• Tidak ada hasil yang ditemukan

status sosial ekonomi peternak sapi perah

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "status sosial ekonomi peternak sapi perah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Status sosial ekonomi peternak sapi perah ……..…………..………….. Eko Nugroho 44

STATUS SOSIAL EKONOMI PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN PONCOKUSUMO KABUPATEN MALANG

EKO NUGROHO

Bagian Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 di Desa Jambesari Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) karakteristik rumah tangga peternak sapi perah di Desa Jambesari Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang, (2) status dan jumlah kepemilikan rata- rata sapi perah, produksi susu rata-rata sapi perah, dan harga jual rata-rata susu di Desa Jambesari Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang. Materi penelitian adalah peternak sapi perah yang berdomisili di Desa Jambesari Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Penelitian ini menggunakan metode survei. Jenis data yang diambil ada dua yakni data primer dan data sekunder yang selanjutnya dianalisa menggunakan software SPSS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia responden masih tergolong produktif, memiliki tingkat pendidikan formal yang tergolong rendah, sangat berpengalaman dalam memelihara ternak sapi perah, dan sebagian besar memiliki aset komersil seperti sepeda motor, sepeda, dan televisi. Rata-rata kepemilikan sapi perah di Desa Jambesari Kecamatan Poncokusumo bervariasi mulai 5,58 ± 2,23 ekor di Dusun Sumber Jambe hingga 6,36 ± 3,56 ekor di Dusun Pabrikan. Adapun produksi susu rata-rata bervariasi mulai 29,62 ± 25,09 liter/hari di Dusun Ngembal hingga tertinggi 47,14 ± 41,13 liter/hari di Dusun Pabrikan. Sedangkan harga jual susu rata-rata yang diterima peternak bervariasi mulai Rp 3.100 ± 54,36 per liter di Dusun Ngembal hingga Rp 3.121,43 ± 88,17 per liter di Dusun Pabrikan.

Penelitian ini menyarankan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara lama pengalaman beternak, jumlah kepemilikan sapi perah dengan tingkat pendapatan peternak di Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang.

Kata kunci: status social ekonomi,

ABSTRACT

The study was carried out in the village Jambesari, Poncokusumo sub-district.

The objectives of this study were to investigate the characteristics of farm households who raised dairy cattle in Poncokusumo sub-district, Malang regency, to investigate the status of ownership as well as the average ownership of dairy cattle owned by small farm households, the average production of milk and the average selling price of milk.

These objectives were achieved through a survey method using a structured questionnaire. The study involved 38 dairy farmers.

The household characteristics showed that farmers who kept dairy cattle were relatively at a productive age, less educated, and were predominantly more experienced farmers. A statistical analysis of the data showed that dairy cattle were mostly owned by men rather than women in all the village studied. Moreover, the average ownership of dairy cattle varied from 5,58 ± 2,23 head in the hamlet Sumber Jambe to 6,36 ± 3,56

(2)

head in the hamlet Pabrikan. The average production of milk varied from 29,62 ± 25,09 liter/day in the hamlet Ngembal to 47,14 ± 41,13 liter/day in the hamlet Pabrikan. The selling price of milk ranged from IDR 3.100 ± 54,36 per liter in the hamlet Ngembal to IDR 3.121,43 ± 88,17 per liter in the hamlet Pabrikan.

Keywords: socio-economic characteristic, smallholder dairy farmer, Poncokusumo

PENDAHULUAN

Pertanian merupakan industri terpenting di dunia karena mampu menyerap jumlah tenaga kerja yang paling besar dibandingkan sektor industri lainnya (Upton, 2004). Sebagai negara agraris, sektor pertanian di Indonesia bersama-sama dengan peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kontributor kedua terbesar (15,85%) terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional setelah sektor industri manufaktur yang menyumbang 24,9% terhadap PDB (BPS, 2010). Meskipun kontribusinya masih relatif kecil, pertanian dan peternakan tetap menjadi sektor yang vital bagi masyarakat Indonesia karena mampu menyerap tenaga kerja terbanyak (41,24%) dibandingkan sektor lainnya.

Di bidang sub-sektor peternakan, Kecamatan Poncokusumo yang terletak di lereng Gunung Semeru merupakan salah satu wilayah unggulan peternakan sapi perah di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Poncokusumo telah berkembang signifikan selama lebih dari 1 dasawarsa terakhir.

Perkembangan usaha sapi perah tersebut tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Koperasi Peternakan Sapi Perah (KPSP) Sidodadi yang didirikan pada tanggal 08 Mei 1999 dengan hak

badan hukum

No.167/BH/KDK.1313/V/99. Jumlah anggota koperasi yang semula hanya 30 orang telah bertambah menjadi lebih

dari 400 orang yang tergabung kedalam 12 kelompok peternak sapi perah.

Seiring dengan bertambahnya jumlah keanggotaan KPSP Sidodadi, populasi ternak sapi perah di Kecamatan Poncokusumo juga mengalami perkembangan signifikan yang semula 884 ekor pada tahun 2006 menjadi 2.000 ekor sampai tahun 2010. Begitu pula dengan produksi susu yang mengalami peningkatan hampir 4 kali lipat dari 2.845 liter/hari pada tahun 2006 hingga mencapai 8.000 liter/hari pada tahun 2010. Peningkatan produksi susu sapi perah di Kecamatan Poncokusumo juga ditunjang oleh ketersediaan lahan pertanian berupa tegalan dan kebun seluas 6.473 hektar.

Selain itu, didukung pula oleh ketersediaan sumberdaya manusia yang sangat melimpah dimana tercatat sebanyak 22.491 rumah tangga tinggal di Kecamatan Poncokusumo (Anonimous, 2008). Memperhatikan perkembangan kondisi usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Poncokusumo seperti yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi peternak sapi perah di Kecamatan Poncokusumo yang meliputi antara lain karakteristik rumah tangga peternak sapi perah, status dan rata-rata kepemilikan sapi perah, produksi susu rata-rata sapi perah, dan harga jual rata-rata susu yang diterima oleh peternak sapi perah.

(3)

Status sosial ekonomi peternak sapi perah ……..…………..………….. Eko Nugroho 46

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang, Jawa Timur pada bulan November 2010. Kecamatan Poncokusumo terdiri dari 17 desa. Dari ke tujuh belas desa tersebut dipilih Desa Jambesari sebagai lokasi penelitian. Pemilihan Desa Jambesari sebagai lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling sesuai petunjuk Singarimbun dan Effendi (1995) berdasarkan pertimbangan bahwa populasi ternak sapi perah di Desa Jambesari cukup banyak sehingga dianggap mewakili seluruh populasi ternak sapi perah di Kecamatan Poncokusumo. Selain itu, lokasi Desa Jambesari lebih mudah dijangkau dengan kendaraan umum dan kondisi jalan desa juga telah diaspal dan lebih terawat.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode survei yang terbagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap pra-survei dan survei.

Simamora (2008) mendefinisikan penelitian survei sebagai upaya pengumpulan data primer dengan melakukan tanya jawab pada responden. Tahap pra-survei dilakukan untuk mengetahui kondisi/lokasi penelitian secara umum dan sebaran lokasi peternak sapi perah yang akan dipilih sebagai calon responden.

Penentuan responden dilakukan secara purposive random sampling, yakni masing-masing miniml 12 orang peternak sapi perah yang tersebar di 3 dusun di Desa Jambesari yakni Dusun Pabrikan, Ngembal dan Sumber Jambe.

Obyek Penelitian

Obyek penelitian adalah seluruh peternak sapi perah di Desa Jambesari Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Dari seluruh populasi peternak sapi perah tersebut, selanjutnya dipilih 38 peternak sapi perah sebagai responden penelitian.

Pengambilan dan Analisa Data Pada tahap survei dilakukan pengambilan data primer dan sekunder.

Data primer diperoleh melalui wawancara secara personal kepada kepala rumah tangga peternak sapi perah yang terpilih sebagai responden dipandu dengan kuesioner berisi beberapa pertanyaan baik yang bersifat tertutup maupun terbuka (closed and open-ended questions). Anggota rumah tangga juga diperbolehkan menjawab pertanyaan yang diajukan untuk melengkapi informasi yang telah diberikan sebelumnya oleh kepala rumah tangga. Kuesioner tersebut telah dirancang untuk memperoleh informasi tentang karakteristik responden dan aspek sosial ekonomi budidaya ternak sapi perah. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti Dinas Peternakan Kabupaten Malang dan KPSP Poncokusumo. Data penelitian selanjutnya dianalisa menggunakan software SPSS (Statistical Package for Social Sciences) versi 12.

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Secara geografis Kecamatan Poncokusumo merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Malang yang berada di ketinggian 1200 - 1400 m diatas permukaan laut (d.p.l) dan terletak di kaki Gunung Semeru. Luas keseluruhan Kecamatan Poncokusumo

(4)

adalah 20.632 hektar yang terbagi menjadi 17 desa. Jumlah populasi penduduknya sebanyak 93.153 jiwa yang terdiri dari laki-laki 49.401 jiwa dan perempuan 49.752 jiwa. Sebagian besar penduduk di Kecamatan Poncokusumo bekerja sebagai petani.

Suhu rata-rata bervariasi antara 280C hingga 300C dan curah hujan rata-rata berkisar 350 mm per tahun. Wilayah Kecamatan Poncokusomo berbatasan dengan kecamatan-kecamatan lainnya di Kabupaten Malang dan Kabupaten lainnya di Provinsi Jawa Timur.

Sebagai contoh, disebelah utara

berbatasan dengan Kecamatan Tumpang, dengan Kecamatan Wajak di sebelah selatan, dengan Kecamatan Tajinan di sebelah barat, dan dengan Kabupaten Probolinggo serta Kabupaten Lumajang di sebelah timur.

Karakteristik Rumah Tangga Responden

Karakteristik rumah tangga responden yang meliputi umur, anggota rumah tangga, kepemilikan aset dan pengalaman beternak disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik rumah tangga responden Karakteristik

Nama Dusun (n=38) Pabrikan

(n=14)

Ngembal (n=12)

Sumber Jambe (n=12)

A. Umur 41.07±12.32 35.92±8.45 40±10.67

B. Jumlah anggota rumah tangga:

<5 tahun 0.64±0.63 0.08±0.29 0.58±0.67

13-18 tahun 0.36±0.49 0.33±0.49 0.58±0.67

>25 tahun 2.43±0.76 2.83±0.94 2.08±0.29

C. Kepemilikan asset:

Sepeda motor Mobil

Sepeda Televisi Telepon/HP Computer Lemari es

14 2 12 14 10 1 1

11 - 10 12 8

- 1

12 - 10 11 7 1 - D. Tingkat pendidikan:

Tidak sekolah SD

SMP SMA

Perguruan Tinggi

2 10

1 - 1

- 11

1 - -

1 8 2 1 - E. Lama beternak (tahun) 19.07±9.26 14±7.86 6.92±6.24 Sumber: Data Primer, 2010

(5)

Status sosial ekonomi peternak sapi perah ……..…………..………….. Eko Nugroho 48

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia kepala rumah tangga yang menjadi responden di masing-masing dusun bervariatif. Usia kepala rumah tangga di Dusun Ngembal merupakan yang termuda dengan rata-rata berumur 35,92 ± 8,45 tahun. Namun demikian, secara keseluruhan usia kepala rumah tangga di Desa Jambesari masih tergolong produktif. Menurut BPS (2000), umur produktif dikategorikan bagi mereka yang berusia 15 hingga 64 tahun. Sedangkan mereka yang berusia kurang dari 5 tahun atau lebih dari 64 tahun diklasifikasikan sebagai umur tidak produktif. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil investigasi Yustika (2003) yang menemukan bahwa struktur populasi di daerah pedesaan Indonesia secara umum didominasi oleh kepala rumah tangga yang masih berusia produktif. Kondisi ini sangat ideal untuk mendukung aktivitas dalam memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga jika usia kepala rumah tangganya masih tergolong produktif.

Terkait dengan kepemilikan aset, sebagian besar responden memiliki sepeda motor, sepeda, dan televisi. Kepemilikan aset bergerak berupa sepeda dan sepeda motor tersebut bisa mempermudah mobilitas responden dalam aktivitas sehari-hari khususnya dalam hal budidaya ternak sapi perah, misalnya sebagai sarana untuk mengangkut pakan hijauan maupun sebagai alat angkut pada saat menyetorkan susu segar ke tempat pengumpulan susu. Selain itu, sepeda motor juga berguna sebagai alat transportasi responden untuk bepergian dari dan ke luar wilayah Desa Jambesari. Kepemilikan televisi membuktikan bahwa responden juga terbuka dalam mengakses informasi-

informasi yang bersifat visual. Selain sebagai media sumber hiburan, keberadaan televisi diharapkan bisa menjadi media penyalur informasi teknologi dan pengetahuan baru yang berkaitan dengan usaha pertanian. Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki hand phone. Hal ini mengindikasikan bahwa sarana komunikasi bukan merupakan kendala bagi masyarakat di Desa Jambesari. Hanya sebagian kecil responden di Dusun Pabrikan dan Jambesari yang memiliki komputer dan 2 orang responden yang berdomisili di Dusun Pabrikan dan Ngembal tercatat memiliki lemari es.

Tingkat pendidikan responden masih tergolong rendah. Hasil investigasi menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan SD dan hanya sedikit responden yang menamatkan pendidikannya di jenjang yang lebih tinggi seperti SMA dan perguruan tinggi. Rendahnya tingkat pendidikan responden berhubungan dengan fakta bahwa jumlah infrastruktur sekolah di lokasi penelitian sangat terbatas. Hasil observasi menunjukkan bahwa hanya terdapat 2 sekolah dasar di lokasi penelitian sehingga penduduk yang ingin melanjutkan pendidikan ke sekolah lanjutan harus menempuh jarak yang cukup jauh di luar Desa Jambesari yakni di pusat Kecamatan Poncokusumo yang berjarak lebih kurang 12 km. Hal ini menyiratkan bahwa jarak tempuh yang jauh bisa menyebabkan keengganan bagi responden untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

Dampaknya, tingkat pendidikan yang rendah seringkali mengakibatkan keterbatasan akses terhadap informasi

(6)

dan pengetahuan baru tentang banyak hal. Responden dengan tingkat pendidikan yang rendah mungkin memiliki pengetahuan minim tentang manajemen budidaya sapi perah yang baik dan benar. Kondisi ini bisa menghalangi proses pembangunan di pedesaan karena mereka tidak bisa beradaptasi dengan perubahan lingkungan khususnya dengan perkembangan teknologi baru.

Responden termasuk peternak sapi perah yang berpengalaman dimana lama beternak responden paling sedikit 6,92 ± 6,24 tahun di Dusun Jambesari dan yang paling lama adalah 19,07 ± 9,26 tahun di Dusun Pabrikan. Murray-

Prior et al. (1999) menyebutkan bahwa petani yang telah berpengalaman dan cenderung memiliki tingkat pendidikan formal yang rendah seringkali enggan memperbarui keterampilannya karena mereka sudah merasa puas dengan keterampilan yang dimiliki. Hal ini tentu saja bisa menjadi penghambat bagi proses adopsi dan difusi inovasi teknologi baru.

Karakteristik kepemilikan sapi perah

Karakteristik kepemilikan sapi perah responden ditampilkan pada

Tabel 2

.

Tabel 2. Kepemilikan sapi perah

Karakteristik Nama Dusun (n=38)

Pabrikan (n=14)

Ngembal (n=12)

Sumber Jambe (n=12) Yang memiliki sapi:

Suami Istri Anak lainnya

10 - 1 3

10 - 1 1

10 1 1 - B. Jumlah kepemilikan sapi

perah (ekor)

6.36 ± 3.56 5.83 ± 4..37 5.58 ± 2.23 C. Jumlah produksi susu

(liter/hari)

47.14 ± 41.13 29.62 ± 25.09 35.25 ± 25.71 D. Harga jual susu (Rp/liter) 3121.43 ± 88.17 3100 ± 54.36 3102.08 ± 93.21 Sumber: Data Primer, 2010

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki (suami) mendominasi kepemilikan ternak sapi perah di Desa Jambesari dibandingkan dengan wanita (istri). Tercatat hanya 1 orang wanita di Dusun Sumber Jambe yang memiliki sapi perah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Chawatama et al (2003) di Zimbabwe yang menunjukkan bahwa laki-laki lebih

superior dibandingkan wanita dalam hal kepemilikan ternak sapi. Dominasi pria dibandingkan wanita membuktikan bahwa budaya patrialistik masih kental di lokasi penelitian. Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang dipelihara oleh responden di Desa Jambesari adalah Peranakan Friesien Holstein (PFH). Rata-rata kepemilikan sapi perah responden

(7)

Status sosial ekonomi peternak sapi perah ……..…………..………….. Eko Nugroho 50

bervariasi mulai 5,58 ± 2,23 ekor di Dusun Sumber Jambe hingga 6,36 ± 3,56 ekor di Dusun Pabrikan. Jumlah kepemilikan ternak sapi perah di Desa Jambesari tergolong cukup banyak mengingat petani subsisten di Indonesia rata-rata memiliki ternak sapi berkisar antara 1-3 ekor per rumah tangga.

Banyaknya kepemilikan sapi perah responden sejalan dengan ketersediaan lahan pertanian di Desa Jambesari khususnya berupa tegalan dan kebun yang seluas 6.473 hektar. Ketersediaan lahan tegalan dan kebun tersebut memberikan peluang bagi responden untuk akses terhadap pakan hijauan.

Selain menanam sendiri hijauannya, sebagian besar responden juga mencari hijauan di pinggir sawah, lapangan, pinggir sungai, dan pinggir jalan sebagai tambahan. Hasil survey menunjukkan bahwa rata-rata produksi susu sapi perah responden yang tertinggi berada di Dusun Pabrikan yakni 47,14 ± 41,13 liter/hari dan paling rendah terdapat di Dusun Ngembal (29,62 ± 25,09 liter/hari).

Sejalan dengan banyaknya kepemilikan sapi perah responden, jumlah rata-rata produksi susu segar di Desa Jambesari juga tergolong banyak. Hal ini mengindikasikan bahwa komposisi ternak sapi perah responden banyak yang masih tergolong laktasi. Terkait dengan harga jual susu segar, peternak mendapatkan harga jual bervariasi tergantung kualitas susunya. Uang hasil pembayaran susu segar diterima peternak setiap 10 hari sekali. Harga jual rata-rata susu segar yang diterima peternak di Dusun Pabrikan merupakan yang termahal, yaitu Rp 3.121,43 ± 88,17 per liter dan terendah adalah Rp 3.100 ± 54,36 per liter di Dusun Ngembal.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Usia responden masih tergolong produktif, memiliki tingkat pendidikan yang tergolong rendah, sangat berpengalaman dalam memelihara ternak sapi perah, dan sebagian besar memiliki aset komersil seperti sepeda motor, sepeda, dan televisi.

2. Laki-laki mendominasi kepemilikan sapi perah di Desa Jambesari dengan rata-rata kepemilikan ternak bervariasi mulai 5,58 ± 2,23 ekor di Dusun Sumber Jambe hingga 6,36

± 3,56 ekor di Dusun Pabrikan.

3. Jumlah produksi rata-rata susu sapi perah di Desa Jambesari beragam mulai 29,62 ± 25,09 liter/hari di Dusun Ngembal hingga tertinggi 47,14 ± 41,13 liter/hari di Dusun Pabrikan.

4. Harga jual rata-rata susu segar di Desa Jambesari bervariasi mulai Rp 3.100 ± 54,36 per liter di Dusun Ngembal hingga Rp 3.121,43 ± 88,17 per liter di Dusun Pabrikan.

Saran

Penelitian ini menyarankan perlunya kajian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan antara lama pengalaman beternak, jumlah kepemilikan ternak dengan tingkat pendapatan peternak sapi perah di Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2008. Kabupaten Malang Dalam Angka Tahun 2008.

Pemerintah Kabupaten Malang.

Malang.

(8)

Badan Pusat Statistik. 2000. Keadaan Angkatan Kerja Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2010. Data Sosial Ekonomi. Laporan Bulanan edisi 3 Agustus 2010. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Chawama, S, C.Mutisi and A.C.Mupawaenda. 2003. The Socio-economic Status of Smallholder Livestock Production in Zimbabwe: A Diagnostic Study.

Livestock Research for Rural Developmen. Volume 17, Article

#143. Retrieved August 10, 2011, from

http://www.lrrd.org/lrrd17/12/chaw 17143.htm.

Murray-Prior, R.B., D. Hart and J.

Dymond, 1999. An Analysis of Farmer Uptake of Formal Farm

Management Training in Western Australia. Australian Journal of Experimental Agriculture, 1999, 39, 000-000.

Simamora, B. 2008. Panduan Riset Perilaku Konsumen. PTGramedia.

Jakarta.

Singarimbun, M., dan Efendi, S., 1995.

Metode Penelitian Survey. LP3ES.

Jakarta.

Upton, Martin. 2004. The Role of Livestock in Economic Development and Poverty Reduction. Pro-Poor Livestock Policy Initiative (PPLPI) Working Paper No. 10. FAO. Rome.

Yustika, Ahmad Erani. 2003. Economic Analysis of Small Farm Households. PT Danar Wijaya- Brawijaya University Press.

Malang.

alosa

Referensi

Dokumen terkait

Persepsi peternak tentang kebijakan pemerintah dalam pemberian vaksin Penyakit Mulut dan Kuku PMK berpengaruh terhadap pengurangan laju PMK pada sapi perah di Kabupaten Banyumas dengan