UNIVERSITAS WINAYA MUKTI
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
Rektorat : Jl. Raya Bandung – Sumedang km.29 Tanjungsari, Kab. Sumedang 45362 Telepon : (022) 7911214; Fax : (022) 7912585
Website : http://www.unwim.ac.id
SURAT TUGAS PENELITIAN NO.070/194/ST-P/LPPM-UNW/III/2021
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat menugaskan kepada:
Bandung, Jawa Barat 40115 Waktu : Maret – April 2021
Demikian surat tugas ini diberikan untuk digunakan dan dilaksanakan sebagai mestinya.
Sumedang, 4 Maret 2021 Universitas Winaya Mukti
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Ketua,
Dr. Dody Sukmayana, S.E., M.M.
NIP. 197009221998031004
Tembusan disampaikan kepada:
1. Rektor Universitas Winaya Mukti (sebagai laporan) 2. Pertinggal
Nama : Edwar Hafudiansyah, S.Pd., M.T.
NIDN : 0408058906
Jabatan : Dosen Tetap Yayasan Winaya Mukti Program Studi : Teknik Sipil
Fakultas : Teknik Perencanaan dan Arsitektur Universitas Winaya Mukti Untuk melaksanakan kegiatan Pengabdian dengan ketentuan sebagai berikut:
Judul kegiatan : Identifikasi Basement Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat
Lokasi : Jl. Diponegoro No.27, Citarum, Kec. Bandung Wetan, Kota
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia beserta rahmat-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan penelitian
“Identifikasi Basement Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat”. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengumpulan data-data teknis tentang keadaan eksisting basement serta menganalisis berbagai kemungkinan perbaikan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi di area basement.
Penelitian ini disusun atas kerjasama antara pihak LPPM Universitas Winaya Mukti dengan Sekertariat DPRD Provinsi Jawa Barat, namun hasil baik tidak akan dapat diraih tanpa kerjasama yang baik dari berbagai pihak. Untuk itu, bantuan dan kerjasama dari Pihak sekertariat gedung DPRD Provinsi Jawa Barat sangat diharapkan oleh tim penyusun demi suksesnya penelitian ini.
Bandung, April 2021
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR GAMBAR ... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG ... 1-1 1.2. MAKSUD DAN TUJUAN ... 1-2 1.3. SASARAN ... 1-2 1.4. JANGKA WAKTU PELAKSANAAN ... 1-2 1.5. LOKASI PEKERJAAN ... 1-2 1.6. RUANG LINGKUP KEGIATAN ... 1-3
BAB II DAFTAR PUSTAKA
2.1 PERSYARATAN KELAIKAN FUNGSI BANGUNAN GEDUNG ... 2-1 2.1.1 Pemeriksaan Teknis Arsitektural ... 2-1 2.1.2 Pemeriksaan Teknis Struktural... 2-2 2.1.3 Pemeriksaan Teknis Utilitas ... 2-3 2.2 PERENCANAAN TAPAK LINGKUNGAN KANTOR ... 2-4 2.3 METODELOGI ... 2-7 2.3.1 Survey Visual ... 2-8 2.3.2 Pengumpulan Data Sekunder ... 2-8 2.3.3 Wawancara ... 2-8
BAB III GAMBARAN UMUM
3.1 GEDUNG DPRD PROVINSI JAWA BARAT ... 3-1 3.1.1 Letak Gedung ... 3-1 3.1.2 Sejarah ... 3-2 3.1.3 Kedudukan, Tugas Pokok, Hak dan Kewajiban ... 3-6 3.2 KONDISI BASEMENT GEDUNG DPRD ... 3-8
iii BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 ANALISIS HASIL SURVEY ... 4-1 4.2 ANALISIS DATA SEKUNDER ... 4-4 4.3 IDENTIFIKASI STRUKTUR BASEMENT ... 4-8 4.3.1 Tekanan Lateral Tanah ... 4-10 4.3.2 Kontrol Heave (hidrodynamic) ... 4-11 4.3.3 Kontrol Uplift ... 4-12 4.4 ANALISA METODE PERBAIKAN ... 4-12 4.4.1 Injeksi Polyurethane Grouting (IPU) ... 4-12 4.4.2 Injeksi Beton dengan Epoxy Resin Grout ... 4-13 4.4 ESTIMASI BIAYA PEKERJAAN ... 4-16
BAB V KESIMPULAN
5.1 KESIMPULAN ... 5-1 5.2 SARAN/REKOMENDASI ... 5-1
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Alir pekerjaan Identifikasi basement gedung DPRD
Provinsi Jawa Barat ... 2-1 Gambar 3.1 Lokasi Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat ... 3-1 Gambar 3.2 Denah Basement Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat ... 3-8 Gambar 3.3 Rembesan kebocoran pada dinding area basement ... 3-9 Gambar 3.4 Rembesan kebocoran pada salah satu ruangan basement ... 3-9 Gambar 3.5 Pengecekan bagian titik rembesan kebocaran pada
area dinding basement ... 3-10 Gambar 3.6 Rembesan kebocoran pada dinding area basement ... 3-10 Gambar 3.7 Retakan lantai pada area basement ... 3-11 Gambar 3.8 Genangan air yang terjadi pada area basement ... 3-11 Gambar 3.9 Genangan air yang terjadi pada area basement ... 3-12 Gambar 3.10 Genangan air yang terjadi pada area basement ... 3-12 Gambar 3.11 Kondisi saluran air dan bak kontrol di area basement ... 3-13 Gambar 3.12 Kondisi saluran air dan bak kontrol di area basement ... 3-13 Gambar 3.13 Kondisi saluran air pada area luar basement ... 3-14 Gambar 3.14 Kondisi saluran air pada area luar basement ... 3-14 Gambar 4.1 Site Visit ke lokasi pengamatan visual ... 4-1 Gambar 4.2 Kondisi kebocoran area dinding basement dan lantai basement ... 4-2 Gambar 4.3 Kondisi retakan area dinding tangga darurat ... 4-3 Gambar 4.4 Kondisi Saluran dan bak kontrol diatas basement ... 4-3 Gambar 4.5 Konsep perencanaan plat lantai basement ... 4-4 Gambar 4.6 Konsep perencanaan plat lantai basement ... 4-5 Gambar 4.7 Konsep Drainase eksisting ... 4-6 Gambar 4.8 Kondisi Bak Kontrol di area basement ... 4-7 Gambar 4.9 Keruntuhan Akibat Push-in ... 4-9 Gambar 4.10 Analisa Push-In dengan metode Gross Pressure ... 4-9 Gambar 4.11 Jenis Tekanan Tanah Berdasarkan Arah pergerakan Dinding ... 4-10 Gambar 4.12 Hydrodinamic pada galian tanah ... 4-11 Gambar 4.13 Aplikasi IPU pada basement ... 4-13 Gambar 4.14 Aplikasi Injeksi Beton dengan Epoxy resin grout. ... 4-14 Gambar 4.15 Sket Jenis Kerusakan pada Area Penanganan. ... 4-17
BAB
1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Diskualitas konstruksi, kerusakan bangunan Gedung, jalan, jembatan, bangunan air, terminal, pelabuhan dan bangunan-bangunan infrastruktur lainnya terjadi hampir disemua bangunan tersebut. Kerugian masyarakat,harta benda, bahkan nyawa manusia melayang oleh runtuhnya bangunan, kecelakaan lalu lintas akibat kerusakan jalan, banjir dan lain sebagainya. Implikasi negatif terhadap politik, sosial dan teknis dari suatu konstruksi merupakan kegagalan konstruksi. Konstruksi gagal adalah gagalnya pembangunan negara. Untuk mendapatkan factor penyebab kegagalan konstruksi tidaklah mudah. Kadang kalasumber dari kegagalan itu sendiri merupakan akumulasi dari berbagai faktor. Sumber kegagalan konstruksi seringkali dipengaruhi oleh faktor alam dan perilaku manusia (Pranoto.1997). Faktor alam dicontohkan sebagai kegagalan yang terjadi akibat perubahan dinamik dari alam, seperti letusan gunung berapi, banjir, gelombang laut dan gempa bumi. Perilaku manusia juga berperan signifikan. Vicknasyon (2003) mengemukakan, 80% dari total kegagalan konstruksi dimungkinkan penyebabnya faktor manusia. Riset yang dilakukan Oyfer (2002) menyatakan hal seperti itu diAmerika disebabkan oleh faktor manusia (54%), desain (17%), perawatan (15%), material (12%) dan hal yang tak terduga (2%). (Suara Merdeka, Kamis 26 September 2006) Salah satu sumber penyimpangan kegagalan konstruksi adalah penyimpangan terhadap tatanan, prosedur internal, prosedur eksternal dan manajemen konstruksi serta sistem yang telah disepakati dalam kontrak pekerjaan konstruksi. Mengingat fenomena dari kegagalan konstruksi, merupakan hal yang mulai dianggap lumrah oleh sebagian masyarakat yang merasa memiliki “kepintaran” lebih dalam hal konstruksi dan terkadang secara tidak sengaja, membuat citra negatif dalam pandangan masyarakat awam terhadap hal jasa konstruksi. Fenomena kegagalan konstruksi inipun termasuk hal yang masih sulit untuk dihilangkan. Pernyataan tentang fenomena kegagalan konstruksi termasuk hal yang masih sulit untuk dihilangkan, karena seperti yang telah banyak diketahui bahwa banyak sekali factor penyebab kegagalan konstruksi, yang diantaranya adalah tidak terlaksananya sistem manajemen konstruksi dan sistem manajemen kualitas yang baik.
Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Jawa Barat yang berlokasi di jl.
Dipenogoro no. 27 digunakan sebagai Gedung untuk menyelenggarakan dan
melaksanakan tugas pokok DPRD yakni lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. Kondisi basemant Gedung DPRD yang terdapat kebocoran dan genangan air diarea tangga darurat, dinding dan lantai basement menjadi kendala pada saat ini. Sehingga pada penelitian ini akan diuraikan mengenai identifikasi kondisi basement Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah melakukan identifikasi pemeriksaan kondisi fisik basement bangunan gedung DPRD yang terjadi kebocoran dan genangan.
1.3 Batasan Masalah
Untuk memperjelas permasalahan dan memudahkan dalam penyusunan laporan penelitian ini maka digunakan batasan-batasan masalah sebagai berikut :
1. Pengambilan data pada lapangan dilakukan dengan cara pengamatan visual terhadap kondisi basement dan data sekunder (As Build Drawing) area basement.
2. Pemeriksaan teknis terdiri dari :
a. Kondisi Kebocoran pada dinding area basement dan Tangga Darurat
Pemeriksaan kondisi kebocoran pada area dinding dan area basement dilaksanakan secara visual dan disesuaikan terhadap data sekunder yang ada.
b. Kondisi Kebocoran pada lantai area basement
Pemeriksaan kondisi kebocoran rembesan pada area lantai dilakukan dilaksanakan secara visual dan disesuaikan terhadap data sekunder untuk menganalisis sumber air yang muncul, kemudian evaluasi dilakukan terhadap penanganan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi kondisi tersebut.
1.4 Maksud dan Tujuan
Maksud pekerjaan ini adalah untuk melaksanakan kegiatan penelitian terkait identifikasi kondisi basement Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat.
Tujuan dari pekerjaan Identifikasi ini adalah melaksanakan pengumpulan data-data teknis tentang keadaan eksisting basement serta menganalisis berbagai kemungkinan perbaikan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi diarea basement.
1.5 Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dari pekerjaan Identifikasi ini adalah:
a) Terarahnya pelaksanaan kegiatan Identifikasi; dengan mengadakan kunjungan ke lokasi dan wawancara.
b) Tersusunnya dokumen penelitian hasil Identifikasi, sehingga diharapkan dapat menghasilkan nilai kajian yang dapat digunakan sebagai rekomendasi pada tahapan selanjutnya.
BAB
2
Daftar Pustaka dan Metodelogi
2.1 Persyaratan Kelaikan Fungsi Bangunan Gedung
Kantor berasal dari bahasa Belanda “Kantoor” adalah sebutan untuk tempat yang digunakan untuk perniagaan atau perusahaan yang dijalankan secara rutin. Kantor bisa hanya berupa suatu kamar atau ruangan kecil maupun bangunan bertingkat tinggi. (Long, 2004) Kantor menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah balai (gedung, rumah, atau ruang) tempat mengurus suatu pekerjaan atau juga disebut tempat bekerja. Selain dari pengertian diatas, ada beberapa pengertian kantor seara statis menurut beberapa ahli diantaranya yaitu :
Menurut (Atmosudirjo, 1982) kantor adalah setiap tempat yang biasanya dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaan tata usaha, dengan nama apapun juga tempat tersebut mungkin diberian.
Prajudi Atmosudirjo (1982:25), kantor adalah unit organisasi terdiri atas tempat, staf personel dan operasi ketatausahaan guna membantu pimpinan.
Dalam Pasal 16 Undang-Undang RI No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung telah disebutkan bahwa keandalan bangunan gedung adalah keadaan bangunan gedung yang memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan
2.1.1 Pemeriksaan Teknis Arsitektural
Pemeriksaan, arsitektur dilaksanakan pada finishing bangunan baik yang berada pada bagian dalam bangunan gedung, maupun yang berada pada bagian luar bangunan gedung, Kerusakan pada bangunan berdasarkan teknis arsitektur dibedakan menjadi 3 klasifikasi, yaitu:
A. Rusak Ringan
Suatu interior maupun eksterior bangunan dikatakan rusak ringan apabila terdapat kerusakan namun masih dapat digunakan dan masih bisa diperbaiki, akan tetapi tetap perlu pemeliharaan.
B. Rusak Sedang
Suatu interior maupun eksterior bangunan dikatakan rusak sedang apabila terdapat kerusakan dan tidak dapat digunakan namun masih bisa diperbaiki, akan tetapi tetap perlu rehabilitasi/perbaikan
C. Rusak Berat
Suatu interior maupun eksterior bangunan dikatakan rusak berat apabila terdapat kerusakan dan tidak dapat digunakan juga tidak bisa diperbaiki, maka perlu dirobohkan lalu dibangun ulang
2.1.2 Pemeriksaan Teknis Struktural
Struktur bangunan gedung harus direncanakan secara detail sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna bangunan gedung menyelamatkan diri. Pemeriksaan teknis bangunan gedung pada teknis struktur dilakukan dengan 2 metode yaitu pengamatan visual dan pengujian. Pengamatan visual merupakan untuk mengetahui kerusakan-kerusakan pada bangunan. Pada kerusakan bangunan ini dikategorikan sebagai berikut :
A. Pemeriksaan Visual
Pengamatan visual dilakukan untuk mengetahui kerusakan-kerusakan pada bangunan. Pada kerusakan bangunan ini dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Kerusakan Ringan Non-Struktur
Suatu bangunan dikategorikan mengalami kerusakan nonstruktur apabila terjadi hal-hal sebagai berikut :
Retak halus (lebar celah lebih kecil dari 0,075 cm) pada plesteran
Serpihan plesteran berjatuhan
Mencakup luas yang terbatas
Tindakan yang perlu dilakukan adalah perbaikan (repair) secara arsitektur tanpa mengosongkan bangunan.
2. Kerusakan Ringan Struktur
Suatu bangunan dikategorikan mengalami kerusakan struktur tingkat ringan apabila terjadi hal-hal sebagai berikut :
Retak kecil (lebar celah antara 0,075 hingga 0,6 cm) pada dinding.
Plester berjatuhan.
Mencakup luas yang besar.
Kerusakan bagian-bagian nonstruktur seperti cerobong, lisplang, dll.
Kemampuan struktur untuk memikul beban tidak banyak berkurang.
3. Kerusakan Struktur Tingkat Sedang
Suatu bangunan dikategorikan mengalami kerusakan struktur tingkat sedang apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:
Retak besar (lebar celah lebih besar dari 0,6 cm) pada dinding;
Retak menyebar luas di banyak tempat, seperti pada dinding pemikul beban, kolom; cerobong miring,
Kemampuan struktur untuk memikul beban sudah berkurang sebagian;
Laik fungsi/huni.
Tindakan yang perlu dilakukan adalah :
Restorasi bagian struktur dan perkuatan (strenghtening) untuk menahan beban gempa;
Perbaikan (repair) secara arsitektur;
Bangunan dikosongkan dan dapat dihuni kembali setelah proses restorasi selesai.
4. Kerusakan Struktur Tingkat Berat
Suatu bangunan dikategorikan mengalami kerusakan struktur tingkat berat apabila terjadi hal-hal sebagai berikut :
Dinding pemikul beban terbelah dan runtuh;
Bangunan terpisah akibat kegagalan unsur-unsur pengikat;
Kira-kira 50% elemen utama mengalami kerusakan;
Tidak laik fungsi/huni.
B. Pengujian
Sedangkan pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung teknis struktur dengan pengujian dilakukan menggunakan alat Hammer Test, Cover Meter, coredrill, UPV test. Jenis pengujian dilakukan berdasarkan kebutuhan kondisi struktur eksisting dan jenis analisis yang akan dilakukan.
2.1.3 Pemeriksaan Teknis Utilitas
Instalasi MEP bangunan gedung dilakukan dengan pengamatan secara visual terkait kondisi fisik instalasi dan pengukuran/ pengetesan dengan menggunakan peralatan sesuai dengan fungsi dari komponen instalasi sistem. Adapun pelaksanaan kajian instalasi MEP pada gedung ini terbagi ke dalam beberapa tahapan perencanaan dan konsep yang meliputi seluruh system yang akan dikaji, sehingga kegiatan kajian ini dapat dilaksanakan secara terstruktur guna mendapatkan hasil kajian yang optimal.
Kerusakan pada sistem berdasarkan teknis utilitas dibedakan menjadi 3 klasifikasi, yaitu:
A. Rusak Ringan
Sistem dikatakan rusak ringan apabila sistem perlu tindakan perbaikan
B. Rusak Sedang
Sistem dikatakan rusak sedang apabila sistem perlu segera dilakukan tindakan korektif
C. Rusak Berat
Sisem dikatakan rusak berat apabila sistem sangat perlu dilakukan tindakan korektif secepatnya.
Untuk pengukuran dilakukan dengan menggunakan peralatan listrik sebagai berikut : A. Avometer
B. Tang Meter C. Earth Tester D. Thermo Meter
2.2 Perencanaan Tapak Lingkungan Kantor
Perencanaan tapak adalah seni dan ilmu penata gunaan bagian-bagian lahan.
Perencanaantapak menentukan bermacam-macam penggunaanpada lingkungan perkantorantersebut secara mendetail dengan terlebih dahulu mengadakan pemilihansuatu tapak, membuat rencana penggunaan lahan, menyusun organisasi sirkulasi kendaraan dan sirkulasi pedestrian, menyusun rancangan bentuk visual, menyesuaikan kembali bentuk lahan yang ada dengan mengerjakan Grading, memberi drainase yang tepat dan akhirnya menyiapkan detail-detail konstruksi yang diperlukan dalam pelaksanaan proyek.
A. Pemilihan
Tapak Pemilihan tapak yang dilakukan bersamaan dengan formulasi sasaran program dapat menjamin fleksibilitas pemanfaatan potensi tapak serta pemaduan bentuk-bentuk alam atau buatan pada rancangannya. Agar dapak mengembangkan tapak sebaik mungkin, sehingga sasaran-sasaran proyek dapat tertampung seoptimal mungkin, suatu program harus dipersiapkan dengan sungguh-sungguh. Karena suatu program pada dasarnya berkembang dari kebutuhan-kebutuhan khusus sehingga akan menentukan sasaran secara menyeluruh.
Penyusunan program didasarkan pada studi tentang berbagai faktor seperti persyaratan serta ukuran tapak, tipe-tipe bangunan serta konstruksi tapak dan penggunaan bangunan. Program tersebut merupakan suatu proses perbaikan yang terus-menerus secara tetap selama faktor-faktor tersebut diteliti. Suatu program yang telah selesai dikembangkan secara lengkap, akan mencangkup suatu daftar fasilitas yang dibutuhkan, jangka waktu penyelesaian pekerjaan serta prioritas pelaksanaannya.
Ada dua alternatif metoda untuk memilih atau menetapkan tapak, yaitu:
1. Berbagai tapak dianggap berada pada lokasi-lokasi yang bersifat umum, kemudian pemilihan dilakukan untuk mendapatkan satu tapak yang paling sesuai dengan tujuan-tujuan pokok yang ditentukan sebelumnya.
2. Lokasi tapak dipilih (sudah dibeli) oleh klien atau pemberi tugas sebelum program ditetapkan atau bahkan sebelum ketentuan penggunaan tapak ditetapkan. Suatu tapak yang tidak cocok, atau karena faktor-faktor biaya, cenderung akan menjurus pada penyelesaian yang sering menimbulkan masalah yang sebenarnya tidak perlu ada seperti pekerjaan tanah yang berlebihan akan menaikkan biaya pelaksanaan proyek, yang tentunya harus diperhitungkan kembali terhadap kebutuhan lainnya. Selain itu dapat merusak bentuk alami tapak yang justru telah menjadi alasan utama mengapa tapak tersebut dipilih.
Pada proyek-proyek besar seperti perencanaan perkantoran, analisis yang mendetail terhadap tapak-tapak yang potensial sangat dibutuhkan untuk memilih tapak yang tepat. Analisis tapak beserta lingkungan disekitarnya mencangkup semua faktor- faktor alam, cultural, dan estetika yang mempengaruhinya. Hal-hal tersebut mempengaruhi pemilihan akhir suatu tapak serta memberi petunjuk tentang karakter tapak dan yang akan sangat membantu dalam menetapkan pedoman umum bagi pengembangan dikemudian hari. Perencana tapak dapat menggunakan setiap faktor yang meliputi faktor-faktor alam, cultural dan estetika, baik untuk pemilihan tapak ataupun untuk mengembangkan tapak yang ada
- Faktor-faktor Alam
1. Dasar geologi dan bentuk lahan.
2. Topografi –peta topografi dan analisis slope.
3. Hidrografi –sungai, danau, rawa, kolam, tendon air, tambak, dan saluran air hujan.
4. Tanah –klasifikasi jenis dan penggunaannya.
5. Vegetasi . 6. Satwa liar.
7. Faktor-faktor iklim –orientasi matahari, arahdan kecepatan angin, curah hujan dan kelembapan.
- Faktor-faktor Kultur
1. Tata guna lahan yang ada –pemilik lahan tetangga, dan gangguan-gangguan dari luar tapak.
2. Hubungan.
3. Lalu-lintas dan transportasi.
4. Kepadatan dan pembagian daerah.
5. Utilitas.
6. Bangunan-bangunan yang ada.
7. Faktor-faktor sejarah.
- Faktor-faktor Estetika 1. Bentuk-bentuk alami
2. Pola ruang –pemandangan, ruang dan sikuen.
B. Tata Guna Lahan
Tata guna lahan terjadi setelah fase-fase analisis selesai, rencana tata guna lahan memperhatikan struktur fungsional yang menyangkut jenis kegiatan, hubungan atau keterkaitan dan kepadatan. Berbagai kegiatan perlu dikelompokkan sedemikian sehingga kegiatan-kegiatan tersebut dapat berfungsi dalam kaitannya satu sama lain.
Apabila tata guna lahan telah ditetapkan, hubungan di antara berbagai penggunaan tersebut perlu dievaluasi. Hubungan itu dapat meliputi; gerakan orang, barang, sampah, jaringan komunikasi atau suatu yang berhubungan dengan kenikmatan pemandangan.
C. Macam-macam Sistem Sirkulasi
Sistem sirkulasi adalah prasarana penghubung vital yang menghubungkan berbagai kegiatan danpenggunaan diatas lahan. Sistem sirkulasi kendaraan, secara khusus menghasilkan salah satu elemen utama pembentuk suatu rencana tata guna lahan. Dalam kaitannya dengan bangunan, pola sirkulasi di dalam tapak Land harus dapat memenuhi kebutuhan pencapaian, bongkar muat barang, parkir, dan pelayanan servis, yang semuanya tersusun dalam suatu sikuen yang teratur dan terorganisir dengan baik. Perhatian utama sistem sirkulasi adalah pengolahan sistem sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki. Rencana sirkulasi bagi kendaraan dan pedestrian, berpengaruh pada rencana tataguna lahan. Sistem sirkulasi dapat diorganisasikan dalam sejumlah pola umum, tergantung kepada ekonomi, arah dan kapasitas pengangkutan yang diperlukan, kondisi-kondisi tapak (topogrfi dan iklim), dan kendaraan yang dipergunakan untuk menjalani sistem sirkulasi. Empat buah pola membentuk basis bagi banyak variasi sendiri-sendiri pada sistem sirkulasi, sistem- sisten ini dikenal dengan sistem grid, sistem radial,sistem linier, dan sistem kurvalinier.
D. Ruang
Ruang adalah suatu bentuk yang mempunyai dimensi, luas dan volume yang terbentuk dari bidang vertical maupun horizontal dan dimana didalamnya terdapat kehampaan yang dapat diisi olehmaterial –material lainnya.
E. Organisasi Bentuk Dan Ruang
Bermacam-macam bentuk dapat dimanipulasikan untuk menentukan suatu kawasan tersendiri dari ruang, dan bagaimana pola-pola masif dan hampa mempengaruhi kwalitas visual dari ruang-ruang tertentu. Beberapa bangunan sebenarnya terdiri dari ruang-ruang soliter. Ruang-ruang tersebut umumnya membentuk ruang-ruang lain yang berkaitan satu sama lain oleh fungsi, letak atau jalan sirkulasi. Ruang-ruang suatu bangunan dapat dihubungkan satu sama lain dan terorganisir menjadi pola-pola bentuk dan ruang yang “Coherent” (saling berkaitan erat).
2.3 Metodelogi
Berikut bagan alir pekerjaan Identifikasi basement gedung DPRD Provinsi Jawa Barat
Gambar 2. 1 Bagan Alir pekerjaan Identifikasi basement gedung DPRD Provinsi Jawa Barat
Mulai
Survey Visual Collecting Data Sekunder
Wawancara
Analisis dan Pelaporan
Kesimpulan dan Rekomendasi
Selesai
2.3.1 Survey Visual
Pemeriksaan visual terdiri dari pengukuran geometri bangunan, penentuan titik uji dan pemetaan kerusakan. Pemeriksaan visual dilakukan pada saat site visit pertama kali ke lokasi studi. Pemeriksaan detail struktur eksisting ini diperlukan karena adanya kekhawatiran mengenai tingkat keamanan struktur atau bagian-bagian struktur akibat adanya faktor-faktor yang sebelumnya tidak diperhitungkan, seperti kesulitan dalam pelaksanaan konstruksi sehingga menimbulkan kesalahan dalam pelaksanaanya, adanya pelapukan material pada struktur karena waktu, ataupun serangan zat-zat kimiawi tertentu yang merusak.
Pemeriksaan detail direncanakan terutama pada daerah-daerah di sekitar kerusakan dan pada bagian-bagian struktur yang dianggap dapat mewakili keseluruhan struktur. Metoda yang akan digunakan ditentukan berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan pada tahapan survei sebelumnya. Pemeriksaan struktur yang umum dilakukan biasanya menggunakan peralatan uji non destruktif seperti Schmidt Hammer dan lain-lain. Selain itu, pada lokasi yang dianggap perlu didapatkan informasi lebih jauh dapat pula dilakukan uji semi destruktif seperti Coredrill untuk mendapatkan sampel beton inti.
Survey visual dilaksanakan pada penelitian Identifikasi Basement Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat didampingi oleh tim teknis bagian umum sekertariat DPRD Provinsi Jawa Barat. Survey visual dilakukan mengidentifikasi berbagai kebocoran yang terjadi, analisis sumber kebocoran dan melakukan identifikasi terhadap kondisi eksisiting basement.
2.3.2 Pengumpulan Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan untuk menganalisis kondisi bangunan berdasarkan dokumen yang terdahulu. Dokumen yang dianalisis adalah dokumen as build drawing pada area basement Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat. Dokumen asbuild memberikan gambaran terakhir yang dilakukan terkait pekerjaan pembangunan Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat pada saat proses Final Hand Over (FHO).
2.3.3 Wawancara
Wawancara adalah kegiatan tanya-jawab secara lisan untuk memperoleh informasi. Bentuk informasi yang diperoleh dinyatakan dalam tulisan, atau direkam secara audio, visual, atau audio visual. Wawancara merupakan kegiatan utama dalam kajian pengamatan. Pelaksanaan wawancara dapat bersifat langsung maupun tidak
langsung. Wawancara langsung dilakukan dengan menemui secara langsung orang yang memiliki informasi yang dibutuhkan, sedangkan wawancara tidak langsung dilakukan dengan menemui orang-orang lain yang dipandang dapat memberikan keterangan mengenai keadaan orang yang diperlukan datanya. Pertukaran informasi dan ide melalui tanya-jawab dimaksudkan untuk membentuk makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara digunakan dalam penelitian untuk mengatasi kelemahan metode observasi dalam pengumpulan data. Informasi dari narasumber dapat dikaji lebih mendalam dengan memberikan interpretasi terhadap situasi dan fenomena yang terjadi.
BAB
3
Gambaran Umum
3.1 Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat 3.1.1 Letak Gedung
Berdasarkan lokasi, Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat berada di área Jl.
Diponogero No. 27 Kota Bandung.
Gambar 3. 1 Lokasi Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat
Secara geografis Provinsi Kepulauan Riau berbatasan dengan : Sebelah Utara : Gedung Bank Mandiri
Sebelah Barat : Jl. Aria Jipang Sebelah Selatan : Jl. Diponegoro
Sebelah Timur : Gedung Pullman Bandung
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang menjunjung tinggi asas Demokrasi yaitu musyawarah mufakat. Dimana dalam asas ini berlaku sIstem keterbukaan dalam memecahkan masalah-masalah yang kompleks di Indonesia baik dari sektor ekonomi,
politik, social, budaya, maupun pertahanan keamanan. Dalam aktivitasnya kegiatan tersebut dirangkum dalam suatu lembaga legislatife yang bernama DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Anggota DPR merupakan wakil-wakil rakyat dari berbagai propinsi/daerah yang ada di Indonesia, dengan tujuan menyuarakan permasalahan- permasalahan yang terdapat pada daerahnya masing-masing ke lembaga legislative.
Apabila di pusat lembaga tingginya disebut DPR, maka di Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). DPRD bertujuan menyampaikan aspirasi maupun permasalahan yang terdapat di daerah masing-masing.Dalam pemerintahannya Bengkulu memiliki lembaga DPRD Propinsi dan DPRD di wilayah kabupaten disebut sebagai DPRD Kabupaten. DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.di butuhkan suatu pasilitas gedung,yang mana Gedung DPRD termasuk dalam kategori Bangunan Gedung Negara Provinsi, yaitu bangunan gedung untuk keperluan dinas pelaksanaan tugas otonomi provinsi. Untuk itu, desain dan pembangunan gedung harus sesuai dengan fungsinya, memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kemudahan, kenyamanan, efisien dalam penggunaan sumber daya, serasi dengan lingkungan.
3.1.2 Sejarah
Dalam tahun awal berdirinya Republik Indonesia, istilah DPRD Provinsi Jawa Barat belum digunakan. Meski demikian, hal ini tidak berarti bahwa tidak terdapat lembaga legislatif semacam DPRD. Pada tahun awal kemerdekaan lembaga semacam DPRD ini sesungguhnya telah juga hadir dengan nama Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) Jawa Barat. Karena itu asal-usul dari kehadiran DPRD Provinsi Jawa Barat tidak dapat dipisahkan dari kehadiran BPRD Jawa Barat tersebut. Pada masa itu, BPRD dipimpin oleh R. Otto Iskandardinata dengan wakilnya Dr. Soeratman Erwin dan Mr. Samsudin.
Selanjutnya, pada masa transisi setelah kembalinya status Republik Indonesia Serikat ke dalam NKRI, di Jawa Barat dibentuk DPRD Sementara yang terdiri dari 60 orang anggota yang berasal dari 22 Parpol dan dipimpin oleh Djaja Rahmat (1950- 1955).
Istilah DPRD Provinsi Jawa Barat baru dikenal pada tahun 1955 yaitu setelah Pemilihan Umum Pertama yang dilakukan pada 29 September 1955. Sebagai tindaklanjut dari upaya untuk mewujudkan DPRD atas dasar pemilihan itu, pemerintah
mengeluarkan UU No. 19/1956 yang merupakan ketentuan hukum pemilihan daerah.
Setahun kemudian, untuk pertama kali dalam sejarah perkembangannya, diadakan pemilihan terhadap anggota DPRD Jawa Barat. Pada kurun waktu 1957-1960 jumlah anggota DPRD Jawa Barat sebanyak 75 orang yang berasal dari 14 Parpol dan diketuai oleh Oja Somantri.
Pada masa yang dikenal dengan Orde Lama sampai dengan 1974, Undang- undang yang menjadi landasan bagi kehadiran DPRD Jawa Barat adalah UU No.
18/1965, dan salah satu pasalnya memasung eksistensi DPRD yakni DPRD dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab kepada Kepala Daerah. Selain itu, dalam UU ini juga disebutkan, bahwa keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh DPRD harus mendapatkan tandatangan dari Kepala Daerah. Ini berarti kedudukan DPRD di bawah Kepala Daerah. Ketentuan hukum yang terdapat dalam UU No. 18/1965 mengakibatkan kekuasaan DPRD terhadap Kepala Daerah terasa sangat lemah yang pada gilirannya mempengaruhi pelaksanaan fungsi dan peran legislatifnya. Pada periode 1960-1967 , DPRD Jawa Barat dikomandoi oleh Letjen. TNI.H. Mashudi dan selanjutnya pada periode 1967-1971 DPRD Jawa Barat diketuai oleh Rachmat Sulaeman dengan jumlah anggota DPRD 70 orang yang berasal dari 8 Parpol.
Seiring dengan dikeluarkannya UU No. 5/1974, terjadi juga perubahan dalam kedudukan DPRD. Ketentuan hukum yang terdapat dalam UU ini menyatakan, bahwa Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan DPRD. Penafsiran terhadap statement ini adalah DPRD dan Kepala Daerah dalam kedudukan yang sama tinggi. Yang membedakannya adalah bahwa Kepala Daerah merupakan pelaksana dari peraturan perundangan di daerah sedangkan DPRD melaksanakan tugas di bidang legislatif.
Periode 1971-1977 DPRD Tingkat I Provinsi Jawa Barat , kembali dipimpin oleh Rahmat Sulaeman dengan anggota berjumlah 74 orang dari 4 Fraksi.
Selanjutnya, berturut-turut dalam era kepemimpinan Presiden Soeharto, pada tahun 1977-1982 DPRD Jawa Barat diketuai oleh Brigjen TNI (Purn) H. Adjat Sudradjat, Mayjen TNI (Purn) Suratman (1982-1992), Brigjen TNI (Purn) H. Agus Muhyidin (1992- 1997). Pada masa ini seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Jawa Barat, maka jumlah anggota legislative pun mengalami peningkatan menjadi 100 orang anggota.
Pada tahun 1997 terjadi gerakan reformasi yang pada akhirnya meruntuhkan kepemimpinan Orde Baru. Hal ini berpengaruh terhadap masa kerja DPRD provinsi
Jawa Barat yang hanya berlangsung selama tiga tahun, karena pada tahun 1998 sebagaimana tuntutan reformasi dilaksanakan Pemilu, dipimpin oleh Mayjen TNI (Purn) H. Abdul Nurhaman, S.Ip, S.Sos.
Lahirnya UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999 sebagai reaksi dari gerakan reformasi, merangkum dua pikiran utama yakni penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintahan dalam hubungan dosmetik kepada daerah (kecuali keuangan dan moneter, politik luar negeri, peradilan dan keagamaan) serta penguatan peran DPRD dalam pemilihan dan penetapan Kepala Daerah. Pemberdayaan fungsi- fungsi DPRD dalam bidang legislasi, representasi, dan penyalur aspirasi masyarakat harus dilakukan. Kebijakan desentralisasi merupakan bagian dari kebijakan demokratisasi pemerintahan. Karena itu penguatan peran DPRD baik dalam proses legislasi maupun pengawasan atas jalannya pemerintahan daerah perlu dilakukan.
Dalam UU 22/1999 ditentukan posisi DPRD sejajar dengan pemerintah daerah, bukan sebagai bagian dari pemerintah daerah.
Pada periode 1999-2004 , DPRD Provinsi Jawa Barat sesuai kewenangannya memlih Kepala Daerah, memilih anggota MPR dari utusan daerah, mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala daerah dan hak DPRD meminta pertanggungjawaban Kepala daerah. Kepemimpinan DPRD pada periode ini dipimpin oleh Ir. H. Idin Rafiudin (dalam perjalanan kepemimpinannya beliau wafat) yang selanjunya digantikan oleh Drs.H. Eka Santosa.
Sejalan dengan perkembangan demokrasi, dan perbaikan kehidupan ketatanegaraan, Pemerintah mengeluarkan UU No. 32 tahun 2004. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah didefinisikan sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Selanjutnya, dalam hubungannya dengan eksekutif, pasal 3 menyebutkan bahwa pemerintah daerah terdiri atas pemerintah dan DPRD. Hal itu berarti DPRD berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari pemerintah daerah.
Pemilu tahun 2004 diikuti oleh 24 Partai Politik, dan yang berhasil meraih kursi di DPRD Provinsi Jawa Barat 10 Parpol yakni Golkar, PDI-P, PKS,PPP, Demokrat, PKB, PAN, PBB, PKPB, PDS, yang selanjutnya menjadi 7 fraksi. DPRD Provinsi Jawa Barat Periode 2004 - 2009 diketuai oleh Drs.H.A.M. Ruslan (Golkar), dengan para wakil ketua H. Rudi Harsatanaya (PDI-P), drh. Achmad Ru’yat, M.Sc. (PKS, setelah diambil
sumpahnya menjadi wakil walikota Bogor, digantikan oleh H. Husin M. Albanjari, Dipl.Ing. dan H. Amin Suparmin,S.Hi. (PPP).
Sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat periode 2009-2014 keanggotaannya diresmikan berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 161.32 - 556 Tahun 2009, pada tanggal 31 Agustus 2009 dalam Rapat Paripurna Istimewa Pengambilan Sumpah/Janji Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Hasil Pemilu 2009 bertempat di Gedung Merdeka Bandung. Mereka berasal dari 9 partai dengan jumlah 100 anggota yakni : Partai Demokrat 28 orang, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 17 orang, Partai Golongan Karya 16 orang, Partai Keadilan Sejahtera 13 orang, Partai Gerakan Indonesia Raya 8 orang, Partai Persatuan Pembangunan 8 orang, Partai Amanat Nasional 5 orang, Partai Hati Nurani Rakyat 3 orang dan Partai Kebangkitan Bangsa 2 orang. Tergabung dalam 8 Fraksi yakni F.
Demokrat, F.PDI-P, F. Golkar, F. PKS, F. Gerindra, F. PPP, F. PAN, F.Hanura- PKB.
Dalam Rapat Paripurna Istimewa tersebut, ditetapkan Pimpinan Sementara DPRD Propinsi Jawa Barat, yang berasal dari dua partai peraih kursi terbesar, masing-masing H. Awing Asmawi, SE (Partai Demokrat) sebagai Ketua Sementara dan Drs. H. Syarif Bastaman (PDIP) sebagai Wakil Ketua Sementara.
Selanjutnya pada tanggal 16 Oktober 2009, berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 161.32-712 Tahun 2009 Pimpinan DPRD Provinsi Jawa Barat mengucapkan sumpah/janji dalam Rapat Paripurna Istimewa dengan susunan sebagai berikut : Ketua DPRD Ir.H. Irfan Suryanagara (F. Partai Demokrat), Wakil Ketua : H.M Rudi Harsa Tanaya (F. PDIP), Drs.H.Uu Rukmana M.Si. (F. Partai Golkar), Drs.H. Nur Suprianto, MM (FPKS) dan H. Komarudin Taher, S.Ag. (FPPP).
Sebagai hasil dari Pemilu Legislatif Tahun 2014, keanggotaan DPRD Provinsi pun mengalami perubahan. Dengan jumlah anggota masih 100 orang, untuk DPRD Provinsi Jawa Barat Periode 2014-2019, terjadi perubahan jumlah keanggotaan partai pemenang yaitu terdiri dari 10 Partai (PDIP 20 orang; Golkar 17 orang; PKS 12 orang;
Demokrat12 orang; Gerindra 11 orang; PPP 9 orang; PKB 7 orang; Nasdem 5 orang;
PAN 4 orang; Hanura 3 orang). Dari 10 partai pemenang, DPRD Provinsi Jawa Barat Periode 2014-2019 memiliki 8 Fraksi yaitu Fraksi Gabungan Golkar Amanah, Fraksi PDIP, Fraksi PKS, Fraksi Demokrat, Fraksi Gerindra, Fraksi PPP, Fraksi PPP, Fraksi Gabungan Restorasi Nurani Rakyat.
Peresmian keanggotaan DPRD Provinsi Jawa Barat Periode 2014-2019 dilakukan pada Rapat Paripurna Istimewa DPRD Provinsi Jawa Barat tanggal 1 September 2014 di Gedung Merdeka berdasarkan Surat Keputusan Mendagri Nomor 161.32-3442 Tahun 2014.
Pada tanggal 22 Oktober di Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat berdasarkan Surat Keputusan Mendagri Nomor 161.32-3862 Tahun 2014, dilakukan pelantikan Pimpinan DPRD Provinsi Jawa Barat Periode 2014-2019 yaitu Ineu Purwadewi Sundari dari PDI.P sebagai Ketua DPRD, H.M Irianto Syafiuddin (P. Golkar), Harris Yuliana (PKS), Irfan Suryanagara (P. Demokrat) serta Abdul Harris Bobihoe (P. Gerindra) sebagai Wakil Ketua.
Seiring dengan perubahan dan perkembangan sosial dan politik yang terjadi di masyarakat, maka pada lima tahun terakhir juga terjadi perubahan perundang- undangan, yaitu dengan terbitnya UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD ( UU MD3) serta UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
3.1.3 Kedudukan, Tugas Pokok, Hak dan Kewajiban
DPRD merupakan Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
Sebagai representasi rakyat, DPRD mempunyai fungsi Pembentukan Peraturan Daerah, Anggaran dan Pengawasan.
DPRD mempunyai tugas dan wewenang :
1. Membentuk Perda bersama Gubernur
2. Membahas dan memberikan persetujuan Raperda mengenai APBD yang diajukan Gubernur
3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan APBD
4. Mengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentian Gubernur dan/atau Wakil Gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentiannya
5. Memilih Wakil Gubernur dalam hal terjadi kekosongan jabatan Wakil Gubernur
6. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Provinsi terhadap rencana perjanjian internasional di daerah
7. Memberikan persetujuan atas rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi
8. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
9. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah
10. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
11. Melaksanakan tugas dan wewenang lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
DPRD mempunyai hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat sedangkan anggota DPRD mempunyai hak mengajukan Raperda, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, memimilih dan dipilih, membela diri, imunitas, mengikuti orientasi dan pendalaman tugas, hak protokoler, keuangan dan administratif serta mempunyai ruang kerja.
Pimpinan dan anggota DPRD memperoleh kedudukan protokol dalam acara resmi dan mendapat penghormatan sesuai dengan penghormatan kepada pejabat pemerintah.
3.2 Kondisi Basement Gedung DPRD 1. Denah Basement
Gambar 3. 2Denah Basement Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat
2. Kondisi Kebocoran Pada Dinding dan Area Tangga Basement
Pada lokasi studi penelitian di Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat tepatnya di area basement Gedung tersebut terjadi titik - titik kebocoran di dinding yang menyebabkan terjadinya genangan di lokasi basement Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, dilakukan penyelidikan secara fisik bangunan di lokasi tersebut untuk melihat dan memperkirakan sumber dari lokasi kebocoran pada dinding Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat
Berikut dokumentasi dari titik kebocoran yang terjadi pada area dinding basement Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat
Gambar 3. 3 Rembesan kebocoran pada dinding area basement
Gambar 3. 4 Rembesan kebocoran pada salah satu ruangan basement
Gambar 3. 5 Pengecekan bagian titik rembesan kebocaran pada area dinding basement
Gambar 3. 6Rembesan kebocoran pada dinding area basement
3. Kondisi Kebocoran pada area lantai Basement
Pada lokasi studi penelitian di Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat tepatnya di area basement Gedung tersebut terjadi titik - titik kebocoran di lantai yang menyebabkan terjadinya genangan di lokasi basement Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, dilakukan penyelidikan secara fisik bangunan di lokasi tersebut untuk melihat dan memperkirakan sumber dari lokasi kebocoran pada lantai Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat
Berikut dokumentasi dari titik kebocoran yang terjadi pada area lantai basement Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat
Gambar 3. 7 Retakan lantai pada area basement
Gambar 3. 8 Genangan air yang terjadi pada area basement
Gambar 3. 9 Genangan air yang terjadi pada area basement
Gambar 3. 10Genangan air yang terjadi pada area basement
4. Kondisi saluran dan bak control area Basement
Pada lokasi studi penelitian di Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat terdapat saluran air di sekeliling area basement, tetapi elevasi muka saluran yang terlalu rendah sehingga limpasan air yang terjadi di area basement tersebut Kembali meluap ke area lantai basement, lalu ada beberapa titik bak kontrol di area basement yang pada saat ini sebagai titik buangan air rembessan yang terjadi di area basement Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat.
Berikut dokumentasi saluran dan bak kontrol yang ada pada area basement Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat.
Gambar 3. 11 Kondisi saluran air dan bak kontrol di area basement
Gambar 3. 12Kondisi saluran air dan bak kontrol di area basement
Gambar 3. 13Kondisi saluran air pada area luar basement
Gambar 3. 14Kondisi saluran air pada area luar basement
BAB
4
Analisis dan Pembahasan
4.1 Analisis Hasil Survey
Pemeriksaan visual terdiri dari pengukuran geometri bangunan, penentuan titik uji dan pemetaan kerusakan. Pemeriksaan visual dilakukan pada saat site visit pertama kali ke lokasi studi. Pemeriksaan detail struktur eksisting ini diperlukan karena adanya kekhawatiran mengenai tingkat keamanan struktur atau bagian-bagian struktur akibat adanya faktor-faktor yang sebelumnya tidak diperhitungkan, seperti kesulitan dalam pelaksanaan konstruksi sehingga menimbulkan kesalahan dalam pelaksanaanya, adanya pelapukan material pada struktur karena waktu, ataupun serangan zat-zat kimiawi tertentu yang merusak.
Pemeriksaan detail direncanakan terutama pada daerah-daerah di sekitar kerusakan dan pada bagian-bagian struktur yang dianggap dapat mewakili keseluruhan struktur. Metoda yang akan digunakan ditentukan berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan pada tahapan survei sebelumnya. Pemeriksaan struktur yang umum dilakukan biasanya menggunakan peralatan uji non destruktif seperti Schmidt Hammer dan lain-lain. Selain itu, pada lokasi yang dianggap perlu didapatkan informasi lebih jauh dapat pula dilakukan uji semi destruktif seperti Coredrill untuk mendapatkan sampel beton inti.
Survey visual yang dilakukan pada penelitian identifikasi basement gedung DPRD Provinsi Jawa Barat difokuskan pada terjadinya kebocoran pada area dinding basement, dinding tangga darurat dan pada area lantai basement. Survey visual dilakukan oleh tim peneliti Universitas Winaya Mukti dengan didampingi oleh tim teknis dari bagian umum sekertariat DPRD Provinsi Jawa Barat.
Gambar 4.1 Site Visit ke lokasi pengamatan visual
Pada lokasi studi penelitian di Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat tepatnya di area basement Gedung tersebut terjadi titik - titik kebocoran di dinding yang menyebabkan terjadinya genangan di lokasi basement Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, dilakukan penyelidikan secara fisik bangunan di lokasi tersebut untuk melihat dan memperkirakan sumber dari lokasi kebocoran pada dinding Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat. Kondisi kebocoran dinding area basement terjadi karena adanya retakan pada dinding basement yang merupakan struktur dinding bagian basement.
Retakan tersebut terjadi sepanjang tebal dinding basement Gedung DPRD provinsi Jawa Barat. Ada 2 titik yang krusial yang menjadi perhatian pada area dinding basement dan lantai basement
(1) Dinding basement (2) Lantai basement
Gambar 4.2 Kondisi kebocoran area dinding basement dan lantai basement
Kondisi retakan tersebut terjadi pada area sambungan dan pada kondisi struktur basement. Pada area dinding terlihat permukaan dinding basement terlihat berubah warna, karena adanya air yang mengalir dari kondisi retakan yang terjadi, kondisi berdasarakan pengamatan visual, retakan tidak terjadipada struktur dinding basement tetapi pada joint (atau sambungan) dinding basement dengan struktur yang ada diatasnya. Peneliti mengindikasikan bahwa sumber air yang keluar dari dinding basement tersebut adalah dari saluran drainase yang ada diatas struktur dinding basement. Adapun untuk kondisi kebocoran pada dinding tangga darurat terindikasi bahwa sumber air yang mengalir tersebut dari bak kontrol penampungan yang ada di area luar. Kondisi hole / bak kontrok tersebut digunakan sebagai penampungan sebelum dialirkan kesaluran drainase pembuang.
Kondisi kebocoran pada dinding juga terjadi pada area tangga darurat menuju ke basement. Berdasarkan hasil pengamatan visual terdapat aliran air yang terus menerus dari dinding area tangga darurat. Terdapat retakan pada area sambungan dinding dengan plat tangga, serta retakan pada dinding basement area tangga. retakan tersebut adalah retakan halus yaitu retakan kurang dari 0,075 mm. karena retakan terjadi pada komponen struktur sehingga air masih bisa masuk ke celah struktur basement tersebut.
Gambar 4.3 Kondisi retakan area dinding tangga darurat
Gambar 4.4 Kondisi Saluran dan bak kontrol diatas basement
Hasil analisis visual kondisi kebocoran terjadi juga di area lantai basement.
Lantai basement merupakan komponan struktur yang menahan gaya angkat (uplift) air tanah. Pada perencanaan plat lantai basement, beban plat yang terjadi pada plat lantai basement adalah gaya dari air tanah dikurangi dengan berat sendiri plat. Adapun perhitungan penulangan plat berdasarkan SNI 2847-2013 tentang persyaratan beton struktural untuk Gedung. Kondisi munculnya air dari area basement berarti komponan struktur basement sudah tidak kuat lagi menahan gaya uplift air tanah yang ada dibawah basement Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat. Sehingga secara struktur terjadi retakan-retakan pada plat basement yang mengakibatkan munculnya air tanah yang ada dibawah basement.
Gambar 4.5 Konsep perencanaan plat lantai basement
Pada konsep perencanaan plat lantai basement, beban beban yang harus diperhitungkan dalam perencanan plat lantai besament adalah beban mati (berat sendiri struktur plat), beban hidup (beban operasional kendaraan), dan beban uplift (gaya angkat air tanah). Perencanaan dilakukan dengan menggunakan kombinasi pembebanan berdasarkan berdasarkan SNI 2847-2013 tentang persyaratan beton struktural untuk Gedung. Korelasi yang terjadi terhadap kondisi eksisiting berdasarkan pengamatan visual adalah, adanya keretakan yang terjadi pada struktur plat karena struktur plat sudah terjadi kerusakan akibat beban operasional yang terjadi ataupun gaya uplift air tanah. Kerusakan tersebut harus segera diantisipasi sebagai langkah perkuatan struktur dan pengembalian fungsi struktur plat lantai basement pada Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat.
4.2 Analisis Data Sekunder
4.2.1 Kondisi Denah berdasarkan Asbuild Drawing
Data sekunder yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah gambar asbuild drawing basement Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat. Adapun denah basement yang dimaksud adalah sebagai berikut.
IV-5 Gambar 4.6 Konsep perencanaan plat lantai basement
IV-6 Gambar 4.7 Konsep Drainase eksisting
Bak Kontrol
Berdasarkan denah basement dan konsep drainase eksisiting hasil pengamatan visual dan wawancara. Aliran drainase bangunan Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat dilakukan dengan mengalirkan air dari area Gedung ke arah selatan. Saluran drainase dibuat disekitar gedung, yang digunakan sebagai drainase yang menampung air dari area bangunan, kemudian saluran tersebut dikomeksikan dengan saluran pembuang yang ada dibatas lahan gedung DPRD Provinsi Jawa Barat yang sudah menuju selatan ke jl. Dipenogoro.
Kondisi basement yang selalu tergenang air tersebut terlihat dari adanya back control yang ada diarea basement. Bak kontrok tersebut berfungsi menampung air yang ada diarea basement, kemudian sebagian dipergunakan untuk kebutuhan operasional toiletries gedung, dan sisanya dipompa keluar gedung melalui saluran drainase area gedung dan saluran pembuang.
Gambar 4.8 Kondisi Bak Kontrol di area basement
Wawancara dilakukan kepada salah satu pegawai yang selalu berada di area Gedung Basement, hasil wawancara yang dilakukan memberikan informasi bahwa pembangunan gedung selesai dilakukan pada tahun 2012. Secara historis operasional gedung, awal digunakan tidak terjadi kebocoran pada area dinding, akan tetapi seletah berjalannya waktu sampai dengan tahun 2021, sudah 9 tahun gedung tersebut beroperasional kendala pada basement tersebut terjadi sampai pada kondisi saat ini.
Aliran air pada pada basement tidak berjalan dengan baik, karena saluran samping pada basement itu berada diatas plat lantai, sehingga air yang keluar dari plat lantai basement tidak mengalir ke area saluran drainase basement. Hal ini harus segera dilakukan penanganan agar aliran air pada basement bisa mengalir ke saluran samping basement, yang kemudian bisa ditampung oleh bak kontrol yang mempompa ke saluran pembuang utama.
4.2.2 Laporan Pra Audit Struktur Gedung Kantor Eksisting DPRD Provinsi Jawa Barat
Berdasarkan data sekunder berupa “Laporan Pra Audit Struktur Gedung Kantor Eksisting DPRD Provinsi Jawa Barat” berdasarkan diagram interaksi kolom K7 Lt.4 Akibat beban eksisting (servis) dinyatakan aman terhadap pembebanan dimana P aksial < P aksial service, dengan kapasitas 5498 kN < 6300 kN…OK, akan tertapi terhadap beban rencana, dinyatakan berbahaya terhadap pembebanan rencana dimana P aksial izin > P aksial service dengan kapasitas 6492 KN > 6300 kN. Dihitung pula kondisi kolom pada beban rencana ultimate, dinyatakan aman terhadap pembebanan yang disesuaikan dimana P aksial izin < P aksial service, dengan kapasitas 6108 kN < 6300 kN…OK.
Kondisi Balok berdasarkan laporan Pra Audit menyatakan bahwa rekomendasi beban dinding pembatas maksimum adalah 55 kg/m2, dengan tinggi maksimum 3,4 m, tidak menggunakan batu bata merah atau dinting bata melebihi beban syarat pada kondisi beban dinding, kemudian direkomendasikan melakukan perkuatan pada penampang balok sebelum melakukan pekerjaan konstruksi dilapangan, dengan perkuatan yang direkomendasikan menggunakan CFRP (carbon Fiber Reinforced Polymer).
Kondisi Pelat tebal 120 mm akibat beban eksisting service dinyatakan aman terhadap pembebanan dimana susunan tulangan tercapai dan sesuai dengan perhitungan, akan tetapi kondisi beban rencana menyatakan berbahaya terhadap pembebanan dimana tulangan susut mengalami overstress (o/s), jika tulangan yang diperlukan melebihi kemampuan tulangan eksisting akan mengalami pola keruntuhan struktur.
4.2.3 Laporan Audit Struktur Tahap -1
Laporan Audit Struktur tahap-1 dilakukan pada area Basement Gedung Kantor DPRD Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan hasil pengujian dapat diambil kesimpulan bahwa, terdapat keretakan pada area dinding penahan basement dan pelat lantai yang mengakibatkan terjadinya rembesan. Mutu beton hasil pengujian permukaan basemen pada kondisi rata-rata kolom sebesar 440 kg/cm, DPT sebesar 407 kg/cm dan pelat lantai 584 kg/cm. Berdasarkan uji kuat tekan beton inti diperoleh nilai kuat tekan kolom antara 27,98 – 35,61MPa. Kuat tekan DPT sebesar 26,28 – 39,97 MPa dab pelat lantai 16,96 – 39,52 MPa. Data ini menunjukkan bahwa kualitas beton secara keseluruhan masih memenuhi persyaratan.
Berdasarkan hasil pengujian UPV menunjukkan bahwa hasil kolom dinyatakan baik dan DPT dinyatakan kurang baik, sedangkan nilai keretakan komponenpelat didapat antara 121,82 mm – 303,62 mm. Berdasarkan uji rebar scan semua komponen struktur masih memenuhi persyaratan. Berdasarkan hasil uji sondir didapat jenis tanah merupakan tanah timbunan pada titik uji sondir pertama qc>200 oada kedalaman 4,2 m, sedangkan pada titik kedua pada kedalaman 3,00 m dengan kondisi muka air kedalaman 3m.
Pada laporan pengujian struktur tahap 1 ada beberapa saran yang disampaikan yakti : - Meningkatkan daya dukung dinding penahan tanah dan pelat lantai basement
dengan menambah tebal komponen struktur
- Menambah waterproofing coating pada dinding penahan tanah yang bertujuan mengurangi rembesan.
- Menambah waterproofing membrane dan screeding pada pelat lantai basement.
- Direkomendasikan melanjutkan pekerjaan audit struktur pada bagian upper structure.
4.3 Identifikasi Struktur Basement
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan struktur basement gedung DPRD Provinsi Jawa Barat memiliki struktur tipe Diapragm Wall. Diaphragm Wall adalah salah satu jenis dinding penahan tanah (retaining wall) yang bisa juga digunakan sekaligus untuk dinding basement pada struktur bangunan yang memiliki lantai bawah tanah. Pengerjaanya dilakukan sebelum melakukan pekerjaan galian tanah dengan cara melakukan pengeboran, pemasangan tulangan kemudian diakhiri dengan pengecoran. Setelah struktur Diaphragm Wall mencukupi umur serta kekuatanya maka bisa dilanjutkan dengan pekerjaan galian tanah.
Kelebihan dalam menggunakan Diaphragm Wall diantaranya:
1. Proses pengerjaan lebih cepat dibanding konstruksi Dinding Penahan Tanah lainnya.
2. Dapat dikombinasikan dengan metode Top Down Construction sehingga waktu pengerjaan lebih efisien.
3. Pengerjaan minim polusi suara dan getaran.
Kelemahan dalam menggunakan Diaphragm Wall diantaranya :
1. Biaya relatif lebih tinggi dibanding konstruksi Dinding Penahan tanah lainnya.
2. Sambungan panel Diaphragm Wall rentan bocor (leaked), sehingga perlu dilakukan grouting pada area yang bocor.
Mendesain Diaphragm Wall terdiri dari perencanaan ketebalan dinding dan penulangannya. Ketebalan dinding biasanya ditentukan melalui analisa tegangan, analisa deformasi dinding, dan studi kelayakan detailing penulangan dinding. Menurut Chang Yu-Ou (2006), ketebalan Diaphragm Wall dapat diasumsikan sebesar 5% He (Kedalaman Galian) di preliminary design. Perhitungan penulangan Diaphragm Wall secara umum mengikuti metode LFRD. Desain utama penulangannya meliputi tulangan vertikal, tulangan horizontal, dan tulangan geser. Perhitungan penulangan didasarkan pada bending moment dan shear envelope yang didapat dari Analisa tegangan pada program bantu seperti plaxis, sap 2000 ataupun program lainnya.
Dalam merencanakan konstruksi basement, perlu dilakukan analisis stabilitas dinding basement sebagai dinding penahan tanah. Di saat gaya geser suatu titik dalam tanah melebihi atau dalam kondisi seimbang dengan gaya geser tanah, titik tersebut berada dalam keadaan kritis atau akan mengalami keruntuhan. Bidang keruntuhan akan terbentuk pada saat banyak titik keruntuhan bersatu membentuk suatu bidang, sehingga mengakibatkan galian runtuh (collapse). Inilah yang dimaksud dengan overal shear failure. Kegagalan atau keruntuhan dalam penggalian adalah bencana dalam kawasan penggalian karena membahayakan bagi para pekerja dan peralatan, sehingga untuk menghindari kegagalan serta keruntuhan dibutuhkan analisa keruntuhan dengan analisa push – in.
Gambar 4.9 Keruntuhan Akibat Push-in
Dorongan pada analisa push in disebabkan oleh tekanan tanah ketika kondisi kritis, dimana hal tersebut dapat mengakibatkan dinding bergerak dalam jarak yang cukup jauh dari posisi semula terutama pada daerah dinding yang tertanah dalam tanah sehingga mengakibatkan keruntuhan seutuhnya. Metode yang digunakan pada analisa push in adalah metode free earth support dengan memodelkan dinding di
bawah posisi strut terbawah sebagai free body dan melakukan analisis kesetimbangan gaya dan juga menghitung distribusi tekanan tanah baik aktif maupun pasif.
Gambar 4.10 Analisa Push-In dengan metode Gross Pressure (a) Distribusi Gross Earth Pressure (b) kesetimbangan gaya
dinding penahan tanah
Dimana :
Persamaan diatas disebut sebagai metode gross pressure, dimana faktor keamaan yang disarankan sebesar adalah FP ≥ 1,5. Namun pada saat momen lentur yang diijinkan pada dinding penahan tanah sebesar nol (Ms = 0), maka dapat digunakan FP ≥ 1,2. Selain menghitung faktor keamanan akibat push in, persamaan metode gross pressure dapat digunakan untuk mencari kedalaman penetrasi dinding penahan tanah yang tertanam dengan berbagai macam nilai faktor keamanan. Secara visual kondisi basement Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat tidak terlihat adanya settlement berlebih, hal ini terlihat tidak adanya keretakan struktur pada join atau koneksi antar struktur basement berlebih yang terjadi.
4.3.1 Tekanan Lateral Tanah
Tekanan tanah lateral adalah gaya yang ditimbulkan oleh akibat dorongan tanah di belakang struktur penahan tanah pada bidang horizontal. Tekanan tanah lateral dapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Jika dinding menjauhi tanah, hingga terjadi keruntuhan, nilai K mencapai minimum yang dinamakan tekanan tanah aktif (Ka).
2. Jika dinding bergerak menekan kearah tanah hingga runtuh, koefisien K mencapai nilai maksimum yang dinamakan tekanan tanah pasif (Kp).
3. Jika dinding tidak bergerak, K menjadi koefisien tekanan tanah diam (K0).
Gambar 4.11 Jenis Tekanan Tanah Berdasarkan Arah pergerakan Dinding
Secara visual kondisi basement Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat tidak terlihat adanya deformasi lateral yang berlebih, hal ini terlihat tidak adanya pergerakan dinding basement berlebih akibat tekanan tanah aktif maupun tekanan tanah fasif. Kondisi dinding secara visual masih terlihat kokoh dan tidak ada deformasi yang berlebih.
4.3.2 Kontrol Heave (hidrodynamic)
Pada proses perencanaan basement, setelah dihitung kedalaman retaining wall berdasarkan kesetimbangan gaya, kemudian perlu juga untuk menghitung kedalaman retaining wall berdasarkan keamanan terhadap aliran air yang lebih dikenal dengan hidrodynamic. Perbedaan ketinggian hidrolis air antar daerah aktif dan pasif dapat menyebabkan pergerakan air kedalam daerah pasif tanah, dalam hal ini adalah lubang galian seperti terlihat pada Gambar 4.12. Kedalaman yang aman terhadap hidrodynamic berarti dinding dapat memotong aliran tanah, sehingga pada saat proses penggalian nantinya aliran air tidak akan menjadi masalah yang serius namun tetap harus dilakukan pekerjaan dewatering.
Gambar 4.12 Hydrodinamic pada galian tanah
Secara visual kondisi basement Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat pada bagian plat lantai terjadi kondisi dimana aliran air muncul dari plat basement.
Kondisi tersebut merupakan kondisi hydrodynamic yang terjadi pada kondisi basement gedung DPRD Provinsi Jawa Barat. Munculnya kondisi tersebut dapat terjadi yang disebabkan beberapa faktor seperti adanya perbedaan ketinggian hidrolis air antara daerah aktif dan pasif (karena adanya galian), kurangnya kedalaman retaining wall sehingga dinding tidak dapat memotong aliran air. Kedua faktor tersebut bisa saja mempengaruhi kondisi basement Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat.
4.3.3 Kontrol Uplift
Kontrol akibat uplift pressure dilakukan pada bagian pelat paling bawah yang menyentuh tanah pada lapisan terdalam galian struktur bawah tanah. Kondisi basement Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat hanya memiliki 1 lantai basement saja. Hal ini berarti kondisi plat yang ditinjau hanya 1 lantai basement. Kontrol terhadap uplift perlu dilakukan dimana kontrol kestabilan terhadap gaya angkat ke atas akibat tekanan air tanah pada struktur bangunan bawah tanah tersebut. Pada bagian bawah pelat sepanjang dinding penahan tanah yang tertanam terdapat lapisan tanah kedap air yang akan menjadi sebagai penahan gaya angkat ini.
Secara visual kondisi basement Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat tidak terdapat uplift berlebih, hal ini terlihat tidak adanya pergerakan plat secara vertikal yang teramati secara visual.
4.4 Analisa Metode Perbaikan
Metode Perbaikan basement Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat berdasarkan hasil dari survey lapangan dan analisis yang telah dilakukan, jenis penanganan sebagai metode perbaikan disesuaiakan berdasarkan jenis kerusakan yang terjadi di lokasi studi, sehingga penangangan khusus di setiap jenis kerusakan yang terjadi sesuai dengan kebutuhan kondisi struktur. Metode perbaikan pada laporan identifikasi ini memberikan gambaran terhadap perbaikan struktur pada scenario jangka pendek.
Pada sckenario jangka pendek dilakukan untuk memperkuat kondisi struktur eksisting dengan memperhatikan hasil pengujian struktur yang sudah dilakukan pada tahapan audit struktur tahap 1 (area basement). Adapun untuk metode perbaikan jangka panjang, disarankan dilakukan berdasarkan scenario perbaikan atau treatmen yang direkomendasikan oleh konsultan perencana pada dokumen Audit Struktur Tahap 1 (Basement) dan Audit struktur Tahap II (Upper Struktur).
Adapun beberapa metode perbaikan yang disarankan pada scenario jangka pendek adalah sebagai berikut :
4.4.1 Injeksi Polyurethane Grouting (IPU)
Injeksi Polyurethane Grouting (IPU) adalah injeksi kebocoran kecil seperti rembesan, keretakan atau cracks, leakage pada umumnya dapat dilaksanakan pada setiap struktur konstruksi beton seperti terowongan, dermaga, jembatan, basement, silo,fire tank, STP,GWT, balkon, abutment, kolam renang, dak atap, dak kamar mandi, kolom, balok, pit lift, lantai beton, jalan toll dan berbagai macam bentuk bangunan lainnya. Bahan yang dipergunakan adalah Polyurethane Grouting (PU-300) adalah liquid polyurethane grouting, yang besifat solvent foam dan solid untuk mengisi rongga atau struktur retak halus yang rembes mengeluarkan air dan sudah memenuhi standar ASTM C-881 – 78 Type 1,Grade 1,class B+C. Material / chemical 1 komponen viskositas super rendah,super encer dan berkekuatan tinggi.
Bahan ini setelah kering akan menyambung dan membuat pengikatan kembali sifat monolitisnta terhadap kerusakan akibat gempa, atau retakan beton.
Adapun Langkah-langkah perbaikan yang dilakukan adalah sebagai beriku : - Chipping atau cukup Gerinda area keretakan untuk mengetahui detail
keretakan sedalam 0,5 cm hingga membentuk huruf v.
- Melakukan pengeboran di area yang sudah dibobok untuk pemasangan pipa pecker dengan jarak 20 cm agar kekosongan rongga bias terisi maximal.
- Melakukan pemasangan pipa pecker dan grouting atau pluging mengunakan Sika Accelerator pada area pecker dan lajur yang sudah dichipping guna saat injeksi material yang digunakan tidak keluar dari beton atau celah retekan.
Grouting pluging juga bisa menggunakan material sikaset, accelerator dicampur dengan semen.
- Pastikan kondisi mesin injeksi atau pressure machine bagus.
- Masukan kan bahan matrial Polyurethane Grouting (PU-300) sesuai prosedur pabrik.
- Melakukan injeksi ke pipa-pipa pecker yang sudah dipasang, pastikan sudah terisi dengan penuh.
- Perapihan pemotongan pipa pecker kondisi material yang disuntikan sudah mengeras dan lama pengerasan material min 1x 24 jam.
- Finishing dengan mengunakan skim coat.
Gambar 4.13 Aplikasi IPU pada basement
4.4.2 Injeksi Beton dengan Epoxy Resin Grout
Pada bagian struktur yang retak tetapi tidak mengalami kebocoran dilakukan injeksi beton dengan material Epoxy Resin Grout. Material Epoxy Resin Grout punya beberapa kelebihan dan disukai banyak pemilik bangunan. Sebab karakteristik material injeksi beton ini tidak menyusut dan memiliki viskositas yang rendah. Dengan begitu bagian terkecil pun bisa dimasuki oleh material. Setelah injeksi beton selesai daya tahannya pun tinggi bahkan jika dibandingkan dengan beton itu sendiri. Spesifikasi injeksi beton dengan epoxy memiliki tekanan 620 kg/cm2 umur 7 hari, tekanan 640 kg/cm2 umur 28 hari, tarikan 270 kg/cm2 umur 28 hari, kelenturan 400 kg/cm2 umur 28 hari. Perbaikan injeksi beton retak dan pecah ini dilakukan dengan bantuan tekanan rendah dan secara perlahan memasukan material Epoxy Resin Grout ke dalam jalur retakan beton. Maka beton yang terpisah akibat keretakan atau kebocoran bisa saling mengikat lagi, sehingga mengembalikan kekuatan struktur beton dan bangunan. Sehingga setelah proses injeksi beton, bangunan terhindar dari kerusakan yang lebih besar
Cara Kerja Perbaikan Beton yang Retak adalah sebagai berikut :
- Menandai jalur retakan dengan menggunakan kapur tulis atau spidol.
- Membersihkan jalur retakan dari kotoran atau lumut yang ada di permukaan beton, sehingga permukaan beton bersih dan tidak menghambat proses injeksi beton.
- Memasang napple atau injector. Pada bagian bawahnya diberi perekat (Epoxy Adhesive).
- Penempatan napple harus tepat pada jalur retakan, yaitu tepat di tengah dan pastikan lubang napple tidak tersumbat saat proses injeksi beton.
- Napple dipasang setiap 20 cm sepanjang jalur retakan, termasuk jika retakan itu bercabang.
- Mengaplikasikan sealer dengan Epoxy Adhesive agar saat proses injeksi beton tidak ada material yang tumpah atau keluar dari retakan.
- Memasang selang untuk menghubungkan antar napple. Pada kasus tertentu, hal ini bisa tidak dilakuan dan proses injeksi beton dapat dilakukan dari napple ke napple.
- Proses injeksi beton
- Finishing dilakukan setelah 24 jam. Napple dan selang yang menempel lalu dilepas dengan gerinda.
Gambar 4.14 Aplikasi Injeksi Beton dengan Epoxy resin grout.
4.5 Estimasi Biaya Pekerjaan
Estimasi biaya pekerjaan dilakukan berdasarkan hasil pengamatan visual dan data sekunder terhadap kondisi perbaikan area lantai basement dan dinding penahan tanah. Adapun kondisi area perbaikan dan estimasi biaya pekerjaan adalah sebagai berikut:
IV-17
Gambar 4.15 Sket jenis kerusakan pada area penanganan