1
1.1. Latar Belakang
Pembangunan yang semakin pesat, khususnya dalam bidang teknologi dan industri, serta makin meningkatnya penggunaan zat-zat radioaktif diberbagai bidang ilmu pengetahuan, menyebabkan perlunya pemikiran terhadap perencanaan pengelolaan lingkungan secara baik.
Masalah pengelolaan dan keselamatan lingkungan di Indonesia akhir-akhir ini menjadi masalah yang menarik dikaji secara cermat. Agar tidak terjadi kerusakan terhadap lingkungan, maka perlu kiranya dipelajari masalah analisis dampak lingkungan yang didalamnya tercakup pula analisis radioaktivitas lingkungan. Dalam analisis semacam ini perlu ditentukan batasan seberapa jauh dapat diterima penyimpangan keadaan lingkungan dari keadaan semula. Hal ini dapat digunakan untuk menentukan dan menilai keadaan suatu lingkungan.
Menurut Bintarto (1989, dalam Saputro, 2013) lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia baik benda maupun non benda yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh sikap ataupun tindakan manusia. Menurut Mulyanto (2007, dalam Saputro, 2013) interaksi antara organisme atau makhluk hidup termasuk perilaku manusia dengan kedua faktor biotik dan abiotik akan membentuk suatu ekosistem.
Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh-menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejateraan manusia serta makhluk hidup lain (UURI Nomor: 32, 2009).
Menurut Udiyani (2007), radioaktivitas lingkungan menurut asalnya ada dua macam yaitu: radioaktivitas buatan adalah zat radioaktif yang secara sengaja
digunakan sebagai bahan baku dalam suatu proses, atau sebagai produk dan limbah hasil produksi. Contohnya hasil irradiasi untuk obat, pengawetan makanan, pemuliaan bibit, dan untuk menghasilkan energi. Zat radioaktif pencemar yang masuk ke ekosistem akan mengikuti lintas rantai makanan makhluk hidup dalam biosfer dan berakhir pada jaringan tubuh manusia. Radioaktivitas alam adalah radioaktif yang ada di sekitar lingkungan kita yang berasal dari radiasi yang ada di bumi (radiasi primordial) dan radiasi yang berasal dari luar bumi (radiasi kosmogenis). Kedua macam radiasi tersebut sudah ada sejak terbentuknya bumi (Wardhana, 1995). Radionuklida alam penyumbang terbesar terhadap besarnya paparan gamma ke manusia adalah anak luruh U-238, Th-232, dan K-40 (UNSCEAR, 2000).
Penerimaan dosis efektif dari radiasi alami oleh penduduk bumi telah diestimasikan oleh United Nations Scientific Committee on the Effects of Atomic
Radiation (UNSCEAR), dengan rerata sebesar 2,4 mSv per tahun, sedangkan
paparan radiasi terproyeksi dari sumber alamiah sekitar 76,58% dari paparan total oleh manusia yang berasal dari segala jenis radiasi. Sementara itu ambang batas penerimaan dosis efektif rata-rata radiasi gamma di permukaan tanah adalah 0,4 mSv/tahun atau pada interval 0,3-0,6 mSv/tahun. Dosis efektif rata-rata yang diterima penduduk bumi yang berasal dari radiasi alam disajikan pada Tabel 1.1. (UNSCEAR, 2000).
Teori Kant, Buffon, Laplace, Planetesimal Hypothesis, Tidal, Lyttleton, dan teori Weizsaecker merupakan teori yang mencoba menjawab mengenai bagaimana dan waktu terbentuknya bumi ini Proses terbentuknya bumi ini dan waktu terbentuknya, belum ada satu teoripun yang dapat menjelaskannya dengan pasti. Hal ini karena usia bumi jauh lebih tua dari usia keberadaan manusia di bumi ini. (Ardianto, 2009).
Tabel 1.1. Dosis efektif rata-rata yang diterima penduduk bumi yang berasal dari sumber radiasi alam gamma
No. Sumber Dosis efektif rata-rata (mSv/tahun) Interval (mSv/tahun) 1. Eksposur eksternal a) Kosmik b) Gamma pada teresterial 0,4 0,4 0,3-1,0 0,3-0,6 2. Eksposur internal a) Pernafasan (gas radon) b) Makanan dan minuman 1,2 0,3 0,2-10 0,2-0,8 Total 2,4 1-10 Sumber: UNSCEAR, 2000
Bumi sebagai tempat manusia dan makhluk hidup lainnya melakukan kegiatannya tersusun atas empat (sfera), yaitu: atmosfera, hidrosfera, lithosfera dan biosfera. Semua lapisan tersebut menjadi suatu sistem, yang dalam jangka panjang telah mencapai keseimbangan. Dalam studi ilmu lingkungan, lapisan (sfera) tersebut disederhanakan menjadi komponen: udara, daratan, air dan biotik. Komponen darat itu tersusun oleh tanah dan batuan dengan berbagai struktur. Tanah merupakan bagian batuan yang telah lapuk. Batuan dengan berbagai macam variasi dan keadaannya merupakan wadah dari sebagian besar kegiatan makhluk hidup di bumi ini serta menjadi sumber (resources) bagi kehidupan (PPLH UGM, 2001 dalam Ardianto 2009).
Menurut Aarkrog (1979, dalam Sasongko 1997) secara hipotesis radiasi yang membahayakan kehidupan dan sistem biologis, mungkin justru merupakan salah satu prasyarat perkembangan bilogis dan kondisi kehidupan. Radiasi ekstrateresterial dalam bentuk sinar kosmik dari angkasa luar dan radiasi teresterial dari materi planet bumi telah mempengaruhi kehidupan di bumi sejak jutaan tahun yang lampau. Sejak 1940-an saat fisi nuklir mulai mewujud, radiasi lingkungan radionuklida buatan manusia telah menjadi masalah serius. Awal 1950-an, radioekologi telah menjadi
kajian serius di Amerika Serikat sebagai sikap antisipasi manusia terhadap kontaminasi radioaktif lingkungan. Radioekologi berkembang menjadi kajian ilmiah yang secara sistematis menelaah perilaku, distribusi dan mekanisme perpindahan radionuklida dalam berbagai ekosistem (Dahlgaard, 1991 dalam Sasongko, 1997). Kajian tentang radioaktivitas alam pada suatu ekosistem yang berkaitan dengan paparan radiasi (gross), identifikasi radionuklida, dosis radiasi, konsentrasi dan mekanisme perpindahan radionuklida dalm komponen-komponen penyusun ekosistem merupakan syarat yang harus diperhatikan dalam membahas kualitas lingkungan dari aspek radioekolgis (Sasongko, 1997).
Salah satu contoh ekosistem adalah ekosistem gunungapi. Gunungapi mempunyai pengertian yang cukup kompleks, berikut ini:
a) Merupakan bentuk timbulan di permukaan bumi yang dibangun oleh timbunan rempah gunungapi;
b) dapat diartikan sebagai jenis kegiatan magma yang sedang berlangsung; dan c) merupakan tempat munculnya batuan leleran dan rempah lepas gunungapi yang
berasal dari dalam bumi (Alzwar, 1987).
Planet bumi mempunyai banyak cairan. Faktor tersebut sangat mempengaruhi pembentukan dan komposisi magma serta lokasi dan kejadian gunungapi. Panas bagian dalam bumi merupakan panas yang dibentuk selama pembentukan bumi sekitar 4,5 miliar tahun lalu, bersamaan dengan panas yang timbul dari unsur radioaktif alami, seperti elemen-elemen isotop K, U dan Th terhadap waktu. Suatu unsur radioaktif yang terkandung di dalam mineral, pada saat unsur tersebut meluruh menjadi unsur radioaktif yang susunannya lebih stabil, akan mengeluarkan sejumlah bahang (tenaga) panas yang mampu melelehkan batuan di sekitarnya. Secara umum batuan dari gunungapi memiliki kadar radionuklida yang lebih tinggi dari pada batuan endapan. Kerapatan radionuklida berbeda-beda bergantung kepada jenis tanah dan unsur pembentuknya, dan ini adalah penyebab utama adanya perbedaan dosis radiasi dari suatu tempat dengan lainnya (Ardianto, 2009). Apabila radionuklida yang berasal dari batuan mencemari airtanah yang dipakai sebagai sumber air minum, maka akan menyebabkan terganggunya kesehatan penduduk yang memanfaatkannya. Hal ini dapat terjadi karena adanya interaksi radiasi dengan
materi. Interaksi radiasi dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu, interaksi radiasi partikel bermuatan (alfa dan beta), radiasi partikel yang tidak bermuatan (neutron) dan yang terakhir adalah radiasi gelombang elektromagnetik/foton (radiasi gamma dan sinar-x). Karena ketiga jenis radiasi ini memiliki karakteristik yang berbeda maka interaksi yang terjadi akan berbeda (Wardhana, 2006). Adanya interaksi radiasi dengan materi tersebut dapat menyebabkan terkontaminasinya materi yang berinteraksi dengan radiasi yang membahayakan lingkungan airtanah dan manusia yang mengkonsumsinya. Gunungapi Merapi merupakan salah satu gunungapi yang berpotensi menghasilkan radioaktivitas alam dan dapat mencemari airtanah di sekitarnya.
1.2. Rumusan Masalah
Salah satu gunungapi aktif di Indonesia adalah Gunungapi Merapi yang terletak di Jawa Tengah dan DIY dengan ketinggian 2.968 m di atas permukaan laut, dan merupakan salah satu gunungapi aktif yang secara periodik mengalami erupsi antara 4-5 tahunan. Erupsi terakhir terjadi pada tanggal 26 Oktober 2010 dan berlanjut pada tanggal 5 November 2010 yang merupakan erupsi terbesar sejak tahun 1930. Salah satu ciri erupsi Gunungapi Merapi adalah sifat bahayanya yang selain memuntahkan material vulkanik juga menyemburkan awan panas. Menurut Alzwar, dkk. (1987), erupsi gunungapi sebenarnya disebabkan oleh gaya yang berasal dari dalam bumi akibat terganggunya sistem kesetimbangan magma (kesetimbangan gayatarik bumi, kimia-fisika dan panasbumi). Sungai atau kali yang mengalirkan material dari Gunungapi Merapi di lerang selatan adalah Kali Woro, Gendol, Opak, Kuning, Boyong Krasak hingga Code.
Fenomena peristiwa erupsi Gunungapi Merapi seperti yang terjadi pada tahun 2010 menyisakan timbunan material vulkanik, peristiwa banjir lahar dingin, perubahan profil ekosistem sisi selatan Gunungapi dan sekitarnya. Rusaknya hutan sisi selatan Gunungapi Merapi akibat terjangan awan panas, timbunan material panas yang berupa batu dan pasir di atas permukaan tanah di area aliran erupsi kemudian menjadi banjir lahar dingin bila terjadi hujan, rusaknya titik-titik sumber air, adalah contoh akibat yang ditimbulkan. Banjir lahar dingin yang terjadi akibat hanyutnya
material pasir dan batuan oleh aliran air hujan, secara fisik dapat merusak dan merubah topografi daratan, serta lingkungan air dan tanah (Subiantoro dan Handziko, 2011). Debu vulkanik yang disemburkan juga dapat merusak komunitas hutan, mempengaruhi kondisi tanah dan air di sisi selatan Gunungapi Merapi.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Opak merupakan daerah dengan konsentrasi penduduk yang relatif tinggi di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Sungai Opak sebagai sungai utamanya bermata air di kaki Gunungapi Merapi dan mengalir melalui Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Kondisi airtanahnya cukup bervariasi, yang ditunjukkan oleh perbedaan kedalaman muka
air,
karakteristik akuifer, debit jenis dan kualitas airnya. Variasi kondisi airtanah ini menyebabkan perbedaan pola pemanfaatan air di beberapa wilayah.Wilayah Desa Wukirsari terletak sekitar 5 Km arah barat Kecamatan Cangkringan dan 17 Km arah timur ibu kota Sleman, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain di sekitarnya oleh jalur transportasi darat. Wilayah Desa Wukirsari secara geografis terletak di koordinat 07°38’01”LS– 07°40’20”LS dan 110°25’58”BT–110°27’540”BT. Desa Wukirsari secara adminstrasi disajikan pada Gambar 1.1. Desa Wukirsari sendiri terletak pada Satuan Akuifer Merapi I ( Satuan Akuifer Volkan Bagian Atas) terletak pada lereng Volkan Merapi, mulai dari puncak Gunungapi Merapi hingga jalur Pakem-Cangkringan. Material penyusunnya berupa endapan lahar yang lepas dengan material pasir, kerakal dan boulder, sedangkan di bawahnya dialasi oleh aliran lava. Infiltrasi dan hujan di daerah ini merupakan daerah imbuh airtanah yang potensial. Ditinjau dari produktivitasnya, sistem akuifer ini tidak produktif karena kurang mampu menyimpan air. Air yang terinfiltrasi di daerah ini terus mengalir masuk ke Satuan Akuifer Merapi II (Satuan Akuifer Volkan Bagian tengah). Satuan akuifer ini terletak pada lereng kaki gunungapi dan dataran fluvial kaki gunungapi. Daerah sebarannya mulai dari jalur Pakem-Cangkringan ke selatan sampai Prambanan, Kalasan dan Yogyakarta. Material utamanya adalah pasir dan kerakal dengan ketebalan akuifer mencapai 100 meter atau lebih, ditunjukkan oleh material pada beberapa sumur bor hingga kedalaman 100 meter masih berupa material pasir yang bersifat andesitis. Dasar dari akuifer ini berupa aliran lava Volkan Merapi. Adanya jalur-jalur mata air
yang membentuk sabuk mata air pada perubahan lereng merupakan ciri dari satuan akuifer ini. Satuan Akuifer Volkan Merapi Bagian Tengah merupakan akuifer dengan sebaran airtanah luas dengan imbuh airtanah berasal dari lereng gunungapi dan infiltrasi setempat. Memperhatikan daerah imbuh airtanah, material penyusun akuifer dan curah hujan, maka akuifer ini dikategorikan sebagai akuifer mayor, yaitu sistem akuifer yang mampu menyediakan air untuk berbagai keperluan (Purnama, 2007). Geologi desa Wukirsari disajikan pada Gambar 1.2.
Radionuklida yang telah ada dalam kerak bumi, antara lain kalium (K-40), torium (Th-232) dan uranium (U-238). Nuklida uranium di alam adalah nuklida hasil peluruhan U-238. Pemasukan ke tubuh manusia melalui lintas makanan dan pernafasan. Di dalam tulang uranium terdistribusikan secara merata, dengan kadar yang lebih tinggi pada permukaan tulang. Waktu paruh uranium di alam mencapai 4,51 x 109 tahun sehingga masih tersisa hingga sekarang sejak terbentuknya bumi. Radionuklida U-238 dapat memancarkan radiasi berupa radiasi alfa, beta, dan gamma. Radiasi gamma adalah radiasi elektromagnetik yang dipancarkan dari inti atom tereksitasi yang mengikuti proses peluruhan radioaktif, sebagai suatu cara membuang energi eksitasi untuk membuang energi eksitasi ke tingkat dasarnya (Wiryosimin, 1995; Udiyani, 2007).
Radiasi gamma memiliki panjang gelombang sangat pendek dan energi tinggi. Selain itu, karena sinar gamma tidak bermuatan, sinar ini tak dapat mudah dihalangi oleh bahan pelindung, tidak seperti partikel alfa dan beta. Radiasi gamma dapat berinteraksi dengan materi yang dilaluinya, dalam berinteraksi umumnya radiasi memindahkan energinya kepada bahan atau materi yang terlibat dan akan menyebabkan pengkontaminasian pada materi yang berinteraksi. Hal ini dapat membahayakan manusia apabila radiasi gamma mengkontaminasi airtanah di Desa Wukirsari yang selanjutnya dikonsumsi masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Bahaya radiasi gamma apabila berinteraksi dengan materi biologi adalah: Ditinjau dari ada tidaknya batas ambang dosis, efek biologi radiasi dibagi menjadi efek stokastik dan efek deterministik (efek non stokastik). Efek stokastik adalah efek yang dapat terjadi tanpa ada batas ambang dosis dan kejadiannya didasarkan pada peluang yang dapat dialami oleh mereka yang mengalami penyinaran, misalnya efek genetik akibat radiasi yang diderita oleh keturunan kedua orang tua yang mengalami penyinaran. Efek determistik terjadi bila dosis yang diterima melewati batas ambang dosis tertentu dan bersifat khas untuk bagian jaringan tertentu, misalnya katarak untuk lensa mata, kerusakan non-malignan untuk kulit, penghambatan produksi sel pada sumsum tulang yang menyebabkan kelainan haematologi dan kerusakan sel gonad yang dapat menyebabakan kemandulan (Wiryosimin, 1995). Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: “Kajian Sebaran Radioaktif Gamma dalam Lingkungan Airtanah di Sisi Selatan Gunungapi Merapi, Desa Wukirsari Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman”, Sasaran penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:
1) Bagaimanakah sebaran radioaktivitas gamma di sisi selatan Gunungapi Merapi dalam airtanah bebas di daerah penelitian?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1) Mengkaji persebaran radioaktivitas gamma di sisi selatan Gunungapi Merapi dalam airtanah bebas;
2) Merumuskan upaya strategik pengelolaan lingkungan untuk menangani permasalahan potensi terkontaminasinya airtanah oleh radioaktif.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
a) Bagi ilmu pengetahuan; Sebagai sumber referensi dan informasi yang dapat digunakan untuk peneliti-peneliti selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan radioaktivitas lingkungan;
b) Bagi pembangunan; Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam hal perumusan kebijakan dan perumusan baku mutu; dan
c) Bagi masyarakat; Sebagai bahan masukan dan informasi kepada masyarakat khususnya masyarakat yang berada di daerah penelitian.
1.5. Keaslian dan Batasan Penelitian
Banyak penelitian yang telah dilakukan berkenaan dengan pengukuran radioaktivitas lingkungan, antara lain adalah penelitian mengenai penggunaan pupuk fosfat serta kenaikan radioaktivitas tanah akibat penggunaan pupuk fosfat telah banyak dilakukan di luar negeri. Salah satu contoh penelitian adalah penelitian yang dilakukan oleh Kant et al., (2006) di India dengan cara mengukur radioaktivitas gamma dari unsur Ra-226, Th-232, dan K-40. Dengan membandingkan hasil pengukuran radioaktivitas antara tanah pertanian dan tanah non pertanian. Penelitian lain yang serupa di India adalah penelitian yang dilakukan oleh Ghosh et al., (2008) dengan cara mengukur radiasi alfa pada tanah pertanian dan pupuk fosfat yang digunakan di daerah Bengal Barat, India.
Sasongko dkk, (1997), melakukan penelitian untuk mengetahui paparan radiasi alfa, beta, dan gamma di lingkungan pesisir laut Semarang dan proses perpindahan radionuklida hingga ke air laut. Penelitian ini menggunakan spekrometri gamma
untuk menganalisis radioaktivitas pada air laut dan didapati hasilnya bahwa dosis efektif masih dibawah ambang batas yang diperbolehkan.
Penelitian radioaktivitas lingkungan lainnya dilakukan oleh Erfan (2009) tentang pengukuran tingkat radioaktif alam gamma di lereng desa Hargobinangun yang terletak pada Lereng Gunungapi Merapi. Penelitian ini menggunakan spektrometri gamma dan mendapatkan bahwa antara tingkat dosis efektif batuan di lereng Gunungapi Merapi terhadap kesehatan masyarakat di daerah sekitar Gunungapi Merapi masih di bawah batas ambang yang ditetapkan oleh UNSCEAR.
Giyatmi, (2003), melakukan penelitian tentang pencemaran radioaktivitas lingkungan Sungai Code akibat pembuangan limbah cair Rumah Sakit Sardjito serta meneliti kefektivitasan pengelolaan limbah cair di rumah sakit tersebut. Penelitian ini menggunakan spektrometri beta untuk menganalisis sedimen dan limbah cair dari unit kedokteran nuklir kemudian instalasi pengolahan limbah cair sampai pembuangannya di Sungai Code. Hasil penelitiannya adalah dosis efektif tidak melampaui batas ambang dan untuk pengolahan limbah cair dengan cara biologi sudah efektif untuk radioaktivitas lingkungan. Penelitian lain tentang radioaktivitas lingkungan di Sungai Code dilakukan oleh Zaman dkk, (2004). Penelitian ini meneliti kualitas lingkungan Sungai Code dari aspek radioekologinya. Sampel diambil mulai dari hulu hingga ke hilir. Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa, radionuklida yang teridentifikasi pada sampel air dan sedimen Sungai Code Yogyakarta adalah radionuklida alam yang meliputi: 210Pb, 226Ra, 212Pb, 214Pb, 208Tl, 214
Bi, 228Ac, dan 40 K, dengan konsentrasi dalam sampel air dan sedimen Sungai Code meningkat dari daerah hulu ke daerah hilir. Hasil penelitian didapat bahwa, konsentrasi (rerata radioaktivitas) gross beta (β) yang diukur dari sampel air Sungai Code Yogyakarta masih di bawah nilai ambang batas.
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah pengukuran radioaktivitas gamma pada airtanah di Desa Wukirsari yang terletak pada sisi selatan Gunungapi Merapi. Pada penelitian ini pengukuran dilakukan pada airtanah bebas karena sumber airtanahnya merupakan sumur buatan penduduk di lokasi penelitian. Penelitian ini mengidentifikasi radionuklida U-238 pada airtanah bebas di lokasi penelitian, radioaktivitas gamma, dosis efektif, serta pola persebarannya yang akan disajikan
secara spasial, serta peneliti memberikan upaya strategik untuk menangani potensi permasalahan yang akan timbul oleh adanya radioaktivitas alam pada lingkungan airtanah di lokasi penelitian. Penelitian-penelitian terdahulu yang dapat dijadikan referensi sekaligus sebagai perbandingan untuk menunjukkan keaslian penelitian ini disajikan dalam Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Perbandingan penelitian dengan penelitian terdahulu
No Peneliti, Tahun, Judul Tujuan Utama Metode Hasil
1. Gosh, Dipak., Deb, Argha., Sukumar., Sengupta., Patra., K.K. 2008., Measurement of Natural Radioactivity In Chemichal Fertilizer and Agricultural Soil: Evidance of High Alfa Activity.
Mengukur tingkat
radioaktivitas alfa pada pupuk kimia yang digunakan di Bengal Barat, India dan tanah pertanian yang diberi aplikasi pupuk tersebut.
Data penelitian:
aktivitas, energi, dan dosis efektif radiasi alfa, beta, gamma pada tanah.
Metode:
Survey lapangan, dan analisis laboratorium. Analisis Data:
Analisis deskriptif kualitatif, dan analisis kuantitatif.
Hasil pengukuran yang telah dilakukan, didapatkan nilai aktifitas radiasi pada pupuk berkisar antara 141 Bq/kg sampai 2.589 Bq/kg. Sedangkan aktifitas alfa pada tanah berkisar antara 109 Bq/kg sampai 660 Bq/kg. 2. Kant, K., Upadhyay, S.B., Sonkawande, R.G., Chakarvati, S.K. 2006., Radiological Risk Assessment of Use of Phosphate Fertilizers in Soil. Mengukur radioaktivitas gamma dari Ra-226, Th-232, dan K-40 di dalam tanah yang diaplikasi berbagai
jenisnpupuk fosfat.
Data penelitian:
aktivitas, energi, dan dosis efektif radiasi alfa pada tanah.
Metode:
Survey lapangan, dan analisis laboratorium. Analisis Data:
Analisis deskriptif kualitatif, dan analisis kuantitatif.
Konsentrasi radium, thorium, kalium berturut-turut adalah 16,2 ± 0,22; 68,1 ± 1,44 dan 8,75 ± 9,68. Dimana dosis efektifnya adalah 0,45 mSv/tahun sampai 0,59 mSv/tahun, yang masih di bawah batas ambang sebesar 1 mSv/tahun.
3. Sasongko D.P., dan Kusminarto, 1998 Kajian Radioaktivitas Alam Laut Pesisir Semarang
Mengetahui paparan radiasi gross-α dan gross-β dan pembandingnya dengan baku mutu perairan yang berlaku, mengetahui jenis radionuklida dan mengetahui dosis radiasi, konsentrasi dan mekanisme perpindahan radionuklida di laut pesisir Semarang
Data penelitian:
aktivitas, energi, dan dosis efektif radiasi gamma pada air laut.
Metode:
Survey lapangan, dan analisis laboratorium. Analisis Data:Analisis deskriptif kualitatif, dan analisis kuantitatif.
Kualitas lingkungan perairan laut pesisir Semarang masih dalam kondisi baik dilihat dari aspek radioekologi (tidak terdapat radionuklida hasil fisi maupun aktivasi). Faktor distribusi dan bioakumulasi unsur K-40 dan T1-208 di perairan laut lebih tinggi daripada di perairan tawar, ini menunjukkan bahwa sensitivitas radioekologi lingkungan perairan laut lebih tinggi daripada perairan tawar.
No Peneliti, Tahun, Judul Tujuan Utama Metode Hasil 4. Erfan Taufik
Ardianto,2009, Paparan Radioaktivitas Alam Gamma dan Perkiraan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan Manusia di Lereng Gunungapi Merapi
Identifikasi aktivitas radioaktif alam gamma, dan dosis efektif, serta pola sebarannya berdasarkan tingkat
kelerangan Gunungapi Merapi
Data penelitian:
aktivitas, energi, dan dosis efektif gamma pada batuan.
Metode:
Survey lapangan, dan analisis laboratorium. Analisis Data:Analisis deskriptif kualitatif, dan analisis kuantitatif.
Dosis efektif di Desa Hargobinangun yang terletak di lereng Gunungapi Merapi radiasi gamma masih berada di bawah batas ambang yang diestimasikan oleh UNSCEAR.
5. Giyatmi, 2003, Efektivitas Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit Dokter Sardjito Yogyakarta Terhadap Pencemaran Radioaktif
Untuk mengetahui tingkat pencemaran radioaktivitas di lingkungan R.S. Dr. Sardjito
Data penelitian:
aktivitas, energi, dan dosis efektif beta pada air dan sedimen sungai, serta pembuangan limbah cair rumah sakit .
Metode:
Survey lapangan, dan analisis laboratorium. Analisis Data:Analisis deskriptif kualitatif, dan analisis kuantitatif.
Limbah cair rumah sakit Dr. Sardjito telah memenuhi persyaratan baku mutu air bersih, dan pengolahan limbah cair dengan cara biologi sudah efektif untuk radioaktivitas lingkungan.
No Peneliti, Tahun, Judul Tujuan Utama Metode Hasil 6. Badrus Z., Agus T., Rr.
Pasca Sri R.,2004, Studi Analisa dan Pola Persebaran
Radioaktivitas Perairan dan Sedimen (Sudi kasus: Sungai Code Yogyakarta)
Mengetahui kualitas lingkungan sungai Code Yogyakrta dari aspek radioekologi
Data penelitian:
aktivitas, energi, dan dosis efektif pada air dan sedimen sungai.
Metode:
Survey lapangan, dan analisis laboratorium. Analisis Data:Analisis deskriptif kualitatif, dan analisis kuantitatif.
Radionuklida yang teridentifikasi pada sampel air dan sedimen sungai Code Yogyakarta adalah radionuklida alam yang meliputi: 210Pb, 226Ra, 212Pb, 214Pb, 208Tl, 214Bi, 228Ac, dan 40 K . dengan konsentrasi dalam sampel air dan sedimen sungai Code meningkat dari daerah hulu ke daerah hilir.
7. Andreas Ronaldo
Pratama Lakafin., 2014, Kajian Radioaktif Gamma Dalam
Lingkungan Airtanah Di Sisi Selatan Gunungapi Merapi, Desa Wukirsari Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman
Mengetahui aktivitas radioaktif alam gamma pada airtanah dan persebaran dosis efektif alam gamma di Desa Wukirsari.
Data penelitian:
aktivitas, dan dosis efektif pada airtanah dangkal.
Metode:
Survey lapangan, dan analisis laboratorium. Analisis Data:Analisis deskriptif kualitatif, dan analisis kuantitatif.
Aktivitas radioaktif pada airtanah dan persebaran dosis efektif dalam airtanah di Desa Wukirsari masih di bawah batas ambang, sehingga airtanah masih aman utk dikonsumsi masyarakat.
Sumber: Hasil analisis, 2014. Lanjutan Tabel 1.2.