STIU DARUL HIKMAH STUDI IMAM AL HAKIM DAN KITAB AL-MUSTADRAK
BAGIAN PERTAMA : LEBIH DEKAT DENGAN IMAM AL HAKIM
BIOGRAFI IMAM AL-HAKIM
Nama lengkap Imam al Hakim adalah al-Hafizh Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Hamdun bin Hakam bin Nu’aim bin al-Bayyi’. Beliau dilahirkan di Naisabur pada hari senin 12 Rabiul awal 321 H, dan wafat pada tahun 405 H, Beliau sering disebut dengan Abu Abdullah al-Hakim al-Naisaburi atau Ibn al-Bayyi’ atau al- Hakim Abu Abdullah, Ayah al-Hakim, Abdullah bin Hammad bin Hamdun adalah seorang pejuang yang dermawan dan ahli ibadah yang sangat loyal terhadap penguasa bani Saman yang menguasai daerah Samaniyyah.
Dalam catatan sejarah daerah Samaniyah pada abad ke 3 telah melahirkan ahli hadits ternama diantaranya Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Abu Daud, al-Tirmidzi, al-Nasa’I, dan ibn Majah, Di tempat inilah al-Hakim dilahirkan dan dibesarkan, Kondisi sosiokultural ini yang mempengaruhi al-Hakim sebagai seorang pakar hadits abad 4 H, Pada usia 13 tahun (334 H), ia berguru pada ahli hadits Abu Hatim Ibn Hibban dan ulama-ulama yang lainnya, Al Hakim melakukan pengembaraan ilmiah ke berbagai wilayah, seperti Iraq, Khurasan, Transosiana, dan hijaz, Rihlah ilmiah yang dilakukannya untuk mendapat sanad yang bernilai ‘ali (tinggi), nampakknya al-Hakim ingin menerapkan pandangan al-Bukhari, Al-Hakim telah mensyaratkan tatap muka dengan guru dalam penerimaan riwayat hadits, meski hanya sekali, Dalam perjalanan hidupnya yang berlangsung selama 84 tahun, al Hakim telah melakukan banyak kontribusi dalam bidang hadits melalui karya fonumentalnya al Mustadrak ala Sahihain namun sebelum menuntaskan kajiannya, beliau yelah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa pada tanggal 3 bulan Safar tahun 405 H.
GURU-GURU, MURID-MURID DAN KARYA-KARYANYA
Diperkirakan jumlah guru al-Hakim mencapai kurang lebih 1000 orang, diantaranya selain ayahnya sendiri al-Mudzakkir, al-A’sham, al-Syaibani, ar-Razi, al-Masarjisi, al-Hirri, Ibnu Hibban, al-Daruquthni dan Abu Ali al-Naisaburi, al-Jallab, Ali as-Suturi, Ali al-Hakim, dll.
Murid di sini bisa diartikan sekaligus sebagai pengagum dan atau mitra dialognya, seperti al-Daraquthni, al-Fawari, al-Wasithi, al-Hiwari, Abu al-Falah al-Fawari, Abu al-A’la al-Washiti, Mu’ammal al-Walid, Abu Ya’la al-Khalili, Abu Bakr al-Baihaqi dan al-Atsram, Al- Hakim tidak secara transparan mencontoh al-Daruquthni (mitra diskusinya) dan Ibnu Hibban (gurunya), justru shahihain (Bukhari dan Muslim-yang hidup tidak sezaman dengannya) yang secara tegas dinyatakan sebagai contoh.
Karya-karya Al Hakim diantaranya: Al Arba’in, Al Asma` Wa Al Kuna, Al Iklil fi Dalail An- Nubuwwah, Amali Al ’Asyiyyat, Al Amali,Tarikh Naisabur,Ad-Du’a, Su`alat Al Hakim li Ad- Daraquthni fi Al Jarh wa At-Ta’dil, Su`alat Mas’ud As-Sajzi li Al Hakim, Adh-Dhu’afa’, Ilal Al Hadits, Fadhail Fathimah, Fawa`id Asy-Syuyukh, Ma Tafarrada bihi Kullun min Al Imamain, Al Madkhal ila ’Ilmi Ash-Shahih, Al Madkhal ila Ma’rifati Al Mustadrak, Muzakki Al Akhbar, Mu’jam Asy-Syuyukh, Al Mustadrak ala Ash-Shahihain (kitab Ini), Ma’rifah Ulum Al Hadits, Al Ma’rifah fi Dzikri Al Mukhadhramin, Maqtal Al Husain, Manaqib Asy- Syafi’i.
PENILAIAN ULAMA TERHADAP AL-HAKIM
Dalam muqoddimah kitabnya terdapat bab tentang pujian para ulama kepada al-Hakim, di antaranya yaitu Imam Adz-Dzahabi mengatakan bahwa beliau ( al-Hakim) adalah seorang Imam, orang yang hafidz, seorang kritikus, orang yang sangat alim, ulama yang ahli hadits, pengarang kitab, Seorang perawi (pentakhrij), penjarh dan penta’dil.
Imam Khalil Bin ‘Abdullah berkata beliau (al-Hakim) adalah ulama yang luas ilmunya, beliau juga seorang ulama ahli sejarah didaerahnya terbukti dengan kitab karangannya
“نييروباسينلا خيرات “. Kemudian Imam al-Hafidz Abu Hazim berkata beliau adalah imam ahli hadits pada masanya. Kemudian Imam Khatib berkata bahwa beliah termasuk ahlu al
‘ilm, ahli ma’rifah, ahli fadhilah, seorang yang hafidz, dan memiliki banyak karangan dalam bidang hadits.
BAGIAN KEDUA : STUDI KITAB AL–MUSTADRAK ‘ALA ASH-SHAHIHAIN KARYA IMAM AL HAKIM
LATAR BELAKANG PENULISAN KITAB
Imam Al Hakim tidak secara eksplisit menyebutkan tentang latar belakang penulisan kitab al Mustadrak ala Shahihain, yang mulai disusun pada tahun 373 H (ketika beliau berusia 52 tahun). Namun secara implisit bisa terekam bahwa inisiatif penulisan tersebut berangkat dari dua faktor, yaitu internal dan eksternal.
1. Faktor internalnya adalah ketika al Hakim berasumsi bahwa masih banyak hadits shahih yang berserakan, baik yang belum dicatat oleh para ulama maupun yang sudah tercantum dalam beberapa kitab hadits yang sudah ada.
Disamping penegasan dari pengarang kitab Shahihain yaitu Bukhari dan Muslim bahwa tidak semua hadits shahih telah terangkum dalam kitab Shahih-nya. Dua hal tersebut yang mendorong al Hakim menyusun kitabnya berdasarkan kaedah ilmu dalam menentukan keabsahan sanad dan matan.
2. Sementara faktor eksternalnya adalah, kitab al Mustadrak disusun karena kondisi politik, intelektual dan ekonomi yang terjadi pada saat itu. Dari segi politik, pada abad 4 H (disebut masa-masa disintegrasi), wilayah Islam terpecah ke dalam 3 kekuasaan besar yakni
3. Bani Fatimiyah di Mesir, 4. Bani Umayah di Cordiva, dan 5. Bani Abasiyah di Baghdad,
Ketiganya saling bermusuhan. Keadaan ini menyebabkan para intelektual lelah untuk menghasilkan karya. Pada saat kitab al Mustadrak ditulis, pada saat itu al Hakim berada dalam masa transisi dinasti Samani (yang bermadzhab Syiah) ke dinasti Ghaznawi (yang bermadzhab Sunni). Walaupun secara garis besar pada abad ke 4 H ini dunia intelektual Islam mengalami kemerosotan dibanding pada abad ke 3 H, namun hal ini membuat al Hakim justru terpacu semangatnya untuk menghasilkan karya.
LATAR BELAKANG PENULISAN KITAB MUSTADRAK AL-HAKIM
Diantara faktor yang melatarbelakangi Imam al-Hakim dalam menulis atau menyusun kitab al-Mustadrak yaitu di antaranya sebagai berikut.
1. Banyaknya permintaan tokoh intelektual, supaya ia menghimpun Hadits dalam sebuah kitab berdasarkan syarat Shahihain
2. Masih banyak Hadits sahih yang belum dicatat ulama terdahulu dan belum dicatat dalam kitab shahihain (Bukhari –Muslim)
3. Kondisi sosial-intelektual/banyaknya tokoh-tokoh terkemuka seperti imam Mislim dan Imam Al-Daraquthni yang semangat menyusun hadits sehingga imam al-Hakim terdorong untuk memberikan kontribusi dalam penyusunan kitab yang ia namai Mustadrak
4. Faktor eksternal kondisi politik yang memanas anatara Bani Fatimiyyah di Mesir, Bani Umayah di Cordiva, Bani Abasiyah di Baghdad yang bermusuhan sehingga banyaknya para intelektual kelelahan untuk membuat karya, pada saat ini kitab Mustadrak disusun guna untuk mengembangkan sunnah yang terpendam.
PENAMAAN KITAB DAN SISTEMATIKA PENYUSUNAN
Kitab karya al Hakim dinamakan al mustadrak yang artinya ditambahkan atau disusulkan atas al Shahihain. Al Hakim menamakan demikian kerena berpendapat bahwa hadits-hadits yang terdapat dalam kitabnya memenuhi kriteria yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim, sedangkan hadits tersebut belum tercantum dalam kitab Shahih Bukhari maupun Muslim.
Dalam kitab Al-Mustadrak ‘Ala Shahihain karya Imam Hafidz Abi Abdillah Al-Hakim yang telah diterbitkan oleh Darul Haramain li At-Thaba’ah wa At-Tauzi’ terdiri dari lima jilid. Di setiap jilidnya terdapat beberapa kitab atau bab.
Jumlah hadits yang terdapat dalam kitab ini adalah 8864. Seperti kitab hadits lainnya, kitab ini disusun berdasarkan bab-bab fiqhiyah. Namun demikian, dalam kitab Al- Mustadrak ini terdapat beberapa baba tau bahasan di luar bab-bab fiqhiyah. Dimulai dari Bab Iman di juz satu, kitab ini diakhiri dengan Bab Ahwal yang berada di juz 5.
Untuk mengetahui rinciain bab yang terdapat di setiap juz, serta jumlah haditsnya, bisa dilihat tabel-tabel berikut ini:
Juz 1 Jumlah Hadits
ناميل باتك 287
ملعلا باتك 157
ةراهطلا باتك 230
ةلصلا باتك 350
ةعمجلا باتك 60
نيديعلا ةلص باتك 29
رتولا باتك 34
عوطتلا ةلص باتك 50
وهسلا باتك 12
ءاقستاسل باتك 12
فوسكلا باتك 17
فوخلا ةلص باتك 9
زئانجلا باتك 173
ةاكزلا باتك 103
موصلا باتك 79
كاسانملا باتك 240
حيبستلا و ليلهتلا و ريبكتلا و اعدلا باتك 230
نآرقلا لئاضف باتك 110
Juz II Jumlah Hadits
عويبلا باتك 248
داهجلا باتك 210
ءيفلا مسق باتك 60
داهجلا رخآ وهو يغبلا لهأ باتك 28
حاكنلا باتك 122
اقلطلا باتك 49
قتعلا باتك 18
بتاكملا باتك 13
ريسفتلا باتك 1119
نيلاسرملا وءايبأنل نم نيمدقتملا خيوارت باتك 265
Juz III Jumlah Hadits
ةرجهلا باتك 40
ايارسلا و ىزاغملا باتك 108
ةباحصلا ةفرعم باتك 2088
Juz IV Jumlah Hadits
ماكأحل باتك 69
ةمعأطل باتك 129
ةبرأشل باتك 40
ةلصلا و ربلا باتك 112
سابللا باتك 68
بطلا باتك 97
يأحاأضل باتك 54
حئابذلا باتك 31
ةباأنل و ةبوتلا باتك 78
بدل باتك 121
روذنلاوأناميل باتك 37
روذنلا باتك 7
اقاقرلا باتك 104
ضئارفلا باتك 76
دودحلا باتك 149
ايؤرلا ريبعت باتك 31
بطلا باتك 50
مئامتلا و ىقرلا باتك 27
مأحلملا و نتفلا باتك 378
Juz V Jumlah Hadits
لاوهل باتك 125
Selain itu, Kitab Al-Mustadrak ‘ala Shahihain ini juga dilengkapi dengan fahras athraf al- hadits. Fahrasini memudahkan pembaca untuk mencari hadits sesuai dengan abjad awal hadits yang ingin dicarinya.
Seperti yang tertera dalam judul kitab, kitab Al-Mustadrak ‘Ala Shahihain ini merupakan kitab yang berisikan hadits-hadits yang perawinya memenuhi kriteria syaikhani, Imam Bukhari dan Imam Muslim. Imam Dzahabi berpendapat bahwa kitab ini banyak diisi oleh hadits-hadits yang yang memenuhi kriteria Syaikhani (Bukhari-Muslim), memenuhi syarat Bukhari saja, atau memenuhi syarat Muslim saja.
Dalam menentukan atau menukil hadits-hadits yang kemudian dibukukan dalam kitab Al-Mustadrak ‘ala Shahihain, Imam Al-Hakim Al-Naisaburi menggunakan ijtihadnya sendiri. Hal ini dapat terlihat dari pernyataan beliau yang tercantum dalam kitab tersebut.
“Aku memohon perlindungan kepada Allah Swt dalam mentakhrij hadits-hadits yang perawinya tsiqat. Hal ini telah dilakukan oleh Syaikhani (Bukhari-Muslim), atau salah satunya untuk berhujah dengan menggunakan para perawi tersebut. Ini adalah syarat hadits shahih yang telah disepakati oleh ulama fiqh, bahwa menambahkan sanad atau matan yang tsiqah dapat diterima.”
KATEGORI HADITS-HADITS DALAM KITAB AL-MUSTADRAK
Secara garis besar, hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Al-mustadrak ini dapat diklasifikasikan menjadi lima bagian:
1. Hadits ini biasanya akan diberikan penjelas di akhir matan hadits dengan kutipan, “hadza hadits shahihlam yakhruj fi shahihain.” (Hadits ini shahih, akan tetapi tidak dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim). Contoh dari hadits ini ialah:
يبأ نع ورمع نبا دمحم انث باهولا وبأ انث ددسم انث ىنثملا وبأ انث لدعلا داشمأح نب يلع هانثدأح (اقلخ مهنسأحأ لأناميإ نينمؤملا لمكأ) :ملاسو هيلع ا يلص نبنلا نأ ةريره يبأ نع ةملاس نيحيحصلا يف جرخي مل حيحص ثيدأح اذه
Adapun redaksi lain yang digunakan Al-Hakim untuk mengindikasikan hadits yang memenuhi syarat syaikhani adalah “hadza hadits shahih ‘ala syarthi syaikhani wa lam yakhrujahu”
2. Hadits yang memenuhi kriteria Bukhari saja
Al-Hakim Al-Naisaburi menjelaskan hadits yang memenuhi kriteria bukhari saja dengan ungkapan “hadza hadits shahih ‘ala syarthi bukhari wa lam yakhrujahu”, (Hadits ini shahih berdasarkan kriteria Bukhari, tetapi Imam Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya). Contoh dari hadits ini:
نعم وبببأ يرافغلا دعم نب دمحم أبأنأ ا دبع أبأنأ هجوملا وبأ انث يزوملا ميكأح نب نسحلا يأنربخأ
ا يببأضر ناببفع نب ناببمثغ تعمبباس لاق نامثع ىلوم حلاص يبأ نع يأشرقلا دبعم نب ةرهز انث
يف موببي)) :لوببقي ملبباسو هببيلع ا يلببص ا لواسر عماس هأنأ انثدأح و ىنمب فيخلا دجسم يف هنع
((هسفنل ئرما لك رظنيلف هاواس اميف موي فلأ نم ريخ ا ليباس
هاجرخي مل و ىراخبلا أطرأش يلع حيحص ثيدأح اذه
3. Hadits yang memenuhi kriteria Muslim saja
Hadits yang terdapat dalam kitab Al-Mustadrak ini juga mencantumkan hadit shahih berdasarkan kriteria Imam Muslim saja. Redaksi yang digunakan untuk mengindikasikan hadits ini ialah, “hadza hadits shahih ‘ala syarthi muslim wa lam yakhrujahu”, (hadits ini shahih berdasarkan kriteria Imam Muslim, tetapi tidak diriwayatkan olehnya dan Bukhari). Contoh dari Hadits ini ialah:
ةملبباس نب دامأح انث يسلايطلا ديلولا وبأ انث ينثملا نب ذاعم ينثملا وبأ انث اقاحاسإ نب ركب وبأ انثدأح وبببأ و يلع ناببك و :لاببق ,ريببعب يلغ ةببثلث لك ردب موي انك :لاق ا دبع نع رز نع مصاع نع بكرا : اببنلق ةبببقع تأناك اذإ ناك و :لاق ,هلأ يلع و ملاس و هيلع ا يلص ا لواسر يليمز ةبابل ((مكنم رجل نع ىنغأب اأنأ ام و ينم ىوقأب امتأنأ ام)) : لوقيف يشمأن يتأح هاجرخي مل و ملسملا أطرأش يلع حيحص ثيدأح اذه
4. Hadits yang memenuhi kriteria Imam Al-Hakim
Selain ketiga jenis hadits yang telah disebutkan sebelumnya, Al-Hakim juga melengkapi kitabnya dengan hadits-hadits yang menurutnya shahih. Redaksi yang mengindikasikan hal tersebut, “hadza hadits shahihul isnd wa lam yakhrujahu” (hadits ini shahih sanadnya, tetapi tidak diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim”). Contoh dari hadits ini:
نب ىيببحي اببنث روببصنم نب دمحم نب نمأحرلا دبع انث كامسلا نب دمأحأ نب نامثع ورمع وبأ انثدأح يببأضر ةرببيره يبأ نع ىربببقملا ديعاس نع ىسنخلا دمحم نب نامثع نع بئذ يبأ نبا انث ديعاس ((نيكاس ريعب حبذ امأنأكف ايأضاق لعج نم)) : لاق ملاس و هيلع ا لواسر نأ هنع ا هاجرخي مل و داناسلا حيحص ثيدأح اذه
5. Hadits yang tidak dinilai Al-Hakim
Menurut Al-San’ani sebagaimana yang dikutip dari buku Studi Kitab-Kitab Hadits yang diedit oleh M. Fatih Suryadilaga mengatakan bahwa hadits tersebut belum sempat diedit oleh Al-Hakim karena kematian terlebih dahulu menjemputnya. Oleh karena itu, Al-Hakim belum sempat mengemukakan komentarnya mengenai keseluruhan hadits yang terdapat dalam kitab Al-Mustadrak ini. Untuk itu, ada kemungkinan hadits-hadits
yang terdapat dalam kitab Al-Mustadrak karya Imam al-Hakim tidak semuanya shahih, karena masih ada hadits-hadits yang belum diverifikasi lebih lanjut.
METODOLOGI IMAM AL-HAKIM DALAM KITAB AL-MUSTADRAK
Setiap ulama Hadits baik sebagai nuqad ataupun mudawwin atau mu’arrikh, memiliki manhajnya masing-masing, termasuk imam al-Hakim memiliki manhaj secara khas.
Secara umum, manhaj imam al-Hakim memiliki kesamaan dalam kriteria penetapan syarat hadits shahih, yaitu:
1 ىلإ هبلوأ نم ،ةببقثلا نع ةببقثلا لبقنب ،دانبباسلا لببصتم ثيدببحلا نوببكي نأ :مابعلا ةحصلا أطرأش -
ةلعلا نمو ذوذشلا نم املااس ،هاهتنم 2
،امهدببأحأ يف وأ نيحيحببصلا يف مهل ج ِربخ دببق ثيدحلا ةاور عيمج نوكي نأ :(ةاورلا) لاجرلا - كلذ هنع يوري يذلا هخيأش نع نيحيحصلا يف مهل ج ِرخ دق ةاورلا ءلؤه نم وار لك نوكي نأو
ثيدحلا 3 دببمعت نمم ثيدببحلا اذببه لاببجر نأ هببيدل تبثي نأ :ادصق ةياورلا كلت كرت نيخيشلا دمعت مدع - ل ًاببقافتا امهدأحأ وأ نيحيحصلا يف ةاورلا ءلؤه ةياور عقت ملو ،امهنع جارخلا ملسمو يراخبلا
ًادصق
Dari sini bisa kita perhatikan syarat yang ditetapkan oleh imam al-Hakim adalah:
1. Sanadnya muttashil, diriwayatkan oleh rawi tsiqah dari awal hingga akhir, tidak syadz dan tidak ada illat
2. Seluruh rawi digunakan dan terdapat dalam kitab shahihnya oleh Bukhari- Muslim atau salahsatunya
3. Keitifaqan Bukhari-Muslim terkait rawi-rawi yang digunakannya dalam shaihain
METODOLOGI IMAM AL-HAKIM DALAM PENETAPAN HADITS 1. Ijtihad
Menentukan status sebuah Hadits dengan jalan ijtihad, pada dasarnya sudah diterapkan oleh ulama-ulama Hadits. Nama-nama seperti al-Ramahurmuzy, al-Baghdadi, Ibn al-Asir, serta lainnya adalah ulama yang menggunakan prinsip ijtihad untuk menentukan kesahihan sebuah Hadits. Prinsip ijtihad ini yang membedakan al-Hakim baik dengan
para pendahulunya, maupun ulama semasa dan sesudahnya. Mengenai prinsip ijtihad ini, dipahami oleh ulama Hadits dari ungkapan al-Hakim sendiri dalam muqaddimah al- Mustadrak-nya, yaitu,
“Aku memohon pertolongan Allah untuk meriwayatkan Hadits-hadits yang para perawinya orang-orang yang tsiqah. Bukhari dan Muslim atau salah satu keduanya telah menggunakan perawi itu sebagai hujjah. Ini syarat Hadits Shahih menurut pandangan seluruh Fuqaha, bahwa penambahan pada sanad dan matan dari orang- orang yang tsiqah dapat diterima.”
Ungkapan al-Hakim di atas selanjutnya menjadi objek penelitian ulama Hadits untuk mengetahui substansi dari konsep ijtihad yang diterapkannya dalam al-Mustadrak. Dari pernyataan ini banyak sekali makna-makna yang mesti ditafsirkan dari istilah-istilah yang digunakannya, seperti ruwatuha tsiqat “perawi terpercaya‟, bi mitsliha, menurut Fuqaha‟ al-Islam, dan al-ziyadah min al-tsiqah. Pernyataan di atas diuraikan oleh Abdurrahman sebagai berikut:
1. Ruwatuha Tsiqah
Perawi tsiqah adalah perawi yang memiliki kapasitas intelektual yang baik serta kualitas pribadi yang sangat sempurna. Dalam bahasa lain, tsiqah adalah gabungan antara
‘adalah dan dhabit.
 Bi Mitsliha
Makna dari kata “bi mitsliha” dapat berarti “seperti itu atau seumpamanya”. Kata ini merupakan “kunci‟ dalam memahami ijtihad al-Hakim. Beragam pendapat ulama Hadits mengenai kata alHakim ini. Ada yang memahami kata bi mitsiliha adalah Hadits yang benar-benar mengacu kepada perawi yang menjadi persyaratan Syaikhain. Pendapat lain memahami bahwa ungkapan al-Hakim “sesuai syarat Bukhari-Muslim atau salah satu keduanya” bukan hanya rijal saja, tetapi juga mengacu kepada sifat-sifat yang sama dengan rijal Syaikhain. Kata bi mitsliha diterapkan oleh al-Hakim melalui ungkapan-ungkapan yang ia gunakan setelah meriwayatkan Hadits. Ungkapan- ungkapan itu, secara garis besar dikalsifikasikan dapat tiga bagian, yaitu:
1 . هاجرخي مل و ىراخبلا أطرأش يلع حيحص ثيدأح اذه
2
.
هاجرخي مل و ملسملا أطرأش يلع حيحص ثيدأح اذه
3 . هاجرخي مل و داناسلا حيحص ثيدأح اذه
Berikut contoh haditsnya:
نعم وبببأ يرافغلا دعم نب دمحم أبأنأ ا دبع أبأنأ هجوملا وبأ انث يزوملا ميكأح نب نسحلا يأنربخأ ا يببأضر ناببفع نب ناببمثغ تعمبباس لاق نامثع ىلوم حلاص يبأ نع يأشرقلا دبعم نب ةرهز انث يف موببي)) :لوببقي ملبباسو هببيلع ا يلببص ا لواسر عماس هأنأ انثدأح و ىنمب فيخلا دجسم يف هنع ((هسفنل ئرما لك رظنيلف هاواس اميف موي فلأ نم ريخ ا ليباس هاجرخي مل و ىراخبلا أطرأش يلع حيحص ثيدأح اذه ةملبباس نب دامأح انث يسلايطلا ديلولا وبأ انث ينثملا نب ذاعم ينثملا وبأ انث اقاحاسإ نب ركب وبأ انثدأح وبببأ و يلع ناببك و :لاببق ,ريببعب يلغ ةببثلث لك ردب موي انك :لاق ا دبع نع رز نع مصاع نع بكرا : اببنلق ةبببقع تأناك اذإ ناك و :لاق ,هلأ يلع و ملاس و هيلع ا يلص ا لواسر يليمز ةبابل ((مكنم رجل نع ىنغأب اأنأ ام و ينم ىوقأب امتأنأ ام)) : لوقيف يشمأن يتأح هاجرخي مل و ملسملا أطرأش يلع حيحص ثيدأح اذه نب ىيببحي اببنث روببصنم نب دمحم نب نمأحرلا دبع انث كامسلا نب دمأحأ نب نامثع ورمع وبأ انثدأح يببأضر ةرببيره يبأ نع ىربببقملا ديعاس نع ىسنخلا دمحم نب نامثع نع بئذ يبأ نبا انث ديعاس ((نيكاس ريعب حبذ امأنأكف ايأضاق لعج نم)) : لاق ملاس و هيلع ا لواسر نأ هنع ا هاجرخي مل و داناسلا حيحص ثيدأح اذه
 Menurut Fuqaha al-islam
Dalam penerapannya, al-Hakim tidak menjelaskan secara eksplisit bahwa apa bila suatu Hadits diriwayatkan oleh orang yang tsiqah dan memenuhi kriteria Bukhari dan Muslim, maka Hadits itu sudah memenuhi ketentuan Fuqaha’. Ia sendiri tidak menjelaskan baik dalam ilmu Haditsnya Ma’rifah fi ‘Ulum al-Hadits dan al-Madkhal maupun dalam al- Mustadrak itu sendiri, tentang ke-shahihan Hadits menurut Fuqaha’. Pernyataan al- Hakim ini kemudian memuncul pertanyaan, apakah ia menggunakan standar ganda dalam menentukan status sebuah Hadits. Sementara antara ahli Hadits dan Fuqaha‟
memiliki perbedaan dalam menetapkan ke-shahih-an suatu Hadits, dimana ahli Hadits cendrung lebih ketat dalam menilai suatu Hadits, sedangkan Fuqaha‟ lebih tasahul.
 Al-Ziyadah min al-Tsiqah
Konsep al-ziyadah min al-tsiqah pada dasarnya adalah tambahan yang digunakan seorang rawi yang tsiqah, namun tidak diterdapat dalam riwayat tsiqah yang lain.
Dalam pandangan Ibn Katsir, ziyadah tsiqah merupakan perbedaan persepsi antara Fuqaha’ dan ahli Hadits. Mayoritas ahli fikih mentolerir, sementara ahli Hadits tidak menerimanya. Sementara al-Hakim sendiri dalam alMustadrak-nya, memperkuat keberadaan konsep ini.
) ىَي ْحَي اببنث ،ٍكيِر َببأش ُنْب ُدببْيَبُع انث :لاَق ،ِناَهيِقَفْلا َناَمْلَاس ُنْب ِرْكَب وُبَأَو ،َاقاَحْاسِإ ُنْب ِرْكَب وُبَأ اَنَثَدَأح -( 21 يِبَأ ْنَع ،ٍحِلا َبببص يِبَأ ْنَع ،ٍميِكَأح ِنْب ِعابببَقْعَقْلا ِنَع ، َنلْجَع ُنْب ُدَمَحُم يِنَثَدبببَأح ،ُثْيَللا ابببنث ،ٍربببْيَكُب ُنْب
،ِهِدبَيَو ِهِأنا َبسِل ْنِم َنوُمِل ْببسُمْلا َمِل َبباس ْنَم ُمِل ْبسُمْلا ” :َلاَق َمَلَاسَو ِهِلآَو ِهْيَلَع ُ َا ىَلَص ِ َا َلوُاسَر ّنَأ ،َةَرْيَرُه
ْنَم ُمِل ْببسُمْلا ” ِثيِدببَأح ِفَرببَأط ِجاَرببْخِإ ىَلَع اببَقَفَتا ِدَق .“ ْمِهِلاَوْمَأَو ْمِهِئاَمِد ىَلَع ُساَنلا ُهَنِمَأ ْنَم ُنِمْؤُمْلاَو اَذببَه يِفَو ،ٍمِل ْببسُم ِأطْر َببأش ىَلَع ٌةَحيِح َببص َيِهَو َةَداببَيِزلا ِهِذببَه اببَجِرَخُي ْمَلَو ِهِدَيَو ِهِأناَسِل ْنِم َنوُمِلْسُمْلا َمِلَاس اَهاَجِرَخُي ْمَل اَمِم ِهِأط ْرَأش ىَلَع ىَرْخُأ ٌةَداَيِز ِثيِدَحْلا
Pada contoh di atas dapat diketahui pernyataaan al-Hakim bahwa Syaikhain tidak mencantumkan tambahan kata al-Mu’min sampai akhir Hadits ini. Sementara itu, dalam kitab-kitab Hadits yang lain banyak ditemukan teks Hadits yang sama dengan apa yang diriwayatkan oleh al-Hakim di atas. Oleh karena itu, al-Hakim menerima konsep ziyadah tsiqah dan menerapkannya dalam kitab al-Mustadrak.
 Hadits yang tidak dinilai oleh imam al-Hakim
Al-Shan’ani mengatakan, bahwa hadits tersebut belum sempat diedit oleh Al-Hakim karena kematian terlebih dahulu menjemputnya.
Oleh karena itu, Al-Hakim belum sempat mengemukakan komentarnya mengenai keseluruhan hadits yang terdapat dalam kitab Al-Mustadrak ini. Untuk itu, ada kemungkinan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Al-Mustadrak karya Imam Al- Hakim tidak semuanya shahih, karena masih ada hadits-hadits yang belum diverifikasi lebih lanjut.
 Status Sanad
Kajian terhadap sanad Hadits selanjutnya akan menentukan terhadap status suatu Hadits. Dalam menentukan keakuratan suatu rangkaian sanad, muncul konsep-konsep yang menunjukkan indentitas sebuah sanad, apakah sahih, hasan, dan dha‟if. Konsep- konsep keshahih-an sanad, misalnya, diantaranya, Ashahhu al-Asanid, Atsbatu alAsanid, Ajallu al-Asanid, Aqawa al-Asanid,. Tingkatan konsep keshahih-an sanad menurut al-
Hakim ditentukan oleh rijal Hadits itu. AlHakim sendiri telah menetapkan rijal sebuah Hadits yang masuk dalam kategori Ashahhu al-Asanid. Baginya, orang-orang yang termasuk Ashahhu al-asanid, jika jalurnya melalui ahli bait adalah Ja‟far bin Muhmmad melalui ayahnya dari kakeknya „Ali bin Abi Thalib. Jika Hadits diterima dari jalur Abu Bakar, maka sanad yang paling sahih adalah melalui Isma‟il bin Abi Khalid, dari Qays bin Abi Hazim. Demikian ijtihad al-Hakim dalam menentukan status sanad Hadits.
KRITERIA KRITIK SANAD TERHADAP IMAM AL HAKIM
Kritik sanad dalam kajian ilmu Hadits adalah berkaitan dengan cara menggunakan ungkapan jarh untuk menilai perawi Hadits. Perbedaan dalam menggunakan ungkapan jarh melahirkan berbagai madzhab atau kecendrungan dalam mengkritik rijal Hadits.
Kecendrungan itu dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok. Pertama adalah tasyaddud, dengan tokoh-tokohnya, seperti Ibn Ma’in, „Ali bin Madini, dan al-Bukhari.
Kedua, mutawassith, dan tokohnya, Imam Ahmad. Ketiga, mutasahil, yaitu Ibn Khuzaimah, Ibn Hibban, Abu Hatim, dan al-Hakim. Perbedaan kritik sanad akibat perbedaan sudut pandang serta topik-topik yang dikandung Hadits. Prinsip yang dipedomani oleh ulama Hadits berkaitan dengan akidah, ibadah mahdhah, muamalah adalah tasyaddud (ketat) dalam menilai rijal. Sedangkan berkaitan dengan fadhail
„amal, targhib wa tarhib sedikit longgar (tasahul). Prinsip ini diterapkan oleh al-Hakim ketika akan menentukan status Hadits. Ia menggunakan prinsip yang amat ketat (tasyaddud) terhadap Hadits-hadits yang berkaitan dengan akidah dan syari‟ah, smentara terhadap Hadits-hadits yang berhubungan dengan fadilah amal, sejarah Rasul, sejarah para nabi-nabi terdahulu, dan para sahabat, al-Hakim cendrung agak longgar (tasahul).
PANDANGAN ULAMA TERHADAP AL-HAKIM DAN AL-MUSTADRAK
Seperti karya lainnya, kitab al-Mustadrak tidak lepas dari kritikan baik yang bernada memuji dan maupun yang bernada menghujat. Pujian itu terutama ditujukan kepada pribadi al-Hakim sendiri. Muhammad al-Dzahabi, misalnya, dalam bukunya Siyar „Alam al-Nubala‟ menyatakan al-Hakim sebagai “al-Imam al-Hafidz, al-Naqid „ahli kritik‟, al‟Allamah, Syaikh alMuhadditsin, dan Shahibu al-Tashanif„ (muqaddimah kitab al- Mustadrak). Dalam bukunya Tadzkiratu al-Haffadz, al-Dzahabi memberikan pernyataan
“al-Hafidz al-Kabir, Imam al-Muhaddtsin. Masih dalam buku yang sama pada halaman yang berbeda, ia juga menyatakan “ Abu „Abdullah al-Hakim adalah Imam ahli Hadits, orang yang paling tahu tentang ilmu Hadits” (muqaddimah kitab al-Mustadrak).
Komentar-komentar di atas menunjukkan bahwa kepiawaian al-Hakim dalam kajian Hadits dan Ilmu Hadits tidak diragukan lagi. Bahkan beberapa karyanya, seperti kitab alMadkhal ila al-Iklil dan Ma‟rifah „Ulum al-Hadits menjadi referensi dalam menentukan status rijal dan kaidah-kaidah yang berkaitan dengan sanad dan matan Hadits.
Meskipun demikian, kitabnya al-Mustadrak tidak lepas dari berbagai kekurangan yang menyebabkan ia mendapat “lemparan” kritikan yang sangat tajam. Dalam penilaian sebagian ahli Hadits, kesalahan yang terdapat dalam al-Mustadrak karena faktor usia yang cukup tua. Selain itu, al-Hakim tidak sempat meneliti kembali Hadits-hadits dalam al-Mustadrak karena kematian yang menjemputnya.
Dalam catatan Nunun Najwah, ada beberapa kritikus Hadits yang memberikan penilaian terhadap kitab al-Mustadrak. Mereka itu adalah :
1. Al-Baihaqi: ia tidak setuju bahwa al-Mustadrak memuat Hadits-hadits yang memenuhi persyaratan Bukhari dan Muslim.
2. Abu Sa‟id al-Malini: ia menyatakan bahwa dalam al-Mustadrak tidak ada Hadits yang memenuhi persyaratan Syakhain. Bahkan ia mengatakan “aku telah meneliti al-Mustadrak dari awal sampai akhir, ternyata tidak ada satu pun Hadits yang memenuhi kriteria Syaikahin.
3. Muhammad bin Thahir: ia menilai al-Hakim seorang pengikut Syi‟ah rafidhah, hanya berpura-pura sunni.
4. Al-Dzahabi: menurutnya, kritikan al-Malini terlelalu berlebih-lebihan. Dalam penelitiannya, separuh dari Hadits al-Mustadrak memenuhi kriteria Syaikhain atau Bukhari dan Muslim saja. Meskipun demikian, menurut al-Dzahabi, penyataan al-Hakim bahwa suatu Hadits memenuhi persyaratan Syaikhain, tidak bisa diterima begitu saja, karena ada Hadits yang dinyatakan ‘ala syarthi Syaikhain, ternyata hanya memenuhi krtiteria salah satu keduanya. Masih dalam pandangan al-Dzahabi, pengakuan al-Hakim bahwa Hadits yang dimuat dalam al-Mustadrak merupakan Hadits Shahih yang tidak terdapat dalam Shahihain, tidak dapat diterima sepenuhnya, karena ada Hadits yang sudah tercantum dalam Shahihain, tapi masih dimasukkan dalam al-Mustadrak.
Dalam konteks ini, al-Dzahabi bekomentar “Hadits ini ada dalam Shahihain, tapi mengapa masih anda muat dalam kitab ini”
STATUS HADITS DALAM KITAB AL-MUSTADRAK IMAM AL-HAKIM
 Berdasarkan syarat rawi ; Menurut al-Hakim, di dalam kitab al- Mustadrak jumlah hadits yang memenuhi kriteria al-Shahihain ada 985 hadits, 113 hadits yang memenuhi kriteria al-Bukhari, 571 hadits memenuh kriteria Muslim, 3447 hadits yang dinilai shahih al-isnad, sedangkan yang lainnya belum sempat mengemukakan komentarnya dalam al-Mustadrak, karena kematian yang menjemputnya.
 Berdasarkan kualitas rawi ; penelitian terhadap kualitas rawi-rawi dari kitab al- Hakim adalah sebagai berikut:
 Jilid I : terdapat 45 hadits yang di duga lemah (8 hadits menggunakan sigat maudu’, munkar 23 hadits, matruk 13 hadits, laisa tsabit 1 hadits).
 Jilid II : terdapat 66 hadits yang di duga lemah (maudhu’ 11 hadits, munkar 23 hadits, matruk 23 hadits, kazzab 4 hadits, la yu’arafu 3 hadits, la a’rifu jayyidan 2 hadits)
 Jilid III : terdapat 47 hadits yang tidak layak di gunakan; maudhu’ 4 hadits, qabbaha Allahu Rafidhiyan iftara’u 1 hadits, ahsibu maudu’an wa azunnu mudhu’an 6 hadits, syibhu maudhu’ 1 hadits, aina sihah wa haramun fihi 1 hadits, munkar 17 hadits, matruk 17 hadits.
 Jilid IV : terdapat 109 hadits yang tidak layak di gunakan; la aslah lahu 2 hadits, halik 11 hadits, la ihtijja bihi ahadun 1 hadits, la hujjata 1 hadits, matruk 30 hadits, maudhu’ 22 hadits, munkar 35 hadits, muttaham 4 hadits, muttaham saqit 1 hadits, muttaham ta’lif 1 hadits, nadarun 1 hadits.
 Dengan demikian jumlah hadits yang di anggap sangat lemah dalam al- Mustadrak adalah 3,1% dari 8690 hadits yang ada. Sedang yang lain ada yang shahih, hasan, salih, jayyid, da’if, munkar maupun bathil.
 Jumlah hadits maudu’ dalam al-Mustadrak adalah : masing-masing satu hadits dalam bab ‘idain, tatawwu’, do’a-do’a, faraid,hudud, buyu’, nikah, jihad, fadhail al-Quran dan al-ahwal. Sejarah peperangan 41 hadits, tafsir 10 hadits, riqaq 5 hadits, al-fitan wa al-malahim 5 hadits, salat 4 hadits, pengobatan 3 hadits dan makanan 2 hadits.
 Beberapa hal yang perlu di garis bawahi: Pertama, meskipun al-Hakim bermaksud menyusun hadits sahih sebagai tambahan yang belum termuat dalam sahih Bukhari dan Muslim dan menggunakan persyaratan shahihain, namun ternyata tidak semua hadits dalam kitabnya berstatus sama (sahih semua). Kedua, adanya standar ganda yang di gunakan sebagai bentuk ijtihad al-Hakim, yakni tasahul terhadap hadits-hadits fadail amal, sejarah rasul dan sahabat, serta sejarah masa silam. Tasyadud untuk persoalan aqidah dan
syariah (halal dan haram, nikah, riqa, mu’amalah), al-Hakim terlalu longgar dalam menerapkan kaidah kesahihan suatu hadits.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Hafidz Abi Abdillah Al-Hakim Al-Naisaburi, Al-Mustadrak ‘ala shahihain, (Kairo:Darul Haramain li Ath-thba’ah wa At-tauzi’, 1997) juz 1, hal: 6
Nurun Najwa, al-Mustadrak ‘Ala Shahihaini al-Hakim, dalam M. Fatih Suryadilaga, Studi Kitab Hadits, (Yogyakarta: Teras, 2003), cet 1, hal 240
Al-Hakim Al-Naisaburi, Al-Mustadrak ‘ala shahihain, juz 1 hal:6 Kitab Al-Mustadrak ‘ala Shahihain juz 5, Fahras Athraf Al-Ahadits.
Abdurrahman, M, Pergeseran Pemikiran Hadits ; Ijtihad al-Hakim dalam Menentukan Status Hadits. Jakarta: Paramadina. 2000