• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KASUS ASET TANAH KOTA MALANG

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "STUDI KASUS ASET TANAH KOTA MALANG"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PRIORITAS KEBIJAKAN ASET UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD):

STUDI KASUS ASET TANAH KOTA MALANG

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Yulia Indriani 155020101111084

JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2019

(2)

LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL

Artikel Jurnal dengan judul :

ANALISIS PRIORITAS KEBIJAKAN ASET UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD):

STUDI KASUS ASET TANAH KOTA MALANG

Yang disusun oleh :

Nama : Yulia Indriani

NIM : 155020101111084

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

Jurusan : S1 Ilmu Ekonomi

Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 10 September 2019.

Malang, 10 September 2019 Dosen Pembimbing,

Dr.rer.pol. Wildan Syafitri, S.E., M.E.

NIP.196912101997031003

(3)

Judul : Analisis Kebijakan Prioritas Aset untuk Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD):

Studi Kasus Kebjakan Aset Tanah Kota Malang Yulia Indriani

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya# Emai: Ylindriii@gmail.com

ABSTRAK

Pengelolaan sumber daya atau potensi kekayaan daerah menjadi hal penting untuk menyokong Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pengelolaan ini tentunya didukung dengan berbagai macam kebijakan yang disusun oleh masing-masing daerah. Oleh karena itu, untuk mendukung pengelolaan dan peningkatan sumber-sumber pendapatan daerah secara optimal dibutuhkan kebijakan yang tepat sebagai alat untuk mencapai tujuan. Terutama dalam kebijakan manajemen pengelolaan aset daerah.

Penelitian ini meneliti terkait pengelolaan Aset Tanah di Kota Malang dengan menggunakan tehnik AHP, yang akan mengunakan 10 Keyresponden yakni akademisi dan praktisi BPKAD Kota Malang.

Dengan menganalisis sistem pengelolaan aset dan menentukan prioritas kebijakan yang bisa dilakukan melalui empat faktor yakni: Faktor Sumber Daya Manusia, Faktor Penatausahaan, faktor Pengawasan dan Pengendalian, dan Faktor Peraturan Pemerintah.

Kata kunci: Manajeman Pengelolaan Aset, AHP, PAD, dan Prioritas Kebijakan

A. PENDAHULUAN

Dalam pelaksanaan otonomi daerah, setiap daerah dituntut untuk menjalankan sistem pemerintahan yang mandiri. Artinya, baik itu dalam hal kebijakan maupun manajemen pemerintahan menjadi tanggung jawab masing-masing daerah. Oleh karena itu, pengelolaan sumberdaya atau potensi kekayaan daerah seperti pajak dan retribusi yang menjadi urusan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota harus dikelola dan ditingkatkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah.

Sebagai alat pencapai tujuan, peran kebijakan menjadi sangat penting sebagai bentuk kontrol terhadap pelaksanaan jalannya pemerintahan. Pelaksanaan kebijakan merupakan suatu kegiatan terencana yang dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Henry, 2015).

Kota Malang merupakan daerah yang salah satunya menyimpan banyak obyek potensial penyokong PAD. Kota Malang terdiri atas 5 (lima) kecamatan yang dibagi lagi atas 57 kelurahan dengan luas wilayah seluas 110.06 Km2. Obyek penopang perekonomian kota ini salah satunya adalah aset tanah yang dimiliki/dikuasai oleh daerah. Berdasarkan catatan tahun 2017, jumlah obyek tanah yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Malang sebanyak 6221 obyek yang tersebar di 5 (lima) kecamatan di Kota Malang. Kota Malang memiliki atau menguasai tanah negara sebanyak 8.256 bidang. Jumlah bidang tanah oleh Pemerintah Kota Malang dimanfaatkan untuk berbagai fasilitas. Beberapa fasilitas tersebut yaitu untuk Gedung penyelenggara Pemerintah Kota Malang, pasar, taman, makam, TPA, TPS, fasilitas sosial, pendidikan, kesehatan, dan digunakan oleh masyarakat untuk berbagai kegiatan dengan membayar kompensasi kepada Pemerintah Kota Malang dengan kata lain pemakaian kekayaan daerah.

Namun, bidang aset daerah penyumbang pendapatan asli daerah dari total lahan aset tempat-tempat tertentu dikuasai oleh Pemerintah Kota Malang hanya sebesar 6.221 bidang. sedangkan jumlah pemanfaatan aset yang aktif sebanyak 5447 bidang. Ditahun 2013-2017 juga terdapat aset yang masih tercatat sebagai piutang atau belum termanfaatkan oleh pemerintah daerah Kota Malang sebesar Rp.

2.373.984.924.

Dengan demikian, untuk dapat melakukan pengelolaan terbaik dalam mengoptimalkan sumber pendapatan daerah harus didukung dengan sebuah kebijakan terbaik. Berangkat dari fenomena mengenai manfaat penting dari adanya pengelolaan aset yang bijak, maka diperlukan kebijakan yang tepat dalam pengelolaan aset tersebut. Rekomendasi kebijakan baik bersifat preventif maupun implementatif penting untuk dilakukan dalam berbagai aspek. Terkait dengan pentingnya pemanfaatan

(4)

tersebut untuk mengoptimalkan potensi yang ada, hal ini menarik untuk dikaji lebih mendalam.

Dengan menganalisa potensi sehingga diharapkan memberikan stimulus bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) baik untuk saat ini maupun dimasa mendatang serta dapat ditindak lanjuti dengan kebijakan pengelolaan yang tepat

B. TINJAUAN PUSTAKA Otonomi Daerah

Kebijakan otonomi daerah merupakan kebijakan yang menggeser dominasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah. Pergeseran ini memberikan peluang dan sekaligus tantangan bagi daerah untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan kepemerintahannya serta meningkatkan akselerasi pembangunan di daerahnya (Ardiansyah dalam Mulyani dkk, 2016). Tujuan umum dari kebijakan daerah/desentralisasi sebagaimana tersirat dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 sebagai berikut :

a. Memberi peluang dan kesempatan bagi terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih (clean and good Govermance) di daerah dalam pelayanan publik, yang berarti pelaksanaan tugas pemerintah daerah harus didasarkan atas prinsip: efektif, efisien, terbuka, dan akuntabel;

b. Meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat;

c. Menjamin keserasian hubungan antara daerah satu dengan daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar daerah dengandaerah lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah;

d. Menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga kebutuhan wilayah negara dan tetap tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia dalam Rangka mewujudkan tujuan negara;

e. Meningkatkan daya saing daerah untuk mendukung ekonomi nasional.

Desentralisasi fiskal

Desentralisasi fiskal menurut UU No. 32 tahun 2004 Tentang pemerintah daerah pasal 1 ayat 7 dan UUD No. 33 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan pemerintahan daerah Pasal 1 ayat 8, adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Wardhono, dkk (2012) desentralisasi fiskal harus diikuti oleh kemampuan pemerintah daerah dalam memungut pajak (taxing power). Secara teori adanya kemampuan pajak, maka yang dikenakan daerah akan memiliki sumber dana pembangunan yang besar.

Pajak yang dikenakan oleh pemerintah ini secara teori dapat berdampak positif maupun negatif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Dampak positif pajak (local tax rate) dapat dijelaskan dengan kenyataan bahwa tax revenue akan digunakan oleh pemerintah untuk membangun berbagai infrastruktur dan membiayai berbagai pengeluaran public. Sebaliknya, dampak negatif pajak bagi pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan karena pajak menimbulkan “dead weight loss of a tax”. Ketika pajak dikenakan pada barang, maka pajak akan mengurangi surplus konsumen dan produsen.

Keuangan Daerah

Keuangan Daerah dapat diartikan sebagai: “semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan parundangan yang berlaku” (Mamesah dalam halim, 2009).

Sumber keuangan daerah adalah sumber yang dapat dijadikan sarana untuk pembiayaan kegiatan daerah dan masuk pada kas daerah. Dalam undang-undang No. 33 tahun 2004 pasal 5 disebutkan sumber Penerimaan Daerah adalah sebagai berikut:

(5)

1. Penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan Asli Daerah dan Pembiayaan.

2. Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari:

a. Sisa lebih perhitungan anggaran daerah b. Penerimaan Pinjaman Daerah

c. Lain-lain Pendapatan

3. Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari:

a. Sisa lebih perhitungan anggaran daerah b. Penerimaan Pinjaman Daerah

c. Dana Cadangan Daerah

Kebijakan Pemenuhan Kebutuhan Publik (Public Management )

Salah satu parameter keberhasilan pemerintah atau ukuran kinerja suatu pemerintahan adalah pengelolaan ekonomi publik, yang indikatornya adalah kesejahteraan masyarakat. Karena itu, pemerintahan yang benar di negara manapun , akan selalu berusaha optimal untuk mencapainya.

Pemerintah adalah pihak yang mewakili dan menjalankan tugas dan fungsi negara dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat suatu wilayah atau negara setidaknya ditentukan oleh dua hal, yaitu: terpenuhinya kebutuhan dan hak publik akan barang dan jasa untuk hidup layak dan mendapatkan pelayanan optimal dari negara sesuai dengan hak-hak warga negara, serta tersalurkannya aspirasi dan keinginan masyarakat sesuai dengan haknya sebagai warga negara. Kedua hal tersebut memerlukan kemampuan pemerintah untuk mengadakan berbagai sarana dan fasilitas publik yang diperlukan oleh masyarakat, disamping juga berbagai jasa pelayanan kebutuhan masyarakat lainnya, seperti masalah pendidikan, kesehatan, ketersediaan barang dan jasa, perlindungan terhadap keamanan dan dari ancaman dan sebagainya.

Pemerintah perlu mengetahui aspirasi dan keinginan masyarakat, kemudian menyalurkan sesuai dengan kemampuan keuangan negara, dengan memperhatikan prioritas yang sudah ditetapkan. pada prinsipnya, lingkup kegiatan ini adalah memuaskan kebutuhan dan keinginan masyarakat luas.

Manajemen Aset Daerah

Salah satu aspek penting penunjang keberhasilan manajemen keuangan daerah adalah dimilikinya sistem manajemen aset daerah yang efektif dan efisien. Aset daerah sebagai salah satu unsur penting dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik harus dikelola dengan baik, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi bahwa pelaksanaan desentralisasi tidak hanya sebatas pada desentralisasi pengelolaan keuangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah dari pemerintah daerah ke satuan kerja perangkat daerah (SKPD), tetapi juga desentralisasi pengelolaan aset daerah hingga ke level satuan kerja. Jika pada era sebelumnya pengelolaan aset daerah tersentralisasi di biro/bagian perlengkapan, maka saat ini pengelolaan aset tersebut terdesentralisasi ke masing-masing SKPD. Oleh karena itu menjadi sangat penting bagi pemerintah daerah untuk mengetahui prinsip-psrinsip manajemen aset daerah agar aset- aset yang ada dapat dikelola secara optimal. (Supriyadi, 2010)

Pengelolaan dalam Bahasa inggris sepadan dengan kata management yang berarti: “The people in a company who are responsible for its operation.” Dengan demikian, yang dimaksud adalah orang- orang atau subyek yang terlibat dan bertanggungjawab atas pelaksanaan pengelolaan Tanah Aset Daerah. Sedangkan konsep pengelolaan berdasarkan ketentuan peraturan Peundang-undangan identic dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah Menyatakan, bahwa pengelolaan barang daerah meliputi: a) Perencanaan kebutuhan dan penganggaran; b) Pengadaan; c) Penerimaan dan pemeliharaan; d) Penggunaan; e) Penatausahaan; f) Pemanfaatan; g) Pengamanan dan Pemeliharaan;

h) Penilaian; i) Penghapusan; j) Pemindahtanganan; k) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian; l) pembiayaan; m) tuntutan ganti rugi. (Supriyadi, 2010)

(6)

Bentuk-bentuk perbuatan hukum atas tanah Milik Daerah dapat berupa: a) Sewa; b) Pinjam pakai; c) Kerjasama Pemanfaatn; d) Bangunan guna serah dan bangunan serah guna. Menurut konsep hukum tanah di Indonesia saat ini, Pemerintah Daerah dapat menguasai tanah dengan Hak Pakai dan Hak Pengelolaan. Hak Pakai diberikan terhadap tanah-tanah yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah untuk pelaksanaan kepada Pemerintah Daerah dengan maksud untuk diserahkan kepada pihak ketiga.

(Supriyadi, 2010)

C. METODE PENELITIAN Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei yang dilakukan di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Malang. Sedangkan data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Adapun pemilihan responden dilakukan dengan teknik pengambilan sampel dengan metode purposive sampling. Data primer diperoleh dari wawancara dengan para akademisi dan staf juga kepala bidang BPKAD Kota Malang. Sampel dalam wawancara ini berjumlah 10 responden, dengan pembagian 5 responden yakni akademisi dari Universitas Brawijaya dan 5 responden praktisi dari BPKAD Kota Malang. Lalu, data sekunder dalam penelitian ini dapat diperoleh melalui dokumentasi berupa laporan tahunan dari BPKAD kota Malang dan literatur-literatur penunjang lainnya seperti buku, jurnal, maupun artikel dari internet yang berkaitan dengan topik penelitian ini.

Metode Analisis

Adapun pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis AHP (Analytical Hierarchy Process). AHP bertujuan memberi prioritas dari beberapa alternatif ketika beberapa preferensi atau kriteria harus dipertimbangkan. Sebelum melalukan analisis, maka dalam teknik AHP harus menyusun struktur hierarki masalah. Adapun rancangan struktur hierarki permasalahan dalam penelitian ini digambarkan pada Gambar 1.1 berikut ini.

Gambar 1.1: Rancangan Struktur Hierarki Permasalahan

(7)

Setelah menyusun rancangan struktur hierarki permasalahan, maka langkah kedua membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif pengaruh setiap kriteria terhadap masing-masing tujuan kriteria. Kemudian dilanjut dengan menghitung prioritas dari masing- masing variabel pada level 1 (kriteria) yakni faktor Sumber daya manusia, Faktor pengawasan dan pengendalian, faktor internal pemerintahan dan faktor kondisi lapangan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Membuat perbandingan berpasangan dari masing-masing kriteria

Dalam mengembangkan matriks perbandingan, Thomas L. Saaty mengusulkan skala 9 peringkat untuk membandingkan masing-masing peringkat secara berpasangan berdasarkan kepentingannya seperti pada Tabel 1.1 di bawah ini.

Tabel 1.1 : Skala Kepentingan Aktivitas-aktivitas Secara Relatif

Skala Keterangan

1 Sama pentingnya. Dua aktivitas memiliki kontribusi yang sama pada sasaran 3 Suatu aktivitas memiliki kepentingan yang sedikit lebih kuat dibandingkan

aktivitas lainnya dalam mencapai sasaran

5 Suatu aktivitas memiliki kepentingan yang lebih kuat dibandingkan aktivitas lainnya dalam mencapai sasaran

7 Suatu aktivitas memiliki kepentingan yang sangat lebih kuat dibandingkan aktivitas lainnya dalam mencapai sasaran

9 Suatu aktivitas memiliki kepentingan yang dominan dibandingkan aktivitas lainnya dalam mencapai sasaran

2,4,6,8 Nilai-nilai yang berada di antara nilai-nilai yang telah disebutkan sebelumnya Sumber : Thomas L. Saaty, 1993

b. Hasil penilaian responden dirata-rata menggunakan geometric mean untuk memilik faktor prioritas/utama. Secara matematis geometric mean dapat dirumuskan sebagai berikut : aij = (Z1, Z2, Z3, ... , Zn)1/n

Keterangan :

aij = nilai rata-rata perbandingan berpasangan kriteria ai dengan aj untuk n partisipan Zi = nilai perbandingan antara ai dengan aj untuk partisipan i, dengan i=1,2,3,...n n = jumlah partisipan

c. Hasil dari setiap perbandingan berpasangan ditampilkan dalam sebuah matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison)

d. Masing-masing elemen dibagi pada kolom tertentu dengan nilai jumlah kolom tersebut

e. Hasilnya dinormalisasi untuk memperoleh vector eigen matriks dengan menghitung rata-rata jumlah baris terhadap empat kriteria. Adapun vector eigen merupakan bobot prioritas keempat kriteria terhadap tujuan.

f. Kemudian dilanjut dengan menghitung rasio konsistensi dengan langkah-langkah sebagai berikut : (1) Nilai matriks perbandingan awal dikalikan dengan bobot

(2) Jumlah baris dikalikan dengan bobot

(3) Menghitung λmaks dengan menjumlahkan hasil perkalian di atas dibagi dengan n 𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠= ∑ 𝑉𝐸

(4) Menghitung indeks konsistensi (CI) 𝑛

Hal ini sangat penting untuk mengetahui konsistensi dari sebuah persepsi dalam suatu pengambilan keputusan. Adapun perhitungannya sebagai berikut :

CI = (λmaks – n) / (n – 1) Keterangan :

CI = indeks konsistensi

λmaks = eigevalue maksimum

n = orde matriks

(8)

(5) Menghitung rasio konsistensi

Kemudian, AHP juga mengukur konsistensi menyeluruh dari beberapa pertimbangan melalui rasio konsistensi dengan perhitungan sebagai berikut :

CR = CI / RI Keterangan :

CR = Rasio Konsistensi RI = Indeks Random Jika :

CR < 0,1 = nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan konsisten CR > 0,1 = nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan tidak konsisten. Sehingga apabila tidak konsisten, maka pengisian nilai- nilai pada matriks berpasangan pada unsur kriteria maupun alternatif harus diulang.

Langkah-langkah di atas untuk menghitung bobot/prioritas masing-masing variabel pada subkriteria (level 2), kemudian untuk menentukan global priority dilakukan dengan cara mengalikan local priority dari masing-masing subkriteria dengan prioritas kriteria. Kemudian, menghitung bobot/prioritas pada alternatif (level 3) dengan cara membandingkan bobot setiap faktor dengan masing masing subkriteria. Setelah mengetahui bobot dari masing-masing faktor dan subfaktor, kemudian ditentukan alternatif yang akan dipilih. Nilai keseluruhan dari masing-masing faktor yaitu jumlah keseluruhan dari perkalian bobot faktor dengan bobot subfaktor. Jadi, alternatif yang akan dipilih adalah alternatif yang memiliki nilai paling tinggi. Adapun variabel-variabel yang dikumpulkan akan diuji secara statistik dengan menggunakan program microsoft office excel yang merupakan perhitungan manual dan mampu memberikan hasil tepat dan akurat dalam melakukan identifikasi pengolahan data.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Perbandingan Prioritas Bobot Pada Level 1 (Criteria)

Tabel 1.2 : Perhitungan Prioritas Bobot Kriteria Pengelolaan Aset Tanah Kota Malang

S P L G jumlah PRIORITAS BOBOT

S 0,076 0,417 0,107 0,032 0,631 0,158

P 0,015 0,083 0,179 0,074 0,352 0,088

L 0,379 0,250 0,536 0,670 1,835 0,459

G 0,530 0,250 0,179 0,223 1,182 0,296

Pada Tabel 1.2 diatas diperoleh nilai prioritas bobot untuk masing-masing faktor bahwa hasil menunjukkan faktor utama yang mempengaruhi kinerja pengelolaan aset tanah Kota Malang adalah Faktor Penatausahaan, dengan nilai prioritas bobot tertinggi yaitu 0,459. yakni sistem administrasi yang kurang tersutruktur, rapi, dan akuntabel. Sehingga diperlukan kegiatan inventarisasi/sensus dan kodefikasi Barang Milik Daerah (BMD) serta melakukan konsolidasi dan sinkronisasi keseuaian data dengan Neraca Aset Pemerintah Kota Malang. Dengan demikian, identifikasi dan inventarisasi aset menjadi bagian penting yang harus dilakukan untuk melakukan pengendalian atas aset itu sendiri.

Kemudian diikuti oleh faktor Peraturan Pemerintah dengan nilai bobot prioritas yaitu 0,296, selanjutnya faktor Sumber Daya Manusia dengan nilai bobot prioritas 0,158 serta terakhir adalah faktor Pengendalian dan Pengawasan dengan nilai bobot prioritas terendah yaitu 0,088. Nilai dari keempat faktor tersebut adalah konsisten, karena hasil analisa menunjukkan nilai consistency ratio (CR) sebesar -1,019, dimana syarat CR adalah < 0,1.

Sumber: Data Primer diolah, 2019

(9)

2. Perbandingan Prioritas Sub-Kriteria Bobot Pada Level 2

Tabel 1.3 : Matriks Bobot Prioritas sub-kriteria Sumber Daya Manusia

S1 S2 S3 S4 jumlah PRIORITAS BOBOT

S1 0,404 0,389 0,417 0,326 1,535 0,384

S2 0,058 0,056 0,083 0,022 0,218 0,055

S3 0,404 0,278 0,417 0,543 1,642 0,410

S4 0,135 0,278 0,083 0,109 0,604 0,151

Pada Tabel 1.3 Diatas diperoleh sebuah nilai prioritas masing-masing dari sub-faktor yang menunjukkan sebuah bobot prioritas utama yang menjadi kendala dalam faktor sumber daya manusia.

Dimana nilai bobot sebesar 0,410 pada sub-faktor Penguasaan Teknologi Informasi menjadi priotitas tertinggi dalam faktor ini. Penerapan SIMBADA sendiri di Kota Malang belum terjadi secara maksimal. Hal ini dikarenakan sistem tersebut belum menginput sistem inventarisasi ataupun beberapa pengarsipan seperti histori kepemilikan aset, nilai aset, serta status aset itu sendiri. Sehingga selama ini yang terajadi adalah, semua masi dalam tahap manual untuk pengecekkan yang berkaitan dengan aset tersebut. Termasuk dalam mengidentifikasi adanya tunggakan ataupun pembayaran retribusi yang telah dilakukan oleh wajib retribusi Selanjutnya adalah sub-faktor kedua yang mempengaruhi kondisi kinerja sumber daya manusia yakni sub-faktor pendidikan dengan nilai bobot sebesar 0,384.

Selanjutnya, diikuti oleh sub-faktor sikap dan keprinadian dengan nilai bobot sebesar 0,151 dan yang terakhir adalah sub-faktor Rendahnya penerimaan Insentif para pegawai dengan nilai bobot sebesar 0,055. Nilai dari keempat sub-faktor tersebut adalah konsisten, karena hasil analisa menunjukkan nilai consistency ratio (CR) sebesar -1,019, dimana syarat CR adalah <0,1.

Tabel 1.4 : Matriks Bobot Prioritas Seb-Kriteria Pengawasan dan Pengendalian

P1 P2 P3 P4 jumlah PRIORITAS BOBOT

P1 0,536 0,662 0,536 0,250 1,983 0,496

P2 0,179 0,221 0,321 0,417 1,137 0,284

P3 0,107 0,074 0,107 0,250 0,538 0,134

P4 0,179 0,044 0,036 0,083 0,342 0,085

Pada Tabel 1.4 Diatas diperoleh sebuah nilai prioritas masing-masing dari sub-faktor yang menunjukkan sebuah bobot prioritas utama yang menjadi kendala dalam faktor Pengawasan dan Pengendalian. Dimana nilai bobot sebesar 0,496 pada sub-faktor Sengketa Lahan dan tidak termuat dalam inventarisasi menjadi priotitas tertinggi dalam faktor ini. Pilihan ini menjadi logis dikarenakan hal ini berkaitan dengan legalitas aset tanah di Kota Malang. Pada tahun 2018 adalah sebesar 13,57%

atau (1.112/8.200 bidang) namun sampai dengan tahun 2018 sebanyak 900 bidang tanah aset daerah yang telah bersetifikat atau 10,97% (837+30 bidang+33 bidang = 900/8.200 bidang) dengan luas 3.170.355. sub-faktor lainnya yang mempengaruhi kondisi kinerja faktor pengawasan dan pengendalian yakni rekam jejak status kepemilikan yang belum jelas dengan nilai bobot sebesar 0,284.

Berikutnya adalah intensitas peninjauan lapangan yang mash rendah dengan nilai bobot sebesar 0,134.

Sub faktor terakhir adalah sub-faktor belum meratanya jangkauan pengawasan dengan nilai bobot sebesar 0,055. Nilai dari keempat sub-faktor tersebut adalah konsisten, karena hasil analisa menunjukkan nilai consistency ratio (CR) sebesar -1,019, dimana syarat CR adalah <0,1.

Sumber: Data Primer diolah, 219

Sumber: Data Primer diolah, 2019

(10)

Tabel 1.5 : Matriks Bobot Prioritas Sub-Kriteria Penatausahaan

L1 L2 L3 L4 JUMLAH PRIORITAS BOBOT

L1 0,597 0,662 0,536 0,438 2,232 0,558

L2 0,199 0,221 0,321 0,313 1,053 0,263

L3 0,119 0,074 0,107 0,188 0,487 0,122

L4

0,085 0,044 0,036 0,063 0,228 0,057

Pada tabel 1.5 bobot penilaian sub-faktor inventarisasi menempati prioritas utama sebesar 0,558 dalam faktor penatusahaan. Dikarenakan inventarisasi yang dimaksud adalah pencatatan dan pengumpulan data agar data yang dikelola leh BPKAD relevan dengan kondisi dan situasi saat ini.

Dasar ini digunakan sebagai acuan kinerja pemerintah daerah baik dalam pengawasan dan pengendalian serta tindakan-tindakan yang dilakukan guna melindungi aset pemerintah daerah. Aapun pilihan prioritas selanjunya yakni sub faktor ketersediaan database yang masih belum akurat dalam rangka penyusunan neraca pemerintah menempati bobot nilai sebesar 0,558. Sedangkan sub-faktor pembaharuan database periodik sebesar 0,122 dan terakhir adalah penyediaan sarana pendukung operasional yang bukan menjadi faktor yang cukup signifikan dalam penentuan kinerja penatausahaan sebesar 0,057. Nilai dari keempat sub-faktor tersebut adalah konsisten, karena hasil analisa menunjukkan nilai consistency ratio (CR) sebesar -1,019, dimana syarat CR adalah <0,1.

Tabel 1.6 : Matriks Bobot Prioritas Sub-Kriteria Peraturan Pemerintah

G1 G2 G3 G4 jumlah PRIORITAS BOBOT

G1 0,107 0,085 0,050 0,028 0,270 0,068

G2 0,036 0,597 0,750 0,417 1,799 0,450

G3 0,321 0,119 0,150 0,417 1,007 0,252

G4 0,536 0,199 0,050 0,139 0,923 0,231

Pada hasil Tabel 1.6 diatas didapatkan hasil kriteria bobot terbesar pada sub-kriteria lemahnya penerapan aturan tata tertib pembayaran retribusi sebesar 0,450. Dalam pelaksanaanya, penerapan aturan tata tertib merupakan media pemerintah dalam mengatur ketertiban bagi wajib retribusi untuk memenuhi kewajibannya. Sementara itu implementasi dari adanya pelaksanaan tata tertib keterlambatan pembayaran wajib retribusi ini belum terlaksana dengan baik. Bobot kedua pada sub- kriteria ini adalah mengenai lambannya penyelesaian izin dokumen kempilikan yang menempati bobot sebesar 0,252, yang mana hal ini relatif memakan waktu yang lama dikarenakan kasus persengketaan lahan melalui proses peradilan. Bobot ketiga yakni mengenai kesulitan izin dalam penyewaan lahan.

Sejak tahun 2015, perizinan sewa lahan sudah melalui akses satu pintu (one door). Namun, yang masi menjadi kendala dalam proses ini adalah proses perpanjangan yang belum efisien dan membutuhkan waktu 2-3 bulan dari proses pengajuan yang dibuat oleh wajib retribusi. Terakhir adalah mengenai nilai pajak retribusi dari aset itu sendiri yang menempati bobot sebesar 0,068. Perhitungan nilai aset saat ini belum pernah melakukan pembaharuan dasar tarif. Sehingga nilai aset tanah terbilang cukup

Sumber: Data Primer diolah, 2019

Sumber: Data Primer diolah, 2019

(11)

rendah dibandingkan daerah lainnya. Untuk nilai aset tanah terendah adalah 750/meter dan tertinggi adalah 3.000/meter. Hal ini tidak diukur berdasarkan pendapatan atau lainnya.

3. Implikasi Terhadap Pilihan Kebijakan Prioritas Dalam Pengunaan Analisis Kebijakan dengan Analytical Hierarchy Process (AHP).

Inventarisasi

Pemerintah Kota Malang belum menatausahakan aset tetap dengan kondisi real. Masi kurangnya penindakan terkait penilaian dan pencatatan aset tetap untuk memenuhi akuntabilitas pelaporan nilai aset. Diperlukan kordinasi yang intens ataupun melakukan rancangan kinerja yang memungkinan pertemuan evaluasi persemester dalam pencocokan data dan mengklarifikasi pendataan yang masuk dalam tahun ersebut. Di eksternal, kordinasi dapat dilakukan dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang untuk melaksanakan sensus ataupun penilaian ulang atas aset tetap tanah. Terakhir, menambah jumlah petugas lapangan untuk membantu melakukan tinjauan lapangan yang lebih intens.

Peraturan Pemerintah

Lemahnya pemberlakuan tata tertib kepada wajib retribusi yang tidak menjalankan tertib pembayaran retribusi aset tanah. Dalam UU No. 2 Tahun 2011 Pasal 54, yakni perlu diperjelas terkait sanksi yang diberikan kepada wajib retribusi yang menunggak selama lebih dari 3 kali pembayaran.

Tindakan ini juga dapat dilakukan dengan penambahan bea matrai sperti yang dilkukan oleh China sebagai bentuk pengawasan pemerintah untuk mengendalikan kepatuhan wajib retribusi. disisi lain, pemberlakukan untuk sanksi tindakan pemerintah dalam hal eksekusi (penyegelan aset) bagi para pelanggar wajib retribusi juga harus disusun jelas dalam peraturan perundang-undangan untuk menciptakan payung hukum yang tegas.

Penggunaan Teknologi Informasi

Penyediaan sistem informasi secara realtime atau data yang berdasarkan kondisi di lapangan masi belum tersedia. Selain itu terkait kordinasi pengelolaan aset melalui sistem elektronik terkendala pada sistem yang tak bisa diakses semua pegawai. Dengan demikian sistem transparansi terkait kondisi aset masi belum berjalan maksimal. Regulasi pengelolaan keuangan daerah masih bersifat statis sehingga kurang mengikuti laju permasalahan yang terjadi dilapangan terutama perihal database aset yang belum memperlihatkan kondisi real.

Legalitas

Belum terpenuhinya aspek legal yang jelas atas status, serta persentase tanah aset yang telah bersertifikat masih sangat kecil hanya mencapai 10,97% pada akhir tahun 2018. Penting untuk melindungi aset dari kehilangan aset dan serta pendapatan daerah. Pemerintah pun wajib melakukan pengamanan fisik, administratif, dan penegakan hukum. Sehingga diperlukan penulusuran dan identifikasi aset dengan cara melakukan peninjauan kelapangan secara langsung atau membentuk konsesus khusus menangani perihal persengketaan sekaligus mengkonfirmasi legalitas kepemilikan aset yang belum diketahui sebelum melakukan pendaftaran ke BPN.

E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

a. Berdasarkan data hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pengelolaan aset tanah Kota Malang. Faktor utama yang menjadi penyebab kurang maksimalnya kinerja optimalisasi pengelolaan aset Tanah Kota Malang adalah inventarisasi aset daerah itu sendiri.

b. Untuk meningkatkan pendapatan asli daerah yang telah dinalisis menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Berikut ini merupakan kesimpulan yang didapatkan peniliti dari hasil perhitungan juga observasi dari berbagai responden berdasarkan proses kinerja yang telah dilakukan BPKAD Kota Malang.

1. Pada dasarnya penyebab utama yang mempengaruhi kinerja pengelolaan aset tanah Kota Malang adalah dari faktor penatausahaan. Adapun penyebab utamanya ialah inventarisasi

(12)

aset daerah terkait penilaian nilai aset, jumlah aset, dan arsip kepemilikan aset yang belum sesuai dengan data dilapangan. Proses ini meilputi sebuah pendataan yang akan memverifikasi dan mengecek data dilapangan meliputi peruntukkan tanah, status tanah, luas tanah, juga penggunaannya.

2. Penegasan aturan pemerintah terkait pemberlakuan tata tertib pembayaran yang masi belum bisa diterapkan dengan sempurna. Tentunya hal ini menjadi sangat merugikan apabila terus dibiarkan. Bahwasanya aset yang menunggak terdapat cukup banyak dan menjadi beban yang tak tertagih. Hal tersebut berpotensi untuk menghilangkan pendapatan daerah yang seharusnya bisa dipergunakan.

3. Pengembangan sumber daya manusia terutama dibidang kemampuan implementasi teknologi informasi juga diperlukan. Hal ini bisa membantu efisiensi dan efektifitas kinerja terutama dalam hal pengelolaan data dalam jumlah yang besar dan mengurangi adanya Human Error. Penggunaan perangkat ini bisa masuk dalam sistem pemerintahan untuk dapat mengefisienkan tugas pemerintah yang semula bersifat manual dan menjadi terotomatisasi.

4. Terakhir ialah tindakan pengawasan dan pengendalian pemerintah terhadap aset itu sendiri terkait legalitas aset yang dimiliki. Mekanisme pemanfaatan yaitu dengan bentuk ijin pemakaian kekayaan daerah atau dengan kata lain sewa oleh masyarakat untuk peruntukkan tertentu namun belum bisa dibuktikan sebagai akad sewa dikarenakan status kepemilikan masi bersifat hak kuasa dan belum memiliki bukti otentik yang mampu memperlihatkan hak atas kepemilikan aset tersebut.

Saran

Adapun saran yang dapat penulis sampaikan pada penelitian ini antara lain:

a. Inventarisasi menjadi hal yang sangat penting untuk mengetahui kondisi real di lapangan.

Adanya jumlah tenaga kerja yang terbatas sehingga memerlukan pihak yang khusus sebagi tim inventarisasi, disamping itu juga proses ini memerlukan waktu yang tidak sebentar.

Sehingga penting untuk melakukan kerjasama baik itu internal pemerintah yakni bidang penatausahaan dan pemanfaatan dan juga di ranah eksternal yakni bersama Dinas Pekerja Umum dan Penata Ruang

b. Dalam hal peraturan pemerintah pemberlakuan tata tertib perlu dilakukan dengan tegas. Oleh karena itu, dibutuhkan pula payung hukum yang jelas seperti keterlibatan beberapa pihak dalam mengeksekusi kelalaian wajib retribusi apabila diperlukan.

c. Penggunaan teknologi informasi pun harus dikembangkan dan ditingkatkan selalu terutama dalam bidang pendataan aset. Database menjadi prihal yang sangat penting untuk dapat di update. Selain itu, informasi yang terdapat dalam sistem informasi baiknya dapat diakses pada semua entitas yang berkaitan untuk memudahkan alur kordinasi tanpa harus bertatap muka.

d. Legalitas terkait penguasaan aset kepemilikan menjadi penting untuk diperhatikan.

Dikarenakan masih banyaknya aset aset milik Kota Malang yang belum memiliki bukti otentik terkait penguasaan aset tanah. Sehingga untuk menjaga atau melindungi dari kehilangan aset pemerintah wajib untuk melakukan pengamanan fisik, administratif juga penegakan hukum yang jelas. Dengan cara peninjauan atau mengadakan konsesus untuk mengkonfirmasi perihal legalitas kepemilikan tersebut.

UCAPANTERIMAKASIH

Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga panduan ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Asosiasi Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya dan Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa diterbitkan.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Henry Faizal Noor, Drs., MBA. 2015. Ekonomi Publik Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Indeks

Supriyadi. 2010. Aspek Hukum Tanah Aset Daerah: Menemukan Keadilan, Kemanfaatan, dan Kepastian Atas Eksistensi Tanah Aset Daerah. Jakarta: PT Prestasi Pustakarya.

Mulyani, Een, Dwi Rachmina, dan Nunung Kusnadi. 2016. Strategi Pengelolaan Aset Tetap Pada Pemerintah Provinsi Banten. Jurnal: Manajemen Pembangunan Daerah. Vol. 8, (No.1) : 42-55 Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah BPKAD Kota Malang Tahun 2015

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akutansi Pemerintah, Hal 17.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah BPKAD Tahun 2018.

Halim, Abdul 2009. Problem Desentralisasi dan Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat Daerah:

Peluang dan Tantangan dalam Pengelolaan Sumber Daya Daerah. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM.

Saaty, T.L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para PemimpinI. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo.

Brojonegoro, B. 1992. AHP (The Analytical Hierarchy Process). Jakarta: Pusat Antar University- Studi Ekonomi Universitas Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Muhammad Rizky (Skripsi, 2014) dengan judul Konflik Aset di Daerah Pemekaran (Studi Kasus Serah Terima Aset Pasar Tradisional di Tangerang Selatan). Penelitian ini

LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN, KESEHATAN DAN PERLINDUNGAN SOSIAL TERHADAP KEMISKINAN PADA KABUPATEN/KOTA DI