• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tampilan IMPLEMENTASI PENANAMAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN PERDAMAIAN DI PONDOK PESANTREN SANANUL HUDA SELOREJO BLITAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Tampilan IMPLEMENTASI PENANAMAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN PERDAMAIAN DI PONDOK PESANTREN SANANUL HUDA SELOREJO BLITAR"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

66 | ISSN (e) 2963-4318 IMPLEMENTASI PENANAMAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN PERDAMAIAN

DI PONDOK PESANTREN SANANUL HUDA SELOREJO BLITAR

Uun Nur Ngaini, Agus Salim Universitas Islam Raden Rahmat Malang

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang banyak menapung santri-santri dari berbagai daerah. Berlatar belakang daerah, budaya, bahasa serta kepribadian di satukan dalam satu atap yakni pesantren. Yang pada akhirnya dalam rangka menciptakan keharomisan di tengah-tengah pluralisme ini dibutuhkan penanaman nilai-nilai perdamaian kepada seluruh lapisan pesantren, terkhusus kepada para santri. oleh karena itu tujuan dalam penelitian ini ialah 1) Mendeskripsikan serta menganalisis pendidikan di Pondok Pesantren Sananul Huda Selorejo, Blitar 2) Menganalisis dan menemukan nilai-nilai pendidikan perdamaian yang ditanamkan kepada santri Pondok Pesantren Sananul Huda Selorejo, Blitar 3) Mendeskripsikan implementasi penanaman nilai-nilai pendidikan perdamaian di Pondok Pesantren Sananul Huda, Selorejo Blitar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif jenis studi fenomenologis. Teknik pengumpulan data dengan cara: 1) wawancara yang mendalam 2) Observasi lapangan 3) studi dokumentasi. Teknik analisis penelitian ini dengan: 1) reduksi data 2) penyajian data, serta 3) verifikas, kemudian dilanjutkan dengan pengecekan kebasahan data dengan cara triangulasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa; 1) Elemen-elemn pesantren yang terdapat di Pondok Pesantren Sananul Huda belum terpenuhi secara total. Hanya terdapat empat elemen, yaitu kyai, santri, pengajaran kitab-kitab klasik serta pondok atau asrma. Kurikulum yang dipakai oleh Pondok Pesantren Sananul Huda ini ialah gabungan antara kurikulum pesantren salafiyah dengan kurikulum pesantren khalafiyah. Dan sistem pengajaran yang ada di Pondok Pesantren Sananul Huda hanya terdapat satu metode, yakni menggunakan metode bandongan saja. 2) Nilai-nilai pendidikan perdamaian yang terdapat pada Pondok Pesantren Sananul Huda ini menunjukkan bahwa Pondok Pesantren Sananul Huda telah menanamkan nilai larangan melakukan kezaliman, nilai persamaan derajat, nilai keadilan, nilai kebebasan, nilai hidup rukun dan saling tolong menolong, nilai toleransi serta nilai solidaritas sosial. Kemudian ditemukan satu nilai baru, yakni nilai memaafkan.3) Terdapat enam cara atau strategi dalam mengimplementasikan penanaman nilai-nilai pendidikan perdamaian. Sedangkan Pondok Pesantren Sananul Huda hanya melakukan lima strategi dalam implementasi penanaman nilai-nilai pendidikan perdamaian, diantaranya, strategi ma’ruf, diintegrasikan dalam pelajaran, cara infusion, deseminasi wacana dan Praktik atau aktualisasi nyata. Artinya dalam proses mengimplementasikan penanaman nilai-nilai pendidikan perdamaian, Pondok Pesantren Sananul Huda tidak mamakai cara exfusion seperti teori yang ada.

Kata Kunci: Implementasi, Penanaman Nilai, Pendidikan Perdamaian

JIPI (Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam) / Jurnal Prodi Pendidikan Agama Islam UNIRA Malang Terbit 2 Kali Dalam Satu Tahun

Vol. 2, No. 1, Oktober 2023

https://ejournal.uniramalang.ac.id/index.php/jipi

(2)

67 | ISSN (e) 2963-4318 ABSTRACT

Islamic boarding schools are the oldest Islamic educational institutions in Indonesia which accommodate many students from various regions. Regional background, culture, language and personality are united under one roof, namely pesantren. Which in the end in order to create harmony in the midst of this pluralism requires the inculcation of peace values to all layers of Islamic boarding schools, especially to the students. therefore the objectives of this study are 1) to describe and analyze education at the Sananul Huda Selorejo Islamic Boarding School, Blitar 2) to analyze and find the values of peace education that are instilled in the students of the Sananul Huda Selorejo Islamic Boarding School, Blitar 3) to describe the implementation of instilling these values the value of peace education at the Sananul Huda Islamic Boarding School, Selorejo Blitar. This study uses a qualitative approach to the type of phenomenological study. Data collection techniques by: 1) in-depth interviews 2) field observations 3) documentation studies. The analysis technique of this research is by: 1) data reduction 2) data presentation, and 3) verification, then proceed with checking the wetness of the data by means of triangulation. The results of this study indicate that; 1) Elements of the pesantren contained in the Sananul Huda Islamic Boarding School have not been completely fulfilled. There are only four elements, namely kyai, santri, teaching of classical books and boarding schools or hostels. The curriculum used by the Sananul Huda Islamic Boarding School is a combination of the Salafiyah Islamic boarding school curriculum and the khalafiyah Islamic boarding school curriculum. And the teaching system at the Sananul Huda Islamic Boarding School has only one method, namely using the bandongan method. 2) The values of peace education found in the Sananul Huda Islamic Boarding School show that the Sananul Huda Islamic Boarding School has instilled the value of prohibition of tyranny, the value of equality, the value of justice, the value of freedom, the value of living in harmony and helping each other, the value of tolerance and the value social solidarity.

Then found a new value, namely the value of forgiveness. 3) There are six ways or strategies in implementing the planting of peace education values. Whereas the Sananul Huda Islamic Boarding School only carried out five strategies in the implementation of instilling the values of peace education, including ma'ruf strategies, integrated in lessons, infusion methods, discourse dissemination and real practice or actualization.

This means that in the process of implementing the planting of peace education values, the Sananul Huda Islamic Boarding School does not use the exfusion method like the existing theory.

Keywords: Implementation, Value Instilling, Peace Education

PENDAHULUAN

1. Konteks Penelitian

Pondok Pesantren Sananul Huda merupakan pondok pesantren salafiyah yang berdiri sejak tahun 1987. Tepatnya di Dusun Kepel RT 02 RW 01, Desa Sumberagung, Kecamatan Selorejo, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur.

Pondok Pesantren Sananul Huda didirikan oleh Bapak KH. Solichan dan Ibu Hj.

(3)

68 | ISSN (e) 2963-4318 Rowiyah dengan total santri pada tahun 2022 berjumlah 156 santri mukim yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Pondok Pesantren Sananul Huda memiliki sistem pendidikan atau pembelajaran yang dipakai hingga saat ini.

Sebagai pondok pesantren yang berdiri lama lebih dari 36 tahun ini kiranya perlu untuk terus melahirkan inovasi-inovasi terhadap sistem pendidikan yang berlangsung didalamnya. Bukan tanpa alasan, inovasi serta terobosan-terobosan dibutuhkan dalam rangka meningkatkan kualitas pondok pesantren. Ditambah dengan era modern sekarang yang menuntut sumber daya manusia dapat lebih kreatif dan produktif supaya tidak tergerus dan tertinggalkan. Oleh karenanya pondok pesantren seyogyanya dapat terus menerus melakukan pembaharuan terhadap kualitas pendidikan kearah yang lebih maju guna mengembangkan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang bertambah jaya sekaligus dapat mencetak santri-santri yang berkarakter unggul.

Selanjutnya, tentunya tidak mudah dalam membentuk keharmonisan antar santri ketika di Pondok Pesantren dengan latar belakang kehidupan santri yang berbeda-beda. Perdamaian menjadi alat pemersatu di tengah-tengah keanekaragaman. Pondok Pesantren Sananul Huda sedini mungkin telah berusaha mengenalkan nilai-nilai perdamaian kepada santrinya sejak pertama kali santri tersebut masuk atau boyong ke pondok pesantren, seperti nilai saling menghargai, nilai memahami suku dan status ekonomi yang berbeda-beda serta nilai saling memaafkan. Dalam rangka mewujudkan rasa perdamaian di pondok pesantren maka perlu mengupayakan penanaman nilai-nilai mengenai perdamaian kepada santri. Usaha tersebut dapat berupa strategi serta media yang digunakan dalam mengedukasi santri mengenai nilai-nilai perdamaian. Yang terpenting ialah santri dapat menerima dengan baik nilai-nilai perdamaian yang diajarkan dan pada akhirnya dapat diimplementasikan. Tujuan dari upaya penanaman pendidikan perdamaian ini sebagai wujud pencegahan timbulnya sebuah konflik di tengah-tengah keanekaragaman budaya dan karakter santri di Pondok Pesantren Sananul Huda.

Pondok Pesantren Sananul Huda telah berusaha menanamkan nilai-nilai perdamaian kepada santrinya yang diselipkan dalam pengajian kitab kuning serta pengajian umum yang diikuti oleh seluruh santri. Tidak hanya itu, Pondok

(4)

69 | ISSN (e) 2963-4318 Pesantren Sananul Huda juga telah menggalakkan pendidikan perdamaian melalui kegiatan ekstrakurikuler pondok. Upaya yang dilakukan Pondok Pesantren Sananul Huda dalam menanamkan nilai-nilai perdamaian dikatakan berhasil jika tidak ada konflik yang muncul di pondok pesantren. Tentu upaya tersebut seyogyanya dilakukan dengan menggunakan strategi serta media yang baik dan tepat. Pasalnya Pondok Pesantren Sananul Huda masih menggunakan cara atau strategi yang sederhana dalam upaya menanamkan nilai-nilai perdamaian.

Pendidikan perdamaian yang baik adalah pendidikan perdamaian yang diimplementasikan sehingga tercipta tatanan kehidupan yang rukun dan harmonis. Di Pondok Pesantren Sananul Huda belum terdapat kurikulum pendidikan perdamaian yang baku yang menjadi pedoman dalam mengimplementasikan pendidikan perdamaian. Kemudian yang berperan dalam memberikan pendidikan perdamaian juga masih dapat dikatakan seadanya saja.

Dalam artian hanya pengasuh pondok pesantren yang memberikan pendidikan perdamaian ketika dalam pengajian, serta strategi dan media juga ala kadarnya.

Bahkan media seperti buku catatan pelanggran diketahui telah hilang. Dapat dikatakan belum terdapat sistem yang mengatur secara rinci mengenai pendidikan perdamaian itu sendiri. Dalam mengimplementasikan pendidikan perdamaian membutuhkan sebuah keseriusan. Artinya memerlukan sistem yang baik dalam melaksanakannya. Namun Pondok Pesantren Sananul Huda belum menetapkan sebuah sistem dalam mengimplementasikan pendidikan perdamaian. Sehingga pelaksanaan pendidikan perdamaian berjalan apa adanya tanpa terstruktur.

Sangat urgent menanamkan pendidikan perdamaian kepada seluruh santri Pondok Pesantren Sananul Huda. Berdasarkan konteks diatas, penelitian mengenai implementasi pendidikan perdamaian perlu dilaksanakan dalam rangka menemukan nilai-nilai perdamaian, mencari upaya atau strategi baru serta membentuk sistem yang baik dalam mengimplementasikan pendidikan perdamaian di Pondok Pesantren Sananul Huda, Selorejo Blitar. Sehubungan dengan konteks penelitian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji sebuah

(5)

70 | ISSN (e) 2963-4318 penelitian yang berjudul “Implementasi Pendidikan Perdamaian di Pondok Pesantren Sananul Huda, Selorejo Blitar”.

2. Fokus Penelitian

Berdasarkan konteks penelitian yang dipaparkan diatas, selanjutnya fokus pada penelitian ini sebagai berikut:

a. Bagaimana pendidikan di Pondok Pesantren Sananul Huda, Selorejo Blitar?

b. Apa saja nilai-nilai pendidikan perdamaian yang ditanamkan kepada santri Pondok Pesantren Sananul Huda, Selorejo Blitar?

c. Bagaimana implementasi penanaman nilai-nilai pendidikan perdamaian di Pondok Pesantren Sananul Huda, Selorejo Blitar?

3. Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan target yang hendak dicapai dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam tujuan penelitian mengungkapkan sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian. Berdasarkan fokus penelitian diatas, maka tujuan pada penelitian ini sebagai berikut:

a. Mendeskripsikan serta menganalisis pendidikan di Pondok Pesantren Sananul Huda Selorejo, Blitar

b. Menganalisis dan menemukan nilai-nilai pendidikan perdamaian yang ditanamkan kepada santri Pondok Pesantren Sananul Huda Selorejo, Blitar

c. Mendeskripsikan implementasi penanaman nilai-nilai pendidikan perdamaian di Pondok Pesantren Sananul Huda, Selorejo Blitar

4. Kajian Pustaka a. Pondok Pesantren

1) Definisi Pondok Pesantren

Menurut bahasa kata pesantren mempunyai pengertian yaitu berasal dari kata “santri”, dengan awalan pe didepan akhiran an yang berarti

(6)

71 | ISSN (e) 2963-4318 tempat tinggal santri. Cantrik adalah kata lain yang berasal dari bahasa Jawa, artinya seseorang yang senantiasa mencontoh seorang guru kemana guru ini menetap.1 Sebagaimana dikutip dari Mujamil Qamar, mendefinisikan pesantren sebagai “suatu daerah yang tersedia untuk para santri dalam mendapatkan pembelajaran agama Islam sekaligus daerah berkumpul dan daerah tinggalnya”. Bisa diambil pengertian bahwa dalam hal ini pesantren merupakan suatu institusi pengajaran Islam, dengan santri yang menetap dalam asrama (pondok) dengan seorang kyai sebagai pimpinan atau tokoh utama dan masjid sebagai sentra lembaga, didalamny a terdapat kegiatan transfer ilmu antra guru dan murid untuk memperdalami ilmu agama Islam. 2

2) Elemen Pondok Pesantren

Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren memiliki 5 elemen penting sebagai berikut:3

a) Kyai

Menurut Zamakhsyaray Dhofier yang dikutip oleh Mohammad Masrur “Kiai adalah gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seseorang yang memiliki pemahaman agama yang lebih atau tokoh agama Islam yang menjadi pemimpinan pondok pesantren”.4 Menurut Imam Ghazali membagi ciri-ciri seorang Kiai diantaranya yaitu:5

(1) Tidak mencari kemegahan dunia dnegan menjual ilmunya dan tidak memperdagangkan ilmunya untuk kepentingan dunia.

Perilakunya sejalan dengan ucapannya dan tidak menyuruh orang lain berbuat kebaikan sebelum ia mengamalkannya.

1 Yasmadi, Modernisasi Pesantren, Kritik Nur Cholis Madjid Terhadap Pendidikan IslamTradisional, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hal. 61

2 Mujamil Qamar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi,(Jakarta: Erlangga, 2005), hal. 2

3 Yasmadi, Modernisasi Pesantren, Kritik Nur Cholis Madjid Terhadap Pendidikan IslamTradisional, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hal. 63

4 Mohammad Masrur, Figur Kyai dan Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren, hal. 273

5 Subky Badruddin, Dilema Ulama Dalam Perubahan Zaman, (Jakarta:Gema Insani Press, 1995), hal.57

(7)

72 | ISSN (e) 2963-4318 (2) Mengajarkan ilmunya untuk penetingan akhirat, senantiasa

dalam mendalami ilmu pengetahuan yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah SWT, dan menjauhi segela perdebatan yang sia-sia.

(3) Mengejar kehidupan akhirat dengan mengamalkan ilmunya dan menunaikan berbagai ibadah.

(4) Menjauhi godaan penguasa jahat.

(5) Tidak cepat mengeluarkan fatwa sebelum ia menemukan dalilnya dari alQur’an dan as-Sunnah.

(6) Senang kepada setiap ilmu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.

(7) Cinta kepada musyahadah (ilmu untuk menyingkap kebesaran Allah SWT), muraqabah (ilmu untuk mencintai perintah Allah dan menjauhi laranganNya), dan optimis terhadap rahmat-Nya.

(8) Berusaha sekuat-kuatnya mencapai tingkat haqqul-yaqin.

(9) Senantiasa khasyyah kepada Allah, takzim atas segala kebesaran-Nya, tawadhu, hidup sederhana, dan berakhlak mulia terhadap Allah maupun sesamanya.

(10) Menjauhi ilmu yang dapat membatalkan amal dan kesucian hatinya.

(11) Memiliki ilmu yang berpangkal di dalam hati, bukan di atas kitab. Ia hanya taklid kepada hal-hal yang telah diajarkan Rasulullah SAW.

b) Santri

Santri di maknai sebagai sosok pribadi agamis yang kesehariannya mengenakan sarung, peci, dan tinggal di pesantren.6 Sementara itu menurut Nurcholis Madjid dalam Arifi Saiman memaknai kata santri

6 Arifi Saiman, Diplomasi Santri, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2019), hal. 4

(8)

73 | ISSN (e) 2963-4318 sebagai kosakata yang berasal dari bahasa Jawa yaitu dari kata

“cantrik”, kata “cantrik” disini bermakna orang atau murid yang selalu mengikuti gurunya.7Menurut adat pesantren, terdapat 2 macam santri (peserta didik) : a) Santri mukim yaitu peserta didik yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren b) Santri kalong yaitu peserta didik yang berasal dari desa-desa di sekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren. Untuk mengikuti pelajarannya di pesantren, mereka bolak-balik dari rumah sendiri.8

c) Pengajaran kitab-kitab klasik

Kitab-kitab Islam klasik yang menjadi unsur utama kurikulum pendidikan pesantren tradisional terdiri dari beragam ilmu yakni ilmu tata bahasa Arab: nahwu, (syntax), saraf (morfologi); fikih, ushul fiqh;

hadis; tafsir; tauhid, tasawuf dan akhlak, sejarah Islam (tarikh) dan balagah (gaya ungkapan bahasa Arab). Ilmu-ilmu ini juga diajarkan di pesantren modern tetapi kitab-kitab atau buku-buku yang dijadikan rujukan dalam pembelajaran berbeda. Sebagai perbandingan, di pesantren tradisional kitab fikih yang digunakan dalam pembelajarannya adalah kitab Safinatun Najah, kitab akhlaknya menggunakan Akhlaq lil Banin, kitab hadisnya menggunakan Arbain Nawawi, kitab tafsirnya menggunakan Tafsir Jalalayn.9

d) Masjid

Bagi sebuah pesantren masjid merupakan sarana pendidikan yang penting dan utama karena di situlah para santri melakukan ibadah. Di tempat inilah mereka melakukan salat lima waktu secara berjamaah, mulai dari salat subuh hingga isya dan salat-salat nawafil. Di samping itu, masjid juga merupakan tempat di mana kiai menyampaikan

7 Arifi Saiman, Diplomasi Santri, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2019), hal. 4

8 Wiwin Fitriyah,dkk, “Eksistensi Pesantren Dalam Pembentukan Kepribadian Santri”, dalam Jurnal Studi Keislaman dan Ilmu Pendidikan V. 06, N. 02, 2018, hal. 160

9Achmad Muchaddam Fahham, Pendidikan Pesantren: Pola Pengasuhan, Pembentukan Karakter, dan Perlindungan Anak, (Jakarta: Publica Institute Jakarta, 2020), hal. 22

(9)

74 | ISSN (e) 2963-4318 petuah-petuah keagamaannya untuk menambah wawasan keagamaan dan meningkatkan kualitas spiritualitas para santri.

Di pesantren, pemimpin salat jamaah di masjid tidak selalu dilakukan oleh kiai, para santri senior yang telah mumpuni di bidang ilmu keagamaan biasanya lebih sering menjadi imam salat berjamaah bagi santri. Hal itu dilakukan untuk melatih para santri senior itu menjadi imam salat berjamaah. Untuk menjaga ketertiban dan kebersihan masjid, para santri biasanya tidak diperkenankan tidur di masjid, mereka diwajibkan untuk tidur di kamar mereka masing- masing di malam hari.10

e) Pondok atau Asrama

Pondok atau asrama merupakan tempat tinggal santri di lingkungan pendidikan pesantren. Pondok atau asrama terdiri dari beberapa kamar yang dihuni sekitar 10-20 orang santri. Biasanya di setiap kamar ada satu sampai dua orang santri senior yang menjadi pengurus kamar.

Pengurus kamar inilah yang bertanggung jawab atas segala kegiatan santri di kamar. Untuk menjaga kebersihan kamar, para pengurus itu akan membagi tugas piket kebersihan kamar di mana santri penghuni kamar akan digilir secara bergantian untuk menjaga kebersihan kamar, mengambil air minum dan mengambilkan makanan di dapur umum jika ada penghuni kamar yang sakit. Pengurus kamar juga bertugas untuk membangunkan santri untuk melaksanakan salat subuh berjamaah ke masjid, membimbing santri-santri penghuni kamar untuk membaca Al-qur’an setiap usa salat maghrib, menambah perbendaharaan kosa kata bahasa Arab maupun bahasa Inggris, membimbing kegiatan-kegiatan olah raga dan kegiatan lamnya seperti latihan pidato, serta membimbing santri untuk selalu belajar.11

10 Achmad Muchaddam Fahham, Pendidikan Pesantren: Pola Pengasuhan, Pembentukan Karakter,

dan Perlindungan Anak, (Jakarta: Publica Institute Jakarta, 2020), hal. 12

11 Achmad Muchaddam Fahham, Pendidikan Pesantren: Pola Pengasuhan, Pembentukan Karakter, dan Perlindungan Anak, (Jakarta: Publica Institute Jakarta, 2020), hal 4-5

(10)

75 | ISSN (e) 2963-4318 Ada pesantren yang menempatkan santrinya berdasarkan asal mereka, misalnya santri yang berasal dari DKI Jakarta ditempatkan menjadi satu asrama atau kamar, tetapi ada juga pesantren yang menempatkan santrinya di asrama secara acak, santri dari berbagai daerah asal mereka ditempatkan dalam satu asrama sehingga mereka dapat berinteraksi dan saling memahami tradisi masing-masing.

Asrama pesantren pada umumnya memiliki beragam aktivitas yang dirancang untuk mengatur kegiatan-kegiatan santri di asrama. Ragam aktivitas itu bisa berupa pelajaran sore, olah raga, salat asar, mengaji dan mandi sore. Semua aktivitas ini diatur menurut waktu dan para santri harus mengikutinya secara suka rela. Pengaturan waktu tersebut dimaksudkan untuk melatih disiplin dan tanggung jawab santri dalam kehidupan keseharian mereka di pesantren.12

3) Kurikulum Pondok Pesantren

Kurikulum yang dikembangkan di pesantren dapat dibedakan menjadi dua jenis sesuai dengan jenis pola pesantren itu sendiri, yaitu:13

a) Pesantren Salaf (tradisional); kurikulum pesantren salaf yang statusnya sebagai lembaga pendidikan non-formal hanya mempelajari kitab-kitab klasik yang meliputi: Tauhid, tafsir, hadis, ushul fiqh, tasawuf, bahasa arab (Nahwu, sharaf, balaghah dan tajwid), mantik, akhlak. Pelaksanaan kurikulum pesantren ini berdasarkan kemudahan dan kompleksitas ilmu atau masalah yang dibahas dalam kitab. Jadi ada tingkat awal, menengah dan tingkat lanjutan.

b) Pesantren Modern; Pesantren jenis ini yang mengkombinasikan antara pesantren salaf dan juga model pendidikan formal dengan mendirikan satuan pendidikan semacam SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA bahkan sampai pada perguruan tinggi. Kurikulum

12 Achmad Muchaddam Fahham, Pendidikan Pesantren: Pola Pengasuhan, Pembentukan Karakter,

dan Perlindungan Anak, (Jakarta: Publica Institute Jakarta, 2020), hal 5-6

13 Sulthon Masyhud dan Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2003), hal. 77

(11)

76 | ISSN (e) 2963-4318 yang digunakan adalah kurikulum pesantren salaf yang diadaptasikan dengan kurikulum pendidikan islam yang disponsori oleh Departemen Agama dalam sekolah (Madrasah). Sedangkan kurikulum khusus pesantren dialokasikan dalam muatan lokal atau mungkin diterapkan melalui kebijaksanaan sendiri.

4) Sistem Pendidikan Pondok Pesantren

Pengajaran kitab-kitab Islam klasik yang dikarang oleh ulama terdahulu merupakan unsur pokok yang dapat membedakan pesantren dengan lembaga pendidikan Islam lainnya. Kitab-kitab Islam klasik sekarang terkenal dengan sebutan kitab kuning. Kitab-kitab tersebut adalah mengenai berbagai macam ilmu pengetahuan agama Islam dari bahasa Arab. Dalam kurun waktu yang panjang, pesantren mengkonsumsi kitab kuning sebagai pedoman berpikir dan bertingkah laku. Ia telah menjadi bagian inheren dalam pesantren. Menurut masyarakat pesantren, kitab kuning merupakan formulasi final dari ajaran-ajaran Al-Quran dan As-Sunnah.14

Menurut Zamakhsyari Dhofier bahwa pengajaran kitab-kitab Islam klasik terutama ulama-ulama yang menganut paham safi'iyyah dan merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan di lingkungan pesantren. Pelajaran kitab-kitab klasik di pesantren dimulai dari kitab- kitab yang paling sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab-kitab tentang berbagai ilmu yang mendalam. Tingkatan suatu pesantren biasanya diketahui dari jenis-jenis kitab yang diajarkan kepada para santrinya.15

14 Aditya Firdaus dan Rinda Fauzian, Pendidikan Akhlak Karimah Berbasis Kultur Pesantrenan, (Bandung: Alfabeta, 2018), hal. 32

15 Zamakhasyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES Anggota Ikapi, 2011), hal. 50

(12)

77 | ISSN (e) 2963-4318 Menurut Zamakhasyari Dhofier terdapat empat sistem pengajaran di pondok pesantren sebagai berikut:16

a) Sorogan

Secara prinsip, Zuhri menyebutkan bahwa sorogan dapat didefinisikan sebagai kegiatan pembelajaran yang mengedepankan pendekatan layanan individual (individual approach) antara guru dan murid. Secara teknis pelaksanaan kegiatan pembelajaran model sorogan bersifat individual, yaitu santri menghadap guru secara individual, seorang demi seorang dengan membawa kitab yang dipelajarinya.17 Model sorogan disebutkan merupakan cara efektif dalam sebagai tahap awal seorang santri dalam mempelajari kitab kuning, sebab karakteristik dalam pembelajarannya bersifat tutorial, murid berhadapan langsung dengan guru, dan guru memberikan tanggapan, koreksi, perbaikan dari kitab yang dibaca oleh murid.

Melalui prosedur sorogan, seorang guru dapat secara intensif membimbing dan mengarahkan secara intensif kepada murid dalam mempelajari, terutama dalam menerjemahkan kitab kuning ke dalam bahasa Jawa.18

b) Bandongan

Bandongan merupakan kegiatan pembelajaran yang bersifat pendekatan yang mengedepankan layanan kolektif (collective approach) dalam mempelajari kitab klasik. Prosedur pembelajaran bandongan bersifat klasikal, yaitu santri mengikuti kegiatan pelajaran dengan duduk di sekeliling pengajar yang menerangkan kitab.19 Dalam sistem ini sekelompok murid (antara 5 sampai 500 murid)

16 Zamakhasyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES Anggota Ikapi, 2011), hal. 54

17 Saifudin Zuhri, Reformulasi Kurikulum Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hal.

102

18 Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad ke-20: Pergumulan antara Modernisasi dan Identitas (Jakarta: Kencana, 2012), hal. 87

19 Saifudin Zuhri, Reformulasi Kurikulum Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hal.

102

(13)

78 | ISSN (e) 2963-4318 mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan, bahkan seringkali mengulas.20

c) Weton

Istilah weton disebut juga dengan istilah bandongan. Dalam hal ini, wetonan adalah pengajian dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di hadapan kiai. Kiai membaca kitab yang dipelajari saat itu, santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan.

Dalam sistem weton biasanya jumlah murid lebih banyak di bandingkan dengan sistem bandongan.21

d) Halaqah

Menurut Zamakhasyari, halaqah berarti lingkaran murid. Setiap murid menyimak bukunya sendiri dan membuat catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit dibawah bimbingan seorang guru.22

b. Nilai-Nilai Pendidikan Perdamaian 1) Definisi Nilai

Menurut Steeman, nilai adalah sesuatu yang memberi makna dalam hidup, yang memberi acuan, titik tolak dan tujuan hidup. Nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang dapat mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang. Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai selalu menyangkut pola pikir dan tindakan, sehingga ada hubungan yang amat erat antara nilai dan etika. Sedangkan menurut Linda dan Richard Eyre, yang dimaksud dengan nilai adalah standar-standar perbuatan dan sikap yang menentukan siapa kita, bagaimana kita hidup dan bagaimana kita memperlakukan orang lain. Tentu saja nilai-nilai yang baik yang bisa

20 Zamakhasyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES Anggota Ikapi, 2011), hal. 54

21 Zamakhasyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES Anggota Ikapi, 2011), hal. 54

22 Zamakhasyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES Anggota Ikapi, 2011), hal. 54

(14)

79 | ISSN (e) 2963-4318 menjadikan orang lebih baik, hidup lebih baik dan memperlakukan orang lain secara lebih baik. 23

2) Definisi Pendidikan Perdamaian

Pendidikan perdamaian terdiri dari dua kata, ‘pendidikan’ dan

‘perdamaian’. Kata “pendidikan” menurut bahasa sebagaimana dikutip dari pendapat Prof. Abuddin Nata dalam bukunya yang bertajuk

Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat” ialah berkaitan deng an kata al- tarbiyah yang memiliki tiga pengertian: Pertama, berasal dari kata rabaa yarbuu, dengan arti zaada wa namaa, yang artinya bertambah dan berkembang; Kedua, berasal dari kata rabiya yarba, dengan arti nasya’a dan tara’ra’a, yang berarti tumbuh, subur, dan berkembang; Ketiga, berasal dari kata rabba yarubbu, yang berarti memperbaikinya dengan kasih sayang dan sebagainya. Dari ketiga akar kata altarbiyah diatas, maka pendidikan secara harfiah atau menurut bahasa mengandung arti mengembangkan, menumbuhkan, memelihara dan merawatnya dengan penuh kasih sayang.24

Sedangkan menurut istilah pendidikan ialah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.25 Pentingnya menuntut ilmu terdapat pada Al-Qur’an surah Al-Alaq ayat 1 dan 5 sebagai berikut:

. َقَلَخ ىِذَّلٱ َكِ ب َر ِمْسٱِب ْأ َرْقٱ .ٍقَلَع ْنِم َن ََٰسنِ ْلْٱ َقَلَخ

.ُم َرْكَ ْلْٱ َكُّب َر َو ْأ َرْقٱ َّلٱ

. ِمَلَقْلٱِب َمَّلَع ىِذ َن ََٰسن ِ ْلْٱ َمَّلَع

مَلْعَي ْمَل اَم Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

23 Adisusilo, Sutarjo, Pembelajaran Nilai Karakter Konstruksi dan VCT Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), hal.56-57

24 Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hal. 17

25 Himpunan Perundang-undangan RI Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS);

Undang-undang RI No.20 tahun 2003 beserta penjelasannya, (Bandung: Nuansa Aulia, 2005), Cet I, h. 11

(15)

80 | ISSN (e) 2963-4318 Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(QS.Al-Alaq:1-5)26

Selanjutnya kata damai atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama peace diartikan sebagai ketiadaan konflik atau masalah. Damai dapat berarti rasa hening, aman, nyaman, harmonis dan bahagia. Atau dapat bermakna tenang dan absennya kekerasan.27 Kata perdamaian menurut K.H Abdurrahman Wahid dalam ranah pergaulan antar bangsa berarti, tidak adanya peperangan atau penggunaan kekerasan oleh suatu pihak oleh pihak yang lain, dengan persyaratan dan pengertian dari pihak yang menang.28 Dapat disimpulkan bahwa pendidikan perdamaian usaha sadar dan terencana mengenai pemahaman tentang perdamaian guna menciptakan kehidupan yang humanis dan harmonis.

Menurut Suadi Zainal, pendidikan perdamaian adalah keadaan psikologis, sosial, politik, etis, dan spiritual dengan ekspresi dalam bidang kehidupan manusia intrapersonal, antarpribadi, antarkelompok, internasional, dan global. Pendidikan perdamaian juga diartikan sebagai proses pendidikan yang memberdayakan masyarakat untuk menyelesaikan konflik secara kreatif dan tanpa kekerasan.29 Senada dengan hal itu, menurut Harris dan Synott menjelaskan pendidikan perdamaian merupakan serangkaian pertemuan pengajaran untuk membangkitkan keinginan orang (anak didik) untuk perdamaian dan memberikan kepada mereka cara-cara non kekerasan dalam mengelola konflik, serta keterampilan menganalisis secara kritis terhadap pengaturan struktural yang melegitimasi dan menghasilkan ketidakadilan

26 https://kemenag.go.id/read/al-alaq-1-5-ayo-membaca-p4m45. Diakses pada tanggal 13 Maret 2023

27 Taat Wulandari, “Menciptakan Perdamaian Melalui Pendidikan di Sekolah”, Jurnal, Mozaik Volume V Nomer I, Januari 2010.

28Abdurrahman Wahid, Dialog Peradaban Untuk Toleransi dan Perdamaian, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011), hal. 398

29 Suadi Zainal,dkk, Pendidikan Perdamaian: Model Pembelajaran, Tantangan dan Solusinya, (Aceh: Bandar Publishing,2019), hal. 1-2

(16)

81 | ISSN (e) 2963-4318 serta ketidaksetaraan.30 Dari ke-dua pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan perdamaian adalah proses pertemuan dalam hal pengajaran mengenai sikap psikologis, sosial dan spiritual seseorang untuk memahamkan serta memberdayakan seseorang agar memiliki nilai-nilai damai sekaligus dapat menyelesaikan konflik secara kreatif dan tanpa adanya kekerasan.

3) Nilai-Nilai Pendidikan Perdamaian

Mencermati konflik-konflik yang bermunculan baik di dunia maya maupun nyata ini seringkali mendapat perhatian lebih bahwa nilai-nilai perdamaian belum sepenuhnya dimplementasikan dalam kehidupan.

Karena terjadinya berbagai konflik, maka diperlukan pendidikan perdamaian sehingga dapat meminimalkan terjadinya konflik dalam berbagai bidang. Dalam sebuah pendidikan perdamaian berisikan nilai- nilai yang menjadi bahan suatu gagasan yang dimiliki seseorang maupun kelompok mengenai apa yang layak, apa yang dikehendaki, serta apa yang baik dan buruk.

Nilai-nilai perdamaian pada hakikatnya banyak termaktub dalam Al-Qur’an dan juga secara jelas diindikasikan dalam berbagai riwayat Hadis Nabi. Tidak ada satu ayat pun dalam Al-Qur’an dan tidak ada satu Hadis pun yang mengobarkan semangat kebencian, permusuhan, pertentangan, atau segala bentuk perilaku negatif yang mengancam stabilitas dan kualitas kedamaian hidup. Al-Qur’an menegaskan bahwa Rasulullah SAW diutus oleh Allah untuk menebarkan kasih sayang.

Seperti dalam firman Allah SWT sebagai berikut.

نْي ِمَلَٰعْلِ ل ًةَمْح َر َّلَِّا َكَٰنْلَس ْرَا ٓاَم َو

Artinya: “dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.(Q.S. Al-Anbiya:107)31

30 Suadi Zainal,dkk, Pendidikan Perdamaian: Model Pembelajaran, Tantangan dan Solusinya, (Aceh: Bandar Publishing,2019), hal. 2

31 https://kemenag.go.id/read/al-anbiya-107-ayo-membaca-p4m45. Diakses pada tanggal 13 Maret 2023

(17)

82 | ISSN (e) 2963-4318 Adapun nilai-nilai ajaran Islam yang berorientasi kepada pembentukan perdamaian di tengah umat manusia, sehingga mereka dapat hidup sejahtera dan harmonis, sebagai berikut:32

a) Larangan melakukan kezaliman

Kata zalim dalam Mu’jam al-Wasith diartikan sebagai “wadl’u syai-a fi ghairi mahallihi” yakni meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya.33 Diantara bentuk kezaliman ialah 1) Zalim kepada Allah.

Dalam artian kufur kepada Allah dan juga dalam bentuk syirik. 2) Zalim terhadap sesama manusia. Zalim yang dimaksud disini seperti korupsi, menumpahkan darah orang lain tanpa hak, mencaci maki, menfitnah dan lainnya. 3) Zalim terhadap diri sendiri. Hal ini dilakukan dengan cara mengotori dirinya dengan berbagai macam dosa, kejahatan, dan keburukan, berupa perbuatan maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.34

Allah SWT benar-benar murka terhadap orang-orang yang berbuat kezaliman. Seperti dalam ayat Al-qur’an berikut:

اًقي ِرَط ْمُهَيِدْهَيِل َلَّ َو ْمُهَل َرِفْغَيِل ُ َّللَّٱ ِنُكَي ْمَل ۟اوُمَلَظ َو ۟او ُرَفَك َنيِذَّلٱ َّنِإ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka”. (QS.An- Nisa:168)35

b) Adanya persamaan derajat

Persamaan derajat dalam bahasa Arab disebut dengan musawah.

Kata musawah berasal dari bahasa Arab yaitu ىواسي-ىواس– ةاواسمyang

32 Sayyid Qutub, Islam dan perdamaian dunia, (Jakarta:firdaus,1987), hal. 17

33 Shauqi Dhaif, Al-Mu'jam Al-Wasith, (Mesir: Maktabah Shurouq ad-Dauliyyah, 2011), hal. 577

34 Ibnu Tamiyyah, Jangan Biarkan Penyakit Hati Bersemi, (Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2006), hal. 29

35 https://kemenag.go.id/read/an-nisa’-168-ayo-membaca-p4m45. Diakses pada tanggal 13 Maret 2023

(18)

83 | ISSN (e) 2963-4318 artinya sama.36 Secara etimologi (bahasa) Al-Musawah adalah sama tidak kurang dan tidak lebih. Sedangkan secara terminologi (istilah) Al-Musawah berarti persamaan atau kesetaraan seluruh manusia di dalam hak dan kewajibannya. Artinya, semua manusia sama karena semuanya adalah hamba Allah, tanpa ada pemisahan atau tidak dibeda-bedakan berdasarkan ras, warna kulit, pangkat, jabatan, harta, suku bangsa, bahasa atau lainnya.37 Allah berfirman:

اَهُّيَأََٰٓي ْمُكَم َرْكَأ َّنِإ ۚ ۟ا ٓوُف َراَعَتِل َلِئٓاَبَق َو اًبوُعُش ْمُكََٰنْلَعَج َو َٰىَثنُأ َو ٍرَكَذ نِ م مُكََٰنْقَلَخ اَّنِإ ُساَّنلٱ

ٌريِبَخ ٌميِلَع َ َّللَّٱ َّنِإ ۚ ْمُكَٰىَقْتَأ ِ َّللَّٱ َدنِع

Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal- mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(QS.Al- Hujurat:13)38

c) Menjunjung tinggi keadilan

Keadilan berasal dari kata adil, menurut kamus bahasa Indonesia adil adalah tidak sewenang-wenang, tidak memihak, tidak berat sebelah. Adil terutama mengandung arti bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas norma-norma objektif. Skala keadilan sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, setiap skala didefinisikan dan sepenuhnya ditentukan oleh masyarakat sesuai dengan ketertiban

36 H. Mahmud Yunus, Kamus Arab – Indonesia, (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriyah, 2009), hal. 186

37 H. Mahmud Yunus, Kamus Arab – Indonesia, (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriyah, 2009), hal. 187

38https://kemenag.go.id/read/al-hujurat-13-ayo-membaca-p4m45. Diakses pada tanggal 13 Maret 2023

(19)

84 | ISSN (e) 2963-4318 umum dari masyarakat tersebut.39 Perintah untuk menjunjung tinggi keadilan termaktub dalam Al-qur’an sebagai berikut:

ْوَق ُنأَـَنَش ْمُكَّنَم ِرْجَي َلَّ َو ۖ ِطْسِقْلٱِب َءٓاَدَهُش ِ َّ ِللَّ َنيِم ََّٰوَق ۟اوُنوُك ۟اوُنَماَء َنيِذَّلٱ اَهُّيَأََٰٓي َٰٓىَلَع ٍم

ْقَأ َوُه ۟اوُلِدْعٱ ۚ ۟اوُلِدْعَت َّلََّأ َنوُلَمْعَت اَمِب ٌٌۢريِبَخ َ َّللَّٱ َّنِإ ۚ َ َّللَّٱ ۟اوُقَّتٱ َو ۖ َٰى َوْقَّتلِل ُب َر

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.

Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS.Al-Maidah:8)40

d) Memberikan kebebasan

Islam menjunjung tinggi kebebasan, terbukti dengan tidak adanya paksaan bagi siapa saja dalam beragama, setiap orang bebas menentukan pilihannya. Dengan adanya kebebasaan itu maka setiap orang berhak sekaligus mendapatkan untuk menentukan pilihannya, tidak ada yang merasa terkekang hingga berujung pada munculnya kebencian. Dengan kebebasan ini, jalan menuju kehidupan damai semakin terbuka lebar. Namun kebebasan disini bukan dalam artian anarkisme atau membabi buta, tidak terarah.41 Allah berfirman:

ًراَن َنيِمِل ََّٰظلِل اَنْدَتْعَأ ٓاَّنِإ ۚ ْرُفْكَيْلَف َءٓاَش نَم َو نِم ْؤُيْلَف َءٓاَش نَمَف ۖ ْمُكِ ب َّر نِم ُّقَحْلٱ ِلُق َو ا

َسْئِب ۚ َهوُج ُوْلٱ ىِوْشَي ِلْهُمْلٱَك ٍءٓاَمِب ۟اوُثاَغُي ۟اوُثيِغَتْسَي نِإ َو ۚ اَهُقِدا َرُس ْمِهِب َطاَحَأ ٓاَس َو ُبا َرَّشلٱ ًقَفَت ْرُم ْتَء

ا

Artinya: “Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia

39 M. Agus Santoso, Hukum, Moral & Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum, Ctk. Kedua, Kencana, Jakarta, 2014, hal. 85

40 https://kemenag.go.id/read/al-maidah-8-ayo-membaca-p4m45. Diakses pada tanggal 13 Maret 2023

41 Sayyid Qutub, Islam dan perdamaian dunia, (Jakarta: Firdaus,1987), hal. 17

(20)

85 | ISSN (e) 2963-4318 beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir".

Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek”.(QS.Al- Kahfi:29)42

e) Menyeru hidup rukun dan saling tolong menolong

Ta’awun adalah dari pokok kata (Mashdar) Mu’awanah, yang berarti bertolong-tolongan, bantu-membantu. Menurut Hamka, dalam tafsirnya menjelaskan diperintahkan hidup bertolong-tolongan, dalam membina Al Birru, yaitu segala ragam maksud yang baik dan berfaedah, yang didasarkan kepada menegakkan taqwa.43 Allah berfirman:

َنوُنِم ْؤُت َو ِرَكنُمْلٱ ِنَع َن ْوَهْنَت َو ِفو ُرْعَمْلٱِب َنو ُرُمْأَت ِساَّنلِل ْتَج ِرْخُأ ٍةَّمُأ َرْيَخ ْمُتنُك َأ َنَماَء ْوَل َو ۗ ِ َّللَّٱِب نوُقِسََٰفْلٱ ُمُه ُرَثْكَأ َو َنوُنِم ْؤُمْلٱ ُمُهْنِ م ۚ مُهَّل ا ًرْيَخ َناَكَل ِبََٰتِكْلٱ ُلْه

ََ

Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.(QS.Al-Imran:110)44

f) Menganjurkan toleransi

Toleransi atau tasamuh secara etimologis adalah mentoleransi atau menerima perkara secara ringan. Secara terminologis berarti

42 https://kemenag.go.id/read/al-kahfi-29-ayo-membaca-p4m45. Diakses pada tanggal 13 Maret 2023

43 Hamka, Tafsir Al azhar jilid 3 cet. Ke 5 (Singapura: Kerjaya Printing Industies Pte Ltd, 2003), hal. 1601

44 https://kemenag.go.id/read/al-imran-110-ayo-membaca-p4m45. Diakses pada tanggal 13 Maret 2023

(21)

86 | ISSN (e) 2963-4318 menoleransi atau menerima perbedaan dengan ringan hati.45 Seperti dalam ayat Al-qur’an berikut:

نيِد َىِل َو ْمُكُنيِد ْمُكَل

َِ

Artinya: “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku".(QS.Al- Kafirun:6)46

g) Meningkatkan solidaritas sosial

Solidaritas sosial yakni suatu interaksi yang didasari oleh kepercayaan serta perasaan moral yang dipatuhi bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional antara individu ataupun kelompok.47 Zakiyah darajat memberikan definisi secara etimologi solidaritas adalah kesetiakawanan atau kekompakkan. Bentuk dari solidaritas sosial seperti kerja sama serta gotong royong.48 Seperti firman Allah SWT sebagai berikut:

ِ دلاِب ُبِ ذَكُي ْيِذَّلا َتْيَء َرَا ٌلْي َوَف ,ِنْيِكْسِمْلا ِماَعَط يَٰلَع ُّضُحَي َلَّ َو ,َمْيِتَيْلا ُّعُدَي ْيِذَّلا َكِلَٰذَف ,نْي

َن ْوُعاَمْلا َن ْوُعَنْمَي َو َن ْوُءۤا َرُي ْمُه َنْيِذَّلا ,َن ْوُهاَس ْمِهِت َلََص ْنَع ْمُه َنْيِذَّلا ,َنْيِ لَصُمْل ِل Artinya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?. Maka itulah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak mendorong memberi makan orang miskin. Maka celakalah orang yang shalat.

(yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya. Yang berbuat ria.

Dan enggan (memberikan) bantuan”.(QS.Al-Ma’un:1-7)49

45 Irwan Masduqi, Berislam Secara Toleran: Teologi Kerukunan Umat Beragama, (Bandung: PT.

Mizan Pustaka, 2011), hal. 36

46 https://kemenag.go.id/read/al-kafirun-6-ayo-membaca-p4m45. Diakses pada tanggal 13 Maret 2023

47 Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik & Modern Jilid II. (Jakarta: Gramedia. 1986), hal.

181

48 Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 71

49https://kemenag.go.id/read/al-ma’un-1-7-ayo-membaca-p4m45. Diakses pada tanggal 13 Maret 2023

(22)

87 | ISSN (e) 2963-4318 c. Implementasi Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Perdamaian

1) Definisi Implementasi

Implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik biasanya implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijakan dirumuskan dengan tujuan yang jelas. Menurut Gaffar, implementasi juga diartikan sebagai rangkaian aktivitas dalam rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat membawa hasil sebagai mana yang diharapkan.50

Secara etimologis pengertian implementasi menurut Webster dalam Wahab, berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Dalam kamus besar webster, to implement (mengimplementasikan) berati to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu) dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu).51

Pengertian implementasi yang dikemukakan diatas, dapat dikatakan bahwa implementasi adalah tindakan–tindakan yang dilakukan oleh pihak–pihak yang berwenang dan berkepentingan, baik pemerintah maupun swasta yang bertujuan untuk mewujudkan cita–cita serta tujuan yang telah ditetapkan. Implementasi berkaitan dengan berbagai tindakan yang dilakukan untuk melaksanakan dan merealisasikan program yang telah disusun demi tercapainya tujuan dari program yang telah direncanakan, karena pada dasarnya setiap rencana yang ditetapkan memiliki tujuan atau target yang hendak dicapai.

2) Definisi Penanaman

Penanaman adalah proses, perbuatan dan cara menanamkan.

Penanaman adalah proses, perbuatan, dan cara menanamkan. Penanaman secara etimologi berasal dari kata tanam yang berarti benih,yang semakin

50 Afan Gaffar, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009), hal.17

51 I Gde Yoga & Ida Rahayu, Standar Akutansi Pemerintahan Berbasis Akrual, (Sidoarjo: Zifatama .Jawara,2020), hal. 14

(23)

88 | ISSN (e) 2963-4318 jelas dengan mendapat imbuhan me-kan menjadi menanamkan yang memiliki arti menaburkan ajaran, paham, dan lain sebagainya. Kata menanamkan juga bisa diartikan sebagai penerapan sesuatu pada diri manusia dalam hal ini adalah sifat yang baik.52

3) Macam-Macam Implementasi Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Perdamaian

Penanaman nilai-nilai penting dalam menciptakan perdamaian. Bahwa pendidikan perdamaian merupakan suatu usaha pembelajaran yang memberikan kontribusi dalam membentuk warganegara yang baik di dunia. Pendidikan perdamaian diberikan dengan berbagai alternatif untuk memberikan pemahaman kesadaran terhadap sebab-sebab kekerasan dan menginformasikan kepada siswa beberapa pengetahuan tentang masalah masalah pokok dalam pendidikan perdamaian, antara lain: menjaga, menciptakan, dan membangun perdamaian.53 Berbagai macam bentuk konflik dan kekerasan kemudian menjadi stimulan untuk terus menanamkan nilai-nilai perdamaian dalam kehidupan. Setiap perdamaian perlu diupayakan dengan sungguh-sungguh. Karena perdamaian menyangkut keamanan dan kebahagiaan setiap manusia yang menjadi sebuah hak. Sebaimana kalam Ilahi berikut ini:

َنوُنِم ْؤُمْلٱ اَمَّنِإ َنوُمَح ْرُت ْمُكَّلَعَل َ َّللَّٱ ۟اوُقَّتٱ َو ۚ ْمُكْي َوَخَأ َنْيَب ۟اوُحِلْصَأَف ٌة َوْخِإ

Artinya: “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”.(QS.Al- Hujurat:10)54

Adapun macam-macam strategi dalam pengimplementasian penanaman pendidikan perdamaian, sebagai berikut:

52 DepDikBud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hal. 895

53 Rosa Kusuma, dkk 2020, Penanaman Nilai-Nilai Perdamaian di Peacesantren Welas Asih Samarang Garut, Vol.21, No.02

54 https://kemenag.go.id/read/al-hujurat-10-ayo-membaca-p4m45. Diakses pada tanggal 14 Maret 2023

(24)

89 | ISSN (e) 2963-4318 a) Ma’ruf

Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah Jilid 02, Strategi atau upaya perdamaian adalah ma’ruf. Ma’ruf sebagai strategi adalah proses perdamaian dengan cara yang baik menurut syara’ dan hukum yang telah ditetapakan manusia. Ma’ruf adalah sesuatu yang dikenal dan dibenarkan oleh masyarakat, dengan kata lain adat istiadat yang didukung oleh nalar yang sehat serta tidak bertentangan dengan ajaran agama. Ia adalah kebajikan yang jelas dan diketahui semua orang serta diterima dengan baik oleh manusia-manusia normal. Ia adalah yang disepakati sehingga tidak perlu didiskusikan apalagi diperbantahkan.55 Upaya perdamaian ma’ruf terdapat pada Al-Qur’an surah Al-Imran ayat 110 sebagai berikut:

َنوُنِم ْؤُت َو ِرَكنُمْلٱ ِنَع َن ْوَهْنَت َو ِفو ُرْعَمْلٱِب َنو ُرُمْأَت ِساَّنلِل ْتَج ِرْخُأ ٍةَّمُأ َرْيَخ ْمُتنُك ًرْيَخ َناَكَل ِبََٰتِكْلٱ ُلْهَأ َنَماَء ْوَل َو ۗ ِ َّللَّٱِب نوُقِسََٰفْلٱ ُمُه ُرَثْكَأ َو َنوُنِم ْؤُمْلٱ ُمُهْنِ م ۚ مُهَّل ا

ََ

Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.(QS.Al-Imran:110)56

b) Diintegrasikan dalam Pelajaran

Ismail Suardi Wekke,dkk berpendapat bahwa penanaman nilai-nilai multikultural tidak harus menjadi mata pelajaran tersendiri, tetapi dapat diintegrasikan dalam mata pelajaran yang sudah ada, seperti pelajaran agama dan pendidikan kewarganegaraan. Khusus dalam pelajaran agama, mengingat agama merupakan aspek kehidupan yang sangat penting dalam masyarakat. Sesuai masyarakat Indonesia

55 Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Jilid 02. Hal 256 (online, diakses tanggal 22 Desember 2022)

56https://kemenag.go.id/read/al-imran-110-ayo-membaca-p4m45. Diakses pada tanggal 14 Maret 2023

(25)

90 | ISSN (e) 2963-4318 pendidikan agama selain bertujuan menanamkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada peserta didik, juga bertujuan untuk mengembangkan sikap toleransi dan sikap saling menghormati terhadap setiap perbedaan masing-masing peserta didik (agama, suku, ras, dll) karena perbedaan merupakan takdir yang sudah ada sejak manusia ada di muka bumi ini, maka sudah sewajarnya kalau perubahan itu diterima dan disikapi dengan arif oleh setiap individu.57

Ismail Suardi Wekke,dkk mengatakan bahwa lembaga pendidikan diharapkan dapat menanamkan sikap kepada peserta didik untuk menghargai orang, budaya, agama dan keyakinan lain. Harapannya dengan implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural akan membantu siswa mengerti menerima dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian lewat penanaman semangat multikulturalisme di sekolah. Sekolah akan menjadi medium pelatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima perbedaan budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara sesama dan mau hidup bersama secara damai.58 Agar proses ini berjalan sesuai harapan maka seyogyanya kita dapat menerima jika pendidikan multikultural disosialisasikan dan diseminasikan melalui lembaga pendidikan serta jika mungkin ditetapkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di berbagai jenjang baik di lembaga pendidikan pemerintah maupun swasta.59

c) Exfusion dan Infusion

Ahmad Nurcholish juga berpendapat bahwa implementasi kurikulum peace education dapat dilakukan dengan dua cara, yakni dengan cara exfusion dan infusion. Exfusion adalah memberlakukan kurilukum peace education untuk memperluas atau mengganti

57 Ismail Suardi Wekke, dkk. Perdamaian dan Pembangunan Perspektif Indonesia- Malaisya.(Yogyakarta: Penerbit Samudra Biru, 2021), hal.71-72

58 Ismail Suardi Wekke,dkk. Perdamaian dan Pembangunan Perspektif Indonesia- Malaisya.(Yogyakarta: Penerbit Samudra Biru, 2021), hal.71

59 Ismail Suardi Wekke,dkk. Perdamaian dan Pembangunan Perspektif Indonesia- Malaisya.(Yogyakarta: Penerbit Samudra Biru,2021) hal. 51

(26)

91 | ISSN (e) 2963-4318 kurikulum yang sudah ada. Sementara itu, infusion memasukkan peace education ke dalam kurikulum yang sudah ada dan diberlakukan oleh negara yang bersangkutan karena memandang hal itu sebagai kebutuhan. Dengan demikian, setiap negara, bahkan setiap daerah di setiap negara, bisa menerapkan kurikulum peace education secara fleksibel sesuai tantangan dan dinamika di negara dan daerah tersebut.60

d) Deseminasi Wacana dan Aktualisasi Nyata

Secara garis besar, gagasan pendidikan perdamaian Gus Dur diimplementasikan dalam dua ranah utama, yaitu (1) deseminasi wacana; dan (2) praktik atau aktualisasi nyata di tengah masyarakat.

Dalam poin pertama, Gus Dur merupakan pegiat perdamaian yang tak pernah berhenti dalam wacanakan gagasan dan mengomunikasikannya secara terbuka, baik melalui tulisan-tulisan di media massa maupun melalui diskusi diskusi baik formal maupun non-formal. Ini menunjukkan bahwa pemikiran pendidikan perdamaian bagi Gus Dur tak cukup hanya sekedar digagas sendirian, tetapi harus dikomunikasikan di ruang publik agar mendapatkan respon balik dan pengayaan gagasan dari individu-individu lain yang memiliki perhatian yang sama. Pada poin kedua, Gus Dur tak mau hanya berhenti pada tataran wacana yang melangit tetapi juga mengimplementasikannya dalam ranah kehidupan masyarakat yang bergerak secara dinamis. Oleh karena itu bagi Gus Dur antara konsep dan implementasi ia laksanakan secara beriringan bahkan kerap dilakukannya secara bersamaan.61

METODE PENELITIAN

Peneliti akan melakukan observasi dan wawancara langsung ke lokasi penelitian yang bertujuan agar dapat mendeskripsikan sekaligus menganalisis mengenai nilai-nilai

60 Ahmad Nurcholish, Peace Education & Pendidikan Perdamaian Gus Dur, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2015), hal.71

61 Ahmad Nurcholish. Merajut Damai dalam Kebinakaan.(Jakarta:PT Elex Media Komputindo, 2017), hal.209

(27)

92 | ISSN (e) 2963-4318 perdamaian, upaya dalam menanamkan nilai-nilai perdamaian serta implementasi pendidikan perdamaian di Pondok Pesantren Sananul Huda Selorejo, Blitar. Sehingga dalam konteks penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisa fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individu maupun kelompok.62

Disini peneliti akan mengamati nilai-nilai perdamaian apa saja yang telah diimplementasikan oleh santri di Pondok Pesantren Sananul Huda Selorejo, Blitar.

Peneliti akan mencari, mempelajari dan menyampaikan arti fenomena budaya perdamaian yang melekat di Pondok Pesantren Sananul Huda Selorejo, Blitar. Sehingga jenis penelitian yang digunakan ialah penelitian fenomenologi. Fenomenologi diartikan sebagai pandangan berfikir yang menegaskan pada fokus pengalaman-pengalaman dan cerita subjektif manusia dan interpretasi ata pelaksanaan di dunia.63

Ada beberapa ciri-ciri pokok fenomenologis yang dilakukan oleh peneliti fenomenologis menurut Moleong, yaitu: (a) memperhatikan pada kenyataan yang ada, dalam hal ini kesadaran tentang sesuatu benda secara jelas (b) memahami arti peristiwa atau kejadian yang terjadi dan berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam situasi – situasi tertentu (c) memulai dengan diam kemudian dilanjutkan dengan pendeskripsian secara jelas fenomena yang dialami secara langsung.64

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini, peneliti bermaksud untuk memadukan berbagai temuan dari hasil penelitian dari seluruh fokus penelitian.

1. Sistem Pendidikan Pondok Pesantren

Pada penyelidikan fokus pertama peneliti menemukan aneka ragam sistem pendidikan yang terdapat di Pondok Pesantren Sananul Huda, diantaranya terdapat elemen kyai, santri, pengajaran kitab-kitab klasik dan adanya elemen pondok atau asrama. Dari empat eleman yang terdapat di Pondok Pesantren

62 Nana Syaodih Sukmadinata. Metode Penelitian Pendidikan,(Bandung:PT Remaja Rosda Karya,2007), hal. 60

63 Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya, 2007), hal. 14-15

64 Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya, 2007), hal. 8

(28)

93 | ISSN (e) 2963-4318 Sananul Huda, masing-masing elemen telah memenuhi standarisasi berdasarkan teori-teori yang ada. Jika disandingkan pada teori yang diacu oleh peneliti dari Yasmadi yang mengatakan terdapat lima elemen pondok pesantren, yakni 1) kyai 2) santri 3) pengajaran kitab-kitab klasik 4) masjid 5) asrama atau pondok.

Sedangkan berdasar data dilapangan terdapat satu elemen yang belum terpenuhi, yakni tiadanya masjid.

Pada unit kurikulum pesantren, menemukan bahwasanya Pondok Pesantren Sananul Huda ini menerapkan dua teori kurikulum pesantren, yaitu teori kurikulum pesantren salafiyah dan teori kurikulum pesantren khalafiyah. Dan pada unit sistem pengajaran yang berlangsung, di Pondok Pesantren Sananul Huda ini hanya memakai dua metode pengajaran, yakni klasikan dan bandongan.

Jika disandingkan dengan teori yang peneliti rujuk dari Zamakhasyari Dhofier yang memaparkan bahwa terdapat empat sistem pengajaran kitab kuning di pondok pesantren, yaitu; 1) Sorogan; 2) Bandongan; 3) Wetonan; 4) Halaqah.

Maka dapat dikatakan Pondok Pesantren Sananul Huda ini hanya memakai satu dari empat sistem pengajaran kitab kuning berdasar teori diatas.

2. Nilai-Nilai Pendidikan Perdamaian

Selanjutnya, pada unit analisis yang kedua, mengenai nilai-nilai pendidikan perdamaian yang terdapat pada Pondok Pesantren Sananul Huda ini menunjukkan bahwa Pondok Pesantren Sananul Huda telah menanamkan nilai;

(1) Larangan melakukan kezaliman (2) Adanya persamaan derajat (3) Menjunjung tinggi keadilan (4) Memberikan kebebasan (5) Menyeru hidup rukun dan saling tolong menolong (6) Menganjurkan toleransi (7) Meningkatkan solidaritas sosial. Ke-tujuh nilai tersebut menandakan bahwa di Pondok Pesantren Sananul Huda telah terdapat nilai-nilai pendidikan perdamaian sebagaimana teori yang dipakai oleh peneliti. Tidak hanya ke-tujuh nilai saja, bahkan peneliti mendapatkan satu nilai perdamaian yang telah ada di Pondok Pesantren Sananul Huda, yakni nilai memaafkan.

(29)

94 | ISSN (e) 2963-4318 3. Implementasi Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Perdamaian

Pada unit pembahasan berikutnya, mengenai implementasi penanaman nilai- nilai pendidikan perdamaian. Jika disandingkan dengan teori yang dipakai oleh peneliti yang mengatakan bahwa terdapat enam cara atau strategi dalam mengimplementasikan penanaman nilai-nilai pendidikan perdamaian.

Sedangkan dari proses penelitian di lapangam mendapatkan hasil bahwa Pondok Pesantren Sananul Huda hanya melakukan lima strategi dalam implementasi penanaman nilai-nilai pendidikan perdamaian, diantaranya; (1) Menggunakan strategi ma’ruf (2) Diintegrasikan dalam pelajaran (3) Cara infusion (4) Deseminasi wacana (5) Praktik atau aktualisasi nyata. Artinya dalam proses mengimplementasikan penanaman nilai-nilai pendidikan perdamaian, Pondok Pesantren Sananul Huda tidak mamakai cara exfusion seperti teori yang ada.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan paparan data diatas, serta pembahasan yang telah peneliti kemukakan sesuai dengan fokus penelitian, maka berikut ini akan peneliti simpulkan hal-hal sebagai berikut;

a) Elemen-elemn pesantren yang terdapat di Pondok Pesantren Sananul Huda belum terpenuhi secara total. Hanya terdapat empat elemen, yaitu kyai, santri, pengajaran kitab-kitab klasik serta pondok atau asrma. Kurikulum yang dipakai oleh Pondok Pesantren Sananul Huda ini ialah gabungan antara kurikulum pesantren salafiyah dengan kurikulum pesantren khalafiyah. Dan sistem pengajaran yang ada di Pondok Pesantren Sananul Huda hanya terdapat satu metode, yakni menggunakan metode bandongan saja.

b) Nilai-nilai pendidikan perdamaian yang terdapat pada Pondok Pesantren Sananul Huda ini menunjukkan bahwa Pondok Pesantren Sananul Huda telah menanamkan nilai larangan melakukan kezaliman, nilai persamaan derajat, nilai keadilan, nilai kebebasan, nilai hidup rukun dan saling tolong menolong, nilai toleransi serta nilai solidaritas sosial. Kemudian ditemukan satu nilai baru, yakni nilai memaafkan.

(30)

95 | ISSN (e) 2963-4318 c) Terdapat enam cara atau strategi dalam mengimplementasikan penanaman nilai- nilai pendidikan perdamaian. Sedangkan Pondok Pesantren Sananul Huda hanya melakukan lima strategi dalam implementasi penanaman nilai-nilai pendidikan perdamaian, diantaranya, strategi ma’ruf, diintegrasikan dalam pelajaran, cara infusion, deseminasi wacana dan Praktik atau aktualisasi nyata. Artinya dalam proses mengimplementasikan penanaman nilai-nilai pendidikan perdamaian, Pondok Pesantren Sananul Huda tidak mamakai cara exfusion seperti teori yang ada.

2. Saran

Dari hasil penelitian tentang implementasi nilai-nilai pendidikan perdamaian di Pondok Pesantren Sananul Huda, maka peneliti dapat memberikan saran-saran sebagai berikut:

a) Bagi Pondok Pesantren Sananul Huda, hendaknya elemen-elemen pondok pesantren dipenuhi guna dapat mencapai mutu pendidikan yang lebih berkualitas.

Juga mengenai metode-metode pengajaran yang terdapat didalamnya, seyogyanya dilakukan pembaharuan agar tujuan dari proses pembelajaran dapat tercapai secara maksimal. Kemudian dalam proses pengimplementasian penanaman nilai- nilai pendidikan perdamaian kiranya perlu ditambah strategi-strategi baru yang kebih totalitas sebagai bukti real pelaksanaan pendidikan perdamaian dalam lingkungan pesantren.

b) Bagi peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan implementasi pendidikan perdamaian di pesantren, agar lebih dalam dan lebih luas pengembangan pada penelitian-penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, Sutarjo. 2013. Pembelajaran Nilai Karakter Konstruksi dan VCT Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Badruddin, Subky. 1995. Dilema Ulama Dalam Perubahan Zaman. Jakarta: Gema

Insani Press

Bailey, Kenneth D. 1994. Methods of Social Research. New York: The Free Press Coleman, Peter T, dkk. 2016. Resolusi Koflik Teori dan Praktek. Bandung: Nusa Media Daradjat, Zakiah, dkk. 204. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data yang telah penulis paparkan dalam Bab IV, untuk mendeskripsikan kegiatan penanaman nilai-nilai keislaman dalam pendidikan agama Islam di KMI Pondok

kegiatan yang dilakukan di Pondok Pesantren Darusy Syahadah untuk menanamkan nilai-nilai keislaman dalam pendidikan agama Islam.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

Universitas Muhammadiyah Surakarta, xxi+112 (termasuk lampiran). Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan implementasi nilai-nilai pancasila sila kemanusiaan yang

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan sumbangan pengetahuan dan pemahaman mengenai implementasi pendidikan karakter terkait dalam

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI TASAWUF OLEH KALANGAN SANTRI DI PONDOK PESANTREN DALAM MENGHADAPI ERA-GLOBALISASI Studi Kasus di Pondok Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin Jombang

Nilai-nilai mental dalam membentuk karakter religius santri di Pondok.. Pesantren Nurul Ulum Kota Blitar dan Pondok Pesantren

Konsep nilai Pendidikan Karakter yang ditawarkan oleh Yusuf Qardhawi ialah mengamalkan nilai-nilai yang bersifat Rabbani, sehingga selalu mendekatkan diri kepada Alloh SWT

Kerja sama antara warga masyarakat dengan warga pesantren sangat penting dilakukan dalam upaya menanakan nilai-nilai pendidikan Islam kepada peserta didik, khususnya