• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 2. Uji F

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Tabel 2. Uji F"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Profitabilitas, Likuiditas, Dan Ukuran Perusahaan Pengaruhnya Terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Blue Chips Di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2016

Adithya Mahatva Yodha1 STIE Widya Gama Lumajang

Email : [email protected]

Sukma Irdiana2

STIE Widya Gama Lumajang Email : [email protected]

Mokhamad Taufik3 STIE Widya Gama Lumajang

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh profitabilitas, likuiditas, dan ukuran perusahaan secara signifikan dan simultan terhadap struktur modal pada perusahaan Blue Chips. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan Blue Chips yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode Tahun 2011-2016. Metode pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling, dan diperoleh jumlah sampel sebanyak 16 perusahaan. Data yang diunakan berupa data sekunder yang berasal dari Annual Report dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa profitabilitas dan likuiditas berpengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal. Sedangkan ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap struktur modal.

Profitabilitas, likuiditas, dan ukuran perusahaan secara simultan berpenggaruh secara signifikan terhadap struktur modal. Besarnya koefisien determinasi (R square) adalah sebesar 0,333. Hal ini berarti bahwa 33,3% variabel dependen yaitu struktur modal dapat dijelaskan oleh tiga variabel independen yaitu profitabilitas, likuiditas, dan ukuran perusahaan, sedangkan sisanya 66,7% struktur modal dijelaskan oleh variabel atau sebab-sebab lain di luar model.

Kata Kunci: Profitabilitas, likuiditas, ukuran perusahaan, dan struktur modal

Abstract

This study aims to determine the effect of profitability, liquidity, and firm size significantly and simultaneously to the capital structure of the Blue Chips company. Population in this research is Blue Chips company which listed in Bursa Efek Indonesia period 2011-2016. The method of selecting the sample using purposive sampling method, and obtained the number of samples of 16 companies. The data used are secondary data derived from Annual Report and Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Data analysis technique used in this research is multiple linear regression analysis technique.

The results showed that profitability and liquidity have a significant negative effect on capital structure.

While firm size have significant positive effect to capital structure. Profitability, liquidity, and firm size simultaneously significantly influence the capital structure. The magnitude of the coefficient of determination (R square) is 0.333. This means that 33.3% of the dependent variable of capital structure can be explained by three independent variables namely profitability, liquidity, and firm size, while the remaining 66.7% of capital structure is explained by variables or other causes outside the model

Keywords: Profitability, liquidity, firm size, and capital structure

PENDAHULUAN

Pasar modal bisa jadi salah satu pilihan untuk berinvestasi. Alternatif ini masih terlalu asing bagi sebagian besar perusahaan. Kesan susah dipelajari dan rumit dalam berinvestasi membuat pasar modal jarang diminati oleh investor konvensional. Pasar modal digunakan untuk melakukan pendanaan jangka panjang. “Pengertian pasar modal secara umum adalah suatu metode keuangan yang terorganisir, yang meliputi beberapa bank-bank komersial dan seluruh lembaga penghubung di bidang keuangan, dan seluru surat-surat berharga yang beredar. Dalam arti sempit, pasar modal

(2)

adalah suatu pasar (tempat, berupa gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham, obligasi-obligasi, dan jeniis surat berharga lainnya dengan memakai jasa para perantara pedagang efek” (Sunariyah, 2011:4-5).

Masalah yang sering dihadapi perusahaan adalah pendanaan. Masalah pendanaan berhubungan dengan pengalokasian biaya yang dipakai untuk pembelanjaan operasional perusahaan. “Keputusan mengenai sumber dana yang akan digunakan (apakah sumber dana internal atau eksternal, jangka pendek ataulah jangka panjang) disebut keputusan pembelanjaan" (Halim, 2007:2-3). Struktur modal yang terdiri atas perimbangan atau perbandingan modal asing dengan modal sendiri berkaitan dengan profitabilitas perusahaan. Modal eksternal perusahaan disini yaitu utang jangka panjang maupun utang jangka pendek, sedangkan modal internal perusahaan terdiri atas laba ditahan dengan penyertaan kepemilikan perusahaan atau saham. Semakin tinggi laba bertambah bagus dan berkembang pula kemakmuran perusahaan.

Perusahaan yang memiliki likuiditas yang sehat setidaknya memiliki rasio lancar sebesar 100%, dengan begitu perusahaan akan memperkecil ketergantungan modal yang didapat dari eksternal perusahaan (hutang). Ukuran likuiditas perusahaan yang lebih menjelaskan tingkat likuiditas perusahaan ditentukan dengan rasio kas (kas kepada utang lancar). Semakin besar ukuran perusahaan semakin besar pula produktivitas perusahaan, sehingga ada kecenderungan bahwa bertambah besar ukuran perusahaan semakin besar juga utang perusahaan karena perusahaan yang mempunyai ukuran besar lebih gampang mendapatkan utang dari kreditur dari pada perusahaan yang berukuran kecil.

Obyek pada penelitian ini yaitu perusahaan-perusahaan yang masuk ke dalam kategori Blue Chips periode 2011-2016 yang terdapat di BEI. Saham Blue Chips yaitu saham yang mewakili perusahaan dengan ciri-ciri sebagai berikut 1) Perusahaannya besar, 2) Mempunyai nama baik dan dinilai bagus oleh semua orang setidaknya di tingkat nasional, 3) Mempunyai prestasi/fundamental yang baik, 4) Pada umumnya merupakan pemimpin di industri/sektornya masing-masing, 5) Sahamnya liquid. Disebut „blue‟ atau „berwarna biru‟, karena saham Blue Chips secara umum dianggap lebih valuable dibanding saham biasa, dimana warna biru menunjukkan kelas aristokrat atau bangsawan (darah biru). Di Bursa EI beberapa investor terkadang mendeskripsikan saham-saham Blue Chips ini sebagai saham yang terdaftar di Indeks LQ 45. Anggapan ini tidak keliru, karena sebagian besar saham ILQ 45 memang merupakan Blue Chips, namun tidak semua saham ILQ 45 adalah Blue Chips. Sebab kriteria pemilihan saham ILQ 45 bukanlah berdasarkan kriteria saham Blue chips, melainkan lebih hanya berdasarkan likuiditas di market. Karena kriteria tersebut tidak semua saham bisa masuk ke Blue Chips, saham yang ada harus berkapitalisasi yang besar dan sangat liquid sehingga mudah untuk trading. Sehingga banyak yang menyarankan untuk memperdagangkan saham yang ada di Blue Chips ketimbang saham yang lain.

Berdasarkan pada uraian konteks persoalan yang terjadi di atas maka dapat diajukan sebuah penelitian yang berjudul “Profitabilitas, Likuiditas, dan Ukuran Perusahaan Pengaruhnya terhadap Struktur Modal pada Perusahaan Blue Chips yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2011-2016”.

Berdasarjan latar belakang di atas maka dapat disimpulkan permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah profitabilitas, likuditas, dan ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan dan simultan terhadap struktur modal pada perusahaan Blue Chips di Bursa Efek Indonesia?

Kegiatan penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui profitabilitas, likuiditas, dan ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan dan simultan terhadap struktur modal pada perusahaan Blue Chips di Bursa Efek Indonesia.

KAJIAN PUSTAKA

Pengertian Struktur Modal

Struktur modal berhubungan dengan sumber pendanaan yang digunakan untuk mendanai investasi yang dilakukan oleh perusahaan. “Struktur modal merupakan gambaran dari bentuk proporsi finansial perusahaan, yaitu antara modal yang dimiliki yang berasal dari hutang jangka panjang (long- term liabilities) dan modal sendiri (shareholder’s equity) yang menjadi sumber pembiayaan suatu perusahaan” (Fahmi, 2016:184). “Struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing (jangka panjang) dengan modal sendiri dalam suatu perusahaan” (Yusintha &

Suryandari, 2010:180). Menurut Riyanto (2011:282, dalam Sholikhadi & Yahya, 2016:3), “Struktur modal adalah pembelanjaan permanen yang mencerminkan pertimbangan atau perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Struktur modal menunjukkan proposi atas penggunaan hutang untuk membiayai investasinya, sehingga dengan mengetahui struktur modal, investor dapat mengetahui keseimbangan antara risiko dan tingkat pengembalian investasinya”.

(3)

Kebutuhan modal untuk memperkuat struktur modal suatu perusahaan dapat berasal dari internal dan eksternal, dengan ketentuan sumber dana yang dibutuhkan tersebut bersumber dari tempat- tempat yang dianggap aman (safetryposition) dan jika dipergunakan memiliki nilai dorong dalam memperkuat struktur modal keuangan perusahaan. Dalam artian ketika dana itu digunakan untuk memperkuat struktur modal perusahaan, maka perusahaan sanggup mengendalikan modal tersebut secara efektif dan efisien serta tepat sasaran (Fahmi, 2016:185).

Perusahaan memiliki dua sumber pendanaan dalam menentukan struktur modal sumber pendanaan tersebut dapat diperoleh dari sumber pendanaan internal maupun eksternal perusahaan.

Sumber pendanaan internal dapat diperoleh dari laba ditahan sedangkan sumber pendanaan eksternal diperoleh dari utang dan penerbitan saham. Perusahaan diharapkan bisa mencapai struktur modal yang optimal dari kedua sumber pendanaan tersebut. Menurut Horne and Wachowich dalam Kennedy (2008:4), “Struktur modal optimal adalah struktur modal yang meminimalkan biaya modal perusahaan dan karenanya memaksimalkan nilai perusahaan”. Sedangkan struktur modal yang optimal menurut Napa I. Awat dan Muljadi (1995:34, dalam Kesuma, 2009:39) adalah struktur modal yang dapat memaksimumkan nilai pasar perusahaan dengan cara meminimumkan biaya modal rata- rata (average cost of capital)”.

Apabila suatu perusahaan dalam memenuhi pendanaannya mengutamakan sumber dana internal perusahaan, maka dapat mengurangi ketergantungan sumber pendanaan dari luar. Akan tetapi, jika kebutuhan sumber pendanaan perusahaan sangat besar maka perusahaan menggunakan sumber pendanaan eksternal baik dengan cara utang atau mengeluarkan saham baru. Jika perusahaan dalam memenuhi sumber pendanaan dari luar lebih mengutamakan hutang, maka ketergantungan terhadap kreditur akan bertambah tinggi. Sebaliknya jika perusahaan bergantung pada penerbitan saham, maka biayanya akan sangat mahal. Karena diantara biaya modal yang lainnya, biaya penerbitan saham baru sangatlah tinggi. Oleh karena itu perlu adanya keseimbangan yang optimal antara sumber dana internal dan eksternal. Pendapat Brigham dan Houston (2006:24 dalam Kennedy, 2008:4), “Struktur modal yang optimal adalah struktur yang memaksimalkan harga dari saham perusahaan, dan hal ini biasanya meminta rasio hutang yang lebih rendah dari pada rasio yang memaksimumkan EPS yang diharapkan”.

Teori Struktur Modal

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang struktur modal, diantaranya yaitu:

Pendekatan Tradisional

Pendekatan tradisional mengemukakan bahwa ada struktur modal optimal dan perusahaan yang bisa meningkatkan nilai total perusahaan dengan menggunakan jumlah hutang (leverage keuangan) tertentu, dengan menggunakan hutang yang semakin besar, pada mulanya perusahaan bisa menurunkan biaya modal (ko) dan meningkatkan nilai perusahaan walaupun pemegang saham meningkatkan tingkat kapitalitas (ke) karena meningkatkan risiko bagi pemegang saham, peningkatan tersebut tidak melebihi manfaat yang diperoleh dari penggunaan hutang yang biayanya lebih murah (Sholikhadi & Yahya, 2016:3).

Menurut Horn and Wachowich (2007:273 dalam Kennedy, 2008:2), Pendekatan tradisional untuk struktur dan penilaian modal berasumsi bahwa terdapat struktur modal optimal dan bahwa pihak manajemen dapat memaksimalkan nilai total perusahaan melalui penggunaan leverage keuangan secara hati-hati. Pendekatan ini menyarankan perusahaan dapat menurunkan biaya modal meningkatkan nilai totalnya melalui kenaikan leverage. Walaupun para investor meningkatkan tingkat pengembalian atas ekuitas yang diminta, peningkatan tersebut tidak seluruhnya menetralkan manfaat dari penggunaan modal utang yang “lebih murah. Sejalan dengan semakin banyaknya leverage keuangan yang muncul, para investor akan semakin meningkatkan pengembalian atas ekuitas yang diminta sehingga pada akhirnya pengaruh ini lebih dari sekedar menetralkan manfaaat modal utang yang “lebih murah”.

Pendekatan Modigliani dan Miller (MM)

Menurut Hanafi (2013:311 dalam Sholikhadi & Yahya, 2016:3), Modigliani dan Miller mengembangkan model struktur modal tanpa pajak dan dengan pajak. Nilai perusahaan dengan pajak lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahaan tanpa pajak. Selisih tersebut diperoleh melalui penghematan pajak karena bunga dapat dipakai untuk mengurangi pajak. Miller sendiri kemudian mengembangkan model struktur modal dengan memasukkan pajak personal. Pemegang saham dan pemegang hutang harus membayar pajak jika menerima deviden (untuk pemegang saham) atau bunga (untuk pemegang hutang). Menurut model tersebut, tujuan yang ingin dicapai adalah dapat meminimalkan pajak perusahaan tetapi meminimalkan total pajak yang harus dibayarkan (pajak perusahaan, pajak atas pemegang saham, dan pajak atas pemegang hutang).

Teori struktur modal modern dimulai pada tahun 1958, ketika dua orang ahli manajemen keuangan Prof. Franco Modigliani dan Marton Miller mengajukan teori yang ilmiah tentang struktur

(4)

modal perusahaan bahwa nilai sebuah perusahaan tidak terpengaruh oleh struktur modalnya. Atau dengan kata lain bagaimana cara sebuah perusahaan akan membiayai operasinya tidak berarti apa- apa, sehingga struktur modal adalah suatu hal yang tidak relevan. Akan tetapi teori ini didasarkan pada beberapa asumsi diantaranya tidak ada biaya pialang, tidak ada pajak, tidak ada biaya kebangkrutan, investor dapat meminjam pada tingkat yang sama dengan perusahaan dan EBIT tidak terpengaruh oleh penggunaan hutang. Jika asumsi yang diajukan Modigliani dan Miller dipenuhi, maka kesimpulannya adalah dalam kondisi pajak perusahaan akan semakin baik apabila menggunakan hutang yang semakin besar. Dalam kenyataannya, hal itu sulit terjadi karena adanya beberapa titik kelemahan dari asumsi pendekatan Modigliani dan Miller yaitu :

1. Asumsi tentang adanya biaya transaksi dalam capital market sulit untuk ditemui dalam kenyataan, mengingat justru biaya tersebut sangat besar.

2. Adanya perlakuan yang sama kepada semua investor dilembaga keuangan dengan menikmati pinjaman dengan tingkat bunga bebas resiko. Hal ini juga sulit diperoleh dalam kenyataan karena bagaimanapun juga nasabah besar akan memperoleh perlakuan yang berbeda dengan perusahaan kecil.

3. Modigliani dan Miller juga mengasumsikan tidak adanya konflik dalam perusahaan sehingga tidak terjadi agency cost.

4. Tidak diperhitungkannya financial distress yang mungkin dihadapi oleh perusahaan (Kennedy, 2008:3).

Teori Signaling

Signal atau isyarat adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk kepada investor mengenai bagaimana cara pandang manajemen terhadap prospek perusahaan. Signaling theory merupakan langkah manajemen dari perusahaan yang sebenarnya memberikan petunjuk secara implisit kepada investor tentang bagaimana investor melihat prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang dibutuhkan dengan cara lain-lain, termasuk penggunaan hutang yang melebihi target struktur modal yang normal. Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan sinyal (signal) bahwa manajemen memandang prospek perusahaan tersebut suram. Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun karena menerbitkan saham baru berarti memberikan sinyal negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah” (Kennedy, 2008:3).

Teori Pecking Order

Pecking order theoris merupakan suatu kebijakan yang ditempuh oleh suatu perusahaan untuk mencari tambahan dana dengan cara menjual asset yang dimilikinya. Seperti menjual gedung (build), tanah (land), peralatan (inventory) yang dimilikinya dan asset-asset lainnya, termasuk modal yang besumber dari laba ditahan (retained earnings)” (Fahmi, 2016:193).

Alternatif yang bisa membantu untuk memprediksi bagaimana para manajer akan mendanai anggaran modal perusahaan disebut dengan pecking order theory. Teori ini dikenalkan oleh Gordon Donaldson. Kemudian Myer menindaklanjuti pandangan Donaldson ini. Secara singkat teori ini menyatakan:

1. perusahaan mengambil kebijakan deviden untuk memanfaatkan peluang investasi

2. perusahaan lebih suka untuk mendanai peluang investasi dengan dana yang terhimpun secara internal terlebih dahulu, kemudian baru melirik sumber pendanaan modal eksternal

3. ketika dibutuhkan pendanaan eksternal, pertama perusahaan akan memilih untuk menerbitkan sekuritas hutang kemudian baru menerbitkan sekuritas jenis ekuitas

4. ketika dibutuhkan pendanaan eksternal yang lebih besar untuk mendanai proyek yang memiliki nilai sekarang yang positif, ukuran pendanaan bersusun (financial peckingorder) akan diikuti. Ini berarti yang lebih disukai adalah hutang yang berisiko diikuti dengan ekuitas konvertible, lalu ekuitas preferen dan saham ekuitas biasa sebagai pilihan terakhir (Kennedy, 2008:3-4).

Assymetric Information Theory

Assymetric information theory ini dikemukakan oleh Donaldson dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak dari pihak lain. Karena assymetric information, manajemen perusahaan tahu lebih banyak tentang perusahaan dibanding investor dipasar modal. Jika manajemen perusahaan ingin memaksimumkan nilai untuk memegang saham saat ini, bukan pemegang saham baru, maka ada kecenderungan bahwa (Kennedy, 2008:4):

Jika perusahaan memiliki prospek yang cerah, manajemen tidak akan menerbitkan saham baru tapi menggunakan laba ditahan, dan

(5)

Jika prospek kurang baik, manajemen menerbitkan saham baru untuk mendapatkan modal. Ini akan menguntungkan current stockholder karena tanggung jawab mereka berkurang. Masalahnya adalah para investor tahu kecenderungan ini sehingga harga saham perusahaan cenderung turun jika saham baru diterbitkan, ini menyebabkan biaya modal sendiri menjadi besar WACC semakin tinggi dan nilai perusahaan cenderung turun. Hal ini mendorong perusahaan untuk menerbitkan obligasi atau berhutang dari pada menerbitkan saham baru.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Profitabilitas

“Rasio ini mengukur kegiatan manajemen secara keseluruhan yang ditujukan oleh besar kecilnya tingkat laba yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan maupun investasi. Semakin baik rasio profitabilitas maka semakin baik menggambarkan kemampuan tingginya perolehan keuntungan perusahaan” (Fahmi, 2016:80). “Rasio profitabilitas merupakan rasio yang dipakai untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh penghasilan dari aktivitas normal bisnisnya. Perusahaan adalah sebuah organisasi yang beroperasi dengan target mendapatkan keuntungan, dengan cara menjual (barang dan/atau jasa) kepada para pelanggannya. Tujuan operasional dari sebagian besar perusahaan adalah untuk memaksimalilasi profit, baik profit jangka pendek maupun profit jangka panjang. Manajemen dituntut untuk meningkatkan imbal hasil (return) bagi pemilik perusahaan, sekaligus juga meningkatkan kesejahteraan karyawan. Ini semua hanya dapat terjadi apabila perusahaan mendapatkan keuntungan dalam aktivitas bisnisnya. Rasio profitabilitas dikenal juga sebagai rasio rentabilitas. Di samping mempunyai tujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan selama periode tertentu, rasio ini juga bertujuan untuk mengukur tingkat efektifitas manajemen dalam menjalankan operasional perusahaan” (Hery, 2015:226).

Likuiditas

Likuiditas dipakai untuk menilai kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya dengan sumber daya jangka pendek (atau lancar) yang tersedia untuk melunasi kewajiban tersebut (Van Horne dan Wachowicz, 2001 dalam Irdiana, 2016:18)”. “Rasio likuiditas (liquidity ratio) adalah kemampuan suatu perusahaan melunasi kewajiban jangka pendeknya sebelum jatuh tempo.

Contoh membayar listrik, telefon, air PDAM, gaji karyawan, gaji teknisi, gaji lembur, tagihan telepon, dan sebagainya. Karena itu rasio likuiditas juga disebut dengan short term liquidity” (Fahmi, 2016:65).

“Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban atau membayar utang jangka pendeknya. Dengan kata lain, rasio likuiditas adalah rasio yang dapat dipakai untuk mengukur sampai sejauh mana tingkat kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang akan segera jatuh tempo” (Hery, 2015:175).

Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah gambaran kemampuan finansial perusahaan dalam suatu periode tertentu. Ukuran perusahaan yang besar, dianggap sebagai suatu indikator yang menggambarkan tingkat risiko bagi investor untuk melakukan pendanaan pada perusahaan tersebut, karena jika perusahaan memiliki kemampuan finansial yang baik, maka diyakini bahwa perusahaan tersebut juga mampu melunasi segala kewajibannya serta memberikan tingkat pengembalian yang memadai bagi investor. Dalam beberapa penelitian, kemampuan finansial perusahaan ditunjukkan dari berbagai sisi, yaitu dilihat dari penjualan bersih atau jumlah aset yang dimiliki oleh perusahaan (Joni & Lina, 2010:86). Rahardjo dan Hartantiningrum dalam Joni & Lina (2010:86), mengatakan bahwa

“perusahaan kecil akan cenderung menyukai hutang jangka pendek dari pada hutang jangka panjang karena biayanya lebih rendah. Demikian juga dengan perusahaan besar akan cenderung mempunyai sumber pendanaan yang kuat”. “Ukuran perusahaan dapat ditunjukkan melalui total aset perusahaan pada neraca akhir periode. Ukuran perusahaan dihitung dengan Log Natural dari total assets

(Kennedy, 2008:5).

Pengaruh Variabel Independen terhadap Variabel Dependen Pengaruh Profitabilitas terhadap Struktur Modal

Rasio profitabilitas merupakan rasio yang dipakai untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mendapatkan keuntungan dari aktivitas normal bisnisnya. Secara umum perusahaan lebih mengharapkan penghasilan yang mereka dapat digunakan sebagai sumber utama dalam pembiayaan untuk investasi. Apabila sumber pendanaan internal kurang cukup maka perusahaan menggunakan alternatif lain yaitu menggunakan hutang setelah itu mengeluarkan saham baru sebagai alternatif pembiayaan (Hery, 2015:226).

Pengaruh Likuiditas terhadap Struktur Modal

Jika perusahaan mempunyai kemampuan untuk membayar kewajiban jangka pendeknya pada saat jatuh tempo, maka perusahaan tersebut dikatakan sebagai perusahaan yang likuid. Sebaliknya, jika perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya pada saat jatuh tempo, maka perusahaan tersebut dikatakan sebagai perusahaan yang tidak likuid. Untuk dapat

(6)

memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang akan segera jatuh tempo, perusahaan harus mempunyai tingkat ketersediaan jumlah kas yang baik atau aktiva lancar lainnya yang juga dapat dengan segera dikonversi atau diubah menjadi kas (Hery, 2015:175).

Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Struktur Modal

“Perusahaan yang lebih besar cenderung mempunyai sumber permodalan yang lebih terdiversifikasi sehingga semakin kecil kemungkinan untuk pailit dan lebih sanggup melunasi kewajibannya, sehingga perusahaan besar cenderung mempunyai hutang yang lebih besar dari pada perusahaan kecil” (Irdiana, 2016). “Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata tingkat penjualan dan rata- rata aktiva” (Yusintha & Suryandari, 2010:181). Bambang Riyanto (2001:279 dalam Putri, 2012), menyebutkan bahwa besarnya suatu perusahaan juga mempengaruhi struktur modal perusahaan.

Ukuran perusahaan dapat juga mempengaruhi struktur modal karena semakin besar suatu perusahaan akan cenderung menggunakan utang yang lebih besar”.

METODOLOGI PENELITIAN

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam saham Blue Chipsdi Bursa Efek Indonesia periode 2011-2016. Adapun kriteria yang telah ditentukan sebagai berikut :

a. Perusahaan yang tergabung dalam saham Blue Chips di Bursa Efek Indonesia selama periode 2011-2016.

b. Perusahaan memiliki periode laporan keuangan yang berakhir per 31 Desember.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil secara Nonprobability Sampling, dan teknik yang dipilih yaitu Sampling Purposive. Nonprobability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2015:154).

Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data sekunder, karena penelitian ini tidak terjun langsung untuk mencari data, melainkan mencari data melalui media elektronik yaitu bersumber dari internet dengan mengakses situs dari Bursa Efek Indonesia. Data yang diambil dalam penelitian ini berupa laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi tahun 2011 sampai dengan 2016 dan publikasi lain yang relevan dengan penelitian lain.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis regresi linier berganda.

Model ini dipilih karena penelitian ini dirancang untuk menentukan variabel independen yang mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Pada penelitian ini, data diolah menggunakan software komputer yaitu SPSS (Statistical Package for Social Science) versi 16.

Dalam penelitian ini variabel independen yang digunakan adalah profitabilitas (X1), likuiditas (X2), dan ukuran perusahaan (X3). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah struktur modal (Y).

Persamaan regresi linier berganda dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Y = a + β 1X1 + β 2X2 + β3X3 e

Uji Asumsi Klasik

Sebelum melakukan pengujian regresi terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik.

Pengujian asumsi klasik yang digunakan yaitu: uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.

Pengujian Hipotesis

Metode pengujian terhadap hipotesis yang diajukan dilakukan pengujian secara parsial (Uji t) dan pengujian secara simultan (Uji F) serta analisis koefisien determinasi (R2).

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Regresi Linear Berganda

Tabel 1. Regresi Lineer Berganda

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) .540 .143 3.783 .000

(7)

ROA -1.673 .598 -.342 -2.799 .007 .800 1.251

CR -.032 .013 -.315 -2.580 .013 .801 1.249

SIZE .023 .008 .314 2.810 .007 .954 1.048

a. Dependent Variable:

DER

Analisis regresi linear berganda (multiple regression) dimaksudkan untuk menguji sejauh apa dan bagaimana pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Analisis regresi ini akan menghasilkan koefisien regresi yang dilihat dari nilai unstardardized coefficient dan menunjukkan arah hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Hasil pengujian persamaan regresi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

DER = 0,540 – 1,673 ROA – 0,032 CR + 0,023 SIZE Hasil Pengujian Hipotesis

Hasil Uji Signifikan Parameter Individual (Uji t / Parsial)

Uji statistik t pada dasarnya memperlihatkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Uji statistik t dipakai untuk menguji hipotesis pertama sampai dengan hipotesis ketiga. Pengambilan keputusan didasarkan pada tingkat signifikansi 0,05 (5%). Untuk lebih jelasnya, hasil uji secara parsial (uji t) dapat dilihat pada tabel 1.

Berdasarkan hasil uji, dapat disimpulkan mengenai uji hipotesis secara parsial dari masing- masing variabel independen terhadap variabel dependen sebagai berikut:

a. Hasil pengujian hipotesis pertama

Berdasarkan tabel 1 didapatkan hasil estimasi variabel ROA sebesar nilai t hitung = -2,799, dengan signifikansi 0,007. Dengan mengunakan batas signifikansi 5% atau 0,05 diperoleh t tabel sebesar ± 2,00172. Hal ini berarti t hitung (-2,799) < t tabel (-2,00172), dan sig (0,007) < α (0,05) menunjukkan bahwa variabel profitabilitas memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal. Dengan demikian berarti bahwa hipotesis pertama Ha diterima.

b. Hasil pengujian hipotesis kedua

Dari hasil estimasi variabel likuiditas (CR) diperoleh nilai t hitung = -2,580, dengan signifikansi 0,013.

Dengan menggunakan batas signifikansi 5% atau 0,05 diperoleh t tabel sebesar ± 2,00172. Hal ini berarti t hitung (-2,580) < t tabel (2,00172), dan sig (0,013) > α (0,05) menunjukkan bahwa variabel CR memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal. Dengan demikian berarti bahwa hipotesis kedua Ha diterima.

c. Hasil pengujian hipotesis ketiga

Dari hasil estimasi variabel size diperoleh nilai t hitung = 2.810 dengan signifikansi 0,007. Dengan menggunakan batas signifikansi 5% atau 0,05 diperoleh t tabel sebesar ± 2,00172. Hal ini berarti t

hitung (2,810) > t tabel (2,00172), dan sig (0,007) < α (0,05) menunjukkan bahwa variabel size mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal. Dengan demikian berarti bahwa hipotesis ketiga Ha diterima.

Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Tabel 2. Uji F

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 1.622 3 .541 9.312 .000a

Residual 3.252 56 .058

Total 4.874 59

a. Predictors: (Constant), SIZE, CR, ROA b. Dependent Variable: DER

Sumber : Data diolah SPSS 2018

Pengujian hipotesis uji F ini digunakan untuk melihat apakah secara keseluruhan variabel bebas mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap variabel terikat. Dari hasil pengujian simultan diperolah sebagai berikut:

Berdasarkan hasil uji F, dapat disimpulkan mengenai uji hipotesis secara simultan, yaitu sebagai berikut:

d. Hasil pengujian hipotesis keempat

Data tabel 2 diatas dapat disimpulkan bahwa model persamaan ini memiliki nilai F hitung sebesar 9,312 dan dengan tingkat signifikan 0.000a. Dengan menggunakan batas signifikansi 5% atau 0,05 diperoleh

(8)

diterima. Dengan tingkat signifikansi 0,000 yang jauh berada dibawah 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh profitabilitas, likuiditas, dan ukuran perusashaan secara simultan signifikan terhadap struktur modal perusahaan Blue Chips.

Hasil Pengujian Koefisien Determinasi (R2)

Tabel 3. Koefisien Determinasi (R2) Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .577a .333 .297 .24098 2.442

a. Predictors: (Constant), SIZE, CR, ROA b. Dependent Variable: DER

Sumber : Data diolah SPSS 2018

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi adalah diantara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas, nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi-variasi dependen.

Secara umum koefisien determinasi untuk data silang tempat relatif rendah karena adanya variasi yang besar antara masing-masing pengamatan, sedangkan untuk data runtut waktu biasanya mempunyai nilai koefisien determinasi yang tinggi (Kuncoro, 2007:84).

Pada tabel hasil uji menunjukkan bahwa koefisien determinasi yang ditunjukkan dari nilai R Square sebesar 0,333. Hal ini mennunjukkan bahwa 33,3% variabel dependen yaitu struktur modal dapat dijelaskan oleh tiga variabel independen yaitu profitabilitas, likuiditas, dan ukuran perusahaan, sedangkan sisanya sebesar 66,7% struktur modal dijelaskan oleh variabel atau sebab-sebab lainnya diluar model yaitu: (1) pertumbuhan penjualan; (2) struktur aktiva; (3) stabilitas penjualan; (4) pajak (5) sikap manajemen; (6) fleksibilitas keuangan; (7) leverage; (8) pengendalian; (9) kondisi internal perusahaan; (10) kondisi pasar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengujian menyatakan bahwa semakin tinggi profitabilitas perusahaan (dalam hal ini ROA) akan mengakibatkan struktur modal perusahaan semakin menurun, dan sebaliknya penurunan tingkat profitabilitas (ROA) perusahaan akan meningkatkan struktur modal perusahaan. Hal ini sejalan dengan (Nurrohim, 2008), yang menyatakan bahwa koefisien profitabilitas yang negatif sejalan dengan teori Pecking Order yang menyatakan bahwa (1). Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan, yang berwujud laba ditahan), (2). Apabila dana dari luar (external financing) diperlukan maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu, yaitu: dimulai dengan menerbitkan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru kemudian apabila masih belum mencukupi akan menerbitkan saham baru.

Sesuai dengan teori ini, tidak ada suatu target debt to equity ratio, karena ada dua jenis modal sendiri, yaitu internal dan eksternal. Perusahaan lebih suka penggunaan dana dari modal internal yakni dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan dan depresiasi. Urutan pengunaan sumber pendanaan dengan mengacu pada pecking order theory adalah internal find (dana internal), debt (hutang) dan equity (modal sendiri). Dana internal lebih disukai dari dana eksternal karena dana internal memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu “membuka diri lagi” dari sorotan pemodal luar.

Kalau bisa memperoleh sumber dana yang diperlukan tanpa memperoleh “sorotan dan publisitas publik” sebagai akibat penerbitan saham baru. Dana eksternal lebih disukai dalam bentuk hutang dari pada modal sendiri karena dua alasan yaitu: (1). Pertimbangan biaya emisi. Biaya emisi obligasi lebih murah dari biaya saham baru. Hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama, (2). Manajer khawatir kalau penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar buruk (Bad News) oleh para pemodal dan membuat harga saham akan turun. Hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan adanya asimetrik antara pihak manajemen dengan pihak pemodal.

Hasil penelitian menyatakan bahwa likuiditas berpengaruh terhadap struktur modal. “Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban atau membayar utang jangka pendeknya. Dengan kata lain, rasio likuiditas adalah rasio yang dapat dipakai untuk mengukur sampai seberapa jauh tingkat kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang akan segera jatuh tempo” (Hery, 2015:175). Kondisi ini mencerminkan semakin tinggi tingkat likuiditas akan menurunkan struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Sesuai dengan konsep pecking order theory, perusahaan dengan tingkat likuiditas yang

(9)

tinggi, berarti perusahaan memiliki kelebihan aset lancar yang cukup untuk membiayai operasional perusahaan tanpa harus meminjam dana dari pihak luar. Perusahaan yang banyak menggunakan aset lancarnya berarti perusahaan tersebut menghasilkan aliran kas untuk membiayai kegiatan operasionalnya dan investasi perusahaan. Aset lancar yang besar menunujkkan perusahaan berhasil melunasi hutang jangka pendeknya, sehingga proporsi hutang dalam struktur modal akan menurun.

Nilai koefisien regresi pada likuiditas menunjukkan nilai yang negatif karena aset lancar perusahaan dari tahun ke tahun meningkat namun hutangnya mengalami penurunan. Kelebihan aset lancar ini lah yang dapat digunakan perusahaan untuk membiayai kegiatan operasionalnya, maupun untuk investasi perusahaan

Hasil pengujian hipotesis ketiga menyatakan bawah ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap struktur modal. Ukuran perusahaan merupakan gambaran kemampuan finansial perusahaan dalam suatu periode tertentu. Ukuran perusahaan yang besar, dianggap sebagai suatu indikator yang menggambarkan tingkat risiko bagi investor untuk melakukan investasi pada perusahaan tersebut, karena jika perusahaan memiliki kemampuan finansial yang baik, maka diyakini bahwa perusahaan tersebut juga mampu memenuhi segala kewajibannya serta memberikan tingkat pengembalian yang memadai bagi investor. Dalam beberapa penelitian, kemampuan finansial perusahaan diketahui dari berbagai sisi, yaitu dilihat dari penjualan bersih atau jumlah aktiva yang dimiliki oleh perusahaan (Joni & Lina, 2010:86). Ukuran perusahaan dalam penelitian berpengaruh positif secara signifikan terhadap struktur modal dikarenakan besar ataupun kecilnya perusahaan bisa menjadi acuan dalam menentukan struktur modal. Hal ini menunjukkan bahwa jika variabel ukuran perusahaan mengalami kenaikan maka akan menyebabkan kenaikan terhadap variabel hutang begitu pula sebaliknya. Dalam mengidentifikasi ukuran perusahaan tidak mempengaruhi pemilihan pendanaan perusahaan, dalam arti besar kecilnya suatu perusahaan tidak berpengaruh terhadap pemilihan sumber pendanaan. Kreditor beranggapan bahwa perusahaan besar mempunyai aset yang besar dan mungkin kreditor beranggapan bahwa aset perusahaan yang banyak kenapa harus berhutang. Kemungkinan lain adalah bahwa perusahaan besar yang mempunyai akses lebih mudah ke pasar modal seperti penerbitan surat berharga ataupun penerbitan saham perusahaan dibandingkan dengan perusahaan kecil tentu lebih dapat memperoleh dana dengan mudah di pasar modal.Hal ini disebabkan karena para kreditor akan memberikan pinjaman melihat dari besar kecilnya perusahaan, dan juga memperhatikan faktor-faktor lain. Dengan demikian ukuran perusahaan menjamin minat kreditor dalam menanamkan dananya ke perusahaan. Sehingga berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka menerima hipotesis ketiga yang menyatakan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap struktur modal.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis data penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap struktur modal.

2. Likuditas berpengaruh signifikan terhadap struktur modal.

3. Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap struktur modal

4. Profitabilitas, likuiditas, dan ukuran perusahaan berpengaruh secara simultan signifikan terhadap struktur modal.

DAFTAR PUSTAKA

Fahmi, I. 2016. Pengantar Manajemen Keuangan, Teori dan Soal Jawab. Bandung: Alfabeta.

Halim, A. 2007. Manajemen Keuangan Bisnis. Bogor: Ghalia Indonesia.

Hery. 2015. Analisis Laporan Keuangan, Pendekatan Rasio Keuangan. Yogyakarta: CAPS.

Irdiana, S. 2016. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal pada Perusahaan Katagori Saham Blue Chips di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2011-2014. Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi Wiga, 6(1), 15–26.

Joni, & Lina. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal. Jurnal Bisnis Dan Akuntansi, 12(2), 81–96.

Kennedy, N. A. dan A. R. S. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal pada Perusahaan Real Estate and Property yang Go Public di Bursa Efek Indonesia.

Kesuma, A. 2009. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Serta Pengaruhnya Terhadap Harga Saham Perusahaan Real Estate yang Go Public di Bursa Efek Indonesia, 38–45.

Kuncoro, M. 2007. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Erlangga.

Nurrohim, H. K. 2008. Pengaruh Profitabilitas, Fixed Asset Ratio, Kontrol Kepemilikan Dan Struktur Aktiva Terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Manufaktur Di Indonesia. Sinergi Kajian Bisnis Dan Manajemen, 10(1), 11–18. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004.

(10)

Putri, M. E. D. 2012. Pengaruh Profitabilitas, Struktur Aaktiva, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), 1(September), 1–10.

Sholikhadi, L. M., & Yahya. 2016. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal This research is meant to test and to find out the influence of sales stability , assets structure , profitability , business risk and growth rates to the capital structure of cosmetics companies which are li, 5.

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&B. Bandung: Alfabeta.

Sunariyah. 2011. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal (Keenam). Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Manajemen YKPN.

Yusintha, P., & Suryandari, E. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal ( Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia).11(2), 179–188.

Referensi

Dokumen terkait

Jam kerja adalah jumlah waktu yang digunakan untuk aktivitas kerja. Aktivitas kerja yang dimaksud adalah kerja yang menghasilkan uang. Jam kerja juga dapat

Penggunaan modal kerja secara efisien akan dapat menentukan kelangsungan hidup suatu perusahaan. Kebutuhan modal yang harus diadakan harus sesuai dengan kebutuhan,