i
IMPLEMENTASI
TA’ZIR
UNTUK MENINGKATKAN
KEDISIPLINAN SALAT BERJAMA
’
AH PADA SANTRIWATI
PONDOK PESANTREN AL MUNTAHA SALATIGA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Azizatun Ni’ammah
NIM: 111-14-323
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
vi MOTTO
ا( اًرْسُي ِرْسُعْلا َعَم َّنِا
نلإ
رش
ا
: ح
6
)
Artinya: Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan (QS. Al Insyirah: 6)
vii
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah Swt. atas limpahan rahmat serta karunia-Nya, Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Orang tua tercinta, bapak Jumirin dan ibu Zulaichatu Mu‟awiyah yang
senantiasa memberikan kasih sayang dan do‟anya kepada penulis.
2. Kedua saudara penulis, mbak Arifah Puji Handayu dan dik Ayik Agil
Husaini yang selalu memberikan dukungan dan do‟anya kepada penulis. 3. Almamater tercinta Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
4. Santriwati pondok pesantren Al Muntaha Salatiga yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian di pondok pesantren.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. yang selalu melimpahkan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis, sehingga pada
kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi
Ta‟zir Untuk Meningkatkan Kedisiplinan Salat Berjama‟ah Pada Santriwati
Pondok Pesantren Al Muntaha Salatiga”. Salawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw, yang menjadi suri tauladan kepada seluruh umat manusia di dunia serta yang selalu dinantikan syafaatnya dihari kiamat kelak.
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi kewajiban dan syarat guna memperoleh gelar sarjana pendidikan di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M. Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan.
ix
4. Bapak Mohammad Ali Zamroni, M.A., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing dengan ikhlas, memberikan saran dan arahan kepada penulis.
5. Ibu Dra. Hj. Maryatin, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang sabar membimbing dan mengarahkan selama penyusunan skripsi. 6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah memberikan
ilmu dan pengalaman selama dibangku perkuliahan sampai menyelesaikan skripsi ini.
7. Ibu Nyai Hj. Siti Zulaecho yang senantiasa penulis nantikan barakah serta ridhonya.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga skripsi ini bermanfaat dan berguna bagi semua pihak.
x ABSTRAK
Ni‟ammah, Azizatun. 2018. Implementasi Ta‟zir Untuk Meningkatkan
Kedisiplinan Salat Berjama‟ah Pada Santriwati Pondok Pesantren Al
Muntaha Salatiga. Skripsi. IAIN Salatiga. Pembimbing: Dra. Maryatin, M. Pd.
Kata Kunci: Implementasi, Ta‟zir , Kedisiplinan
Penelitian ini membahas tentang implementasi ta‟zir untuk meningkatkan
kedisiplinan salat berjama‟ah santriwati di Pondok Pesantren Al Muntaha
Salatiga. Fokus penelitian ini meliputi: 1) Bagaimana bentuk ta‟zir yang
diterapkan untuk meningkatkan kedisiplinan salat berjama‟ah pada santriwati
Pondok Pesantren Al-Muntaha Salatiga?, 2) Bagaimana efektivitas ta‟zir terhadap
kedisiplinan salat berjama‟ah pada santriwati Pondok Pesantren Al-Muntaha Salatiga?, 3) Apa sajakah faktor yang mendukung dan menghambat dalam implementasi ta‟zir untuk meningkatkan kedisiplinan salat berjama‟ah pada santriwati Pondok Pesantren Al-Muntaha Salatiga?.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Metode pengumpulan data meliputi metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Peneliti bertindak sebagai partisipan dan informan penelitian ini adalah pengurus dan santriwati. Keabsahan data dilakukan dengan cara perpanjangan keikutsertaan dan triangulasi data. Analisis data meliputi reduksi data, display data dan menarik kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) bentuk penerapan ta‟zir, adanya bel, adanya absensi, santriwati yang tidak salat berjama‟ah dikenai denda dan mengaji dengan berdiri. 2) Diterapkannya ta‟zir dikatakan efektif dalam
mendisiplinkan santriwati yang tidak mengikuti salat berjama‟ah disebabkan
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN BERLOGO ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v
MOTTO... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Penelitian ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Penegasan Istilah ... 6
F. Sistematika Penulisan... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10
xii
B. Landasan Teori ... 13
1. Ta‟zir (hukuman) ... 13
a. Pengertian hukuman ... 13
b. Tujuan hukuman... 14
c. Macam-macam hukuman ... 17
d. Syarat-syarat hukuman ... 19
2. Kedisiplinan dalam pendidikan ... 21
a. Pengertian disiplin ... 21
b. Macam-macam disiplin ... 22
c. Faktor pembentukan disiplin ... 24
3. Ta‟zir sebagai bentuk kedisiplinan santriwati ... 26
BAB III METODE PENELITIAN... 31
A. Jenis Penelitian dan Pendekatan... 31
B. Kehadiran Peneliti ... 32
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32
D. Sumber Data ... 32
E. Prosedur Pengumpulan Data ... 33
F. Analisis Data ... 35
G. Pengecekan Keabsahan Data... 37
H. Tahap-tahap Penelitian ... 39
BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA ... 40
A. Paparan Data ... 40
xiii
a. Profil Pondok Pesantren Al Muntaha ... 40
b. Letak geografis ... 40
c. Sejarah pondok pesantren ... 41
d. Visi dan misi pondok pesantren ... 42
e. Struktur organisasi ... 42
f. Tata tertib pondok pesantren... 44
g. Kegiatan santriwati ... 51
h. Sarana prasarana ... 55
2. Temuan Penelitian ... 56
B. Analisis Data ... 62
BAB V PENUTUP ... 68
A. Kesimpulan ... 68
B. Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA ... 70
xiv
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 Keterangan SKK ... 73
2. Lampiran 2 Riwayat Hidup Penulis ... 79
3. Lampiran 3 Surat Tugas Penunjukan Dosen Pembimbing ... 80
4. Lampiran 4 Surat Izin Penelitian ... 81
5. Lampiran 5 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 82
6. Lampiran 6 Lembar Konsultasi Bimbingan Skripsi ... 83
7. Lampiran 7 Instrumen Pengumpulan Data ... 84
8. Lampiran 8 Pedoman Observasi ... 85
9. Lampiran 9 Pedoman Wawancara ... 86
10.Lampiran 10 Transkip Hasil Wawancara ... 88
11.Lampiran 11 pedoman dokumentasi ... 100
12.Lampiran 12 Reduksi Data ... 101
13.Lampiran 13 Triangulasi Data ... 107
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kemampuan individu, yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan ini bertujuan adanya perubahan yang lebih baik pada subjek didik setelah mengalami proses pendidikan baik tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dari alam sekitar dimana individu itu hidup.
Menurut Purwanto (2007:27) pendidikan adalah pimpinan orang dewasa terhadap anak dalam perkembangan ke arah kedewasaan. Jadi tujuan pendidikan adalah membawa anak kepada kedewasaan, yang berarti bahwa ia harus dapat menentukan diri sendiri dan bertanggung jawab sendiri.
Dalam pendidikan terdapat banyak alat-alat yang di gunakan dalam mendidik. Salah satunya yaitu hukuman. Hukuman di gunakan untuk memperbaiki kesalahan anak didik agar tidak mengulangi kesalahan yang sama atau kesalahan lainnya serta untuk menanamkan kedisiplinan peserta didik.
2
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non klasikal, tetapi dengan sistem bandongan dan sorogan. Di mana seorang kyai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab (Nasir, 2005: 81).
Sebagai lembaga pendidikan yang sudah lama berkembang di Indonesia, pondok pesantren selain telah berhasil membina dan mengembangkan kehidupan di Indonesia, juga ikut berperan dalam menanamkan rasa kebangsaan ke dalam jiwa rakyat Indonesia, serta ikut berperan aktif dalam upaya mencerdaskan bangsa (Depag RI, 2013: 1).
Peran pondok pesantren sangat penting dalam mengembangkan karakter dan kepribadian santri-santrinya sebagai anak bangsa, serta besarnya kontribusi pesantren dalam membangun ilmu pengetahuan agama. Oleh karena itu pondok pesantren memiliki peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh semua santri yang berada di pondok pesantren, demi terwujudnya tujuan pesantren itu sendiri.
3
Uraian di atas sudah jelas bahwa kedisiplinan sangatlah penting terhadap perkembangan kepribadian anak. Dalam mendisiplinkan anak tidak harus menggunakan kekerasan atas hukuman yang bersifat fisik, akan tetapi dapat menggunakan hukuman yang bersifat mendidik melalui ibadah amaliah seperti membaca Al-Qur‟an, menghafalkan surat-surat pilihan dan lain sebagainya. Namun memberikan hukuman fisik kepada anak juga diperbolehkan sebagai tahap akhir setelah memberi nasihat serta dengan cara lain tidak bisa. Rasulullah saw. bersabda:
ِب ْمُكَد َلَْوَأ اوُرُم َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُللها ىَّلَص ِللها ُلْوُسَر َلاَق :َلاَق صاَعْلا نْب ورْمَع ِنْب ِللها َدْبَع ْنَع
saw. Bersabda, perintahkanlah kepada anak-anakmu salat, sedang mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka kalau meninggalkannya, sedang mereka berumur sepuluh tahun. Dan pisahlah di antara mereka itu tempat tidurnya. (HR. Abu Daud) (Al Albani, 2012: 198).
Terkait hukuman Nabi Muhammad saw. menjelaskan serta memberikan tauladan bagaimana menerapkan hukuman, seperti hadis diatas yakni Nabi memerintahkan orang tua untuk memberikan hukuman pukul bagi anak yang tidak melaksanakan salat ketika berumur 10 tahun.
4
Bentuk penerapan ta‟zir atau hukuman bagi pelanggar peraturan yang diterapkan di Pondok Pesantren Al Muntaha Salatiga dirasa masih kurang maksimal, karena masih sering adanya santriwati yang melanggar
peraturan terutama dalam masalah salat berjama‟ah. Akan tetapi banyak
juga santriwati yang taat pada peraturan pondok. Strategi untuk mencapai tujuan mengembangkan pondok pesantren, antara lain melalui keteladanan pengasuh serta pengurusnya, melalui nasehat-nasehat, bimbingan dan hukuman, dan diterapkan dengan penuh disiplin.
Berdasarkan dari masalah diatas, peneliti terdorong untuk mengangkatnya sebagai bahan untuk menyusun skripsi dengan judul
“Implementasi Ta‟zirUntuk Meningkatkan Kedisiplinan Salat Berjama‟ah Pada Santriwati Pondok Pesantren Al Muntaha Salatiga”.
B. Fokus Penelitian
1. Bagaimana bentuk ta‟zir yang diterapkan untuk meningkatkan
kedisiplinan salat berjama‟ah pada santriwati Pondok Pesantren Al -Muntaha Salatiga?
2. Bagaimana efektivitas ta‟zir terhadap kedisiplinan salat berjama‟ah pada santriwati Pondok Pesantren Al-Muntaha Salatiga?
5 C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui bentuk ta‟zir yang diterapkan untuk meningkatkan kedisiplinan salat berjama‟ah pada santriwati Pondok Pesantren Al -Muntaha Salatiga.
2. Mengetahui efektivitas ta‟zir terhadap kedisiplinan salat berjama‟ah pada santriwati Pondok Pesantren Al-Muntaha Salatiga.
3. Mengetahui faktor yang mendukung dan menghambat dalam implementasi ta‟zir untuk meningkatkan kedisiplinan salat berjama‟ah pada santriwati Pondok Pesantren Al-Muntaha Salatiga.
D. Manfaat Penelitian
Penulisan ini diharapkan nantinya akan memberikan manfaat bagi semua kalangan. Adapun berbagai manfaat yang diharapkan itu antara lain sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
Hasil Penelitian ini secara teoretis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmu dalam memperkaya wawasan dan pengetahuan baru, khususnya terkait dengan implementasi ta‟zir untuk
meningkatkan kedisiplinan salat berjama‟ah pada santriwati Pondok
Pesantren Al Muntaha Salatiga. 2. Manfaat Praktis
6
b. Bagi santriwati, dapat meningkatkan kedisiplinan salat berjamaah yang diterapkan di Pondok Pesantren Al Muntaha Salatiga.
c. Bagi peneliti, dapat meningkatkan jiwa disiplin, sadar dan taat
akan peraturan kaitannya dengan salat berjama‟ah.
E. Penegasan Istilah 1. Implementasi Ta’zir
Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan. Browne dan Widavsky didalam bukunya Nurdin (2002:70) mengemukakan bahwa implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan; pengertian lain dikemukakan oleh Schubert bahwa implementasi merupakan sistem rekayasa. Pengertian-pengertian ini memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem.
Sedangkan ta‟zir dalam istilah Fikih Jinayat berarti pengajaran. Sedangkan pengertian ta‟zir berdasarkan istilah hukum Islam adalah hukuman yang bersifat mendidik yang tidak mengharuskan pelakunya dikenai had dan tidak pula harus membayar kaffarat atau diyat (Ali, 2006: 129).
7 2. Kedisiplinan Salat Berjama’ah
Menurut Rachman dalam Tu‟u (2008: 32) disiplin adalah upaya
mengendalikan diri dan sikap mental individu atau masyarakat dalam mengembangkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul dari dalam hatinya.
Sedangkan salat menurut bahasa Arab adalah doa, tetapi yang dimaksud disini adalah ibadat yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam, dan memenuhi beberapa syarat yang ditentukan. Dan yang disebut salat
berjama‟ah adalah apabila dua orang salat bersama-sama dan salah seorang diantara mereka mengikuti yang lain (Rasjid, 2014: 106).
Kedisiplinan salat berjama‟ah dapat diartikan bahwa upaya
mengendalikan diri dalam mengembangkan ketaatan terhadap
peraturan wajib salat berjama‟ah yang telah ditetapkan
dilingkungannya.
3. Santriwati Pondok Pesantren
Santriwati adalah sebutan para peserta didik pada pesantren yang umumnya menetap di Pesantren (Depag RI, 2003: 1).
8
dan sorogan. Di mana seorang kyai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab (Nasir, 2005: 81).
Santriwati pondok pesantren yakni peserta didik yang umumnya menetap di pesantren dimana mereka menerima pendidikan agama melalui pengajian atau madrasah dari beberapa kyai.
Berdasarkan dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian implementasi ta‟zir untuk meningkatkan kedisiplinan salat berjamaah pada santriwati pondok pesantren Al Muntaha Salatiga adalah hukuman yang diterapkan di Pondok Pesantren Al Muntaha
Salatiga khususnya dalam hal salat berjama‟ah bagi santriwati yang melanggar, yang bersifat mendidik, sehingga santriwati dapat mengenali dan bertanggungjawab atas kesalahannya serta tidak mengulangi kesalahannya lagi.
F. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah dan sistematika penulisan. BAB II : LANDASAN TEORI
9
dengan implementasi ta‟zir untuk meningkatkan
kedisiplinan shalat berjama‟ah.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bagian ini memuat uraian tentang metode dan langkah-langkah penelitian secara operasional yang meliputi: jenis penelitian dan pendekatan, kehadiran peneliti, lokasi dan waktu penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.
BAB IV : PAPARAN DAN ANALISIS DATA
Pada bab ini berisi tentang gambaran umum Pondok Pesantren Al Muntaha Salatiga, temuan penelitian dan analisis data hasil penelitian yang diperoleh peneliti dalam melakukan penelitian tentang ta‟zir sebagai perwujudan
untuk meningkatkan kedisiplinan salat berjama‟ah di
Pondok Pesantren Al Muntaha Salatiga. BAB V : PENUTUP
10 BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelusuran peneliti tentang fokus penelitian yang akan diteliti, peneliti menemukan beberapa penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan diteliti. Di antaranya sebagai berikut:
Pertama, Muhammad Alvi Wibowo (IAIN Salatiga, 2016) melakukan penelitian yang berjudul Reward dan Punishment sebagai Bentuk Kedisiplinan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah. Dalam
penelitian ini penulis membahas tentang adanya reward dan punishment sebagai bentuk kedisiplinan dalam menaati seluruh peraturan yang diterapkan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah. Dalam skripsi ini menunjukkan bahwa penerapan reward dan Punishment merupakan respon para pengurus terhadap santri yang melanggar tata tertib. Penerapan reward di Pesantren ini tidak hanya berupa materi, bisa juga dengan
ucapan. Sedangkan penerapan punishment selain menghafal surat-surat pendek, menambah jam belajar malam, juga dengan hukuman fisik yang tidak menyakitkan, seperti berlari mengelilingi halaman, push up. Tujuan penerapan ini agar santri mempunyai sikap kedisiplinan dan rasa tanggung jawab dalam menaati peraturan yang diterapkan di pesantren.
11
Islam. Dalam penelitian ini penulis mengkaji tentang reward dan punishment dalam perspektif pendidikan Islam dan relevansinya dalam
pendidikan saat ini. Dalam skripsi ini menunjukkan bahwa memberikan reward pada anak harus ada batasannya, karena semakin sering digunakan
maka akan berkurang efek pemberian reward tersebut. Begitu pula menghukum anak yang melakukan kesalahan juga diperbolehkan namun dengan memperhatikan tata caranya. Seperti ketika memukul anak yang melakukan kesalahan, dalam Islam diperbolehkan. Yaitu pukulan yang dimaksud adalah pukulan yang tidak menyakitkan yang memiliki tujuan memberikan efek jera kepada anak agar tidak mengulangi kesalahan atau tidak melakukan kesalahan yang lain. Namun pendidikan di Indonesia tidak memperbolehkan memukul anak, karena akan bertentangan dengan undang-undang perlindungan anak. Artinya hukuman yang diberikan tidak boleh bersinggungan dengan fisik, akan tetapi menggunakan cara untuk memotivasi anak agar berbuat baik.
12
halaman pondok, dan lain-lain. Selain hukuman bersifat fisik, ada juga hukuman yang non fisik berupa menulis bait nadhom sesuai tingkatannya, menulis istighfar dan lafazd al-fatihah dan lain sebagainya.
Persamaan dari ketiga penelitian di atas dengan penelitian ini adalah membahas mengenai implementasi ta‟zir dalam pendidikan. Pada penelitian pertama, penulis mengkaji tentang reward dan punishment sebagai bentuk kedisiplinan dalam menaati seluruh peraturan yang diterapkan di Pondok Pesantren Agro Nuur El Falah. Sedangkan penelitian yang kedua, penulis mengkaji tentang reward dan punishment dalam perspektif pendidikan Islam. Pada penelitian ketiga juga membahas tentang implementasi ta‟zir bagi santri pondok pesantren An-Nur. Sedangkan pada penelitian ini membahas ta‟zir untuk meningkatkan kedisiplinan dalam menaati peraturan yang diterapakan di pesantren khususnya hanya mengenai peraturan pada salat berjama‟ah.
Perbedaan penelitian di atas yakni, dalam penelitian pertama dan kedua diatas membahas tentang adanya reward, sedangkan dalam penelitian ketiga dan penelitian ini tidak membahasnya. Dalam penelitian ketiga dan penelitian ini tidak membahas tentang reward karena tempat yang peneliti teliti tidak menerapkan adanya reward.
Hasil dari penelusuran terhadap penelitian terdahulu, bahwa tidak ada
satu penelitianpun yang meneliti tentang implementasi Ta‟zir Untuk
13
Pesantren Al Muntaha Salatiga. Sehingga penelitian ini bisa dinilai layak untuk dikaji lebih lanjut untuk dijadikan sebagai objek penelitian.
B. Landasan Teori 1. Ta’zir (hukuman)
a. Pengertian Ta’zir(hukuman)
Secara bahasa, lafaz ta‟zir berasal dari kata ََرَّزَع yang sinonimnya َُّدّزلاَوَ ُعْىَملا (mencegah dan menolak) dan َُبْيِدْعَّتلا (mendidik). Ta‟zir diartikan demikian karena ia dapat mencegah pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya, dan dimaksudkan untuk mendidik dan memperbaiki pelaku agar ia menyadari perbuatannya kemudian meninggalkan dan menghentikannya.
Sedangkan menurut istilah, ta‟zir adalah hukuman yang bersifat mendidik atas suatu perbuatan yang hukumannya belum
ditetapkan oleh syara‟ dan diserahkan kepada ulil amri untuk
menetapkannya (Muslich, 2005: 248).
Menurut Ibnu Taimiyah di dalam bukunya Basyir (2001: 56) mengatakan bahwa ta‟zir adalah hukuman yang tidak ditentukan macamnya dalam dalil dan syarak, dengan akibat bahwa bentuk hukuman ta‟zir akan berbeda-beda menurut besar kecilnya bahaya yang diakibatkan oleh perbuatan yang dilakukan.
14 akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi” (At Taubah: 74) (Kemenag, 2017: 199).
Ayat diatas menjelaskan bahwa barang siapa yang mengerjakan perbuatan dosa atau melakukan kesalahan, maka akan mendapatkan hukuman sesuai dengan tingkat kesalahan yang diperbuatnya baik didunia maupun diakhirat. Kita juga harus meyakini bahwa azab Allah lebih pedih dari perbuatan dosa yang kita kerjakan, agar kita selalu taat terhadap perintahnya dan menjauhi larangannya.
Berdasarkan pengertian di atas, yang dimaksud ta‟zir adalah memberikan hukuman kepada anak didik yang besifat mendidik untuk memperbaiki watak dan kepribadian anak didik, meskipun hasilnya belum tentu dapat diharapkan. Adanya hukuman ini bertujuan agar anak didik menyadari kesalahannya, serta merasa jera atas perbuatannya dan meninggalkannya.
b. Tujuan Hukuman
15 1) Teori Pembalasan
Menurut teori ini, hukuman diadakan sebagai pembalasan dendam terhadap pelanggaran yang telah dilakukan seseorang. Teori ini adalah teori tertua yang tentunya tidak boleh dipakai dalam pendidikan. Karena dengan adanya dendam akan menimbulkan permusuhan antara pendidik dan anak didik. 2) Teori Ganti Kerugian
Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk mengganti kerugian-kerugian yang telah diderita akibat dari kejahatan-kejahatan atau pelanggaran itu. Hukuman ini banyak dilakukan dalam masyarakat atau pemerintahan. Dalam proses pendidikan, teori ini masih belum cukup. Karena dengan hukuman semacam itu anak mungkin menjadi tidak merasa bersalah karena kesalahannya itu telah terbayar dengan hukuman.
3) Teori Menakut-Nakuti
16
keinsafan bahwa perbuatannya memang buruk. Dalam hal ini anak tidak terbentuk kata hatinya.
4) Teori Perbaikan
Menurut teori ini hukuman itu ialah untuk menyadarkan anak didik atas kesalahan yang telah dilakukannya dan memperbaiki dirinya agar tidak mengulangi kesalahannya lagi. Pada teori ini memiliki maksud agar anak menjadi lebih baik setelah menerima hukuman atas kesalahan yang ia perbuat. 5) Teori Perlindungan
Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk melindungi orang lain dari kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan salah yang dilakukan oleh seorang anak didik (Purwanto, 2007: 187).
17
aspek saja dan saling membutuhkan kelengkapan dari teori-teori yang lain.
c. Macam-Macam Hukuman
Memberikan hukuman menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan pada anak. Namun hukuman ini bermaksud mendidik anak ke arah yang baik serta supaya anak didik dapat memperbaiki kesalahannya.
Ada pendapat yang membedakan hukuman itu menjadi dua macam, yaitu:
1) Hukuman preventif, yaitu hukuman yang dilakukan agar tidak atau jarang terjadi pelanggaran. Hukuman ini bermaksud untuk mencegah agar tidak terjadi pelanggaran, sehingga hal itu dilakukannya sebelum pelanggaran itu terjadi.
2) Hukuman represif, yaitu hukuman yang dilakukan karena adanya pelanggaran. Jadi hukuman ini dilakukan setelah terjadi pelanggaran atau kesalahan (Purwanto, 2007: 189).
18
William Stern membedakan tiga macam hukuman yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak-anak yang menerima hukuman. Di antaranya adalah:
1) Hukuman Asosiatif
Umumnya, orang mengasosiasikan antara hukuman dan kejahatan atau pelanggaran, antara penderitaan yang diakibatkan oleh hukuman dengan perbuatan pelanggaran yang dilakukan. Untuk menyingkirkan perasaan tidak enak (hukum) itu, biasanya orang atau anak akan menjauhi perbuatan yang tidak baik atau yang dilarang.
2) Hukuman Logis
Hukuman logis ini dipergunakan pada anak-anak yang telah agak besar. Karena mereka telah mengerti bahwa hukuman itu adalah akibat dari pekerjaan atau perbuatannya yang tidak baik. Misalnya seorang anak mencoret-coret dan mengotori papan tulis, kemudian anak tersebut disuruh untuk menghapus dan membersihkannya.
3) Hukuman Moril
19
dan menginsafkan anak terhadap perbuatannya yang salah, dan memperkuat kemauannya untuk selalu berbuat baik.
Perlu diketahui anak, bahwa pendidik memberikan hukuman bukanlah karena marah atau merasa tersinggung, akan tetapi untuk memperbaiki, didorong oleh cinta kepada anak-anak. Apabila anak mengetahui maksud pendidik memberikan hukuman yaitu demi kebaikannya sendiri, anak akan mengerti dan dapat mengambil hikmah dari hukuman yang diberikan kepadanya.
d. Syarat-Syarat Penerapan Hukuman
Memberikan hukuman tidak boleh dilakukan sewenang-wenang menurut kehendak seseorang, karena menghukum itu bukanlah soal perseorangan, melainkan mempunyai sifat kemasyarakatan. Dalam memberikan hukuman hanya dilakukan dalam keadaan terpaksa apabila memberikan nasihat dan teguran sudah dilakukan.
Agar hukuman tetap bersifat pedagogis (pendidikan), perlu memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:
1) Tiap-tiap hukuman hendaklah dapat dipertanggung jawabkan. Tidak boleh melakukan hukuman dengan sewenang-wenang. 2) Hukuman itu bersifat memperbaiki yang terdapat nilai normatif
20
3) Hukuman tidak boleh bersifat ancaman atau pembalasan dendam yang bersifat perorangan.
4) Jangan menghukum pada waktu sedang marah. Sebab, kemungkinan besar hukuman itu menjadi tidak adil atau terlalu berat.
5) Memberikan hukuman harus dalam keadaan sadar dan sudah dipertimbangkan terlebih dahulu.
6) Jangan melakukan hukuman badan, sebab pada hakikatnya hukuman badan dilarang oleh negara.
7) Hukuman tidak boleh merusakkan hubungan antara pendidik dan anak didiknya, sehingga hukuman yang diberikan itu harus dapat dimengerti dan dipahami anak.
8) Adanya kesanggupan memberi maaf dari si pendidik sesudah menjatuhkan hukuman dan setelah anak itu menginsafi kesalahannya (Purwanto, 2007:27).
Adapun syarat-syarat hukuman lain yang bersifat pedagogis di antaranya:
1) Hukuman harus setimpal dengan kesalahannya (adil) 2) Menghukum tanpa emosi
3) Hukuman sudah disepakati sebelumnya
21 2. Kedisiplinan dalam Pendidikan
a. Pengertian Disiplin
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006: 296), disiplin adalah tata tertib, ketaatan dan kepatuhan pada aturan dan tata tertib, bidang studi yang memiliki objek dan sistem tertentu.
Kata disiplin memiliki makna menghukum, melatih, dan mengembangkan kontrol diri sang anak. Marilyn E. Gootman, Ed. D., seorang ahli pendidikan dari University of Georgia di Athens, Amerika, berpendapat bahwa disiplin akan membantu anak untuk mengembangkan kontrol dirinya, dan membantu anak mengenali perilaku yang salah lalu mengoreksinya (Nizar, 2009: 22).
Sedangkan menurut Prijodarminto dalam Tu‟u (2008: 31) merumuskan bahwa disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, keteraturan atau ketertiban.
22
Muhammad saw. dalam memimpin dan mendidik umatnya mengfungsikan diri beliau sebagai uswatun hasanah.
Allah memperingatkan kita semua khususnya para pendidik dengan firman-Nya dalam Al-Qur‟an surat Ash-Shaff ayat 3 yang berbunyi:
ََنْىُلَعْفَتَ َلََاَمَاْىُلْىُقَتَ ْنَأَِاللَََّدْىِعَاًتْقَمََزُبَك
َ
َ: ّفّصلا(
3
)
Artinya: “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan” (
Ash-Shaff: 3) (Kemenag, 2017: 551).
Berkaitan dengan memberi tauladan dari pendidik kepada anak didiknya, ayat diatas menjelaskan bahwa seorang pendidik harus bisa memberikan tauladan yang baik kepada anak didiknya sesuai apa yang dinasihatkan kepada mereka. Karena pada hakikatnya, anak lebih mudah meniru apa yang mereka lihat, dibanding dengan apa yang mereka dengar.
Berdasarkan pengertian-pengertian disiplin diatas, dapat penulis simpulkan bahwa disiplin adalah ketaatan seseorang terhadap peraturan yang ada di masyarakatnya, yang ia lakukan dengan ikhlas dan karena adanya kesadaran dirinya bahwa hal itu sangat berguna demi kebaikannya.
b. Macam-Macam Disiplin
23 1) Disiplin Otoritarian
Dalam disiplin otoritarian, peraturan dibuat sangat ketat dan rinci. Disiplin otoritarian selalu berarti pengendalian tingkah laku berdasarkan tekanan, dorongan pemaksaan dari luar diri seseorang. Hukuman dan ancaman kerapkali dipakai untuk memaksa, menekan, mendorong seseorang mematuhi dan menaati peraturan.
2) Disiplin Permisif
Dalam disiplin ini seseorang dibiarkan bertindak menurut keinginannya. Kemudian dibebaskan untuk mengambil keputusan sendiri dan bertindak sesuai dengan keputusan yang diambilnya itu.
3) Disiplin Demokratis
Pendekatan disiplin demokratis dilakukan dengan memberi penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu anak memahami mengapa diharapkan mematuhi dan menaati peraturan yang ada. Teknik ini menekankan aspek edukatif bukan aspek hukuman. Sansi atau hukuman dapat diberikan kepada yang menolak atau melanggar tata tertib. Akan tetapi, hukuman dimaksudkan sebagai upaya menyadarkan,
mengoreksi dan mendidik (Tu‟u, 2008: 44).
24
dengan disiplin otoritarian dan disiplin permisif. Karena tidak semua siswa memiliki kesadaran yang tinggi tentang pentingnya disiplin. Namun bagi mereka yang seperti ini, perlu adanya kombinasi antara disiplin demokratis dan disiplin otoritarian. Selain memberikan penekanan kesadaran dan
tanggung jawab, perlu menekankan kepatuhan dan ketaatan serta sanksi bagi para pelanggarnya.
c. Faktor Pembentukan Disiplin
Faktor dominan yang dapat mempengaruhi dan membentuk disiplin terdapat empat faktor, di antaranya:
1) Kesadaran Diri
Kesadaran diri sebagai pemahaman diri bahwa disiplin dianggap penting bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya. Karena dengan adanya kesadaran dalam diri seseorang akan menjadi motif yang sangat kuat terwujudnya kedisiplinan. 2) Mengikuti dan Menaati Peraturan
25 3) Alat Pendidikan
Alat pendidikan bermaksud untuk mempengaruhi, mengubah, membina dan membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan.
4) Hukuman
Hukuman sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan meluruskan yang salah sehingga orang kembali pada perilaku
yang sesuai dengan harapan (Tu‟u, 2008: 48).
Selain keempat faktor tersebut, masih ada beberapa faktor lain yang dapat berpengaruh pada pembentukan disiplin individu, antara lain:
1) Teladan
Perbuatan dan tindakan kerap kali lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan kata-kata. Sehingga siswa lebih mudah terpengaruh dengan apa yang dilihat daripada apa yang didengar. Karena itu, contoh dan teladan disiplin atasan, kelapa sekolah serta guru-guru sangat berpengaruh terhadap disiplin siswa.
2) Lingkungan Berdisiplin
26 3) Latihan Berdisiplin
Disiplin dapat dicapai dan dibentuk melalui proses latihan dan kebiasaan. Artinya, melakukan disiplin secara berulang-ulang dan membiasakannya dalam praktik-praktik disiplin sehari-hari. Dengan latihan dan membiasakan diri, disiplin akan terbentuk dalam diri siswa.
3. Ta’zir Sebagai Bentuk Kedisiplinan Santriwati
Pengembangan nilai-nilai kedisiplinan salah satunya dapat dilakukan dengan adanya hukuman. Hukuman dimaksudkan agar peserta didik taat dan patuh terhadap peraturan yang telah ditetapkan. Memberikan hukuman dalam dunia pendidikan tidak ada yang bersifat fisik. Karena memberikan hukuman yang baik yakni hukuman yang tidak menyakiti, akan tetapi dengan memberikan hukuman yang dapat menambah wawasan peserta didik. Seperti membaca al-qur‟an, menghafal surat-surat pilihan, dll. Dengan hukuman yang seperti ini, selain menambah wawasan serta pelajaran, peserta didik juga mendapatkan pahala dari Allah.
27
pesantren, yang bertujuan agar terbentuknya karakter yang baik bagi para santri, salah satunya yaitu memiliki jiwa disiplin.
Kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan di pondok pesantren yang memiliki tujuan untuk mengembangkan kedisiplinan para santriwati di antaranya adalah:
a. Salat berjama‟ah
Menurut Karimi (2017: 69) salat berjama‟ah adalah salat bersama, sekurang-kurangnya terdiri dari dua orang, yaitu imam
dan ma‟mum. Mengikuti salat berjama‟ah di pesantren diwajibkan bagi semua santri karena dengan adanya salat berjama‟ah dapat menumbuhkan jiwa disiplin para santri untuk melaksanakan salat tepat pada waktunya.
b. Bandongan
Bandongan adalah metode mengajar yang dilakukan dengan cara kyai membacakan teks-teks kitab berbahasa Arab, menerjemahkan ke dalam bahasa lokal, dan sekaligus menjelaskan maksud yang terkandung dalam kitab tersebut (Nafi‟, 2007: 67). Dalam hal ini santri memegang kitab yang sama dengan kyai dan menulis terjemah dibawah kata yang terdapat pada kitab tersebut. c. Sorogan
28
terdapat 2 macam. Yakni sorogan kitab dan sorogan al-qur‟an. Dimana santri menyetorkan hafalan yang sudah dihafal dihadapan kyai untuk disimakkan serta dikoreksi.
d. Salawatan
Menurut Afifuddin (2014: 13) para ahli epistimologi memberikan definisi salawat sebagai penghormatan atau sanjungan atas Nabi. Dalam hal ini salawatan yakni kegiatan yang bertujuan memberikan sanjungan kepada Nabi agar mendapatkan syafaat darinya.
Kegiatan salawatan di pesantren bertujuan untuk menanamkan rasa cinta santri kepada Rasulullah. Selain itu juga dapat menumbuhkan kreativitas serta mengasah bakat santri untuk menciptakan lagu dalam bersalawat.
e. Simaan
Simaan dalam istilah pesantren adalah kegiatan dimana seorang santri membaca al-qur‟an dan santri yang lain mendengarkan serta menyimak dan mengoreksi atau membenarkan apabila terjadi kesalahan.
f. Tahlilan
29
dan diikuti semua santri yang ada. Dalam kegiatan ini melatih santri ketika terjun dimasyarakat agar dapat memimpin dengan baik.
g. Khitobah
Khitobah adalah pidato atau ceramah yang mengandung penjelasan-penjelasan tentang beberapa masalah yang disampaikan dihadapan khalayak. Adanya kegiatan ini di pondok pesantren bertujuan melatih rasa percaya diri santri untuk berani tampil dihadapan umum atau banyak orang.
h. Tahajjud
Salat tahajjud adalah salat yang dikerjakan pada waktu tengah malam di antara setelah salat isya‟ sampai terbit fajar setelah bangun tidur (Zainuddin, 2016: 36).
Kegiatan ini dilaksanakan satu kali dalam satu minggu
tepatnya pada hari jum‟at di aula pondok, yang dilaksanakan secara individu (tidak berjama‟ah). Setelah salat, santriwati mengisi absen kehadiran secara mandiri yang telah disediakan pengurus. Adapun tujuan diadakan salat tahajjud ini adalah agar santriwati terlatih bangun pagi untuk melaksanakan ibadah serta menguji dan melatih kejujuran santriwati dalam mengisi absen.
i. Musabaqah
30
sekali sebelum memasuki bulan ramadhan. Sehingga kegiatan musabaqah diadakan dalam rangka menyambut bulan suci ramadhan. Diadakannya kegiatan ini bertujuan untuk mengasah bakat santri serta meningkatkan kekreatifannya.
j. Tahsin
Menurut Al-Fadhli (2015: 16) Tahsin berasal dari kata -ََهَّسَح َُهِّسَحُي
-اًىْيِسْحَت yang artinya membaguskan, memperbaiki. Dalam hal
ini tahsin al-qur‟an dapat diartikan sebagai upaya memperbaiki dan membaguskan bacaan al-qur‟an dengan baik dan benar.
Adanya kegiatan ini bertujuan untuk membenarkan bacaan al-qur‟an santriwati dan agar santriwati mengerti hukum bacaan yang terkandung dalam ayat yang dibaca. Jadi dalam hal ini santriwati tidak hanya bisa membaca al-Qur‟an dengan benar saja tetapi sekaligus juga mengerti hukum bacaannya.
31 BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang berangkat dari inkuiri naturalistik yang temuan-temuannya tidak diperoleh dari prosedur penghitungan secara statistik (Basrowi & Suwandi, 2008: 22).
Pendekatan yang akan penulis gunakan dalam melaksanakan penelitian ini adalah pendekatan fenomenologi. Dengan melakukan penyelidikan hati-hati, sistematika dan terus menerus terhadap suatu masalah dengan tujuan digunakan untuk keperluan tertentu. Adapun data yang penulis kumpulkan dengan menggunakan data deskriptif yang bermaksud untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian (Suryabrata, 2009: 76). Oleh karena itu pendekatan inilah yang akan digunakan oleh peneliti guna memperoleh data yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan.
32 B. Kehadiran Peneliti
Peneliti sebagai pengumpul data dan hadir secara langsung dalam aktivitas santriwati di lokasi penelitian, terutama dalam memperoleh data-data dan berbagai informasi yang dibutuhkan.
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi yang dipilih peneliti adalah Pondok Pesantren Al Muntaha Salatiga, yang terletak di Jl. Soekarno Hatta no. 39 Argomulyo, Cebongan, Salatiga. Peneliti memilih Pondok Pesantren Al Muntaha Salatiga, karena di pondok tersebut terdapat sesuatu yang menurut peneliti menarik untuk diteliti yaitu tentang adanya ta‟zir yang diterapkan di Pondok Pesantren Al Muntaha yang bertujuan untuk meningkatkan kedisiplinan santriwati dalam melaksanakan salat berjama‟ah.
Waktu penelitian adalah waktu secara umum yang digunakan peneliti selama penelitian. Dalam kesempatan ini peneliti melaksanakan penelitian mulai bulan Mei 2018 sampai selesai.
D. Sumber Data
Menurut Munawaroh (2013: 82) berdasarkan sumbernya, data dapat dibedakan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Adapun sumber data yang digunakan peneliti mengenai data primer dan sekunder adalah sebagai berikut:
33
ini yang menjadi informan adalah pengurus dan santriwati Pondok Pesantren Al Muntaha Salatiga yang akan peneliti wawancarai mengenai implementasi ta‟zir bagi santriwati yang melanggar
peraturan pondok khususnya mengenai salat berjama‟ah .
2. Data Sekunder adalah informasi yang telah dikumpulkan pihak lain. Dalam hal ini peneliti tidak langsung memperoleh data dari sumbernya. Peneliti bertindak sebagai pemakai data. Adapun bentuk data sekunder yang peneliti gunakan dapat berupa foto maupun tulisan yang berkaitan dengan sejarah pondok pesantren, struktur organisasi, peraturan-peraturan pondok pesantren dan lain-lain.
E. Prosedur Pengumpulan Data
Adapun alat pengumpulan data dapat menggunakan beberapa metode pengumpulan data yang biasa dipakai dalam penelitian sosial, yaitu:
1. Observasi (Pengamatan)
34
Tujuan pengamatan terutama adalah mencatat atau mendeskripsikan perilaku objek serta memahaminya (Wirartha, 2006: 37). Oleh karena itu peneliti akan melakukan observasi di Pondok Pesantren Al Muntaha Salatiga untuk mengamati serta mencatat kegiatan yang ada di pondok pesantren guna memperoleh data tentang implementasi ta‟zir sebagai perwujudan pendidikan kedisiplinan salat
berjama‟ah santriwati.
2. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data dengan jalan komunikasi, antara pengumpul data (pewawancara) dengan sumber data (responden). Dalam Komunikasi ini dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung (Wirartha, 2006: 37).
Dalam hal ini, dalam melakukan penelitian ini peneliti menggunakan komunikasi wawancara secara langsung, dimana peneliti akan mewawancarai pengurus dan santriwati Pondok Pesantren Al Muntaha untuk menanyakan secara lisan mengenai adanya peraturan
dan ta‟zir bagi santriwati yang melanggar khususnya mengenai salat
berjama‟ah di pondok pesantren.
Dalam proses wawancara ini, peneliti tidak melibatkan pengasuh (kyai) pondok pesantren Al Muntaha, karena peraturan-peraturan dan sanksi-sanksi serta yang mengoordinasi berjalannya tata tertib dan
35
menyetujui dengan adanya peraturan wajib salat berjama‟ah dan dengan diterapkannya hukuman bagi santriwati yang melanggar perlu diterapkan atau tidak. Sehingga pengasuh pondok tidak terlibat dalam proses wawancara.
3. Dokumentasi
Metode ini merupakan suatu cara pengumpulan data yang sudah tersedia dalam catatan dokumen. Dalam penelitian sosial, fungsi data yang berasal dari dokumentasi lebih banyak digunakan sebagai data pendukung dan pelengkap bagi data primer yang diperoleh melalui observasi dan wawancara (Basrowi & Suwandi, 2008: 158).
Oleh karena itu untuk melengkapi sumber data dari obeservasi dan wawancara, penulis mengumpulkan data mengenai hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian melalui tulisan, gambar agar hasil penelitian akan lebih objektif serta dapat dipercaya jika didukung oleh dokumen.
F. Analisis Data
36
Kumpulan data yang diperoleh dari observasi, wawancara, dan dokumentasi ini nanti yang akan dijadikan dasar oleh peneliti dalam menganalisis dan menyimpulkan secara lengkap dan objektif. Semakin banyak data yang diperoleh maka analisis dan kesimpulan yang dihasilkan akan semakin baik. Peneliti mencari fakta-fakta dilapangan dan merangkum data yang diperoleh, disajikan dalam bentuk data-data, kemudian ditarik kesimpulan yang baik dan akurat.
Menurut Miles dan Huberman dalam Emzir (2011: 129-134) terdapat tiga macam kegiatan dalam analisis data kualitatif, di antaranya: 1. Reduksi Data
Reduksi data merujuk pada proses pemilihan, pemokusan, penyederhanaan, abstraksi, dan pentransformasian data mentah yang terjadi dalam catatan-catatan lapangan tertulis. Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang mempertajam, memilih, memokuskan, membuang dan menyusun data dalam suatu cara dimana kesimpulan akhir dapat digambarkan dan diverifikasikan.
37 2. Model Data (Data Display)
Langkah kedua dari kegiatan analisis data adalah model data. Model didefinisikan sebagai suatu kumpulan informasi yang tersusun yang membolehkan pendeskripsian kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk dari model data kualitatif yang paling sering dilakukan selama ini adalah teks yang bersifat naratif. Model data ini dapat membantu peneliti dalam memahami apa yang terjadi dan merencanakan analisis selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami sebelumnya.
3. Menarik Kesimpulan/ Verifikasi
Langkah terakhir dari aktivitas analisis adalah penarikan kesimpulan/ verifikasi. Dari permulaan pengumpulan data, peneliti mulai memutuskan apakah makna sesuatu, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur kausal, dan proporsi-proporsi. Pada tahap ini peneliti akan memberikan kesimpulan secara bertahap, sesuai data yang didapat sampai penelitian selesai.
G. Pengecekan Keabsahan Data
Menurut Moleong (2009: 327-332) ada empat kriteria yang digunakan dalam pengecekan keabsahan data, diantaranya yaitu: kredibilitas (derajat kepercayaan), keteralihan, kebergantungan, dan kepastian.
38
menerapkan teknik pemeriksaan data ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Adapun cara yang peneliti gunakan yaitu, sebagai berikut:
1. Perpanjangan Keikutsertaan
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti tinggal di lapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai.
2. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Teknik keabsahan data yang peneliti gunakan mencakup dua jenis teknik, yaitu triangulasi dengan sumber dan triangulasi dengan metode. Kedua teknik tersebut dapat dijelaskan, sebagai berikut:
a. Triangulasi dengan sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.
39 H. Tahap-tahap Penelitian
Menurut Moleong (2009: 127) tahap penelitian secara umum terdiri dari empat tahap meliputi tahap pra-lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data dan tahap penulisan laporan.
Tahap-tahap penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
1. Tahap Pra Lapangan
Tahap ini meliputi mengajukan judul penelitian, menyusun proposal penelitian, mengurus perizinan kepada subjek yang diteliti, konsultasi penelitian kepada pembimbing.
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
Pada tahap ini meliputi pengumpulan data atau informasi yang terkait dengan fokus penelitian melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.
3. Tahap Analisis Data
Tahap ini meliputi penyusunan data secara sistematis dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi sehingga dapat dengan mudah diinformasikan kepada orang lain serta pengecekan keabsahan data. 4. Tahap Penulisan Laporan
40 BAB IV
PAPARAN DAN ANALISIS DATA A. Paparan Data
1. Gambaran Umum Lokasi dan Subjek Penelitian a. Profil Pondok Pesantren Al Muntaha
Nama Pondok : Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Al Muntaha
No. Statistik : 510033730016 NPWP : 31.539.851.1-505.00
Alamat : Jalan Soekarno-Hatta No. 39
RT/RW : 4/4
Kelurahan : Cebongan Kecamatan : Argomulyo Kota : Salatiga Provinsi : Jawa Tengah
Badan Penyelenggara : Yayasan Al Muntaha Salatiga
Nama Pengasuh : Hj. Siti Zulaecho, AH. (Dokumen PPTQ tahun 2017)
b. Letak Geografis
41
raya Solo-Semarang yang sangat strategis dan mudah dijangkau alat transportasi. Tepatnya berada di barat Eks. Pabrik Mega Rager, timur perumahan Tingkir Indah, utara bengkel resmi YAMAHA dan selatan pertigaan lampu merah jalan pondok joko tingkir. c. Sejarah Pondok Pesantren
Pondok pesantren Al Muntaha Salatiga adalah pondok pesantren putri yang berkonsentrasi pada hafalan al-Qur‟an, tahsin, dan ilmu-ilmu al-Qur‟an. Didirikan pada tahun 1993 oleh Drs. KH. Muntaha Azhari, MA (alm) dan Ny. Hj. Siti Zulaecho, AH. dengan nama Pondok Pesantren Al Azhar. Pada tahun 1996 pondok pesantren Al Azhar telah mendapatkan akta notaris, kemudian pada tahun 2012 pondok pesantren Al Azhar diubah nama menjadi pondok pesantren Tahfidzul Qur‟an Al Muntaha dalam rangka
tabarrukan wa tafa‟ulan atas pendiri pondok pesantren yaitu KH.
Muntaha Azhari, MA (alm).
42
Awal didirikannya pondok pesantren ini memiliki empat santriwati yang bertempat tinggal satu rumah dengan ibu Nyai, karena saat itu belum ada bangunan khusus untuk santriwati. Seiring berjalannya waktu, pondok pesantren telah mendirikan bangunan khusus untuk santriwati dan saat ini jumlah santriwati mencapai 60 orang yang berasal dari berbagai daerah baik jawa maupun luar jawa.
d. Visi dan Misi Pondok Pesantren 1) Visi
Membentuk generasi pecinta Al-Qur‟an, berakhlak mulia, berkepribadian solihah, berwawasan luas dan kreatif.
2) Misi
a) Menyelenggarakan ta‟lim Al-Qur‟an yang komprehensif b) Membimbing santri menjadi muslimah yang berkarakter. e. Struktur Organisasi
43
Tabel 1.1 Struktur Organisasi Masa Bakti 2018-2019
NO. JABATAN NAMA
44 f. Tata Tertib Pondok Pesantren
Agar kegiatan yang ditetapkan di pondok pesantren dapat berjalan dengan baik, diterapkannya peraturan akan sangat membantu dalam terlaksananya kegiatan yang ditetapkan. Adapun peraturan atau tata tertib serta sanksi yang diterapkan di pondok pesantren Al Muntaha sebagai berikut:
1) Peraturan secara umum:
a) Santriwati wajib menjaga nama baik dan kehormatan pondok pesantren Al-Muntaha & pengasuh sejak hari pertama mondok hingga akhir hayat
b) Pembayaran bulanan berupa uang makan, kas pondok, syahriyah, dan tabungan dilunasi paling lambat tanggal 7 tiap bulan
c) Santriwati yang menunggak pembayaran, orang tua akan dikirimi surat pemberitahuan
d) Santriwati wajib menghormati dan menaati guru dimanapun dan kapanpun
e) Tamu laki-laki dilarang keras masuk di komplek pondok. 2) Keamanan
45
menyimpan pornografi, mabuk, terlibat dalam MLM (multi level marketing)
b) Santriwati dilarang mengenakan celana jeans selama menjadi santri hingga boyong
c) Santriwati dilarang berboncengan dengan lawan jenis d) Santriwati dilarang keluar kamar mandi hanya mengenakan
handuk
e) Santriwati dilarang merusak atau menghilangkan inventaris pondok pesantren dan fasilitasnya
f) Santriwati dilarang meminjamkan seragam almamater tanpa seizin pengasuh
g) Seluruh handphone dikumpulkan ke pengurus seksi keamanan atau pendidikan mulai pukul 17.30 - 22.00 WIB h) Santriwati wajib mematikan mesin kendaraan bermotor saat
waktu mengaji dan jama‟ah
i) Santriwati yang bekerja part time harus izin tertulis orang tua dan pengasuh
j) Santriwati dilarang meng-upload ke media sosial gambar atau foto yang mengenakan pakaian ketat atau tidak menutup aurat
46
l) Santriwati hanya diperbolehkan keluar pada hari ahad satu kali perbulan
m) Santriwati yang baru kembali dari perpulangan wajib sowan ndalem sesegera mungkin
n) Santriwati hanya diperbolehkan pulang satu kali perdua bulan, dengan durasi waktu lima hari empat malam
o) Santriwati yang kembali ke pondok di atas jam 17.30 WIB harus sowan ke ndalem sebelum masuk pondok dan didampingi pengurus
p) Tamu muslimah apabila ingin menginap di pondok harus diantarkan sowan ke ndalem terlebih dahulu.
3) Pendidikan
a) Santriwati wajib salat berjama‟ah 5 waktu di aula dan mengisi absen salat berjama‟ah
b) Santriwati datang ke aula sebelum iqomah salat jama‟ah dimulai. Bagi yang masbuq harus berjama‟ah bersama santriwati yang lain diaula
c) Santriwati wajib mengaji al-Qur‟an tiga kali sehari bagi yang berada di pondok dan memintakan tanda tangan pada buku mengaji sebagai bukti
d) Santriwati datang untuk mengaji lebih awal
e) Pukul 17.30 - 22.00 WIB wajib berada di aula untuk salat
47
f) Santriwati dilarang membawa atau menggunakan handphone pada pukul 17.30 - 22.00 WIB
g) Santriwati dilarang kembali kekamar pada pukul 17.30 - 22.00 WIB
h) Santriwati wajib mengenakan baju muslim atau jas ketika mengaji kitab. Dilarang menggunakan kaos atau jaket i) Santriwati wajib mengikuti tartilan jum‟at pagi sesuai
dengan kelompok yang sudah ditentukan
j) Santriwati wajib memakai jilbab putih saat dziba‟an atau
khitobah malam jum‟at, dan bagi yang bertugas
mengenakan baju muslim atau jas. Dilarang menggunakan kaos atau jaket
k) Santriwati wajib mengikuti kegiatan yasinan, tahlil, dan al waqiah setiap malam jum‟at dan tahlil setiap pagi setelah salat subuh
l) Kegiatan simaan ahad pagi setiap santriwati bil hifdzi wajib simaan minimal satu juz dan dicatat dibuku yang telah disediakan pengurus
48
n) Santriwati wajib qiyamul lail (tahajjud) di aula setiap
malam jum‟at. 4) Kebersihan
a) Santriwati wajib menjaga kebersihan lingkungan pondok. b) Santriwati wajib melaksanakan piket harian, ro‟an
mingguan, dan piket tahunan hari raya
c) Santriwati yang berhalangan melaksanakan piket harus mencari penggantinya, bila tidak ada segera melapor pada seksi kebersihan
d) Santriwati harus mengembalikan alat-alat kebersihan sesuai pada tempatnya
e) Santriwati dilarang meninggalkan barang apapun di kamar mandi
f) Santriwati yang membawa motor wajib melaksanakan piket kebersihan garasi
g) Santriwati dilarang mencuci motor di komplek pondok h) Santriwati wajib menjemur pakaian pada jemuran yang
disediakan, dilarang menjemur pakaian di pagar. Sanksi atau denda di pondok pesantren Al Muntaha: 1) Sanksi keamanan
49
b) Santriwati yang melanggar batas waktu izin perpulangan didenda Rp. 5000 perhari dan ta‟zir melaksanakan tugas kebersihan yang ditentutan
c) Santriwati yang berboncengan dengan lawan jenis disidang oleh pengurus dan ta‟zir sesuai kebijakan pengurus
d) Teguran diberikan kepada santriwati yang keluar kamar mandi hanya mengenakan handuk
e) Santriwati yang meminjamkan seragam almamater tanpa seizin pengasuh didenda Rp. 50.000 perpeminjaman
f) Santriwati yang menggunakan handphone pada pukul 17.30
– 22.00 WIB maka handphone akan disita selama 2 hari berturut-turut
g) Santriwati yang merusak atau menghilangkan inventaris dan fasilitas pondok pesantren harus mengganti dengan barang yang sama, atau denda uang yang senilai
h) Santriwati yang menyimpan atau memakai celana jeans akan disita selama menjadi santriwati.
2) Sanksi pendidikan
a) Santriwati yang tidak mengikuti salat berjama‟ah diberi sanksi sebagai berikut:
(1) Bil Hifdzi : denda Rp. 5000 persalat dan membaca
50
(2) Bin Nadhor : denda Rp. 5000 persalat dan setoran hafalan-surat-surat penting dan juz „amma.
b) Santriwati yang tidak mengaji al-Qur‟an diberi sanksi sebagai berikut:
(1) Bil Hifdzi : mengaji di ndalem diulang hingga 3 kali (2) Bin Nadzor : mengaji di ndalem sebanyak 3 kali lipat c) Santriwati yang mengenakan kaos atau jaket saat mengaji
kitab, mengaji al-Qur‟an ataupun saat bertugas kegiatan
malam jum‟at, baju akan disita oleh pengurus selama satu bulan
d) Santriwati yang tidak mengikuti kegiatan tartilan jum‟at pagi akan dikenai sanksi menulis ayat-ayat al-Qur‟an sesuai kebijakan pengurus
e) Santriwati yang tidak mengikuti kegiatan dziba‟an atau
khitobah malam jum‟at akan diberi sanksi piket kebersihan
sesuai kebijakan pengurus
f) Santriwati yang tidak mengikuti qiyamul lail (tahajjud) akan diberi sanksi mencuci karpet.
3) Sanksi kebersihan
a) Santriwati yang tidak melaksanakan piket harian didenda Rp. 2.500
51
c) Santriwati yang tidak melaksanakan piket tahunan didenda Rp. 10.000
d) Santriwati yang menjemur pakaian dipagar pakaian akan disita.
g. Kegiatan Santriwati
Kegiatan yang wajib diikuti santriwati selama berada di lingkungan pesantren di antaranya:
1) Salat berjama‟ah
Salah berjama‟ah yang wajib diikuti santriwati adalah salat subuh, mahgrib dan isya‟. Salat dzuhur dan ashar tidak
diwajibkan bagi santriwati karena pada jam tersebut santriwati biasanya masih berada di kampus atau di sekolahan. Namun dianjurkan bagi santriwati yang berada di pondok untuk
mengikuti salat berjama‟ah di aula. 2) Sorogan al qu‟ran dan kitab
52 3) Bandongan kitab
Bandongan kitab harian dilaksanakan setiap setelah salat maghrib bagi santriwati bin nadhor dan bagi santriwati yang haid yaitu bandongan kitab Tafsir Jalalain. Bandongan kitab
tafsir ini dilaksanakan setiap hari kecuali hari kamis dan sabtu. Sedangkan bandongan kitab dalam kegiatan mingguan yaitu ada kitab dzibaa yang dilaksanakan pada kamis sore setelah salat ashar, kitab fathul qorib setiap hari sabtu sore setelah salat ashar dan kitab nashoihul ibad dilaksanakan pada hari sabtu setelah salat maghrib.
4) Khitobah
Kegiatan khitobah dilaksanakan setiap dua minggu sekali pada hari kamis setelah salat isya. Dalam kegiatan ini seluruh santriwati wajib mengenakan kerudung berwarna putih dan bagi santriwati yang bertugas diwajibkan mengenakan baju atau jas.
5) Dziba/ Salawatan
53 6) Tahlilan
Tahlilan dilaksanakan setiap hari kamis setelah salat
maghrib, dimana dalam kegiatan ini dipimpin oleh seorang santriwati. Kegiatan tahlilan ini dilanjutkan dengan membaca surat yaasin secara bersamaan dan surat al waqiah yang dibaca secara individu.
7) Salat tahajjud
Salat tahajjud adalah salat malam yang wajib dilaksanakan
santriwati setiap malam jum‟at di aula. Salat tahajjud ini dilaksanakan santriwati secara individu dan kemudian setelah melaksanakan salat santriwati diwajibkan mengisi daftar hadir pada buku yang telah disediakan pengurus sebagai bukti. 8) Tartilan
Kegiatan tartilan dilaksanakan setiap jum‟at pagi setelah
salat subuh. Pada kegiatan tartilan ini, santriwati berkumpul sesuai dengan kelompok yang telah ditentukan pengurus. santriwati membuat lingkaran kecil bersama kelompoknya dan membaca 2 ayat secara bergiliran. Setiap satu santriwati membaca, santriwati yang lain menyimak dan membenarkan apabila terjadi kesalahan.
9) Simaan
54
Dimana santriwati saling berpasang-pasang untuk bergantian menyimak. Selain simaan mingguan ini ada juga Simaan
al-Qur‟an 30 juz yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali yaitu pada hari ahad legi.
10)Tahsin
Kegiatan tahsin dilaksanakan pada ahad pagi bagi santriwati bin nadhor bersama ibu nyai. Santriwati membentuk setengah lingkaran dihadapan ibu nyai untuk membaca dua
sampai tiga ayat al qu‟ran dan menyebutkan hukum bacaan
yang ada dalam ayat yang dibaca. Apabila ada kesalahan dalam membaca dan kekurangan dalam menyebutkan hukum bacaan, akan dibenarkan oleh ibu nyai atau santriwati yang menyimak. 11)Tilawah
Kegiatan tilawah al-Qur‟an yakni kegiatan dimana santri diajarkan atau dilatih memperindah suara dalam membaca
al-Qur‟an. Kegiatan ini dilaksanakan setiap ahad sore bagi seluruh santriwati.
12)Ro‟an
Ro‟an adalah acara bersih-bersih pondok bersama sesuai
dengan kelompok dan bagian yang ditentukan. Kegiatan ro‟an
55 h. Sarana Prasarana
Setiap lingkungan yang memiliki kegiatan tentunya sangat membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai demi lancar dan nyamannya selama proses kegiatan. Berikut adalah sarana prasarana yang terdapat di pondok pesantren Al Muntaha:
Tabel 1.2 Sarana dan prasarana pondok pesantren Al Muntaha
NO. NAMA BARANG JUMLAH KETERANGAN
1 Gedung 4 Gedung Baik
2 Kamar Santri 14 Ruang Baik
3 Koperasi 2 Ruang Baik
4 Dapur 2 Ruang Baik
5
Kamar Mandi 11 Ruang Baik dan 1 dalam perbaikan
6 Meja 11 Buah Baik
7 Aula 1 Ruang Baik
8 Papan Tulis 1 Buah Baik
9 Garasi 1 Ruang Baik
10 Tempat Wudlu 1 Ruang Baik
11 Sound System 2 Buah Baik
12 Microfon 2 buah Baik
56 2. Temuan Penelitian
Hasil dari proses wawancara yang dilakukan peneliti kepada pengurus dan santriwati adalah sebagai berikut:
a. Bentuk ta’zir yang diterapkan untuk meningkatkan
kedisiplinan salat berjama’ah pada santriwati Pondok
Pesantren Al-Muntaha Salatiga
Menurut DMM selaku ketua seksi pendidikan pondok pesantren masa bakti 2018-2019 yang ditemui pada 26 Mei 2018 pukul 17.00 WIB.
DMM mengatakan: Pengurus menerapkan adanya ta‟zir
khususnya dalam salat berjama‟ah ini tujuannya agar santriwati itu memiliki jiwa disiplin dan memiliki suatu tanggung jawab terhadap apa yang telah diterapkan di
pondok ini khususnya mengenai salat berjama‟ah. Untuk
mendisiplinkannya, setiap sudah masuk waktu salat, akan ada bel untuk persiapan wudhu dan salat. Dalam penerapannya yaitu dari pengurus menyediakan absen setiap kamar. Dan nantinya bagi santriwati yang
melanggar peraturan yaitu tidak salat berjama‟ah akan
dihukum mengaji disamping ndalem dan membayar denda lima ribu rupiah.
Menurut MA selaku seksi pendidikan pondok yang ditemui pada 26 Mei 2018 pukul 20.00 WIB.
MA mengatakan: Penerapan ta‟zir atau ta‟ziran mengenai
salat berjama‟ah yaitu kami dari pengurus pertamanya
akan memberikan lembar absen disetiap kamar. Di situ santriwati akan mencentang kehadirannya, dan setiap kamis sore ketua kamar mengumpulkan lembar absen tersebut pada pengurus. Nanti bagi santriwati yang
melanggar akan dipanggil dan akan menerima ta‟zir. Bagi
yang tidak ikut salat berjama‟ah ini pada hari ahad sore
57
bil hifdzi. Dan bagi santriwati bin nadhor yaitu hafalan surat-surat penting atau juz „amma.
Menurut MJ selaku santriwati pondok pesantren yang ditemui pada 27 Mei 2018 pukul 20.45 WIB.
MJ mengatakan: Implementasi ta‟zir cukup berjalan
dengan baik, pertamanya santriwati mengisi absen jama‟ah yang sudah ada di kamar. Kemudian pada malam jum‟at akan diumumkan siapa saja yang melanggar tidak
mengikuti salat berjama‟ah dan pada hari ahad sore akan
diberi ta‟zir yaitu bagi santriwati bil hifdzi mengaji di samping ndalem dengan berdiri dan bagi santriwati bin nadhor setoran hafalan dengan pengurus serta membayar
denda lima ribu perjama‟ah.
Menurut N selaku santriwati pondok pesantren yang ditemui pada 27 Mei 2018 pukul 10.00 WIB.
N mengatakan: Implementasi dari ta‟zir itu sudah berjalan
dengan lancar. kita sebelum ataupun sesudah jama‟ah
mengisi absen di kamar. Jadi nanti santriwati yang tidak
jama‟ah pasti ketahuan karena absennya kosong. Kemudian
pada hari kamis malam itu akan dipanggil untuk mempertanggungjawabkan kesalahannya. Yaitu didenda lima ribu per-salat dan mengaji di samping ndalem.
Menurut NAM selaku santriwati pondok pesantren yang ditemui pada 2 Juni 2018 pukul 20.00 WIB.
NAM mengatakan: Penerapan ta‟zir bagi santriwati yang
tidak berjama‟ah kurang berjalan dengan baik. Adanya
absen disetiap kamar terkadang ada yang tidak mengisi sehingga susah untuk didata pelanggarnya. Bagi santriwati
yang tidak salat berjama‟ah nanti pada malam jumat akan