• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber Daya Manusia terhadap Kinerja UMK?

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Sumber Daya Manusia terhadap Kinerja UMK?"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Sumber Daya Manusia terhadap Kinerja UMK?

Putri Mega Desiana* dan Ramitha Janira Cindi

Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, 16424, Depok, Indonesia

Usaha Mikro Kecil (UMK) memiliki peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan kuali- tas masyarakat di Indonesia, terutama dalam hal ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengeta- hui peran mediasi work-life balance dan komitmen afektif terhadap praktik sumber daya manusia dan dampaknya kepada kinerja UMK. Tidak hanya organisasi besar, organisasi kecil pun memi- liki praktik SDM, meskipun masih sangat sederhana, yang dapat berpengaruh terhadap kinerjanya.

Selama ini work-life balance dan komitmen afektif banyak diteliti di organisasi besar dan diang- gap memiliki peran penting dalam rangka peningkatan kinerja organisasi, namun bagaimana peran work-life balance dalam meningkatkan kinerja di usaha kecil belum banyak dikaji. Sebanyak 134 UMK yang berada di Jabodetabek menjadi responden dalam penelitian ini, dan analisis dilakukan dengan menggunakan structural equation modeling. Penelitian ini menghasilkan temuan yang men- arik, work-life balance yang biasanya memiliki pengaruh positif ternyata berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kiner a . al ini diduga karena untuk terus memastikan kegiatan opera- sional berjalan lancar dan kinerja organisasi meningkat, maka pemilik UMK harus terus memantau organisasi, sehingga waktu yang dihabiskan di tempat kerja akan semakin banyak.

Kata kunci: work-life balance, affective commitment, human resource practices, performance, micro and small enterprises

Do Work Life Balan e and Affe tive Commitment Mediate the Impa t of Human Resource Practices on MSEs Performance?

icro and Small Enterprises SEs have an integral role in ndonesian society s growth and development, especially in the economic sector. This study aims to determine the mediating role of work-life balance and affective commitment to human resource practices and its impact on the per- formance of SEs. Similar to large organizations, small organizations also implement practices, although they are still very simple, affecting the organization s performance. So far, work-life balance and affective commitment have been widely studied in large organizations and are considered essen- tial in improving organizational performance. owever, the role of work-life balance in improving small businesses s performance has not been widely studied. This study was conducted with a total of 134 respondents from MSEs in Jabodetabek. The analysis was carried out using structural equation modeling. Some interesting findings were found, the work-life balance, which usually has a positive effect turns out to have a negative and significant effect on the performance of SEs. The reason is presumably because MSEs owners must do constant monitoring to continue smooth operational activities and increase organizational performance hence the time spent in the workplace was in- creased.

Keywords: work-life balance, affective commitment, human resource practices, performance, micro and small enterprises

* Alamat email korespondensi: [email protected]

(2)

PEnDAHUlUAn

Usaha Kecil Menengah (UMK) saat ini men- dominasi lingkungan bisnis di beberapa negara, terutama di negara-negara berkembang, salah satunya adalah negara Indonesia. UMK memi- liki peran dalam pertumbuhan dan perkemban- gan kualitas masyarakat di Indonesia terutama dalam hal ekonomi. Peran UMK dapat dili- hat dari penyerapan tenaga kerja, terciptanya unit-unit kerja baru, peningkatan pendapatan masyarakat, dan distribusi hasil-hasil pemban- gunan sehingga berkontribusi pada pertumbu- han ekonomi dan stabilitas nasional (Benzing

& Chu, 2009; Gamidullaeva, Vasin, & Wise, 2020). UMK juga memiliki stabilitas yang tinggi dibandingkan organisasi besar ketika krisis ekonomi terjadi. Ketika krisis ekonomi melanda Indonesia pada kurun waktu 1997 hingga 1998, UMK terbukti tetap mampu ber- tahan (Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, 2015). Setelah resesi berlalu, UMK memainkan peran penting dalam perbaikan per- ekonomian negara berkembang, khususnya In- donesia (Kementerian Koperasi dan Usaha Ke- cil dan Menengah Republik Indonesia, 2015).

efinisi ber ariasi pada setiap negara, dan se auh ini tidak ada definisi spesifik untuk UMK yang diambil sebagai referensi oleh selu- ruh pakar ekonomi, badan statistik atau peneliti (Berisha & Pula, 2015). Kriteria paling umum yang digunakan untuk mengkategorisasi UMK adalah kriteria kuantitatif layaknya jumlah kary- awan atau jumlah omset usaha. Sebagai contoh berdasar OECD (2010), pada negara Australia dan Kanada, usaha mikro adalah usaha dengan jumlah karyawan 0-9 orang dan usaha kecil adalah usaha dengan jumlah karyawan 10-49 orang. Di negara Jepang, usaha mikro memiliki 4-9 karyawan dan 10-49 karyawan pada usaha kecil. Amerika serikat memiliki persebaran yang lebih besar pada usaha kecil dimana usaha mikro terdiri atas 1-9 orang dan usaha kecil ter- diri dari 10-99 orang (OECD, 2010).

i ndonesia, terdapat dua definisi ang umumnya digunakan (Bank Indonesia, 2010) aitu definisi berdasar adan usat tatistik dan Undang-Undang. Badan Pusat Statistik (BPS)

mengkategorikan badan usaha berdasar jumlah karyawan, yaitu badan usaha kecil dengan jum- lah karyawan 5-19 orang dan usaha menengah dengan jumlah karyawan 20-99 orang sedan- gkan badan usaha mikro tidak dikategorikan.

Berdasar peraturan akan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang terdapat dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2008 dijelaskan bahwa UMKM adalah perusahaan kecil yang dikelola atau dimiliki seseorang dengan jumlah kekayaan dan pendapatan tertentu. Kriteria us- aha mikro adalah memiliki aset yang lebih ke- cil atau sama dengan Rp 50.000.000 dan omset lebih kecil atau sama dengan Rp 300.000.000 per tahun, usaha kecil memiliki aset dalam range Rp 50.000.000 hingga Rp 500.000.000 dan omset dalam range Rp 300.000.000 hingga Rp 2.500.000.000 per tahun.

UMK memiliki kontribusi sebesar 58,92% un- tuk Produk Domestik Bruto dan 97,30% untuk menyerap tenaga kerja. Kenyataan ini mem- buat UMK mulai menjadi perhatian bagi per- tumbuhan ekonomi Indonesia yang merupakan negara berkembang (Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, 2015). Selama lebih dari satu dekade terakhir, UMK mengalami tingkat perkembangan sangat cepat (Puja & Reddy, 2011). Menurut beberapa penelitian, kondisi ini terjadi karena para wirausahawan lebih me- milih untuk menjalankan bisnis berskala kecil

ang memiliki keunggulan dalam eksibilitas.

(Hendrickson, & Psarouthakis, 1998; Vettrisel- van et al., 2012).

Untuk mempertahankan keberlangsungan usaha dan berkontribusi pada perekonomian, UMK harus mampu meningkatkan kinerjanya.

Peningkatan kinerja UMK dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya (Purwaningsih & Kusuma, 2015).

eskipun memiliki peran ang signifi- kan dalam perekonomian suatu negara, namun dalam pelaksanaannya UMK menghadapi be- berapa tantangan karena kurangnya kemam- puan manajerial untuk mengelola sumber daya manusia. Pengelolaan sumber daya manusia tidak hanya dibutuhkan oleh organisasi besar saja, namun juga menjadi hal yang penting bagi

(3)

( ne o i , u atli , i i , ).

Beberapa penelitian menemukan bahwa UMK sudah secara aktif menerapkan praktik sumber daya manusia dalam operasionalnya (Lai, Sari- dakis, Johnstone, 2016; Sheehan, 2013).

Dalam lingkungan bisnis di mana ekonomi ber- basis pengetahuan berkembang, praktik sumber daya manusia atau uman esource Practices (PSDM) memiliki peran yang lebih penting dibanding sebelumnya. Melaksanakan praktik manajemen SDM yang baik dapat menjadi fak- tor penentu apakah organisasi akan dapat mem- produksi barang atau asa se ara efisien, serta apakah organisasi mampu mencapai tujuan or- ganisasi (Virk, 2017).

Bagi UMK, praktik manajemen sumber daya manusia sangat penting karena sifat dari UMK itu sendiri. Dalam bisnis mikro dan kecil, di- mana kegiatan operasional dilaksanakan den- gan sumber daya yang terbatas, terdapat waktu pertemuan yang intensif antara karyawan dan pemilik usaha (Bhatia, 2012). Akibatnya, men- jaga praktik manajemen yang baik bukan hanya membuat organisasi mampu mempertahankan karyawannya, namun juga dapat menjadi daya tarik bagi calon karyawan baru untuk mau ber- gabung dengan UMK. Hal ini berbeda dengan pemikiran awal bahwa pengelolaan sumber daya manusia tidak penting untuk organisasi kecil. Dalam beberapa kasus, terdapat keper- cayaan dan pandangan bahwa organisasi kecil tidak benar-benar membutuhkan sumber daya manusia dalam kegiatan operasional sehari- hari mereka. Namun, beberapa penelitian telah membantah paradigma ini melalui bukti empiris akan adanya hubungan positif antara manaje- men sumber daya manusia dan kinerja pada organisasi kecil (Heneman, Tansky, & Camp, 2000; Lai, Saridakis, and Johnstone, 2017).

Sebuah penelitian di Tamil Nadu, India men- emukan bahwa tidak ada praktik manajemen sumber daya manusia disana. Tidak adanya fasilitas medis, kinerja organisasi yang buruk, dan upah yang tidak memadai meningkatkan kecenderungan bagi karyawan untuk berpindah dari satu UMK ke UMK lainnya. Tingginya

tingkat turnover dan rendahnya loyalitas pada akhirnya berdampak pada jumlah UMK yang

“sakit”, di samping proses produksi yang masih tradisional serta kepuasan pelanggan yang ren- dah (Vettriselven & Balakrishnan, 2014). Jum- lah ini meningkat karena organisasi kesulitan untuk menghadapi masalah penggantian kary- awan. Penelitian lain akan pentingnya praktik sumber daya manusia menunjukkan bagaimana praktik tersebut dapat meningkatkan kinerja organisasi. Menerapkan praktik sumber daya manusia layaknya memberikan pelatihan, ter- bukti memiliki hubungan positif dengan kinerja organisasi, khususnya dalam hal pendapatan (Mattare & Monahan, 2010). Dengan memberi- kan pelatihan kepada karyawan, itu bisa menin- gkatkan motivasi mereka karena banyak kary- awan tidak hanya gaji, tetapi juga kesempatan untuk pengembangan diri.

Dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi, Work-life balance (WLB) sering menjadi topik yang menarik untuk dibahas. Namun kajian mengenai perilaku organsasi, khususnya WLB, dalam lingkup UMK masih terbatas (Purwan- ingsih & Kusuma, 2015). Cukup banyak prak- tik WLB di organisasi besar, namun organisasi kecil belum banyak yang mempraktikannya.

Oleh karena itu, dampak positif dari praktik WLB di UMK belum dapat dikaji lebih lanjut ( egarra ei a, n he idal, abriel e- garra Na arro, ). elain berdampak pada karyawan, WLB juga dirasakan penting oleh pemilik UMK yang turut menjalankan bisnis- nya (Hamburg, 2015). Pemilik UMK meng- habiskan waktu lebih banyak dalam bekerja mengelola UMK karena memiliki tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan kary- awan. Kesuksesan atau kegagalan dari UMK merupakan tanggung jawab pemilik.

Selain WLB, komitmen afektif terbukti ber- peran dalam meningkatkan kinerja organisasi (Chang & Chen, 2011). Komitmen afektif, yang merupakan rasa keterikatan secara emosional terhadap organisasi, dinyatakan sebagai inti dari komitmen organisasi (Meyer & Hersco- vitch, 2001) dan diindikasikan selalu terdapat dalam berbagai teori dan konsep komitmen

(4)

multi dimensi (Mercurio, 2015). Jika diband- ingkan dengan komitmen normatif dan kontin- uan, komitmen afektif terbukti paling berdam- pak signifikan terhadap absensi, organizational citizenship behaviour dan kinerja (Solinger et al, 2008). Dalam penelitian ini, komitmen af- ektif berperan sebagai mediator karena peran- nya yang krusial dalam memediasi antara indi- vidu dan organisasi (Mercurio, 2015).

Survey dilakukan kepada 134 UMK yang terse- bar di Jabodetabek. Penelitian ini mengambil sampel UMK di wilayah sekitar Ibukota negara Indonesia, yang mungkin tidak merepresentasi- kan se ara Nasional, namun mere eksi- kan perkembangan UMK di wilayah yang luas di sekitar ibukota negara.

KA IAN PUSTAKA

Peran Praktik Sumber Daya Manusia

Praktik sumber daya manusia adalah sebuah kegiatan yang dilakukan oleh sebuah organisasi dalam mengelola karyawannya. Kegiatan ini meliputi perencanaan, perekrutan, seleksi, pen- gelolaan kinerja, pelatihan dan pengembangan Armstrong (2014). Dalam sebuah organisasi, memberikan pelatihan tidak hanya merupakan usaha untuk menjaga kinerja namun juga untuk menarik calon karyawan baru dari pasar. Hal ini sangat penting karena di pasar tenaga kerja, UMK harus bersaing tidak hanya dengan usaha pada tingkat yang sama, tetapi juga organisasi menengah dan besar. Oleh karena itu, mereka harus menawarkan lebih banyak jika mereka ingin merekrut karyawan terbaik.

Dalam beberapa penelitian, proses perekrutan telah terbukti sebagai salah satu faktor terpent- ing dari kesuksesan bisnis (Bailey et al., 2008;

Williamson, 2010). Hasil serupa juga diper- oleh dari penelitian yang dilakukan di Inggris.

Dalam penelitian oleh Sheehan (2013), ditemu- kan bahwa organisasi yang berinvestasi dalam manajemen sumber daya manusia mengalami peningkatan kinerja dalam hal tingkat inovasi, profitabilitas, dan rendahn a perputaran. n- tuk meningkatkan kinerja keuangan, pembe- rian kompensasi, pelatihan dan pengembangan

adalah praktik paling penting yang harus di- lakukan. Di sisi lain, untuk mengurangi turn- over tenaga kerja, selain dari proses pelatihan dan rekrutmen, penilaian kinerja dan berbagi informasi juga merupakan praktik yang efektif.

Secara umum, dapat disimpulkan bahwa pela- tihan dan pengembangan penting untuk semua dan mungkin juga dapat diterapkan untuk lang- kah-langkah yang berbeda (Sheehan, 2013).

Penelitian oleh Baptiste (2008) menemukan bahwa implementasi praktik SDM akan mem- pengaruhi keseluruhan kesejahteraan, terma- suk keseimbangan kehidupan kerja karyawan.

Penelitian oleh Stavrou & Ierodiakonou (2016) telah menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif pada penerapan praktik sumber daya manusia yang mendukung keseimbangan kehidupan-kerja dengan persepsi dan manaje- men karyawan akan pentingnya menyeimbang- kan pekerjaan dan kehidupan di luar pekerjaan.

Beberapa penelitian telah menunjukkan efek positif dari manajemen sumber daya manusia pada komitmen afektif (Gong et al., 2009; Ke- hoe & Wright, 2013). Kehoe & Wright (2013), menyebutkan bahwa keberadaan praktik sum- ber daya manusia dalam suatu organisasi dapat meningkatkan komitmen afektif pada kary- awan. Selanjutnya, Gong et al., (2009) men- emukan bahwa praktik sumber daya manusia, melalui SDM yang berorientasi kinerja dan SDM yang berorientasi pemeliharaan, juga menghasilkan peningkatan komitmen afektif.

Gardner, Wright, & M. Moynihan (2011) juga menemukan bahwa semakin maju sistem SDM dalam suatu organisasi, semakin tinggi tingkat komitmen afektif individu yang dimiliki kary- awan.

Oleh karena itu, berdasarkan penelitian-penel- itian sebelumnya, diusulkan hipotesis sebagai berikut:

H1: Praktik SDM berpengaruh postif dan signifikan terhadap kinerja organisasi.

H2: Praktik SDM berpengaruh postif dan signifikan terhadap work-life balance.

(5)

H3: Praktik SDM berpengaruh postif dan signifikan terhadap komitmen afektif.

Peran Work-Life Balance

heatle ( ), mendefinisikan work-life balance sebagai kemampuan seorang individu, tanpa menghiraukan usia dan jenis kelamin, dalam mengkombinasikan tanggung jawab an- tara kehidupan pekerjaan dan kehidupan rumah tangga.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa organisasi yang menerapkan praktik work-life balance mengalami peningkatan kinerja dalam produktivitas dan pertumbuhan penjualan (Per- ry-Smith & Blum, 2000). Peningkatan kinerja juga berlaku untuk UMK karena pengaruh work- life balance pada kinerja organisasi tidak dipen- garuhi oleh ukuran organisasi (Perry-Smith &

Blum, 2000). Cegarra-Navarro, Cegarra-Leiva, n he - idal, ensle ( ) menemukan bahwa praktik work-life balance pada UMKM memiliki pengaruh positif terhadap kinerja or- ganisasi. Allen, (2001) juga menyatakan bahwa UMK perlu menerapkan praktik work-life bal- ance jika mereka ingin bertahan dalam lingkun- gan yang kompetitif dan dinamis.

Organisasi dengan praktik WLB memiliki per- tumbuhan penjualan, produktivitas, dan kinerja organisasi yang lebih besar (Benito-Osorio et al., 2014). Oleh karena itu, diusulkan hipotesis sebagai berikut:

H4: Work-life balance berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja organ- isasi.

WLB memiliki dampak positif pada komitmen afektif (Ali et al., 2014; Muse et al., 2008).

WLB menginduksi loyalitas kepada organ- isasi yang kemudian meningkatkan komitmen afektif (Meyer dan Allen, 1991). Meyer, Al- len dan Smith (1993) menyebutkan bahwa in- dividu yang kebutuhan dan harapan dasarnya dipenuhi oleh organisasi, cenderung memiliki komitmen afektif yang tinggi. Oleh karena itu, memenuhi kebutuhan spesifik indi idu, berkontribusi pada kesejahteraan mereka dan

meningkatkan hubungan positif antara individu dan organisasi. Hubungan yang positif mem- buat individu secara positif mengembangkan komitmen afektif terhadap organisasi (Muse et al., 2008; Caleb, Ogwuche, & Howell, 2020).

Oleh karena itu, diusulkan hipotesis berikut:

H5: Work-life balance berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen af- ektif.

Peran Komitmen Afektif

Sebelum masuk ke bukti empiris, penting un- tuk memahami apa ang didefinisikan sebagai komitmen afektif organisasi. Komitmen afektif adalah bagian dari komitmen organisasi, yang pertama kali muncul pada 1970-an dan 1980- an (Mowday, Porter & Steers, 1982). Menurut Meyer dan Allen (1997), komitmen organisasi didefinisikan sebagai kesediaan untuk beker a keras untuk pemberi kerja, niat untuk tetap bekerja di organisasi, dan perasaan dedikasi pribadi kepada pemberi kerja. Komitmen or- ganisasi itu sendiri sebenarnya terdiri dari tiga komponen; komitmen afektif, normatif, dan keberlanjutan. Namun, Lamba dan Choudhary (2013) berpendapat bahwa komitmen afektif lebih penting daripada dua lainnya.

Komitmen afektif mengacu pada keterikatan emosional antara karyawan dengan organisasin- ya. Keterikatan atau kepercayaan ini membuat karyawan bersemangat untuk menjadi bagian dari pencapaian tujuan organisasi.

Secara umum, ada beberapa karakteristik in- dividu yang menunjukkan tingkat komitmen organisasi yang tinggi. Pertama, karyawan san- gat percaya pada tujuan dan sasaran organisasi.

Kedua, karyawan menyadari dan bersedia men- curahkan upaya besar dalam mendukung or- ganisasi. Terakhir, karyawan biasanya menun- jukkan niat untuk tetap berada di organisasi.

e er llen ( ) mendefinisikan komit- men organisasi sebagai keadaan psikologis yang ditandai dengan rasa percaya dan meneri- ma akan nilai-nilai organisasi, memiliki kemau- an untuk bekerja keras, dan memiliki keinginan

(6)

untuk menjadi bagian dari organisasi. Seorang karyawan dengan tingkat komitmen yang tinggi memiliki ide-ide pasti menuju tujuan organisasi, melakukan yang terbaik untuk mempromosikan kepentingan organisasi. Meyer & Allen (1991) mengidentifikasi tiga enis komitmen. ereka adalah komitmen afektif, komitmen berkelanju- tan, dan komitmen normatif. Komitmen afektif diyakini menjadi inti dari komitmen organisasi (Meyer & Herscovitch, 2001), dan merupakan keterikatan emosional individu yang dirasakan seseorang terhadap suatu organisasi (Meyer &

Allen, 1991). Ini mempromosikan hubungan sosial yang berkomitmen, berumur panjang dan sehat antara anggota staf, yang berpikir bahwa mereka adalah bagian penting dari organisasi (Meyer & Allen, 1991).

Dari ketiga komponen komitmen organisasi yang disebutkan oleh Meyer & Allen (1991) komitmen afektif dan normatif memiliki pen- garuh positif terhadap kinerja. Meyer, Allen, &

Smith (1993) menambahkan bahwa komitmen afektif lebih penting daripada komitmen nor- matif dalam hal peningkatan kinerja. Komit- men afektif ditemukan lebih berpengaruh dalam meningkatkan kehadiran karyawan, kin- erja, dan perilaku kewarganegaraan organisasi (Meyer, Stanley, Herscovitch, & Topolnytsky, 2002). Penelitian oleh Rodrigues, & Carlos, (2010) menjelaskan bahwa seorang individu yang memiliki tingkat komitmen tinggi memi- liki pandangan positif pada tujuan organisasi dan melakukan yang terbaik untuk membantu mencapainya. Park et al., (2007) menemukan bahwa karyawan dengan komitmen afektif me- miliki tingkat kepuasan kerja dan kinerja yang lebih tinggi, sehingga kinerja organisasi juga meningkat.

Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa komitmen afektif secara positif mempengaruhi kiner a organisasi ( refin e hani , Rodrigues & Carlos, 2010). Seorang individu dengan komitmen afektif biasanya bersedia terlibat dalam kegiatan atau tugas penting bagi organisasi (Rodrigues & Carlos, 2010). Dengan demikian, kinerja organisasi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan tingkat komitmen afektif

karyawan (Hadziahmetovic & Dinc, 2020; Ire- fin e hani , ). ndi idu dengan komit- men afektif memiliki kepuasan kerja, kinerja, dan kualitas kerja yang lebih tinggi untuk me- ningkatkan kinerja mereka sendiri dan organ- isasi.

Dengan mempertimbangkan penelitian sebel- umnya, diajukan hipotesis berikut:

H6: Komitmen afektif berdampak positif dan signifikan terhadap kinerja organ- isasi.

Efek Mediasi Work-life Balance dan Komitmen Afektif

Pengaruh praktik sumber daya manusia ter- hadap kinerja adalah pertanyaan teoretis yang kompleks, karena dapat ditransmisikan melalui jalur yang berbeda, praktik yang berbeda, atau tindakan yang berbeda. Karena kerumitannya, praktik sumber daya manusia tidak dapat diper- lakukan sebagai faktor tunggal yang memenga- ruhi indikator bisnis. Manajemen sumber daya manusia dapat mempengaruhi kinerja keuan- gan secara tidak langsung melalui faktor-faktor lain. Bahkan, ada kemungkinan bahwa ada fak- tor-faktor lain yang mempengaruhi bagaimana manajemen atau praktik sumber daya manusia mempengaruhi kinerja bisnis.

Ada beberapa studi yang menjelaskan dampak tidak langsung dari praktik sumber daya manu- sia terhadap kinerja keuangan bisnis. Berdasar- kan beberapa penelitian, salah satu variabel yang memiliki potensi memoderasi hubungan antara praktik sumber daya manusia dan kin- erja bisnis adalah work-life balance. Stavrou

& Ierodiakonou (2016) menemukan bahwa praktik work-life balance yang didukung oleh organisasi melalui praktik sumber daya manu- sia memengaruhi kinerja individu, yang pada gilirannya memengaruhi kinerja keseluruhan.

Work-life balance tidak hanya berkaitan dengan kinerja secara langsung, tetapi juga secara tidak langsung dengan dimediasi oleh komitmen af- ektif (Kim, 2014).

Selain work-life balance, komitmen afektif

(7)

juga merupakan salah satu variabel yang dapat memediasi hubungan praktik sumber daya ma- nusia dan kinerja organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Vettriselven & Balakrishnan (2014) menemukan bahwa praktik sumber daya manusia dapat digunakan untuk meningkatkan komitmen karyawan terhadap organisasi, yang mendorong organisasi untuk mencapai tujuan atau sasaran mereka. Terlebih lagi, Chang &

Chen (2011) tidak hanya menemukan manfaat komitmen afektif pada kinerja individu tetapi juga efek mediasi oleh komitmen afektif an- tara praktik SDM dan kinerja organisasi. Sesuai uraian yang telah dijabarkan, diajukan hipotesis sebagai berikut:

H7: Work-life balance memediasi praktik sumber daya manusia ke kinerja or- ganisasi.

H8: Work-life balance memediasi praktik sumber daya manusia ke komitmen af- ektif.

H9: Komitmen afektif memediasi praktik sumber daya manusia ke kinerja or- ganisasi.

H10: Komitmen afektif memediasi work life balance ke kinerja organisasi.

MET DE PENELITIAN Pengumpulan Data dan Sampel

Penelitian mengambil sampel di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Beka-

si). Peneliti mengembangkan daftar dari UMK di Jabodetabek, dan mendapatkan total 134 re- sponden. Responden merupakan pemilik dari usaha mikro dan kecil. Pemilik dianggap seb- agai perwakilan yang paling tepat karena pemi- lik yang paling mengetahui kinerja perusahaan dengan pasti.

Teknik pengambilan data yang dilakukan adalah purposive sampling dan data diolah dengan metode Structural Equation Modeling (SEM). Sebelum responden mengisi kuesioner, diajukan terlebih dahulu pertanyaan penyaring yang merupakan pertanyaan untuk menyeleksi responden. Pertanyaan penyaring pada pene- litian ini adalah pertanyaan jumlah karyawan yang dimiliki tidak boleh kurang dari dua dan jumlah penjualan tidak lebih dari Rp 2,5 miliar per tahun. Hal ini bertujuan untuk menyeleksi calon responden agar responden sesuai dengan tujuan penelitian.

Pengukuran

Penelitian ini menggunakan six-point Likert scale dimana 1= sangat tidak setuju dan 6=san- gat setuju. Alasan mengapa peneliti menggu- nakan 6-point Likert scale adalah untuk meng- hindari bias berupa central tendency dalam jawaban kuesioner.

Praktik SDM (PSDM) diukur menggunakan pengukuran yang diformulasikan oleh Lai et al., (2017). Terdapat tujuh indikator dalam pen- gukuran variabel PSDM dan setiap indikator Gambar 1. Model Penelitian

(8)

dievaluasi menggunakan 6 poin Likert scale.

Work-life Balance (WLB) diukur menggunakan kuesioner work-life yang dikembangkan oleh Wong and Ko (2009). Pengukuran variabel WLB dilakukan dengan lima indikator meng- gunakan 6 poin Likert scale. Komitmen afektif (KA) diukur menggunakan pengukuran yang diformulasikan oleh Lai et al., (2017), dilaku- kan dengan tiga indikator menggunakan 6 poin Likert scale. Kuesioner KA memperkirakan keterikatan emosional pemilik UMK terhadap bisnis mereka. Kinerja organisasi (KIN) diukur menggunakan pengukuran yang dirumuskan oleh Reid dan Smith (2000). Kinerja Organisasi diukur dengan menggunakan empat indikator, dan skala 6 poin Likert. Pengukuran kinerja dilakukan dengan menetapkan kinerja UMK dalam jangka waktu tiga tahun.

ANALISIS DAN TEMUAN

Berdasarkan statistik deskriptif 134 responden dalam penelitian ini, sebanyak 30.6% usaha memiliki jumlah karyawan lebih atau sama dengan lima orang, sedangkan sisanya memi- liki jumlah karyawan kurang dari lima orang.

Meskipun demikian, penerapan praktik SDM telah cukup dijalankan. Nilai rata-rata untuk penerapan praktik SDM seluruhnya berada dalam rentang tinggi (4.36 hingga 4.75) dengan PSDM02, PSDM05 dan PSDM06 memiliki ni-

lai rata-rata tertinggi. Hal ini menjelaskan bah- wa UMK telah memiliki strategi/ rencana usaha yang tertulis, adanya praktik penilaian kinerja dan pemberian tunjangan selain gaji, seperti uang makan, uang transport dan bantuan kes- ehatan.

Setelah data terkumpul, dilakukan uji validitas dan reliabilitas, analisis model pengukuran dan analisis model keseluruhan dengan menggu- nakan Lisrel 8.80. Uji validitas pada penelitian ini didasarkan pada Standardised Loading Fac- tor (SLF). Hasil dianggap valid apabila Stan- dardised Loading Factor ( ) , ( air, Black, Babin, & Anderson, 2010). Hasil akan dianggap reliabel apabila construct reliabil- ity ( ) , dan variance extracted (VE)

, . ika nilai dari diba ah , , namun nilai CR masih lebih besar dari 0,6 hasil ma- sih dapat diterima sebagai reliabel (Fornell &

Larcker, 1981). Hasil uji validitas dan reliabili- tas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 menggambarkan bahwa semua item dalam kuesioner adalah alid ( , ), dan nilai construct reliability (CR) dari empat vari- abel , , ang menun ukkan semua ariabel reliabel. Dari nilai variance extracted (VE), variabel work-life balance dan komitmen afek- tif memiliki nilai VE di bawah 0,5, tetapi kare- na nilai CR masih lebih tinggi dari 0,6, nilai VE Tabel 1. Tes Validitas dan Reliabilitas

Variabel Indikator (SLF) Error CR VE Hasil

Praktik Sumber Daya Manusia

(PSDM)

PSDM01 0,63 0,60

0,89 0,53 Valid dan Reliabel

PSDM02 0,72 0,48

PSDM03 0,75 0,43

PSDM04 0,82 0,33

PSDM05 0,77 0,41

PSDM06 0,68 0,54

PSDM07 0,69 0,52

Work-Life Balance (WLB)

WLB01 0,54 0,71

0,67 0,29 Valid dan Reliabel

WLB02 0,57 0,67

WLB03 0,53 0,71

WLB04 0,51 0,74

WLB05 0,53 0,72

Komitmen Afektif (KA)

KA01 0,61 0,63

0,74 0,49 Valid dan Reliabel

KA02 0,73 0,47

KA03 0,75 0,44

Kinerja (KIN)

KIN01 0,62 0,62

0,84 0,67 Valid dan Reliabel

KIN02 0,88 0,22

KIN03 0,82 0,32

KIN04 0,66 0,57

(9)

di bawah 0.5 masih dapat diterima (Fornell &

Larcker, 1981).

Hasil model fitness test ditunjukkan pada Tabel 2, yang berarti bahwa model penelitian masuk kedalam kategori good fit, hanya dua katego- ri marginal fit, dan juga dua kategori poor fit.

Dengan demikian, secara keseluruhan model ini disimpulkan memiliki kecocokan yang baik.

Langkah selanjutnya adalah menguji hipotesis melalui path analysis. Hipotesis diterima jika nilai t-value lebih besar dari atau sama den- gan , ( , , confidence level 95%).

Tabel 3. menunjukkan bahwa t-value antara PSDM dan kinerja adalah 5,57 (> 1,645). Ha- sil ini menunjukkan pengaruh positif dan sig- nifikan dari pada kiner a sehingga dapat diterima. T-value antara PSDM dan WLB adalah 3,30 (> 1,645), yang berarti terdapat pengaruh positif dan signifikan dari ke- pada WLB sehingga H2 juga diterima. T-value antara PSDM dan KA adalah 2,05 (> 1,645), yang menunjukkan pengaruh positif dan sig- nifikan antara dan , oleh karena itu H3 diterima. T-value antara WLB dan kinerja adalah -0,96 (<± 1,645). Nilai ini menunjuk- kan tidak ada hubungan ang signifikan antara

variabel, dan akibatnya, H4 ditolak. Hubungan antara WLB dan KA memiliki t-value 3,07, hal ini menun ukkan hubungan ang signifikan dan positif sehingga H5 diterima. Selain itu, t-value antara KA dan kinerja adalah 1,29 (<1,645). Ni- lai ini menun ukkan hubungan ang signifikan dengan tingkat kepercayaan 90% (t-value harus lebih besar dari atau sama dengan 1,28), oleh karena itu H6 juga diterima.

Selanjutnya, akan dilakukan analisis pengaruh dari variabel mediasi yang dilakukan pada H7- H10. Hair et al., (2010) menyatakan, terdapat tiga syarat harus dipenuhi agar variabel dapat menjadi mediator dalam suatu hubungan. Per- tama, variabel independen memiliki pengaruh signifikan terhadap mediator. edua, mediator memiliki dampak signifikan pada ariabel de- penden, dan ketiga, variabel independen memi- liki dampak signifikan terhadap ariabel hasil.

Berdasarkan Tabel 4, WLB bukan merupakan mediator dalam hubungan antara PSDM dan KIN. Walaupun terdapat efek langsung dari PSDM ke KIN namun tidak terdapat efek sig- nifikan dari ke N sehingga ditolak.

Sementara itu, ditunjukkan bahwa WLB me- mediasi hubungan antara PSDM dan KA kare- Tabel 2. Goodness of Fit

INDIKATOR Cut-off alue MODEL Hasil

SE , 0,08 Good Fit

P alue , 0,0000 Poor Fit

Chi Square 274,79

Degree of Freedom 148

Normed Chi Square (Chi Square/df) < 3,00 1,86 Good Fit

GFI , 0,83 Good Fit

, 0,78 Poor Fit

NFI , 0,88 Marginal Fit

NNFI , 0,92 Good Fit

CFI , 0,93 Good Fit

, 0,86 Marginal Fit

IFI , 0,94 Good Fit

Tabel 3. Hasil Uji Hipotesis

Hipotesis Jalur SLF T-value Hasil

1 PSDM  KIN 0,71 5,57 ositif dan signifikan

2 PSDM  WLB 0,41 3,30 ositif dan signifikan

3 PSDM  KA 0,24 2,05 ositif dan signifikan

4 WLB  KIN -0,12 -0,96 Negatif dan tidak signifikan

5 WLB  KA 0,49 3,07 ositif dan signifikan

6 KA  KIN 0,19 1,29* ositif dan signifikan

(one tailed)

(10)

na memenuhi tiga kondisi yang diuraikan oleh Hair et al., (2010). Selain terdapat hubungan langsung antara PSDM dan KA, juga terdapat efek tidak langsung dengan mediasi WLB sebesar 0,2, oleh karena itu H8 diterima. Be- gitu juga dengan KA yang memediasi hubun- gan PSDM ke KIN. Selain hubungan langsung dari PSDM ke KA, juga terdapat efek tidak langsung dengan mediasi KA sebesar 0,04, oleh karena itu H9 diterima. Selanjutnya, WLB tidak memiliki dampak positif pada kinerja (t- value = -0,96, SLF = -0,12), sehingga peran mediasi komitmen afektif dalam hubungan ini dapat dilakukan melalui pengaruh tidak lang- sung WLB terhadap kinerja. Dari perhitungan efek total dampak WLB pada kinerja melalui KA pada Tabel 4, ditunjukkan efek tidak lang- sung memiliki nilai lebih besar dari total efek (0.08> - 0,12). Oleh karena itu, komitmen afek- tif sepenuhnya memediasi dampak WLB pada kinerja, oleh karena itu H10 diterima.

DISKUSI DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen sumber daya manusia memiliki dampak posi- tif dan signifikan terhadap kiner a organisasi, konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lai et al., (2017). Perbedaan an- tara penelitian ini dan Lai et al., (2017) adalah jenis responden yang digunakan dalam pene- litian ini. Lai et al., (2017) menyelidiki UMK dengan jumlah karyawan mulai dari 5 hingga 249 orang. Sementara penelitian ini menggu- nakan organisasi kecil dengan karyawan lebih sedikit, membuktikan bahwa terlepas dari uku- ran penerapan strategi HRM dapat mempenga- ruhi kinerja UMK.

Work-life balance tidak se ara signifikan mem- pengaruhi kinerja. Hasil ini berbeda dengan

penelitian sebelumnya oleh Cegarra-Leiva et al., (2012), yang menemukan bahwa work-life balance meningkatkan hubungan yang baik dan meningkatkan kinerja organisasi secara keselu- ruhan. Dalam penelitian ini, pengaruh work-life balance terhadap kiner a tidak signifikan dan menunjukkan nilai negatif. Hal ini mung- kin terjadi karena pemilik UMK mengerjakan kegiatan di luar pekerjaan sehingga produktivi- tas seringkali berkurang. Juga, ketika pemilik tidak hadir, produktivitas pekerja dapat menu- run karena kurangnya pengawasan.

Namun demikian, penelitian ini menemukan bahwa work-life balance dapat mempengaruhi kinerja jika dimediasi oleh komitmen afektif.

Jika waktu yang dihabiskan dan pengorbanan yang dilakukan untuk usaha dipersepsikan akan meningkatkan kebanggaan akan organisasinya, maka ini akan meningkatkan kinerja UMK tersebut (Kim, 2014).

Selain itu, penelitian ini membuktikan bahwa komitmen afektif memediasi hubungan antara manajemen sumber daya manusia dan kinerja.

Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Chang & Chen (2011). Mereka menemu- kan bahwa komitmen afektif karyawan meme- diasi hubungan sumber daya manusia dan kin- erja individu melalui igh-Performance ork System (HPWS). Smeenk et al., (2008) juga menemukan bahwa di negara-negara manaje- rialisme menengah (misalnya, Finlandia dan Swedia) dan negara manajerialisme tinggi (misalnya, Belanda dan Inggris), komitmen afektif terbukti memediasi hubungan antara manajemen sumber daya manusia dan kuali- tas pekerjaan. Namun demikian, kemampuan komitmen afektif untuk memediasi hubungan antara manajemen sumber daya manusia dan Tabel 4. Hasil Uji Hipotesis dengan Mediasi

Hipotesis Jalur SLF Langsung SLF Tidak Langsung Efek Mediasi

7 PSDM  WLB  KIN 0,71

(Efek langsung)

-0,05

(Efek tidak langsung) Ditolak

8 PSDM  WLB  KA 0,24

( Efek langsung)

0,20

( Efek tidak langsung ) Diterima

9 PSDM  KA  KIN 0,71

( Efek langsung)

0,04

( Efek tidak langsung ) Diterima

10 WLB  KA  KIN -0,20

( Efek langsung)

0,08

( Efek tidak langsung ) Diterima

(11)

kinerja juga tergantung pada lokasi dan jenis struktur manajemen.

KESIMPULAN

Dalam penelitian ini, praktik sumber daya ma- nusia memiliki pengaruh signifikan dan posi- tif terhadap komitmen afektif, work-life bal- ance dan kinerja. Untuk meningkatkan kinerja, work-life balance dan komitmen afektif, pemi- lik UMK dapat meningkatkan praktik-praktik sumber daya manusia. Peningkatan PSDM dapat dilaksanakan dengan dilaksanakannya pelatihan serta proses rekrutmen karyawan yang lebih selektif. Dalam bisnis kecil layaknya UMK, pemberian pelatihan untuk pelaksanaan bisnis sangatlah penting, karyawan yang belum memiliki kemampuan yang mumpuni untuk melaksanakan tugasnya kemungkinan besar memiliki kinerja yang rendah.

Work-life balance berpengaruh positif dan sig- nifikan terhadap komitmen afektif. ang menerapkan praktik work-life balance layaknya tersedianya waktu untuk urusan pribadi, akan meningkatkan komitmen afektif. Komitmen afektif berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja. Komitmen afektif juga terbukti men- jadi variabel mediasi dalam hubungan PSDM ke kinerja dan WLB ke kinerja. Komitmen af- ektif dalam UMK dapat ditingkatkan dengan cara melakukan komunikasi rutin dengan para pekerja dan memotivasi dan memberikan apre- siasi kepada pencapaian kinerja para karyawan.

Peran komitmen afektif sangat krusial dalam penelitian ini, karena work-life balance baru bisa mempengaruhi kinerja organisasi jika di- mediasi oleh komitmen afektif. Oleh karena

itu, dalam penelitian ini peran komitmen afek- tif menjadi sentral dalam peningkatan kinerja organisasi dalam UMK.

KETERBATASAN PENELITIAN

Keterbatasan dari penelitian ini adalah, peneli- tian ini hanya menguji tiga variabel yang mem- pengaruhi kinerja yaitu praktik sumber daya manusia, work-life balance dan komitmen af- ektif. Sampel dari penelitian ini terdiri dari para pemilik UMK dan tidak mengikutsertakan para karyawan UMK sebagai responden, sehingga terdapat kemungkinan adanya bias dalam hasil kuesioner. Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling sehingga hasil pene- litian tidak dapat digeneralisasi kepada seluruh UMK. Dalam pelaksanaannya, setiap negara memiliki definisi ang ber ariasi, um- umnya kategorisasi UMK ditentukan dari jum- lah karyawan ataupun omzet usaha. Berkaitan dengan variasi tersebut, hasil penelitian tidak dapat digeneralisasi ke seluruh negara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dimana kesimpulan peneli- tian ditarik berdasar hasil pengolahan data.

Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya adalah, peneliti dapat menambahkan varia- bel lainnya yang memiliki pengaruh terhadap kinerja terutama pada kinerja UMK. Peneliti juga dapat menambahkan karyawan sebagai responden untuk menghindari kemungkinan bias dalam jawaban. Peneliti dapat menggu- nakan mix method untuk melengkapi hasil yang didapat dari data dengan hasil wawancara se- hingga dapat dihasilkan penelitian yang lebih mendalam.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Ch., G. A., Kundi, G. M., Qureshi , Q. A., & Akhtar, R. (2014). Relationship between Work-Life Balance and Organizational Commitment, esearch on umanities and Social Science, 4(5), 1–7.

Allen, T. D. (2001). Family-Supportive Work Environments: The Role of Organization- al Perceptions. ournal of ocational ehavior, 58(3), 414–435. https://doi.org/10.1006/

jvbe.2000.1774

Bailey, J. M., Preston, K., & Beck, D. (2008). Small businesses in rural Nebraska: their needs and thoughts an analysis of the Rural Enterprise Assistance Project Small Business Needs Assessment

ur e . n . e k ( d.). ons, N enter for ural airs.

(12)

Bank Indonesia. (2010). Kajian Akademik Pemeringkat Kredit Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menen- gah di Indonesia. Retreived from https://www.bi.go.id/id/umkm/penelitian/nasional/kajian/ Do- cuments/7da49f82a34f4bd4bde57ba94172a0b3BukuKajianAkademikKelayakanPendirianLemba gaPemerin.pdf

Baptiste, N. R. (2008). Tightening the link between employee wellbeing at work and perfor- mance A new dimension for HRM. Management Decision, 46(2), 284–309. https://doi.

org/10.1108/00251740810854168

Benito-Osorio, D., Muñoz-Aguado, L. & Villar, C. (2014). The impact of family and work-life balance policies on the performance of Spanish listed companies, Management (France), 17(4), 214–236.

Benzing, C., & Chu, H. M. (2009). A comparison of the motivations of small business own- ers in Africa. ournal of Small usiness and Enterprise Development, 16(1), 60-77.

doi:10.1108/14626000910932881

erisha, ., ula, . . ( ). efining mall and edium nterprises a riti al re ie . ca- demic ournal of usiness, dministration, aw and Social Sciences, (1), 17-28.

Bhatia, N. (2012). The role of human resource management assumes an important position as hiring right talent and retaining it becomes crucial to the growth of SMEs. Economics Times, 24, 12.

aleb, ., g u he, . ., o ell, . . ( ). ork-life balan e and self-e a as predi - tors of organisational commitment among bankers in Benue State, Nigeria. Journal of Educational Sciences & Psychology, 10(1).

hang, .- ., hen, .- . ( ). rossing the le el of emplo ee s performan e , a e ti e commitment, human capital, and employee job performance in professional service organizations.

The International Journal of Human Resource Management, 22(4), 883–901. https://doi.org/10.1 080/09585192.2011.555130

egarra- ei a, ., ugenia n he - idal, ., egarra-Na arro, . . ( ). nderstand- ing the link between work life balance practices and organisational outcomes in SMEs: The mediating e e t of a supporti e ulture. Personnel eview, 41(3), 359–379. https://doi.

org/10.1108/00483481211212986

egarra-Na arro, . ., egarra- ei a, ., n he - idal, . ., ensle , . . . ( ). on- genital learning, organisational performance and work-life balance culture. Knowledge Manage- ment esearch and Practice, 13(1), 105–114. https://doi.org/10.1057/kmrp.2013.35

hang, . ., hen, . . ( ). rossing the le el of emplo ee s performan e , a e - tive commitment, human capital, and employee job performance in professional service organiza- tions. The international journal of human resource management, 22(04), 883-901.

allego, ., ubal aba, . ipp, . ( ). rganisational inno ation in small uropean firms a multidimensional approach. International Small Business Journal. Epub ahead of print, 2 Febru- ary 2012. DOI:10.1177/0266242611430100

Gamidullaeva, L. A., Vasin, S. M., & Wise, N. (2020). Increasing small-and medium-enterprise con- tribution to local and regional economic growth by assessing the institutional environment. Journal of Small Business and Enterprise Development.

Gardner, T. M., Wright, P. M., & M. Moynihan, L. (2011). The impact of motivation, empowerment, and skill-enhan ing pra ti es on aggregate oluntar turno er he mediating e e t of olle - ti e a e ti e ommitment. Personnel Psychology, 64, 315–350. https://doi.org/10.1111/j.1744- 6570.2011.01212.x

ong, Y., a , . ., hang, ., in, . . ( ). uman resour es management and firm per- forman e he di erential role of managerial a e ti e and ontinuan e ommitment. Journal of

pplied Psychology, 94(1), 263–275. https://doi.org/10.1037/a0013116

Hadziahmetovic, N., & Dinc, M. S. (2020). Linking reward types to organizational performance in entral and astern uropean uni ersities he mediating role of a e ti e ommitment.

Journal of East European Management Studies, 25(2), 325-359.).

(13)

Hendrickson, L.U., & Psarouthakis, J. (1998). Dynamic anagement of rowing firms Strategic pproach (2nd Edition). Ann Arbor: University of Michigan Press

Heneman, R. L., Tansky, J. W., & Camp, S. M. (2000). Human resource management practices in small and medium- sized enterprises: Unanswered questions and future research perspectives.

Entrepreneurship Theory and Practice, 25(1), 11–26.

refin, ., e hani , . . ( ). e t of mplo ee ommitment on rgani ational erfor- mance in Coca Cola Nigeria Limited Maiduguri-Borno State, S ournal of umanities and Social Sciences, 19(3), 33–41.

Kehoe, R. R., & Wright, P. M. (2013). The impact of high-performance human resource practic- es on employees’ attitudes and behaviors. Journal of Management, 39(2), 366–391. https://doi.

org/10.1177/0149206310365901.

im, . . ( ). ork-life balan e and emplo ees performan e he mediating role of a e ti e commitment. lobal usiness and anagement esearch, 6(1), 37.

ne o i , ., u atli , ., i i , . ( ). trategi human resour e management in small and medium enterprises. International Journal of Human Resources Development and Management, 20(2), 114-139.

Lai, Y., Saridakis, G., & Johnstone, S. (2016). Human resource practices, employee atti- tudes and small firm performan e. nternational mall usiness ournal, ( ), - . doi:10.1177/0266242616637415

Lai, Y., Saridakis, G., & Johnstone, S. (2017). Human resource practices, employee attitudes and small firm performan e. International Small Business Journal, 35(4), 470–494. https://doi.

org/10.1177/0266242616637415

Lai, Y., Saridakis, G., & Johnstone, S. (2017). Human resource practices, employee attitudes and small firm performan e. International Small Business Journal, 35(4), 470–494. https://doi.

org/10.1177/0266242616637415

embaga engembangan erbankan ndonesia ( ). rofil isnis saha ikro, e il dan enen- gah (UMKM). Retrieved from https www.bi.go.id id umkm penelitian nasional ka ian Docu-

ments Profil isnis .pdf

Mattare, M., Shah, A., & Monahan, M. (2010). Human Resource Management In Microenterprises:

Gateway For Success. uman esource anagement, 12(1).

er urio, . ., , e ti e ommitment as a ore ssen e of rgani ational ommitment n Integrative Literature Review,” Human Resource Development Review, 14(4), 389–414.

Meyer, J. P., & Allen N. J. (1991). A Three-Component Model Conceptualization of Organizational Commitment. uman esource anagement eview, 1(1), 61–89.

Meyer, J. P., & Herscovitch, L. (2001). Commitment in the workplace: Toward a general model. u- man esource anagement eview, 11(3), 299–326.

Meyer, J. P., Allen, N. J., & Smith, C. (1993). Commitment to Organizations and Occupations: Exten- sion and Test of a Three-component Conceptualization. ournal of pplied Psychology, Vol. 78, pp. 538-551.

e er, . ., tanle , . ., ers o it h, ., opoln tsk , . ( ). e ti e, ontinuan e, and normative commitment to the organization: A meta-analysis of antecedents, correlates, and con- sequences. ournal of ocational ehavior, 61(1), 20–52. https://doi.org/10.1006/jvbe.2001.1842 Mowday, R., Porter, L., & Steers, R. (1982). Employee—Organization Linkages: The Psychology of

Commitment, Absenteeism, and Turnover. cademic Press, New York

use, ., arris, . ., iles, . ., ield, . . ( ). ork-life benefits and ositi e rgani- zational Behavior: Is there a Connection?. ournal of rganizational ehavior, 29(2), 171–192.

OECD. (2010). S Es, Entrepreneurship, and nnovation. Paris: OECD.

ark, . ., itsuhashi, ., e , . ., rkman, ., o, . ( ). he e e t of human resour e management practices on Japanese MNC subsidiary performance: A partial mediating model, (Au-

(14)

gust 2014), 37–41. https://doi.org/10.1080/0958519032000145819

Perry-Smith, J. E., & Blum, T. C. (2000). Work-family human resource bundles and perceived or- ganizational performance. cademy of anagement ournal, 43(5), 1107–1117. https://doi.

org/10.2307/1556339

Puja. B., & Reddy C.S. (2011). Exploring HRM Practices in SMEs. nternational ournal of e- search in Commerce, Economics & Management, 1(5):32-41

Reid, G. C., & Smith, J. A. (2000). What makes a new business successful?. Small Business Econom- ics, 14(3), 165–182. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1023/A:1008168226739

Rodrigues, A. P., & Carlos, M. J., (2010). Market orientation, job satisfaction, commitment and orga- nizational performance. Transforming overnment People, Process and Policy, 4(2), 172–192.

Sheehan, M. (2013). Human resource management and performance: Evidence from small and medium- si ed firms. nternational mall usiness ournal, ( ), - . doi .

meenk, ., eelken, ., isinga, . ( ). n international omparison of the e e ts of hrm practices and organizational commitment on quality of job performances among european univer- sity employees. igher Education Policy, 323–344. https://doi.org/10.1057/hep.2008.12

olinger, ., . an l en, and . oe, , e ond the hree- omponent odel of rgani a- tional Commitment,” Journal of Applied Psychology, 93(1), 70–83.

Stavrou, E., & Lerodianakonou, C. (2016). Entitlement to work-life balance support: Employee/man- ager per eptual dis repan ies and their e e t on out omes. uman esource anagement, 55(5), 845–869. https://doi.org/10.1002/hrm

Vettriselvan, R., Krishnan, S., & Balakrishnan, A., (2012). Human Resource Management Practices Vettriselven, S. M., & Balakrishnan, A. (2014). Human Resource Management Issues in Micro, Small

and Medium Enterprises in Tamil Nadu. nternational esearch ournal of usiness and anage- ment , 7(12), 35-40.

Virk, G. S. (2017). Role of Human Resource Management in Micro, Small, and Medium Enterprises (MSME) in India. International Journal of Business Administration and Management, 7 (1), 26-34.

heatle , . ( ). ork life balan e, tra el to ork, and the dual areer household. Personnel eview, 41(6), 813–831. https://doi.org/10.1108/00483481211263764

Williamson, I. O. (2000). Employer legitimacy and recruitment success in small business. Entrepre- neurship Theory and Practice, .

Wong, S. C. K., & Ko, A. (2009). Exploratory study of understanding hotel employees’ perception on work–life balance issues. nternational ournal of ospitality anagement, 28(2), 195-203.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang di lakukan oleh Nurillah 2014 yang membuktikan bahwa kompetensi sumber daya manusia berpengaruh positif terhadap kualitas laporan

021 727 L847 www.poltekapp.ac.id SURAT KETERANGAN MENJALANKAN TUGAS Nomor' 2o73BP S DMVAPPA/II I 2021 Ketua Program Studi Manajemen Pemasaran Industri Elektronika Politeknik APP