i
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER
MELALUI PROGRAM BIL-HIFDZI PADA SANTRIWATI
PONDOK PESANTREN TAHFIDZUL QUR’AN (PPTQ) AL
-MUNTAHA KELURAHAN CEBONGAN KECAMATAN
ARGOMULYO KOTA SALATIGA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
RIZKIANA KADARWATI
NIM 11114319
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
vi MOTTO
ُهَمَّلَعَو َنآْرُقْلا َمَّلَعَت ْنْم ْمُكُرْيَخ
Orang yang paling baik di antara kalian
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Orangtua tercinta, Bapak Turyono dan Ibu Umi Kulsum yang telah
mencurahkan kasih sayang, support, doa juga perjuangan demi
keberhasilan penulis
2. Kakak tercinta, Mas Saeful Amri dan Mba Susi Heryanti yang selalu
memberikan dukungan serta doa kepada penulis
3. Ibu Ny. Hj. Siti Zulaecho, AH beserta dewan asatidz PPTQ Al-Muntaha
yang tak pernah lelah membimbing penulis selama 24 jam, senantiasa
penulis nantikan fatwa, barokah juga ridhonya
4. Sahabat satu gerbang satu atap, teman menangis juga tertawa, Mba Neni
dan Mba Mafa, hanya ucapan terimakasih atas bimbingan dan omelan
kalian, do‟akan agar penulis bisa mengikuti jejak indah kalian berdua
5. Teman-teman seperjuangan PPTQ Al-Muntaha angkatan 2014, Mba
Chusna, Mba Okta, Mba Hima, Mba Mira dan Mba Eka, yang telah
menciptakan suasana penuh kebahagiaan dalam penjara suci ini,
terimakasih telah memberikan dukungan juga kejutan untuk penulis
6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih telah
membantu dengan keikhlasan dan doa.
Semoga skripsi ini bermanfaat dan membawa keberkahan, Aaminn Yaa Rabbal
viii
KATA PENGANTAR
Syukur alkhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas
karuniaNya, pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Progam Bil-Hifdzi Pada
Santriwati Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an (PPTQ) Al-Muntaha, Kel.
Cebongan, Kec. Argomulyo, Salatiga” yang merupakan tugas dan syarat wajib
guna memperoleh gelar kesarjanaan Pendidikan Agama Islam (PAI) IAIN
Salatiga.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad Saw, yang menjadi suri tauladan bagi seluruh umat di jagat raya ini.
Beliau adalah pembawa dan penyampai risalah Islam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu keislaman, yang dapat menjadi bekal hidup
manusia di dunia dan di akhirat kelak.
Terselesaikannya penulisan skripsi ini tentu tidak lepas dari bimbingan,
bantuan, serta motivasi dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis
menyampaiakan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuannya, khususnya kepada:
1. Dr. H. Rahmat Hariyadi, M. Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga;
2. Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan;
3. Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam;
4. Prof. Dr. Budiharjo, M. Ag., selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan saran, arahan serta keikhlasan dan kebijaksanaan meluangkan
ix
7. Bapak dan Ibu dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah
memberikan ilmu, semangat, dan inspirasinya kepada penulis;
8. Ibu Nyai Hj. Siti Zulaecho, AH beserta keluarga besar yang senantiasa
penulis nantikan fatwa dan barakahnya;
9. Sahabat perjuangan di PPTQ Al-Muntaha Salatiga yang memberikan
semangat dan membersamai dalam setiap waktu;
10.Sahabat perjuangan teman-teman PAI angkatan 2014. Terima kasih kawan
dan tetaplah dalam semangat nafas perjuangan;
11.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu oleh penulis. Terima
kasih atas do‟a, dorongan, semangat, motivasi, dan inspirasinya; dan
12.Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Atas jasa mereka, penulis hanya dapat memohon doa semoga amal mereka
mendapat balasan yang lebih baik serta mendapat kesuksesan dunia maupun di
akhirat. Penulis dalam hal ini mengharapkan saran dan kritik dari pembaca untuk
menyempurnakan skripsi ini. Dan akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Salatiga, 13 Maret 2018
x ABSTRAK
Kadarwati, Rizkiana. 2018. Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Progam
Bil-Hifdzi Pada Santriwati Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an (PPTQ) Al-Muntaha, Kel. Cebongan, Kec. Argomulyo, Salatiga.
Skripsi. IAIN Salatiga. Pembimbing: Prof. Dr. Budiharjo, M.Ag.
Kata Kunci: pendidikan karakter dan progam bil-hifdzi
Penelitian ini adalah upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter
pada progam bil-hifdzi di PPTQ Al-Muntaha. Pertanyaan utama yang ingin
dijawab dalam penelitian ini yaitu, 1) Apa sajakah nilai-nilai karakter yang
ditanamkan melalui program bil-hifdzi pada santriwati PPTQ Al-Muntaha?, 2)
Apa sajakah kegiatan yang dilaksanakan dalam penerapan nilai-nilai karakter
melalui program bil-hifdzi pada santriwati PPTQ Al-Muntaha?, 3) Bagaimana
implementasi program bil-hifdzi PPTQ Al-Muntaha yang terintegrasi dengan
nilai-nilai karakter?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian dilakukan mulai bulan November tahun 2017. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Untuk analisis data menggunakan analisis data model interaktif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat nilai-nilai karakter yang
ditanamkan melalui progam bil-hifdzi, yaitu: disiplin, kerja keras, sabar, tanggung
jawab, ikhlas, tawadhu‟, ta‟dhim, kesederhanaan, komitmen dan konsisten,
istiqomah, tenang, lemah lembut, sopan santun, toleransi, menjaga diri (lisan dan
perbuatan), jujur, adil, menghargai waktu, semangat fastabiqul khoirot, rajin,
tekun, kebersamaan, kerjasama, dan pantang menyerah.Kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka penanaman nilai karakter terhadap santriwati progam
bil-hifdzi yaitu sholat berjama‟ah, mengaji al-Qur‟an, sorogan kitab, bandogan
kitab, qiyamul lail, sima‟an, ro‟an, tartilan, tahlilan, ziarah, dziba‟an, khitobah,
peringatan maulid Nabi dan isro‟ mi‟roj. Kegiatan tersebut memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap kepribadian santriwati. Sesuatu yang dilakukan secara berulang-ulang, lambat laun akan terserap pikiran dan akan tertanam dalam hati.
Implementasi progam bil-hifdzi PPTQ Al-Muntaha yang terintegrasi dengan
nilai-nilai karakter sudah berjalan dengan baik. Keberhasilan progam bil-hifdzi
yang terintegrasi dengan penanaman nilai karakter dapat diamati dari berjalannya kegiatan yang telah dijadwalkan, sehingga menghasilkan perubahan sikap para santriwati. Bahkan hampir seluruh santriwati mengalami perubahan perilaku dari
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR BERLOGO ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Penelitian ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Penegasan Istilah ... 8
1. Implementasi...8
2. Pendidikan Karakter ... 9
xii
4. Pondok Pesantren ...10
5. Tahfidzul Qur‟an......11
F. Metode Penelitian...11
1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian ... 12
2. Kehadiran Peneliti ... 12
3. Lokasi Penelitian ... 13
4. Sumber Data ... 14
5. Teknik Pengumpulan Data ... 15
6. Analisis Data... 16
7. Pengecekan Keabsahan Data ... 18
8. Tahap-Tahap Penelitian ... 19
G. Sistematika Penulisan... 19
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 21
A.Pendidikan Karakter...21
1. Hakikat Karakter dan Pendidikan Karakter ...21
2. Dasar Filosofi Pendidikan Karakter ...25
3. Tujuan Pendidikan Karakter ... 27
4. Fungsi Pendidikan Karakter ... 28
5. Nilai-Nilai Karakter...29
B.Progam Bil-Hifdzi ... 32
1. Pengertian Progam Bil-Hifdzi ... 37
2. Keutamaan Menghafal al-Qur‟an ... 33
xiii
4. Kaidah-Kaidah dalam Menghafal al-Qur‟an ... 38
5. Etika Seorang Penghafal al-Qur‟an ... 40
6. Adab Membaca al-Qur‟an ...43
C.Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Progam Bil-Hifdzi... 49
1. Langkah-Langkah Pendidikan Karakter...44
2. Implementasi Pendidikan Karakter...48
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ... 57
A.Gambaran Umum PPTQ Al-Muntaha ... 57
1. Profil PPTQ Al-Muntaha ... 57
2. Letak Geografis PPTQ Al-Muntaha ... 58
3. Sejarah Berdirinya PPTQ Al-Muntaha ... 58
4. Visi danMisi PPTQ Al-Muntaha ... 60
5. Sarana dan Prasarana PPTQ Al-Muntaha ... 61
6. Struktur Organisasi PPTQ Al-Muntaha ... 61
7. Tenaga Edukatif PPTQ Al-Muntaha ... 62
8. Keadaan Santri PPTQ Al-Muntaha ... 63
9. Sistem Pembelajaran PPTQ Al-Muntaha ... 65
10. Kegiatan Pembelajaran PPTQ Al-Muntaha ... 66
B. Temuan Penelitian ... 69
xiv
3. Kegiatan yang Dilaksanakan dalam Rangka Penanaman Nilai-Nilai
Karakter Melalui Program Bil-hifdzi pada Santriwati PPTQ
Al-Muntaha ... 84
4. Implementasi Program Bil-hifdzi PPTQ Al-Muntaha yang Terintegrsi dengan Nilai-Nilai Karakter ... 91
BAB IV PEMBAHASAN ... 100
A.Persepsi Pendidikan Karakter di PPTQ Al-Muntaha B.Nilai-Nilai Karakter yang Ditanamkan Melalui Progam Bil-Hifdzi pada Santriwati PPTQ Al-Muntaha ... 100
C.Kegiatan yang Dilaksanakan dalam Rangka Penanaman Nilai-Nilai Karakter Melalui Program Bil-hifdzi pada Santriwati PPTQ Al-Muntaha ... 110
D.Implementasi Program Bil-hifdzi PPTQ Al-Muntaha yang Terintegrsi dengan Nilai-Nilai Karakter ... 121
BAB V PENUTUP ... 123
A. Kesimpulan ... 123
B. Saran ... 124
xv DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter Bangsa...30
Tabel 1.2 Sarana dan Prasarana...61
Tabel 1.3 Struktur Organisasi Masa Bakti 2017-2018...62
Tabel 1.4 Tenaga Edukatif PPTQ Al-Muntaha...63
Tabel 1.5 Perolehan Juara...64
Tabel 1.6 Kegiatan Harian Santri...66
Tabel 1.7 Kegiatan Mingguan Santri...67
Tabel 1.8 Kegiatan Bulanan Santri...68
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Analisis Data Model Interaktif...17
Gambar 1.2 Skema Triangulasi...18
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Riwayat Hidup Penulis
Lampiran 2 Nota Dosen Pembimbing Skripsi
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian
Lampiran 4 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 5 Lembar Konsultasi Bimbingan Skripsi
Lampiran 6 Keterangan SKK
Lampiran 7 Daftar Informan Santriwati Progam Bil-Hifdzi
Lampiran 8 Pedoman observasi
Lampiran 9 Pedoman Wawancara Pengasuh PPTQ Al-Muntaha
Lampiran 10 Pedoman Wawancara Ustadz/Ustazdzah
Lampiran 11 Pedoman Wawancara Santriwati Progam Bil-Hifdzi
Lampiran 12 Peraturan PPTQ Al-Muntaha
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi sekarang ini, degradasi mental semakin
menjadi-jadi. Sejak 1945 bangsa Indonesia mengumandangkan kemerdekaannya,
terlepas dari belenggu penjajahan asing, namun tetap saja, cita-cita luhur
belum terealisasi. Hingga tahun 1998, konflik sosial antar etnis bermunculan
mengikuti krisis ekonomi yang sampai saat ini belum memberikan perubahan
yang signifikan. Padahal, saat itu, tidak hanya Indonesia yang mengalami
krisis. Malaysia, Korea Selatan dan Thailand mengalami krisis ekonomi yang
sama, tetapi mereka mampu bangkit dalam kurun waktu relatif singkat.
Keterpurukan bangsa ini tiada lain karena pada hakikatnya Indonesia
mengalami krisis karakter (Raka dalam Muslich, 2011:66-67). Apabila suatu
negara mengalami krisis ekonomi, maka hal tersebut dapat dituntaskan
dengan kebijakan ekonomi. Akan tetapi, akar krisis ekonomi Indonesia jauh
lebih dalam, yaitu krisis karakter yang menjangkiti hampir seluruh elemen
masyarakat.
Indonesia telah kehilangan karakternya. Padahal, sejak dahulu
Indonesia diakui eksistensinya sebagai negara yang unik dengan adat istiadat
dan sopan santun yang masih kental dalam tatanan masyarakat. Hal ini tidak
bisa dibiarkan musnah begitu saja hanya karena bangsa Indonesia lengah
dalam memfilter budaya barat yang menerobos ke dalam bangsa ini. Hal ini
2
menjadi kunci utama, yakni pendidikan. Ahmad Tafsir (2008:28)
mengatakan, pendidikan adalah berbagai usaha yang dilakukan oleh
seseorang (pendidik) terhadap seseorang (anak didik) agar tercapai
perkembangan maksimal yang positif. Pendidikan tidak hanya transfer of
knowledge, namun juga transfer of value, sehingga muncullah sebuah proses
perubahan sikap dan tingkah laku seseorang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui usaha pengajaran dan pelatihan. Pendidikan menjadi sorotan
dan menjadi begitu urgent karena hanya di situlah harapan satu-satunya
seorang pendidik mampu membentuk kepribadian dan moral peserta didik.
Tujuan pendidikan nasional Indonesia menggambarkan kualitas
manusia yang baik menurut pandangan bangsa Indonesia, sehat jasmani
rohani, berpengetahuan dan ketrampilan, kreativitas dan bertanggungjawab,
demokratis, tenggang rasa, kecerdasan yang tinggi disertai budi pekerti yang
luhur (Ahmad Tafsir, 2008:15). Hal ini sejalan dengan konsep pendidikan
Islam, pendidikan Islam merupakan suatu pendidikan yang memiliki warna
tersendiri. Islam menghendaki agar manusia dididik supaya mereka mampu
merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh
Allah Swt melalui kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Muhmmad Saw,
yakni kitab suci al-Qur‟an. Tujuan hidup manusia menurut Qs. Al-Dzariyat
ayat 56 ialah beribadah kepada Allah.
3
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.”
Demi terwujudnya tujuan hidup manusia, dibutuhkan sebuah lembaga
pendidikan terpercaya, yang mampu mencetak kader penerus bangsa berjiwa
Qur‟ani dengan jalan mengaplikasikan nilai-nilai serta ajaran yang
terkandung di dalam al-Qur‟an, sehingga terciptalah generasi penerus bangsa
yang berkarakter mulia. Munculnya lembaga-lembaga pendidikan Islam
merupakan gambaran kepedulian serta usaha konkret dalam mewujudkan
cita-cita bangsa. Sebenarnya, lembaga pendidikan formal telah mengajarkan
nilai-nilai karakter, namun sekolah saja tidaklah cukup, karena sekolah tidak
mampu mengontrol pergaulan siswa dengan teman sebaya maupun dengan
lingkungan masyarakatnya. Terdapat solusi alternatif untuk membentuk
kepribadian siswa secara maksimal yaitu melalui pondok pesantren.
Pada zaman sekarang keberadaan pesantren dipandang sebelah mata
oleh masyarakat, padahal pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan
yang dapat mencetak sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni baik dari
segi ilmu pengetahuan, moral maupun spiritual. Landasan teologis pesantren
adalah ajaran Islam, yakni bahwa melaksanakan pendidikan agama
merupakan perintah dari Tuhan dan merupakan Ibadah kepada-Nya. Dasar
yang dipakai adalah al-Qur`an dan Hadist.
Menurut Nahlawi (1992:45), al-Qur‟an mulai diturunkan dengan ayat
-ayat pendidikan. Di sini terdapat isyarat bahwa tujuan terpenting al-Qur‟an
4 menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Melalui lembaga nonformal pondok pesantren, gedung yang
diharapkan dapat membawa perubahan dengan mencetak kader bangsa
berkepribadian dan berkarakter. Pada dasarnya, karakter memberikan
gambaran tentang suatu bangsa, penanda, penciri sekaligus pembeda suatu
bangsa dengan bangsa lain. Bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki
karakter, mampu membangun sebuah peradaban besar yang kemudian
mempengaruhi perkembangan dunia (Saleh, 2012:1). Pesantren yang
mengajarkan ilmu al-Qur‟an, Hadist serta berbagai kitab kuning adalah
sebuah solusi yang solutif demi mengentaskan problematika krisis moral.
Indonesia, sebuah bangsa yang telah diakui eksistensinya sebagai
negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, hal ini merupakan aset
berharga untuk membangun bangsa berkarakter religius. Saleh (2012:1-2)
menegaskan, Nabi Muhammad Saw sebagai manusia sempurna yang telah
memberikan contoh keteladanan bagaimana membangun sebuah karakter
5
100 tokoh berpengaruh di dunia menempatkan Nabi Muhammad Saw sebagai
manusia paling berpengaruh sepanjang sejarah kemanusiaan, karena mampu
mengubah karakter masyarakat yang tidak beradap menjadi masyarakat
beradab dan bermoral dengan cara indah dan cerdas melalui keteladanan.
Nabi Muhammad merupakan Nabi akhiruzzaman yang diberi mukjizat
kitab suci yang mutlak kebenarannya dan senantiasa dijamin keautentikannya
oleh Allah Swt yang digunakan sebagai pedoman hidup manusia sepanjang
masa. Allah karuniakan ayat-ayat al-Qur‟an yang turun kepada beliau dengan
cara menghafal (bil-hifdzi) untuk kemudian ditulis oleh para sahabat di
pelepah daun kurma, di batu, kulit binatang, tulang, maupun lainnya sembari
menyampaikan posisi dan urutan setiap ayat dalam surahnya, untuk kemudian
dihafalkan oleh ribuan orang (Syarifuddin, 2004:23-24).
Melalui perantara Nabi Muhammad Saw, para sahabat, para tabi‟in,
ribuan, bahkan jutaan orang yang menghafal al-Qur‟an dari zaman dahulu
hingga sampailah pada zaman sekarang. Metode menghafal atau bil-hifdzi
merupakan salah satu metode yang digunakan dalam mempelajari al-Qur‟an.
Metode ini banyak diterapkan di sekolah formal berjenjang maupun di
pesantren. Tidak hanya sebatas menghafal, namun disertai pemahaman dan
penghayatan makna ayat sehingga mampu mengimplementasikan pesan
moral yang terkandung di dalam ayat ke dalam kehidupan sehari-hari. Maka
seorang penghafal al-Qur‟an harus memiliki karakter yang disiplin, kerja
keras, sabar, tenang, adil, jujur, sopan santun, tawadhu‟, ta‟dhim, istiqomah,
6
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui
lebih dalam tentang pendidikan karakter melalui program bil-hifdzi di salah
satu pondok pesantren yang memiliki basic hafalan al-Qur‟an, yakni Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur‟an (PPTQ) Al-Muntaha kota Salatiga, apakah dalam
pelaksanaannya sudah sesuai dengan yang diharapkan atau belum. Sehingga
penulis mengambil judul skripsi, “IMPLEMENTASI PENDIDIKAN
KARAKTER MELALUI PROGAM BIL-HIFDZI PADA SANTRIWATI
PONDOK PESANTREN TAHFIDZUL QUR‟AN (PPTQ) AL-MUNTAHA,
KELURAHAN CEBONGAN KECAMATAN ARGOMULYO KOTA
SALATIGA”.
B. Fokus Penelitian
Terdapat beberapa hal penting yang akan diungkap dalam skripsi ini.
Melihat uraian pada bagian latar belakang, maka perlu dirumuskan masalah
skripsi guna memberikan fokus kajian yang terarah. Adapun fokus penelitian
ini sebagai berikut:
1. Bagaimana persepsi pendidikan karakter di PPTQ Al-Muntaha?
2. Apa sajakah nilai-nilai karakter yang ditanamkan melalui program
bil-hifdzi pada santriwati PPTQ Al-Muntaha?
3. Apa sajakah kegiatan yang dilaksanakan dalam penerapan nilai-nilai
karakter melalui program bil-hifdzi pada santriwati PPTQ Al-Muntaha?
4. Bagaimana implementasi program bil-hifdzi PPTQ Al-Muntaha yang
7 C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian yang telah dipaparkan, maka tujuan
penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui persepsi pendidikan karakter di PPTQ Al-Muntaha.
2. Untuk mengetahui nilai-nilai karakter yang ditanamkan melalui program
bil-hifdzi pada santriwati PPTQ Al-Muntaha.
3. Untuk mengetahui kegiatan yang dilaksanakan dalam penerapan
nilai-nilai karakter melalui program bil-hifdzi pada santriwati PPTQ
Al-Muntaha.
4. Untuk mengetahui implementasi program bil-hifdzi PPTQ Al-Muntaha
yang terintegrsi dengan nilai-nilai karakter.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, diharapkan penelitian ini
dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian di
bidang pendidikan karakter dan progam bil-hifdzi.
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi bagi para peneliti
lainnya untuk melakukan penelitian yang sejenis secara lebih luas dan
mendalam.
c. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber bagi para peneliti
8 2. Manfaat praktis
a. Bagi jajaran Dinas Pendidikan maupun instansi yang terkait,
penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian dalam menentukan
kebijakan untuk meningkatkan mutu pendidikan, khususnya bagi
perkembangan karakter dan progam bil-hifdzi.
b. Bagi pengasuh, ustadz serta ustadzah PPTQ Al-Muntaha, penelitian
ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam menentukan
kebijakan agar pendidikan karakter dapat terus dijalankan melalui
progam bil-hifdzi (hafalan).
c. Bagi peneliti, penelitian ini dapat bermanfaat dalam mengaplikasikan
gagasan maupun ide yang dimiliki guna meningkatkan proses
pembelajaran khususnya dalam mengimplementasikan pendidikan
karakter melalui progam bil-hifdzi (hafalan).
E. Penegasan Istilah 1. Implementasi
Menurut Haryanta (2012:95), implementasi merupakan
pelaksanaan/penerapan suatu progam atau keyakinan hidup. Sedangkan
Mulyasa (2009:178) memaparkan, implementasi merupakan suatu proses
penerapan ide kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis
sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan,
ketrampilan, nilai dan sikap. Dalam Oxford Advance Learner‟s
Dictionary dikemukakan bahwa implementasi adalah “put something into
9
Adapun maksud dari implementasi di dalam penelitian ini yaitu
pelaksanaan/penerapan progam bil-hifdzi pada santriwati Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur‟an (PPTQ) Al-Muntaha yang terintegrasi
dengan nilai-nilai karakter.
2. Pendidikan Karakter
Pendidikan berasal dari kata dasar didik yang mendapat imbuhan
pe dan an sehingga menjadi pendidikan. Pendidikan menurut John
Dewey (dalam Muslich, 2011:67-69) adalah proses pembentukan
kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam
dan sesama manusia. Pendidikan disebut juga sebagai proses internalisasi
budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang
dan masyarakat jadi beradab. Sedangkan menurut Haryanta (2012:112),
karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, tabiat, watak, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Suyanto (dalam
Zuchdi, 2011:27) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan
berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja
sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat
keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan
yang dibuatnya.
Jadi, pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu
yang melibatkan aspek teori pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling),
10
dalam penelitian ini adalah penanaman nilai-nilai karakter yang dapat
membentuk pribadi-pribadi yang memiliki karakter baik, untuk dirinya,
keluarga, teman dan bangsa melalui progam bil-hifdzi di Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur‟an (PPTQ) Al-Muntaha.
3. Bil-Hifdzi
Secara etimologis, kata bil-hifdzi terdiri dari dua kata, yakni Bi dan
al-Hifdzi. Kata Bi adalah kalimah huruf jar yang memiiliki makna
„dengan‟. Sedangkan kata al-hifdzi merupakan bentuk isim masdar dari
fi‟il madli َ
ََظِفَح
yang bermakna menjaga atau menghafal, di dalamtashrifَ
اَ
َ ظْفِح
َ
–
َُظَفْح
َََي
-
ََظِفَح
(Munawwir, 1997:279). Jadi bil-hifdzi dapatdisimpulkan sebagai usaha untuk menjaga al-Qur‟an (kalam Allah)
dengan cara menghafalkannya. Adapun maksud bil-hifdzi dalam
penelitian ini yakni salah satu progam yang terdapat di Pondok Pesantren
Tahfidzul Qur‟an (PPTQ) Al-Muntaha yang fokus pembelajarannya ialah
menghafal al-Qur‟an.
4. Pondok Pesantren
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2007:888), pondok berarti
madrasah dan asrama (tempat mengaji, belajar agama Islam). Santri
menurut kamus besar bahasa Indonesia (2007:997) berarti orang yang
mendalami agama Islam, orang yang beribadat dengan sungguh-sungguh,
orang yang saleh. Sedangkan pesantren merupakan bentukan dari kata
dasar santri yang mendapat imbuhan pe dan an yang memiliki arti asrama
11
bahasa Indonesia, 2007: 866). Jadi pondok pesantren adalah lembaga
pendidikan Islam tertua yang menyediakan asrama atau pondok sebagai
tempat tinggal bersama sekaligus sebagai tempat belajar para santri yang
dibimbing oleh kiai (Tafsir, 2008:191).
5. Tahfidzul Qur’an
Istilah tahfidzul Qur‟an merupakan gabungan dari dua kata yang
berasal dari bahasa Arab, yaitu tahfidz dan al-Qur‟an. Kata tahfidz
adalah isim masdar dari lafadh fi‟il madli
ََظَّفَح
yang mengikuti wazanََلَّعَف
.
Sedangkan tasrif dari wazan tersebut yaituَ ظْيِفْح
َََت
-
َ ُظِّفَحُي
َ
–
َ َظَّفَح
yang artinya menghafal. Adapun al-Qur‟an secara etimologis berarti
“bacaan” atau yang dibaca. Kata al-Qur‟an merupakan bentuk masdar
dari kata kerja
أرق
َ yang artinya membaca (Munawwir, 1997:1101).
Jadi,tahfidzul Qur‟an di sini adalah bidang studi yang berisi cara untuk
menjadikan peserta didik dapat menghafal al-Qur‟an sekaligus menjaga
hafalannya.
F. Metode Penelitian
Kedudukan metode penelitian sangat penting dalam suatu penelitian
ilmiah. Metode penelitian menurut Coghlan & Brannick (dalam Samiaji
Sarosa, 2012:36) adalah cara yang akan ditempuh oleh peneliti untuk
menjawab permasalahan penelitian atau rumusan masalah. Metode yang
12 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field
research) karena penelitian ini didasarkan atas data-data yang
dikumpulkan dari lapangan secara langsung nonkuantitatif, dilihat dari
pendekatannya jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, yaitu
penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis,
faktual, dan akurat mengenai sifat populasi atau daerah tertentu, sehingga
secara keseluruhan penelitian ini tergolong penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang mencoba memahami
fenomena dalam setting dan konteks naturalnya (bukan di dalam
laboratorium) dimana peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi
fenomena yang diamati (Leedy & Ormrod 2005 dalam Sarosa, 2012:7).
Adapun alasan peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif
adalah karena data yang dihasilkan dari penelitian ini berupa data
deskriptif yang bersumber dari hasil observasi, wawancara, maupun studi
dokumenter. Penelitian ini mendeskripsikan realitas di lapangan
mengenai implementasi pendidikan karakter melalui progam bil-hifdzi
pada santriwati Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an (PPTQ) Al-Muntaha,
Kel. Cebongan, Kec. Argomulyo, Salatiga.
2. Kehadiran Peneliti
Untuk mendapatkan data yang valid dan objektif, maka kehadiran
peneliti di lapangan dalam penelitian kualitatif mutlak diperlukan.
13
Kehadiran peneliti sebagai pengamat langsung dan juga sebagai bagian
dari instrumen terhadap kegiatan yang akan diteliti sangat menentukan
hasil penelitian. Burhan Bungin (2012:48) menegaskan, seorang peneliti
dalam penelitian kualitatif lebih berada pada posisi sebagai „orang yang
belajar dari masyarakat, bukan belajar tentang masyarakat‟. Maka, untuk
memperoleh data yang dibutuhkan, peneliti hadir dan terlibat secara
langsung dalam aktivitas santriwati di lokasi penelitian untuk
memperoleh data-data dan berbagai informasi yang diperlukan. Dalam
penelitian kualitatif ini peneliti menjadi seorang pelajar yakni belajar
dari orang yang dipelajarinya yang menjadi sumber data.
3. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi yang menjadi sasaran penelitian ini adalah Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur‟an (PPTQ) Al-Muntaha, Kel. Cebongan, Kec..
Argomulyo, Salatiga. Alasan peneliti memilih lokasi penelitian di PPTQ
Al-Muntaha, karena berdasarkan hasil pengamatan terhadap pondok
pesantren beserta wawancara tidak terstruktur terhadap ustadz dan
ustadzah, bahwasanya pondok pesantren ini sudah mulai menerapkan
pendidikan karakter dan membangun budaya karakter di lingkungan
pesantren. Selain itu, pondok pesantren ini sudah mulai mengintegrasikan
pendidikan karakter melalui progam bil-hifdzi.
4. Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2009:157) sumber
14
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Adapun
sumber data yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut:
a. Sumber data primer
Sumber data primer yang peneliti dapatkan berasal dari pengasuh
PPTQ Al-Muntaha, dewan asatidz dan santriwati progam bil-hifdzi,
baik data berupa ucapan, tulisan, maupun hasil observasi. Adapun
keseluruhan santriwati yang mengikuti program bil-hifdzi berjumlah
38 orang.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari dokumen
PPTQ Al-Muntaha baik berupa foto maupun tulisan yang berkaitan
dengan sejarah pondok pesantren, peraturan pondok pesantren, foto
kegiatan pondok pesantren, prestasi yang telah dicapai, struktur
organisasi, dsb.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan guna memperoleh
data yang dibutuhkan sebagai berikut:
a. Wawancara (Interview)
Wawancara menurut Arikunto (1997:132) adalah sebuah
dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh
informasi dari terwawancara. Wawancara ini diadakan secara
langsung dan tersruktur kepada pihak-pihak yang terkait dan
15
progam bil-hifdzi serta pihak-pihak yang berkompeten dalam
menyampaikan informasi yang dibutuhkan peneliti. Adapun
pihak-pihak yang diwawancarai adalah pengasuh, ustadz dan ustadzah serta
santriwati progam bil-hifdzi PPTQ Al-Muntaha. Data wawancara ini
berguna untuk menjawab rumusan masalah kaitannya dengan
progam bil-hifdzi yang terintegrasi dalam nilai-nilai karakter.
b. Observasi (studi lapangan)
Arikunto (1997:133) memaparkan bahwa observasi atau yang
sering disebut dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan
perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat
indra. Mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan,
penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap.
Kegiatan observasi ini dilakukan peneliti guna mengetahui
gambaran umum pondok pesantren, dan untuk menjawab rumusan
masalah penelitian dengan mengamati kegiatan yang dilakukan
santriwati progam bil-hifdzi sera proses berjalannya progam
bil-hifdzi yang terintegrasi dalam nilai-nilai karakter.
c. Dokumentasi
Menurut Arikunto (1997:135), dokumentasi berasal dari kata
„dokumen‟, yang artinya barang-barang tertulis. Sarosa (2012:61)
menegaskan dokumen tidak hanya berbentuk catatan dalam kertas
(hardcopy) namun juga dapat berbentuk elektronik (softcopy).
16
berkaitan dengan sejarah berdiri, struktur organisasi pondok
pesantren, data siswa, data inventaris dan lain sebagainya.
6. Analisis Data
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang
tersedia dari berbagai sumber yaitu dengan wawancara, pengamatan yang
sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen
resi, gambar, foto, dan sebagainya (Moleong, 2008:247). Menurut Miles
dan Huberman dalam Anis Fuad dan Kandung Sapto Nugroho (2014: 16)
analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang berlangsung secara
bersamaan, yaitu sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Reduksi data dimaknai sebagai proses memilah,
menyederhanakan data yang terkait dengan kepentingan penelitian,
abstraksi dan transformasi data-data kasar dari field notes (catatan
lapangan). Reduksi data perlu dilakukan karena ketika peneliti
semakin lama di kancah penelitian akan semakin banyak data atau
catatan lapangan (field note) yang peneliti kumpulkan. Tahap dari
reduksi adalah memilih data yang pokok, fokus pada hal-hal yang
penting, mengelompokkan data sesuai dengan tema, membuat
ringkasan, memberi kode, membagi data dalam partisi-partisi dan
17 b. Penyajian data
Langkah selanjutnya setelah mereduksi data adalah penyajian
data. Yang paling sering dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah
menyajikan data dalam bentuk teks yang bersifat naratif. Display
data dapat membantu peneliti dalam memahami apa yang terjadi,
merencanakan analisis selanjutnya berdasarkan apa yang sudah
dipahami sebelumnya.
c. Menarik kesimpulan/ verifikasi
Langkah terakhir dalam analisis data menurut Miles dan
Huberman (dalam Fuad dan Nugroho, 2014:16) adalah melakukan
penarikan kesimpulan/verifikasi. Berdasarkan pola-pola yang sudah
tergambarkan dalam penyajian data, terdapat hubungan kausal atau
interaktif antara data dan didukung dengan teori-teori yang sesuai,
peneliti kemudian mendapatkan sebuah gambaran utuh tentang
fenomena yang diteliti dan kemudian dapat disimpulkan fenomena
tersebut sebagai temuan baru, maka penelitian dianggap selesai.
Gambar 1.1 Analisis Data Model Interaktif
Data Collection
Data Reduction
Data Display
Conclusion: Drawing/Verifyin
18 7. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk melakukan pengecekan keabsahan data, teknik yang
digunakan peneliti dalam hal ini adalah teknik triangulasi. Menurut
Moleong (2009:330) Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Dalam hal ini peneliti
menggunakan triangulasi teknik dalam mengecek keabsahan data.
Menurut Anis Fuad dan Kandung Sapto Nugroho (2014:20), triangulasi
teknik dapat dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara
mendalam, observasi, dan dokumentasi. Di bawah ini adalah skema
triangulasi teknik:
Gambar 1.2 Skema Triangulasi
Proses triangulasi teknik yang digunakan peneliti meliputi 3
sumber data yaitu data hasil observasi, data hasil wawancara, dan data
hasil dokumentasi. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan peneliti
yakni langkah pertama membandingkan hasil wawancara dari pengasuh,
dewan asatidz dan santriwati progam bil-hifdzi dengan hasil pengamatan
di lingkungan pondok pesantren. Langkah kedua adalah membandingkan
hasil wawancara antara informan satu dengan informan lainnya. Langkah Wawancara
Mendalam
Dokumentasi
19
ketiga adalah membandingkan data hasil wawancara dengan isi dokumen
yang dimiliki oleh pondok pesantren.
8. Tahap-Tahap Penelitian
Menurut Moleong (2009:127) tahap penelitian secara umum
terdiri dari empat tahap yang meliputi tahap pra-lapangan, tahap
pekerjaan lapangan, tahap analisis data dan tahap penulisan laporan.
G. Sistematika Penulisan
Dalam skripsi ini peneliti bermaksud untuk membahas implementasi
pendidikan karakter melalui progam bil-hifdzi pada santriwati Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur‟an (PPTQ) Al-Muntaha, Salatiga. Oleh karena itu,
untuk mempermudah pembaca mengikuti pembahasan skripsi ini maka
peneliti menyusun sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab pertama merupakan pendahuluan. Berisi tentang latar belakang
penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan
istilah, metode penelitian (jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, instrumen pengumpulan
data, analisis data, pengecekan keabsahan data dan sistematika penulisan.
Bab kedua merupakan kajian pustaka. Pada bab ini akan diuraikan
berbagai teori yang menjadi landasan teoritik penelitian, meliputi pengertian
pendidikan karakter, nilai-nilai pendidikan karakter, metode pendidikan
karakter, pengertian progam bil-hifzi, dan implementasi pendidikan karakter
20
Bab ketiga merupakan paparan hasil penelitian. Berisi gambaran umum
PPTQ Al-Muntaha (letak geografis, subjek penelitian, visi, misi, struktur
kelembagaan, sarana dan prasarana, keadaan guru/ustadz, keadaan santri,
progam pembelajaran dan kegiatan pembelajaran) dan temuan penelitian.
Bab keempat merupakan analisis data. Berisi analisis hasil penelitian
mengenai nilai-nilai karakter yang terkandung dalam progam bil-hifdzi,
kegiatan yang dilakukan oleh santriwati progam bil-hifdzi, dan implementasi
progam bil-hifdzi yang terintegrasi dengan nilai-nilai karakter.
21 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Karakter
1. Hakikat Karakter dan Pendidikan Karakter a. Hakikat Karakter
Secara etimologis, karakter diambil dari bahasa Yunani yang
berarti to mark (menandai) (Megawangi dalam Muslich, 2011:71).
Dalam bahasa Inggris, karakter berasal dari kata character yang
berarti watak, karakter atau sifat (Echols dalam Zuchdi, 2011:27).
Dalam kamus kebahasaan dan kesusastraan, karakter berarti
sifat-sifat kejiwaan, tabiat, watak, akhlak, atau budi pekerti (Haryanta,
2012:112).
Secara terminologis, karakter merupakan cara berpikir dan
berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan
bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara (Suyanto dalam Muslich, 2011:70). Imam Ghazali
menganggap bahwa karakter lebih dekat dengan akhlak, yaitu
spontanitas manusia dalam bersikap, atau perbuatan yang telah
menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu
dipikirkan lagi.
Karakter diyakini sebagai keadaan psikofisis yang dapat
ditumbuhkembangkan dengan upaya komprehensif. Karakter setiap
22
yang amat dipengaruhi oleh kecenderungan lingkungan. Perubahan
ke arah karakter yang diinginkan, diibaratkan sebagai batu yang
ditetesi air setiap saat. Batu itu akan berlubang dan bentuk lubangnya
akan tergantung pada seberapa besar tetesnya (Damayanti, 2014:18).
Dalam konteks pemikiran Islam, karakter berkaitan dengan
iman dan ikhsan. Hal ini sejalan dengan ungkapan Aristoteles,
bahwa karakter erat kaitannya dengan “habit” atau kebiasaan yang
terus menerus dipraktikkn dan diamalkan (Mulyasa, 2014:3).
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan cara
berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk
hidup dan bekerjasama, baik yang berhubungan dengan Tuhan, diri
sendiri, sesama manusia, maupun dengan lingkungan yang terwujud
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat,
yang terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun lingkungan.
b. Pendidikan Karakter
Pendidikan berasal dari kata didik yang mendapat imbuhan pe
dan an. Dalam bahasa Inggris, pendidikan adalah education, yang
berasal dari kata educate berarti memberi peningkatan (to elicit, to
give rise to), dan mengembangkan (to evolve, to develop)
(Islamuddin, 2012:3). Pendidikan merupakan upaya sadar dan
terencana yang dilakukan oleh pendidik untuk mengembangkan
23
Sebagaimana tertuang di dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun
2003 Bab 1, Pasal 1, ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensinya sendiri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara (Listyarti, 2012:15)
Menurut Muslich (2012:75), pendidikan adalah proses
internalissi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga
membuat orang dan masyarakat jadi beradab, dengan kata lain,
pendidikan merupakan area strategis pembentukan karakter.
Jadi, Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman
nilai-nilai karakter warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut, antar sesama, lingkungan, maupun kebangsaan
sehingga menjadi insan kamil (Wiyani, 2012:3). Pembentukan
karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Dalam
UU Sisdiknas tahun 2003 dinyatakan bahwa tujuan pendidikan
nasional antara lain mengembangkan potensi peserta didik memiliki
keserdasan, kepribadian, dan akhlak mulia (Zuchdi, 2011:29).
Menurut Suyanto, pendidikan bertujuan melahirkan insan
24
Intelligence plus character…that is the good of true education
(kecerdasan yang berkarakter…adalah tujuan akhir pendidikan yang
sebenarnya). Karena itu pendidikan karakter adalah pendidikan budi
pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive),
perasaan (feeling), dan tindakan (action) (Zuchdi, 2011:29).
Pendidikan karakter memiliki esensi yang sama dengan
pendidikan moral atau pendidikan akhlak. Tujuannya adalah
membentuk pribadi anak, supaya menjadi pribadi yang baik, jika di
masyarakat menjadi warga yang baik, dan jika dalam kehidupan
bernegara menjadi warga negara yang baik (T. Ramli dalam
Wibowo, 2012:34).
Dalam perspektif Islam, pendidikan karakter secara teoritik
telah ada sejak Islam diturunkan di dunia, seiring dengan diutusnya
Nabi Muhamad Saw untuk memperbaiki atau menyempurnakan
akhlak (karakter) manusia. Ajaran Islam sendiri mengandung
sistematika ajaran yang tidak hanya menekankan pada aspek
keimanan, ibadah, dan mu‟amalah, tetapi juga akhlak. Pengamalan
ajaran Islam secara utuh (kaffah) merupakan model karakter seorang
muslim, bahkan dipersonifikasi dengan model karakter Nabi
Muhammad Saw, yang memiliki sifat shiddiq, Tabligh, Amanah,
Fathonah (STAF) (Mulyasa, 2014:5). Nabi Muhammad Saw tampil
sebagai contoh (uswah khasanah) atau suri tauladan. Sebagaimana
25
Dapat disimpulkan, bahwa pendidikan karakter merupakan
upaya untuk menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai yang
baik atau positif pada diri anak sesuai dengan etika moral yang
berlaku, yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa
dan karsa untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun
kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.
2. Dasar Filosofi Pendidikan Karakter
Menurut Samani dan Hariyanto (2013:21-24), berdirinya Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berideologi pancasila memiliki
maksud untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang
ber-pancasila. Karakter yang berlandaskan falsafah pancasila bermakna
setiap aspek karakter harus dijiwai oleh kelima sila Pancasila secara utuh
dan komprehensif sebagai berikut:
a. Bangsa yang ber-Ketuhahan Yang Maha Esa
Manusia Indonesia adalah manusia yang taan menjalankan
kewajiban-Nya, ikhlas dalam beramal, tawakal, dan senantiasa berrsyukur atas
26
sesama, karakter ini dicerminkan antara lain dengan saling
menghormati, bekerja sama, dan berkebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan ajaran agamanya, tidak memaksakan agama dan
kepercayaannya kepada orang lain, juga tidak melecehkan
kepercayaan orang lain.
b. Bangsa yang menjunjung kemanusiaan yang adil dan beradab
Diwujudkan alam perilaku saling menghormati antar masyarakat
sehingga timbul suasana kewargaan (civic), rasa tanggung jawab,
berperilaku baik, adil dan beradab. Karakter kemanusiaan tercermin
dalam pengakuan atas kesamaan derajat, hak dan kewajiban, saling
mengasihi, tenggang rasa, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan,
membela kebenaran dan keadilan, merasakan dirinya sebagai bagian
dai seluruh warga bangsa dan umat Islam.
c. Bangsa yang mengedepankan persatuan dan kesatuan
Karakter kebangsaan seseorang tercermin dalam sikap menempatkan
persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa di atas
kepentingan pribadi atau golongan, gemar bergotong-royong, rela
berkorban, menjunjung tinggi bahasa Indonesia, cinta tanah air yang
ber-Bhineka Tunggal Ika.
d. Bangsa yang demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan Hak
Asasi Manusia
Hikmat kebijaksanaan mengandung arti tidak adanya tirani mayoritas
27
(minority tyranny). Karakter kerakyatan tercermin dari sikap tenggang
rasa terhadap rakyat kecil yang menderita, mengutamakan
kepentingan masyarakat dan negara, musyawarah untuk mufakat,
beriktikad baik dan bertanggung jawab, berani mengambil keputusan
yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa serta dilandasi nilai kebenaran dan keadilan.
e. Bangsa yang mengedepankan keadilan dan kesejahteraan
Memiliki komitmen dan sikap untuk mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan rakyat dan seluruh bangsa Indonesia. Karakter ini
tercermin dengan adanya kebersamaan, kekeluargaan dan
gotong-royong, menjaga harmonisasi antara hak dan kewajiban, menghormati
hak orang lain, menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain, tidak
boros, tidak bergaya hidup mewah, suka bekerja keras, menghargai
karya orang lain.
3. Tujuan Pendidikan Karakter
Sani dan Kadri (2016:5) menegaskan, pemerintah telah
menetapkan tujuan pendidikan nasional yang dituangkan dalam UU No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yag
28
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang
demokratis serta bertanggung jawab.”
Singkat kata, bahwasannya tujuan pendidikan nasional mengarah
pada pengembangan berbagai karakter manusia Indonesia, tidak hanya
pendidikan akademik, namun juga pendidikan karakter. Menurut
Mulyasa (2014:9) pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan
mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan
karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan
seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan
pendidikan.
4. Fungsi Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter tidak hanya memiliki tujuan, namun juga
memiliki fungsi. Menurut Kementrian Pendidikan Nasional (2010:7),
fungsi pendidikan karakter adalah sebagai berikut:
a. Pengembangan; pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi
pribadi berperilaku baik
b. Perbaikan; memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk
bertanggungjawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang
lebih bermanfaat
c. Penyaringan; untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya
bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter
29 5. Nilai-Nilai Karakter
Megawangi, pencetus pendidikan karakter di Indonesia telah
meyusun 9 pilar karakter mulia yang selayaknya dijadikan acuan dalam
pendidikan karakter (Mulyasa, 2014:5), yaitu sebagai berikut:
a. Cinta Allah dan kebenaran
b. Tanggung jawab, disiplin, dan mandiri
c. Amanah
d. Hormat dan santun
e. Kasih sayang, peduli, dan kerjasama
f. Percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah
g. Adil dan berjiwa kepemimpinan
h. Baik dan rendah hati
i. Toleran dan cinta damai
Menurut Lickona (2013:72-74), secara substantif karakter terdiri
atas 3 nilai operatif (operative value) yang saling berkaitan, terdiri dari:
pengetahuan moral (moral knowing, aspek kognitif), perasaan
berlandaskan moral (moral feeling, aspek afektif), perilaku berlandaskan
moral (moral behavior, aspek psikomotor).
Menurut Kesuma dkk (2012:69), untuk bangsa Indonesia, ada
satu tambahan yang diperlukan, yaitu: respect and responsibility to God.
Karena itu jenis moral fundamental secara lengkap tergambar pada
30
Gambar 1.3 Jenis Moral Fundamental
Sedangkan menurut Kementerian Dinas Pendidikan (dalam
Wibowo 2012:43-44), terdapat 18 nilai yang dikembangkan dalam
pendidikan karakter bangsa sebagaimana dalam tabel berikut ini:
Tabel 1.1 Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter Bangsa
No. Nilai Deskripsi
1.
Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2.
Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3.
Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,
suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4.
Disiplin Tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh
pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5.
Kerja keras Perilaku yang menunjukan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
31
6.
Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara
atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki
7.
Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8.
Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9.
Rasa ingin tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10.
Semangat kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya
11.
Cinta tanah air
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukan kesetiaan, kepeduliaan, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12.
Menghargai prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain
13.
Bersahabat/ komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain.
14.
Cinta damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15.
Gemar membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kajikan bagi dirinya.
16.
Peduli lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
17.
Peduli sosial
32
18.
Tanggung jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa.
B. Program Bil-Hifdzi
1. Pengertian Program Bil-Hifdzi
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006:911), Progam
merupakan rancangan mengenai asas-asas serta dengan usaha-usaha yang
akan dijalankan. Sedangkan bil-hifdzi, secara etimologis, terdiri dari dua
kata, yakni Bi dan al-Hifdzi. Kata Bi adalah kalimah huruf jar yang
memiiliki makna „dengan‟. Sedangkan kata al-hifdzi merupakan bentuk
isim masdar dari fi‟il madli َ
ََظِفَح
yang bermakna memelihara, menjaga,dan menghafal, di dalam tashrifَ
َ ا ظْفِح
َ
–
َ ُظَفْحَي
َ
-
َ َظِفَح
(Munawwir,1997:279). Sedangkan menghafal merupakan bahasa Indonesia yang
berarti menerima, mengingat, menyimpan, dan memproduksi kembali
tanggapan-tanggapan yang diperolehnya melalui pengamatan (Mustaqim,
2007:73).
Bil-hifdzi juga sering disebut dengan hifzh al-Qur‟an. Hifzh al
-Qur‟an merupakan susunan bentuk idlofah (mudlof dan mudlof ilaih) yang
terdiri dari hifzh (mudlof) dan al-Qur‟an (mudlof ilaih). Menurut istilah
yang di maksud dengan hifzh al-Qur‟an ialah menghafal al-Qur‟an sesuai
dengan urutan yang terdapat dalam mushaf Utsmani mulai dari surat
33
memelihara kalam Allah yang merupakan mu‟jizat yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw melalui perantara Malaikat Jibril yang
ditulis dalam beberapa mushaf yang dinukil (dipindahkan) kepada kita
dengan jalan mutawatir (Mustaqim, 2007:73-74).
Dengan demikian, program bil-hifdzi dapat diartikan sebagai
rancangan usaha-usaha yang akan dijalankan untuk menerima, mengingat,
menyimpan dalam rangka menghafal al-Qur‟an sesuai dengan urutan yang
terdapat dalam mushaf Utsmani yakni dari surat Fatihah hingga surat
al-Nas sesuai dengan kaidah ilmu tajwid yang berlaku, adapun progam
bil-hifdzi tidak hanya menghafal namun juga memelihara hafalan sekaligus
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Keutamaan Menghafal Al-Qur’an
Salah satu mukjizat al-Qur‟an adalah Allah menjaga kemurniannya
hingga hari kiamat, Allah juga memberikan kemudahan kepada setiap
hamba-Nya untuk dapat menghafal al-Qur‟an. Hal tersebut ditunjukkan
dengan banyaknya orang yang mampu menghafal al-Qur‟an. Berbeda
dengan kitab suci agama lain yang tidak ada satu pun umat agama lain
yang mampu manghafal isi seluruh kitabnya. Adapun keutamaan dari
menghafal al-Qur‟an (Sani dan Kadri, 2016:296-302) dijabarkan sebagai
berikut:
a. Allah akan meningkatkan derajat dan memberikan kedudukan yang
34
jangan dijadikan sebagai tujuan utama dalam menghafal karena tujuan
menghafal al-Qur‟an hanyalah untuk mendapat ridho Allah.
b. Orang yang hafal al-Qur‟an termasuk dalam sebaik-baik umat,
sebagaimana sabda Rasulullah Saw: kepada kami Hafs bin Sulaiman dari Katsir bin Zadan dari „Ashim bin Dlamrah dari Ali bin Abu Thalib ia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa membaca al-Qur‟an kemudian dia
menghafalnya dan menghalalkan apa yang dihahalkan al-Qur‟an serta
mengharamkan apa yang diharamkan al-Qur‟an, niscaya dengannya Allah akan memasukkannya ke dalam surga dan dapat memberi syafaat
kepada sepuluh keluarganya yang wajib masuk neraka. (HR. Ahmad)
3. Syarat-Syarat Menghafal Al-Qur’an
Sugianto (2004:52-55) memaparkan, sebelum memulai menghafal
al-Qur‟an, seorang penghafal hendaknya memenuhi beberapa syarat yang
berhubungan dengan naluri insaniyah. Adapun syarat-syarat tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Persiapan Pribadi
Diantara persiapan pribadi yakni niat yang ikhlas, keinginan dan usaha
keras serta tanpa adanya paksaan dari siapa pun. Sebab jika hal itu
sudah tertanam di lubuk hati, tentu saja segala macam kesulitan yang
35
b. Bacaan Al-Qur‟an yang Baik dan Benar
Di dalam menghafal al-Qur‟an, diutamakan memiliki kemampuan baca
yang benar dan baik. Suatu bacaan dianggap benar, bilamana telah
menerapkan ilmu tajwid. Dan dianggap baik bilamana bacaan itu rata
dan diutamakan berirama. Disamping bacaan yang baik dan benar,
dianjurkan untuk lancar membaca.
c. Mendapat Izin dari Orangtua/Suami bagi yang Telah Menikah
Hal ini juga ikut mendukung dalam keberhasilan sang penghafal
al-Qur‟an. Dengan izin mereka, maka sang penghafal akan dapat dengan
leluasa memanfaatkan waktunya untuk menghafal al-Qur‟an.
d. Memiliki Sifat Mahmudah (Terpuji)
Sifat mahmudah yakni melaksanakan perintah Allah Swt dan menjauhi
segala laranganNya, termasuk berbagai sifat mazmumah (tercela).
Syekh Al-Waqi‟ (guru Imam Syafi‟i) berkata:
ِٔطاَعْلِلََِٓدَِْي َلََِاللهَُرًََُّْْ رًَُُْْنْلِعْلَا
“Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan dihidayahkan kepada orang yang ahli maksiat”.
e. Kontinuitas (Istiqomah) dalam Menghafal Al-Qur‟an
Mengahafal al-Qur‟an harus istiqomah. Dalam arti memiliki
kedisiplinan, baik disiplin waktu, tempat maupun disiplin terhadap
materi hafalan. Sang penghafal hendaknya tidak merasa bosan dalam
mengulang hafalan, kapan dan di manapun. Dan juga sebagai dzikir
selain dari waktu-waktu yang ditentukan. Penghafal dianjurkan
36
maupun untuk mengulang (muraja‟ah/takrir), yang waktu tersebut
tidak boleh diganggu oleh kepentingan lain.
f. Sanggup Memelihara Hafalan
Al-Qur‟an boleh jadi dikatakan mudah dihafal, namun juga sangat
mudah hilang jika tanpa adanya pemeliharaan. Oleh karen itu perlu
adanya pemeliharaan hafalan.
g. Memiliki Mushaf Sendiri
Di dalam proses menghafal al-Qur‟an, usahakan memiliki mushaf
sendiri, tidak ganti-ganti mulai awal menghafal hingga khatam. Hal ini
bertujuan untuk mempermudah memberi garis bawah ayat-ayat yang
sama atau terjadinya kesalahan dalam menghafal. Al-Qur‟an yang
sering digunakan oleh seorang penghafal adalah „Al-Qur‟an Bahriyah‟
atau al-Qur‟an pojok, setiap juz terdiri dari dari 20 halaman, setiap
halaman terdiri dari 15 baris.
Disamping beberapa poin di atas, Wahid (2014:29-45)
menambahkan beberapa syarat dalam menghafal al-Qur‟an, diantaranya
sebagai berikut:
a. Mempunyai Tekad yang Besar dan Kuat
Seseorang yang hendak menghafalkan al-Qur‟an wajib mempunyai
tekad atau kemauan yang besar dan kuat. Hal ini akan sangat membantu
kesuksesan dalam menghafalkan al-Qur‟an. Sebab, saat proses
menghafalkan al-Qur‟an, seseorang tidak aka terlepas dari berbagai
37
yang besar dan kuat, dan terus berusaha untuk menghafalkan al-Qur‟an,
maka semua ujian tersebut insyaallah akan bisa dilalui dan dihadapi
dengan penuh rasa sabar.
b. Harus Berguru Kepada yang Ahli (Seorang yang Hafidz)
Seorang yang menghafalkan al-Qur‟an harus berguru kepada ahlinya,
yaitu guru tersebut harus seorang yang hafal al-Qur‟an, serta orang
yang sudah mantap dalam segi agama dan pengetahuannya tentang
al-Qur‟an, seperti ulumul al-Qur‟an, asbab an-nuzul, tafsir, dan ilmu tajwid.
c. Berdoa agar Sukses Menghafal Al-Qur‟an
Berdoa adalahpermohonan seorang hamba kepada sang Khaliq. Oleh
karena itu, penghafal al-Qur‟an harus memohon kepada Allah Swt.
supaya dianugerahkan nikmat dalam proses menghafalkan al-Qur‟an,
khatam 30 juz, lancar, fasih, dan selalu istiqamah dalam muraja‟ah.
d. Memaksimalkan Usia
Pada dasarnya tidak ada batasan usia bagi seseorang yang hendak
menghafalkan al-Qur‟an. Sebab, pada waktu al-Qur‟an diturunkan,
banyak diantara para sahabat yang baru memulai menghafal al-Qur‟an
setelah usia mereka dewasa bahkan lebih dari 40 tahun. Meskipun
demikian, sebaiknya kita menghafalkan al-Qur‟an dalam usia “emas”
yaitu usia 5-23 tahun. Sebab, pada usia tersebut, kekuatan hafalan
38
4. Kaidah-Kaidah dalam Menghafal Al-Qur’an
Sani dan Kadri (2016:297-299) mengatakan, menghafal al-Qur‟an
akan menjadi sulit jika tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh.
Beberapa kaidah yang harus dilakukan untuk dapat menghafal al-Qur‟an:
a. Ikhlas
Ikhlas adalah syarat utama agar segala pekerjaan mendapatkan ridha
Allah. Rasulullah Saw bersabda, ”segala sesuatu tergantung pada
niatnya”. Jadi, menghafal Al-Qur‟an, niat perlu diluruskan, yakni hanya
mengharap ridha Allah.
b. Mengamalkan Hafalan Al-Qur‟an
Mengamalkan isi al-Qur‟an merupakan hal terpenting dalam mengkaji
dan menghafal al-Qur‟an karena al-Qur‟an merupakan petunjuk hidup
bagi umat manusia. Walupun seseorang dapat menghafal seluruh
al-Qur‟an, namun jika amalan dari perbuatannya tidak mencerminkan
amalan dan akhlak al-Qur‟an maka semua itu akan sia-sia.
c. Meninggal Perbuatan Dosa dan Maksiat
Meninggalkan perbuatan dosa dan maksiat menjadi keharusan, karena
ketika seorang berbuat maksiat maka hati dan jiwa menjadi gelap
sehingga menghambat proses menghafal al-Qur‟an. Maksiat ibarat noda
yang membuat hati kotor. Jika maksiat dilakukan terus menerus, hati
akan menjadi pekat dan tidak dapat menampung cahaya al-Qur‟an. Oleh
sebab itu, jika ada maksiat yang dilakukan, hendaklah bertaubat dan
39
d. Membaca Al-Qur‟an Secara Terus-menerus
Pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus akan membuat orang
yang mengerjakannya menjadi terlatih sehingga lebih mudah
mengingatnya. Demikian pula dengan membaca al-Qur‟an, jika sebuah
ayat diulang secara terus menerus, kemungkinan untuk hafal al-Qur‟an
akan lebih besar.
e. Berdoa
Doa merupakan senjata orang Islam, terutama jika orang tersebut yakin
bahwa tidak ada yang sia-sia dari doanya dan selalu yakin bahwa Allah
selalu mengabulkan doa mereka baik secara langsung, ditunda
waktunya, atau diganti yang lebih baik. Ada beberapa waktu yang tepat
dalam berdoa yaitu pada waktu sahur, selesai shalat, 10 hari akhir
Ramadhan, ketika sendiri dalam keheningan malam, dsb.
f. Pemahaman yang Benar
Orang yang paham arti sesuatu yang sedang ia hafal akan lebih mudah
menghafal dibandingkan dengan orang yang tidak paham. Untuk
membantu pemahaman tentang bacaan al-Qur‟an dapat menggunakan
al-Qur‟an dan terjemahnya atau tafsir al-Qur‟an.
g. Membaca dengan Tajwid
Membaca al-Qur‟an dengan tajwid akan memperoleh pahala yang
besar. Hal yang harus diperhatikan dalam belajar tajwid adalah harus
belajar dari seorang guru yang sudah benar hafalan dan bacaannya,