See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/369198409
Struktur Beton 1
Book · March 2023
CITATIONS
2
READS
12,506
1 author:
Samsul A Rahman Sidik Hasibuan Medan Area University 51PUBLICATIONS 37CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Samsul A Rahman Sidik Hasibuan on 14 March 2023.
The user has requested enhancement of the downloaded file.
i
ii
STRUKTUR BETON 1
Penulis
Samsul A Rahman Sidik Hasibuan
Diterbitkan oleh:
Universitas Medan Area Press
iii
STRUKTUR BETON 1
Penulis
Samsul A Rahman Sidik Hasibuan
Desain Cover :
Samsul A Rahman Sidik Hasibuan
Edit Layout :
Samsul A Rahman Sidik Hasibuan Editor
Yuan Anisa, S.Si., M.Si
ISBN : 978-623-8183-07-4
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian Atau seluruh isi buku ini tanpa seizing tertulis dari
Penerbit
Diterbitkan oleh:
Universitas Medan Area Press
Address: Jalan Kolam Nomor 1, Kenangan Baru, Kec. Percut Sei Tuan, Deliserdang, Sumatera Utara
Telephone:061-7366878, e-mail: [email protected]
iv
KATA PENGANTAR
Buku ajar Struktur Beton 1 disusun dalam rangka meningkatkan pemahaman analitik atas perancangan dan analisis balok, kolom, pelat, dan fondasi yang disusun dari beton bertulang menggunakan prinsip kuat batas (ultimate strength design and analisis), dengan berbagai gaya-dalam, seperti momen lentur, geser lentur, dan geser puntir. Buku ini disusun berdasarkan pada Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 2847-2019) dan dalam hal tertentu mengacu pula pada ACI 318M-11. Buku ini juga disusun berdasarkan pada pengalaman dan pendalaman pemikiran dan penelitian penulis dalam perancangan kolom dan balok. Secara khusus buku ini ditujukan bagi para mahasiswa yang belajar di Departemen Teknik Sipil, Universitas Medan Area, dan tidak menutup kemungkinan diberikan di universitas lainnya. Agar mudah dipahami, di dalam buku ini juga disajikan contoh persoalan dan jawabannya. Penulis berharap semoga buku ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia.
Medan, 01 Maret 2023
Samsul A Rahman Sidik Hasibuan, M.T
v SINOPSIS
Beton (concrete) adalah campuran semen portland atau semen hidrolis lainnya, agregat halus, agregat kasar, dan air, dengan atau tanpa bahan campuran tambahan (admixture).
Beton bertulang (reinforced concrete) adalah beton struktural yang ditulangi dengan tidak kurang dari jumlah baja prategang atau tulangan nonprategang minimum yang ditetapkan dalam standar SNI 2847-2019. Beton bertulang (reinforced concrete) termasuk elemen-elemen yang memenuhi persyaratan untuk beton prategang dan nonprategang. Aturan analisis bertujuan memperkirakan gaya dalam dan deformasi dari sistem struktur dan untuk memastikan terpenuhinya persyaratan kekuatan, kemampuan layan (serviceability), dan stabilitas di dalam standar ini.
Penggunaan komputer dalam rekayasa struktur (structural engineering) telah menjadikan analisis untuk struktur yang rumit dapat dilakukan. Buku ini mensyaratkan prosedur analisis yang digunakan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar keseimbangan gaya dan kompatibilitas deformasi
vi DAFTAR ISI
COVER ... i
JUDUL ... ii
HALAMAN EDITOR ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
SINOPSIS ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Definisi... 1
B. Sifat mekanis beton bertulang... 3
C. Kriteria perencanaan struktur beton ... 6
D. Analisis struktur ... 9
E. Kekuatan struktur ... 10
F. Prinsip hitungan struktur ... 13
BAB II KUAT TEKAN BETON, REGANGAN, TEGANGAN, DAN TEORI KEKUATAN BATAS ... 14
A. Kuat tekan beton ... 14
B. Kuat tarik ... 19
C. Kuat lentur ... 20
D. Regangan, tegangan, dan teori kekuatan batas ... 22
BAB III DESAIN DAN ANALISIS BALOK ... 27
vii
A. Material ... 27
B. Stabilitas... 34
C. Kontruksi balok-T ... 35
D. Tinggi balok minimum ... 37
E. Batas regangan tulangan pada balok nonprategang . 38 F. Batas regangan tulangan pada balok prategang ... 39
G. Kekuatan perlu ... 41
H. Momen terfaktor ... 41
I. Geser terfaktor ... 42
J. Kekuatan rencana ... 45
K. Momen ... 46
L. Geser ... 46
M. Torsi ... 46
N. Tulangan lentur minimum pada balok nonprategang ... 47
O. Tulangan geser minimum ... 49
P. Pendetailan tulangan ... 50
Q. Contoh kasus 1 dan pembahasan ... 54
R. Contoh kasus 2 dan pembahasan ... 55
BAB IV DESAIN DAN ANALISIS KOLOM ... 58
A. Material ... 58
B. Batasan dimensi ... 58
C. Kekuatan perlu ... 60
D. Kekuatan desain ... 61
viii
E. Batasan tulangan ... 62
F. Pendetailan tulangan ... 63
G. Contoh kasus 1 dan pembahasan ... 68
H. Contoh kasus 2 dan pembahasan ... 69
BAB V DESAIN DAN ANALISIS PELAT ... 76
A. Pelat satu arah ... 76
B. Pelat dua arah ... 82
C. Contoh kasus 1 dan pembahasan ... 93
D. Contoh kasus 2 dan pembahasan ... 94
BAB VI DESAIN DAN ANALISIS FONDASI ... 96
A. Efek gempa ... 97
B. Kriteria desain ... 99
C. Penampang kritis untuk fondasi dangkal dan pile cap ... 101
D. Fondasi dangkal ... 104
E. Fondasi dalam ... 107
Daftar Pustaka ... ix
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Faktor koreksi rasio panjang (l) dengan
diameter (d) benda uji ... 16
Tabel 2. Batasan nilai fc’ ... 27
Tabel 3. Persyaratan untuk beton berdasarkan kelas paparan ... 28
Tabel 4. Spesifikasi untuk material sementisius ... 29
Tabel 5. Tulangan ulir nonprategang ... 33
Tabel 6. Tulangan spiral polos nonprategang ... 34
Tabel 7. Batasan dimensi lebar sayap efektif untuk tabel 9. Tinggi minimum balok nonprategang ... 36
Tabel 10. Klasifikasi komponen lentur prategang berdasarkan f𝒕 ... 37
Tabel 11. Persyaratan kemampuan layan... 39
Tabel 12. Kasus dimana av,min tidak diperlukan jika 0,5ϕvc < vu ≤ ϕvc ... 41
Tabel 13. Geometri kait standar untuk penyaluran batang ulir pada kondisi tarik ... 49
Tabel 14. Diameter sisi dalam bengkokan minimum dan geometri kait standar untuk sengkang, ikat silang, dan sengkang pengekang ... 52
Tabel 15. Ketebalan selimut beton untuk komponen struktur beton nonprategang yang dicor di tempat ... 53
viii
Tabel 16. Ketebalan selimut beton untuk komponen struktur beton prategang yang dicor di tempat ... 64 Tabel 17. Ketebalan selimut beton untuk beton pracetak nonprategang dan prategang yang diproduksi pada kondisi pabrik ... 64 Tabel 18. Persyaratan spasi maksimum tulangan geser .. 68 Tabel 19. Ketebalan minimum pelat solid satu arah nonprategang ... 77 Tabel 20. As,min untuk pelat satu arah nonprategang .... 81 Tabel 21. Ketebalan minimum pelat dua arah nonprategang tanpa balok interior (mm) ... 84 Tabel 22. Ketebalan minimum pelat dua arah nonprategang dengan balok di antara tumpuan pada semua sisinya ... 86 Tabel 23. As,min untuk pelat dua arah nonprategang .... 91 Tabel 24. Tulangan ulir longitudinal terlekat as,min, pada pelat dua arah dengan tendon terlekat atau tanpa lekatan ... 91 Tabel 25. Perhitungan vc untuk geser dua arah ... 92 Tabel 26. Nilai vc maksimum untuk komponen dua arah dengan tulangan geser ... 93 Tabel 27. Nilai vu maksimum untuk komponen dua arah dengan tulangan geser ... 93 tabel 28. Lokasi penampang kritis untuk mu ... 101
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Prinsip hitungan struktur ... 13 Gambar 2. Tegangan dan regangan pada benda uji silinder ... 16 Gambar 4. Uji tarik belah beton silinder ... 17 Gambar 5. Posisi posisi pengujian kuat lentur dengan metode third point loading. ... 20 Gambar 6. Kurva tegangan regangan untuk beton dan baja ... 22 Gambar 7. Diagram free body dari ujung sebuah balok . 23 Gambar 8. Lokasi penampang kritis untuk geser pada sebuah balok yang dibebani dekat bawah balok ... 44 Gambar 9. Tipikal kondisi-kondisi tumpuan untuk menentukan lokasi gaya geser terfaktor, vu ... 44 Gambar 10. Kombinasi beban kritis kolom ... 45 Gambar 11. Panjang penyaluran minimum tulangan ulir pada pelat dua arah tanpa balok ... 61 Gambar 12. Penampang kritis geser dua arah pada pelat dengan tulangan geser pada kolom interior ... 91 Gambar 13. Tipe – tipe fondasi... 97 Gambar 14. Modifikasi keliling kritis untuk geser ... 103 Gambar 15. Pengaturan tulangan minimum dekat bagian atas pelat dua arah ... 106
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Definisi
Beton (concrete) adalah campuran semen portland atau semen hidrolis lainnya, agregat halus, agregat kasar, dan air, dengan atau tanpa bahan campuran tambahan (admixture). Beton bertulang (reinforced concrete) adalah beton struktural yang ditulangi dengan tidak kurang dari jumlah baja prategang atau tulangan nonprategang minimum yang ditetapkan dalam standar SNI 2847-2019. Beton bertulang (reinforced concrete) termasuk elemen-elemen yang memenuhi persyaratan untuk beton prategang dan nonprategang. Beton bertulangan serat baja (steel fiber reinforced concrete) merupakan beton yang mengandung serat baja yang berorientasi acak tersebar. Beton, kekuatan tekan yang disyaratkan (concrete, specified compressive strength of), (fc’) merupakan kekuatan tekan beton yang digunakan dalam desain dan dievaluasi sesuai dengan standar, dinyatakan dalam megapascal (MPa). Bilamana fc’ dalam akar kuadrat, hanya nilai numeriknya yang dipakai, dan hasil akarnya mempunyai satuan megapascal (MPa). Beton, nonprategang (concrete,
2
nonprestressed) merupakan beton bertulang dengan tulangan non prategang minimum atau untuk pelat dua arah dengan tulangan prategang kurang dari tulangan minimum. Beton, nonprategang (concrete, nonprestressed) merupakan beton bertulang non prategang umumnya terdiri dari tulangan non prategang.
Pelat prategang dua arah mensyaratkan level minimum tegangan tekan beton akibat prategang efektif sesuai dengan gaya prategang efektif minimum rata-rata 0,9 MPa digunakan pada uji pelat dua arah pada awal tahun 1970 untuk mengatasi masalah geser punching (punching shear) pada pelat bertulangan ringan. Untuk alasan ini gaya prategang efektif minimum diberikan pada semua penampang. Jika ketebalan pelat bervariasi sepanjang bentang pelat atau tegak lurus terhadap bentang pelat, sehingga menghasilkan penampang pelat yang bervariasi, gaya prategang efektif minimum 0,9 MPa dan jarak tendon maksimum yang diperlukan pada setiap penampang tributari terhadap tendon atau kelompok tendon sepanjang bentang, untuk kedua ketebalan baik yang tipis maupun yang tebal. Hal ini dapat menghasilkan fpc minimum yang lebih tinggi pada penampang melintang yang lebih tipis, dan jarak tendon kurang dari nilai maksimum pada bagian penampang
3
yang lebih tebal disepanjang bentang dengan ketebalan yang bervariasi, akibat aspek praktis dalam pemasangan tendon di lapangan. Pelat dua arah dengan level prategang minimum ataupun kurang disyaratkan untuk didesain sebagai beton nonprategang. Beton, normal (concrete, normalweight) adalah berat beton normal tipikal memiliki kepadatan (berat jenis) antara 2155 dan 2560 kg/m3, dan normalnya diambil nilai sebesar 2320 hingga 2400 kg/m3. Beton polos (plain concrete) adalah beton struktur tanpa tulangan atau dengan tulangan kurang dari jumlah minimum yang ditetapkan untuk beton bertulang. Beton pracetak (precast concrete) adalah elemen beton struktur yang dicetak di tempat lain dari posisi akhirnya dalam struktur. Beton prategang (prestressed concrete) adalah beton bertulang dimana tegangan dalam diberikan untuk mereduksi tegangan tarik potensial dalam beton yang dihasilkan dari beban, dan untuk pelat dua arah menggunakan dengan sekurang-kurangnya tulangan minimum prategang (Sudarsono, 1999).
B. Sifat Mekanis Beton Bertulang
Sifat-sifat mekanis beton keras dapat diklasifikasikan sebagai:
4
1. Sifat jangka pendek, seperti kuat tekan, tarik, dan geser, serta modulus elastisitas.
2. Sifat jangka panjang, seperti rangkak dan susut.
a) Kuat Tekan
Nilai kuat tekan beton didapatkan melalui tata cara pengujian standar, menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan bertingkat pada benda uji silinder beton (diameter 150mm, tinggi 300mm) sampai hancur. Tata cara pengujian yang umum dipakai adalah standar ASTM (American Society for Testing Materials) C39-86. Kuat tekan beton umur 28 hari berkisar antara 10 – 65 MPa.
Untuk beton bertulang pada umumnya menggunakan beton dengan kuat tekan berkisar 17 – 30 Mpa.
b) Kuat Tarik
Kuat tarik beton yang tepat sulit untuk diukur.
Selama bertahun-tahun, sifat tarik beton diukur dengan memakai modulus keruntuhan (modulus of rupture). Baru-baru ini, hasil dari percobaan split silinder beton, umumnya memberikan hasil yang lebih baik dan mencerminkan kuat tarik sebenarnya.
5 c) Kuat Geser
Kekuatan geser lebih sulit diperoleh, karena sulitnya mengisolasi geser dari tegangan- tegangan lainnya. Ini merupakan salah satu sebab banyaknya variasi kekuatan geser yang dituliskan dalam berbagai literature, mulai dari 20% dari kekuatan tekan pada pembebanan normal, sampai sebesar 85% dari kekuatan tekan, dalam hal terjadi kombinasi geser dan tekan.
d) Modulus Elastisitas
Modulus elastisitas, merupakan kemiringan dari bagian awal grafik yang lurus dari diagram regangan-tegangan, yang akan bertambah besar dengan bertambahnya kekuatan beton.
e) Rangkak
Rangkak (creep) adalah sifat di mana beton mengalami perubahan bentuk (deformasi) permanen akibat beban tetap yang bekerja padanya. Rangkak timbul dengan intesitas yang semakin berkurang untuk selang waktu tertentu dan akan berakhir setelah beberapa tahun berjalan. Besarnya deformasi rangkak sebanding dengan besarnya beban yang ditahan
6
dan juga jangka waktu pembebanan. Pada umumnya rangkak tidak mengakibatkan dampak langsung terhadap kekuatan struktur, tetapi akan mengakibatkan timbulnya redistribusi tegangan pada beban kerja dan kemudian mengakibatkan terjadinya peningkatan lendutan (defleksi).
f) Susut
Susut secara umum didefinisikan sebagai perubahan volume beton yang tidak berhubungan dengan beban. Pada dasarnya ada dua jenis susut, yaitu susut plastis dan susut pengeringan. Susut plastis terjadi beberapa jam setelah beton segar dicor ke dalam cetakan (bekisting). Sedangkan susut pengeringan terjadi setelah beton mencapai bentuk akhirnya, dan proses hidrasi pasta semen telah selesai.
Laju perubahannya berkurang terhadap waktu, karena beton semakin berumur akan semakin tahan tegangan dan semakin sedikit mengalami susut (Nuryanto, 2018).
C. Kriteria Perencanaan Struktur Beton
Kriteria perencanaan struktur beton diatur dalam (SNI 2847:2019, 2019) yang memuat beberapa syarat-syarat
7
yang harus dipenuhi dan diperhatiakan sebelum merancang atau merencanakan sebuah bangunan.
Standar perencanaan beton bertulang diatur dalam pasal 4 SNI 2847-2019. Di dalam perencanaan struktur, harus memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Struktur harus kuat didalam memikul beban yang bekerja
2. Ekonomis
3. Struktur memenuhi syarat kenyamanan (sesui fungsinya/serviceability).
4. Mudah perawatannya (durabililas tinggi).
Pada dasarnya ada 2 filosofi di dalam perencanaan elemen struktur beton bertulang, yaitu :
1. Metode tegangan kerja
Dimana struktur direncanakan sedemikian sehingga yang diakibatkan oleh beban kerja nilainya lebih kecil daripada tegangan yang diijinkan. Beberapa kendala yang dihadapi pada metode tegangan kerja adalah :
a) Karena pembatasan yang dilakukan pada tegangan total di bawah beban kerja, maka sulit untuk menperhitungkan perbedaan tingkat ketidakpastian di dalam variasi pembebanan.
Misal, pada beban mati umumnya dapat
8
diperkirakan lebih tepat dibandingkan dengan beban hidup, beban gempa dan beban-beban lainnya.
b) Rangkak dan susut yang berpengaruh terhadap beton dan merupakan fungsi waktu tidak mudah diperhitungkan dengan cara perhitungan tegangan yang elastis.
c) Tegangan beton tidak berbanding lurus dengan regangan sampai pada kekuatan hancur, sehingga faktor keamanan yang tersedia tidak diketahui apabila tegangan yang diijinkan diambil sebagai suatu presentase f’c.
2. Metode kekuatan batas (ultimit)
Pada metode ini, unsur struktur direncanakan terhadap beban terfaktor sedemikian rupa sehingga unsur struktur tersebut mempunyai kekuatan ultimit yang diinginkan, yaitu:
𝑀𝑢 ≤ ∅𝑀𝑛
Peraturan beton bertulang indonesia atau SNI 2847- 2019 menggunakan konsep perencanaan kekuatan batas ini. Pada konsep ini ada beberapa kondisi batas yang perlu diperhatikan, yaitu :
a) Kondisi batas ultimit yang disebabkan oleh : hilangnya keseimbangan local maupun global,
9
hilangnya ketahanan geser dan lentur elemenelemen struktur, keruntuhan progesiv yang diakibatkan oleh adanya keruntuhan lokal maupun global, pembentukan sendi plastis, ketidakstabilan struktur, berupa : defleksi berlebihan, lebar retak berlebihan vibrasi/getaran yang mengganggu.
b) Kondisi batas khusus, yang menyangkut masalah beban/keruntuhan/kerusakan abnormal, seperti : keruntuhan akibat gempa ekstrim, kebakaran, ledakan, tabrakan kendaraan, korosi, dll.
D. Analisis Struktur
Aturan analisis bertujuan memperkirakan gaya dalam dan deformasi dari sistem struktur dan untuk memastikan terpenuhinya persyaratan kekuatan, kemampuan layan (serviceability), dan stabilitas di dalam standar ini. Penggunaan komputer dalam rekayasa struktur (structural engineering) telah menjadikan analisis untuk struktur yang rumit dapat dilakukan. Buku ini mensyaratkan prosedur analisis yang digunakan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar keseimbangan gaya dan kompatibilitas deformasi. Beberapa metode analisis diizinkan untuk digunakan, termasuk metode strut-and-
10
tie untuk menganalisis daerah dengan diskontinuitas, seperti dijelaskan pada Pasal 6 SNI 2847-2019.
E. Kekuatan Struktur
Persyaratan dasar untuk kekuatan desain ditentukan dengan persamaan berikut:
kekuatan desain ≥ kekuatan perlu ϕSn ≥ U
Di dalam prosedur desain untuk kekuatan, tingkat keamanan ditentukan oleh berbagai kombinasi faktor beban dan faktor reduksi kekuatan ϕ yang dikenakan pada kekuatan nominal. Kekuatan suatu komponen atau penampang dihitung menggunakan asumsi dasar dan persamaan kekuatan, dengan nilai nominal dari kekuatan material, dan dimensinya, disebut sebagai kekuatan nominal atau Sn. Kekuatan desain atau kekuatan yang dapat digunakan dari suatu komponen atau penampang adalah kekuatan nominal yang direduksi dengan faktor reduksi kekuatan ϕ. Tujuan penggunaan faktor reduksi kekuatan adalah untuk memperhitungkan kemungkinan terjadinya penurunan kekuatan akibat variasi yang terdapat pada kekuatan material dan dimensi pada saat pelaksanaan, pengaruh penyederhanaan dan asumsi di dalam persamaan desain, tingkat daktilitas, potensi mode kegagalan dari komponen, kebutuhan keandalan, dan
11
signifikansi kegagalan dan ketersediaan lintasan beban alternatif pada komponen di dalam struktur. Standar SNI, atau peraturan umum gedung, mensyaratkan kombinasi beban desain, yang juga disebut kombinasi beban terfaktor, yang menentukan bagaimana masingmasing tipe beban memiliki faktor bebannya sendiri yang selanjutnya dijumlahkan untuk mendapatkan beban terfaktor U. Masingmasing faktor beban dan kombinasinya menunjukkan variasi besarnya beban tertentu, kemungkinan terjadinya dua atau lebih beban pada waktu bersamaan, serta asumsi dan perkiraan yang diambil dalam analisis struktur ketika menentukan kekuatan desain perlu. Pendekatan desain yang umum, jika analisis linear dapat dilakukan, adalah dengan menganalisis struktur untuk masing-masing beban tanpa faktor beban. Kemudian, hasil analisis struktur untuk masing-masing beban tersebut kemudian dikombinasikan dengan memperhitungkan faktor bebannya masing-masing untuk mendapatkan pengaruh beban desain terhadap struktur. Ketika pengaruh beban adalah nonlinear (misalnya, beban uplift pada fondasi), beban terfaktor diaplikasikan secara bersamaan untuk menentukan pengaruh beban terfaktor yang nonlinear.
Pengaruh dari beban termasuk momen, geser, gaya
12
aksial, torsi, dan gaya tumpu. Kekuatan perlu adalah nilai absolut maksimum dari pengaruh beban terfaktor dengan nilai negatif atau positif. Terkadang, perpindahan desain ditentukan dari pengaruh beban terfaktor. Dalam penerapan prinsip-prinsip ini, perencana ahli bersertifikat harus mengetahui bahwa merencanakan kekuatan melebihi yang dibutuhkan tidak selamanya akan memberikan kondisi yang lebih aman pada struktur, karena hal ini dapat mengubah potensi mode kegagalan struktur. Sebagai contoh, menambah luas penampang tulangan longitudinal jauh melebihi yang dibutuhkan untuk kekuatan momen yang diperoleh dari analisis struktur tanpa menambah tulangan transversal dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kegagalan geser sebelum kegagalan lentur terjadi.
Kekuatan desain dari komponen, joint, dan sambungannya (connections), dalam hal momen, gaya aksial, gaya geser, gaya torsi, dan gaya tumpu (bearing), dihitung dengan mengalikan kekuatan nominalnya Sn dengan faktor reduksi kekuatan ϕ. Bangunan dan komponen struktur harus memiliki kekuatan rencana di sepanjang komponen, ϕSn, lebih besar atau sama dengan kekuatan perlu U yang diperoleh dari beban terfaktor dan gaya-gaya di dalam kombinasi pembebanan yang
13
dipersyaratkan di dalam standar ini atau peraturan umum gedung lainnya.
F. Prinsip Hitungan Struktur
Hitungan struktur beton bertulang pada dasarnya meliputi 2 buah hitungan, yaitu hitungan yang berkaitan dengan gaya luar dan hitungan yang berkaitan dengan gaya dalam. Prinsip hitungan struktur beton bertulang yang menyangkut gaya luar dan gaya dalam tersebut secara jelas dapat dilukiskan dalam bentuk skematis, seperti tampak pada gambar berikut.
Gambar 1. Prinsip hitungan struktur Hitungan struktur beton
bertulang
Hitungan gaya dalam Hitungan gaya luar
Momen, gaya geser, torsi, dll
Beban mati, hidup, gempa, dll
Kuat perlu, U Kuat nominal, Sn
Kuat rencana, Sr = ϕSn Syarat, ϕSn ≥ U
14 BAB II
KUAT TEKAN BETON, REGANGAN, TEGANGAN, DAN TEORI KEKUATAN BATAS
Pada pembelajaran kuat tekan beton, regangan, tegangan, dan teori kekuatan batas haruslah diperhatikan setiap perilaku (behavior) mutu kuat tekan beton (f’c) dan jenis mutu tulangan (fy) yang digunakan, karena hal ini sangatlah mempengaruhi kekuatan dan pola keruntuhan yang terjadi pada saat perencanaan atau desain struktur (Gunawan &
Margaret, 1999; Henricus, 2019; Laintarawan dkk, 2009;
Tampubolon, 2022). Nilai kuat tekan beton (compressive strength), (f’c) sangatlah diperlukan dalam perencanaan struktur beton bertulang karena mempengaruhi desain awal.
Perilaku dan grafik regangan dan tegangan pada beton dan beton bertulang harus dapat di bedakan dan dipahami dengan baik dan jelas, karena hal ini sangat penting di dalam menentukan tulangan tarik dan tekan yang digunakan pada perencanaan struktur yang direncanakan sesuai dengan Standard Nasional Indonesia (SNI).
A. Kuat Tekan Beton (compressive Strength), (f’c)
Dalam perencanaan suatu komponen struktur, biasanya diasumsikan bahwa beton memikul tegangan tekan dan bukannya tegangan tarik. Oleh karena itu, kuat tekan
15
beton pada umumnya dijadikan acuan untuk menentukan mutu atau kualitas suatu material beton. Untuk menentukan besarnya kuat tekan beton dapat dilakukan uji kuat tekan dengan mengacu pada standar ASTM C39/C39M-12a “Standard Test Method for Compressive Strength of Cylindrical Concrete Specimens”. Umumnya benda uji yang digunakan berupa silinder berdiameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Menghitung kuat tekan benda uji dengan membagi beban maksimum yang diterima oleh benda uji selama pengujian dengan luas penampang melintang rata yang ditentukan dengan nilai 0,1 MPa. Kuat tekan beton dapat di hitung dengan:
𝐊𝐮𝐚𝐭 𝐓𝐞𝐤𝐚𝐧 𝐁𝐞𝐭𝐨𝐧 (σ) = Dengan pengertian:
Kuat tekan beton (σ) dengan benda uji silinder, dinyatakan dalam (MPa atau N/mm2)
P = Gaya tekan aksial, dinyatakan dalam Newton (N);
A = Luas penampang melintang benda uji, (mm2).
Beban P tersebut juga mengakibatkan bentuk fisik silinder beton berubah menjadi lebih pendek, sehingga timbul regangan tekan pada beton (εc’) sebesar perpendekan beton (ΔL) dibagi dengan tinggi awal silinder beton (Lo) ditulis dengan rumus:
εc’ =
16 Dengan:
𝜀𝑐’ = Regangan tekan beton ΔL = Perpendekan beton, (mm) Lo = Tinggi awal silinder beton (mm)
Gambar 2. Tegangan dan Regangan pada benda uji silinder
Jika perbandingan panjang (L) terhadap diameter (D) benda uji kurang dari 1,8, koreksi faktor ini berlaku untuk beton ringan dengan bobot 1600 kg/m3-1920 kg/m3 dan untuk beton normal. Koreksi hasil yang diperoleh dengan mengalikan dengan faktor koreksi yang sesuai dengan tabel berikut ini:
Tabel 1. Faktor Koreksi Rasio Panjang (L) dengan Diameter (D) benda uji
L/D 2,00 1,75 1,50 1,25 1,0
Faktor 1,00 0,98 0,96 0,93 0,87
17
Pada pengujian silinder (kuat tekan beton) di laboratorium terjadi beberapa pola/tipe keruntuhan yang diperoleh. Berdasarkan SNI 1974:2011 tipe/pola keruntuhan yang terjadi pada beton silinder dibagi seperti pada gambar di bawah ini:
Gambar 3. Sketsa gambar tipe/pola kehancuran pada benda uji silinder
Keterangan:
1. Bentuk Kehancuran kerucut
2. Bentuk kehancuran kerucut dan belah 3. Bentuk kehancuran kerucut dan geser 4. Bentuk kehancuran geser
5. Bentuk kehancuran sejajar sumbu tegak
Nilai kuat tekan beton yang diisyaratkan, f’c diperoleh dari benda uji silinder standar yang dirawat dan telah berumur 28 hari. Nilai kuat tekan inilah yang dicantumkan dalam gambar kerja proyek dan digunakan dalam perhitungan. Untuk mencapai nilai kuat tekan
18
yang diisyaratkan, f’c maka nilai kuat tekan rerata, f’cr harus ditentukan sebagai berikut:
1. Untuk f’c kurang atau sama dengan 35 MPa, diambil nilai terbesar dari:
f’cr = f’c + 1,34s f’cr = f’c + 2,33s – 3,5
2. Untuk f’c lebih dari 35 MPa, diambil nilai terbesar dari:
f’cr = f’c + 1,34s f’cr = 0,9f’c + 2,33s
Dengan s adalah nilai deviasi standar
Kuat tekan suatu mutu beton dapat dikategorikan memenuhi syarat jika dipenuhi:
1. Setiap nilai rata-rata dari tiga uji kuat tekan yang berurutan mempunyai nilai yang sama atau lebih besar daripada f’c.
2. Tidak ada nilai uji kuat tekan yang dihitung sebagai nilai rata-rata dari dua hasil uji contoh silinder mempunyai nilai di bawah f’c melebihi dari 3,5 MPa.
Banyak hal yang mempengaruhi nilai dari kuat tekan beton, diantaranya adalah rasio air-semen, jenis semen, bahan tambah yang digunakan, agregat, air, kondisi
19
kelembapan udara saat masa perawatan benda uji, serta umur beton saat diuji.
B. Kuat Tarik
Beton merupakan material yang bersifat getas dan tidak dapat memikul tegangan tarik yang besar. Kapasitas tarik beton yang rendah dapat dikaitkan dengan konsentrasi tegangan yang tinggi pada beton saat memikul beban, sehingga pada bagian tertentu dari benda uji timbul tegangan yang sangat tinggi, yang mengakibatkan retak mikroskopik, sedangkan pada bagian lain benda uji mengalami tegangan yang rendah.
Untuk mengetahui kapasitas tarik dari suatu benda uji beton, pada umumnya dilakukan uji tarik belah (tensile splitting test) dengan menggunakan benda uji silinder berdiameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Standar pengujian mengacu pada ASTM C496/C496M-04e1
“Standard Test Method for Compressive Strength of Cylindrical Concrete Specimens”. Benda uji silinder diletakkan pada alat uji tekan pada posisi rebah. Beban vertikal diberikan sepanjang silinder dan secara berangsur-angsur ditambah sampai mencapai nilai maksimum dan silinder pecah akibat terbelah oleh gaya tarik horizontal, kuat tarik belah dari beton dapat dihitung dengan rumus:
20 𝑓𝑠𝑝 =
Dimana:
𝑓𝑠𝑝 = Kuat tarik belah (MPa) P = Beban batas pengujian (N) L = Panjang benda uji (mm) D = Diameter benda uji (mm)
Kuat tarik belah beton, 𝑓𝑠𝑝, dapat dikorelasikan dengan kuat tekan, f’c. Pada umumnya kuat tarik belah berkisar antara 7 hingga 11% dari kuat tekannya, dengan rata- rata berkisar 10%. Semakin rendah kuat tekan beton, maka persentase tersebut akan makin bertambah.
Gambar 4. Uji Tarik Belah Beton Silinder C. Kuat Lentur
Eksperimen yang dilakukan pada balok beton menunjukkan bahwa kuat tarik ultimit akibat lentur pada umumnya lebih tinggi daripada kuat tarik yang diperoleh dari hasil uji kuat tarik belah. Kuat lentur sering dinyatakan sebagai modulus hancur beton (modulus of rupture), fr, yang menunjukkan kuat tarik maksimum beton pada kondisi lentur. Benda uji yang dipakai untuk
21
menguji kuat lentur beton berupa balok berukuran 15 cm x 15 cm x 60 cm, sedangkan standar pengujian kuat lentur mengacu pada ASTM C78/C78 M-10 “Standard Test Method for Flexural Strength of Concrete (Using Simple Beam with Third Point Loading)”. Benda uji balok diletakkan di atas dua tumpuan pada mesin uji beban dengan jarak antar tumpuan sebesar 45 cm.
Diantara kedua tumpuan tersebut dikenakan dua buah beban titik dengan jarak sepertiga bentang yaitu sebesar 15 cm. Beban diberikan secara konstan sehingga terjadi keruntuhan pada benda uji. Besarnya nilai kuat lentur beton dihitung dengan menggunakan persamaan:
𝑓𝑟 =
Dimana:
𝑓𝑟 = Kuat lentur beton (MPa) P = Beban batas pengujian (N) L = Panjang benda uji (mm) b = Lebar balok (mm) d = Tinggi balok (mm)
Modulus keruntuhan beton berkisar antara 11% hingga 23% dari kuat tekannya. Korelasi antara modulus keruntuhan beton dengan kuat tekan, yaitu:
fr = 0,62𝝺.√𝑓′𝑐
Dengan 𝝺 adalah faktor untuk beton ringan
22
Gambar 5. Posisi posisi pengujian kuat lentur dengan metode third point loading.
Dengan:
L = Jarak (bentang) antara dua garis perletakan (cm) b = Lebar tampak lintang benda uji (cm)
h = Tinggi tampak lintang benda uji (cm)
P = Beban tertinggi yang ditunjukan oleh mesin uji (kg) D. Regangan, Tegangan, dan Teori Kekuatan Batas
1. Perilaku Tegangan dan Regangan
Tegangan adalah perbandingan antara gaya tarik yang bekerja terhadap luas penampang benda.
Tegangan dinotasikan dengan σ (sigma), satuannya N/ m2.
Regangan adalah perubahan relatif ukuran atau bentuk benda yang mengalami tegangan.
23
Gambar 6. Kurva tegangan regangan untuk beton dan baja
σ = E*ε E = σε ε = σE Catatan:
σ = Tegangan/Stress ε = Regangan/Strain
E = Modulus Elastisitas/Modulus young
2. Perilaku Tegangan Vs Regangan akibat Tekan Uniaksial
Beton pada dasarnya bersifat non-linear sehingga nilai modulus elastisitasnya hanyalah pendekatan.
24
Nilainya di ukur pada 0,45 f’c ; Ec berkisar dari 27000 hingga 37000 MPa.
Modulus Elastisitas, (Ec):
Ec = 0,043 . w1,5 √𝑓′𝑐 Dimana:
w = unit weight (kg/m3) 1500 kg/ m3 < wc 2500 kg/ m3
Untuk beton berat normal (wc = 2300 kg/ m3) Ec = 4700 √𝑓′𝑐
Rasio Poisson, (v) antara 0.15 – 0.20 Umumnya digunakan nilai v = 0.17
3. Regangan pada Tegangan Tekan Maksimum εo bervariasi antara 0.0015 – 0.003
Untuk Beton Berat Normal εo 0.0015
25 4. Regangan Ultimit
Regangan maksimum yang dapat dimanfaatkan, εu
= 0.003
Digunakan untuk lentur dan tekan aksial.
5. Kurva Tegangan-Regangan untuk Berbagai Mutu Beton
26
27 BAB III
DESAIN DAN ANALISIS BALOK
Desain balok nonprategang dan prategang, termasuk balok beton komposit yang dibangun dengan pengecoran terpisah tetapi disambung satu sama lain sehingga semua komponen memikul beban sebagai satu kesatuan dan balok tinggi.
A. Material
Properti desain beton harus dipilih sesuai dengan persyaratan kekuatan tekan. Nilai dari fc’ harus dispesifikasikan dalam dokumen konstruksi dan harus sesuai dengan persyaratan 1 hingga 3:
1. Batasan pada Tabel 2
2. Persyaratan durabilitas pada Tabel 3 3. Persyaratan kekuatan struktur
Tabel 2. Batasan nilai fc’
Kegunaan Jenis beton
Nilai fc’
minimum (MPa)
Nilai fc’
maksimum (MPa) Umum
Berat normal dan berat ringan
17 Tidak ada batasan Sistem rangka
pemikul
Berat
normal 21 Tidak ada
batasan
28 momen khusus
dan dinding struktural
khusus
Berat
ringan 21 35[1]
[1] Batasan diizinkan untuk dilewati bila bukti hasil eksperimental dari elemen struktur yang terbuat dari beton ringan menunjukkan kekuatan dan keteguhan (toughness) yang sama atau melebihi dari elemen yang dibuat dengan menggunakan beton normal dengan kekuatan yang sama.
Tabel 3. Persyaratan untuk beton berdasarkan kelas paparan
[1] Batasan maksimum w/cm pada Tabel 3 tidak berlaku untuk beton ringan.
[2] Untuk paparan air laut, tipe semen Portland lainnya dengan kadar trikalsium aluminat (C3A) sampai dengan 10 persen diizinkan jika w/cm tidak melebihi 0,40.
29
[3] Tipe semen tersedia lainnya seperti Tipe III atau Tipe I diizinkan dalam Kelas Paparan S1 atau S2 jika kadar C3A masingmasing kurang dari 8 persen untuk kelas paparan S1 atau kurang dari 5 persen untuk kelas paparan.
[4] Jumlah sumber spesifik dari pozzolan atau slag yang digunakan tidak boleh kurang dari jumlah yang telah ditentukan oleh catatan layan untuk meningkatkan ketahanan sulfat bila digunakan dalam beton yang mengandung semen Tipe V.
Sebagai alternatif, jumlah sumber spesifik pozzolan atau slag yang digunakan tidak boleh kurang dari jumlah yang diuji sesuai dengan ASTM C 1012M dan memenuhi kriteria.
[5]Kadar ion klorida terlarut yang berasal dari material dasar termasuk air, agregat, material sementisius, dan material campuran tambahan harus ditentukan pada campuran beton sesuai dengan ASTM C 1218M saat umur beton antara 28 dan 42 hari.
[6] Selimut beton harus sesuai dengan persyaratan [7] SMerujuk ke Tabel 4.
Tabel 4. esifikasi untuk material sementisius
30
Properti desain tulangan baja harus dipilih sesuai dan dapat digunakan untuk baja tulangan dan harus memenuhi persyaratan dari 1 hingga 3:
1. Properti material
2. Properti yang digunakan untuk desain
3. Persyaratan durabilitas, termasuk persyaratan penentuan selimut minimum
Material yang diizinkan untuk digunakan sebagai baja tulangan telah ditetapkan. Elemen logam lain, seperti pelat ring (inserts), baut angkur, atau baja polos untuk dowel pada isolasi atau joint konstruksi, umumnya tidak diperhitungkan sebagai baja tulangan menurut ketentuan pada SNI. Untuk tulangan ulir, cukup akurat mengasumsikan bahwa tegangan pada tulangan sebanding dengan regangan di bawah kekuatan leleh yang ditentukan fy. Peningkatan kekuatan akibat efek strain hardening pada tulangan harus diabaikan untuk perhitungan kekuatan nominal. Pada perhitungan kekuatan nominal, gaya yang terjadi pada tulangan tarik maupun tekan dihitung sebagai berikut :
Jika εs< εy (regangan leleh) As fs = AsEsεs
Jika εs ≥ εy As fs = As fy
31
Dengan εs adalah nilai dari diagram regangan pada lokasi tulangan. Untuk batang dan kawat nonprategang, tegangan di bawah fy adalah Es dikalikan dengan regangan baja. Untuk regangan lebih besar dari regangan yang menyebabkan fy maka tegangan harus dianggap tidak terpengaruh dengan regangan dan sama dengan fy.
Modulus elastisitas, Es, untuk batang dan kawat nonprategang diizinkan untuk diambil sebesar 200.000 MPa. Kekuatan leleh untuk batang dan kawat nonprategang harus berdasarkan mutu tulangan yang ditentukan dan tidak boleh melebihi nilai yang ditetapkan pada tipe dari kawat dan batang nonprategang yang akan digunakan untuk struktur tertentu harus sesuai Tabel 20.2.2.4a untuk tulangan ulir dan Tabel 20.2.2.4b untuk tulangan polos. Persyaratan material, desain, dan pendetailan untuk penanaman dalam beton harus sesuai dimana penanaman harus tidak mengganggu kekuatan struktur dan tidak mengurangi proteksi terhadap kebakaran. Segala jenis penanaman yang tidak membahayakan beton atau tulangan dapat diletakkan di dalam beton, tetapi pengerjaannya harus dilakukan dengan baik sehingga struktur tersebut tidak rusak.
Banyak peraturan umum bangunan yang mengadopsi peraturan pemipaan ASEM B31.1 untuk pemipaan
32
listrik dan B31.3 untuk sistem pemipaan bahan kimia dan minyak bumi. Perencana ahli bersertifikat harus memastikan bahwa peraturan pemipaan yang sesuai digunakan dalam desain dan pengujian sistem.
Kontraktor tidak diizinkan memasang konduit, pipa, selongsong atau selubung yang tidak sesuai dengan dokumen konstruksi atau tidak disetujui oleh perencana ahli bersertifikat. Material tertanam harus tidak berbahaya bagi beton dan tulangan. Penanaman aluminium harus di lapisi atau dilindungi untuk mencegah reaksi aluminium-beton dan aksi elektrolitik antara aluminium dan baja. Standar SNI melarang penggunaan alumunium pada beton struktural kecuali beton tersebut telah dilapisi atau ditutupi secara efektif.
Alumunium bereaksi terhadap beton, saat terjadi kontak dengan ion klorida, reaksi elektrolisis dengan baja juga dapat terjadi, yang menyebabkan terjadinya retak, spalling atau keduanya. Aliran listrik pada alumunium menghasilkan permasalahan tersendiri karena aliran listrik bebas dapat mempercepat reaksi yang merusak beton. Tulangan dengan luasan sekurang-kurangnya 0,002 kali luasan penampang beton harus dipasang tegak lurus terhadap arah penanaman pipa. Ketebalan selimut beton untuk pipa yang ditanam dengan dudukan (fitting)
33
harus paling tidak 40 mm untuk beton yang terpapar cuaca dan paling tidak 20 mm untuk beton yang tidak terpapar cuaca atau kontak dengan tanah.
Tabel 5. Tulangan ulir nonprategang
[1] Tulangan kawat las ulir harus diizinkan untuk dirangkai menggunakan ASTM A615M atau A706M.
34
[2] ASTM A1064M dan A1022M tidak diizinkan pada sistem seismik khusus dimana las disyaratkan untuk menahan tegangan sebagai respons dari pengekangan, tumpuan lateral dari batang longitudinal, geser atau aksi lainnya.
Tabel 6. Tulangan spiral polos nonprategang
B. Stabilitas
Jika balok tidak diberi pengaku (braced) lateral secara menerus, 1 dan 2 harus memenuhi:
1. Spasi pengaku lateral harus tidak melebihi sekurang kurangnya 50 kali lebar sayap atau muka yang tertekan.
2. Spasi pengaku lateral harus memperhitungkan pengaruh beban eksentris.
Pengujian-pengujian (Hansell and Winter 1959; Sant and Bletzacker 1961) telah menunjukkan bahwa balok beton bertulang yang tidak ada pengaku lateral, bahkan ketika balok sangat tinggi dan tipis, tidak akan gagal prematur akibat tekuk lateral, asalkan balok dibebani tanpa eksentrisitas lateral yang menyebabkan torsi.
Balok yang tidak ditopang secara lateral sering dibebani secara eksentrik atau dengan sedikit kemiringan.
35
Tegangan dan deformasi akibat pembebanan tersebut merugikan untuk balok tinggi dan tipis dengan panjang bentang tidak bertumpu. Tumpuan lateral dengan jarak kurang 50b diperlukan untuk kondisi pembebanan seperti itu. Pada balok prategang, harus dipertimbangkan tekuk badan dan sayap tipis. Jika terdapat kontak yang berselang antara tulangan prategang dan ducting yang melebihi ukuran, komponen tekuk di antara titik kontak harus dipertimbangkan. Pada komponen pascatarik, tulangan prategang memiliki kontak yang berselang dengan ducting yang besar, komponen tersebut bisa tertekuk akibat gaya prategang aksial, karena komponen tersebut dapat membengkok ke arah lateral sementara tulangan prategang tidak. Jika tulangan prategang kontak secara terus menerus dengan komponen yang sedang ditegangkan atau merupakan bagian tendon tanpa lekatan dengan selubung tidak terlalu besar daripada tulangan prategang, gaya prategang tidak dapat menekuk komponen tersebut.
C. Kontruksi Balok-T
Pada konstruksi balok-T, sayap dan badan beton harus dibentuk monolit atau dibuat komposit sesuai SNI 2847- 2019 pasal 16.4. Lebar sayap efektif harus sesuai dimana untuk Balok-T nonprategang yang dibuat menyatu
36
(monolit) atau pelat komposit, lebar efektif sayap bf harus mencakup lebar badan balok bw ditambah lebar efektif sayap yang menjorok sesuai Tabel 7, dimana h adalah ketebalan pelat dan sw adalah jarak bersih antara balok-balok yang bersebelahan.
Tabel 7. Batasan dimensi lebar sayap efektif untuk Balok-T
Balok-T nonprategang terpisah, dimana sayap T-nya diperlukan untuk menambah luas daerah tekan, harus mempunyai ketebalan sayap tidak kurang atau sama dengan 0,5bw dan lebar efektif sayap tidak lebih atau sama dengan 4bw. Untuk sayap balok-T dimana tulangan pelat lentur sejajar terhadap sumbu longitudinal balok, tulangan pada sayap yang tegak lurus sumbu longitudinal balok harus sesuai dimana jika tulangan lentur utama pada pelat dianggap sebagai bagian dari sayap balok-T yang sejajar dengan sumbu memanjang balok, tulangan yang tegak lurus terhadap sumbu memanjang balok harus disediakan di bagian atas pelat
37
sesuai 1 dan 2. Ketentuan ini tidak berlaku untuk konstruksi pelat berusuk.
1. Tulangan pelat yang tegak lurus terhadap balok harus dirancang untuk menahan beban terfaktor yang bekerja pada sayap balok-T yang diasumsikan bekerja sebagai kantilever.
2. Hanya lebar efektif sayap Balok-T nonprategang yang dibuat menyatu (monolit) atau pelat komposit yang perlu dipertimbangkan.
D. Tinggi balok minimum
Untuk balok nonprategang yang tidak bertumpu atau melekat pada partisi atau konstruksi lain yang mungkin rusak akibat lendutan yang besar, ketebalan keseluruhan pelat h tidak boleh kurang dari batas minimum pada Tabel 9.
Tabel 9. Tinggi minimum balok nonprategang
[1] Rumusan dapat diaplikasikan untuk beton mutu normal dan tulangan mutu 420.
Untuk kasus lain, minimum h harus dimodifikasi sesuai dengan SNI pasal 9.3.1.1.1 hingga pasal 9.3.1.1.3, sebagaimana mestinya.
Untuk fy lebih dari 420 MPa, persamaan pada Tabel 9 harus dikalikan dengan (0,4 + fy / 700). Modifikasi fy
38
adalah pendekatan, tetapi memberikan hasil yang konservatif untuk tipikal rasio tulangan dan untuk nilai- nilai fy antara 280 dan 550 MPa.Untuk balok nonprategang yang terbuat dari beton ringan dengan wc berkisar antara 1440 hingga 1840 kg/m3, persamaan pada Tabel 9 harus dikalikan dengan nilai terbesar dari 1 dan 2:
1. 1,65 – 0,0003wc 2. 1,09
Modifikasi untuk beton ringan didasarkan pada hasil dan diskusi dalam ACI 213R. Tidak ada koreksi yang diberikan untuk beton dengan wc lebih besar dari 1840 kg/m3 karena koreksi akan mendekati satu dalam kisaran ini. Untuk balok komposit nonprategang yang terbuat dari kombinasi beton ringan dan normal, ditopang saat konstruksi, dan ketika beton ringan berada dalam keadaan tertekan, koefisien modifikasi dalam ACI 213R harus digunakan.
E. Batas regangan tulangan pada balok nonprategang Untuk balok nonprategang dengan 'Pu < 0,10 fcAg , εt
sekurang-kurangnya 0,004. Pengaruh dari pembatasan ini adalah untuk membatasi rasio tulangan dalam balok nonprategang untuk mengurangi perilaku getas lentur
39
jika terjadi kelebihan beban. Batasan ini tidak berlaku untuk balok prategang.
F. Batas tegangan pada balok prategang
Balok prategang harus diklasifikasikan sebagai Kelas U, T, atau C sesuai Tabel 10 berdasarkan tegangan tarik ft pada serat terjauh di daerah tarik pratekanan akibat beban layan dengan menganggap penampang utuh.
Berdasarkan tegangan tarik f𝒕 pada serat terjauh di daerah tarik pratekanan akibat beban layan dengan menganggap penampang utuh.
Tabel 10. Klasifikasi komponen lentur prategang berdasarkan f𝒕
[1]Pelat dua arah prategang direncanakan sebagai kelas U dengan f𝒕 ≤ 0,50√𝑓′𝑐
Perilaku komponen struktur lentur prategang dikelompokkan menjadi 3 kelas. Komponen struktur Kelas U dianggap tidak mengalami retak. Komponen struktur Kelas C dianggap mengalami retak. Perilaku Kelas T adalah transisi antara retak dan tak retak.
Persyaratan kemampuan layan untuk setiap kelas dirangkum dalam Tabel 11. Sebagai perbandingan tabel
40
ini juga menampilkan persyaratan komponen struktur nonprategang. Kelas tersebut berlaku untuk tendon terlekat dan tanpa lekatan, tapi sistem pelat dua arah prategang harus direncanakan sebagai kelas U dengan f𝒕
≤ 0,50√𝑓′𝑐 Daerah tarik pratekanan didefinisikan sebagai bagian penampang yang dalam beton dikurangi untuk mencegah kemungkinan retak saat beban layan.
menderita tarik lentur yang dihitung menggunakan properti penampang bruto yang terjadi akibat beban hidup dan mati tidak terfaktor, apabila gaya prategang tidak ada. Beton prategang umumnya didesain sedemikian rupa sehingga gaya prategang menimbulkan tekan di dearah ini, sehingga secara efektif mengurangi besaran tegangan tarik dalam beton. Untuk daerah rawan korosi yang didefinisikan mengalami serangan kimia (seperti air laut, industri dengan lingkungan korosif, dan gas buangan), retak pada beban layan menjadi kritikal untuk kinerja jangka panjang. Untuk mengantisipasi hal ini, selimut beton harus dipertebal berdasarkan SNI 2847-2019 pasal 20.6.1.4, dan tegangan tarik.
Tabel 11. Persyaratan kemampuan layan
41 G. Kekuatan perlu
Kekuatan perlu harus dihitung sesuai dengan kombinasi beban yang diperhitungkan pada SNI 2847-2019 Pasal 5.
Kekuatan perlu harus sesuai dengan prosedur analisis pada SNI 2847-2019 Pasal 6. Untuk balok prategang, pengaruh reaksi tumpuan yang ditimbulkan akibat prategang harus dipertimbangkan sesuai dimana kekuatan perlu U harus mencakup pengaruh beban internal akibat reaksi yang ditimbulkan oleh gaya prategang dengan faktor beban sebesar 1,0.
H. Momen terfaktor
Untuk balok yang dibangun menyatu dengan tumpuan, Mu di tumpuan diperkenankan dihitung pada muka tumpuan.
42 I. Geser terfaktor
Untuk balok yang dibangun menyatu dengan tumpuan, Vu di tumpuan diperkenankan dihitung pada muka tumpuan. Penampang antara muka tumpuan dan penampang kritis yang terletak sejauh d dari permukaan tumpuan untuk balok nonprategang atau h/2 dari muka tumpuan untuk balok prategang harus dirancang untuk memenuhi Vu pada penampang kritis jika 1 hingga 3 terpenuhi:
1. Reaksi tumpuan, dalam arah geser yang terjadi, menimbulkan tekan ke daerah ujung balok
2. Beban diberikan pada atau dekat permukaan atas balok
3. Tidak ada beban terpusat antara muka tumpuan dan penampang kritis.
Retak miring terdekat ke tumpuan dari balok pada Gambar 7 akan memanjang ke atas dari muka tumpuan mencapai daerah tekan kira-kira sejarak d dari muka tumpuan. Jika beban dikerjakan di atas balok, sengkang yang memotong retak ini hanya perlu memikul gaya geser akibat beban-beban yang bekerja di luar d (free body sebelah kanan pada Gambar 7. Bebanbeban yang dikerjakan pada balok antara muka tumpuan dan titik d menjauh dari muka tumpuan, ditransfer langsung ke
43
tumpuan melalui tekan pada badan (web) di atas retak.
Dengan demikian, Pasal ini mengizinkan desain untuk geser terfaktor maksimum Vu pada jarak d dari tumpuan untuk balok nonprategang dan jarak h/2 untuk balok prategang. Pada Gambar 8, beban ditunjukkan di dekat bagian bawah balok. Dalam hal ini, penampang kritis diambil pada muka tumpuan. Beban yang bekerja di dekat tumpuan harus ditransfer memotong retak miring memanjang ke arah atas dari muka tumpuan. Gaya geser yang bekerja pada penampang kritis tersebut harus mencakup semua beban yang dikerjakan di bawah potensi retak miring. Tipikal kondisi tumpuan dimana gaya geser pada jarak d dari tumpuan yang digunakan termasuk:
1. Balok ditumpu oleh landasan di bagian bawah balok, seperti ditunjukkan pada Gambar 9 (c)
2. Balok merangka secara monolit ke dalam kolom, seperti diilustrasikan pada Gambar 9 (d).
Tipikal kondisi tumpuan dimana penampang kritis diambil di muka tumpuan termasuk:
1. Balok merangka kedalam komponen pendukung yang menerima tarik, seperti ditunjukkan pada Gambar 9 (e). Geser dalam sambungan ini juga
44
harus ditinjau dan tulangan sudut khusus harus disediakan.
2. Balok yang bebannya tidak dikerjakan pada atau di dekat bagian atas, seperti yang telah dibahas sebelumnya dan seperti ditunjukkan pada Gambar 8.
3. Balok dibebani sedemikian rupa sehingga geser pada penampang antara tumpuan dan sejarak d dari tumpuan berbeda secara radikal dari geser pada jarak d. Ini biasanya terjadi pada korbel dan pada balok dimana beban terpusat terletak dekat dengan tumpuan, seperti ditunjukkan pada Gambar 9 (f).
Gambar 7. Diagram free body dari ujung sebuah balok
Gambar 8. Lokasi penampang kritis untuk geser pada sebuah balok yang dibebani dekat bawah balok
45
Gambar 9. Tipikal kondisi-kondisi tumpuan untuk menentukan lokasi gaya geser terfaktor, Vu J. Kekuatan rencana
Untuk setiap kombinasi beban terfaktor yang dipakai, kekuatan desain di semua penampang harus memenuhi ϕSn ≥ U meliputi 1 hingga 4. Interaksi antara pengaruh beban harus diperhitungkan.
1. ϕMn ≥ Mu 2. ϕVn ≥ Vu 3. ϕTn ≥ Tu 4. ϕPn ≥ Pu
Kondisi desain J.1 hingga 4 mencantumkan gaya dan momen tipikal perlu dipertimbangkan. Namun, kondisi umum ϕSn ≥ U menunjukkan bahwa semua gaya dan
46
momen yang relevan untuk struktur tertentu perlu dipertimbangkan.
K. Momen
Jika Pu < 0,10 fcAg , Mn harus dihitung sesuai SNI 2847- 2019 pasal 22.3. Jika Pu ≥ 0,10 fcAg , Mn harus dihitung sesuai 22.4.
L. Geser
Vn harus dihitung sesuai pasal 22.5 Untuk balok beton komposit, kekuatan geser horizontal Vnh harus dihitung sesuai 16.4.
M. Torsi
Persyaratan untuk tulangan torsi dan geser adalah dijumlahkan dan sengkang yang disediakan sekurang- kurangnya adalah jumlah total yang diperlukan. Karena luas tulangan Av untuk geser didefinisikan sebagai semua kaki sengkang sedangkan luas tulangan At untuk torsi didefinisikan sebagai satu kaki saja, penjumlahan luas tulangan transversal dihitung sebagai berikut:
S At S
Av S
t
TotalAv 2
Jika sebuah kelompok sengkang memiliki lebih dari dua kaki untuk geser, hanya kaki yang berdekatan dengan sisi balok diikutkan dalam penjumlahan ini karena kaki bagian dalam tidak efektif untuk menahan torsi.
Tulangan longitudinal yang dibutuhkan untuk torsi
47
adalah ditambahkan pada setiap penampang dengan tulangan longitudinal diperlukan untuk momen lentur yang bekerja bersamaan dengan torsi. Tulangan longitudinal kemudian dipilih dari penjumlahan ini, tetapi seharusnya tidak kurang dari jumlah yang diperlukan untuk momen lentur maksimum pada bagian itu jika melebihi saat bekerja bersamaan dengan torsi.
Jika momen lentur maksimum terjadi pada suatu penampang, seperti tengah bentang, sementara momen torsi maksimum terjadi di bagian lain, seperti muka tumpuan, total tulangan longitudinal yang diperlukan mungkin kurang dari yang diperoleh dengan menambahkan tulangan lentur maksimum, ditambah tulangan torsi maksimum. Dalam kasus seperti itu, tulangan longitudinal yang dibutuhkan dievaluasi pada beberapa lokasi.
N. Tulangan lentur minimum pada balok nonprategang Luas minimum tulangan lentur As,min, harus disediakan pada tiap penampang dimana tulangan tarik dibutuhkan sesuai analisis. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghasilkan kekuatan lentur melebihi kekuatan retak dengan cukup besar. Tujuannya adalah untuk menghasilkan sebuah balok yang mampu bertahan setelah terjadinya retak lentur, dengan retak dan
48
lendutan yang terlihat, dengan demikian memperingatkan kemungkinan kelebihan beban. Balok dengan tulangan yang lebih sedikit dapat terjadi kegagalan secara tiba-tiba dengan terjadinya retak lentur. Dalam praktiknya, ketentuan ini hanya mengontrol desain tulangan balok, untuk arsitektur atau alasan lain, memiliki penampang lebih besar daripada yang diperlukan untuk kekuatan. Dengan sejumlah kecil tulangan tarik dibutuhkan untuk kekuatan, kekuatan momen terhitung dari penampang beton bertulang menggunakan analisis penampang retak menjadi lebih kecil daripada kekuatan penampang beton tidak bertulang yang dihitung dari modulus hancurnya.
Kegagalan seperti kasus ini bisa terjadi pada retak pertama dan tanpa peringatan. Untuk mencegah kegagalan seperti itu, jumlah tulangan tarik minimum diperlukan baik di daerah momen positif maupun negatif. As,min harus lebih besar dari 1 dan 2, kecuali Jika As disediakan pada setiap penampang sekurang- kurangnya sepertiga lebih besar dari As. Untuk balok statis tertentu dengan sayap dalam keadaan tarik, nilai bw harus lebih kecil dari bf dan 2bw.
1. B d
Fy Fc
w
' 25 , 0
49
2. B d
Fy w 4 , 1
O. Tulangan geser minimum
Luas minimum tulangan geser Av,min harus disediakan pada semua penampang dimana, Vu > 0,5ϕVc kecuali untuk kasus pada Tabel 12. Untuk kasus ini, sekurang- kurangnya Av,min harus dipasang dimana Vu > ϕVc.
Tabel 12. Kasus dimana Av,min tidak diperlukan jika 0,5ϕVc < Vu ≤ ϕVc
Untuk balok dengan beban berulang, kemungkinan terbentuknya retak tarik diagonal miring akibat tegangan yang jauh lebih kecil daripada akibat beban statis harus diperhitungkan dalam desain. Dalam hal ini, gunakan setidaknya tulangan geser minimum disarankan seperti yang dinyatakan SNI 2847-2019 Pasal 9.6.3.3 meskipun
50
pengujian atau perhitungan berdasarkan beban statis.
menunjukan bahwa tulangan geser tidak diperlukan.
P. Pendetailan penulangan
Selimut beton untuk penulangan harus sesuai SNI 2847- 2019 pasal 20.6.1. Panjang penyaluran tulangan ulir dan tulangan prategang harus sesuai SNI 2847-2019 pasal 25.4. Sambungan lewatan tulangan ulir harus memenuhi sesuai SNI 2847-2019 pasal 25.5. Spasi minimum s harus sesuai Untuk tulangan nonprategang yang sejajar pada satu lapisan horizontal, spasi bersih tulangan harus tidak kurang dari nilai terbesar dari 25 mm, db, dan (4/3) dagg. Untuk tulangan nonprategang yang sejajar yang dipasang pada dua atau lebih lapisan horizontal, ulangan pada lapisan atas harus diletakkan tepat di atas tulangan lapisan bawah dengan spasi bersih paling sedikit 25 mm.
Batasan minimum ditetapkan adalah untuk memungkinkan beton mengalir dengan mudah ke ruang antar tulangan dan antar tulangan dengan bekisting tanpa terbentuk honeycomb, dan untuk memastikan terhadap konsentrasi masing–masing tulangan pada garis yang dapat menyebabkan retak geser atau retak susut.
Penggunaan diameter tulangan nominal dalam menentukan spasi minimum memperkenankan penggunaan kriteria yang sama untuk semua ukuran
51
tulangan. Pada tahun 2014, batasan ukuran agregat diterjemahkan dalam persyaratan spasi Untuk tulangan longitudinal pada kolom, pedestal, strut dan elemen batas pada dinding, spasi bersih antar tulangan harus tidak kurang dari nilai terbesar dari 40 mm, 1,5 db dan (4/3) dagg. Untuk balok nonprategang dan prategang Kelas C, spasi tulangan longitudinal terlekat yang terdekat dengan muka tarik tidak boleh melebihi s sesuai dengan pasal 24.3. Bengkokan standar pada batang tulangan dinyatakan dalam hubungan diameter sisi dalam bengkokan karena lebih mudah mengukurnya daripada radius bengkokan. Faktor utama yang berpengaruh pada diameter bengkokan minimum adalah kelayakan pembengkokan tanpa terputus dan pencegahan kehancuran beton sisi dalam bengkokan.
Diameter sisi dalam bengkokan minimum untuk batang yang digunakan sebagai tulangan transversal dan kait standar untuk batang yang digunakan untuk angkur sengkang, ikat silang, sengkang pengekang, dan spiral harus sesuai dengan Tabel 14 Kait standar harus menutup tulangan longitudinal. Standar sengkang, ikat silang, dan sengkang pengekang dibatasi pada batang D25 dan lebih kecil, dan kait 90 derajat dengan perpanjangan 6db lebih terbatas pada batang D16 dan
52
lebih kecil, sebagai hasil penelitian yang menunjukkan bahwa semakin besar ukuran batang dengan kait 90 derajat dan perpanjangan 6db cenderung mengelupaskan selimut beton ketika penulangan diberi tegangan dan kait diluruskan. Minimal bengkokan 4db untuk ukuran batang yang digunakan utnuk sengkang, ikat silang, dan sengkang pengekang berdasarkan praktek yang diterima industri di Amerika Serikat. Penggunaan sengkang D16 atau lebih kecil untuk kait sengkang standar 90, 135, atau 180 derajat akan mengizinkan beberapakali bengkokan pada peralatan standar bengkokan sengkang.
Tabel 13. Geometri kait standar untuk penyaluran batang ulir pada kondisi Tarik
[1] Kait standar untuk batang ulir pada kondisi tarik termasuk diameter sisi dalam bengkokan tertentu dan panjang perpanjangan lurus. Diizinkan untuk menggunakan
53
perpanjangan lurus yang lebih besar pada ujung kaitnya. Penambahan perpanjangan lurus tidak diperkenankan untuk meningkatkan kapasitas pengangkuran pada kait.
Masalah kemudahan konstruksi harus dipertimbangkan dalam pemilihan detail pengangkuran. Khususnya, penggunaan kait 180 derajat harus dihindari pada sengkang tertutup, ikat silang, dan sengkang pengekang yang dibuat pada penulangan yang menerus.
Tabel 14. Diameter sisi dalam bengkokan minimum dan geometri kait standar untuk sengkang, ikat silang, dan
sengkang pengekang
[1] Kait standar untuk sengkang, ikat silang, dan sengkang pengekang termasuk diameter sisi dalam bengkokan tertentu dan panjang perpanjangan lurus. Diizinkan untuk menggunakan perpanjangan lurus yang lebih besar pada ujung kaitnya.
54
Penambahan perpanjangan lurus tidak diperkenankan untuk meningkatkan kapasitas pengangkuran pada kait.
Kait seismik yang digunakan untuk mengangkur sengkang, sengkang ikat, sengkang pengekang, dan ikat silang harus mengikuti 1 dan 2:
1. Bengkokan minimum adalah 90 derajat untuk sengkang pengekang lingkaran dan 135 derajat untuk seluruh sengkang pengekang lainnya.
2. Kait harus mengikat tulangan longitudinal dan pepanjangan ujungnya harus diarahkan ke bagian dalam sengkang atau sengkang pengekang.
Q. Contoh kasus 1 dan pembahasan
Diketahui sebuah ruangan dengan ukuran bentang 5m x 5m. Direncakan menggunakan mutu beton fc’ 25 MPa, mutu baja fy 240 MPa, Tentukan dimensi balok dengan perletakan sederhana?
Pembahasan:
Bentang (ℓ) = 5 m ≈ 5000 mm
Berdasarkan Tabel 9. Tinggi minimum balok nonprategang untuk kondisi perletakan sederhana, maka:
h balok = ℓ/16
= 5000/16 = 312,5 mm b balok = ½ (h balok)
= ½ (312,5) = 156,25 mm
55 R. Contoh kasus 2 dan pembahasan
Diketahui sebuah balok sederhana dengan beban mati dan beban hidup seperti pada Gambar dibawah ini, dengan kekuatan beton fc’ sebesar 24 MPa dan kekuatan leleh baja fy sebesar 410 MPa. Tentukan Mn dan Mu, dan tentukan apakah balok aman dalam memikul beban?
Pembahasan:
Diketahui :
WL = 22 kN/m WD = 21 kN/m L = 6 m
Fc’ = 24 MPa ≈ 24 N/mm2 Fy = 410 MPa ≈ 410 N/mm2 h = 546 mm
3 D 9 mm
304 mm 6 m
WD = 21 kN/m & WL = 22 kN/m
546 mm