• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PROGRAM BIL-HIFDZI PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN TAHFIDZUL QUR’AN (PPTQ) AL- MUNTAHA KELURAHAN CEBONGAN KECAMATAN ARGOMULYO KOTA SALATIGA SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PROGRAM BIL-HIFDZI PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN TAHFIDZUL QUR’AN (PPTQ) AL- MUNTAHA KELURAHAN CEBONGAN KECAMATAN ARGOMULYO KOTA SALATIGA SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

i

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER

MELALUI PROGRAM BIL-HIFDZI PADA SANTRIWATI

PONDOK PESANTREN TAHFIDZUL QUR’AN (PPTQ) AL

-MUNTAHA KELURAHAN CEBONGAN KECAMATAN

ARGOMULYO KOTA SALATIGA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh:

RIZKIANA KADARWATI

NIM 11114319

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi MOTTO

ُهَمَّلَعَو َنآْرُقْلا َمَّلَعَت ْنْم ْمُكُرْيَخ

Orang yang paling baik di antara kalian

(7)

vii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Orangtua tercinta, Bapak Turyono dan Ibu Umi Kulsum yang telah

mencurahkan kasih sayang, support, doa juga perjuangan demi

keberhasilan penulis

2. Kakak tercinta, Mas Saeful Amri dan Mba Susi Heryanti yang selalu

memberikan dukungan serta doa kepada penulis

3. Ibu Ny. Hj. Siti Zulaecho, AH beserta dewan asatidz PPTQ Al-Muntaha

yang tak pernah lelah membimbing penulis selama 24 jam, senantiasa

penulis nantikan fatwa, barokah juga ridhonya

4. Sahabat satu gerbang satu atap, teman menangis juga tertawa, Mba Neni

dan Mba Mafa, hanya ucapan terimakasih atas bimbingan dan omelan

kalian, do‟akan agar penulis bisa mengikuti jejak indah kalian berdua

5. Teman-teman seperjuangan PPTQ Al-Muntaha angkatan 2014, Mba

Chusna, Mba Okta, Mba Hima, Mba Mira dan Mba Eka, yang telah

menciptakan suasana penuh kebahagiaan dalam penjara suci ini,

terimakasih telah memberikan dukungan juga kejutan untuk penulis

6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih telah

membantu dengan keikhlasan dan doa.

Semoga skripsi ini bermanfaat dan membawa keberkahan, Aaminn Yaa Rabbal

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Syukur alkhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas

karuniaNya, pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Progam Bil-Hifdzi Pada

Santriwati Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an (PPTQ) Al-Muntaha, Kel.

Cebongan, Kec. Argomulyo, Salatiga” yang merupakan tugas dan syarat wajib

guna memperoleh gelar kesarjanaan Pendidikan Agama Islam (PAI) IAIN

Salatiga.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi

Muhammad Saw, yang menjadi suri tauladan bagi seluruh umat di jagat raya ini.

Beliau adalah pembawa dan penyampai risalah Islam yang penuh dengan ilmu

pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu keislaman, yang dapat menjadi bekal hidup

manusia di dunia dan di akhirat kelak.

Terselesaikannya penulisan skripsi ini tentu tidak lepas dari bimbingan,

bantuan, serta motivasi dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis

menyampaiakan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan

bantuannya, khususnya kepada:

1. Dr. H. Rahmat Hariyadi, M. Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga;

2. Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan;

3. Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam;

4. Prof. Dr. Budiharjo, M. Ag., selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberikan saran, arahan serta keikhlasan dan kebijaksanaan meluangkan

(9)

ix

7. Bapak dan Ibu dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah

memberikan ilmu, semangat, dan inspirasinya kepada penulis;

8. Ibu Nyai Hj. Siti Zulaecho, AH beserta keluarga besar yang senantiasa

penulis nantikan fatwa dan barakahnya;

9. Sahabat perjuangan di PPTQ Al-Muntaha Salatiga yang memberikan

semangat dan membersamai dalam setiap waktu;

10.Sahabat perjuangan teman-teman PAI angkatan 2014. Terima kasih kawan

dan tetaplah dalam semangat nafas perjuangan;

11.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu oleh penulis. Terima

kasih atas do‟a, dorongan, semangat, motivasi, dan inspirasinya; dan

12.Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini, baik

secara langsung maupun tidak langsung.

Atas jasa mereka, penulis hanya dapat memohon doa semoga amal mereka

mendapat balasan yang lebih baik serta mendapat kesuksesan dunia maupun di

akhirat. Penulis dalam hal ini mengharapkan saran dan kritik dari pembaca untuk

menyempurnakan skripsi ini. Dan akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Salatiga, 13 Maret 2018

(10)

x ABSTRAK

Kadarwati, Rizkiana. 2018. Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Progam

Bil-Hifdzi Pada Santriwati Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an (PPTQ) Al-Muntaha, Kel. Cebongan, Kec. Argomulyo, Salatiga.

Skripsi. IAIN Salatiga. Pembimbing: Prof. Dr. Budiharjo, M.Ag.

Kata Kunci: pendidikan karakter dan progam bil-hifdzi

Penelitian ini adalah upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter

pada progam bil-hifdzi di PPTQ Al-Muntaha. Pertanyaan utama yang ingin

dijawab dalam penelitian ini yaitu, 1) Apa sajakah nilai-nilai karakter yang

ditanamkan melalui program bil-hifdzi pada santriwati PPTQ Al-Muntaha?, 2)

Apa sajakah kegiatan yang dilaksanakan dalam penerapan nilai-nilai karakter

melalui program bil-hifdzi pada santriwati PPTQ Al-Muntaha?, 3) Bagaimana

implementasi program bil-hifdzi PPTQ Al-Muntaha yang terintegrasi dengan

nilai-nilai karakter?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian dilakukan mulai bulan November tahun 2017. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Untuk analisis data menggunakan analisis data model interaktif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat nilai-nilai karakter yang

ditanamkan melalui progam bil-hifdzi, yaitu: disiplin, kerja keras, sabar, tanggung

jawab, ikhlas, tawadhu‟, ta‟dhim, kesederhanaan, komitmen dan konsisten,

istiqomah, tenang, lemah lembut, sopan santun, toleransi, menjaga diri (lisan dan

perbuatan), jujur, adil, menghargai waktu, semangat fastabiqul khoirot, rajin,

tekun, kebersamaan, kerjasama, dan pantang menyerah.Kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka penanaman nilai karakter terhadap santriwati progam

bil-hifdzi yaitu sholat berjama‟ah, mengaji al-Qur‟an, sorogan kitab, bandogan

kitab, qiyamul lail, sima‟an, ro‟an, tartilan, tahlilan, ziarah, dziba‟an, khitobah,

peringatan maulid Nabi dan isro‟ mi‟roj. Kegiatan tersebut memberikan pengaruh

yang signifikan terhadap kepribadian santriwati. Sesuatu yang dilakukan secara berulang-ulang, lambat laun akan terserap pikiran dan akan tertanam dalam hati.

Implementasi progam bil-hifdzi PPTQ Al-Muntaha yang terintegrasi dengan

nilai-nilai karakter sudah berjalan dengan baik. Keberhasilan progam bil-hifdzi

yang terintegrasi dengan penanaman nilai karakter dapat diamati dari berjalannya kegiatan yang telah dijadwalkan, sehingga menghasilkan perubahan sikap para santriwati. Bahkan hampir seluruh santriwati mengalami perubahan perilaku dari

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Penegasan Istilah ... 8

1. Implementasi...8

2. Pendidikan Karakter ... 9

(12)

xii

4. Pondok Pesantren ...10

5. Tahfidzul Qur‟an......11

F. Metode Penelitian...11

1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian ... 12

2. Kehadiran Peneliti ... 12

3. Lokasi Penelitian ... 13

4. Sumber Data ... 14

5. Teknik Pengumpulan Data ... 15

6. Analisis Data... 16

7. Pengecekan Keabsahan Data ... 18

8. Tahap-Tahap Penelitian ... 19

G. Sistematika Penulisan... 19

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 21

A.Pendidikan Karakter...21

1. Hakikat Karakter dan Pendidikan Karakter ...21

2. Dasar Filosofi Pendidikan Karakter ...25

3. Tujuan Pendidikan Karakter ... 27

4. Fungsi Pendidikan Karakter ... 28

5. Nilai-Nilai Karakter...29

B.Progam Bil-Hifdzi ... 32

1. Pengertian Progam Bil-Hifdzi ... 37

2. Keutamaan Menghafal al-Qur‟an ... 33

(13)

xiii

4. Kaidah-Kaidah dalam Menghafal al-Qur‟an ... 38

5. Etika Seorang Penghafal al-Qur‟an ... 40

6. Adab Membaca al-Qur‟an ...43

C.Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Progam Bil-Hifdzi... 49

1. Langkah-Langkah Pendidikan Karakter...44

2. Implementasi Pendidikan Karakter...48

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ... 57

A.Gambaran Umum PPTQ Al-Muntaha ... 57

1. Profil PPTQ Al-Muntaha ... 57

2. Letak Geografis PPTQ Al-Muntaha ... 58

3. Sejarah Berdirinya PPTQ Al-Muntaha ... 58

4. Visi danMisi PPTQ Al-Muntaha ... 60

5. Sarana dan Prasarana PPTQ Al-Muntaha ... 61

6. Struktur Organisasi PPTQ Al-Muntaha ... 61

7. Tenaga Edukatif PPTQ Al-Muntaha ... 62

8. Keadaan Santri PPTQ Al-Muntaha ... 63

9. Sistem Pembelajaran PPTQ Al-Muntaha ... 65

10. Kegiatan Pembelajaran PPTQ Al-Muntaha ... 66

B. Temuan Penelitian ... 69

(14)

xiv

3. Kegiatan yang Dilaksanakan dalam Rangka Penanaman Nilai-Nilai

Karakter Melalui Program Bil-hifdzi pada Santriwati PPTQ

Al-Muntaha ... 84

4. Implementasi Program Bil-hifdzi PPTQ Al-Muntaha yang Terintegrsi dengan Nilai-Nilai Karakter ... 91

BAB IV PEMBAHASAN ... 100

A.Persepsi Pendidikan Karakter di PPTQ Al-Muntaha B.Nilai-Nilai Karakter yang Ditanamkan Melalui Progam Bil-Hifdzi pada Santriwati PPTQ Al-Muntaha ... 100

C.Kegiatan yang Dilaksanakan dalam Rangka Penanaman Nilai-Nilai Karakter Melalui Program Bil-hifdzi pada Santriwati PPTQ Al-Muntaha ... 110

D.Implementasi Program Bil-hifdzi PPTQ Al-Muntaha yang Terintegrsi dengan Nilai-Nilai Karakter ... 121

BAB V PENUTUP ... 123

A. Kesimpulan ... 123

B. Saran ... 124

(15)

xv DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter Bangsa...30

Tabel 1.2 Sarana dan Prasarana...61

Tabel 1.3 Struktur Organisasi Masa Bakti 2017-2018...62

Tabel 1.4 Tenaga Edukatif PPTQ Al-Muntaha...63

Tabel 1.5 Perolehan Juara...64

Tabel 1.6 Kegiatan Harian Santri...66

Tabel 1.7 Kegiatan Mingguan Santri...67

Tabel 1.8 Kegiatan Bulanan Santri...68

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Analisis Data Model Interaktif...17

Gambar 1.2 Skema Triangulasi...18

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Riwayat Hidup Penulis

Lampiran 2 Nota Dosen Pembimbing Skripsi

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian

Lampiran 4 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

Lampiran 5 Lembar Konsultasi Bimbingan Skripsi

Lampiran 6 Keterangan SKK

Lampiran 7 Daftar Informan Santriwati Progam Bil-Hifdzi

Lampiran 8 Pedoman observasi

Lampiran 9 Pedoman Wawancara Pengasuh PPTQ Al-Muntaha

Lampiran 10 Pedoman Wawancara Ustadz/Ustazdzah

Lampiran 11 Pedoman Wawancara Santriwati Progam Bil-Hifdzi

Lampiran 12 Peraturan PPTQ Al-Muntaha

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi sekarang ini, degradasi mental semakin

menjadi-jadi. Sejak 1945 bangsa Indonesia mengumandangkan kemerdekaannya,

terlepas dari belenggu penjajahan asing, namun tetap saja, cita-cita luhur

belum terealisasi. Hingga tahun 1998, konflik sosial antar etnis bermunculan

mengikuti krisis ekonomi yang sampai saat ini belum memberikan perubahan

yang signifikan. Padahal, saat itu, tidak hanya Indonesia yang mengalami

krisis. Malaysia, Korea Selatan dan Thailand mengalami krisis ekonomi yang

sama, tetapi mereka mampu bangkit dalam kurun waktu relatif singkat.

Keterpurukan bangsa ini tiada lain karena pada hakikatnya Indonesia

mengalami krisis karakter (Raka dalam Muslich, 2011:66-67). Apabila suatu

negara mengalami krisis ekonomi, maka hal tersebut dapat dituntaskan

dengan kebijakan ekonomi. Akan tetapi, akar krisis ekonomi Indonesia jauh

lebih dalam, yaitu krisis karakter yang menjangkiti hampir seluruh elemen

masyarakat.

Indonesia telah kehilangan karakternya. Padahal, sejak dahulu

Indonesia diakui eksistensinya sebagai negara yang unik dengan adat istiadat

dan sopan santun yang masih kental dalam tatanan masyarakat. Hal ini tidak

bisa dibiarkan musnah begitu saja hanya karena bangsa Indonesia lengah

dalam memfilter budaya barat yang menerobos ke dalam bangsa ini. Hal ini

(19)

2

menjadi kunci utama, yakni pendidikan. Ahmad Tafsir (2008:28)

mengatakan, pendidikan adalah berbagai usaha yang dilakukan oleh

seseorang (pendidik) terhadap seseorang (anak didik) agar tercapai

perkembangan maksimal yang positif. Pendidikan tidak hanya transfer of

knowledge, namun juga transfer of value, sehingga muncullah sebuah proses

perubahan sikap dan tingkah laku seseorang dalam usaha mendewasakan

manusia melalui usaha pengajaran dan pelatihan. Pendidikan menjadi sorotan

dan menjadi begitu urgent karena hanya di situlah harapan satu-satunya

seorang pendidik mampu membentuk kepribadian dan moral peserta didik.

Tujuan pendidikan nasional Indonesia menggambarkan kualitas

manusia yang baik menurut pandangan bangsa Indonesia, sehat jasmani

rohani, berpengetahuan dan ketrampilan, kreativitas dan bertanggungjawab,

demokratis, tenggang rasa, kecerdasan yang tinggi disertai budi pekerti yang

luhur (Ahmad Tafsir, 2008:15). Hal ini sejalan dengan konsep pendidikan

Islam, pendidikan Islam merupakan suatu pendidikan yang memiliki warna

tersendiri. Islam menghendaki agar manusia dididik supaya mereka mampu

merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh

Allah Swt melalui kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Muhmmad Saw,

yakni kitab suci al-Qur‟an. Tujuan hidup manusia menurut Qs. Al-Dzariyat

ayat 56 ialah beribadah kepada Allah.

(20)

3

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

mengabdi kepada-Ku.”

Demi terwujudnya tujuan hidup manusia, dibutuhkan sebuah lembaga

pendidikan terpercaya, yang mampu mencetak kader penerus bangsa berjiwa

Qur‟ani dengan jalan mengaplikasikan nilai-nilai serta ajaran yang

terkandung di dalam al-Qur‟an, sehingga terciptalah generasi penerus bangsa

yang berkarakter mulia. Munculnya lembaga-lembaga pendidikan Islam

merupakan gambaran kepedulian serta usaha konkret dalam mewujudkan

cita-cita bangsa. Sebenarnya, lembaga pendidikan formal telah mengajarkan

nilai-nilai karakter, namun sekolah saja tidaklah cukup, karena sekolah tidak

mampu mengontrol pergaulan siswa dengan teman sebaya maupun dengan

lingkungan masyarakatnya. Terdapat solusi alternatif untuk membentuk

kepribadian siswa secara maksimal yaitu melalui pondok pesantren.

Pada zaman sekarang keberadaan pesantren dipandang sebelah mata

oleh masyarakat, padahal pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan

yang dapat mencetak sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni baik dari

segi ilmu pengetahuan, moral maupun spiritual. Landasan teologis pesantren

adalah ajaran Islam, yakni bahwa melaksanakan pendidikan agama

merupakan perintah dari Tuhan dan merupakan Ibadah kepada-Nya. Dasar

yang dipakai adalah al-Qur`an dan Hadist.

Menurut Nahlawi (1992:45), al-Qur‟an mulai diturunkan dengan ayat

-ayat pendidikan. Di sini terdapat isyarat bahwa tujuan terpenting al-Qur‟an

(21)

4 menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia

mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Melalui lembaga nonformal pondok pesantren, gedung yang

diharapkan dapat membawa perubahan dengan mencetak kader bangsa

berkepribadian dan berkarakter. Pada dasarnya, karakter memberikan

gambaran tentang suatu bangsa, penanda, penciri sekaligus pembeda suatu

bangsa dengan bangsa lain. Bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki

karakter, mampu membangun sebuah peradaban besar yang kemudian

mempengaruhi perkembangan dunia (Saleh, 2012:1). Pesantren yang

mengajarkan ilmu al-Qur‟an, Hadist serta berbagai kitab kuning adalah

sebuah solusi yang solutif demi mengentaskan problematika krisis moral.

Indonesia, sebuah bangsa yang telah diakui eksistensinya sebagai

negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, hal ini merupakan aset

berharga untuk membangun bangsa berkarakter religius. Saleh (2012:1-2)

menegaskan, Nabi Muhammad Saw sebagai manusia sempurna yang telah

memberikan contoh keteladanan bagaimana membangun sebuah karakter

(22)

5

100 tokoh berpengaruh di dunia menempatkan Nabi Muhammad Saw sebagai

manusia paling berpengaruh sepanjang sejarah kemanusiaan, karena mampu

mengubah karakter masyarakat yang tidak beradap menjadi masyarakat

beradab dan bermoral dengan cara indah dan cerdas melalui keteladanan.

Nabi Muhammad merupakan Nabi akhiruzzaman yang diberi mukjizat

kitab suci yang mutlak kebenarannya dan senantiasa dijamin keautentikannya

oleh Allah Swt yang digunakan sebagai pedoman hidup manusia sepanjang

masa. Allah karuniakan ayat-ayat al-Qur‟an yang turun kepada beliau dengan

cara menghafal (bil-hifdzi) untuk kemudian ditulis oleh para sahabat di

pelepah daun kurma, di batu, kulit binatang, tulang, maupun lainnya sembari

menyampaikan posisi dan urutan setiap ayat dalam surahnya, untuk kemudian

dihafalkan oleh ribuan orang (Syarifuddin, 2004:23-24).

Melalui perantara Nabi Muhammad Saw, para sahabat, para tabi‟in,

ribuan, bahkan jutaan orang yang menghafal al-Qur‟an dari zaman dahulu

hingga sampailah pada zaman sekarang. Metode menghafal atau bil-hifdzi

merupakan salah satu metode yang digunakan dalam mempelajari al-Qur‟an.

Metode ini banyak diterapkan di sekolah formal berjenjang maupun di

pesantren. Tidak hanya sebatas menghafal, namun disertai pemahaman dan

penghayatan makna ayat sehingga mampu mengimplementasikan pesan

moral yang terkandung di dalam ayat ke dalam kehidupan sehari-hari. Maka

seorang penghafal al-Qur‟an harus memiliki karakter yang disiplin, kerja

keras, sabar, tenang, adil, jujur, sopan santun, tawadhu‟, ta‟dhim, istiqomah,

(23)

6

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui

lebih dalam tentang pendidikan karakter melalui program bil-hifdzi di salah

satu pondok pesantren yang memiliki basic hafalan al-Qur‟an, yakni Pondok

Pesantren Tahfidzul Qur‟an (PPTQ) Al-Muntaha kota Salatiga, apakah dalam

pelaksanaannya sudah sesuai dengan yang diharapkan atau belum. Sehingga

penulis mengambil judul skripsi, “IMPLEMENTASI PENDIDIKAN

KARAKTER MELALUI PROGAM BIL-HIFDZI PADA SANTRIWATI

PONDOK PESANTREN TAHFIDZUL QUR‟AN (PPTQ) AL-MUNTAHA,

KELURAHAN CEBONGAN KECAMATAN ARGOMULYO KOTA

SALATIGA”.

B. Fokus Penelitian

Terdapat beberapa hal penting yang akan diungkap dalam skripsi ini.

Melihat uraian pada bagian latar belakang, maka perlu dirumuskan masalah

skripsi guna memberikan fokus kajian yang terarah. Adapun fokus penelitian

ini sebagai berikut:

1. Bagaimana persepsi pendidikan karakter di PPTQ Al-Muntaha?

2. Apa sajakah nilai-nilai karakter yang ditanamkan melalui program

bil-hifdzi pada santriwati PPTQ Al-Muntaha?

3. Apa sajakah kegiatan yang dilaksanakan dalam penerapan nilai-nilai

karakter melalui program bil-hifdzi pada santriwati PPTQ Al-Muntaha?

4. Bagaimana implementasi program bil-hifdzi PPTQ Al-Muntaha yang

(24)

7 C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian yang telah dipaparkan, maka tujuan

penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui persepsi pendidikan karakter di PPTQ Al-Muntaha.

2. Untuk mengetahui nilai-nilai karakter yang ditanamkan melalui program

bil-hifdzi pada santriwati PPTQ Al-Muntaha.

3. Untuk mengetahui kegiatan yang dilaksanakan dalam penerapan

nilai-nilai karakter melalui program bil-hifdzi pada santriwati PPTQ

Al-Muntaha.

4. Untuk mengetahui implementasi program bil-hifdzi PPTQ Al-Muntaha

yang terintegrsi dengan nilai-nilai karakter.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, diharapkan penelitian ini

dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian di

bidang pendidikan karakter dan progam bil-hifdzi.

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi bagi para peneliti

lainnya untuk melakukan penelitian yang sejenis secara lebih luas dan

mendalam.

c. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber bagi para peneliti

(25)

8 2. Manfaat praktis

a. Bagi jajaran Dinas Pendidikan maupun instansi yang terkait,

penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian dalam menentukan

kebijakan untuk meningkatkan mutu pendidikan, khususnya bagi

perkembangan karakter dan progam bil-hifdzi.

b. Bagi pengasuh, ustadz serta ustadzah PPTQ Al-Muntaha, penelitian

ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam menentukan

kebijakan agar pendidikan karakter dapat terus dijalankan melalui

progam bil-hifdzi (hafalan).

c. Bagi peneliti, penelitian ini dapat bermanfaat dalam mengaplikasikan

gagasan maupun ide yang dimiliki guna meningkatkan proses

pembelajaran khususnya dalam mengimplementasikan pendidikan

karakter melalui progam bil-hifdzi (hafalan).

E. Penegasan Istilah 1. Implementasi

Menurut Haryanta (2012:95), implementasi merupakan

pelaksanaan/penerapan suatu progam atau keyakinan hidup. Sedangkan

Mulyasa (2009:178) memaparkan, implementasi merupakan suatu proses

penerapan ide kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis

sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan,

ketrampilan, nilai dan sikap. Dalam Oxford Advance Learner‟s

Dictionary dikemukakan bahwa implementasi adalah “put something into

(26)

9

Adapun maksud dari implementasi di dalam penelitian ini yaitu

pelaksanaan/penerapan progam bil-hifdzi pada santriwati Pondok

Pesantren Tahfidzul Qur‟an (PPTQ) Al-Muntaha yang terintegrasi

dengan nilai-nilai karakter.

2. Pendidikan Karakter

Pendidikan berasal dari kata dasar didik yang mendapat imbuhan

pe dan an sehingga menjadi pendidikan. Pendidikan menurut John

Dewey (dalam Muslich, 2011:67-69) adalah proses pembentukan

kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam

dan sesama manusia. Pendidikan disebut juga sebagai proses internalisasi

budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang

dan masyarakat jadi beradab. Sedangkan menurut Haryanta (2012:112),

karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, tabiat, watak, akhlak atau budi

pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Suyanto (dalam

Zuchdi, 2011:27) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan

berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja

sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat

keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan

yang dibuatnya.

Jadi, pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu

yang melibatkan aspek teori pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling),

(27)

10

dalam penelitian ini adalah penanaman nilai-nilai karakter yang dapat

membentuk pribadi-pribadi yang memiliki karakter baik, untuk dirinya,

keluarga, teman dan bangsa melalui progam bil-hifdzi di Pondok

Pesantren Tahfidzul Qur‟an (PPTQ) Al-Muntaha.

3. Bil-Hifdzi

Secara etimologis, kata bil-hifdzi terdiri dari dua kata, yakni Bi dan

al-Hifdzi. Kata Bi adalah kalimah huruf jar yang memiiliki makna

„dengan‟. Sedangkan kata al-hifdzi merupakan bentuk isim masdar dari

fi‟il madli َ

ََظِفَح

yang bermakna menjaga atau menghafal, di dalam

tashrifَ

اَ

َ ظْفِح

َ

َُظَفْح

َََي

-

ََظِفَح

(Munawwir, 1997:279). Jadi bil-hifdzi dapat

disimpulkan sebagai usaha untuk menjaga al-Qur‟an (kalam Allah)

dengan cara menghafalkannya. Adapun maksud bil-hifdzi dalam

penelitian ini yakni salah satu progam yang terdapat di Pondok Pesantren

Tahfidzul Qur‟an (PPTQ) Al-Muntaha yang fokus pembelajarannya ialah

menghafal al-Qur‟an.

4. Pondok Pesantren

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2007:888), pondok berarti

madrasah dan asrama (tempat mengaji, belajar agama Islam). Santri

menurut kamus besar bahasa Indonesia (2007:997) berarti orang yang

mendalami agama Islam, orang yang beribadat dengan sungguh-sungguh,

orang yang saleh. Sedangkan pesantren merupakan bentukan dari kata

dasar santri yang mendapat imbuhan pe dan an yang memiliki arti asrama

(28)

11

bahasa Indonesia, 2007: 866). Jadi pondok pesantren adalah lembaga

pendidikan Islam tertua yang menyediakan asrama atau pondok sebagai

tempat tinggal bersama sekaligus sebagai tempat belajar para santri yang

dibimbing oleh kiai (Tafsir, 2008:191).

5. Tahfidzul Qur’an

Istilah tahfidzul Qur‟an merupakan gabungan dari dua kata yang

berasal dari bahasa Arab, yaitu tahfidz dan al-Qur‟an. Kata tahfidz

adalah isim masdar dari lafadh fi‟il madli

ََظَّفَح

yang mengikuti wazan

ََلَّعَف

.

Sedangkan tasrif dari wazan tersebut yaitu

َ ظْيِفْح

َََت

-

َ ُظِّفَحُي

َ

َ َظَّفَح

yang artinya menghafal. Adapun al-Qur‟an secara etimologis berarti

“bacaan” atau yang dibaca. Kata al-Qur‟an merupakan bentuk masdar

dari kata kerja

أرق

َ yang artinya membaca (Munawwir, 1997:1101)

.

Jadi,

tahfidzul Qur‟an di sini adalah bidang studi yang berisi cara untuk

menjadikan peserta didik dapat menghafal al-Qur‟an sekaligus menjaga

hafalannya.

F. Metode Penelitian

Kedudukan metode penelitian sangat penting dalam suatu penelitian

ilmiah. Metode penelitian menurut Coghlan & Brannick (dalam Samiaji

Sarosa, 2012:36) adalah cara yang akan ditempuh oleh peneliti untuk

menjawab permasalahan penelitian atau rumusan masalah. Metode yang

(29)

12 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field

research) karena penelitian ini didasarkan atas data-data yang

dikumpulkan dari lapangan secara langsung nonkuantitatif, dilihat dari

pendekatannya jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, yaitu

penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis,

faktual, dan akurat mengenai sifat populasi atau daerah tertentu, sehingga

secara keseluruhan penelitian ini tergolong penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang mencoba memahami

fenomena dalam setting dan konteks naturalnya (bukan di dalam

laboratorium) dimana peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi

fenomena yang diamati (Leedy & Ormrod 2005 dalam Sarosa, 2012:7).

Adapun alasan peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif

adalah karena data yang dihasilkan dari penelitian ini berupa data

deskriptif yang bersumber dari hasil observasi, wawancara, maupun studi

dokumenter. Penelitian ini mendeskripsikan realitas di lapangan

mengenai implementasi pendidikan karakter melalui progam bil-hifdzi

pada santriwati Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an (PPTQ) Al-Muntaha,

Kel. Cebongan, Kec. Argomulyo, Salatiga.

2. Kehadiran Peneliti

Untuk mendapatkan data yang valid dan objektif, maka kehadiran

peneliti di lapangan dalam penelitian kualitatif mutlak diperlukan.

(30)

13

Kehadiran peneliti sebagai pengamat langsung dan juga sebagai bagian

dari instrumen terhadap kegiatan yang akan diteliti sangat menentukan

hasil penelitian. Burhan Bungin (2012:48) menegaskan, seorang peneliti

dalam penelitian kualitatif lebih berada pada posisi sebagai „orang yang

belajar dari masyarakat, bukan belajar tentang masyarakat‟. Maka, untuk

memperoleh data yang dibutuhkan, peneliti hadir dan terlibat secara

langsung dalam aktivitas santriwati di lokasi penelitian untuk

memperoleh data-data dan berbagai informasi yang diperlukan. Dalam

penelitian kualitatif ini peneliti menjadi seorang pelajar yakni belajar

dari orang yang dipelajarinya yang menjadi sumber data.

3. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi yang menjadi sasaran penelitian ini adalah Pondok

Pesantren Tahfidzul Qur‟an (PPTQ) Al-Muntaha, Kel. Cebongan, Kec..

Argomulyo, Salatiga. Alasan peneliti memilih lokasi penelitian di PPTQ

Al-Muntaha, karena berdasarkan hasil pengamatan terhadap pondok

pesantren beserta wawancara tidak terstruktur terhadap ustadz dan

ustadzah, bahwasanya pondok pesantren ini sudah mulai menerapkan

pendidikan karakter dan membangun budaya karakter di lingkungan

pesantren. Selain itu, pondok pesantren ini sudah mulai mengintegrasikan

pendidikan karakter melalui progam bil-hifdzi.

4. Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2009:157) sumber

(31)

14

selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Adapun

sumber data yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut:

a. Sumber data primer

Sumber data primer yang peneliti dapatkan berasal dari pengasuh

PPTQ Al-Muntaha, dewan asatidz dan santriwati progam bil-hifdzi,

baik data berupa ucapan, tulisan, maupun hasil observasi. Adapun

keseluruhan santriwati yang mengikuti program bil-hifdzi berjumlah

38 orang.

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari dokumen

PPTQ Al-Muntaha baik berupa foto maupun tulisan yang berkaitan

dengan sejarah pondok pesantren, peraturan pondok pesantren, foto

kegiatan pondok pesantren, prestasi yang telah dicapai, struktur

organisasi, dsb.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan guna memperoleh

data yang dibutuhkan sebagai berikut:

a. Wawancara (Interview)

Wawancara menurut Arikunto (1997:132) adalah sebuah

dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh

informasi dari terwawancara. Wawancara ini diadakan secara

langsung dan tersruktur kepada pihak-pihak yang terkait dan

(32)

15

progam bil-hifdzi serta pihak-pihak yang berkompeten dalam

menyampaikan informasi yang dibutuhkan peneliti. Adapun

pihak-pihak yang diwawancarai adalah pengasuh, ustadz dan ustadzah serta

santriwati progam bil-hifdzi PPTQ Al-Muntaha. Data wawancara ini

berguna untuk menjawab rumusan masalah kaitannya dengan

progam bil-hifdzi yang terintegrasi dalam nilai-nilai karakter.

b. Observasi (studi lapangan)

Arikunto (1997:133) memaparkan bahwa observasi atau yang

sering disebut dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan

perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat

indra. Mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan,

penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap.

Kegiatan observasi ini dilakukan peneliti guna mengetahui

gambaran umum pondok pesantren, dan untuk menjawab rumusan

masalah penelitian dengan mengamati kegiatan yang dilakukan

santriwati progam bil-hifdzi sera proses berjalannya progam

bil-hifdzi yang terintegrasi dalam nilai-nilai karakter.

c. Dokumentasi

Menurut Arikunto (1997:135), dokumentasi berasal dari kata

„dokumen‟, yang artinya barang-barang tertulis. Sarosa (2012:61)

menegaskan dokumen tidak hanya berbentuk catatan dalam kertas

(hardcopy) namun juga dapat berbentuk elektronik (softcopy).

(33)

16

berkaitan dengan sejarah berdiri, struktur organisasi pondok

pesantren, data siswa, data inventaris dan lain sebagainya.

6. Analisis Data

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang

tersedia dari berbagai sumber yaitu dengan wawancara, pengamatan yang

sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen

resi, gambar, foto, dan sebagainya (Moleong, 2008:247). Menurut Miles

dan Huberman dalam Anis Fuad dan Kandung Sapto Nugroho (2014: 16)

analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang berlangsung secara

bersamaan, yaitu sebagai berikut:

a. Reduksi Data

Reduksi data dimaknai sebagai proses memilah,

menyederhanakan data yang terkait dengan kepentingan penelitian,

abstraksi dan transformasi data-data kasar dari field notes (catatan

lapangan). Reduksi data perlu dilakukan karena ketika peneliti

semakin lama di kancah penelitian akan semakin banyak data atau

catatan lapangan (field note) yang peneliti kumpulkan. Tahap dari

reduksi adalah memilih data yang pokok, fokus pada hal-hal yang

penting, mengelompokkan data sesuai dengan tema, membuat

ringkasan, memberi kode, membagi data dalam partisi-partisi dan

(34)

17 b. Penyajian data

Langkah selanjutnya setelah mereduksi data adalah penyajian

data. Yang paling sering dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah

menyajikan data dalam bentuk teks yang bersifat naratif. Display

data dapat membantu peneliti dalam memahami apa yang terjadi,

merencanakan analisis selanjutnya berdasarkan apa yang sudah

dipahami sebelumnya.

c. Menarik kesimpulan/ verifikasi

Langkah terakhir dalam analisis data menurut Miles dan

Huberman (dalam Fuad dan Nugroho, 2014:16) adalah melakukan

penarikan kesimpulan/verifikasi. Berdasarkan pola-pola yang sudah

tergambarkan dalam penyajian data, terdapat hubungan kausal atau

interaktif antara data dan didukung dengan teori-teori yang sesuai,

peneliti kemudian mendapatkan sebuah gambaran utuh tentang

fenomena yang diteliti dan kemudian dapat disimpulkan fenomena

tersebut sebagai temuan baru, maka penelitian dianggap selesai.

Gambar 1.1 Analisis Data Model Interaktif

Data Collection

Data Reduction

Data Display

Conclusion: Drawing/Verifyin

(35)

18 7. Pengecekan Keabsahan Data

Untuk melakukan pengecekan keabsahan data, teknik yang

digunakan peneliti dalam hal ini adalah teknik triangulasi. Menurut

Moleong (2009:330) Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan

data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Dalam hal ini peneliti

menggunakan triangulasi teknik dalam mengecek keabsahan data.

Menurut Anis Fuad dan Kandung Sapto Nugroho (2014:20), triangulasi

teknik dapat dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara

mendalam, observasi, dan dokumentasi. Di bawah ini adalah skema

triangulasi teknik:

Gambar 1.2 Skema Triangulasi

Proses triangulasi teknik yang digunakan peneliti meliputi 3

sumber data yaitu data hasil observasi, data hasil wawancara, dan data

hasil dokumentasi. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan peneliti

yakni langkah pertama membandingkan hasil wawancara dari pengasuh,

dewan asatidz dan santriwati progam bil-hifdzi dengan hasil pengamatan

di lingkungan pondok pesantren. Langkah kedua adalah membandingkan

hasil wawancara antara informan satu dengan informan lainnya. Langkah Wawancara

Mendalam

Dokumentasi

(36)

19

ketiga adalah membandingkan data hasil wawancara dengan isi dokumen

yang dimiliki oleh pondok pesantren.

8. Tahap-Tahap Penelitian

Menurut Moleong (2009:127) tahap penelitian secara umum

terdiri dari empat tahap yang meliputi tahap pra-lapangan, tahap

pekerjaan lapangan, tahap analisis data dan tahap penulisan laporan.

G. Sistematika Penulisan

Dalam skripsi ini peneliti bermaksud untuk membahas implementasi

pendidikan karakter melalui progam bil-hifdzi pada santriwati Pondok

Pesantren Tahfidzul Qur‟an (PPTQ) Al-Muntaha, Salatiga. Oleh karena itu,

untuk mempermudah pembaca mengikuti pembahasan skripsi ini maka

peneliti menyusun sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab pertama merupakan pendahuluan. Berisi tentang latar belakang

penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan

istilah, metode penelitian (jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi

penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, instrumen pengumpulan

data, analisis data, pengecekan keabsahan data dan sistematika penulisan.

Bab kedua merupakan kajian pustaka. Pada bab ini akan diuraikan

berbagai teori yang menjadi landasan teoritik penelitian, meliputi pengertian

pendidikan karakter, nilai-nilai pendidikan karakter, metode pendidikan

karakter, pengertian progam bil-hifzi, dan implementasi pendidikan karakter

(37)

20

Bab ketiga merupakan paparan hasil penelitian. Berisi gambaran umum

PPTQ Al-Muntaha (letak geografis, subjek penelitian, visi, misi, struktur

kelembagaan, sarana dan prasarana, keadaan guru/ustadz, keadaan santri,

progam pembelajaran dan kegiatan pembelajaran) dan temuan penelitian.

Bab keempat merupakan analisis data. Berisi analisis hasil penelitian

mengenai nilai-nilai karakter yang terkandung dalam progam bil-hifdzi,

kegiatan yang dilakukan oleh santriwati progam bil-hifdzi, dan implementasi

progam bil-hifdzi yang terintegrasi dengan nilai-nilai karakter.

(38)

21 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Karakter

1. Hakikat Karakter dan Pendidikan Karakter a. Hakikat Karakter

Secara etimologis, karakter diambil dari bahasa Yunani yang

berarti to mark (menandai) (Megawangi dalam Muslich, 2011:71).

Dalam bahasa Inggris, karakter berasal dari kata character yang

berarti watak, karakter atau sifat (Echols dalam Zuchdi, 2011:27).

Dalam kamus kebahasaan dan kesusastraan, karakter berarti

sifat-sifat kejiwaan, tabiat, watak, akhlak, atau budi pekerti (Haryanta,

2012:112).

Secara terminologis, karakter merupakan cara berpikir dan

berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan

bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan

negara (Suyanto dalam Muslich, 2011:70). Imam Ghazali

menganggap bahwa karakter lebih dekat dengan akhlak, yaitu

spontanitas manusia dalam bersikap, atau perbuatan yang telah

menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu

dipikirkan lagi.

Karakter diyakini sebagai keadaan psikofisis yang dapat

ditumbuhkembangkan dengan upaya komprehensif. Karakter setiap

(39)

22

yang amat dipengaruhi oleh kecenderungan lingkungan. Perubahan

ke arah karakter yang diinginkan, diibaratkan sebagai batu yang

ditetesi air setiap saat. Batu itu akan berlubang dan bentuk lubangnya

akan tergantung pada seberapa besar tetesnya (Damayanti, 2014:18).

Dalam konteks pemikiran Islam, karakter berkaitan dengan

iman dan ikhsan. Hal ini sejalan dengan ungkapan Aristoteles,

bahwa karakter erat kaitannya dengan “habit” atau kebiasaan yang

terus menerus dipraktikkn dan diamalkan (Mulyasa, 2014:3).

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan cara

berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk

hidup dan bekerjasama, baik yang berhubungan dengan Tuhan, diri

sendiri, sesama manusia, maupun dengan lingkungan yang terwujud

dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan

norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat,

yang terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun lingkungan.

b. Pendidikan Karakter

Pendidikan berasal dari kata didik yang mendapat imbuhan pe

dan an. Dalam bahasa Inggris, pendidikan adalah education, yang

berasal dari kata educate berarti memberi peningkatan (to elicit, to

give rise to), dan mengembangkan (to evolve, to develop)

(Islamuddin, 2012:3). Pendidikan merupakan upaya sadar dan

terencana yang dilakukan oleh pendidik untuk mengembangkan

(40)

23

Sebagaimana tertuang di dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun

2003 Bab 1, Pasal 1, ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensinya sendiri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan

negara (Listyarti, 2012:15)

Menurut Muslich (2012:75), pendidikan adalah proses

internalissi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga

membuat orang dan masyarakat jadi beradab, dengan kata lain,

pendidikan merupakan area strategis pembentukan karakter.

Jadi, Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman

nilai-nilai karakter warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,

kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan

nilai-nilai tersebut, antar sesama, lingkungan, maupun kebangsaan

sehingga menjadi insan kamil (Wiyani, 2012:3). Pembentukan

karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Dalam

UU Sisdiknas tahun 2003 dinyatakan bahwa tujuan pendidikan

nasional antara lain mengembangkan potensi peserta didik memiliki

keserdasan, kepribadian, dan akhlak mulia (Zuchdi, 2011:29).

Menurut Suyanto, pendidikan bertujuan melahirkan insan

(41)

24

Intelligence plus character…that is the good of true education

(kecerdasan yang berkarakter…adalah tujuan akhir pendidikan yang

sebenarnya). Karena itu pendidikan karakter adalah pendidikan budi

pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive),

perasaan (feeling), dan tindakan (action) (Zuchdi, 2011:29).

Pendidikan karakter memiliki esensi yang sama dengan

pendidikan moral atau pendidikan akhlak. Tujuannya adalah

membentuk pribadi anak, supaya menjadi pribadi yang baik, jika di

masyarakat menjadi warga yang baik, dan jika dalam kehidupan

bernegara menjadi warga negara yang baik (T. Ramli dalam

Wibowo, 2012:34).

Dalam perspektif Islam, pendidikan karakter secara teoritik

telah ada sejak Islam diturunkan di dunia, seiring dengan diutusnya

Nabi Muhamad Saw untuk memperbaiki atau menyempurnakan

akhlak (karakter) manusia. Ajaran Islam sendiri mengandung

sistematika ajaran yang tidak hanya menekankan pada aspek

keimanan, ibadah, dan mu‟amalah, tetapi juga akhlak. Pengamalan

ajaran Islam secara utuh (kaffah) merupakan model karakter seorang

muslim, bahkan dipersonifikasi dengan model karakter Nabi

Muhammad Saw, yang memiliki sifat shiddiq, Tabligh, Amanah,

Fathonah (STAF) (Mulyasa, 2014:5). Nabi Muhammad Saw tampil

sebagai contoh (uswah khasanah) atau suri tauladan. Sebagaimana

(42)

25

Dapat disimpulkan, bahwa pendidikan karakter merupakan

upaya untuk menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai yang

baik atau positif pada diri anak sesuai dengan etika moral yang

berlaku, yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa

dan karsa untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap

Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun

kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.

2. Dasar Filosofi Pendidikan Karakter

Menurut Samani dan Hariyanto (2013:21-24), berdirinya Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang berideologi pancasila memiliki

maksud untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang

ber-pancasila. Karakter yang berlandaskan falsafah pancasila bermakna

setiap aspek karakter harus dijiwai oleh kelima sila Pancasila secara utuh

dan komprehensif sebagai berikut:

a. Bangsa yang ber-Ketuhahan Yang Maha Esa

Manusia Indonesia adalah manusia yang taan menjalankan

kewajiban-Nya, ikhlas dalam beramal, tawakal, dan senantiasa berrsyukur atas

(43)

26

sesama, karakter ini dicerminkan antara lain dengan saling

menghormati, bekerja sama, dan berkebebasan menjalankan ibadah

sesuai dengan ajaran agamanya, tidak memaksakan agama dan

kepercayaannya kepada orang lain, juga tidak melecehkan

kepercayaan orang lain.

b. Bangsa yang menjunjung kemanusiaan yang adil dan beradab

Diwujudkan alam perilaku saling menghormati antar masyarakat

sehingga timbul suasana kewargaan (civic), rasa tanggung jawab,

berperilaku baik, adil dan beradab. Karakter kemanusiaan tercermin

dalam pengakuan atas kesamaan derajat, hak dan kewajiban, saling

mengasihi, tenggang rasa, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan,

membela kebenaran dan keadilan, merasakan dirinya sebagai bagian

dai seluruh warga bangsa dan umat Islam.

c. Bangsa yang mengedepankan persatuan dan kesatuan

Karakter kebangsaan seseorang tercermin dalam sikap menempatkan

persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa di atas

kepentingan pribadi atau golongan, gemar bergotong-royong, rela

berkorban, menjunjung tinggi bahasa Indonesia, cinta tanah air yang

ber-Bhineka Tunggal Ika.

d. Bangsa yang demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan Hak

Asasi Manusia

Hikmat kebijaksanaan mengandung arti tidak adanya tirani mayoritas

(44)

27

(minority tyranny). Karakter kerakyatan tercermin dari sikap tenggang

rasa terhadap rakyat kecil yang menderita, mengutamakan

kepentingan masyarakat dan negara, musyawarah untuk mufakat,

beriktikad baik dan bertanggung jawab, berani mengambil keputusan

yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang

Maha Esa serta dilandasi nilai kebenaran dan keadilan.

e. Bangsa yang mengedepankan keadilan dan kesejahteraan

Memiliki komitmen dan sikap untuk mewujudkan keadilan dan

kesejahteraan rakyat dan seluruh bangsa Indonesia. Karakter ini

tercermin dengan adanya kebersamaan, kekeluargaan dan

gotong-royong, menjaga harmonisasi antara hak dan kewajiban, menghormati

hak orang lain, menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain, tidak

boros, tidak bergaya hidup mewah, suka bekerja keras, menghargai

karya orang lain.

3. Tujuan Pendidikan Karakter

Sani dan Kadri (2016:5) menegaskan, pemerintah telah

menetapkan tujuan pendidikan nasional yang dituangkan dalam UU No.

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yag

(45)

28

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang

demokratis serta bertanggung jawab.”

Singkat kata, bahwasannya tujuan pendidikan nasional mengarah

pada pengembangan berbagai karakter manusia Indonesia, tidak hanya

pendidikan akademik, namun juga pendidikan karakter. Menurut

Mulyasa (2014:9) pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan

mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan

karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan

seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan

pendidikan.

4. Fungsi Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter tidak hanya memiliki tujuan, namun juga

memiliki fungsi. Menurut Kementrian Pendidikan Nasional (2010:7),

fungsi pendidikan karakter adalah sebagai berikut:

a. Pengembangan; pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi

pribadi berperilaku baik

b. Perbaikan; memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk

bertanggungjawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang

lebih bermanfaat

c. Penyaringan; untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya

bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter

(46)

29 5. Nilai-Nilai Karakter

Megawangi, pencetus pendidikan karakter di Indonesia telah

meyusun 9 pilar karakter mulia yang selayaknya dijadikan acuan dalam

pendidikan karakter (Mulyasa, 2014:5), yaitu sebagai berikut:

a. Cinta Allah dan kebenaran

b. Tanggung jawab, disiplin, dan mandiri

c. Amanah

d. Hormat dan santun

e. Kasih sayang, peduli, dan kerjasama

f. Percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah

g. Adil dan berjiwa kepemimpinan

h. Baik dan rendah hati

i. Toleran dan cinta damai

Menurut Lickona (2013:72-74), secara substantif karakter terdiri

atas 3 nilai operatif (operative value) yang saling berkaitan, terdiri dari:

pengetahuan moral (moral knowing, aspek kognitif), perasaan

berlandaskan moral (moral feeling, aspek afektif), perilaku berlandaskan

moral (moral behavior, aspek psikomotor).

Menurut Kesuma dkk (2012:69), untuk bangsa Indonesia, ada

satu tambahan yang diperlukan, yaitu: respect and responsibility to God.

Karena itu jenis moral fundamental secara lengkap tergambar pada

(47)

30

Gambar 1.3 Jenis Moral Fundamental

Sedangkan menurut Kementerian Dinas Pendidikan (dalam

Wibowo 2012:43-44), terdapat 18 nilai yang dikembangkan dalam

pendidikan karakter bangsa sebagaimana dalam tabel berikut ini:

Tabel 1.1 Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter Bangsa

No. Nilai Deskripsi

1.

Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan

ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap

pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2.

Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya

sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3.

Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,

suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

4.

Disiplin Tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh

pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5.

Kerja keras Perilaku yang menunjukan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

(48)

31

6.

Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara

atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki

7.

Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada

orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8.

Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9.

Rasa ingin tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

10.

Semangat kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya

11.

Cinta tanah air

Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukan kesetiaan, kepeduliaan, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

12.

Menghargai prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain

13.

Bersahabat/ komunikatif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain.

14.

Cinta damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

15.

Gemar membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kajikan bagi dirinya.

16.

Peduli lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan

mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki

kerusakan alam yang sudah terjadi.

17.

Peduli sosial

(49)

32

18.

Tanggung jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa.

B. Program Bil-Hifdzi

1. Pengertian Program Bil-Hifdzi

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006:911), Progam

merupakan rancangan mengenai asas-asas serta dengan usaha-usaha yang

akan dijalankan. Sedangkan bil-hifdzi, secara etimologis, terdiri dari dua

kata, yakni Bi dan al-Hifdzi. Kata Bi adalah kalimah huruf jar yang

memiiliki makna „dengan‟. Sedangkan kata al-hifdzi merupakan bentuk

isim masdar dari fi‟il madli َ

ََظِفَح

yang bermakna memelihara, menjaga,

dan menghafal, di dalam tashrifَ

َ ا ظْفِح

َ

َ ُظَفْحَي

َ

-

َ َظِفَح

(Munawwir,

1997:279). Sedangkan menghafal merupakan bahasa Indonesia yang

berarti menerima, mengingat, menyimpan, dan memproduksi kembali

tanggapan-tanggapan yang diperolehnya melalui pengamatan (Mustaqim,

2007:73).

Bil-hifdzi juga sering disebut dengan hifzh al-Qur‟an. Hifzh al

-Qur‟an merupakan susunan bentuk idlofah (mudlof dan mudlof ilaih) yang

terdiri dari hifzh (mudlof) dan al-Qur‟an (mudlof ilaih). Menurut istilah

yang di maksud dengan hifzh al-Qur‟an ialah menghafal al-Qur‟an sesuai

dengan urutan yang terdapat dalam mushaf Utsmani mulai dari surat

(50)

33

memelihara kalam Allah yang merupakan mu‟jizat yang diturunkan

kepada Nabi Muhammad Saw melalui perantara Malaikat Jibril yang

ditulis dalam beberapa mushaf yang dinukil (dipindahkan) kepada kita

dengan jalan mutawatir (Mustaqim, 2007:73-74).

Dengan demikian, program bil-hifdzi dapat diartikan sebagai

rancangan usaha-usaha yang akan dijalankan untuk menerima, mengingat,

menyimpan dalam rangka menghafal al-Qur‟an sesuai dengan urutan yang

terdapat dalam mushaf Utsmani yakni dari surat Fatihah hingga surat

al-Nas sesuai dengan kaidah ilmu tajwid yang berlaku, adapun progam

bil-hifdzi tidak hanya menghafal namun juga memelihara hafalan sekaligus

mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

2. Keutamaan Menghafal Al-Qur’an

Salah satu mukjizat al-Qur‟an adalah Allah menjaga kemurniannya

hingga hari kiamat, Allah juga memberikan kemudahan kepada setiap

hamba-Nya untuk dapat menghafal al-Qur‟an. Hal tersebut ditunjukkan

dengan banyaknya orang yang mampu menghafal al-Qur‟an. Berbeda

dengan kitab suci agama lain yang tidak ada satu pun umat agama lain

yang mampu manghafal isi seluruh kitabnya. Adapun keutamaan dari

menghafal al-Qur‟an (Sani dan Kadri, 2016:296-302) dijabarkan sebagai

berikut:

a. Allah akan meningkatkan derajat dan memberikan kedudukan yang

(51)

34

jangan dijadikan sebagai tujuan utama dalam menghafal karena tujuan

menghafal al-Qur‟an hanyalah untuk mendapat ridho Allah.

b. Orang yang hafal al-Qur‟an termasuk dalam sebaik-baik umat,

sebagaimana sabda Rasulullah Saw: kepada kami Hafs bin Sulaiman dari Katsir bin Zadan dari „Ashim bin Dlamrah dari Ali bin Abu Thalib ia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa membaca al-Qur‟an kemudian dia

menghafalnya dan menghalalkan apa yang dihahalkan al-Qur‟an serta

mengharamkan apa yang diharamkan al-Qur‟an, niscaya dengannya Allah akan memasukkannya ke dalam surga dan dapat memberi syafaat

kepada sepuluh keluarganya yang wajib masuk neraka. (HR. Ahmad)

3. Syarat-Syarat Menghafal Al-Qur’an

Sugianto (2004:52-55) memaparkan, sebelum memulai menghafal

al-Qur‟an, seorang penghafal hendaknya memenuhi beberapa syarat yang

berhubungan dengan naluri insaniyah. Adapun syarat-syarat tersebut

adalah sebagai berikut:

a. Persiapan Pribadi

Diantara persiapan pribadi yakni niat yang ikhlas, keinginan dan usaha

keras serta tanpa adanya paksaan dari siapa pun. Sebab jika hal itu

sudah tertanam di lubuk hati, tentu saja segala macam kesulitan yang

(52)

35

b. Bacaan Al-Qur‟an yang Baik dan Benar

Di dalam menghafal al-Qur‟an, diutamakan memiliki kemampuan baca

yang benar dan baik. Suatu bacaan dianggap benar, bilamana telah

menerapkan ilmu tajwid. Dan dianggap baik bilamana bacaan itu rata

dan diutamakan berirama. Disamping bacaan yang baik dan benar,

dianjurkan untuk lancar membaca.

c. Mendapat Izin dari Orangtua/Suami bagi yang Telah Menikah

Hal ini juga ikut mendukung dalam keberhasilan sang penghafal

al-Qur‟an. Dengan izin mereka, maka sang penghafal akan dapat dengan

leluasa memanfaatkan waktunya untuk menghafal al-Qur‟an.

d. Memiliki Sifat Mahmudah (Terpuji)

Sifat mahmudah yakni melaksanakan perintah Allah Swt dan menjauhi

segala laranganNya, termasuk berbagai sifat mazmumah (tercela).

Syekh Al-Waqi‟ (guru Imam Syafi‟i) berkata:

ِٔطاَعْلِلََِٓدَِْي َلََِاللهَُرًََُّْْ رًَُُْْنْلِعْلَا

Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan dihidayahkan kepada orang yang ahli maksiat”.

e. Kontinuitas (Istiqomah) dalam Menghafal Al-Qur‟an

Mengahafal al-Qur‟an harus istiqomah. Dalam arti memiliki

kedisiplinan, baik disiplin waktu, tempat maupun disiplin terhadap

materi hafalan. Sang penghafal hendaknya tidak merasa bosan dalam

mengulang hafalan, kapan dan di manapun. Dan juga sebagai dzikir

selain dari waktu-waktu yang ditentukan. Penghafal dianjurkan

(53)

36

maupun untuk mengulang (muraja‟ah/takrir), yang waktu tersebut

tidak boleh diganggu oleh kepentingan lain.

f. Sanggup Memelihara Hafalan

Al-Qur‟an boleh jadi dikatakan mudah dihafal, namun juga sangat

mudah hilang jika tanpa adanya pemeliharaan. Oleh karen itu perlu

adanya pemeliharaan hafalan.

g. Memiliki Mushaf Sendiri

Di dalam proses menghafal al-Qur‟an, usahakan memiliki mushaf

sendiri, tidak ganti-ganti mulai awal menghafal hingga khatam. Hal ini

bertujuan untuk mempermudah memberi garis bawah ayat-ayat yang

sama atau terjadinya kesalahan dalam menghafal. Al-Qur‟an yang

sering digunakan oleh seorang penghafal adalah „Al-Qur‟an Bahriyah‟

atau al-Qur‟an pojok, setiap juz terdiri dari dari 20 halaman, setiap

halaman terdiri dari 15 baris.

Disamping beberapa poin di atas, Wahid (2014:29-45)

menambahkan beberapa syarat dalam menghafal al-Qur‟an, diantaranya

sebagai berikut:

a. Mempunyai Tekad yang Besar dan Kuat

Seseorang yang hendak menghafalkan al-Qur‟an wajib mempunyai

tekad atau kemauan yang besar dan kuat. Hal ini akan sangat membantu

kesuksesan dalam menghafalkan al-Qur‟an. Sebab, saat proses

menghafalkan al-Qur‟an, seseorang tidak aka terlepas dari berbagai

(54)

37

yang besar dan kuat, dan terus berusaha untuk menghafalkan al-Qur‟an,

maka semua ujian tersebut insyaallah akan bisa dilalui dan dihadapi

dengan penuh rasa sabar.

b. Harus Berguru Kepada yang Ahli (Seorang yang Hafidz)

Seorang yang menghafalkan al-Qur‟an harus berguru kepada ahlinya,

yaitu guru tersebut harus seorang yang hafal al-Qur‟an, serta orang

yang sudah mantap dalam segi agama dan pengetahuannya tentang

al-Qur‟an, seperti ulumul al-Qur‟an, asbab an-nuzul, tafsir, dan ilmu tajwid.

c. Berdoa agar Sukses Menghafal Al-Qur‟an

Berdoa adalahpermohonan seorang hamba kepada sang Khaliq. Oleh

karena itu, penghafal al-Qur‟an harus memohon kepada Allah Swt.

supaya dianugerahkan nikmat dalam proses menghafalkan al-Qur‟an,

khatam 30 juz, lancar, fasih, dan selalu istiqamah dalam muraja‟ah.

d. Memaksimalkan Usia

Pada dasarnya tidak ada batasan usia bagi seseorang yang hendak

menghafalkan al-Qur‟an. Sebab, pada waktu al-Qur‟an diturunkan,

banyak diantara para sahabat yang baru memulai menghafal al-Qur‟an

setelah usia mereka dewasa bahkan lebih dari 40 tahun. Meskipun

demikian, sebaiknya kita menghafalkan al-Qur‟an dalam usia “emas”

yaitu usia 5-23 tahun. Sebab, pada usia tersebut, kekuatan hafalan

(55)

38

4. Kaidah-Kaidah dalam Menghafal Al-Qur’an

Sani dan Kadri (2016:297-299) mengatakan, menghafal al-Qur‟an

akan menjadi sulit jika tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Beberapa kaidah yang harus dilakukan untuk dapat menghafal al-Qur‟an:

a. Ikhlas

Ikhlas adalah syarat utama agar segala pekerjaan mendapatkan ridha

Allah. Rasulullah Saw bersabda, ”segala sesuatu tergantung pada

niatnya”. Jadi, menghafal Al-Qur‟an, niat perlu diluruskan, yakni hanya

mengharap ridha Allah.

b. Mengamalkan Hafalan Al-Qur‟an

Mengamalkan isi al-Qur‟an merupakan hal terpenting dalam mengkaji

dan menghafal al-Qur‟an karena al-Qur‟an merupakan petunjuk hidup

bagi umat manusia. Walupun seseorang dapat menghafal seluruh

al-Qur‟an, namun jika amalan dari perbuatannya tidak mencerminkan

amalan dan akhlak al-Qur‟an maka semua itu akan sia-sia.

c. Meninggal Perbuatan Dosa dan Maksiat

Meninggalkan perbuatan dosa dan maksiat menjadi keharusan, karena

ketika seorang berbuat maksiat maka hati dan jiwa menjadi gelap

sehingga menghambat proses menghafal al-Qur‟an. Maksiat ibarat noda

yang membuat hati kotor. Jika maksiat dilakukan terus menerus, hati

akan menjadi pekat dan tidak dapat menampung cahaya al-Qur‟an. Oleh

sebab itu, jika ada maksiat yang dilakukan, hendaklah bertaubat dan

(56)

39

d. Membaca Al-Qur‟an Secara Terus-menerus

Pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus akan membuat orang

yang mengerjakannya menjadi terlatih sehingga lebih mudah

mengingatnya. Demikian pula dengan membaca al-Qur‟an, jika sebuah

ayat diulang secara terus menerus, kemungkinan untuk hafal al-Qur‟an

akan lebih besar.

e. Berdoa

Doa merupakan senjata orang Islam, terutama jika orang tersebut yakin

bahwa tidak ada yang sia-sia dari doanya dan selalu yakin bahwa Allah

selalu mengabulkan doa mereka baik secara langsung, ditunda

waktunya, atau diganti yang lebih baik. Ada beberapa waktu yang tepat

dalam berdoa yaitu pada waktu sahur, selesai shalat, 10 hari akhir

Ramadhan, ketika sendiri dalam keheningan malam, dsb.

f. Pemahaman yang Benar

Orang yang paham arti sesuatu yang sedang ia hafal akan lebih mudah

menghafal dibandingkan dengan orang yang tidak paham. Untuk

membantu pemahaman tentang bacaan al-Qur‟an dapat menggunakan

al-Qur‟an dan terjemahnya atau tafsir al-Qur‟an.

g. Membaca dengan Tajwid

Membaca al-Qur‟an dengan tajwid akan memperoleh pahala yang

besar. Hal yang harus diperhatikan dalam belajar tajwid adalah harus

belajar dari seorang guru yang sudah benar hafalan dan bacaannya,

Gambar

Gambar 1.1 Analisis Data Model Interaktif g
Gambar 1.2 Skema Triangulasi
Gambar 1.3 Jenis Moral Fundamental
Tabel 1.2 Sarana dan Prasarana
+7

Referensi

Dokumen terkait