• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI ANALISIS TENTANG KEWAJIBAN MENERIMA PINANGAN (STUDI KASUS DI DESA TEGALDOWO KEC. GUNEM KAB. REMBANG)

Dimas Ahmad

Academic year: 2024

Membagikan "STUDI ANALISIS TENTANG KEWAJIBAN MENERIMA PINANGAN (STUDI KASUS DI DESA TEGALDOWO KEC. GUNEM KAB. REMBANG) "

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI ANALISIS TENTANG KEWAJIBAN MENERIMA PINANGAN (STUDI KASUS DI DESA TEGALDOWO KEC.

GUNEM KAB. REMBANG)

Oleh : Dimas Ahmad Muhammad Dimyathi (102111016)

Jurusan Ahwal As- Syakhsiyah, Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negeri Walisongo

Jl.Prof. Dr. Hamka KM 2 Ngaliyan Telp. (024)7601291 Semarang 50185

Abstrak

Peminangan atau yang biasa dikenal dengan lamaran adalah suatu tradisi yang dilakukan sebelum terlaksananya akad pernikahan. Tentunya hal ini sudah menjadi hal yang lumrah terjadi bagi pasangan yang ingin melakukan pernikahan. Prosesi sebuah pinangan atau lamaran di setiap daerahpun berbeda- beda. Tergantung dengan adat istiadat yang berlaku di daerah tersebut. Di desa Tegaldowo ini terkenal dengan kebiasaan masyarkatnya yang melakukan pernikahan di usia dini. Hal ini disebabkan dari sebuah lamaran yang mana pihak terpinang diharuskan untuk menerimanya. Dikarenakan adanya sebuah kekhawatiran jika ada suatu penolakan, maka anak perempuannya itu tidak akan mendapatkan lamaran kembali untuk selanjutnya.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa adat ini boleh saja dilakukan selama tidak bertentangan dengan syari’at agama Islam. Dan dengan memperhatikan norma- norma yang berlaku pada daerah sekitar. Setelah menganilisis problematika yang ada, penulis mengemukakan bahwa pernikahan usia dini tidak bertentangan dengan syariat agama islam. Karena berdasarkan hadits yang telah diriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW juga pernah melakukan hal tersebut.

Begitupun dengan problematika nikah paksa (ijbar nikah), penulis menyimpulkan bahwa hal tersebut boleh saja selama dilandasi alasan dan sebab- sebab yang jelas serta harus mempertimbangkan terlebih dahulu masa depan hubungan anaknya tersebut. KHI Pasal 15 dan UU Perkawinan Pasal 7 ayat 1 menegaskan tentang adanya batasan usia minimum dalam melaksanakan pernikahan. Namun dalam hal ini, UU Perkawinan Pasal 7 ayat 2 memberikan dispensasi jika memang keadaannya mendesak untuk segera dilaksanakannya pernikahan.

Mengenai adanya persetujuan kedua belah pihak (KHI Pasal 16) jo. (UU Perkawinan Pasal 6). UU Perkawinan memberikan solusi dengan menunjuk

(2)

Pasal 27 tentang permohonan pembatalan perkawinan jika dilangsungkan dibawah ancaman hukum.

Kata kunci : Pinangan, Kewajiban Menerima Pinangan

I. Pendahuluan A. Latar Belakang

Peminangan merupakan langkah pendahuluan menuju ke arah perjodohan antara seorang pria dan seorang perempuan.1 Islam mensyariatkannya, agar masing-masing calon mempelai dapat saling mengenal lebih dekat dan memahami pribadi mereka masing-masing.2 Sehingga perkawinan itu didahului dengan petunjuk dan pemikiran yang mendalam.3 Bagi calon suami, dengan melakukan pinangan (khitbah) akan mengenal empat kriteria calon istrinya, seperti diisyaratkan sabda Rasullullah SAW :

الله ىلص ِّيِبّنلا ِنَع ُهْنَع ُالله َيِضَر َةَرْيَرُه ْيِبَا ْنَع َلاَق مّلسو هيلع ٍعَبْرَ ِلِ َةَأْرَمْلا ُحِكْنُت :

اَهِبَسَحِلَو اَهِلاَمِل :

ِلَو اَهِلاَمَجِلَو َكاَدَي ْتَبِرَت ِنْيِّدلا ِتاَذِب ْرَفْظاَف اَهِنْيِد

( يراخبلا هاور )

1 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, juz 6, Kairo : Maktabah al-Adab, Tth, hlm. 51

2 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia edisi revisi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, hlm. 79

3 S Ziyad Abbas, Fiqih Perempuan Islam, Jakarta : Pustaka Panji Mas, 1991, hlm. 18

Artinya : “ Dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi SAW, bersabda : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara : karena hartanya, karena nasabnya, karena kecantikannya, dank arena agamanya. Maka pilihlah yang beragama, mudah-mudahan engkau memperoleh penghasilan”(H.R Bukhari).4

Pada dasarnya menerima sebuah pinangan itu adalah boleh (mubah), yaitu diperbolehkan untuk menerimanya, dan diperbolehkan untuk menolaknya. Tetapi, di daerah Jawa Tengah tepatnya di desa Tegaldowo, Kec Gunem, Kab Rembang, terdapat adat istiadat yang mengharuskan untuk menerima pinangan yang datang kepada pihak perempuan. Penyebabnya adalah pandangan masyarakat yang meyakini bahwa jika pihak perempuan menolak, untuk ke depannya dia akan sulit mendapatkan pinangan kembali.

Karena para laki-laki akan sungkan untuk meminangnya disebabkan dia pernah menolak sebuah pinangan yang datang kepadanya. Adapun kehidupan

4 Al- Bukhari, Shahih Bukhari, Juz 6, Beirut : Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1992, hlm. 445

(3)

anaknya setelah menikah itu bagaimana nanti. Yang penting para orangtua atau wali dari pihak perempuan senang mengetahui anaknya sudah ada yang meminang untuk selanjutnya dinikahi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan yang akan diselesaikan adalah :

1. Bagaimana praktik peminangan pada masyarakat Desa Tegaldowo Kec.

Gunem Kab. Rembang?

2. Problematika apa yang terjadi dari adanya praktik peminangan pada masyarakat Desa Tegaldowo Kec.

Gunem Kab. Rembang?

3. Bagaimana status hukum problematikanya?

II. Metode

Jenis penelitian skripsi ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan penelitian kualitatif deskriptif, yang meneliti dan mendeskripsikan dokumen tentang kewajiban menerima pinangan yang ada di desa Tegaldowo Kec Gunem Kab Rembang.

Sumber data yang diperoleh yakni berupa hasil wawancara, buku daftar isian potensi desa dan kelurahan, data NTCR (Nikah, Talak, Cerai, Rujuk) desa Tegaldowo dan data sekunder seperti buku-buku literatur dan kitab- kitab yang sesuai dengan pembahasan penelitian ini, seperti buku Hukum Islam Di Indonesia (karya Prof. DR.

Ahmad Rofiq), Fiqh Sunnah (karya Sayyid Sabiq), Kaidah-Kaidah Hukum Islam (karya Syekh Abdul Wahab Khallaf), dan masih banyak lagi.

Metode penarikan sampel yang dilakukan oleh penulis adalah dengan metode sampling bola salju (snowball sampling), dengan menunjuk Bapak Janeng sebagai informan kunci (key informan).

Setelah itu penulis mengumpulkan data dengan cara menyebarkan angket (kuisioner) kepada para responden (pasangan yang sudah menikah), wawancara dengan beberapa pihak (Kepala Desa, Tokoh Agama, dan warga), dan dokumentasi.

III. Pembahasan

A. Pengertian, dasar hukum, dan hikmah pinangan

Kata “peminangan” berasal dari kata

“pinang, meminang” (kata kerja).

Meminang sinonimnya adalah melamar, yang dalam bahasa Arab disebut “khithbah”.

َخ َب َط َي– ْخ ُط ُب – َخ ْط ب ا َو– ِخ َب ْط

5 ة

Menurut terminologi, peminangan ialah seorang laki-laki meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya, dengan cara-cara yang umum berlaku di tengah-tengah masyarakat.6 Pasal 1 bab 1 Kompilasi Hukum Islam huruf a memberi pengertian bahwa

5 Sayid Sabiq Fiqh Sunnah 3, Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2010, hlm. 221

6 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, Jakarta : Prenada Media Group, 2008, hlm. 73-74

(4)

peminangan ialah kegiatan upaya kearah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dan seorang perempuan 7

Mayoritas ulama berpendapat bahwa dalam Islam peminangan di syariatkan bagi orang yang hendak menikah.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al- Baqarah ayat 235 yaitu :































































































Artinya: “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang perempuan- perempuan itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu.

Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf. dan janganlah kamu ber'azam (bertetap

7 Kompilas Hukum Islam, Bandung:

Nuansa Aulia, 2011, hlm. 1

hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan Ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan Ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.”8

Dan di dalam hadits :

نَا ْبا َن َم ُع َر َر َي ِض ُالله َع ْن َم ُه ُل ْوُقَي َناَك ا ُّيِب نلا ىَهَن :

ٍضْعَب ِعْيَب ىَلَع ْمُكُضْعَب َعْيِبَي ْنَا ملسو هيلع الله ىلص ,

َلَو َي ْخ ُط ُب ُلُج رلا َع ِخ ى َل َب ْط ِة ِخ َأ ِه ْي َح َي ى ت ْت ُر َك

ْلا ِطا َخ ُب َق ْب َل ُه ْو َا َي ْأ َذ َن َل ُبِطاَخْلا ُه ( يراخب هاور )

Artinya:“Ibnu Umar r.a berkata, Rasulullah SAW melarang untuk menjual saudara dari kalian kepada saudaranya lagi, dan seorang laki-laki tidak boleh meminang perempuan yang masih dalam peminangan orang lain, sehingga peminang sebelumnya melepasnya atau mengijinkannya”.

(H.R. Bukhori).9

Atas dasar firman Allah dan hadits tersebut di atas, maka jumhur ulama berpendapat bahwa peminangan yang dilakukan sebagai langkah awal dari nikah hukumnya adalah boleh (mubah) selama tidak ada larangan syara’ untuk meminang perempuan tersebut, seperti perempuan itu sudah menjadi isteri orang lain atau telah dipinang orang lain. Karena tujuan peminangan adalah sekedar meninjau kerelaan yang dipinang untuk dijadikan isteri,

8 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung : Jumanatul Ali-Art, hlm. 38

9 Al- Bukhari, Op Cit, hlm. 462

(5)

sekaligus sebagai janji untuk menikahinya.

Hikmahnya adalah bahwa pinangan merupakan cara untuk saling mengenal antara calon pasangan suami isteri, jalan untuk mengetahui tabiat atau akhlak dan kecenderungan dari masing- masing calon pasangan, dan jalan untuk mencapai kesepakatan kedua belah pihak menuju pembentukan mahligai rumah tangga.10

B. Praktik peminangan di Desa Tegaldowo

Proses peminangan yang ada di desa Tegaldowo ini adalah berawal dari pihak laki-laki yang datang kepada pihak perempuan untuk mengutarakan maksud ketertarikannya laki-laki itu terhadap anak perempuannya. Setelah diterimanya maksud dari laki-laki tersebut oleh pihak keluarga perempuan, kemudian pihak perempuan harus meminang balik kepada pihak laki-laki atau yang disebut dengan istilah Ngemblog.

Karena adat ngemblog ini memang sudah menjadi adat dari sebagian desa yang ada di Kabupaten Rembang yang sampai sekarang masih tetap berlaku.

Ngemblog dilakukan paling tidak berjarak 3 bulan dari datangnya pihak

10 Burhanuddin, Fikih Nikah, Bandung : PT Syamiil Cipta Media, 2006, hlm. 17

laki-laki kepada pihak perempuan.

Setalah itu baru pihak laki-laki melamar kembali pihak perempuan dengan memberikan seserahan yang lebih besar daripada lamaran yang dilakukan oleh pihak perempuan.

Semakin besar seserahan yang dilakukan ketika ngemblog, maka semakin besar pula seserahan yang diberikan pihak laki-laki ketika melamarnya.11

Penulis juga berinisiatif memberikan angket kuisioner yang diberikan secara acak kepada 20 pasangan atau 40 orang sebagai sampel untuk diketahui bagaimana proses pernikahan mereka.

Ketika ditanyakan apakah lamaran dari pihak laki-laki langsung diterima atau tidak oleh pihak perempuan, para responden memberikan jawaban seperti ini :

Jawaban dari pihak suami :

Jawaban Frekuensi

Iya 12

Belum tentu / belum pasti 3 Biasanya langsung diterima 3

Musyawarah dahulu 2

Jawaban dari pihak istri :

11 Wawancara dengan Pak Narto, salah satu warga yang bermata pencaharian sebagai petani, pada tanggal 10 Oktober 2014

(6)

Jawaban Frekuensi

Iya 15

Musyawarah dahulu 5

Dari tabel dapat diketahui bahwa memang sebagian besar lamaran dari pihak laki-laki langsung diterima oleh pihak perempuan. Memang ada juga yang terkadang menolak untuk dipinang. Karena keluarga pihak perempuan terlebih dahulu menanyakan kepada anaknya setujukah dia untuk dipinang oleh laki-laki yang datang tersebut. Tetapi, yang namanya perempuan desa tetaplah perempuan desa. Dia tetap mengikuti adat kebiasaan yang berlaku di desa Tegaldowo ini untuk menerima pinangan laki-laki yang datang.12

Faktor pendidikan dan ekonomi menjadi salah satu penyebab para pihak mempelai perempuan untuk langung menerima pinangan yang ditujukan kepada dirinya. Dari hasil penelitian penulis, dapat diketahui bahwa latar belakang pendidikan dan kondisi ekonomi mereka adalah sebagai berikut :

Tingkat

pendidikan Suami Istri

12 Wawancara dengan Isteri Bapak Janeng, pada tanggal 14 Oktober 2014

SD 0 6

SMP / Sederajat 8 11 SMA / Sederajat 12 3

Di sini penulis memperoleh bahwa tingkat pendidikan mereka masih sangat minim. Dari tabel di atas kita bisa lihat bahwa masih banyak dari pihak mempelai wanita yang hanya mendapatkan pendidikan sampai tingkat menengah pertama dibandingkan tingkat menengah atas.

Tabel tersebut menunjukan bahwa kasus peminangan ini memang terjadi pada mereka yang berlatar pendidikan menengah dan ke bawah. Namun, bukan berarti hal ini tidak terjadi pada perempuan yang memiliki latar pendidikan tinggi.

Selanjutnya adalah kondisi ekonomi para mempelai. Di sini penulis mengklasifikasikan mata pencaharian mereka menjadi beberapa kelompok, yaitu sebagai berikut :

Pekerjaan Suami Istri

Buruh 3 0

Peternak 9 1

Petani 8 6

Wirausaha 0 2

IRT 0 11

(7)

Mata pencaharian peternak dan petani mendominasi para pihak suami. Hal ini bukan hanya disebabkan oleh minimnya latar belakang pendidikan mereka saja. Namun, karena memang disebabkan oleh karena pekerjaan dari orangtuanya tersebut yang diturunkan kepadanya. Sehingga tidak ada pilihan lain selain meneruskannya kembali.

Terlebih karena memang sumber daya alam yang terhitung masih melimpah di desa tersebut.

Seiring berkembangnya zaman, adat seperti itu (keharusan untuk menerima pinangan) sudah mulai berkurang.

Tetapi tidak sedikit juga yang masih mengaplikasikannya di dalam kehidupan mereka. Karena sudah menjadi sebuah konsensus bagi masyarakat desa ini. Dan karena hal itu juga sudah berlaku sejak lama.

Untuk itu maka penulis akan menyajikan data peristiwa pernikahan yang terjadi pada periode 1 tahun terakhir yaitu masa Juli 2013 sampai dengan Juni 2014 :

 Juli 2013

Pada bulan ini terjadi peristiwa pernikahan sebanyak 14 pernikahan.

Dengan kisaran usia mempelai wanita : 16-18 tahun sebanyak 7

orang, 19-24 tahun sebanyak 6 orang, dan usia 31+ sebanyak 1 orang. Dan kisaran usia mempelai pria : 19-24 tahun sebanyak 10 orang, 25-30 tahun sebanyak 2 orang, dan 31+ sebanyak 1 orang.

 Agustus 2013

Pada bulan ini terjadi peristiwa pernikahan sebanyak 9 pernikahan.

Dengan kisaran usia mempelai wanita : 16-18 tahun sebanyak 4 orang, 19-24 tahun sebanyak 4 orang, dan 31+ sebanyak 1 orang.

Dan kisaran usia mempelai pria : 19-24 sebanyak 7 orang dan 31+

sebanyak 2 orang.

 September 2013

Pada bulan ini terjadi peristiwa pernikahan sebanyak 3 pernikahan.

Dengan kisaran usia mempelai wanita : 16-18 tahun sebanyak 1 orang dan 19-24 sebanyak 2 orang.

Dan kisaran usia mempelai pria :

(8)

19-24 tahun sebanyak 2 orang dan 25-30 tahun sebanyak 1 orang.

 Oktober 2013

Pada bulan ini terjadi peristiwa pernikahan sebanyak 14 pernikahan.

Dengan kisaran usia mempelai wanita : -16 tahun sebanyak 2 orang, 16-18 tahun sebanyak 5 orang, 19- 24 tahun sebanyak 2 orang, 25-30 tahun sebanyak 1 orang dan 31+

sebanyak 4 orang. Dan kisaran usia mempelai pria : -19 tahun sebanyak 1 orang, 19-24 tahun sebanyak 7 orang, 25-30 sebanyak 1 orang dan 31+ sebanyak 5 orang.

 November 2013

Pada bulan ini tidak terjadi peristiwa pernikahan atau tidak ada pernikahan sama sekali.

 Desember 2013

Pada bulan ini terjadi peristiwa pernikahan sebanyak 3 pernikahan.

Dengan kisaran usia mempelai wanita : 16-18 tahun sebanyak 1

orang dan 19-24 tahun sebanyak 2 orang. Dan kisaran usia mempelai pria : 19-24 tahun sebanyak 1 orang dan 25-30 sebanyak 2 orang.

 Januari 2014

Pada bulan ini terjadi peristiwa pernikahan sebanyak 2 pernikahan.

Dengan kisaran usia mempelai wanita : 16-18 tahun sebanyak 1 orang dan 31+ sebanyak 1 orang.

Dan kisaran usia mempelai pria : 25-30 tahun sebanyak 2 orang.

 Februari 2014

Pada bulan ini terjadi peristiwa pernikahan sebanyak 10 pernikahan.

Dengan kisaran usia mempelai wanita : 16-18 tahun sebanyak 1 orang, 19-24 tahun sebanyak 4 orang dan

 Maret 2014

Pada bulan ini terjadi peristiwa pernikahan sebanyak 1 pernikahan.

Dengan kisaran usia mempelai

(9)

wanita : 16-18 tahun. Dan usia mempelai pria 19-24 tahun.

 April 2014

Pada bulan ini terjadi peristiwa pernikahan sebanyak 1 pernikahan.

Dengan kisaran usia mempelai wanita : 19-24 tahun. Dan kisaran usia mempelai pria : 25-30 tahun.

 Mei 2014

Pada bulan ini terjadi peristiwa pernikahan sebanyak 8 pernikahan.

Dengan kisaran usia mempelai wanita : -16 tahun sebanyak 1 orang, 16-18 tahun sebanyak 3 orang, 19- 24 tahun sebanyak 3 orang dan 31+

sebanyak 1 orang. Dan kisaran usia mempelai pria : 19-24 tahun sebanyak 8 orang.

 Juni 2014

Pada bulan ini terjadi peristiwa pernikahan sebanyak 20 pernikahan.

Dengan kisaran usia mempelai wanita : 16-18 tahun sebanyak 10 orang, 19-24 tahun sebanyak 8

orang dan 31+ sebanyak 2 orang.

Dan kisaran usia mempelai pria : - 19 tahun sebanyak 2 orang, 19-24 tahun sebanyak 9 orang, 25-30 tahun sebanyak 5 orang dan 31+

sebanyak 4 orang.

C. Problematika yang ditimbulkannya 1. Nikah dini

Sebagaimana yang dialami oleh Semi, Siti Khoiriyah dan Susanti yang menikah pada usia yang masih dini, yaitu dibawah usia 16 tahun. Alasan orangtua merekapun sama seperti yang diungkapkan oleh Bapak Mardi, yaitu khawatir jika anaknya nanti akan menjadi perawan tua. Oleh karena itu lebih baik mereka menikahkan anaknya tersebut lebih cepat.

Perkawinan dalam usia belasan tahun adalah berdasarkan keputusan- keputusan yang kompulsif.

Kemungkinannya akan sangat buruk buat mereka. biasanya kedua anak lelaki dan perempuan tidak dewasa secara emosi dan sering dimanjakan.13 Terlebih melihat adanya orientasi kebutuhan sosial orang tua dalam

13 David Sahrani, Mencegah Perkawinan Yang Tidak Bahagia, Jakarta : Restu Agung, 2000, hlm 18

(10)

bentuk nilai sosial dimana anak memiliki nilai tukar yang berharga dalam keluarga, ketika anak tersebut telah dikawini oleh laki-laki. Namun pandangan orang tua seolah-olah tidak mengedepankan masa depan kelangsungan hubungan perkawinan anak itu sendiri.14

Secara medis anak perempuan usia di bawah 16 tahun masih dianggap belum matang secara seksual. Usia remaja menimbulkan persoalan dari berbagai sisi seperti pendidikan yang mungkin belum lulus SMA. Karena minim pendidikan, pekerjaan semakin sulit didapat dan berpengaruh pada pendapatan ekonomi keluarga.

Kehamilan pada usia kurang dari 17 tahun juga meningkatkan risiko komplikasi medis, baik pada ibu maupun pada anak. Kehamilan di usia yang sangat muda ini ternyata berkorelasi dengan angka kematian dan kesakitan ibu. Disebutkan bahwa anak perempuan berusia 10-14 tahun berisiko lima kali lipat meninggal saat hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok usia 20-24 tahun, sementara risiko ini meningkat dua kali lipat pada kelompok usia 15-19 tahun.

14

http://id.wikipedia.org/wiki/Tegaldowo,_Gunem, _Rembang

2. Nikah paksa

Pernikahan adalah suatu akad persetujuan yang berdasarkan kesukaan dan kerelaan kedua pihak yang akan menjadi pasangan suami dan istri.

Banyak kemalangan telah terjadi di sekitar soal pemaksaan ini yang pada hakikatnya adalah suatu penzaliman yang tidak disengaja oleh orangtua terhadap anaknya.15

Di dalam Hadits disebutkan :

َلاَق ُهْنَع ُالله َيِضَر َةَرْيَرُه ْيِبَا ْنَع ِالله َلْوُسَر نَا :

َلاَق ملسو هيلع الله ىلص َرَمْأَتْسُت ى تَح ُمْيَ ْلا ُحَكْنُتَل :

,

ُحَكْنُتَلَو َنَذْأَتْسُت ى تَح ُرْكِبْلا ا ْوُلَاق .

الله َلْوُسَر اَي : َو ,

َلَاق ؟ اَهُنْذِإ َفْيَك :

َتُكْسَت ْنَا (

ملسم هاور )

Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah SAW bersabda : “Seorang janda tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai pertimbangannya, dan seorang gadis tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai persetujuannya”.

Dan berkata para sahabat : “Wahai Rasulullah, bagaimana persetujuannya itu?”. Rasulullah SAW menjawab :

”diamnya”(H.R Muslim).16

Hadits di atas menunjukkan bahwa orangtua atau wali hendaknya menanyakan terlebih dahulu kepada

15 Sutan Marajo, Ilmu Perkawinan;

Problematika Seputar Keluarga dan Rumah Tangga, Bandung : Pustaka Hidayah, 2001, hlm 34-35

16 Abi Husain Muslim, Shahih Muslim, Juz 9, Beirut : Darul Kutub Ilmiyah, 1995, hlm 173

(11)

anaknya tentang persetujuan atas pilihan yang dilakukan oleh orangtuanya itu.

Dari penyebaran angket yang dilakukan penulis kepada 20 responden (pihak istri), mereka mengungkapkan jawabannya ketika ditanyakan tentang pernikahannya yang disebabkan perjodohannya oleh orangtuanya.

Jawaban Frekuensi

Iya 14

Tidak 3

Blanko 3

Dilihat dari tabel di atas, kita bisa mendapatkan bahwa 14 responden (pihak istri) mengemukakan bahwa pernikahan mereka disebabkan oleh pilihan dari orangtuanya, bukan atas dasar pilihannya sendiri (dijodohkan).

Hal ini sebenarnya dapat menyebabkan tekanan dalam diri anak perempuannya. Dia merasa tidak mampu untuk menolak karena itu adalah pilihan orangtuanya sendiri.

Sebagian besar pernikahan di desa inipun seperti itu. Terkadang mereka belum kenal lama terhadap calonnya itu, atau sudah kenal antara kedua orangtua hanya saja anak mereka tidak mengetahuinya bahwa mereka akan

dijodohkan. Padahal yang akan menjalaninya adalah anak mereka sendiri. Mereka tidak memikirkan bagaimana kelanjutan hidupnya nanti.

Yang terpenting adalah menikahkan anak mereka karena sudah cukup usia.

D. Status hukum problematikanya 1. Nikah dini

Di dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, di atur dalam Pasal 7 tentang batas minimum usia perkawinan. Undang-undang mensyaratkan batas minimum umur calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.

Selanjutnya dalam hal adanya penyimpangan terhadap Pasal 7, dapat dilakukan dengan meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain, yang ditunjuk oleh kedua orangtua pihak pria maupun pihak wanita.17 Namun dalam hal ini, Undang-undang Perkawinan tidak konsisten. Di satu sisi, Pasal 6 ayat 2 menegaskan bahwa untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orangtua, di satu sisi lain Pasal 7 ayat 1 menyebutkan perkawinan hanya

17 Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2011, hlm. 99

(12)

diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita mencapai umur 16 tahun.

Bedanya jika kurang dari 21 tahun, yang diperlukan izin orangtua, dan jika kurang dari 19 tahun, perlu izin pengadilan. Ini dikuatkan Pasal 15 ayat 2 Kompilasi Hukum Islam.18

2. Nikah paksa

Hukum Islam di Indonesia yang menentukan salah satu syarat-syarat perkawinan adalah persetujuan calon mempelai (Pasal 6 ayat 1 UU Perkawinan) jo. (Pasal 16 ayat 1 KHI).

Dari keterangan di atas, Kompilasi Hukum Islam merumuskan dalam Pasal 16 ayat 2 :

Bentuk persetujuan calon mempelai wanita dapat berupa pernyataan tegas dan nyata dengan tulisan, lisan atau isyarat tapi dapat juga berupa diam dalam arti selama tidak ada penolakan yang tegas”.19 Kompilasi Hukum Islam Pasal 17 ayat 1 mengukuhkan adanya persetujuan dari para calon mempelai. Dalam hal ini, Pegawai Pencatat Nikah menanyakan terlebih dahulu kepada para pihak sebelum dilangsungkannya perkawinan.

18 Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997, hlm. 78

19 Kompilasi Hukum Islam, Op Cit, hlm. 6

Dalam Islam memang mengajarkan perkawinan itu harus dengan adanya wali. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

ٍّيِلَوِب لِا َحاَكِن َل (

دمحا و ةعبرلا هاور )

Artinya : “Tidak sah perknikahan, kecuali (dinikahkan) oleh wali. (H.R Ahmad dan Imam Empat)”.20

IV. Analisis Masalah

A. Analisis Praktik peminangan di Desa Tegaldowo

Islam memandang tradisi atau adat sebagai suatu hal yang dapat ditolerir sejauh tidak bertentangan dengan undang-undang dan agama, serta tidak berkaitan dengan kepercayaan yang menjerumuskan kepada kemusyrikan.

Tradisi yang baik dan memberikan kemaslahatan umat dapat dijadikan landasan hukum. Dalam hal ini sesuai dengan kaidah fiqhiyah :

ةَم كَحُم ُةَداَعْلا Artinya : “Adat kebiasaan dapat dijadikan hukum21

Kaidah ini bersumber dari sabda Nabi SAW :

نَسَح ِالله َدْنِع َوُهَف ا نَسَح َنْوُمِلْسُمْلا ُهَاَر اَم

20 Al-Shan’any, Subul Al-salam, Juz 3, Jeddah : Al-Haramain, Tth, hlm. 117

21 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh, Jakarta : Logos, Wacana Ilmu, 1997, hlm. 65

(13)

Artinya : “Apapun yang menurut kaum muslimin pada umumnya baik, maka baik pula bagi Allah”,22

Dan dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam Surat Al- Hajj ayat 78:

َم َو َج ا َع َل َع َل ْي ْم ُك ْي ِف ِّدلا ِن ْي ِم َح ْن ٍج َر

Artinya : “Dan Allah tidak menyempitkanmu dalam urusan agama”.23

Dalam kaitannya dengan hal ini adalah adanya pelaksanaan peminangan yang menjadi tradisi masyarakat desa Tegaldowo Kec. Gunem Kab.

Rembang. Masyarakat desa Tegaldowo mempunyai adat yang mengharuskan untuk menerima pinangan yang dilakukan oleh calon mempelai laki- laki.

Dari berbagai pemaparan di atas tersebut, penulis berpendapat bahwa praktik peminangan yang ada di desa Tegaldowo ini sedikit berbeda dengan desa- desa lainnya yang masih dalam ruang lingkup satu kecamatan. Hal ini memang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Tetapi di sini perlu diperhatikan juga bahwa seorang anak memiliki hak untuk memilih sendiri

22 Moh Adib Bisri, Terjemah Al- Faraidul Bahiyyah, Kudus : Menara Kudus, Tth, hlm. 25

23 Al-Qur’an dan Terjemahannya, Op Cit, hlm. 341

pasangan hidup yang nantinya akan menemaninya dalam menjalani rumah tangga. Dan seorang wali hanya perlu membimbingnya agar tidak memilih pasangan yang salah.

B. Analisis Problematika yang ditimbulkannya

1. Nikah dini

Banyak perselisihan di antara para ulama tentang hukumnya pernikahan di usia dini. Tetapi jika dilihat dari sejarah Nabi Muhammad SAW, beliau menikahi Siti Aisyah r.a ketika masih berusia enam tahun. Sebagaimana di dalam haditsnya :

اَمُهْنَع الله َيِضَر َةَشِئاَع ْنَع :

َأ ن نلا ِب ي الله ىلص

َت ملسو هيلع و َز

َج َو ا َه َي ِه ِب ْن ِس ُت ِس ِّت ِن ْي َو َن ُا ِخ ْد ْل ُت

َع َل ْي َو ِه َي ِه ِب ْن ِت ُت ٍع ْس َم َو ُّك َث ِع ْت ْن ُه َد ِت ْس ع ا ( هاور

يراخبلا ) Artinya :“Dari Aisyah r.a, bahwa Nabi SAW telah menikahinya ketika ia berusia enam tahun, dan Nabi menggaulinya ketika ia berumur sembilan tahun, dan ia tinggal bersama beliau selama sembilan tahun”. (H.R Bukhari)24

Ibnu Hajar Al- Asqalani dalam kitab Fathul Bari menyatakan :

24 Al- Bukhari, Op Cit, hlm. 459

(14)

ٍلاَطَب ُنْبا َلاَق ِرْيِبَكْلاِب ِةَرْيِغ صلا ُجْيِوْزَت ُزْوُجَي :

ى تَح اَهْنِم ُنِكْمُي َل ْنِكَل ِدْهَمْلا ْيِف ْتَناَك ْوَلَو ا عاَمْجِا ِءْطَوْلِل َحُلْصَت Artinya : ”Ibnu Batthal berkata: Boleh menikahkan anak perempuan kecil dengan pria dewasa secara ijma’

walaupun masih dalam gendongan.

Akan tetapi melakukan hubungan intim sampai pantas masa untuk itu”.25 Seperti yang ada di desa Tegaldowo ini, bahwa pernikahan yang terjadi pada usia dini dikarenakan kurangnya pengetahuan dan pendidikan. Mereka tidak tahu bahwa seorang anak yang dinikahkan terlalu dini dapat menyebabkan berbagai masalah.

Mayoritas penduduk desa ini hanya meyakini bahwa anak perempuan yang sudah dewasa dan belum menikah dikatakan tidak laku. Menurut mereka, lebih baik anak mereka menjadi janda muda daripada menjadi perawan tua.

Oleh karena itu tidak sedikit para orangtua yang menikahkan anak perempuan mereka setelah lulus sekolah dasar atau menengah pertama.

Kebiasaan pernikahan pada usia dini memang sulit untuk dihilangkan, tetapi masih bisa diminimalisir. Dengan meningkatkan kualitas pendidikan dan

25 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari, Juz 11, Beirut : Darul Fikr, Tth, hlm. 35

pengetahuan dikalangan anak-anak yang masih duduk di tingkat sekolah.

Dengan begitu mereka akan lebih sadar bahwa pendidikannya itu lebih penting dibandingkan harus mengakhiri masa mudanya dengan menikah di usia dini.

2. Nikah paksa

Dalam pandangan Islam, pernikahan tidaklah bisa dilakukan dengan sembarangan, tetapi harus tetap berdasarkan ketentuan hukum syari’at yang berlaku. Di antara ketentuannya adalah adanya wali. Karena tidak sah menikah tanpa adanya seorang wali.

Sebagaimana dalam hadits :

ْتَلاَق َةَشِئاَع ْنَع هيلع الله ىلص ُالله ُلوُسَر َلاَق :

ملسو اَهُحاَكِنَف اَهْيِلاَوَم ِنْذِا ِرْيَغِب ْتَحَكَن ٍةَاَرْما اَمَيَا :

َب لِطا ( دواد وبا اور )

Artinya : “Dari Aisyah r.a, Rasulullah SAW bersabda : “Perempuan manapun yang menikah tanpa izin wali, maka nikahnya batal.”(H.R Abu Dawud)26 Namun di sinilah kemudian muncul persoalan, banyak dari wali yang memaksakan anaknya untuk menikah dengan laki- laki pilihan walinya itu

26 Abi Dawud As- Sijistani, Sunan Abu Dawud, Juz 2, Beirut : Darul Ilmiyah,1996, hlm.

95

(15)

karena dianggap sepadan (kufu’).

Padahal di sisi lain anaknya itu mungkin sudah punya pilihan lain yang ia anggap layak juga. Dan dari sinilah kemudian ketidakharmonisan biasanya muncul antara hubungan wali dengan anaknya. Karena itu Raslullah SAW juga bersabda :

َلاَق ُهْنَع ُالله َيِضَر َةَرْيَرُه ْيِبَا ْنَع ِالله َلْوُسَر نَا :

َلاَق ملسو هيلع الله ىلص :

ُحَكْنُتَل َرَمْأَتْسُت ى تَح ُمْيَ ْلا ,

َنَذْأَتْسُت ى تَح ُرْكِبْلا ُحَكْنُتَلَو ا ْوُلَاق .

الله َلْوُسَر اَي : َو ,

َلَاق ؟ اَهُنْذِإ َفْيَك :

َتُكْسَت ْنَا (

ملسم هاور )

Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah SAW bersabda : “Seorang janda tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai pertimbangannya, dan seorang gadis tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai persetujuannya”.

Dan berkata para sahabat : “Wahai Rasulullah, bagaimana persetujuannya itu?”. Rasulullah SAW menjawab :

”diamnya”(H.R Muslim).27

Menurut sebagian pendapat, wali mujbir (ayah atau kakek) boleh memaksanya untuk menikah.

Sebagaimana keterangan yang disebut oleh Imam Nawawi :

27 Abi Husain Muslim, Op Cit, hlm. 173

ىَلَع اَهُراَب ْجَا ِّدِجْلاَو ِّبَ ْلِْلَف ا غِلاَب ُرْكِبْلا ِتَناَك ْنِإَف ِحاَكِّنلا ُةَيِهاَرَكْلا ِتَرِهْظُا ْنِاَو ىَلْيَل ْيِبَا ُنْبا َلاَق ِهِبَو ,

ُقاَحْسِا َو ُدَمْحَا َو Artinya : “Apabila anak perawan itu sudah dewasa atau baligh, maka ayah atau kakeknya boleh memaksanya menikah walaupun anak itu menunjukkan rasa tidak suka. Ini juga pendapat Ibnu Abi Laila, Ahmad dan Ishaq”.28

Hal ini juga sama seperti yang disampaikan oleh Bapak Nasihun seorang tokoh agama yang ada di desa Tegaldowo ini terkait dengan banyaknya kasus yang terjadi disebabkan oleh alasan paksaan dari orangtua atau wali calon mempelai perempuan. Beliau mengatakan bahwa hal ini tidak masalah jika mereka memang sudah saling kenal terlebih lagi memang sudah saling cocok.29 Beliau juga menambahkan bahwa ini tidak bertentangan dengan syariat agama Islam.

Alangkah lebih baiknya jika orangtua atau wali dari pihak calon mempelai perempuan itu meminta izin atau persetujuannya atas pilihan yang diajukan kepadanya. Karena yang

28 An- Nawawi, Al- Majmu’ syarah Al- Muhadzab, Juz 16, Beirut : Darul Fikr, Tth, hlm.

169

29 Wawancara dengan Bapak Nasihun, adalah tokoh agama yang di tua- kan di desa Tegaldowo, pada tanggal 12 Oktober 2014

(16)

nantinya akan menjalani kehidupan berumah tangga adalah anaknya itu.

Jika tidak ada persetujuan dari calon mempelai perempuan, dikhawatirkan nantinya tidak ada rasa sayang di antara keduanya dikarenkan hanya menuruti kemauan dari orangtuanya tersebut.

C. Analisis Status hukum problematikanya

1. Nikah dini

Perkawinan di bawah umur dapat dengan terpaksa dilakukan karena UU No. 1 Tahun 1974 masih memberikan kemungkinan penyimpangannya.

Dalam Pasal 7 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974, yaitu dengan adanya dispensasi dari Pengadilan bagi yang belum mencapai batas umur minimal tersebut.

UU Perkawinan memberikan toleransi bagi setiap warga Negara yang batas usianya belum mencukupi dengan Surat Dispensasi dari pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita (Pasal 7 ayat 2 UU Nomor 1 tahun 1974).

Mendukung pemaparan di atas, Prof.

DR. H. Ahmad Rofiq, M.A mengatakan :

“Jika secara kasuistik memang sangat mendesak kedua calon mempelai harus segera dikawinkan, sebagai

perwujudan metode saad al-zari’ah, untuk menghindari kemungkinan timbulnya mudarat yang lebih besar, misalnya terjadinya perzinahan, maka perkawinan tetap dapat dilangsungkan dengan izin orangtua, atau dispensasi dari pengadilan”.30

2. Nikah paksa

Ketentuan persetujuan calon mempelai sudah jelas tercantum di dalam Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 16 ayat 1. Dan bentuk persetujuannya dipertegas kembali dalam ayat selanjutnya. Di sini persetujuan dimaksudkan untuk mengetahui kerelaan atas perkawinan yang akan dijalani para pihak. Karena untuk mencapai keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah sebagaimana tertuang dalam KHI Pasal 3, maka hal tersebut sangat diperlukan. Tidak hanya sampai disitu, KHI juga menegaskan kembali tentang persetujuan para calon mempelai sebelum dilangsungkannya perkawinan dalam Pasal 17.

Sebagaimana yang sudah penulis jelaskan dalam pembahasan sebelumnya, bahwa orangtua adalah faktor utama yang menyebabkan

30 Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, Yogyakarta : Gama Media Offset, 2001, hlm. 111

(17)

adanya paksaan dalam perkawinan.

Untuk menanggulangi kawin paksa, Undang-Undang Perkawinan telah memberikan jalan keluarnya, yaitu suami atau istri dapat mengajukan pembatalan perkawinan dengan menunjuk pasal 27 ayat 1 apabila paksaan untuk itu dibawah ancaman yang melanggar hukum. Dengan begitu orangtua atau wali tidak bisa semena- mena untuk memutuskan jodoh atau pasangan terhadap anaknya itu.

V. Simpulan dan saran A. Simpulan

Dalam Islam, adat itu (yang terjadi di desa Tegaldowo) tidak bertentangan dengan syari’at. Oleh karena itu hal tersebut dianggap boleh saja dilakukan.

Akan tetapi praktik peminangan tersebut menimbulkan sebuah problemtika dimana banyak terjadinya sebuah pernikahan itu karena adanya paksaan dari orangtua wali. Dan tidak sedikit yang menikahkan anaknya di usia yang masih belia (usia dini).

Orangtua atau wali diperbolehkan untuk menikahkan anaknya yang masih dalam usia dini. Hal ini didasarkan dari Hadits Rasulullah SAW yang pernah menikahkan Siti Aisyah r.a ketika masih berusia 6 tahun. Tentang problematika nikah paksa (ijbar nikah),

penulis menyimpulkan hal itu bisa saja dilakukan dengan beberapa pertimbangan. Terlebih lagi jika itu memang berdasarkan pertimbangan yang matang atas masa depan anaknya tersebut. Dengan kata lain, jika hal itu bisa menghindari anak perempuannya dari maraknya fenomena hamil di luar nikah, berdasarkan kaidah ushul fiqh hal itu diperbolehkan. Karena jika terjadi dua permasalahan yang bertentangan, maka yang lebih kuat harus dimenangkan.

Ketentuan batas usia dalam pernikahan sudah dijelaskan dalam KHI Pasal 15 ayat 1 dan UU Perkawinan Pasal 7 ayat 1. Namun dalam hal ini UU Perkawinan memberikan toleransi bagi yang usianya belum mencukupi dengan mengajukan surat dispensasi sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 ayat 2 tetapi perlu diingat bahwa hal ini dilakukan memang sudah sangat mendesak dan mengharuskan para calon untuk segera dinikahkan untuk menghindari kemungkinan timbulnya mudarat yang lebih besar, misalnya terjadinya perzinahan.

Dalam hal kawin paksa, ini biasanya didasari atas tidak adanya persetujuan oleh pihak calon mempelai perempuan.

Padahal dalam KHI sudah dijelaskan

(18)

dalam Pasal 16 dan dalam UU Perkawinan Pasal 6 bahwa perkawinan haruslah atas persetujuan kedua belah pihak calon mempelai. Melihat substansi dari sebuah perkawinan adalah untuk membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah (KHI Pasal 3), dalam menanggulanginya, para pihak bisa menunjuk kepada UU Perkawinan Pasal 27 ayat 1 tentang permohonan pembatalan pernikahan jika memang dilangsungkan dibawah ancaman hukum.

B. Saran

Ada baiknya jika orangtua atau wali dari pihak calon mempelai perempuan menanyakan kepada anaknya atas persetujuan dari orang yang meminangnya. Karena tidak sedikit dari orangtua yang lantas langsung menerimanya dikarenakan senang mengetahui bahwa anaknya sudah laku.

Hal ini bisa menyebabkan banyak ketidak cocokan di antara mereka.

Terlebih lagi jika mereka belum saling mengenal secara lebih dekat.

VI. Daftar Pustaka

Abbas S Ziyad, Fiqih Perempuan Islam, Jakarta : Pustaka Panji Mas, 199

Al- Bukhari, Shahih Bukhari, Juz 6, Beirut : Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1992

Al-Asqalani Ibnu Hajar, Fathul Bari, Juz 11, Beirut : Darul Fikr, Tth

Al-Shan’any, Subul Al-salam, Juz 3, Jeddah : Al- Haramain, Tth

An- Nawawi, Al- Majmu’ syarah Al- Muhadzab, Juz 16, Beirut : Darul Fikr, Tth

As- Sijistani Abi Dawud, Sunan Abu Dawud, Juz 2, Beirut : Darul Ilmiyah,1996

Bisri Moh Adib, Terjemah Al-Faraidul Bahiyyah, Kudus : Menara Kudus, Tth Burhanuddin, Fikih Nikah, Bandung : PT

Syamiil Cipta Media, 2006

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung : Jumanatul Ali-Art

Ghozali Abdul Rahman, Fiqh Munakahat, Jakarta : Prenada Media Group, 2008 Haroen Nasrun, Ushul Fiqh, Jakarta : Logos,

Wacana Ilmu, 1997

http://id.wikipedia.org/wiki/Tegaldowo,_Gunem, _Rembang

Kompilas Hukum Islam, Bandung: Nuansa Aulia, 2011

Marajo Sutan, Ilmu Perkawinan; Problematika Seputar Keluarga dan Rumah Tangga, Bandung : Pustaka Hidayah, 2001

Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2011

Muslim Abi Husain, Shahih Muslim, Juz 9, Beirut : Darul Kutub Ilmiyah, 1995 Rofiq Ahmad, Hukum Islam Di Indonesia,

Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997 ___________, Hukum Perdata Islam di

Indonesia edisi revisi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995

___________, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, Yogyakarta : Gama Media Offset, 2001

Sabiq Sayid, Fiqh Sunnah 3, Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2010

__________, Fiqh al-Sunnah, juz 6, Kairo : Maktabah al-Adab, Tth

Sahrani David, Mencegah Perkawinan Yang Tidak Bahagia, Jakarta : Restu Agung, 2000

Wawancara dengan Bapak Nasihun, adalah tokoh agama yang di tua- kan di desa Tegaldowo, pada tanggal 12 Oktober 2014

Wawancara dengan Isteri Bapak Janeng, pada tanggal 14 Oktober 2014

Wawancara dengan Pak Narto, salah satu warga yang bermata pencaharian sebagai petani, pada tanggal 10 Oktober 2014

(19)

Referensi

Dokumen terkait

Pedagang perantara luar kota adalah pedagang yang membeli wortel dari pedagang pengumpul desa atau dari pedagang pengumpul kabupaten lalu membawanya ke pusat pasar kota yang ada

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa perjanjian pernikahan poligami yang bertujuan hanya untuk mendapatkan anak yang terjadi di desa Tiremenggal kecamatan Dukun

Kasus yang terjadi disini sudah menjadi hal yang lumrah „urf (kebiasaan) di tambak ikan desa Sungai Somor. Jika dikaitkan dengan „urf atau adat kebiasaan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan tentang Motif Perselingkuhan dalam Pernikahan (Studi Kasus tentang Perselingkuhan Seorang Istri di Desa Kranggan,

Dari hasil pengolahan data pada usaha pengolahan gula aren selama periode produksi (1 bulan) di Desa Mancang menunjukkan bahwa nilai R/C Ratio yang

Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Nurmilah Sari dengan penilitian penulis yaitu penulis lebih menekankan pada kasus pernikahan di bawah umur yang

Bangunan wakaf di Mushola Darrul Muttaqin Desa Karas Kecamatan Sedan yang berdiri di atas tanah dengan terdapat adanya bangunan mushola yang menyatu dengan

Pemilukada secara langsung dimaksudkan untuk meminimalisasi terjadinya pembajakan otoritas dari rakyat oleh para wakil lembaga perwakilan. Kesadaran politik warga negara menjadi