UJIAN AKHIR SEMESTER
TEKNIK MANAJEMEN INDUSTRI (JUNI 2024) Nama : Rifhael Tampubolon
NIM : 2102018
1. Anda diminta mengemukakan, menjelaskan, menguraikan dan memberikan contoh kongkrit penerapan lima dari 14 bidang Industrial and Systems Engineering Body of Knowledge (IISEBoK, 2021), yaitu bidang ilmu nomor 1,7,12,13, 14 , pada industri manufaktur, contoh kongkrit yang dimaksud bisa dalam bentuk soal-jawab atau kasus yang kongkrit di industri manufaktur. Semua sumber referensi yang digunakan harus disebutkan, dan jurnal, harus dilampirkan.
Jawab:
1. Bidang ilmu nomor 1 Work Design and Measurement
Desain dan pengukuran kerja merupakan suatu proses mencakup alat dan teknik yang digunakan untuk menetapkan waktu bagi rata-rata pekerja untuk melaksanakan tugas tertentu pada tingkat kinerja tertentu dalam lingkungan kerja yang ditentukan. Analisisnya terkait dengan desain dan pengukuran kerja berfokus pada penciptaan lingkungan kerja standar yang memaksimalkan kepuasan pekerja
dan menciptakan nilai terbaik bagi perusahaan dan konsumen. Kegiatan ini meliputi berbagai aspek mulai dari pengukuran kerja, waktu, penyerderhanaan proses kerja, dan perancangan proses kerja supaya dapat menuntaskan suatu pekerjaan dengan efektif dan efisien guna mewujudkan kualitas serta hasil yang maksimal bagi pekerja, perusahaan dan konsumen. Contoh kausu yang terjadi yaitu Implemantasi Line Balancing untuk Peningkatan Efisiensi di Line Welding Studi Kasus: PT X.
Permasalahan yang terjadi yaitu PT. X merupakan perusahaan yang memproduksi knlapot sepeda motor merek Yamaha. Model knalpot 1DY merupakan model knalpot untuk sepeda motor tipe New Jupiter Z. Dengan adanya penumpukan barang pada aliran produksi, operator kerja yang tidak ada di stasiun kerjanya pada saat jam kerja, secara otomatis akan menyebabkan lost time pada jam kerja teruatama saat waktu produksi. Hal ini tentu berpengaruh dan berdampak negative keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan.
Cara yang digunakan untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan menerapkan metode Line Balancing yang berupa menyeimbangkan penugasan beberpaa elemen kerja dari lintasan perakitan ke stasiun kerja supaya meminimumkan banyaknya stasiun kerja dan meminimumkan total waktu menunggu (Idle time).
Lampiran:
Paper ini telah direview dan dipublikasikan di Jurnal Rekayasa Sistem Industri Volume 6 No.1 April 2017
http://journal.unpar.ac.id/index.php/jrsi/index ISSN: 0216-1036 (print) & ISSN 2339-1499 (online)
Implementasi Line Balancing untuk Peningkatan Efisiensi di Line Welding Studi Kasus: PT X
Hery Hamdi Azwir1, Harry Wahyu Pratomo2
1,2) Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Industri, Universitas President Jl. Ki Hajar Dewantara, Cikarang Utara, Bekasi, Jawa Barat 17550
Email: 1[email protected], 2[email protected]
Abstract
Line balancing is a jobs assignment into a number of work stations that are interrelated in a track or a production line with an objective to minimizing the idle time on the line that is determined by the slowest operation.
In line welding 1DY models includes eight work stations where one work station is done by one operator. Problems have been found that these operators have very long idle time and also there is too much wip that creates bottleneck in the production line so these leads to a waste of manpower and time. This waste of manpower and time need to be reduced by determining the optimal amount of labor in order to avoid excessive idle time but work can be done effectively and efficiently. One way to adress imbalance line is to apply line balancing methods.The results of this research shows that the line balancing methods can reduced the waste of time and give solutions for the optimal amount of labor requirements for line welding 1DY models.
Keywords: Line Balancing, Workstation, Production Line, Idle Time, Bottleneck.
Abstrak
Keseimbangan lini adalah suatu penugasan sejumlah pekerjaan kedalam stasiun-stasiun kerja yang saling berkaitan dalam suatu lintasan atau lini produksi dengan tujuan meminimumkan waktu menganggur pada lintasan yang telah ditentukan oleh operasi yang paling lambat.Pada line welding model 1DY terdapat 8 stasiun kerja dimana 1 stasiun kerja dikerjakan oleh 1 operator. Disaat pekerjaan berlangsung sering terjadi waktu menganggur yang sangat lama untuk setiap operator dalam melakukan pekerjaannya, serta adanya penumpukan barang pada aliran produksi (bottleneck), menyebabkan terjadinya pemborosan tenaga kerja. Dengan adanya pemborosan waktu tersebut, perlu dilakukan perhitungan ulang penentuan jumlah tenaga kerja yang optimal agar tidak terjadi waktu menganggur yang berlebihan dan pekerjaan dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Salah satu cara untuk mengatasi ketidakseimbangan lini adalah dengan melakukan keseimbangan pada lini perakitan menggunakan metode-metode keseimbangan lini.Hasil penelitian ini menghasilkan metode keseimbangan lini yang optimal dan jumlah kebutuhan tenaga kerja optimal yang dapat digunakan untuk line welding model 1DY.
Kata kunci: Keseimbangan Lini, Stasiun Kerja, Lini Produksi, Waktu Menganggur, Bottleneck.
Pendahulu an Latar belakang
Masalah
PT. X adalah perusahaan yang
memproduksi knalpot (muffler) sepeda motor merk Yamaha. Model knalpot 1DY adalah model knalpot untuk sepeda motor type New Jupiter Z. Dengan adanya penumpukan barang pada aliran p roduksi (bottleneck), operator kerja yang tidak ada di stasiun kerjanya pada saat jam kerja, secara otomatis terjadi lost time jam kerja pada schedule produksi.
Hal ini berdampak negatif pada
keuntungan yang dihasilkan perusahaan, yang dapat diketahui dari jumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk gaji karyawan, biaya makan karyawan, tunjangan transportasi dan lain-lain.
Pembengkakkan biaya tersebut karena adanya penggunaan tenaga kerja yang tidak tepat, dapat diminimalkan dengan penerapan strategi dan perencanaan produksi yang tepat, mengingat model 1DY diproduksi secara massal. Dalam produksi massal dimana metode dan elemen-elemen kerja yang sama dilakukan berulang-ulang, efficiency line yang
rendah dan balance delay yang tinggi memberi dampak negatif secara langsung terhadap performa produksi suatu perusahaan secara keseluruhan. Data jumlah tenaga kerja yang digunakan sebanyak 8 operator per bulan memperlihatkan bahwa sumber daya yang ada belum dikelola secara maksimal. Salah satu cara untuk mengatasi ketidakseimbangan line adalah dengan melakukan keseimbangan pada lini perakitan (line balancing).
Line balancing merupakan metode untuk menyeimbangkan penugasan beberapa elemen kerja dari suatu lintasan perakitan ke stasiun kerja untuk meminimumkan banyaknya stasiun kerja dan meminimumkan total waktu menunggu (idle time) pada keseluruhan stasiun kerja pada tingkat output tertentu (Boysen et al, 2007), yang dalam penyeimbangan tugas ini, kebutuhan waktu per unit produk yang dispesifikasikan untuk setiap tugas dan
hubungan sekuensial harus
dipertimbangkan, sehingga memperoleh suatu arus produksi yang lancar dalam rangka mendapatkan utilisasi yang tinggi atas fasilitas, tenaga kerja maupun peralatan.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan, data serta pengolahan data yang didapatkan dari line welding 1DY, dapat diuraikan rumusan masalah penelitian sebagai berikut:
a. Bagaimana meningkatkan performansi line welding 1DY yang ada saat ini?
b. Bagaimana mendapatkan model
keseimbangan lintasan yang lebih efisien untuk line welding 1DY?
c. Berapakah jumlah kebutuhan
operator/tenaga kerja (manpower) yang ideal untuk line welding 1DY?
Tujuan dan Manfaat Penelitian Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai atas dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Mendapatkan rancangan model
keseimbangan lintasan (jumlah stasiun dan alokasi elemen kerja) yang efisien untuk line welding 1DY.
b. Menentukan jumlah operator (tenaga kerja) yang optimal untuk line welding 1DY.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan rekomendasi untuk
mengoptimalkan penggunaan sumber daya manusia (tenaga k erja) di PT. X.
2. Sebagai pengembangan ilmu bidang industri dalam kajian penggunaan tenaga kerja yang optimal.
Batasan Masalah
Sumber daya dan waktu penelitian yang terbatas, membuat adanya beberapa batasan
pembahasan dalam penelitian ini, antara lain :
a. Penelitian hanya dilakukan satu jenis produk knalpot yaitu model 1DY.
b. Pengambilan data penelitian diambil selama 3 bulan produksi yaitu bulan Agustus, bulan September dan bulan Oktober 2015.
c. Aspek yang diambil dalam penelitian ini adalah waktu siklus elemen kerja pada line welding 1DY.
d. Waktu baku yang digunakan pada penelitian ini adalah waktu baku yang dimiliki manajemen PT. X dimana waktu baku tersebut sudah mempertimbangkan performance rating (faktor penyesuaian) dan allowance (faktor kelonggaran) serta sesuai dengan waktu efektif kerja PT.
X.
e. Operator kerja yang diamati adalah operator kerja dengan tingkat kemampuan dan keterampilan rata- rata dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Asumsi
Untuk mempermudah penelitian, ada beberapa asumsi yang ditetapkan dalam pembuatan model line balancing. Asumsi tersebut antara lain:
a. Cara kerja yang digunakan sudah benar.
b. Tidak terjadi kendala dalam proses produksi seperti keterlambatan supply part, kerusakan mesin, alat kerja ataupun material handling.
c. Tidak adanya part NG didalam produksi.
d. 1 stasiun kerja dikerjakan oleh 1 operator sehingga total jumlah operator sama dengan jumlah stasiun kerja.
e. Pergantian operator disaat kerja jika ada sesuatu hal maka harus ijin terlebih dahulu ke sub-leader dan sub-leader yang akan menggantikan operator sementara waktu.
Metode Penelitian
Tahapan Penelitian
Perancangan line balancing ini, dilakukan dengan beberapa tahapan, antara lain observasi awal, identifikasi
masalah, studi pustaka, pengumpulan dan pengolahan data, analisis dan perbaikan, y ang kemudian menghasilkan kesimpulan dan rekomendasi.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data sendiri dilakukan dengan dua cara yaitu dengan pengumpulan data secara langsung dari perusahaan dan wawancara terhadap pihak- pihak yang berhubungan dengan proses kerja.
Metode yang Digunakan Dalam penelitian ini, ada 3 metode yang digunakan dalam perancangan line balancing ini yaitu:
1. Metode Helgeson-Birnie
Elsayed dan Boucher (1994) menjelaskan penyeimbangan lintasan metode ini dapat dilakukan melalui beberapa langkah berikut:
a. Menyusun precedence diagram
b. Menentukan posisi peringkat (positional weight) untuk setiap elemen kerja (posisi peringkat sebuah operasi yang saling berhubungan dari waktu alur terpanjang dari permulaan operasi hingga akhir jaringan).
c. Membuat urutan elemen kerja dari posisi peringkat teratas berdasarkan posisi peringkat pada langkah nomor dua.
d. Proses penempatan elemen-elemen kerja pada stasiun kerja berdasarkan posisi peringkat dan urutan paling tinggi ditempatkan pada urutan pertama.
e. Jika pada stasiun kerja terdapat waktu sisa setelah penempatan sebuah operasi, tempatkan operasi dengan urutan selanjutnya pada stasiun kerja, sepanjang operasi tidak melanggar hubungan precedence, waktu stasiun kerja tidak diizinkan melebihi waktu siklus.
Metode Helgeson-Birnie lebih dikenal
larangan precedences) dengan urutan menurun. Dengan kata lain j ika dua elemen memungkinkan untuk penugasan pada satu stasiun, elemen yang memiliki waktu lebih besar ditugaskan terlebih dahulu.
Setelah tiap elemen ditugaskan,
elemen-elemen yang
memungkinkan dipertimbangkan dalam urutan waktu yang menurun dalam penugasan selanjutnya.
Menggunakan matriks P (untuk mengindikasikan elemen kerja pendahulu) dan matriks F (mengindikasikan elemen kerja yang mengikuti) sebagai
prosedur penugasan.
2) Fase kedua dilakukan dengan cara mendistribusikan waktu menganggur secara merata pada semua stasiun melalui mekanisme jual dan transfer dari elemen- elemen antar stasiun (mematuhi batasan- batasan precedence). Tahapan yang harus dilakukan pada fase kedua ini adalah:
a. Menentukan waktu stasiun kerja terbesar dan terkecil dari balance pada fase satu.
b. Menentukan GOAL dengan rumus:
dengan nama bobot posisi peringkat (Rank
Positional Weight). GOAL= ST max-ST min
2
Pers. 1
2. Metode Kilbridge-Wester Heuristics
Elsayed dan Boucher (1994) menjelaskan penyeimbangan lintasan perakitan metode Kilbridge-Wester Heuristics dapat dilakukan dengan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. Membagi region atau daerah dari kiri ke kanan. Jika memungkinkan letakkan elemen kerja pada region paling kanan.
b. Tentukan peringkat untuk setiap elemen kerja pada setiap region berdasarkan waktu maksimum ke waktu minimum.
c. Berdasarkan ketentuan yang menyebutkan bahwa region atau daerah kiri terlebih dahulu dan peringkat operasi dalam region p ada langkah b lakukan pembebanan elemen k erja ke dalam stasiun kerja dengan ketentuan tidak melanggar precedence diagram dan waktu siklus tidak melebihi waktu siklus aktual.
3. Metode Moddie Young
Elsayed dan Boucher (1994) menjelaskan tentang dua fase yang terdapat dalam iterasi Moodie Young antara lain:
1) Fase pertama pada elemen kerja ditugaskan ke stasiun kerja secara berurutan pada assembly line dengan aturan kandidat terbesar (largest- candidate). Aturan largest-candidate terdiri atas penugasan elemen-elemen yang memungkinkan (tidak ada
c. Mengelompokkan semua elemen tunggal pada ST
max, yang mempunyai waktu lebih kecil dari GOAL dan tidak melanggar precedence diagram jika ditransfer ke STmin.
d. Menentukan semua trade yang memungkinkan dari STmax untuk elemen tunggal dari STmin
sehingga reduksi di STmax dan subsequent gain dalam STmin bernilai kurang dari 2 kali GOAL.
e. Memindahkan trade atau transfer terindikasi oleh kandidat dengan perbedaan absolut terkecil antar dirinya dengan GOAL.
f. Jika tidak ada trade atau transfer yang memungkinkan antara stasiun terbesar dan stasiun terkecil, coba trade dan transfer antara stasiun terperingkat dengan urutan berikut: dengan N (N ke- stasiun terperingkat yang memiliki waktu menganggur terbesar), N- 1,...,3,2,1.
g. Jika trade atau transfer masih tidak memungkinkan, letakkan larangan yang dibebankan oleh nilai GOAL dan coba, melalui langkah satu sampai enam, untuk mendapatkan trade atau transfer yang tidak akan meningkatkan nilai stasiun manapun melebihi cycle time aslinya.
i!
Parameter Performansi Line Untuk pengukuran performansi line pada penelitian ini, Elsayed dan Boucher (1994)
atau lebih dilakukan. Menentukan jumlah stasiun kerja dapat ditetapkan dengan rumus:
N ti
menjelaskan beberapa parameter yang dapat digunakan untuk mengukur performansi assembly line antara lain:
a. Line Efficiency (LE) merupakan rasio dari total waktu stasiun kerja terhadap waktu siklus (cycle time) dikalikan dengan jumlah stasiun kerja (workstation).
Jumlah Stasiun Kerja = i=1
WSi
Dimana:
N = Jumlah Elemen Kerja ti = Waktu Elemen Kerja Ke-i Wsi = Waktu Siklus
𝑃𝑒𝑟𝑠. 6
𝐾 𝑆𝑇i
𝐿𝐸 = Diman a:
. 2i ! 1 ×100 𝑃𝑒𝑟𝑠
𝐾 𝐶𝑇 Hasil Pembahasan
Purnomo (2004) menjelaskan jika perencanaan dan pengaturan yang tidak tepat
STi = Waktu stasiun i K= Jumlah stasiun kerja
CT = Waktu siklus atau cycle time b. Balance Delay (BD)
Balance Delay adalah rasio antara waktu menunggu dalam lintasan perakitan dengan waktu yang tersedia pada lini perakitan.
𝐾 × 𝐶𝑇 − 𝑛 1 𝑡𝑖
𝐵𝐷 = ×100% 𝑃𝑒𝑟𝑠.
3 (𝐾 × 𝐶𝑇) Dimana:
K = Jumlah stasiun kerja CT = Waktu siklus
∑ti = Jumlah dari seluruh waktu operasi BD
= Balance delay (%) c. Smoothness Index (SI)
Smoothness index atau indeks penghalusan yaitu cara untuk mengukur waktu tunggu relatif dari suatu lini perakitan. Nilai minimum dari smoothness index adalah 0 yang mengindikasikan keseimbangan sempurna. Semakin mendekati 0 nilai smoothness index suatu lini perakitan, maka semakin seimbang lini perakitan tersebut, artinya pembagian elemen kerja cukup merata pada lini
perakitan tersebut.
dapat mengakibatkan setiap stasiun kerja pada lintas perakitan memiliki kecepatan produksi yang berbeda sehingga terjadi penumpukan material di antara stasiun kerja yang tidak berimbang kecepatan
produksinya (bottleneck).
Oleh karena itu perlu dilakukan usaha- usaha untuk menyeimbangkan lintasan (line balancing).
Analisis Data
Data Tabel 1 dibawah ini merupakan data waktu siklus baku yang telah ditetapkan manajemen PT. X yang diambil perhitungannya oleh pihak departemen engineering PT. X (dalam satuan detik).
Tabel 1. Waktu siklus elemen kerja line welding 1DY
𝑆𝐼 = 𝑆𝑇𝑚𝑎𝑥 −
𝑆𝑇i 2 𝑃𝑒𝑟𝑠. 4
Dimana: STmax= Waktu maks stasiun kerja ke-i
Elemen
kerja Proses Ws
1 Roll Body 1-1 7.67
2 Weld Body 1-1 20
3 Forming Body 1-1 9.72
4 Weld Spot Body 1-1 x body 2-1 10
5 Robot 1 23.78
6 Robot 2 23.54
7 Marking 25.4
8 SPM 1 24.86
9 SPM 2 35.23
10 Spm Final 36.82
11 Robot 3 34.69
12 Weld SPM Body 1-1 x Body 1-2 35.41
13 Robot 4 33.76
14 Robot 5 39.77
15 Leaktest 21.31
16 Insp Jig 15
17 Clean Spatter 35.41
𝐾
STi = Waktu stasiun di stasiun kerja ke-i K = Jumlah stasiun kerja
Menghitung Takt Time
Takt time dapat dijelaskan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi satu unit produk berdasarkan pada kecepatan permintaan pelanggan. (Wignjosoebroto, 2003).
Selain data waktu baku, diperlukan juga data permintaan untuk perancangan l ine balancing. Data dibawah ini merupakan data permintaan produksi line welding 1DY.
𝑇𝑎𝑘𝑡 𝑇𝑖𝑚𝑒 = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖/ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑃𝑒𝑟𝑚𝑖𝑛𝑡𝑎𝑎𝑛 ℎ𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛
Menghitung Jumlah Stasiun Kerja
𝑃𝑒𝑟𝑠. 5
Tabel 2. Jumlah permintaan
Stasiun kerja adalah tempat pada lini perakitan dimana sebuah proses perakitan
Bulan Permintaan Hari kerja
Waktu kerja tersedia
(menit)
Agustus 6900 20 9100
September 7400 20 9100
Oktober 8500 22 10010
Analisis Kondisi Awal
37.39+33.78+…+50.41
= 8×72.05 ×100%
Untuk mempermudah analisis pada kondisi awal, maka dibuat ilustrasi kondisi layout awal line welding 1DY yang terdiri dari 8
= 75.01%
Balance Delay
K × CT -
n ti
stasiun kerja dengan 8 operator kerja. BD =
=
×100%i=1 (K × CT)
8×72.05 ×100%
= 24.98%
Smoothness Index
Gambar 1. Layout kondisi awal line welding 1DY Dimana:
: ilustrasi dari mesin atau elemen kerja : ilustrasi dari operator kerja
: ilustrasi dari pergerakan operator kerja : ilustrasi dari urutan proses kerja
Terlampau lama waktu operator menganggur antar stasiun dengan waktu t erlama stasiun membuat line tersebut kurang dalam hal efisiensi. Untuk mengetahui efficiency line tersebut, kita perlu mengetahui cycle time produk saat ini. Waktu siklus (cycle time) harus lebih besar atau sama dengan waktu stasiun dimana Ti ≤ STi ≤ CT (Elsayed dan Boucher, 1994). Waktu siklus terbesar pada penelitian ini dimiliki oleh stasiun kerja 5 (dalam satuan detik) hal ini dapat dilihat dari tabel 3.
Tabel 3. Idle time berdasarkan waktu stasiun kerja terlama Stasiun
kerja Ws stasiun kerja Idle time
1 37.39 34.66
2 33.78 38.27
3 58.23 13.82
4 50.26 21.79
5 72.05 0
6 69.17 2.88
7 61.08 10.97
8 50.41 21.64
Σ 432.37
Maka, perhitungan line efficiency, balance delay dan smoothness index pada kondisi awal adalah sebagai berikut:
Line Efficiency
K
ST
i
8×72.05 -432.37
SI =
=
= 62.67
Hasil analisis menunjukan performansi lini perakitan yang kurang baik pada kondisi line welding 1DY saat ini.
Berdasarkan perhitungan analisis kondisi awal, terdapat permasalahan dari indikator performansi line welding 1DY yaitu belum optimalnya performansi line welding 1DY.
Hasil Analisis Kondisi Awal
Berdasarkan identifikasi penyebab masalah yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa untuk memperbaiki performansi line welding 1DY maka diperlukan metode line balancing yang dapat mengoptimalkan performansi line welding 1DY.
Perancangan Metode Line Balancing
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menyeimbangkan lintasan perakitan adalah dengan mengatur ulang susunan pengelompokan elemen kerja. Elsayed dan Boucher (1994) menjelaskan beberapa hal yang menjadi batasan dalam pengelompokan elemen kerja antara lain:
a. Hubungan precedence
b. Jumlah stasiun kerja tidak boleh lebih besar dari jumlah elemen kerja atau operasi (1 ≤ K ≤ N).
c. Waktu siklus lebih besar atau sama dengan waktu maksimum dari waktu stasiun dan waktu elemen kerja Ti. Waktu stasiun tidak boleh melebihi cycle time (Ti
≤ STi ≤ CT).
Perhitungan Takt Time
Bulan Agustus dan bulan September terdapat waktu kerja efektif sebesar 9100 menit dengan target produksi sebesar 6900 pieces pada bulan Agustus serta 7400 pieces pada bulan September sedangkan pada bulan Oktober terdapat waktu kerja efektif sebesar
LE
=
i=1 ×100%
K (CT) 10010 menit dengan jumlah produksi 8
500
pieces hal ini dapat dilihat dari tabel 2.
i=1
STmax-STi 2
K
34.662+…+ 21.642
Berdasarkan data tersebut takt time dihitung dengan persamaan berikut.
Total waktu kerja tersedia
T1 Agustus = Permintaan 9100×60
Metode Helgeson-Birnie
Hasil perhitungan parameter performansi line dari metode Helgeson-Birnie adalah sebagai berikut:
Line Efficency
72.79+72.18…+71.72
=6900 LE = 6 ×74.55 ×100% = 96.66%
= 79.13 detik/produk Balance Delay
Total waktu kerja tersedia
BD
= 6 × 74.55 × 100 = 3.45%
T2 September
=
=
Permintaa n
9100×6 0 7400
Smoothness Index
SI = = 6.62
= 73.78 detik/produk Total waktu kerja tersedia
T3 Oktober = Permintaan 10010×60
= 8500
= 70.65 detik/produk Maka, acuan takt time yang di ambil adalah rata-rata dari tak time pada 3 bulan tersebut yaitu sebesar 74.55 detik/produk.
Metode Kilbridge-Wester Heuristic
Hasil perhitungan parameter performansi line dari metode Kilbridge-Wester Heuristic adalah sebagai berikut:
Line Efficiency
71.17+73.8…+71.72
LE = 6 ×74.55 ×100% = 96.66%
Balance Delay
BD = 6×74.55 ×100 = 3.45%
Smoothness Index
SI = = 6.86
T1+T2+T3 T(total) = 3
79.13+73.78+70.
65
= 3
= 74.55
detik/produk
Metode Moodie Young
Hasil perhitungan parameter performansi line dari metode Moodie Young adalah sebagai berikut:
Line Efficiency
71.17+73.8…+71.72
LE = 6 ×74.55 ×100% = 96.66%
Perhitungan Jumlah Stasiun Kerja Jumlah stasiun kerja sangat dibutuhkan
Balance Delay
perhitungannya untuk menentukan
BD = 6×74.55 ×100 = 3.45%
perancangan keseimbangan lintasan agar hasilnya lebih maksimal. Adapun penentuan jumlah stasiun kerja dapat di dilihat dari tabel 1 waktu siklus elemen
kerja line welding 1DY.
Smoothness Index
SI =
1.762+…+2.832
3.382+…+2.832 6 × 74.55 - 432.37
6×74.55 -432.37
3.382+…+2.832
6×74.55 -432.37
= 6.86 Berdasarkan tabel tersebut,
penentuan jumlah stasiun kerja dapat dihitung dengan persamaan berikut.
Jumlah stasiun kerja =
Perbandingan Parameter Performansi Line Peningkatan performasi line welding 1DY merupakan hasil dari penelitian ini yang menggunakan beberapa indikator performansi
untuk melihat seberapa baik tingkat
N ti
= i=1 Takt Time
= 74.5
5
performansi dari ketiga metode usulan.
Tabel 4 merupakan hasil perbandingan indikator performansi awal dan performansi usulan pembentukan rancangan keseimbangan masing-masing metode.
= 5.79 ≈ dibulatkan menjadi 6 stasiun kerja.
7.67 + 20 + 9.72 + ⋯ + 15 + 35.41
Tabel 4 Perbandingan indikator performansi
Dilihat dari hasil tabel diatas, perbandingan seluruh indikator performansi pada kondisi awal lebih kecil dari pada ketiga metode usulan dimana ketiga metode usulan tersebut mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Ketiga metode usulan mempunyai hasil yang sama besar pada indikator performansi efficiency line dan balance delay, akan tetapi mempunyai hasil yang berbeda jika dilihat dari hasil smoothness index . Hasil smoothness index pada metode Helgeson- Birnie mempunyai hasil yang paling baik sehinggga metode tersebut merupakan metode yang terbaik untuk penelitian ini.
Hasil Layout Kondisi Usulan
Gambar 2. Layout kondisi usulan line welding 1DY Dimana:
: ilustrasi dari mesin atau elemen kerja : ilustrasi dari operator kerja
: ilustrasi dari pergerakan operator kerja : ilustrasi dari urutan proses kerja
Hasil layout line welding 1DY pada kondisi usulan dengan 6 stasiun kerja dan menggunakan 6 operator. Secara visual, posisi letak mesin pada line welding 1DY tersebut tetap, hanya pergerak operator saja yang berubah mengikuti jumlah
elemen kerja pada setiap stasiun kerja yang dikerjakan.
Kesimpulan
Dari proses observasi dan analisis yang telah dilalui dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa:
Indikator performan
si
K- awal
H- birnie
Kilbridge
-ws Moodie y Jumlah
Stasiun Kerja (Operator)
8 6 6 6
Efficiency Line
75.01
% 96.66
% 96.66% 96.66%
Balance Delay
24.98
% 3.45
% 3.45% 3.45%
Smoothne
ss Index 62.67 6.62 6.86 6.86
a. Pembentukan rancangan dengan metode Helgeson- Birnie mampu memberikan solusi terbaik pada line welding 1DY.
b. Berkurangnya jumlah operator dengan memperkecil jumlah stasiun kerja yang semula 8 menjadi 6 (satu stasiun kerja ditangani oleh satu operator).
Daftar pustaka
Boysen, N., Malte Fliedner, dan Armin School. “A Classification of Assembly Line Balancing Problems”. Europan Journal of Operation Research, 2007: 183.
Elsayed, E. A., dan Boucher, T.O. (1994). Analysis and Control of Production Systems.
2nd Edition. Englewood Cliffs, New Jersey:
Prentice Hall International, Inc. Purnomo, H. (2004). Pengantar Teknik Industri. Edisi Kedua. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Wignjosoebroto, S. (2003). Teknik Tata Cara dan Pengukuran Kerja, Edisi ketiga Guna Widya, Surabaya
2. Bidang ilmu nomor 7 Operations Engineering and Management
Salah satu penerapan operations and engineering management dilakukan oleh Perusahaan Manufaktur Kawasan Hyundai dengan menerapkan Total Quality Management Melalui Budaya Kualitas terhadap Kinerja Operasional Perusahaan Manufaktur Kawasan Hyundai. Perusahaan dituntut untuk ;ebih kompetitif dalam berbagai aspek. Termasuk dalam segi kualitas dan kinerja operasional maupun manajerial perusahaan dalam menciptakan produknya. Kedua hal tersebut akan mempengaruhi daya saing suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Maka dari itu salah satu upaya yang dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut yaitu dengan cara menerapkan Total Quality Management (TQM) pada setiap aspek mulai dari produksi hingga ranah operasional. Total Quality Management menekankan terhadap komitmen pimpinan untuk seterusnya menuju keunggulan dalam setiap aspek dan yang terpenting bagi pelanggan dan konsumen (Heizer and Render, 2015).
Perusahaan manufaktur kawasan Hyundai yang mana adalah perusahaan yang memproduksi mesin dengan spesialisasi mesin diesel untuk kendaraan pabrikan otomotif. Dengan segmen produk kendaraan niaga, kendaraan berat hingga kendaraan penumpang yang semuanya menggunakan mesin diesel. Seiring dengan berjalannya waktu, perusahaan terus berupaya untuk selalu menciptakan produk yang berkualitas bagi konsumen agar tetap menciptakan pertumbuhan dan mempertahankan eksistensinya di industri otomotif nasional.
Dalam penelitian ini sampel yang terkumpul sebanyak 154 responden pada perusahaan manufaktur kawasan Hyundai. Penelitian ini terdiri atas variable Total Quality Management sebagai variable bebas (independent) Budaya Kualitas sebagai variabel mediasi dan Kinerja Operasional sebagai variable terikat (dependent).
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Structural Equation Modeling (SEM) yang mana adalah teknik kombinasi statistic analisa multivariasi dan Analisa regresi. SEM bertujuan untuk menguji korelasi dari variabel kompleks untuk menemukan deskripsi yang komprehensif untuk seluruh model (Sulistyowati et al., 2020).
Dari penerapan Total Quality Management terhadap Kinerja Operasional melalui Budaya Kualitas terhadap Kinerja Operasional Perusahaan Manufaktur Kawasan Hyundai, menujukkan hasil bahwa Total Quality Management berpengaruh positif terhadap Budaya Kualitas. Hal ini memberi arti bahwa penekanan budaya kualitas dan tradisi dalam setiap proses produksi dan manajemen memberikan peningkatan terhadap kualitas dan kinerja operasional dalam suatu perusahaan. Penerapan ini dapat memberikan contoh dan pengaruh yang positif terhadap perusahaan lain untuk dapat mengikuti perbaikan dalam proses produksi dan penerapan budaya kualitas yang lebih baik agar mampu bersaing dengan perusahaan lain baik dalam lingkup domestik maupun global.
Lampiran:
Penerapan Total Quality Management Melalui Budaya Kualitas terhadap Kinerja Operasional Perusahaan Manufaktur Kawasan Hyundai
Miftakul Huda, Nani Hartati, Wiji Safitri
Program Studi Manajemen
Universitas Pelita Bangsa, Jl.Inspeksi kalimalang Tegal Danas, Cikarang Pusat, Kab.Bekasi Jawa Barat
Email : [email protected] ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Total Quality Management yang diketahui telah diterapkan di lingkungan kerja Perusahaan Manufaktur Kawasan Hyundai melalui budaya kualitas terhadap kinerja operasional di Perusahaan Manufak- tur Kawasan Hyundai. Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Data dikumpulkan melalui metode kusioner terhadap 154 responden pada perusahaan manufaktur Hyundai. Penelitian ini diolah menggunakan metode Structural Equation Modeling (SEM) dengan program software AMOS. Hasil penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa variabel Total Quality Management dan Budaya kuali- tas berpengaruh positif secara langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja operasional perusahaan. Melalui analisis full model menunjukkan hasil penelitian bahwa full model memenuhi goodness of fit.
Kata Kunci : Total Quality Management, Budaya Kualitas, Kinerja Operasional
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of Total Quality Management, which is known to have been applied in the work environment of the Hyundai Regional Manufac- turing Company through quality culture on operational performance at the Hyundai Regional Manufacturing Company. This research uses quantitative descriptive re- search. Data were collected0through a questionnaire method to 154 respondents at the Hyundai manufacturing company. This research was processed using the Structural Equation Modeling (SEM) method with the AMOS software program. The results of this study concluded that the Total Quality Management and Quality Culture variables had a direct or indirect positive effect on the company's operational performance. Through the analysis of the full model shows the results of the study that the full mod- el meets the goodness of fit.
Keywords : Total Quality Management, Quality Culture, Operational Performance
1. PENDAHULUAN
Dalam era perdagangan bebas, perusahaan dituntut untuk lebih kompetitif dalam berbagai aspek. Termasuk dari segi kualitas dan kinerja operasional maupun manajerial perusahaan dalam menciptakan produknya. Bila perusahaan mempunyai kualitas kinerja
operasi yang baik maka perusahaan mempunyai daya saing yang lebih baik ketimbang perusahaan saingannya. Sebagian besar perusahaan dituntut untuk mutu yang baik setiap produk yang dihasilkan dengan harga dan pelayanan yang lebih baik dari produk pesaingnya. Maka dari itu, diperlukan usaha untuk mencapainya salah satunya dengan menerapkan Total Quality Management (TQM) pada tiap aspek mulai dari bagian produksi sampai ke ranah operasional untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan. Menurut [Heizer and Render, 2015], Total Quality Management mengacu pada penekanan kualitas yang meliputi organisasi secara keseluruhan mulai dari pemasok hingga konsumen. Total Quality Management menekankan pada komitmen pimpinan untuk seterusnys menuju keunggulan dalam segala aspek barang dan jasa yang penting bagi pelanggan. Sedangkan menurut [Badri et al., 2013], Total Quality Management adalah sebuah pendekatan melalui perbaikan berkesinambungan dari manusia, proses, produk dan lingkungandalam organisasi. Semua aspek yang mempengaruhi perbaikan adalah target perbaikan.
Sedangkan Total Quality Management menurut International Organizaton for Standarization (IOS) adalah pendekatan manajemen pada suatu organisasi, berpusat pada kualitas, berdasarkan partisipasi semua anggotanya dan bertujuan untuk kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan dan manfaat bagi semua anggota organisasi dan masyarakat. Kondisi pasar otomotif di Indonesia saat ini, dimana Indonesia memiliki industri otomotif terbesar kedua di asia tenggara setelah Thailand. Namun bila berbicara pasar, maka Indonesia merupakan pasar otomotif terbesar di Asia Tenggara.
Adapun hubungan antara pertumbuhan industri otomotif di Indonesia, khususnya segment kendaraan niaga dimana dari segi Built On Quality sangat berhubungan dengan budaya kualitas, kinerja operasional dan keunggulan bersaing dari perusahaan pabrikan.
Demikian pula Perusahaan manufaktur kawasan Hyundai, yang mana adalah perusahaan yang memproduksi mesin dengan spesialisasi mesin diesel untuk kendaraan p abrikan otomotif. Dengan segmen produk kendaraan niaga, kendaraan berat, hingga kendaraan penumpang yang semuanya menggunakan mesin diesel. Seiring dengan berjalannya waktu, perusahaan terus berupaya untuk selalu menciptakan produk yang berkualitas bagi konsumen agar tetap menciptakan pertumbuhan dan mempertahankan eksistensinya di industri otomotif nasional.
Sebagian besar Perusahaan manufaktur kawasan Hyundai telah memperoleh sertifikasi manajemen mutu ISO/TS 16949 dan sudah menerapkan sistem Total Quality M anagement. Bila dilihat jumlah abnormality dan internal menunjukan adanya tren penurunan namun belum mampu mencapai performa zero defect. Sehingga menimbulkan gangguan selama proses produksi yang harus dilakukan perbaikan dan overhaul yang mengakibatkan adanya tambahan waktu dan biaya sehingga menimbulkan pemborosan.
Budaya kualitas merupakan pola nilai-nilai, keyakinan, dan harapan yang tertanam dan berkembang dikalangan anggota organisasi mengenai pekerjaannya untuk menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas[Razak et al., 2016]. Budaya kualitas adalah salah satu indikator yang Total Quality Management yang berkembang melaui sebuah orientasi budaya[Hartini, 2018]. Budaya kualitas merupakan sebuah keharusan yang wajib dimiliki setiap perusahaan karena melambangkan cerminan akan mutu dan kualitas produk atau jasa dari perusahaan agar tatap memiliki reputasi baik dimata pelanggan. Kinerja Operasional adalah sebuah capaian yang dihasikan dari kegiatan transformasi input dan input (masukan) menjadi output (hasil) diukur dengan standar keerhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan [Labdhagati and Mahfudz, 2017].
Kinerja Operasional berperan vital terhadap indikator jalannya strategi dan pemecahan masalah untuk menjaga kelangsungan perusahaan guna memastikan kualitas hasil dan efisiensi untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan. Sebelumnya sudah banyak penelitian yang telah mengkaji terkait pengaruh Total Quality Management (TQM) di suatu organisasi atau perusahaaan. Total Quality Managemet adalah suatu sistem dapat menghasilkan budaya kualitas yang kuat, kinerja operasional dan keunggulan bersaing yang signifikan. Dibuktikan diantaranya pada penelitian oleh [Amarti, 2016], menyatakan bahwa terdapat pengaruh Total Quality Management terhadap Budaya Kualitas, dan [Langga and Tanusi, 2021] yang menyatakan terdapat pengaruh Total Quality Management terhadap Kinerja Operasional.Berdasarkan pa- paran diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana penerapan Total Quality Management berpengaruh terhadap Budaya Kualitas ? (2) Apakah Budaya Kualitas berpengaruh terhadap Kinerja Operasional ?, (3)Apakah penerapan Total Quality Management berpengaruh terhadap Kinerja
Operasional ? (4) Bagaimana Total Quality Management melalui Budaya Kualitas ber- engaruh terhadap Kinerja Operasional ?
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan menggali informasi tentang Pengaruh dari implementasi Total Quality Management terhadap Kinerja Operasional perusahaan melalui mediasi Budaya Kualitas di lingkup Perusahaan manufaktur.
Penelitin ini dilakukan diawali dengan melakukan pengamatan fenomena internal problem bulan Januari hingga Juli 2022. Pada bulan Juli 2022 peneliti mengangkat fenomena tersebut untuk dijadikan sebagai bahan penelitian dan melakukan dan melakukan observasi dan analisis data hingga bulan Agustus 2022. Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian kuantitatif deskriptif dengan pendekatan Analisis Data P rimer, yang mana akan digunakan dengan memanfaatkan data kuesioner sebagai sumber data utama. Dengan memanfaatkan data kuesioner yang nantinya akan diuji dengan teknik uji statistik yang sesuai guna mendapatkan informasi yang diinginkan dari data yang sudah matang yang diperoleh dari instansi, organisasi atau perusahaan yang nantinya akan diolah secara sistematis dan objektif.
Dalam peneilitian ini sampel yang terkumpul sebanyak 154 responden pada pe- rusahaan manufaktur kawasan Hyundai. Penelitian ini terdiri atas variabel Total Quality Management sebagai variabel bebas (independent) Budaya Kualitas sebagai variabel mediasi dan Kinerja Operasional sebagai variabel terikat (dependent). Teknik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Structural Equation Modeling (SEM) yang mana adalah teknik kombinasi statistic analisa multivariasi dan analisa regresi. SEM bertujuan untuk menguji korelasi dari variabel kompleks untuk menemukan deskripsi yang komprehensif untuk seluruh model [Sulistyowati et al., 2020].
Dalam penelitian ini penulis menggunakan Uji Confirmatory Factor Analysis (CFA) bertujuan untuk mengetahui apakah indikator-indikator dapat menjelaskan se- buah kosntruk. Pada penelitian ini CFA dianalisis dengan melihat tingkat siginfikansi nya harus dibawah 0,05 dan nilai standardized estimate harus diatas 0,5 [Haryono, 2017].
Analisis dilakukan pda CFA 1st yaitu indikator-indikator terhadap dimensinya dan CFA 2nd yaitu dimensi-dimensi terhadap variabel laten. Jika terdapat yang tidak
sesuai ketentuan maka indikator tersebut harus dihapus dan dilakukan uji CFA lagi sampai dieperoleh hasil yang sesuai persyaratan. Uji CFA dilakukan pada variabel Total Quality Management (TQM), Budaya Kualitas, dan Kinerja Operasional.
Uji Reliabilitas Peneliti menggunakan metode yaitu Contsuct Reliabilitas (CR).
Dimana nilai dari CR minimal 0.70, [Ghozali, 2017] dalam [Sulistyowati et al., 2020].
Uji asumsi normalitas, analisis normalitas multivariate di AMOS menggunakan crit- ical ratio (c.r) dari multivariate paada kurtosi. Apabila nilai cr berada pada rentang ± 2,58 berarti data terdistribusi normal secara multivariate [Haryono, 2017]. Namun sesuai dengan literatur bahwa analisa dengan SEM berbasis covarian (Covarian Based-SEM, CB-SEM) jumlah sampel yang direkomendasikan berkisar 200 – 800 sampel [Ferdinand, 2014]. Pengujian analisis yang di lakukan sebagai berikut : (1) Reliability Construct Test , (2) Uji normalitas dan outlier, (3) Uji Goodness of Fit In- dex dan (4) Uji Hipotesis Penelitian.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Confirmatory Factor Analysis
Dalam penelitian ini penulis menggunakan Uji Confirmatory Factor Analysis (CFA) dilakukan sebagai penjelasan apakah indikator-indikator dapat menguatkan penjelasan sebuah kosntruk. Pada penelitian ini CFA dianalisis dengan melihat tingkat siginfikansi nya harus dibawah 0,05 dan nilai standardized estimate harus diatas 0,5 [Haryono, 2017].
Output regression weight table menunjukan bahwa nilai probabilitasnya semua in- dikator dimensi Kebiasaan, Keyakinan, dan Filosofi sebesar 0,001 (***). Maka semua indikator dimensi dinyatakan valid. Nilai standarized estimate indikator KBS (1,000) terhadap dimensi Kebiasaan, KYK (0,504) terhadap dimensi Keyakinan, FLS (1,129) terhadap dimensi Filosofi Perusahaan. Output standardized estimate semuanya diatas 0,5.
Hal ini menunjukan bahwa semua indikator dan dimensi dapat menjelaskan varia- bel Total Quality Management [Haryono, 2017] ; [Ghozali, 2017].
Nilai loading standardized estimate NL (1,000) terhadap dimensi Nilai, TRD (0,707) terhadap dimensi Tradisi, PSD (0,565) terhadap dimensi Prosedur. Nilai standardized estimate semuanya diatas 0,5. Dengan ini menunjukan bahwa semua indikator dan dimensi dapat menjelaskan variabel Budaya Kualitas [Ghozali, 2017], .
Seluruh dimensi dan indikator dari konstruk penelitian memiliki nilai faktor hasil uji Construct Reliability lebih dari 0,7 dan Variance Extract lebih dari 0,5 artinya bahwa semua indikator dan dimensi pada penelitian ini reliabel.
Adapun nilai loading standardized estimate nya CF (1,000) terhadap dimensi Customer Focus, SPS (0.808) terhadap dimensi Supplier Partnership, PQ (0,727) ter- hadap dimensi Product Quality. Nilai standardized estimate semuanya berada diatas 0,5. Hal ini menunjukan bahwa semua indikator dan dimensi dapat menjelaskan vari- abel Kinerja Operasional [Ghozali, 2017].
Output dari regresi variabel Total Quality Management, Budaya Kualitas dan Kinerja Operasional ditunjukan dengan nilai probabilitas dari semua indikator dimensi 0.001 (***) [Sulistyowati et al., 2020]. Nilai dari muatan faktor (estimasi) diatas 0.5, mengindikasikan bahwa semua indikator dan dimensi dapat menjelaskan variabel Total Q uality Management, Budaya Kualitas dan Kinerja Operasional perusahaan. Semua indikator dan dimensi dari variabel Total Quality Management, Budaya Kualitas dan Kinerja Operasional dinyatakan valid, menurut [Sulistyowati et al., 2020].
Uji Asumsi Normalitas dan Outlier
Uji asumsi normalitas, analisis normalitas multivariate di AMOS 24 menggunakan critical ratio (c.r) dari multivariate paada kurtosi. Apabila nilai cr berada pada rentang ± 2,58 berarti data terdistribusi normal secara multivariate [Haryono, 2017]. Hasil pengujian normalitas menunjukan bahwa nilai c.r untuk multi- variate sebesar 33,283 >
2,58. Artinya bahwa keseluruhan (multivariate) distribusi data tidak normal. Untuk memenuhi asumsi normalitas perlu dilakukan uji Outlier dengan dilakukan penghapusan data yang outlier. Data outlier diperoleh dengan cara mem- bandingkan nilai mahalanobis distance dengan chi-square tabel pada siginfikan 0,001. Dalam penelitian ini diperoleh nilai chi-square tabel sebesar 31,650 (diperoleh dari ex- cel = chiinv 0.001,53). Jadi nilai mahalanobisd-square yang lebih dari 31,650 dinya- takan data outlier.
Goodness of Fit Test
Hasil uji struktur model lengkap dan modifikasi model diperoleh data Goodness of Fit seperti yang tertera di tabel 1.
Tabel 1. Goodness of Fit
*)
CMIN/DF ≤
2,00 24 Good Fit
GFI ≥
0,90 0,95
6 Good Fit
AGFI ≥
0,90 0,91
7 Good Fit
NFI ≥
0,90 0,87
8 Marginal
RFI ≥ Fit
0,90 0,81
6 Marginal
IFI ≥ Fit
0,90 0,96
7 Good Fit
TLI ≥
0,90 0,94
8 Good Fit
CFI ≥
0,90 0,96
6 Good Fit
RMSEA ≤
0,08 0,04
6 Good Fit
*) Source : Ferdinand, 2014; Widarjono, 2015; Haryono, 2017; Ghozali 2017
Pada tabel di atas menjelaskan secara keseluruhan bisa dipenuhi Goodness of Fit melalui minimal lima kriteria yang terpenuhi [Ghozali, 2017]. Menurut [Hair et al, 2014]
mengatakan bahwa penggunaan 4-5 kriteria GOF dianggap sudah mencukupi untuk menilai kelayakan sebuah model, dengan syarat masing-masing kriteria dari GOF yaitu Absolut Fit Indices, Incremental Fit Indices0dan Parsimony Fit Indices terwakili [Haryono, 2017]. Disimpulkan semua model dianggap layak.
Uji Hipotesis
Pada struktur lengkap yang telah dimodifikasi dan dinyatakan fit, selanjutnya dil- ak ukan uji hipotesis dengan teknik bootsraping sehingga diperoleh data loading seperti gambar 1. Bootstrap merupakan prosedur resampling dimana sampel asli diperlakukan sebagai populasi. Multiple sub sample dengan ukuran sampel sama dengan sampel asli kemudian diambil secara random dengan replacement dari populasi. Dengan metode ini peneliti dapat menciptakan multiple sampel dari original data base [Ghozali, 2017].
keputusa n
hasil setelah modifikasi model Batas penerimaan
yang Goodness
of Fit
Gambar 1: Uraian model dan dimensi dari Pengaruh penerapan TotalQuality Man- ag emen melalui Budaya Kualitas terhadap Kinerja Operasional
Langkah setelah dinyatakan bahwa data valid, reliabel dan model good fit, maka dilakukan uji hipotesis. Hasil output uji hipotesis tentang pengaruh antar varia- bel laten dan hubungan variabel laten dengan dimensinya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Results of Hypothesis Test Outputs
Estimat e
S.E. C.R P
BUDAYA
KUALITAS <--- TQM ,313 ,099 3,151 ,002
KINERJA OPERASION AL
<--- BUDAYA KUALITAS
,577 ,326 1,770 ,001
KINERJA OPERASION AL
<--- TQM ,276 ,144 1,919 ,001
Estimate S.E. C.R P
Source: Hasil Olah Data (2022)
Hasil analisis pada Tabel 2. menunjukkan hipotesis hipotesis pertama (H1),Total Quality Management memiliki pengaruh positif terhadap Budaya Kualitas dengan nilai si gnifikan 0.002 < 0,005. penelitian ini sejalan dengan penelitian yang diteliti oleh (Ha rtini S, 2018); (Hidayah & Indarti., 2016); (Amarti, 2016); (Fransiska, 2018); (Alotaibi, 2014).
Angka korelasi terbesar dari Total Quality Management ditunjukan melaui dime nsi Filosofi (1,129), Kebiasaan (1,000) dan Keyakinan (0,504).Korelasi terbesar dari var iabel Total Quality Management dijelaskan melalui dimensi Filosofi, Kebiasaan, dan Ke yakinan. Sejalan dengan konsep dasar organisasi perusahaan, yang menerapkan visi dan
misi yang terdiri dari Filosofi, Kebiasaan dan Keyakinan untuk mencapai tujuan perusa haan.
Kemudian pada hipotesis kedua (H2), menunjukan bahwa variabel Budaya Kualitas memiliki pengaruh positif terhadap Kinerja Operasional dengan nilai signif- ikan 0,001 < 0,005. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian yang diteliti oleh [Hidayah and Indarti, 2016] dan [Huda and Syifaul, 2019]. Korelasi terbesar variabel Budaya Kualitas ditunjukan melalui dimensi Nilai (1,000), Tradisi (0,707), Prosedur (0,565). Penelitian ini juga turut didukung dengan penerapan di linkungan organisasi perusahaan manufaktur yang mana menekankan Tradisi dan budaya kualitas dalam se- tiap aktivitas maupun proses produksi.
Pada hipotesis ketiga (H3), variabel Total Quality Management memiliki pengaruh positif terhadap Kinerja Operasional dengan nilai signifikan 0,001 < 0,005. Penelitian ini juga turut dikuatkan dengan penelitan yang dilakukan oleh [Sulistyowati et al., 2020];
[Labdhagati and Mahfudz, 2017]. Korelasi terbesar pada variabel Kinerja Operasional ditunjukan oleh dimensi Customer Focus (1,000), Supplier Partnership (0,808), Product Quality (0,727),. Pada penelitian ini menunjukan fokus perusahaan ter- hadap kualitas hasil produksi, kualitas material dari supplier dan fokus terhadap kebu- tuhan pelanggan adalah jalan terbaik yang dipilih oleh perusahaan manufaktur untuk menghadapi persaingan di pasar domestik maupun pasar global.
Pada hipotesis keempat (H4), variabel Total Quality Management memiliki pengaruh positif secara tidak langsung terhadap Kinerja Operasional melalui mediasi dari variabel Budaya Kualitas dengan nilai parameter estimated sebesar 0,180 (0,313 x 0,577).
Hal ini menunjukan bahwa Total Quality Management berpengaruh terhadap Kinerja Operasional melalui Budaya Kualitas sebagai mediasi. Penelitian ini juga turut dikuatkan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Hidayah & Indarti, 2016).
4. SIMPULAN
Berdasar dari analisis dan pembahasan pengaruh Total Quality Management ter- hadap Kinerja Operasional melalui Budaya Kualitas, hasilnya menunjukkan bahwa To- ta l Quality Management berpengaruh positif terhadap Buadaya Kualitas. Hal ini menyatakan bahwa menerapkan visi dan misi yang terdiri dari Filosofi, Kebiasaan dan Keyakinan untuk mencapai tujuan perusahaan. Budaya Kualitas berpengaruh positif
terhadap Kinerja Operasional. Hal ini mengandung makna bahwa dengan menekankan Tradisi dan budaya kualitas dalam setiap aktivitas maupun proses produksi dapat meningkatkan kinerja operasional perusahaan. Total Quality Management berpengaruh positif terhadap Kinerja Operasional. Maknanya adalah fokus perusahaan terhadap kualitas hasil produksi, kualitas material dari supplier dan fokus terhadap kebutuhan pelanggan adalah jalan terbaik yang dipilih oleh perusahaan manufaktur untuk menghadapi persaingan di pasar domestik maupun pasar global. Budaya Kualitas merupakan variable pemediasi sempurna pengaruh Total Quality Mangement terhadap Kinerja Operasional.
5. DAFTAR PUSTAKA
Amarti R. 2016. Pengaruh Total Quality Management Terhadap Budaya Kualitas Serta Dampaknya Pada Kinerja Organisasi Di Pt. Duta Nichirindo Pratama Tangerang.
J. Ilmu Manaj. 4: 1–13.
Badri M., Davis D, Davis D. 2013. Operation Strategy, Environment Uncertainty, and Performance: a Path Analytic Model of Industries in Developing Country. Int. J. Manag. Sci. 28: 155-173.
Ferdinand A. 2014. STRUCTURAL EQUATION MODELING, Edisi 5. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghozali I. 2017. Model Persamaan Struktural Konsep Dan Aplikasi Dengan Program AMOS 24. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hair et al. 2014. Multivariate Data Analysis. 1–734 p.
Hartini S. 2018. IMPLEMENTASI TOTAL QUALITY MANAGEMENT ( TQM )
MELALUI BUDAYA KUALITAS Sri Hartini Email : [email protected] STIE Palangka Raya Keywords : TQM , performance , quality culture Total Quality Management ( TQM ) adalah sistem pengendalian mutu yang didasar. J. Komun. Bisnis dan Manaj. 5: 129–
139.
Haryono S. 2017. Metode SEM Untuk Penelitian Manajemen Dengan AMOS LISREL PLS. Luxima Metro Media.
Heizer J, Render B. 2015. Operations Management (Manajemen Operasi), 11e.
Wati D anoegrah, Almahdy I, editors. Jakarta: Salemba Empat.
Hidayah N, Indarti S. 2016. Pengaruh Praktik Total Quality Management (TQM) t erhadap Budaya Kualitas dan Daya Saing untuk meningkatkan Kinerja perusahaan (Studi pada Usaha Mikro Percetakan Digital Printing di Kota Pekanbaru-Riau). J. Tepak Manaj. Bisnis1 VIII: 1–17.
Huda M, Syifaul ML. 2019. Pengaruh Sistem Manajemen Mutu Terhadap Kinerja Operasional Di Pt Waskita Beton Precast. JSMA (Jurnal Sains Manaj. dan
Akuntansi) 11: 87–107.
Labdhagati H, Mahfudz M. 2017. PENGARUH PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT, SUPPLY CHAIN MANAGEMENT, DAN ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP KINERJA OPERASI (Studi pada Pengrajin Tas di Sentra Industri Tas Ciampea, Kabupaten Bogor).
Langga L, Tanusi G. 2021. ANALISIS PENGARUH PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT TERHADAP KINERJA OPERASIONAL PADA. Jscientific J.
Manag. Bus. 20.
Razak I, Nirwanto N, Triatmanto B. 2016. The Impact of Product Quality and Price on Cu stomer Satisfaction with the Mediator of Customer Value. J. Mark. Consum. Res.
30: 59–68.
Sulistyowati N, Huda M, , Nursaningsih I. 2020. How TQM Mediates JIT in Improving Operational Performance of Industrial Companies. Int. J. Innov. Creat. Chang. 14:
30–51.
3. Bidang ilmu nomor 12 Design and Manufacturing Engineering
Penerapan Design and Manufacturing Engineering banyak dilakukan dan diterapkan pada industry manufaktur baik domestic maupun global. Salah satu contoh proses produksi yang menggunakan Design and Manufacturing Engineering yaitu proses pembuatan Dies atau cetakan. Dalam industry manufaktur yang bergerak dalam bidang otomotif baik roda dua, roda empat, industry elektronik bahkan industry berat seperti kapal dan pesawat sekalipun, proses Design Manuffacturing and Engineering sangat banyak dijumpai dilakukan pada proses pembuatan Bending Dies Bracket Bolster Isuzu Traga.
Proses perancangan desain dan proses produksi Bending Dies Bracket Bolster menggunakan perangkat lunak AutoCAD 3D yang merupakan perangkat lunak yang sering digunakan untuk perancangan desain dalam pembuatan suatu produk. Selain untuk perancangan desain, perangkat lunak AutoCAD 3D banyak digunakan juga untuk mengetahui parameter-parameter dari suatu produk yang sedang dirancang seperti Daya Total, Beban maksimal yang dapat ditahan, dan lain-lain. Oleh sebab itu penggunaan perangkat lunak AutoCAD 3D banyak digunakan dalam industri manufaktur karena membantu seorang perancang desain dalam menentukan parameter yang harus dicapai dari produk yang akan dibuat.
Berdasarkan data yang diperoleh dari jurnal yang dijadikan sebagai sumber rujukan, diperoleh bahwa produk yang akan dibuat disebut sebagai Bracket Bolster yang dimana produk ini merupakan komponen perantara untuk menggabungkan komponen satu dengan komponen bagian lain. Penggunaan perangkat lunak AutoCAD 3D digunakan karena mampu memberikan gambaran produk menyerupai benda asli yang dimana CAD dapat berupa gambar 2 dimensi maupun 3 dimensi.
Lampiran:
PROSES DRAWING BENDING DIES BRACKET BOLSTER ISUZU TRAGA
Faisal Setiawan1, Yuris Setyoadi2
1,2 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik dan Informatika, Universitas PGRI Semarang Gedung Pusat Lantai 3, Kampus 1 Jl. Sidodadi Timue No. 24, Semarang
Email: [email protected]1, [email protected]2. Abstrak
Sheat Metal Forming adalah salah satu bagian dari proses produksi dimana dalam proses pembuatannya menggunakan sheet metal atau lembaran plat sebagai material, pressing dies sebagai cetakannya serta menggunakan mesin press sebagai mesin pemrosesnya. Dies atau cetakan adalah benda essensial dalam industri manufaktur untuk mencetak benda menggunakan mesin press sebagai gaya tekan yang membentuk pelat. Dies dapat digunakan untuk memotong (blanking) juga bisa sebagai pembentuk (bending) dan pelubang (pierce) pada lembaran plat. Dalam artikel ini yang akan dibuat adalah design dies bending untuk bracket bolster Isuzu traga dengan menggunakan software CAD berupa desain 2 dimensi dan 3 dimensi. Dalam teknik mesin braket adalah komponen perantara atau penghubung untuk satu bagian ke bagian lain, biasanya bagian yang lebih besar. Bentuk braket sangat bervariasi, tetapi braket yang paling umum adalah potongan logam berbentuk L. Dalam pembuatan atau perancangan sebuah desain dies, dilakukan beberapa tahapan yaitu, analisa dan perencanaan. Penganalisaan dilakukan dalam penentuan jumlah spring, banyaknya spring dan jenis spring yang akan digunakan. Hasil akhir dari analisa ini berupa data spring yang paling efisien yang kemudian akan digunakan dalam dies.
Kata Kunci : .Presstool, software CAD, tools design stamping.
1. PENDAHULUAN
Sheat Metal Forming adalah salah satu bagian dari proses produksi dimana dalam proses pembuatannya menggunakan sheet metal atau lembaran plat sebagai material, pressing dies sebagai cetakannya serta menggunakan mesin presssebagai mesin pemrosesnya. Hasil yang didapatkan dariproses ini adalah sheet metal part atau biasa dikenal dengan nama pressed part . Dalam dunia otomotif baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat atau lebih, industri elektronik bahkan di industri berat seperti industri kapal dan pesawat, pressed part merupakan satu bagian yang sangat penting dan penggunaannya cukup besar dan fungsinya belum dapat tergantikan oleh komponen lain karena sifat-sifatnya itu. (Ostergaard, E.D., 1963).
Untuk produksi dalam jumlah besar dan hasil yang presisi kita tidak bisa mengandalkan proses produksi dengan menggunakan kerajinan tangan (karoseri), Faktor ini yang mendorong mulai dikembangkan proses tempa (pressing) yaitu proses pembentukan logam lembaran.
Proses pressing-pun belum merupakan jaminan bahwa hasilnya nanti akan benar-benar baik.
Konstruksi sangat bergantung pada rancang bangun dan rancang bangun-pun memerlukan analisa dan perhitungan yang cermat. Teknologi pembentukan lembaran logam (sheet metal forming) banyak digunakan oleh industri otomotif khususnya untuk memproduksi komponen bodi dari bentuk yang sederhana sampai bentuk –bentuk yang rumit dan kecil. (Fauzan, 2003).
Pada industri manufaktur khususnya pembuatan bracket bolster mobil diperlukan peralatan dies sebagai alat bantu pembuatan komponen bracket bolster dalam jumlah besar agar hasil lebih presisi dan efisiensi waktu pengerjaan. Dalam proses pressing banyak sekali kendala