• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1. PENDAHULUAN MENGENAI PINANGAN (KHITBAH)

Dimas Ahmad

Academic year: 2024

Membagikan "BAB 1. PENDAHULUAN MENGENAI PINANGAN (KHITBAH) "

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1

Peminangan merupakan langkah pendahuluan menuju ke arah perjodohan antara seorang pria dan seorang perempuan.1 Islam mensyariatkannya, agar masing-masing calon mempelai dapat saling mengenal lebih dekat dan memahami pribadi mereka masing-masing.2 Sehingga perkawinan itu didahului dengan petunjuk dan pemikiran yang mendalam.3 Bagi calon suami, dengan melakukan pinangan (khitbah) akan mengenal empat kriteria calon istrinya, seperti diisyaratkan sabda Rasullullah SAW :

َلاَق مّلسو هيلع الله ىلص ِّيِبّنلا ِنَع ُهْنَع ُالله َيِضَر َةَرْيَرُه ْيِبَا ْنَع ٍعَبْرَ ِلِ َةَأْرَمْلا ُحِكْنُت :

اَهِلاَمِل :

ِلَو اَهِلاَمَجِلَو اَهِبَسَحِلَو َكاَدَي ْتَبِرَت ِنْيِّدلا ِتاَذِب ْرَفْظاَف اَهِنْيِد

( يراخبلا هاور )

Artinya : “ Dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi SAW, bersabda :

“Perempuan itu dinikahi karena empat perkara : karena hartanya, karena nasabnya, karena kecantikannya, dank arena agamanya. Maka pilihlah yang beragama, mudah-mudahan engkau memperoleh penghasilan”(H.R Bukhari).4

Hukum peminangan adalah dianjurkan (istihbab) karena Nabi Muhammad SAW pernah bertunangan dengan Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shidiq, juga dengan Hafsah binti Umar bin Khattab.5

1 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, juz 6, Kairo : Maktabah al-Adab, Tth, hlm. 51

2 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia edisi revisi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, hlm. 79

3 S Ziyad Abbas, Fiqih Perempuan Islam, Jakarta : Pustaka Panji Mas, 1991, hlm. 18

4 Al- Bukhari, Shahih Bukhari, Juz 6, Beirut : Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1992, hlm. 445

5 Abdul Wahab al-Sayyid Hawwas, Ku Nikahi Engkau Secara Islami, Bandung : Pustaka Setia, 2007, hlm. 68

(2)

Pasal 1 bab 1 Kompilasi Hukum Islam huruf a memberi pengertian bahwa :

Peminangan ialah kegiatan upaya kearah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dan seorang perempuan6

Peminangan dapat dilakukan oleh orang yang berkehendak mencari pasangan jodoh tapi dapat pula dilakukan oleh perantara yang dapat dipercaya.7 Peminangan juga dapat dilakukan secara terang-terangan (sharih) atau dengan sindiran (kinayah). Seperti diisyaratkan dalam Surat Al-Baqarah ayat 235, meski sesungguhnya konteks pembicaraannya tentang perempuan yang ditinggal mati suaminya.































































































Artinya: “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang perempuan- perempuan itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf. dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan Ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu, Maka takutlah kepada-Nya, dan Ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.”8

6 Kompilas Hukum Islam, Bandung: Nuansa Aulia, 2011, hlm. 1

7 Ibid hlm. 4

8 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung : Jumanatul Ali-Art, hlm. 38

(3)

Dalam bahasa Al-Qur’an, peminangan disebut Khitbah, seperti pada ayat di atas. Mayoritas ulama menyatakan bahwa peminangan tidak wajib. Namun praktik kebiasaan dalam masyarakat menunjukkan bahwa peminangan merupakan pendahuluan yang hampir pasti dilakukan. Karena di dalamnya, ada pesan moral dan tatakrama untuk mengawali rencana membangun rumah tangga yang ingin mewujudkan kebahagiaan sakinah, mawaddah, wa rahmah. Ini sejalan dengan pendapat Dawud Al-Dhahiry yang menyatakan meminang hukumnya wajib.9 Betapapun juga, meminang adalah merupakan tindakan awal menuju terwujudnya perkawinan yang baik.

Menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 12 ayat 1, pada prinsipnya peminangan dapat dilakukan terhadap seorang perempuan yang masih perawan atau terhadap janda yang telah habis masa iddahnya. Ini dapat dipahami sebagai syarat peminangan. Selain itu syarat-syarat lainnya, perempuan yang dipinang tidak terdapat halangan seperti berikut :

a. Wanita yang ditalak suami yang masih berada dalam masa iddah raj’iah haram dan dilarang untuk dipinang.

b. Dilarang juga meminang seorang wanita yang sedang dipinang pria lain, selama pinangan pria tersebut belum putus atau belum ada penolakan secara jelas dari pihak wanita.

c. Putus pinangan pihak pria, karena adanya pernyataan putusnya hubungan pinangan atau secara diam-diam. Pria yang meminang telah menjauhi dan meninggalkan wanita yang dipinang.10

Pinangan (khitbah) merupakan pernyataan yang jelas atas keinginan menikah, ia merupakan langkah-langkah menuju pernikahan meskipun pinangan tidak berurutan dengan mengikuti ketetapan, yang

9 Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, Semarang : Toha Putra, 1987, hlm. 2

10 Kompilasi Hukum Islam, Op Cit, hlm. 4-5

(4)

merupakan dasar dalam penetapan, dan oleh karena itu seharusnya dijelaskan dengan keinginan yang benar dan kerelaan penglihatan.11

Dalam masa ini antara laki-laki dan perempuan belum boleh bergaul layaknya suami istri, karena belum terikat dalam tali perkawinan.

Larangan- larangan yang berlaku dalam hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya berlaku juga dalam masa pertunangan ini.12

Al-Qur’an tidak menganggap tabu seorang laki-laki meminang seorang perempuan atau sebaliknya (seorang perempuan meminang seorang laki-laki). Sepanjang dilakukan dengan cara-cara yang ma’ruf (dianggap baik).13

Dalam peminangan, laki-laki yang meminang dapat melihat perempuan yang dipinangnya. Melihat (nadhar) terhadap perempuan yang dipinangnya hukumnya sunnah. Dengan melihat calon istrinya, akan dapat diketahui identitas maupun pribadi perempuan yang akan dinikahinya.14 Rasulullah SAW bersabda :

َلاَق الله ِدْبَع ِنْب ِرِباَج ْنَع ُل ْوُسَر َلاَق :

مّلسو هيلع الله ىلص الله ِإ َذ :

َخ ا َب َط َا ُدح ُم ُك َم ْلا ْر َأ َة ِإ َف ِن

ْسا َت َط َعا َا َي ْن ْن َر ُظ ِأ َم ى َل َي ا ْد ْو ُع ِإ َل ُه ِن ى ِحا َك َه ْلَعْفَيْلَفا ( دواد وبأ هاور )

Artinya : “ Dari Jabir bin Abdullah berkata, Rasulullah SAW bersabda : “Jika salah seorang di antara kalian meminang seorang perempuan, sekiranya ia dapat melihat sesuatu darinya yang mampu menambah

11 Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga, Penerbit : Amzah, 2010, hlm. 66

12 Abdul Somad, Hukum Islam : Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012, hlm. 274

13 Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di dunia Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005, hlm. 88-89

14 Al-Shan’any, Subul Al-salam, Juz 3, Jeddah : Al-Haramain, Tth, hlm. 112-113

(5)

keinginan untuk menikahinya, maka hendaklah ia melihatnya”. (H.R Abu Dawud).15

Mengenai bagian badan perempuan yang boleh dilihat ketika dipinang, para fuqaha berbeda pendapat. Ibnu Hazm mengatakan dia hanya boleh melihat dari depan dan dari belakang.16 Imam Malik hanya membolehkan bagian muka dan kedua telapak tangan. Abu Daud membolehkan melihat seluruh badan kecuali dua kemaluan. Sedangkan Abu Hanifah membolehkan dua telapak kaki, muka dan telapak tangan.

Berdasarkan pendapat mayoritas, para ulama berkenan dengan firman Allah SWT dalam Surat An-Nuur ayat 31 :





























































































































































Artinya: “Katakanlah kepada perempuan yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara- saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau

15 Abi Dawud As- Sijistani, Sunan Abu Dawud, Juz 2, Beirut : Darul Ilmiyah, 1996, hlm.

94

16 Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Perempuan, Jakarta: Gema Insani Press, 1999, hlm. 53

(6)

perempuan-perempuan islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”. (QS.

An-Nuur : 31)17

Yang dimaksud “perhiasan yang tampak biasanya” di sini adalah muka dan dua telapak tangan.18 Dan tetap dengan ketentuan, tidak boleh melihat dalam keadaan berduaan dan berada dalam batas-batas akhlak secara umum.19

Prof. Dr. Abdul Madjid Mathlub, ketua jurusan Syari’ah, Fakultas Al-Huquq (hak-hak) Universitas ‘Ain Syams, mengatakan bahwa sesungguhnya meminang dalam syariat Islam merupakan janji untuk penyempurnaan akad nikah. Oleh karena itu, khitbah tidak dianggap sebagai akad, meski khitbah bersamaan dengan pembacaan Al-Fatihah, memberikan sebagian hadiah-hadiah, dan menyerahkan mahar. Meminang terbatas pada pendahuluan yang memberikan hak dari masing-masing dua pihak di dalam pengajaran pemikiran pernikahan dan selama terdapat kebaikan bagi keduanya.

Pinangan seolah sudah menjadi adat yang sangat melekat dikalangan masyarakat di Indonesia bagi mereka yang ingin

17 Al-Qur’an Terjemah, Op Cit, hlm. 353

18 I Tihami dan Sohari sahrani, Fiqh Munakahat, Jakarta : Rajawali Pers, 2010, hlm. 25- 26

19 M Sayid Ahmad Musayyar, Islam Biacara Soal Seks, Percintaan, dan Rumah tangga, Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama, 2009, hlm. 16-17

(7)

melanjutkannya ke jenjang pernikahan. Dan di setiap daerah pun memiliki adatnya masing-masing dalam melakukan peminangan.

Pada dasarnya menerima sebuah pinangan itu adalah boleh (mubah), yaitu diperbolehkan untuk menerimanya, dan diperbolehkan untuk menolaknya. Tetapi, di daerah Jawa Tengah tepatnya di desa Tegaldowo, Kec Gunem, Kab Rembang, terdapat adat istiadat yang mengharuskan untuk menerima pinangan yang datang kepada pihak perempuan. Penyebabnya adalah pandangan masyarakat yang meyakini bahwa jika pihak perempuan menolak, untuk ke depannya dia akan sulit mendapatkan pinangan kembali. Karena para laki-laki akan sungkan untuk meminangnya disebabkan dia pernah menolak sebuah pinangan yang datang kepadanya. Adapun kehidupan anaknya setelah menikah itu bagaimana nanti. Yang penting para orangtua atau wali dari pihak perempuan senang mengetahui anaknya sudah ada yang meminang untuk selanjutnya dinikahi.

Dengan adanya pandangan masyarakat yang seperti ini, banyak kasus yang terjadi akibat keharusan menerima sebuah pinangan. Kasus tersebut mencapai puncaknya pada tahun 2007, tercatat ada 82 pernikahan dan sebagian besar disebabkan karena keharusan menerima pinangan tersebut. Data ini diperoleh dari Bapak Mardi, seorang modin yang pada saat itu menjabat sebagai modin di desa tersebut. Namun yang akan diteliti oleh penulis adalah data jumlah pernikahan dalam periode setahun terakhir yang didapat dari KUA Kec. Gunem.

(8)

Dari latar belakang yang penulis sampaikan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berbentuk skripsi dengan judul “STUDI ANALISIS TENTANG KEWAJIBAN MENERIMA PINANGAN (Analisis Kasus di Desa Tegaldowo Kecamatan Gunem Kabupaten Rembang)

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan rincian masalah yang akan di bahas dalam sebuah penelitian, hal ini bertujuan agar masalah yang di bahas menjadi fokus dan terarah.

Setelah adanya latar belakang masalah yang telah penulis tulis di atas, maka permasalahan yang akan dibahas peneliti adalah :

1. Bagaimana praktik peminangan pada masyarakat Desa Tegaldowo Kec. Gunem Kab. Rembang?

2. Problematika apa yang terjadi dari adanya praktik peminangan pada masyarakat Desa Tegaldowo Kec. Gunem Kab. Rembang?

3. Bagaimana status hukum problematikanya?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang ingin dihasilkan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana praktik peminangan pada masyarakat Desa Tegaldowo Kec. Gunem Kab. Rembang.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis tentang problematika apa yang terjadi dari adanya praktik peminangan pada masyarakat Desa Tegaldowo Kec. Gunem Kab. Rembang

(9)

Adapun manfaat yang ingin dihasilkan adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana dalam menyikapi bermacam-macam adat yang ada di Indonesia dengan mempertimbangkan aspek hukum yang ada dalam Agama Islam.

2. Untuk dapat menjadi akademisi yang progresif dan bisa mengaplikasikan pengetahuan dalam menyikapi permasalahan yang ada di masyarakat.

D. Telaah Pustaka

Dalam penelitian ini, penulis mendapatkan penelitian yang hampir sama dalam pembahasan berbentuk skripsi. Yaitu skripsi yang ditulis oleh 1. Siti Mu’allifah yang berjudul TINJAUAN HUKUM ISLAM

TERHADAP PINANGAN PEREMPUAN KEPADA LAKI-LAKI (Studi Kasus di Desa Menoro Kecamatan Sedan Kabupaten Rembang).

Dalam skripsinya tersebut, Siti Mu’allifah mengemukakan tentang peminangan yang dilakukan oleh seorang perempuan terhadap laki- laki. Dia menuliskan peminangan perempuan kepada laki-laki bermula pada ketidak rukunnya desa Menoro yang terdiri atas dua dusun yaitu dusun Ghaga'an dan dusun Dhamean. Kedua dusun tersebut tidak pernah rukun dan selalu terjadi pertentangan terus-menerus. Dalam rangka untuk mencari kerukunan dan perdamaian, maka anak yang sudah layak untuk menikah dijodohkan antar dusun yaitu dusun Dhamean dan Dusun Ghaga'an. Gadis atau jejaka yang ada di dusun

(10)

Ghaga'an dan Dhamean yang dijodohkan diharapkan membawa kekeluargaan dan kerukunan, dan ternyata dengan cara yang mereka (masyarakat Menoro) lakukan telah membawa kerukunan, karena pada saat itu kedua dusun tersebut tidak mau menjodohkan anaknya, karena masih adanya sifat permusuhan, ketika waktu itu ada masyarakat dhamean yang putrinya belum mendapatkan jodoh, sedangkan umurnya sudah layak untuk menikah mau menjodohkan anaknya dengan jejaka yang ada di dusun Ghaga'an, dan ternyata keduanya mau menerima perjodohan tersebut. Akhirnya pihak perempuan dari dusun Dhamean datang kerumah pihak laki-laki yang ada di dusun Ghaga'an untuk melamar.

Dengan adanya latar belakang tersebut masyarakat memandang adanya peminangan perempuan kepada laki-laki telah menjadi tradisi dan telah menjadikan desa Menoro bersatu dan berjalan hingga sekarang. Karena tradisi ini sudah menjadi adat, maka bagi masyarakat Menoro dalam melakukanya tidak merasa harga dirinya dirugikan bagi pihak perempuan, dan begitu pula bagi pihak laki-laki tidak merasa harga dirinya tinggi. Selain itu tradisi itu juga tidak bertentangan dengan ajaran agama, di samping itu ada baiknya bila yang mengawali melamar adalah pihak perempuan karena untuk menghindari kekhawatiran terjadinya perawan tua.

(11)

2. Skripsi yang ditulis oleh Mochammad Arfan yang berjudul Studi Analisis tentang Hukum Meminang di atas Pinangan Orang Lain Menurut Pendapat Imam Malik.

Dan skripsi selanjutnya, yang ditulis oleh Mochammad Arfan mengemukakan tentang pendapat Imam Malik tentang meminang perempuan yang sudah dalam pinangan orang lain. Menurutnya, Imam Malik menggunakan penafsiran yang berupa Hadits dalam masalah hukum meminang di atas pinangan orang lain itu tidak boleh dilakukan. Begitu juga dengan pendapat para ulama yang lain itu ada yang membolehkan dan ada pula yang tidak membolehkan sesuai dengan hukum-hukum yang mereka terapkan baik dalam Al-Quran maupun dari Hadist. Dalam permasalahan tersebut juga menyangkut adanya syarat-syarat yang melarang tentang hukum yang mengenai dengan pinangan di atas pinangan orang lain itu tidak boleh dilakukan berdasarkan dari hadis yang Imam Malik jelaskan di dalam kitabnya yaitu kitab Al-Muwatta. Dalam mengistinbathkan (mengambil dan menetapkan) suatu hukum, Imam Malik dalam kitabnya Al-Muwatta, itu menjelaskan tentang larangan meminang perempuan yang sedang dalam pinangan orang lain.

3. Skripsi yang ditulis oleh Nindita Qomaria Hapsari yang berjudul Analisis Pendapat Ibnu Hazm Tentang Meminang Perempuan Yang Sedang Dalam Pinangan Orang Lain.

(12)

Selanjutnya adalah skripsi yang ditulis oleh Nindita qomariyah. Dia menjelaskan mengenai meminang perempuan yang sedang dalam pinangan orang lain di sini Ibnu Hazm mempunyai dua pendapat, pendapat yang pertama Ibnu Hazm mengharamkan meminang perempuan yang sedang dalam pinangan orang lain. Jika perempuan tersebut telah resmi bertunangan (menerima tunangannya).

Sedangkan pendapat yang kedua, Ibnu Hazm membolehkan meminang pinangan orang lain dengan syarat bahwa perempuan yang dipinang belum menyatakan menerima ataupun menolak pinangannya (ragu- ragu) dan di samping itu juga disyaratkan bahwa peminang kedua harus lebih baik agama dan pergaulannya terhadap perempuan tersebut, karena untuk menjaga seorang perempuan muslimah dari hal- hal yang dilarang agama, misalnya menjadi murtad. Pendapat Ibnu Hazm tentang diperbolehkan meminang perempuan yang sedang dalam pinangan orang lain itu tetap relevan untuk dipertahankan, dilihat dari sudut pandang normatif maupun sosial masyarakat sebab hal ini sesuai dengan kaidah ushuliyah dan demi menjaga hal-hal yang bersifat dhoruri terutama masalah agama

Skripsi di atas tadi memiliki kesinambungan dengan pembahasan penulis. Akan tetapi, di desa Tegaldowo lebih menekankan terhadap kewajiban menerima pinangan yang dilakukan oleh seorang laki-laki terlebih dahulu. Dan ketika sudah disetujui oleh pihak sang perempuan, baru pihak perempuan melakukan tradisi ngemblog untuk melakukan

(13)

lamaran terhadap pihak laki-laki sebagai tanda penerimaan atas pinangan yang dilakukan oleh pihak laki-laki sebelumnya.

Pembahasan dalam skripsi ini memang hampir sama dengan kasus yang diteliti oleh Siti Mu’allifah, yaitu tentang pinangan yang dilakukan oleh seorang perempuan terhadap laki-laki atau yang biasa disebut oleh masyarakat Jawa dengan sebutan Ngemblog. Dalam pembahasan di sini, pihak laki-laki akan membalas lamaran dari pihak perempuan dengan barang bawaan yang lebih banyak daripada barang bawaann ketika pihak perempuan meminang laki-laki (ngemblog). Karena tradisi ngemblog memang sudah menjadi tradisi di sebagian desa yang ada di Kabupaten Rembang.20 Tetapi, dalam kasus ini, ngemblog menjadi hal yang wajib bagi seorang calon mempelai perempuan karena keharusan menerima pinangan tersebut. Dan kasus inipun belum pernah diteliti sebelumnya.

Karena banyaknya masyarakat yang kurang menyadari bagaimana besarnya dampak dan pengaruh kewajiban menerima pinangan ini. Jadi, skripsi yang penulis dapatkan sebagai tela’ah pustaka berbeda dengan apa yang pernah dibahas oleh penulis skripsi tersebut.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah semua asas, peraturan dan teknik tertentu yang perlu diperhatikan dan diterapkan dalam usaha pengumpulan data

20 Wawancara dengan Bapak Afiq, Kepala KUA Kecamatan Sedan

(14)

dan analisisis untuk memecahkan masalah dibidang ilmu pengetahuan.21 Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian skripsi ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan penelitian kualitatif deskriptif, yang meneliti dan mendeskripsikan dokumen tentang kewajiban menerima pinangan yang ada di desa Tegaldowo Kec Gunem Kab Rembang.

2. Sumber Data

Sumber data yang terkait dengan penulisan skripsi ini yakni : a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek yang diteliti.22Yakni data mengenai kewajiban menerima pinangan di desa Tegaldowo Kec. Gunem Kab. Rembang berupa hasil wawancara, buku daftar isian potensi desa dan kelurahan, data NTCR (Nikah, Talak, Cerai, Rujuk) desa Tegaldowo.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya.23Dalam hal ini data yang diambil yakni dari buku-buku literatur dan kitab-kitab yang sesuai dengan pembahasan penelitian

21 Dolet Unaradjan, Pengantar Metodologi Penelitian Ilmu Sosial, Jakarta : PT Grasindo, 2000, hlm. 4-5

22 Adi Rianto, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, Cet Ke-I, 2004, hlm. 57

23 Zainal Asikin, Penghantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. Ke-1, 2006, hlm. 30

(15)

ini, seperti buku Hukum Islam Di Indonesia (karya Prof. DR. Ahmad Rofiq), Fiqh Sunnah (karya Sayyid Sabiq), Kaidah-Kaidah Hukum Islam (karya Syekh Abdul Wahab Khallaf), dan masih banyak lagi.

3. Penarikan sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan dilibatkan dalam penelitian yang merupakan bagian yang representatif (dapat mewakili) dan merepresentasikan karakter atau ciri-ciri dari populasi.24 Dalam penarikan sampel, penulis mengambil teknik purposeful sampling, yang merupakan salah satu dari teknik non-probability sampling yang berdasarkan kepada ciri-ciri yang dimiliki oleh subjek yang dipilih karena ciri-ciri tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan.25 Creswell mengemukakan sembilan strategi sampling dalam teknik purposefull yang dapat dipilih, dan salah satunya yang digunakan oleh penulis dalam melakukan pengambilan sampel adalah teknik sampling bola salju (snowball sampling). Yaitu, membangun sampel melalui informan26 yang sifatnya sambung-menyambung hingga sampai kepada sasaran.27 Dalam penarikan sampel menggunakan metode sampling bola salju (snowball sampling), penulis menunjuk Bapak Janeng sebagai informan kunci (key informan).

4. Metode Pengumpulan Data

24 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta : Salemba Humanika, Cet Ke-III, 2012, hlm. 104

25 Ibid, hlm. 106

26 Agustina Sitepoe, HOW TO RESEARCH Seluk-Beluk Melakukan Riset, Jakarta : PT Indeks Kelompok Gramedia, 2006, hlm. 246

27 Op Cit, hlm. 111

(16)

Untuk memperoleh data yang valid, maka dalam mengumpulannya digunakan metode sebagai berikut :

a. Kuisioner (angket)

Kuisioner (angket) adalah sejumlah pertanyaan tertulis, yang harus dijawab secara tertulis pula oleh responden. Sehubungan dengan itu angket dapat disebut juga sebagai interviu tertulis.

Informasi yang didapatkan melalui penyebaran kuisioner bisa memberikan gambaran tentang beberapa ciri individu atau kelompok, misalnya jenis kelamin, usia, tahun pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keanggotaan politik, pilihan atau keanggotaan keagamaan, keanggotaan atau bukan keanggotaan di dalam kelompok kemasyarakatan atau perkumpulan persaudaraan.28 Angket ini disebarkan kepada 20 pasangan (sebagai sampel) yang sudah menikah sehingga dapat dideskripsikan bagaimana proses peminangannya sebelum mereka melaksanakan pernikahan.

b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.29Wawancara yang dilakukan oleh penulis kali ini yakni dengan

28 E. Koeswara, Metode dan Masalah Penelitian Sosial, Bandung : PT Refika Aditama, 2009, hlm. 325

29 J. Lexy Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 1993, hlm. 135

(17)

Bapak Suntono (Kepala Desa), Bapak Nasihun (Tokoh Agama), Bapak Mardi (Modin desa Tegaldowo) dan warga Tegaldowo Kec.

Gunem Kab. Rembang.

c. Dokumen

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.30 Dokumen yang digunakan adalah buku daftar isian potensi desa dan kelurahan, dan data jumlah nikah yang terjadi di desa Tegaldowo Kec. Gunem Kab. Rembang.

5. Metode Analisis Data

Analisis data adalah upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain.31

Sesuai dengan data yang diperoleh yakni data kualitatif maka dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis data kualitatif, yaitu mengumpulkan, mengklasifikasikan data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan kemudian dicari dengan teori yang berhubungan dengan masalah yang diteliti selanjutnya ditarik kesimpulannya guna menentukan hasilnya. Hasil dari analisis data

30 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung : Alfabeta, 2012, hlm. 82

31 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi 3, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996, hlm. 142

(18)

kualitatf tersebut selanjutnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan jalan menentukan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahannya yang diteliti dan data-data yang diperoleh.

F. Sistematika Penulisan

Di dalam penyusunan skripsi ini maka penulis akan membagikan ke dalam beberapa bab. Adapun riciannya sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan

BAB II: TINJAUAN UMUM MENGENAI PINANGAN

Pada bab ini penulis mengemukakan landasan teori yang berkaitan dengan pembahasan skripsi yakni pengertian pinangan, dasar hukum pinangan, konsep pinangan dalam Islam, dan konsep ngemblog pada masyarakat Rembang.

BAB III: KEWAJIBAN MENERIMA PINANGAN DI DESA TEGALDOWO KEC. GUNEM KAB. REMBANG

Bab ini adalah penyajian data penelitian. Maka penulis akan menyajikan data mengenai profil masyarakat desa Tegaldowo Kec. Gunem Kab.

Rembang, diskripsi peminangan pada masyarakat desa Tegaldowo Kec.

Gunem Kab. Rembang, problematika peminangan pada masyarakat Desa Tegaldowo Kec. Gunem Kab. Rembang

BAB IV: ANALISIS

(19)

Di dalam bab analisis ini, penulis akan menganalisis tentang praktik peminangan pada masyarakat Desa Tegaldowo Kec. Gunem Kab.

Rembang dan analisis tentang problematika praktik peminangan pada masyarakat Desa Tegaldowo Kec. Gunem Kab. Rembang

BAB V : PENUTUP

Dalam bab penutup ini terdiri atas kesimpulan, saran dan penutup.

Referensi

Dokumen terkait

Adanya pengawasan ketat yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan jumlah dana desa yang diterima selalu meningkat setiap tahun, maka dalam penyelenggaraan Pemerintahan

Pada penetuan tempat untuk Praktik Kerja Lapangan penulis mengajukan surat lamaran dibagian Sales & Marketing Departement disertai dengan surat keterangan dari pihak

Dengan demikian dari kasus-kasus penghinaan yang pernah terjadi di Indonesia dan kasus pencemaran nama baik di Jombang yang ada 4 kasus penulis merasa tertarik

Banyak penduduk Desa Tanggeran yang mengeluhkan kendala yang terjadi, seperti banyaknya biaya dan yang dihabiskan, ketidaktahuan akan penjelasan petugas, dan sering

Efek determistik terjadi bila dosis yang diterima melewati batas ambang dosis tertentu dan bersifat khas untuk bagian jaringan tertentu, misalnya katarak untuk lensa

karena adanya persaingan antar calon Kepala Desa untuk mendapatkan kursi jabatan sebagai Kepala Desa mengingat imbalan yang diterima apabila memenangkan Pilkades. Untuk

Secara khusus kajian ini akan berfokus pada upaya untuk menjawab bagaimana praktik perdagangan suara (vote trading) terjadi antara kandidat kepala desa sebagai

Saat ini masyarakat di Desa Rawa Jaya sudah banyak yang berlomba-lomba untuk mengarahkan anaknya agar tetap melanjutkan pendidikan dengan adanya perubahan pola pikir yang terjadi pada