur, jarang karena parasit
– Tergantung patogenitas/virulensi serta jumlahnya
– Contoh bakteri penyebab infeksi pada Tabel 1
Tabel 1. Bakteri Penyebab Infeksi
Tempat Infeksi Bakteri
Sal. Cerna E. coli, Salmonella, Shigella Compylobacter
Sal. pernapasan atas H. influenzae, S. pyogenes, S.
pneumoniae Sal. pernapasan
bawah S. pneumoniae, P. aeroginosa, K.
pneumoniae, I. pneumophila Septikemi E. coli, P. aeroginosa, S. auerus Luka bakar P. aeroginosa, E. coli, S. aureus, S.
pyogenes
Luka S. aureus, S. epidermidis, Klebsiella, Bacteroides, P. mirabilis, S. marcescens Sal. kemih E. coli, P. aeruginosa, Proteus aerogenes,
S. marcescens, Klebsiella, S. faecalis
Jenis Infeksi Nosokomial yang paling sering terjadi:
– Bakteremia nosokomial – ISK nosokomial
– Infeksi nosokomial pada luka operasi – Hepatitis virus akut nosokomial
– Infeksi sal. cerna nosokomial
– Endometritis pasca partum
2. Reservoir dan Source
– Reservoir : tempat dimana mikroba tetap hidup dan berkembang biak
– berupa mahluk hidup (manusia & hewan) atau benda mati
– Source : tempat dari mana mikroba yg inf.
menular ke host, mll kontak langsung at tdk langsung
Chain of Infection…
3.Portal of Exit
– Melalui satu atau beberapa tempat – Contoh : sal. cerna, sal. nafas, sal.
urogenital
Chain of Infection…
4. Transmission (Penularan)
– Perpindahan mikroba dari source ke host – Melalui kontak (>), udara dll di RS dari :
• Petugas RS
• Barang2 (sprei, saputangan)
• Pengunjung
• Air,mak, udara
• Pembedahan
• Flora normal pasif
• Medikasi (suntikan, infus, cateter)
– Pengetahuan ttg cara penularan penting krn dpt diketahui sumbernya & cara mengatasinya
Chain of Infection…
5. Portal of Entry
– Tempat masuk kuman
– Melalui : kulit, dinding mukosa, sal. nafas, sal. cerna, sal.
urogenital
6. Host
– Masuknya kuman ke host tdk sll menyebabkan inf – Yang memegang peranan penting : mekanisme
pertahanan tubuh hostnya (spesifik & non spesifik) – Non spesifik : kulit, ddg mukosa, sekresi kel. (air mata,
as. lambung, cairan mukosa, enzim2) nutrisi, genetik, hormonal (dm), usia, peny. kronis.
– Spesifik : timbul scr buatan maupun alamiah
7. Lingkungan
– Lingkungan yg sehat dan terpelihara
Chain of Infection…
Pencegahan Infeksi nosokomial
1. persiapan penderita 2. Kewaspadaan standar 3. Penggunaan antibiotik
Persiapan Penderita
1. Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk :
2. Membatasi transmisi organisme dari atau antara pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan.
3. Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
4. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi.
5. Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif.
6. Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan
Syarat agar program pencegahan sukses :
– Ada organisasinya di bawah komite
– Ada peraturannya – Ada sistemnya
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS)
Pengertian: Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan
Dasar:
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus melaksanakan PPI. PPI dilaksanakan melalui penerapan:
a. prinsip kewaspadaan standar dan berdasarkan transmisi;
b. penggunaan antimikroba secara bijak; dan c. bundles (merupakan sekumpulan praktik berbasis bukti sahih yang menghasilkan
perbaikan keluaran poses pelayanan kesehatan bila dilakukan secara kolektif dan konsisten)
Kewaspadaan standar
• kewaspadaan yang utama, dirancang untuk diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, baik yang telah didiagnosis,diduga terinfeksi atau kolonisasi.
• Diterapkan untuk mencegah transmisi silang sebelum pasien di diagnosis, sebelum adanya hasil pemeriksaan laboratorium dan setelah pasien didiagnosis.
• Tenaga kesehatan seperti petugas laboratorium, rumah tangga, CSSD, pembuang sampah dan lainnya juga berisiko besar terinfeksi.
Kewaspadaan standar
1. Kebersihan tangan 2. Alat pelindung diri (APD)
3. Dekontaminasi Peralatan Perawatan Pasien 4. Pengendalian lingkungan
5. Pengelolaan Limbah 6. Penatalaksanaan linen
7. Perlindungan Kesehatan Petugas 8. Penempatan Pasien
9. Kebersihan pernafasan/etika batuk dan bersin 10. Praktik menyuntik yang aman
KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI
1. Melalui kontak 2. Melalui droplet
3. Melalui udara (Airborne Precautions)
4. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan)
5. Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)
Pelaksanaan PPI
1. Surveilans HAIs
2. Pendidikan dan pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
Surveilans HAIs
Suatu proses yang dinamis, sistematis, terus
menerus dalam pengumpulan, identifikasi, analisis
dan interpretasi data kesehatanyang penting di
fasilitas pelayanan kesehatan pada suatu populasi
spesifik dan didiseminasikan secara berkala kepada
pihak-pihak yang memerlukan untuk digunakan
dalam perencanaan, penerapan, serta evaluasi
suatu tindakan yang berhubungan dengan
kesehatan.
Tujuan Surveilans Hais Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
1. Tersedianya informasi tentang situasi dan
kecenderungan kejadian HAIs di fasilitas pelayanan kesehatan dan faktor risiko yang mempengaruhinya.
2. Terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya fenomena abnormal
(penyimpangan) pada hasil pengamatan dan dampak HAIs di fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Terselenggaranya investigasi dan pengendalian kejadian penyimpangan pada hasil pengamatan dan dampak HAIs di fasilitas pelayanan kesehatan.
Metode Surveilans
1. Surveilans Komprehensif (Hospital Wide/Tradisional Surveillance)
2. Surveilans Target (Targetted Surveillance) 3. Surveilans Periodik (Periodic Surveillance) 4. Surveilans Prevalensi (Prevalence
Surveillance)
Langkah-Langkah Surveilans
1. Perencanaan
2. Pengumpulan data 3. Analisis
4. Interpretasi 5. Pelaporan 6. Evaluasi
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Untuk dapat melakukan pencegahan dan
pengendalian infeksi dibutuhkan pendidikan dan pelatihan baik terhadap seluruh SDM fasilitas pelayanan kesehatan maupun pengunjung dan keluarga pasien.
Bentuk pendidikan dan/atau pelatihan pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari:
a. Komunikasi, informasi, dan edukasi b. Pelatihan PPI
PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA di RS
Pemberian antibiotik pada pasien dapat berupa:
1. Profilaksis bedah
2. Terapi antibiotik empirik 3. Terapi antibiotik definitif
Profilaksis bedah
• Pemberian Antibiotik pada beberapa operasi bersih (misalnya kraniotomi, mata) dan semua operasi bersih terkontaminasi adalah penggunaan
antibiotik sebelum, selama, dan paling lama 24 jam pasca operasi pada kasus yang secara klinis tidak memperlihatkan tanda infeksi dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi daerah operasi. Pada prosedur operasi terkontaminasi dan kotor,pasien diberi terapi antibiotik sehingga tidak perlu
ditambahkan antibiotik profilaksis.
Terapi antibiotik empirik
• penggunaan antibiotik pada kasus infeksi atau diduga infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya.
Terapi antibiotik empirik ini dapat diberikan selama 3-5 hari.
• Antibiotik lanjutan diberikan berdasarkan data hasil pemeriksaan laboratorium dan mikrobiologi.
• Sebelum pemberian terapi empirik dilakukan
pengambilan spesimen untuk pemeriksaan mikrobiologi.
Jenis antibiotik empirik ditetapkan berdasarkan pola mikroba dan kepekaan antibiotik setempat.