• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Anak Di Luar Nikah Menurut Hukum Islam

N/A
N/A
Ayu Millatina

Academic year: 2023

Membagikan "Status Anak Di Luar Nikah Menurut Hukum Islam"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pengertian Nasab

Nasab secara etimologi berasal dari bahasa Arab yaitu, اًب ْسسسَن - ُب ِسسسْنَي - َب َسسسَن, apabila terdapat kalimat َلسسُجّرلا َب َسسسَن berarti menunjukan ciri-ciri dan menyebutkan keturunanya.

Dapat disimpulkan bahwa kata nasab menurut bahasa yaitu keturunan, atau kerabat. Nasab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diartikan sebagai keturunan (terutama dari pihak ayah) atau pertalian keluarga. Dalam Ensiklopedi Islam, nasab memiliki arti keturunan atau kerabat, yaitu pertalian keluarga melalui akad nikah perkawinan yang sah.

B. Pengertian Anak di Luar Nikah Menurut Hukum Islam

Anak luar nikah yang dimaknai dalam perspektif hukum Islam yaitu anak yang lahir karena tidak adanya ikatan perkawinan. Anak luar nikah, secara sederhana, diartikan sebagai anak yang dilahirkan seorang perempuan, sedangkan perempuan itu tidak berada dalam ikatan perkawinan yang sah menurut hukum dan agama dengan pria yang membuahinya.Yang lazim disebut dengan anak zina, termasuk perkawinan yang terjadi dan tidak memenuhi syarat dan rukun nikah, anak yang dilahirkannya-pun dikategorikan sebagai anak zinah. Anak yang lahir di luar perkawinan di sebut juga

“naturlijk kind”. Hukum Islam juga menetapkan anak di luar nikah adalah:

1. Anak li’an

Anak yang dilahirkan oleh seorang wanita dalam perkawinan yang sah, tetapi diingkari oleh suaminya melalui sumpah li’an atau dengan kata lain anak yang lahir dari seorang wanita yang dili’an oleh suaminya.

2. Anak syubhat

Anak yang dilahirkan dari hubungan syubhat. Hubungan syubhat ini ada dua bentuk, yaitu:

a. Syubhat dalam tindakan (perbuatan) , yakni manakala seorang laki-laki mencampuri seorang wanita tanpa adanya akad antara mereka berdua, baik sah maupun fasid, semata-mata karena tidak sadar ketika melakukannya, atau dia meyakini bahwa wanita tersebut adalah halal untuk disetubuhi, tapi kemudian ternyata bahwa wanita itu adalah wanita yang haram disetubuhi.

(2)

b. Syubhat dalam akad , yakni manakala seorang laki-laki melaksanakan akad nikah dengan seorang wanita seperti halnya dengan akad nikah sah lainnya, tapi kemudian ternyata bahwa akadnya fasid karena satu dan lain alasan.

C. Kedudukan Anak Luar Nikah Menurut Hukum Islam

Pada dasarnya, membahas kedudukan anak luar kawin menurut Hukum Islam, berarti membahas tentang kedudukan anak tersebut terhadap ayahnya. Kedudukan yang dimaksud adalah ada tidaknya keterkaitan nasab antara anak dengan ayah kandungnya, sehingga dapat ditentukan apakah ia termasuk anak sah dengan segala hak dan akibat hukumnya atau sebaliknya. Adapun kedudukan seorang anak terhadap ibunya serta merta berlaku sebab adanya kelahiran, baik kelahiran itu akibat persetubuhan yang sesuai dengan syara’

maupun yang menyalahi syara’.

Islam mengajarkan bahwa anak yang dilahirkan secara sah sesuai dengan ketentuan ajaran Islam, mempunyai kedudukan yang baik dan terhormat. Anak itu mempunyai hubungan dengan ayah dan ibunya. Kesimpulannya bahwa anak bisa dihubungkan nasabnya kepada ayahnya apabila ia dilahirkan dari pernikahan yang sah. Sedangkan anak yang lahir di luar pernikahan yang sah atau anak zina tidak dapat dihubungkan dengan ayahnya, melainkan hanya kepada ibunya saja.

Hubungan kenasaban adalah nikmat, dan nikmat tidak diberikan Allah sebagai akibat dari perbuatan jarimah. Sedangkan anak di luar kawin berasal dari sperma yang tidak dihargai secara syar’i.

Semua mazhab sepakat bahwa nasab anak zina tidak bisa dihubungkan kepada ayahnya. Mereka berpandangan bahwa anak yang tidak sah tidak memiliki nasab yang sah secara syar’i. Dasar pendapat ini adalah:

ملسم ىراخبلا هاور)ِرَجَحْلاِرِهاَعْلِلَو ِشاَرِفْلِل ُدَلَوْلا :َلاَق َمّلَسَو ِهْيَلَع ا ىّلَص ا َلوُسَر ّنَا) Artinya: "Nabi SAW bersabda: Anak yang lahir dinasabkan pada suami, sedangkan untuk pelaku zina adalah batu."

Status anak di luar nikah menurut UU positif seperti dalam UU No.1 Th 1974 pasal 43 ayat (1) disebutkan bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.

Para ulama sepakat bahwa perzinaan bukan penyebab timbulnya hubungan nasab anak dengan ayah, sehingga anak yang dihasilkan dari perbuatan perzinaan tidak boleh dihubungkan dengan nasab ayahnya. Meskipun secara biologis berasal dari benih laki-laki

(3)

yang menzinai ibunya. Para ulama memberikan alasanya, yaitu bahwa nasab itu merupakan karunia dan nikmat, sedangkan perzinaan itu merupakan tindak pidana yang sama sekali tidak layak mendapatkan balasan nikmat, melainkan balasan berupa hukuman, baik rajam, maupun dera seratus kali dan pembuangan. Adapula alasan kuatnya adalah sabda Nabi dalam sebuah hadits:

ُرَجَحْلا ِرِهاَعْلِلَو ِشاَرِفْلِل ُدَلَوْلا َلاَق َمًلَسَو ِهيَلَع ُ ًا ىًلَص ِ ًا َلوُسَر ًنَأ َةَريَرُه يِبَآ ْنَع Artinya: “Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah bersabda: “Anak itu bagi yang meniduri istri (secara sah) yaitu suami, sedangkan bagi pezina ia hanya berhak mendapatkan batu”. (HR. Muslim).

Hadits di atas telah disepakti oleh ulama dengan alasan, bahwa perzinaan itu sama sekali tidak akan berpengaruh terhadap sebab-sebab ketetapan nasab antara anak dengan ayah biologis yang berbuat zina dengan ibunya. Dalam beberapa aspek yuridis, lelaki yang secara biologis adalah ayah kandungnya itu berkedudukan sebagai orang lain, sehingga tidak wajib memberikan nafkah, tidak ada hubungan waris-mewarisi, bahkan seandainya anak zina itu perempuan, maka “ayah” kandungnya tidak menjadi wali dalam pernikahan anak perempuannya, sebab antara keduanya tidak ada hubungan sama sekali dalam syariat Islam. Karena ayah biologisnya tidak bisa menjadi wali yang akan menikahkannya, maka wali dalam akad nikahnya adalah wali hakim.

Ibnu Hazm berpendapat bahwa anak hasil perzinaan tidak bisa dinasabkan dengan ayahnya, melainkan ia mempunyai garis nasab dengan ibunya, alasannya adalah tindakan Rasulullah yang menghubungkan nasab anak dengan ibunya yang telah di li’an oleh suaminya, bukan kepada ayahnya, sebab kelahiran yang dialami oleh wanita baik halal maupun haram tetap sebagai sebab timbulnya nasab. Jadi nasab anak tersebut hanya kepada ibu, tidak termasuk kepada ayah biologisnya. Dan berdasarkan firman Allah dalam surat An-Najm ayat 38:

ىرخأ رزو ةرزاو رزت لا Artinya: “(yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”

Oleh karena itu, anak tersebut harus diperlakukan secara manusiawi, diberi pendidikan, pengajaran, dan ketrampilan yang berguna untuk bekal hidupnya dimasyarakat nanti.

1. Status Nasab

Kedudukan hukum bagi anak zina tidak bernasab kepada laki-laki yang melakukan zina terhadap ibunya. Ia tidak mengikuti nasab laki-laki pemilik sperma yang

(4)

menyebabkan kelahirannya, tetapi nasabnya mengikuti kepada ibu yang melahirkannya.

Maka hal ini berakibat pula pada hilangnya hak anak kepada ayah. Antara keduanya adalah sebagai orang lain.

Para ulama telah sepakat mengenai tetapnya hubungan nasab seorang anak yang dilahirkan dalam suatu perkawinan yang sah. Namun, mereka berbeda pendapat mengenai tetapnya hubungan nasab semata-mata karena akad nikah saja tanpa adanya persetubuhan didalamnya.

Sebagian ulam berpendapat, bahwa akad nikah itu merupakan sebab utama timbulnya hubungan nasab antara seorang anak dengan orang tuanya. Jika terjadi kehamilan tanpa adanya hubungan kelamin diantara suami istri, maka anak tersebut dapat dinasabkan kepada ayahnya. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Imam Abu Hanifah sebagai berikut.

“Sesungguhnya akad nikah yang shahih dengan sendirinya menjadi sebab tetapnya nasab seorang anak, meskipun didalamn perkawinan itu antara suami istri tidak pernah bertemu sama sekali. Sehingga jika terjadi suatu perkawinan dimana si istri berada diujung barat dan suami diujung timur dan perkawinan keduanya hanya melalui surat, kemudian si istri melahirkan anak, maka nasab anak itu dihubungkan kepada ayahnya, meskipun tidak pernah bertemu sama sekali sesudah terjadinya akad”.

Jumhur fuqaha berpendapat, bahwa akad nikah dan hubungan kelamin (dukhul) merupakan sebab terjadinya hubungan nasab. Kemudian jika terjadi kelahiran sebelum enam bulan minimal semenjak terjadi akad, maka anak tersebut tidak dapat dihubungkan nasabnya kepada ayahnya. Dengan demikian, maka dukhul merupakan sebab utama timbulnya hubungan nasab disamping akad nikah yang sah diantara kedua orang tuanya.

Dari dua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa anak yang dihamilkan diluar nikah, kemudian ibunya menikah dengan orang yang menghamilinya dan minimal enam bulan dari waktu itu dapat dihubungkan nasabnya pada ayahnya. Dengan demikian, anak tersebut menjadi anak yang sah dan berlaku baginya semua ketentuan yang berlaku bagi anak yang sah.

Ketentuan bahwa istri melahirkan anaknya minimal setelah berlalu 6 bulan dari akad, adalah batas masa hamil yang paling sedikit menurut hukum islam. Sedangkan masa hamil yang terlama dari seorang wanita tiada nash yang jelas didalam Al-Qur’an dan Sunnah. Pendapat fuqaha tentang masalh ini berbeda-beda mulai dari 9 bulan

(5)

menurut madzhab Dzahiri, 1 tahun menurut Muhammad bin abdul Hakam Al-Maliki, 2 tahun menurut madzhab Hanafi, 4 tahun menurut madzhab Syafi’i dan 5 tahun menurut madzhab Maliki. Menurut hemat penulis, pendapat madzhab Dzahiri adalah yang paling mendekati kebiasaan / pengalaman wanita hamil berdasarkan realitas dan empirik.

2. Status Kewarisan

Hukum islam tidak menetapkan hubungan kewarisan terhadap anak zina dengan ayah (laki-laki yang membuahinya), karena anak zina tidak mempunyai hubungan kekerabatan dengannya. Seangkan hubungan kekerabatan itu timbul atas dasar akad nikah yang sah sebagaimana yang telah ditentukan oleh syari’at Islam. Tetapi seorang anak mempunyai hubungan anak deng ibun dan kerabat ibunya dan ia berhak mendapat warisan dari pihak ibu dan kerabat ibunya. Tidak ada pengakuan dan pengesahan terhadap anak zina, karena hukum Islam hanya mengenal anak sah menurut syara’.

Menurut Ahlu Al-Sunnah, anak zina mempunyai hubungan keawarisan dengan ibu dan kerabat ibunya saja. Dengan demikian, ia hanya dapat menjadi ahli waris bagi ibu dan kerabatnya seibu, tidak dari neneknya, karena anak zina bagi si nenek adalah anak dari anak perempuannya dan menurut golongan ini anak dari perempuan itu bukan ahli waris, kecuali dalam istilah ahli waris Zul Arham.

Selanjutnya golongan Syi’ah berpendapat bahwa: anak zina tidak mempunyai hubungan kewarisan dengan laki-laki yang membuahinya atu dengan kerabat laki-laki itu, sebagaimana yang berlaku di kalangan ulama Ahlu Al-Sunnah. Tetapi berbeda dengan mereka, golongan Syi’ah berpendapat bahwa anak zina itu tidak mempunyai hubungan kewarisan dengan ibunya. Alasannya bahwa hak kewarisan itu merupakan suatu nikmat, sedangkan zina adalah perbuatan maksiat. Nikmat tidak dapat didasarkan pada maksiat perbuatan zina.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa tidak ada hubungan kewarisan antara anak zina dengan ayahnya. Sebagai jalan keluar dalam hal ini, hubungan anak zina dengan ayah yang membuahinya dapat dihubungkan melalui jalan hibah atau wasiat, bila sang ayah tersebut bertanggung jawab atas perbuatannya yang dengan menyebabkan kelahiran anak itu, karena dalam hukum Islam dikenal dengan adanya hibah dan wasiat. Ketentua ini hanya berlaku untuk anak yang lahir diluar nikah yang sah.

(6)

D. Status Hukum Anak Luar Nikah Menurut Hukum Negara Indonesia

Didalam Kompilasi Hukum Islam BAB XIV tentang pemeliharaan anak pasal 100 berbunyi: Anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. Dan didalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 BAB IX tentang kedudukan anak pasal 43 berbunyi:

(1) Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.

(2) Kedudukan anak tersebut ayat (1) diatas selanjutnya akan diatur dalam peraturan pemerintah.

Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 yaitu:

a. Anak luar kawin dapat membuktikan dengan ilmu pengetahuan jika anak memiliki hubungan darah dengan ayahnya.

b. Jika ia terbukti berdasarkan ilmu pengetahuan merupakan anak pewaris maka anak tersebut mempunyai hak waris yang sama besarnya dengan ahli waris lainnya.

c. Peraturan pelaksana putusan MK ini belum ada sehingga masih terdapat kekosongan hukum bagaimana anak luar kawin mendapat jaminan ia akan mendapatkan warisannya.

d. Kemajuan yang dibuat putusan MK ini setelah dilakukannya pembuktian melalui ilmu pengetahuan ahli waris lain tidak dapat menyangkal keberadaan anak luar kawin ini. Karena secara ilmu pengetahuan anak luar kawin ini adalah anak dari pewaris.

e. Surat keterangan waris dapat dibuat namun dapat terjadi permasalahan dalam administrasi pengurusan surat keterangan waris

Referensi

Dokumen terkait

Muhammadiyah Jawa Timur dengan tema “ Status Anak Di Luar Nikah Menurut Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif ” di Lamongan tgl 22 April 2012 M.. Bagaimana pandangan

Analisis Hukum Islam Terhadap Konsep Berkeluarga Menurut Pelaku Pernikahan Dini Karena Hamil di Luar Nikah di Kecamatan Babadan, Kabupaten Ponorogo. Berdasarkah

Anak di luar nikah yang lahir tanpa perkawinan yang sah tidak dapat diberikan perlindungan melalui itsbat nikah, karena tidak memiliki dasar hukum untuk

Walaupun secara hukum keperdataan Islam anak luar nikah tidak memiliki hubungan nasab dengan bapak biologisnya, bukan berarti bapak biologis secara kemanusiaan

Oleh sebab itu pada kondisi anak luar nikah dapat menjadi ahli waris aktif yaitu anak luar nikah berhak mendapatkan harta waris atau ia mewarisi hanya dengan

Puji Syukur Kehadirat Allah SWT karena atas limpahan nikmatnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ HAK WARIS ANAK LUAR NIKAH MENURUT KITAB

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul : PERBANDINGAN STATUS HAK WARIS ANAK LUAR KAWIN ANTARA KOMPILASI HUKUM ISLAM

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pandangan hakim terhadap status keperdataan anak di luar nikah dari nikah sirri melalui penetapan asal usul anak di