27
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fishing Vessel
Kapal ikan dijelaskan oleh Undang – Undang Republik Indonesia No. 31 tahun 2004 adalah kapal, perahu atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian atau eksplorasi perikanan.
International Maritime Organization Number (IMO Number):
IMO mengalokasikan tujuh digit nomor untuk kapal penangkap ikan. Nomor ini merupakan satu-satunya nomor Unique Vessel Identifier (UVI) yang diakui secara global khusus untuk satu kapal, tidak digunakan pada kapal lain, dan tidak akan berubah pada kapal tersebut sejak diterapkan pada tahun 2013. Berbagai regional fisheries management organizations (RFMOs), flag state, dan pesisir telah mewajibkan semua kapal penangkap ikan memenuhi syarat.
Gambar fishing vessel ditunjukan seperti pada Gambar 2.1 berikut ini:
Gambar 2. 1 Kapal Ikan Sumber: imo.org
2.2 Main Dimension
Main dimension (dimensi utama) adalah ukuran bagian-bagian tertentu kapal dalam satuan dimensi. Hal ini meliputi panjang kapal, lebar kapal, tinggi kapal, serta sarat air kapal.
a) Panjang Kapal (L)
28 Umumnya terdapat tiga macam panjang kapal yang didefinisikan untuk memulai merancang kapal, yaitu:
- Length overall (LOA) atau panjang keseluruhan merupakan jarak horizontal kapal secara memanjang dari ujung haluan sampai ujung buritan kapal.
- Length water line (LWL) atau panjang garis air merupakan jarak horizontal dari buritan sampai haluan kapal yang diukur pada sarat air tertinggi.
- Length between perpendicular (LBP/ LPP) atau panjang antara sumbu tegak kapal merupakan jarak horizontal dari sumbu tegak haluan sampai sumbu tegak buritan yang diukur pada garis muatan penuh.
b) Lebar Kapal (B)
Terdapat dua jenis lebar kapal yang digunakan dalam perancangan, yaitu:
- Lebar maksimum atau breadth maximum (Bmax) merupakan jarak horizontal kapal secara melintang diukur pada bagian terlebar atau tengah kapal dari sisi terluar kulit sebelah kiri hingga sebelah kanan.
- Lebar moulded kapal atau breadth moulded (Bmld) merupakan jarak horizontal kapal secara melintang diukur pada
c) Tinggi Kapal (H)
Height atau tinggi kapal merupakan jarak vertikal dari baseline (garis dasar) sampai geladak terendah pada main deck diukur di midship.
d) Sarat Air Kapal (T)
Draft atau sarat air kapal dinotasikan dengan huruf T, merupakan jarak vertikal dari baseline sampai garis air muatan penuh.
Gambar 2.2 berikut ini menunjukkan main dimension pada kapal:
29 Gambar 2. 2 Main Dimension
Sumber: GlobalSecurity.org
2.3 Lines Plan
Lines Plan (rencana garis) merupakan gambar bentuk kapal yang dideskripsikan dalam arah melintang (body plan), memanjang (Half-breadth plan), dan menyamping (sheer plan).
Lines plan dibuat sebagai acuan dasar perancang kapal untuk melakukan rancangan-rancangan selanjutnya yang diantaranya meliputi pembagian ruang baik pada lambung maupun deck, penentuan posisi permesinan dan equipment, penentuan kapasitas muatan, penentuan mesin, dan lain sebagainya hingga sebagai acuan untuk mengetahui kemampuan olah gerak kapal dalam berlayar. Berikut komponen lines plan kapal ditunjukkan oleh Gambar 2.3, 2.4, dan 2.5 dibawah:
Gambar 2. 3 Contoh Body Plan
30 Gambar 2. 4 Contoh Sheer Plan
Gambar 2. 5 Contoh Half-breadth Plan Sumber: SARC Maritime Software and Services
2.4 Hydrostatic Curve
Penggambaran karakteristik badan kapal di bawah air pada proses perancangan dapat dibuat dalam bentuk grafik. Grafik ini merepresentasikan berbagai karakteristik ketika kapal mengapung tegak dalam kurva-kurva. Kurva ini dinamakan hydrostatic curve (kurva hidrostatik) yang meliputi water line area (Awl), displacement (𝛥), volume (v), longitudinal center of flotation (LCF), longitudinal center of buoyancy (LCB), titik tekan meninggi (FK), momen inersia memanjang (It), momen inersia melintang (Il), ton per centimeter (TPC), moment to change trim (MCT), block coefficient (Cb), midship coefficient (Cm), waterline coefficient (Cwp), serta prismatic coefficient (Cp).
Kurva hidrostatik biasanya dihitung dengan kapal dalam kondisi even keel (tanpa trim).
Skala draft diidentifikasi sebagai draft rata-rata, dan diasumsikan bahwa efek trim pada draft rata-rata konstan pada sebagian besar kuantitas yang diplot adalah kecil. Umumnya digambar pada selembar kertas grafik dengan semua kurva diplot pada skala vertical draft, dan dengan zero draft pada pusat grafik. Dalam mengihindari menampilkan skala terpisah pada setiap kurva, skala horizontal/ sumbu-x dapat disediakan berdekatan dengan kurva masing-masing karakteristik. Begitu pula dengan faktor konversi, diperlakukan sama dengan skala kurva.
Berikut contoh dari kurva hidrostatik ditunjukkan pada Gambar 2.6:
31 Gambar 2. 6 Kurva Hidrostatik
Sumber: Penyusun, Tugas Rencana Garis
2.5 Stability
Kemampuan sebuah kapal untuk dapat kembali ke posisi semula (tegak) setelah mengalami kemiringan beberapa derajat tertentu akibat adanya gaya dari luar maupun dari dalam kapal yang bekerja atau setelah mengalami momen temporal disebut stabilitas kapal.
Stabilitas kapal umumnya terdiri dari stabilitas statis dan stabilitas dinamis.
Stabilitas statis (initial stability) merupakan stabilitas kapal yang diukur pada kondisi air tenang dengan beberapa sudut keolengan pada nilai displacement yang berbeda. Nilai stabilitas statis kapal ditunjukkan oleh nilai lengan penegak (GZ). Stabilitas dinamis adalah stabilitas kapal yang diukur dengan jalan memberikan suatu usaha pada kapal sehingga membentuk sudut keolengan tertentu. Stabilitas dimanis diperuntukkan bagi kapal yang mengalami oleng atau mengangguk ataupun saat miring besar seperti melebihi 200 bukanlah hal biasa yang dialami. Kemiringan besar disebabkan oleh beberapa keadaan seperti badai atau oleng besar atau juga oleh gaya dari dalam berupa GM yang negatif.
32 Berdasarkan posisi kemiringan, stabilitas terdiri dari stabilitas melintang dan stabilitas memanjang. Stabilitas melintang merupakan kemampuan kapal kembali pada posisi tegak saat mengalami kemiringan dalam arah melintang akibat gaya yang bekerja dari luar pada kapal.
Sedangkan stabilitas memanjang merupakan kemampuan kapal untuk kembali pada posisi tegak setelah mengalami kemiringan dalam arah memanjang akibat adanya pengaruh gaya luar yang bekerja pada kapal. Stabilitas melintang terbagi dalam sudut kecil (00 – 150) dan sudut besar (>150).
Stabilitas sebuah kapal dipengaruhi oleh letak ketiga titik konsentrasi gaya yang bekerja pada kapal tersebut. Ketiga titik tersebut adalah titik B (centre of buoyancy), titik G (centre of gravity) dan titik M (metacentre). Posisi titik G bergantung dari distribusi muatan dan posisi titik B bergantung pada bentuk kapal yang terendam di dalam air. Untuk mempelajari stabilitas tersebut maka harus memahami titik - titik penting pada stabilitas.
● Gravity (G)
Titik berat (center of gravity) dikenal dengan titik G dari sebuah kapal, merupakan titik tangkap dari semua gaya - gaya yang menekan ke bawah terhadap kapal. Letak titik G ini di kapal dapat diketahui dengan meninjau semua pembagian bobot di kapal, makin banyak bobot yang diletakkan di bagian atas maka makin tinggilah letak titik G nya.
Secara definisi titik berat (G) adalah titik tangkap dari semua gaya – gaya yang bekerja kebawah. Letak titik G pada kapal kosong ditentukan oleh hasil percobaan stabilitas. Perlu diketahui bahwa, letak titik G tergantung dari pada pembagian berat di kapal. Jadi selama tidak ada berat yang di geser, titik G tidak akan berubah walaupun kapal oleng atau mengangguk. Posisi titik G dapat dilihat pada ilusrasi Gambar 2.7 dibawah ini:
33 Gambar 2. 7 Center of Gravity
Sumber: maritime world
● Buoyancy (B)
Titik apung (center of buoyancy) dikenal dengan titik B dari sebuah kapal, merupakan titik tangkap dari resultan gaya - gaya yang menekan tegak ke atas dari bagian kapal yang terbenam dalam air. Titik tangkap B bukanlah merupakan suatu titik yang tetap, akan tetapi akan berpindah - pindah oleh adanya perubahan sarat dari kapal. Dalam stabilitas kapal, titik B inilah yang menyebabkan kapal mampu untuk tegak kembali setelah mengalami senget. Letak titik B tergantung dari besarnya senget kapal (bila senget berubah maka letak titik B akan berubah / berpindah. Bila kapal menyenget titik B akan berpindah ke sisi yang rendah.
Apabila suatu benda mengapung pada air tenang, maka ada gaya yang bekerja ke arah bawah yang disebabkan oleh gravitasi (g), sehingga bila massa benda ini adalah M, maka gaya ini disebut Mg. Saat benda mengapung akan terjadi keseimbangan gaya yang bekerja ke atas yang besarnya sama dengan Mg. Gaya ke atas ini ditimbulkan oleh adanya gaya tekan hidrostatis yang bekerja normal pada permukaan benda, artinya tekanan hidrostatis tegak lurus permukaan benda yang tercelup. Gaya normal ini mempunyai dua komponen, yaitu vertikal dan horizontal. Jumlah dari komponen yang vertikal sama dengan gaya berat benda (Mg) dan ini sering disebut buoyancy (γV), sedangkan jumlah komponen yang horizontal sama dengan nol. Bila P adalah tekanan hidrostatis normal, sedangkan Pv
34 dan Pa adalah komponen tekanan hidrostatis vertikal dan horizontal yang bekerja pada elemen luas (dA) yang tercelup, maka gaya hidrostatis ke arah vertikal adalah
Pv x dA = Mg . . . .(2.1) Gaya hidrostatik ke arah horizontal adalah nol. Buoyancy yang bekerja pada titik B atau titik pusat buoyancy yang merupakan titik pusat dari volume benda yang tercelup sebesar volume fluida yang dipindahkan oleh volume benda yang tercelup yang disebut volume displacement (V). Posisi titik B dapat dilihat pada Gambar 2.8 dibawah ini:
Gambar 2. 8 Center of Buoyancy Sumber: maritime world
● Metacenter (M)
Titik metacenter adalah sebuah titik yang tidak boleh dilampui oleh titik ”G” agar stabilitas kapal positif. Titik M juga merupakan titik pusat olengan kapal. Pada sudut miring kecil (kurang dari 15°) letak titik M dianggap sebuah titik tetap, namun pada sudut miring besar titik M tadi berubah - ubah kedudukannya. Posisi titik M dapat dilihat pada ilustrasi Gambar 2.9 dibawah ini:
35 Gambar 2. 9 Titik-titik Penting Stabilitas
Sumber: maritime world
Tinggi metacenter melintang adalah jarak antara titik metacenter melintang (MT) dengan titik berat kapal (G0). Nilai MTG0 merupakan salah satu dari sekian kriteria untuk menilai tentang stabilitas dan kenyamanan suatu kapal. Bila letak titik MT berada di atas G0
maka tinggi metacenter adalah positif dan sebaliknya adalah negatif. Dalam menentukan tinggi metacenter dipakai hubungan antara KMT dan KG0, yaitu:
𝑴𝑻𝑮𝟎= 𝑲𝑴𝑻+ 𝑲𝑮𝟎 . . . (2.2) Dengan:
𝑲𝑴𝑻= 𝑲𝑩𝑻+ 𝑴𝑻𝑩𝟎 . . . (2.3)
KB0 adalah jarak dari garis dasar kapal (baseline) ke pusat buoyancy. Pusat buoyancy dapat dicari dengan menggunakan dalil sympson. Letak titik B di atas lunas bukanlah suatu titik yang tetap, akan tetapi berpindah-pindah oleh adanya perubahan sarat atau senget kapal (Wakidjo, 1972). Menurut Rubianto (1996), nilai KB dapat dicari:
- Untuk kapal tipe flat bottom, KB = 0,50d - Untuk kapal tipe V bottom, KB = 0.67d - Untuk kapal tipe U bottom, KB = 0.53d
Dari diagram metasentris atau lengkung hidrostatis, dimana nilai KB dapat dicari pada setiap sarat kapal saat itu (Wakidjo P, 1972). Bila KB sudah diketahui, maka yang
36 perlu dicari lagi adalah MTB0. Berdasarkan Gambar jari-jari metacenter awal, sudut oleng kecil diasumsikan bahwa penampang dari baji masuk dan penampang baji keluar dianggap berbentuk segitiga siku-siku. Bila separuh ordinat garis air dari kedua baji adalah T, maka luas penampang baji masuk atau keluar adalah h ½ 𝑦𝑥𝑦𝑡𝑔𝜑 = ½ 𝑦2 𝑡𝑔𝜑, dan untuk φ kecil maka penampang baji masuk atau keluar adalah ½ 𝑦2𝜑. Bila elemen panjang dari kapal adalah dL, maka volume total baji adalah ∫L1 ½ 𝑦2𝜑𝑑L. Volume baji ini bergeser dari satu sisi ke sisi yang lain dan bila penampang baji dianggap tetap segitiga, maka letak titik berat baji bergeser horizontal dari posisi ⅔y terhadap centerline menuju ke posisi lain sejauh ⅔y terhadap centerline. Gambar 2.10 dibawah ini mengilustrasikan perpindahan titik-titik stabilitas, yaitu:
Gambar 2. 10 Perubahan Posisi Titik-Titik Pusat Stabilitas Sumber: maritime world
Dalam menganalisis stabilitas statis GZ, dapat dilakukan dengan metode Attwood's Formula:
𝑮𝒁 = 𝒗 𝒙 𝒉𝒉𝟏
𝑽 − 𝑩𝑮 𝒔𝒊𝒏 𝝑 . . . (2.4)
Stabilitas dinamis dinyatakan dalam luas area di bawah kurva stabilitas statis. Nilai periode oleng suatu kapal sangat tergantung dari besarnya nilai radius metacenter (GM) dari kapal tersebut. Semakin besar GM dengan G berada di bawah M maka nilai periode oleng semakin stabil positif dan sebaliknya semakin kecil GM hingga G berhimpit dengan
37 M maka periode oleng akan semakin besar dan kapal mengalami stabilitas netral. Jika titik G berada di atas M menyebabkan kapal menjadi tidak stabil, dan periode oleh semakin lama besar menyebabkan kapal tidak mampu kembali ke posisi tegak, malah membantu memiringkan kapal dan kemungkinan kapal akan terbalik.
Peninjauan stabilitas kapal dipengaruhi oleh tiga titik utama, yaitu titik berat kapal (G), titik tekan gaya ke atas (B) dan tinggi metacentre (M) (Wakidjo P, 1972). Titik G adalah titik berat kapal yang dipengaruhi oleh konstruksi kapal. Titik B adalah titik tekan gaya apung dari volume air yang dipindahkan oleh bagian kapal yang tercelup dalam air.
Titik M adalah titik perpotongan gaya tekan ke atas (γV) pada keadaan tetap dengan vektor gaya tekan ke atas pada sudut kecil. Pada keadaan kapal setimbang titik G dan titik B harus berada pada suatu garis vertikal terhadap permukaan zat cair, dan besarnya gaya berat kapal sama dengan gaya tekan ke atas. Apabila kapal mendapat gaya dari luar, akan menyebabkan kemiringan, baik oleng maupun trim, dengan asumsi titik G tidak mengalami perubahan tempat atau dengan kata lain muatannya tidak bergeser, maka titik B akan berpindah tempatnya. Akibat kemiringan kapal, maka letak titik B akan berpindah juga sesuai dengan perubahan bentuk badan kapal yang tercelup dalam air. Jadi untuk kapal yang mengalami oleng, titik B akan berpindah menjadi Bθ pada bidang memanjang kapal. Keadaan oleng kapal ini menyebabkan titik G dan titik Bθ tidak terletak dalam satu garis vertikal lagi terhadap air yang baru. Maka kapal akan mendapatkan momen kapal sebesar S yang dapat dihitung dengan persamaan:
𝑆 = 𝑃 𝑥 𝐺 . . . (2.5) Dimana:
P = berat kapal (ton)
γV = displacement kapal (ton) GZ = Lengan pengembali (m)
= MG sin θ
MG = tinggi metacentre (m)
= MK – KG
= MB + KB – KG
38 Berdasarkan kedudukan titik beratnya, ada tiga kondisi yakni stabil, netral, dan labil:
1. Kondisi Stabil
Titik G berada di bawah titik M. Pada kondisi ini MG berharga positif dan kapal dalam kondisi stabil. Apabila mendapat gaya dari luar, maka akan dibalas dengan momen pengembali sebesar P x GZ, dimana P adalah berat kapal, h adalah jarak titik G tegak lurus terhadap garis oleng. Sehingga pada kondisi ini kapal memiliki kemampuan untuk menegak kembali. Gambar 2.11 dibawah ini mengilustrasikan kapal dalam kondisi stabil:
Gambar 2. 11 Kondisi Stabil Sumber: themastermariner.com
2. Kondisi Labil
Titik M berada di bawah titik G. Pada kondisi ini GM berharga negatif, sehingga kapal dalam keadaan labil. Bila mendapatkan gaya luar, maka kapal tidak akan bisa kembali dalam keadaan semula karena tidak mempunyai momen pengembali. Gambar 2.12 dibawah ini mengilustrasikan kapal dalam kondisi stabil:
39 Gambar 2. 12 Kondisi Labil
Sumber: themastermariner.com
3. Kondisi Netral
Titik M berimpit dengan titik G. Pada kondisi ini MG sama dengan 0 (nol) dan kapal dalam kondisi netral atau bahkan tidak memiliki kemampuan untuk menegak kembali. Dengan kata lain bila kapal oleng tidak ada MG maupun momen penerus, sehingga kapal tetap miring pada sudut oleng yang sama, penyebabnya adalah titik G terlalu tinggi dan berimpit dengan titik M karena terlalu banyak muatan di bagian atas kapal. Gambar 2.13 dibawah ini mengilustrasikan kapal dalam kondisi stabil:
Gambar 2. 13 Kondisi Netral Sumber: themastermariner.com
40 2.6 Curves of Stability
Kurva stabilitas merupakan hubungan antara momen stabilitas statis (Sa) atau lengan momen (h = GZ) dengan sudut oleng φ. Sa atau GZ sebagai sumbu vertikal, sedangkan sudut oleng pada sumbu horizontal. Pada sumbu horizontal, variasi sudut oleng dibuat interval 100 atau 150, sedangkan pada sumbu vertikal tergantung pada skala momen atau lengan momen.
Proses menggambar kurva stabilitas GZ vs sudut oleng φ, awalnya meletakkan sudut 57.30 (1 radian) kemudian pada sudut ini diukur secara vertikal nilai MG (ke atas MG positif dan ke bawah negatif) dan titik pada MG dihubungkan dengan O akan terjadi segitiga siku. Setelah itu baru di gambarkan kurvanya pada setiap sudut oleng dari 00 sampai 900. Untuk sudut oleng kecil, kurang dari 90 kurva harus menyinggung sisi miring segitiganya karena arah kurva merupakan nilai tangen sudut pada sudut oleng kurang dari 90.
Untuk menggambarkan kurva lengan GZ, bisa juga dilakukan dengan menggunakan konsep cross curve (KN) yaitu lengan yang diukur dengan keel.
𝐺𝑍 = 𝐾𝑁 − 𝐾𝐺 sin 𝜗 . . . (2.6)
Dengan:
GZ = lengan pengembali diukur dari titik G (m) KN = lengan diukur dari keel
KG = jarak titik berat terhadap keel
Untuk mengetahui apakah kapal mempunyai stabilitas yang baik atau tidak, maka dibandingkan dengan standar minimum kriteria stabilitas.
Berikut ini contoh kurva stabilitas dan komponen-komponennya, ditunukkan pada Gambar 2.14 dibawah:
41 Gambar 2. 14 Contoh Kurva Lengan Pengembali Stabilitas
Sumber: MarineInsight.com
42 Gambar 2. 15 Contoh Cross Curve Stabilitas
Sumber: MarineInsight.com
2.7 Trim Condition
Kapal mengalami trim jika terjadi perbedaan sarat pada sumbu tegak buritan (TA) dan sumbu tegak haluan (Ta). dirumuskan dalam:
𝑇𝑟𝑖𝑚 = 𝑇𝐴 − 𝑇𝐹 . . . (2.7)
Apabila trim bernilai positif artinya kapal mengalami trim buritan (trim by stern), jika hasilnya bernilai negatif artinya kapal mengalami trim haluan (trim by bow), sementara jika hasil nilai trim adalah 0 maka dinamakan lunas datar (even keel). Berikut asumsi kondisi kapal saat mengalami trim dalam arah memanjang ditunjukkan pada Gambar 2.16, 2.17, dan 2.18 dibawah ini:
43 Gambar 2. 16 Kondisi Even Keel
Gambar 2. 17 Kondisi Trim by Bow
Gambar 2. 18 Kondisi Trim by Stern
Kondisi trim kapal mempengaruhi stabilitas kapal, nilai lengan GZ dan GM akan berubah pula sesuai kondisi ini. Perubahan nilai trim pada kapal tetap diizinkan selama masih dalam koreksi SOLAS yaitu: trim < 1% Lpp atau selisih antara LCG dan LCB < 1%.
44 2.8 International Maritime Organization (IMO) Criteria
Kriteria stabilitas setiap kapal diatur dalam produk International Maritime Organization (IMO) yaitu Intact Stability Code (ISC) chapter 3.1 Design criteria applicable to all ship dan chapter 4.9.2 Special criteria for certain type of ship (Container ships > 100 m).
Kriteria stabilitas kapal IS code chapter 3.1:
- Area dibawah kurva GZ 0o sampai 30o tidak boleh kurang dari 0,055 m.rad, - Area dibawah kurva GZ 0o sampai 40o tidak boleh kurang dari 0,090 m.rad, - Area dibawah kurva GZ 30o sampai 40o tidak boleh kurang dari 0,030 m.rad, - Nilai GZ maksimal pada sudut 30o atau lebih tidak boleh kurang dari 0,2 m, - Nilai sudut dari GZ maksimal tidak boleh kurang dari 25o,
- Nilai GMo tidak boleh kurang dari 0,35 m (untuk Non Conventional Small Vessel dek tidak lengkap atau satu deck).
Kriteria stabilitas kapal IS code chapter 4.9.2:
- Area dibawah kurva GZ 0o sampai 30o tidak boleh kurang dari 0,009/C m.rad, - Area dibawah kurva GZ 0o sampai 40o tidak boleh kurang dari 0,016/C m.rad, - Area dibawah kurva GZ 30o sampai 40o tidak boleh kurang dari 0,006/C m.rad, - Nilai GZ maksimal pada sudut 30o atau lebih tidak boleh kurang dari 0,033/C m, - Nilai GZ maksimal tidak boleh kurang dari 0,042/C m,
- Area dibawah kurva GZ 0o sampai sudut GZ maksimal tidak boleh kurang dari 0,029/C m.rad.
Dimana C dihitung dengan formula:
𝑐 = 𝑑.𝐷′
𝐵𝑚2 . √𝑑
𝐾𝐺. (𝐶𝑏
𝐶𝑤)2. √100
𝐿 . . . (2.8)
𝐷′ = 𝐷 + ℎ.2𝑏−𝐵𝑑
𝐵𝑑 .2 ∑ 𝑙ℎ
𝐿 . . . (2.9) Dengan
d = sarat rata-rata (m)
D = moulded depth of the ship (m) Bd = moulded breadth of the ship (m)
45 KG = letak titik berat kapal secara vertikal (m)
Cb = koefisien blok Cw = koefisien waterplan lH = panjang hatch coaming 𝐿
4 forward and after midship (m) b = lebar hatch coaming 𝐿
4 forward and after midship (m) h = tinggi hatch coaming 𝐿
4 forward and after midship (m) L = panjang kapal (m)
B = lebar kapal pada waterline (m) Bm = lebar kapal pada setengah sarat (m)
2.9 Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah rangkuman dari penelitian-penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan tugas akhir ini, ditunjukan pada Tabel 2.1 di bawah:
Tabel 2. 1 Rangkuman Penelitian Terdahulu No Nama, Judul, dan Tahun
Publikasi Hasil
1
Marjoni, dkk.
“Stabilitas Statis dan Dinamis Kapal Purse Seine di
Pelabuhan Perikanan Pantai Lampulo Kota Banda Aceh Nanggroe Aceh Darussalam”
2010
Penelitian ini dilakukan berdasarkan permasalahan penduduk setempat yaitu membangun kapal ikan secara tradisional tanpa adanya rencana desain dan pengawasan dari badan-badan klasifikasi sehingga kondisi stabilitas kapal ketika berlayar tidak diketahui.
Teknik analisis yang digunakan dalam proses pengerjaan penelitian stabilitas statis dan dinamis ialah melalui kurva stabilitas GZ menggunakann metode Krylov dan Trapezoidal dengan bantuan software PGz.
Dari permasalahan dan metode yang dipaparkan tersebut diperoleh hasil yaitu: waktu berangkat
46 Lanjutan Tabel 2.1
No Nama, Judul, dan Tahun
Publikasi Hasil
menuju fishing ground dan distribusi muatan pada kapal purse seine berbeda dengan waktu kembali.
Waktu kapal berangkat, titik berat di belakang midship karena pusat gaya berat berada di belakang kapal akibat perbekalan dan BBM penuh. Sedangkan pada waktu kembali, titik berat berada di depan midship karena pusat gaya berat berada dibagian depan. Hal ini disebabkan karena di bagian depan terdapat hasil tangkapan.
2
Daud S.A. Sianturi dan Sofiyan M. Permana
“Analisis Stabilitas Terhadap Operasional Desain Kapal Ikan 20 GT di Palabuhanratu”
2013
Pada penelitian ini, permasalahan yang diangkan peneliti adalah terkait periode oleng kapal dan tinggi gelombang yang mampu diterima kapal belum diketahui. Demi meningkatkan keamanan dan keselamatan nelayan dalam berlayar maka dilakukan penelitian ini agar nelayan lebih mempersiapkan diri ketika berlayar.
Adapun metode yang digunakan adalah dengan melakukan analisis kuantitatif.
Setelah dilakukan penelitian dengan pemodelan lima kondisi pemuatan, diketahui semua kondisi terpenuhi sesuai kriteria yang ditetapkan IMO, membuktikan kapal dapat kembali ke posisi semula setelah terjadi oleng akibat adanya gaya yang terjadi pada kapal.
47 Lanjutan Tabel 2.1
No Nama, Judul, dan Tahun
Publikasi Hasil
3
Shanty Manullang dan Moch.Ricky Dariansyah
“Kajian Stabilitas Kapal Ikan Muroami Pada Tiga Kondisi Muatan Kapal di Kepulauan Seribu Dengan Menggunakan Metode PGz (Lanjutan)”
2014
Diangkat permasalahan dalam penelitian ini ialah kapal ikan Muroami di Kepulauan Seribu belum diketahui stabilitasnya, sehingga dilakukan penelitian ini dengan tiga jenis kapal berbeda pada perairan tersebut.
Metode yang digunakan adalah medote PGz (lanjutan) dengan analisis melalui kurva stabilitas statis GZ metode Attwod’s Formula
Adapun hasil yang diperoleh bahwa ketiiga kapal kapal Muroami yang paling stabil adalah kapal Muroami I dan II dimana dari nilai GMnya memenuhi standart IMO dan periode olengnya yang tertinggi;.
Kondisi yang tidak stabil terjadi pada kapal Muroami III, pada kondisi kapal penuh nilai GM < 35m, jika ini terjadi maka kapal kemungkinan besar akan terbalik ketika menuju ke fishing ground. Sehingga kapal yang baik adalah kapal Muroami I dan II.
4
Johnny H Tumiwa, dkk.
“Stabilitas Dinamis Kapal Pukat Cincin di Sulawesi Utara”
2012
Penelitian ini dilakukan dengan membawa permasalahan bahwa kapal-kapal pukat cincin di perairan Sulawesi Utara belum diketahui nilai stabilitasnya, sehingga dilakukan penelitian ini dengan tiga jenis kapal berbeda pada perairan tersebut untuk dibandingkan dengan kapal-kapal setipe lain.
Adapun metode penelitian yang digunakan ialah menganalisis dengan menggunakan software Multisurf untuk memperoleh nilai GM dan GZ.
48 Lanjutan Tabel 2.1
No Nama, Judul, dan Tahun
Publikasi Hasil
Analisis parameter-parameter lainnya untuk penggambaran lambung kapal menggunakan program perangkat lunak Freeship V3.2
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini menyimpulkan bahwa keenam kapal yang diteliti memiliki stabilitas positif yang ditunjukkan oleh posisi metacenter (M) berada di atas titik G. Kapal pajeko yang tidak sesuai standar adalah kapal Bitung- 2, Molibagu-2, dan Manado-2, sedangkan yang sesuai standar IMO yaitu Bitung-1, Molibagu-1, dan Manado-1. Namun kapal yang memiliki nilai kestabilan dinamis terbaik adalah Manado-1.