• Tidak ada hasil yang ditemukan

studi perbandingan pendapat imam syafi‟i dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "studi perbandingan pendapat imam syafi‟i dan"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

Kajian Perbandingan Pendapat Imam Syafi'i dan Imam Izzuddin Ibnu Abbes As-Salam Terhadap Penjaga Perkahwinan Buruk dan Relevansinya Dengan Tingkah Laku Masyarakat Kontemporari" Oleh: Dinda Saprila Veronika. KAJIAN PERBANDINGAN PENDAPAT IMAM SYAFI'I DAN IMAM IZZUDDIN IBNU ABDIS AS-SALAM MENGENAI WALI NIKAH FASIK DAN RELEVANNYA DENGAN TINGKAH LAKU MASYARAKAT HARI INI”. Bagaimana pendapat Imam Syafi'i dan Imam Izzuddin Ibnu Abbes As-Salam tentang wali nikah yang fasik.

Bagaimana relevannya Wali Nikah Fasiq menurut Imam Syafi'i dan Imam Izzuddin Ibnu Abdis As-Salam di Indonesia. Untuk mengetahui pendapat Imam Syafi'i dan Imam Izzuddin Ibnu Abdis As-Salam tentang wali nikah yang fasik. Untuk mengetahui kaitan Wali Nikah Fasiq menurut Imam Syafi'i dan Imam Izzuddin Ibnu Abdis As-Salam di Indonesia.

Bedanya dengan tesis penulis adalah penulis membahas tentang kedudukan wali nikah fasik dalam konsep Izzuddin Ibnu Abdis As-Salam. Melalui penelitian ini kita akan mendapatkan gambaran tentang analisis kedudukan wali nikah yang jahat dalam konsep Izzuddin Ibnu Abdis As-Salam 19 2. Analisis ini bertujuan untuk mencari dan mengkaji persamaan dan perbedaan pemikiran Imam . Syafi dan Imam Izzuddin Ibnu Abdis As-Salam tentang sifat wali nikah dan sifat Rusyd sebagai wali nikah.

PENDAHULUAN

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Kegunaan Penelitian

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan diskusi lebih lanjut di kalangan masyarakat dan mahasiswa, serta menambah pengetahuan para pembaca khususnya mengenai Wali Nikah Fasik. Penelitian ini nantinya juga akan diberikan kepada perpustakaan UIN Fatmawati Bengkulu, yang secara umum akan dijadikan referensi dan bahan bacaan bagi seluruh mahasiswa mengenai Studi Banding Pemikiran Imam Syafi'i dan Imam Izzuddin Ibnu Abdis Es - Salam di Fasik Wali Nikah dan relevansinya dengan perilaku masyarakat saat ini.

Penelitian Terdahulu

Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pendapat Imam Al-Kasani membolehkan orang fasik menjadi wali nikah daripada Imam Al-Mawardi dan untuk mengetahui apa relevansi pendapat Imam Al-Mawardi dan Imam. Al adalah. -Kasani tentang wali yang jahat dalam pernikahan. di Indonesia. Dari hasil penelitian tersebut, Al-Mawardi berpendapat bahwa orang yang munkar tidak bisa menjadi wali dalam suatu perkawinan karena peranan wali sangat penting dan sah atau tidaknya tergantung dari wali yang turun. Perbedaannya dengan tesis penulis adalah pendapat imam yang diambil, penulis menganalisis kedudukan Wali Nikah Fasik dalam konsep Imam Ibnu Abdis As-Salam.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan karena penelitian ini merupakan penelitian hukum, maka metode penelitiannya didasarkan pada fokus hukum normatif dan empiris. Pendapat Imam Al-Mawardi dan Imam Al-Kasani, (Fakultas Karya Syariah Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2017), hal. Dari hasil penelitian tersebut, Kepala Sekolah di Kota Palangka Raya dalam menentukan apakah seorang wali termasuk wali yang bertuhan, pertama-tama melihat beberapa hal yang menjadikan seseorang pada umumnya tidak bertuhan, yaitu shalat lima waktu yang tidak dilakukan sama sekali, hari Jumat. shalat yang tidak dilakukan secara berturut-turut, kebiasaan bertato dan mabuk-mabukan.

Dari hasil penelitian tersebut mayoritas ulama Syafi’iyah menyatakan bolehnya orang fasik menjadi wali nikah berdasarkan alasannya.

Metode Penelitian

Sumber data dalam penulisan penelitian ini adalah kepustakaan (library study) yang biasanya diperoleh melalui sumber data primer dan data sekunder. Sumber data primer merupakan bahan-bahan yang menjadi acuan atau rujukan pertama dalam penelitian ini. Dengan demikian, analisis sumber data tertulis ditulis langsung oleh penulis sendiri dan sifat sumber data tersebut adalah sumber data utama.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan Kitab Fiqih beserta kitab terjemahan yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti yaitu kitab Qawa’id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam karya Imam Izzuddin Ibnu Abdis Salam. Penulis mengambil berbagai sumber bacaan yang berkaitan dengan materi yang akan dibahas dan melengkapi data primer yang terdiri dari buku, jurnal, skripsi sebelumnya dan internet. Metode yang digunakan untuk menganalisis data ini menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu suatu bentuk analisis yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Kemudian, penulis juga menggunakan metode analisis komparatif, yaitu penelitian yang membandingkan persamaan dan perbedaan dua fakta atau lebih serta sifat-sifat subjek yang diteliti berdasarkan kerangka berpikir tertentu.

Sistematika Pembahasan

Wali Nikah

  • Pengertian Wali Nikah
  • Dasar Hukum Wali Nikah
  • Macam – macam Wali Nikah
  • Syarat-syarat Wali Nikah

Hal ini sama dengan mazhab mayoritas Syafi'iyah yang tidak mensyaratkan wali nikah yang adil. Demikian pula menurut Syafi'i, orang yang melakukan dosa besar dan orang yang fasiq tidak berhak menjadi wali sampai dia bertaubat. Kebanyakan ulama mazhab Syafi’i menghendaki agar walinya adalah orang yang bertakwa dan orang yang jahat tidak boleh menjadi wali nikah putrinya.

Namun, terdapat beberapa masalah atau syarat yang Imam 'Izzuddin Ibnu Abbes As-Salam berpendapat pada dasarnya sama dengan Imam Syafi'i, iaitu kemungkaran adalah salah satu perkara yang boleh menghalang perwalian, kecuali wali nikah. Kesimpulannya, Imam Izzuddin Ibnu Abbes As-Salam pada dasarnya berpendapat sama dengan Imam Syafi'i bahawa kemungkaran adalah salah satu perkara yang boleh menghalang perwalian, kecuali wali nikah. Analisis Perbandingan Pendapat Imam Syafi'i dan Imam Izzudin Ibnu Abdis As-Salam Mengenai Kedudukan Wali Nikah Fasik.

Imam "Izzudin Ibnu Abbes As-Salam berpendapat orang jahat boleh menjadi wali, sedangkan pendapat masyhur Imam Syafi'i ialah orang jahat tidak boleh menjadi wali. Imam Izzudin Ibnu Abbes As-Salam pada dasarnya bersetuju dengan pendapat Imam Syafi'i. 'i bahawa kemungkaran adalah salah satu perkara yang boleh menghalang kewalian.Kaitan pendapat Imam Syafi'i dan Imam Izzuddin Ibnu Abbes As-Salam tentang wali nikah yang buruk dengan tingkah laku masyarakat kontemporari.

Wali Fasik

  • Pengertian Fasik
  • Macam-macam Fasik
  • Ciri-Ciri Fasik
  • Kedudukan Wali Fasik Dalam Pernikahan

BIOGRAFI IMAM SYAFI‟I DAN IMAM IZZUDDIN

Riwayat hidup Imam Syafi‟i

Imam asy-Syafi'i lahir pada bulan Rajab tahun 150 H (767 M), beliau dilahirkan di Ghuzah, nama sebuah desa di daerah Palestina, Syam, daerah Asqalan. Ketika ia berumur dua tahun, ibunya memindahkannya ke Hijaz yang sebagian besar penduduknya berasal dari Yaman. Ibunya sendiri berasal dari Azdiyah, keduanya tinggal di sana.Setelah ayahnya meninggal, ketika ia berumur 2 tahun, ibunya membawanya ke Mekkah, tempat kelahiran nenek moyangnya.

Imam asy-Syafi'i telah menghafaz al-Quran sejak kecil dan berguru dengan pengarang terkenal iaitu al-Huzil i al-Badiyah. Asy-Syafi'i muda juga menghafal sejumlah syair dan mematangkan penguasaan bahasa dan sastera Arab. Asy-Syafi'i muda belajar di bawah mufti Mekah bernama Muslim bin Khalid az-Zanji sehingga diberi kebenaran untuk mengeluarkan fatwa pada usia 15 tahun.

Kemudian dia meriwayatkan hadis daripada Sufyan bin Ujaynah, al-Fadal bin Ijad dan daripada bapa saudaranya Muhammad bin ash-Syafi'i serta perawi hadis yang lain. Pada diri Imam asy-Syafi terkumpul pelbagai jenis kemuliaan, antara jenis kemuliaan ialah: Nasab suci bertemu dengan nasab Rasulullah, keduanya dalam nasab dan nasab yang sangat baik. Ini semua adalah kemuliaan dan kemuliaan tertinggi yang tidak dapat dinilai secara material.

Dan oleh sebab itulah, Imam asy-Syafi'i, selain dari tempat kelahirannya yang mulia, juga lahir dari keturunan yang mulia.

Pemikiran Fiqh Imam Syafi‟i

Beliau juga dikenali sebagai seorang yang jujur, soleh, wara, zuhud, alim dan mempunyai pelbagai lagi kebaikan. Mazhab Syafi'iyah ini merujuk kepada Al-Quran, Sunnah, Ijma dan Qiyas. Imam asy-Syafi'i juga meninggalkan amalan istihsan diikuti oleh mazhab lain seperti Maliki dan Hanafiyah 54.

Karya-karya Imam Syafi‟i

Kitab al-Umm merupakan rujukan terpenting dalam mazhab Syafi'iyah ketika membahas fiqih. Kitab ini juga membahas tentang pendapat Imam Syafi'i yaitu Qaul Qadim atau yang bisa disebut pendapat lama, dan ada juga Qaul Jadid atau yang bisa disebut pendapat baru. Kitab ini terdiri dari delapan bagian dan telah dicetak beberapa kali, bersamaan dengan kitab Ushul Fiqih Imam asy-Syafi'i yang diberi judul ar-Risala pada tahun 1321.

Imam Syafi'i hanya menggunakan empat jenis metode istinbath yang sah, metode istinbath Imam Syafi'i sama dengan metode istinbath Syafi'iyah. Pemahaman Imam Syafi’i ini diperkuat dengan firman Allah yang artinya “Dan taatilah Allah dan Rasul agar kamu diberi rahmat”. Ijma, yang dimaksud ijma menurut mazhab Syafi'iyah adalah ijma sahabat (kumpulan sahabat).

Biografi Imam "Izzuddin Ibnu Abdis As-Salam" Tokoh fiqh agung Mazhab Syafi'i bergelar Sultan al-Ulama (pemimpin Ulama), salah seorang pemikir Islam terkemuka dalam bidang hukum Islam dan khusus mengkaji. teori maqasidus shari'ah ialah Izzuddin Ibnu Abdis Assalamualaikum. Dalam bidang fiqh, beliau belajar secara langsung dengan Imam al-Amidi, tokoh fiqh terkemuka Mazhab Syafi'i ketika itu. Selain itu, murid-muridnya yang lain yang turut menjadi ulama besar dan terkenal hukum Mazhab Syafi'i pada zamannya ialah Alaudin abu al Hasan al Baji, Tajuddin bin Farkah, Abu Muhammad ad Dimyati dan Ahmad Abu al Abas ad Dasynawi.

Metode Istinbath Imam Izzuddin Ibnu Abbes As-Salam Sebagai pengikut Mazhab Syafi'i, Imam Izzuddin sepakat menjadikan Al-Qur'an dan Hadits sebagai sumber pertama dan utama dalam risalah hukum Islam. Menurut Imam Syafi'i, peranan wali sangat penting dalam suatu perkawinan, baik bagi perempuan dewasa (janda), anak perempuan, anak kecil atau bagi perempuan lain yang hendak melangsungkan akad nikah. 209 dikutip oleh Gina Prasetia, Wali Nikah yang Tidak Beriman Menurut Syafi'iyyah dan Relevansinya dengan Perundang-undangan di Indonesia.., hal.71.

Seorang Imam meyakini bahawa makna yang paling tepat ialah yang terdapat dalam kitab al-Baab, Ibnu Daud menukil dari Imam asy-Syafi'i dalam kitab al-Buayti, Imam Syafi'i berkata: Sesungguhnya kejahatan adalah sesuatu yang kurang dari membahayakan persaksian sehingga kejahatan menghalang kewalian seperti hamba (hamba tidak boleh menjadi wali). Undang-undang Islam yang masuk ke Indonesia adalah hasil ijtihad ulama, dan dari banyak ijtihad ulama, ijtihad ulama pengikut Imam Syafi’i diikuti ramai. Kedudukan wali dalam pelaksanaan nikah di Indonesia bagi umat Islam adalah sama dengan pendapat ulama Syafi'iyah, iaitu menjadikan wali dari pihak perempuan sebagai rukun nikah, dan walinya mestilah beragama Islam. lelaki yang telah baligh, manakala sebelah lelaki tidak mempunyai wali.

Dan jika pendapat Imam Syafi’i ini diterapkan di Indonesia, maka akan banyak terjadi perkawinan yang walinya akan dialihkan kepada hakim atau wali yang jauh namun benar-benar alim, shaleh dan adil.

Pemikiran Fiqh Izzuddin Ibnu Abdis As-Salam

Karya-Karya Izzuddin Ibnu Abdis As-Salam

Metode Istinbath Izzuddin Ibnu Abdis As-Salam

ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPAT IMAM

Analisis perbandingan pendapat Imam Syafi‟i dan

Relevansi Pendapat Imam Syafi‟i Dan Imam Izzuddin Ibnu

Referensi

Dokumen terkait

Menurut para ahli yang dimaksud dengan perbandingan mazhab (muqarunatul mazuhib\ ialah "Himpunan pendapat para imam- imam mujtahid dengan dalil-dalinya pada satu

Artinya: “Yang asal pada perintah untuk wajib”. Demikian Imam Syafi’i begitu juga dengan ulama-ulama lain, menghendaki tidak sah nikah tanpa adanya saksi. Imam Syafi’i

Imam Syafi‟i dalam kitabnya Al-Umm tidak mengatakan secara langsung mengenai penyamarataan pembagian zakat kepada asnaf zakat, tetapi mengenai pendapat Imam

Karena adanya perbedaan antara Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i, maka yang menjadi rumusan masalah adalah bagaimana pendapat Imam Syafi'i tentang wakaf yang diwariskan

Imam al-Baghawi berpendapat satu kali kuantitas pengakuan zina sudah cukup untuk ditetapkan hukuman itu lebih kuat dari pada pendapat yang dikemukakan Imam Ibnu Qudamah, bahwa

Adapun pendapat hukum mengajarkan al-Qur’an sebagai mahar dalam pernikahan menurut Imam kamaluddin bin al-Humam al-Hanafi dengan mengutip Imam Abu Hanifah berpendapat

Pada bab III, penulis telah menjelaskan secara rinci pendapat Imam Syafi’i tentang wasiat untuk anak dalam kandungan, secara ringkas dapat diulas kembali untuk kemudian

Pokok permasalahan yang penulis bahas dalam penelitian ini adalah bagaimana pendapat Imam Taqiyuddin al Hishni asy Syafi’i tentang perwakilan perwalian dalam majelis akad nikah..