PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
B. Nilai-Nilai Karakter yang Ditanamkan Melalui Program Bil-hifdzi pada Santriwati PPTQ Al-Muntaha
Dari hasil wawancara dan observasi di Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur‟an (PPTQ) Al-Muntaha, terdapat beberapa nilai-nilai karakter yang
101
1. Disiplin
Disiplin yakni melakukan sesuatu sesuai dengan waktu yang seharusnya. Seiring berjalannya waktu, karakter disiplin akan melekat pada
kepribadian santriwati karena tuntutan kegiatan yang rutin dan continue
sesuai dengan jadwal yang telah dibuat oleh pengasuh pondok pesantren
dibantu para pengurus terlebih lagi ada sistem takziran.
2. Kerja Keras
Menghafal al-Qur‟an tidaklah semudah membalikkan telapak tangan bagi
orang awam pada umumnya. Dibutuhkan usaha yang ekstra dan perjuangan yang sungguh-sungguh. Maka karakter kerja keras ini akan menjadi hal penting bagi santriwati yang berkeinginan untuk hafal
al-Qur‟an. Banyak yang berpendapat, jika dalam proses menghafal tidak diikuti dengan kesungguhan, maka tidak akan berhasil pada akhirnya.
3. Sabar
Tak ada sesuatu yang didapatkan dengan cara instan. Begitupun dengan
menghafal al-Qur‟an. Dengan progam bil-hifdzi, santriwati belajar untuk
sabar. Mengulang ayat yang sama berkali-kali bahkan hingga puluhan kali. Hal demikian mereka lakukan setiap harinya. Sabar tidak hanya mengenai tentang hafalan, namun mereka juga harus menahan keinginan yang sekiranya tidak sejalan dengan proses menghafal. Karena akan dapat menghambat proses menghafal. Ditambah lagi sabar akan cobaan.
102
4. Tanggung Jawab
Progam bil-hifdzi menanamkan sikap tanggung jawab melalui tugas
menjaga hafalan yang telah diperolehnya. Karena menghafal telah menjadi jalan yang dipilihnya, amanah yang mulia, maka mau tidak mau
santriwati bil-hifdzi harus bertanggung jawab dengan pilihannya.
5. Ikhlas
Segala sesuatu tergantung dengan niatnya. Begitupun dengan menghafal al-Qur‟an, santriwati progam bil-hifdzi dilatih untuk menanamkan keikhlasan dalam hatinya. Menghafal dengan niat meminta ridho Allah SWT, bukan untuk mencari pangkat dan bukan untuk mendapat pengakuan di depan manusia. Tidak mudah menerapkan sikap ikhlas, meskipun awalnya masih ada rasa terpaksa, seiring berjalannya waktu, sikap ikhlas akan dapat tumbuh dengan sendirinya.
6. Tawadhu‟
Tawadhu‟ atau rendah hati merupakan karakter yang harus dimiliki oleh seorang santriwati, terlebih lagi oleh seorang santriwati penghafal
al-Qur‟an. Melalui progam bil-hifdzi, melatih mereka untuk menyadari
bahwasannya mereka bisa menghafal al-Qur‟an bukan karena mutlak
usaha mereka, yakni karena kekuasaan Allah, dan keagungan Allah yang telah menjadikan mereka sebagai bagian dari para penghafal firman Allah. Sehingga sangat tidak etis jika mereka membanggakan diri, karena
103
dalam segala bidang dan dengan siapa saja, terhadap pengasuh, terhadap
asatidz dan juga terhadap teman. Sejatinya semuanya hanya titipan. 7. Ta‟dhim
Ta‟dhim dapat diartikan sebagai perilaku yang menghormati orang lain.
Karakter ta‟dhim ini jelas terdapat dalam progam bil-hifdzi. Karena
dalam keseharian sikap ta‟dhim sudah pasti dipraktekkan. Misalnya saat
santriwati akan melakukan sorogan, maka mereka dilarang berjalan
menggunakan kaki, namun menggukan lutut (ndengkul). Begitupun saat
melakukan sorogan, santri harus memposisikan kaki seperti saat duduk
tahiyat terakhir, dan pandangan menunduk ke bawah. Sikap ta‟dhim
tidak hanya dalam bentuk perbuatan, namun juga ucapan. Santriwati
terbiasa melakukan percakapan dengan bahasa jawa krama alus.
8. Kesederhanaan
Sikap kesederhanaan akan terpancar dari santriwati progam bil-hifdzi, hal
ini karena mereka wajib mengikuti kajian tafsir jalalain, bandongan
kitab nashoikhul „ibad dan juga dziba‟. Sehingga mereka akan lebih
paham perilaku-perilaku yang memang harus dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Sederhana mencakup banyak hal. Kesederhanaan dalam hal makanan, karena memang santri dilatih untuk prihatin dalam pondok. Kesederhanaan dalam bergaul, interaksi dengan dunia luar harus dikurangi. Kesederhanaan dalam berpakaian, dengan sendirinya, mereka akan malu jika berpakaian yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Mereka rela menahan keinginan yang tidak sejalan dengan hafalan karena lebih
104
memilih fokus terhadap hafalannya. Semua itu mereka lakukan dalam rangka mengharap berkahnya sang Ibu Nyai pengasuh.
9. Komitmen dan Konsisten
Komitmen dapat diartikan sebagai keterikatan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan konsisten merupakan kemampuan untuk terus menerus
berusaha sampai suatu pencapaian berhasil diraih. Melalui progam
bil-hifdzi, santriwati sudah mempraktekkan pribadi yang berkomitmen, mereka berani mengambil keputusan, yakni memutuskan untuk
mengikuti progam bil-hifdzi, untuk selanjutnya mereka mempraktekkan
pribadi yang konsisten, memperjuangkan apa yang menjadi piihan. Jika
mereka telah memilih progam bil-hifdzi maka harus berjuang sekuat
tenaga untuk mewujudkan impian.
10. Istiqomah
Istiqomah dapat diartikan menempuh jalan yang lurus tanpa melihat ke
kanan dan diri, atau stay dengan kebaikan yang sedang dilakukannya.
Progam bil-hifdzi akan menanamkan karakter istiqomah dengan jalan
mewajibkan kegiatan pondok pesantren yang telah dijadwalkan. Sehingga mereka akan melakukan hal baik secara rutin setiap harinya.
Bahkan diluar jam mengaji yang terjadwal, karena santri progam
bil-hifdzi harus meyiapkan hafalan yang akan disetorkan terlebih dahulu, sehingga mereka membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk
berhadapan dengan al-Qur‟an. Sesungguhnya bukan ukuran kepintaran
105
keistiqomahan seseorang dalam menghafal. Sehingga kebanyakan santri
punya waktu khusus yang diistiqomahkanuntuk takrir pribadi.
11. Tenang
Pribadi dengan pembawaan yang tenang mencerminkan kuatnya iman.
Progam bil-hifdzi mengajarkan santriwati untuk senantiasa menyibukkan
diri dengan al-Qur‟an dan melakukan hal-hal yang dapat mendekatkan
diri kepada Allah, sehingga hati akan menjadi tenang dan terpancar melalui sikap yang dapat dilihat kasat mata.
12. Lemah Lembut dan sopan santun
Sikap lemah lembut dan sopan santun dapat dilihat dari tutur kata yang
halus dan unggah-ungguh yang sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat. Tutur kata yang lembut dan sopan santun akan dapat
diterapkan oleh santriwati bil-hifdzi, karena hal itu memang sudah
semestinya dilakukan oleh santriwati sebagai pencerminan dari firman
Allah yang mereka hafal. Al-Qur‟an adalah suci, maka bagaimanapun
juga seorang penghafal dituntut untuk melakukan dan mengucapkan hal-hal yang suci atau baik.
13. Toleransi
Dengan mengikuti progam bil-hifdzi, mereka dilatih untuk meghargai dan
menghormati orang lain. Karena santriwati progam bil-hifdzi berasal dari
daerah yang berbeda dan memiliki karakter yang berbeda pula. Maka pribadi yang bertoleransi akan tumbuh dalam diri santriwati, baik dalam berpendapat ataupun dalam model mengaji. Ada yang menghafal dengan
106
suara lantang, suara sedang, ada pula yang menggunakan suara yang lembut. Mereka telah terbiasa dengan kondisi yang heterogen, tapi mereka tetap menghormati juga menghargai satu sama lain.
14. Menjaga Diri (Lisan dan Perbuatan)
Progam bil-hifdzi menuntut para santriwati untuk lebih berhati-hati.
Harus lebih pandai menjaga diri dari hal-hal yang menyimpang ajaran agama, baik ucapan maupun perbuatan. Para santriwati telah menyadari bahwa mereka harus berucap dan bertingkah laku yang sesuai dengan
akhlak al-Qur‟an. Lebih baik diam daripada berucap yang menyakitkan
orang lain atau akan membawa madharat. Santriwati progam bil-hifdzi
akan lebih menjaga perilakunya, karena mereka paham, sangat tidak pantas jika melakukan hal yang menyimpang.
15. Jujur
Perilaku jujur adalah perilaku yang mencoba mengatakan sesuatu sesuai dengan haknya, atau sesuai dengan yang sesungguhnya. Di dalam
progam bil-hifdzi, santriwati diajarkan untuk jujur, jujur kepada diri
sendiri dan juga jujur kepada orang lain. Pribadi yang jujur dibangun dari
kebiasaan santri menghafal dan mengkaji al-Qur‟an.
16. Adil
Adil bukan berarti sama. Santriwati progam bil-hifdzi mampu berbuat
adil dalam artian dapat memprioritaskan hal yang harus diprioritaskan.
Santriwati progam bil-hifdzi cenderung mengurangi kegiatan di luar yang
107
menghafal. Karena mereka telah memutuskan untuk mengikuti progam
bil-hifdzi, maka meluangkan waktu untuk menghafal adalah salah satu sikap adil yang mereka terapkan atas pilihan yang telah dijatuhkan.
17. Menghargai Waktu
Waktu yang diberikan Allah kepada hambanya berbeda-beda, tidak ada yang tahu kapan Allah akan memanggil hambanya. Untuk itu melalui serangkaian kegiatan pondok pesantren, santri belajar untuk menghargai waktu dengan cara mengisinya dengan perilaku-perilaku yang baik.
Terus melakukan takrir dan juga menambah hafalan.
18. Semangat Fastabiqul Khoirot
Progam bil-hifdzi mengajarkan santri untuk taat mengikuti berbagai
kegiatan yang ada dalam pondok pesantren. Disamping itu mengaji
al-Qur‟an santri juga diwajibkan mengaji kitab akhlak, dari situlah para
santriwati paham akan rasa ta‟dhim yang harus diterapkan. Sehingga
pada saat bel berbunyi, santriwati langsung menuju ke aula untuk melakukan kegiatan. Tanpa menunggu komanda yang kedua kalinya, para santri berlarian dalam rangka melakukan kebaikan.
19. Rajin
Pada awalnya karena tuntutan, tapi lambat laun karakter rajin akan
melekat pada diri santri progam bil-hifdzi. Santri akan terbiasa
melaksanakan kewajiban, dan pada akhirnya akan tertanam di dalam
jiwa. Santi pun akan rajin muroja‟ah karena malu jika pada saat
108
20. Ulet dan Tekun
Tekun dapat diartikan sebagai bertahan dalam proses yang sedang dijalaninya meski dirasa berat. Sedangkan ulet dapat diartikan berusaha
dengan berbagai cara yang positif. Progam bil-hifdzi akan menanamkan
karakter tekun dan ulet, dimana masing-masing santriwati akan mencoba berbagai cara yang sesuai dengan tipikal dirinya. Karena cara yang cocok dipakai santri lain, belum tentu cocok untuk dipakai pada dirinya.
21. Kebersamaan dan Kerjasama
Serangkaian progam bil-hifdzi disetting untuk selalu menjaga
kebersamaan dan kerjasama untuk saling memberikan support satu sama
lain, saling membantu kesulitan dan memecahkan masalah
bersama-sama. Karena status santri bil-hifdzi adalah sama-sama sedang berjuang.
22. Pantang Menyerah
Kegiatan menghafal al-Qur‟an tidaklah sulit, namun juga tidak semudah
membalikkan telapak tangan. Terkadang ada pula surat ataupun ayat yang sulit untuk dihafal, meskipun per santri memiliki kendala yang berbeda-beda. Namun secara umum, santriwati pernah merasakan dan melalui masa-masa sulit dimana mereka ingin menyerah atau terkadang menangis sedih serasa tidak mampu lagi. Di sinilah keimanan para santri diuji. Berkat semangat dari diri sendiri, dari pengasuh, para ustadz dan ustadzah, juga teman seperjuangan yang membuat para santri tetap berjuang dan pantang menyerah menyelesaikan hafalan 30 juz.
109
Upaya yang dilakukan oleh pihak pondok khususnya pengasuh dan dewan asatidz untuk menanamkan nilai-nilai karakter kepada santriwati yakni dengan cara:
1. Pengasuh senantiasa berdoa untuk para santrinya agar diberi kemudahan
oleh Allah dan diberi kelancaran dalam menghafal, dan juga keselamatan
fiddunya wal akhiroh.
2. Mengkaji kitab nasho‟ikhul „ibad, yakni kitab tentang adab untuk
menanamkan pemahaman akan pentingnya unggah-ungguh yang sesuai
dengan norma masyarakat dan ajaran agama Islam.
3. Mau‟idhoh khasanah disini maksudnya dengan sistem pemberian motivasi, nasehat yang berkenaan dengan perlunya menanamkan karakter sebagaimana yang diinginkan oleh pesantren.
4. Tarbiyah yakni memberikan bimbingan, tidak sekedar disampaikan,
namun juga memberikan bimbingan/contoh real yang dapat dilihat oleh
santri. Jadi pengasuh dan para asatidz terjun langsung dalam rangka menanamkan nilai karakter.
5. Memantau santriwati, mengarahkan, dan memberi batasan untuk kegiatan
di luar pondok agar santri lebih berkonsentrasi dalam progam bil-hifdzi.
Berbicara mengenai adab khusus seorang penghafal al-Qur‟an, pada
umumnya tidak jauh berbeda dengan karakter yang ditanamkan melalui progam hafalan itu sendiri, namun disamping itu ada beberapa tambahan
berkenaan dengan adab pada saat penghafal berinteraksi dengan al-Qur‟an,
110
1) Thoharoh, yakni dalam keadaan suci, baik suci pakaian, suci tempat untuk menghafal, dan suci badan dari hadas dan najis.
2) Memilih tempat, usahakan tempat yang nyaman untuk menghafal. Jika
tempat ramai, usahakan ramainya merupakan ramai dimana orang-orang
membaca al-Qur‟an.
3) Memilih waktu. Pilihlah waktu yang produktif untuk menghafal.
Misalnya: sebelum subuh setelah tahajjud, atau setelah jama‟ah subuh.
4) Menghadap kiblat. Karena membaca al-Qur‟an merupakan ibadah, maka
setiap ibadah yang merupakan interaksi langsung dengan Allah
5) Memulai dengan membaca ta‟awudz dan basmalah.
6) Tajwid. Perhatikan panjang pendek bacaan, dan juga makhorijul huruf,
agar tidak berubah arti.
7) Dengan suara indah, atau tartil.
8) Istiqomah waktunya untuk menghafal. Istiqomah dan mulazamah
(terus-menerus)
9) Membaca hafalan dalam sholat.
10) Lebih rajin dalam melakukan ibadah yang sifatnya sunah.
11) Mendekatkan diri dengan Allah dan menjauhi maksiat.
C. Kegiatan yang Dilaksanakan dalam Rangka Penanaman Nilai-Nilai