i
PENERAPAN METODE WAHDAH
DALAM MENINGKATKAN HAFALAN AL-
QUR’AN
SANTRI PONDOK PESANTREN AL-MUNTAHA
CEBONGAN ARGOMULYO SALATIGA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
TUTIK KHOIRUNISA
NIM 111-12-047
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
vi MOTTO
نارقلا ةلمح ىتّما قادشا
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku tersayang yang telah membesarkanku dengan penuh kasih sayang sepanjang masa, kesabaran yang tiada tara, dan keikhlasan do‟a -do‟anya.
2. Suamiku tersayang yang selalu memberikan do‟a, semangat, motivasi, dan
kasih sayang yang tiada henti, serta selalu setia mencarikan saya referensi.
3. Ibu Nyai Zulaecho AH yang saya hormati dan selalu saya harapkan ridho dan
berkah ilmunya, serta terimakasih telah memberikan ijin saya untuk
penelitian.
4. Dik Danang, adikku yang selalu menggangguku saat belajar, dan terimakasih atas do‟anya.
5. Alumni Pondok Al-Muntaha atas kesediaan kalian memberikan informasi dan
ilmu dalam menghafal Al-Qur‟an.
6. Sahabat-sahabatku di Pondok Al-Muntaha sevisi dan semisi yang sangat aku
sayangi dan banggakan.
7. Kummi, Milkha, Muja, dan Zahra terimakasih atas dukungan, bantuan dan
semangat dari kalian.
8. Semua temanku PAI‟B terimakasih atas dukungan dan semangat kalian serta
motivasi yang kalian berikan. Ku kan kenang masa-masa saat bersama.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum, Wr.Wb
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan ni‟mat, taufiq serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Penerapan Metode Wahdah Dalam
Meningkatkan Hafalan Al-Qur‟an Santri Pondok Pesantren Al-Muntaha
Cebongan Argomulyo Salatiga”.
Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Agung Muhammad
SAW. Beliaulah Rasul utusan Allah yang membimbing umat manusia dari zaman jahiliyah sampai pada zaman yang modern ini. Yang kita nantikan syafa‟atnya di yaumul qiyamah.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dan tugas untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) di Institut Agama Islam
(IAIN) Salatiga. Skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya pihak yang
membantu dan membimbing. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI).
4. Ibu Tri Wahyu Hidayati, M.Ag., selaku pembimbing skripsi yang selalu
memberi semangat, bimbingan, arahan dan kesabaran kepada penulis.
5. Bapak Jaka Siswanta, M.Pd., selaku pembimbing akademik yang selalu
membimbing dengan penuh kesabaran.
6. Bapak dan Ibu dosen yang dengan tulus mendidik dan memberikan jasanya
ix
7. Semua pihak yang selalu membantu dalam penulisan ini, sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik.
Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak lepas dari
keterbatasan dan kekurangan, untuk itu peneliti menerima saran maupun kritik
yang sekiranya dapat peneliti gunakan sebagai perbaikan dalam penyusunan
skripsi ini. Peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan pembaca pada umumnya. Amin.
Wassalamu‟alaikum Wr.Wb
Salatiga, Juni 2016
Tutik Khoirunisa
x ABSTRAK
Khoirunisa, Tutik. 2016. Penerapan Metode Wahdah Dalam Meningkatkan
Hafalan Al-Qur‟an Santri Pondok Pesantren Al-Muntaha Argomulyo Cebongan Salatiga. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama
Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam
Negeri Salatiga. Pembimbing: Tri Wahyu Hidayati, M.Ag.
Kata Kunci: penerapan metode wahdah dan meningkatkan hafalan Al-Qur‟an Penelitian ini terfokus pada penerapan metode wahdah dalam meningkatkan hafalan al-Qur‟an bagi santri di podok pesantren Al-Muntaha. Metode wahdah adalah merupakan menghafalkan al-Qur‟an dengan cara satu persatu terhadap ayat yang hendak dihafalnya secara berulang-ulang. Tidak sedikit dari santri yang mengeluhkan tentang sulitnya menghafal al-Qur‟an, itu disebabkan banyaknya santri yang belum mengetahui tentang metode-metode yang dapat digunakan dalam menghafal al-Qur‟an. Agar menghafal al-Qur‟an menjadi lebih ringan, tentu sebagai santri harus memahami berbagai metode yang dapat diterapkan dalam menghafal. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) bagaimanakah penerapan metode wahdah dalam meningkatkan hafalan santri?. Dan (2) bagaimanakah efektivitas metode wahdah dalam hafalan santri?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (Field Research). Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan teknik data melalui observasi dan wawancara. Metode analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas santri menerapkan metode wahdah dalam meningkatkan hafalannya. Para santri banyak yang belum mengetahui metode apa yang digunakannya, melalui wawancara ini mereka mengungkapkan cara mereka dalam menghafal setelah itu peneliti menyimpulkan. Para santri menerapkan metode ini karena mereka merasa cocok dengan cara yang digunakannya. Para santri menggunakan metode wahdah dengan cara (a) mempersiapkan al-Qur‟an pojok, (b) membaca satu persatu ayat-ayat yang hendak dihafalnya, dan (c) setiap ayat yang hendak dihafalkan dibaca berulang-ulang sepuluh sampai dua puluh kali hingga membentuk pola dalam bayangannya.
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN LOGO IAIN ... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v
HALAMAN MOTO ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
HALAMAN KATA PENGANTAR ... viii
HALAMAN ABSTRAK ... x
HALAMAN DAFTAR ISI ... xi
HALAMAN DAFTAR TABEL DAN BAGAN... xiv
HALAMAN LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Fokus Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Kegunaan Peneliti ... 6
E. Penegasan Istilah ... 6
F. Metode Penelitian ... 8
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan ... 8
2. Kehadiran Peneliti ... 9
3. Lokasi Penelitian ... 9
xii
5. Prosedur Pengumpulan Data ... 11
6. Analisis Data ... 13
G. Sistematika Penulisan ... 14
BAB II LANDASAN TEORI A. Metode Pembelajaran Al-Qur‟an Pada Masa Rasulullah Saw ... 15
1. Periode Mekah ... 18
2. Periode Madinah ... 18
B. Tahfizh Al-Qur‟an ... 18
1. Pengertian Tahfizh Al-Qur‟an ... 18
2. Syarat-syarat Tahfizh Al-Qur‟an ... 19
3. Keutamaan Tahfizh Al-Qur‟an ... 24
4. Adab Tahfizh Al-Qur‟an ... 27
5. Kaidah Penting dalam Tahfizh Al-Qur‟an ... 28
C. Berbagai metode Menghafal Al-Qur‟an ... 30
D. Metode Wahdah ... 32
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Pondok Pesantren ... 33
1. Profil Pondok Pesantren Al-Muntaha ... 33
2. Tujuan Pondok Pesantren Al-Muntaha ... 34
3. Letak Geografis ... 35
4. Struktur Kepengurusan ... 36
5. Kegiatan Santri di Pondok Pesantren Al-Muntaha ... 37
6. Bimbingan dan Penyuluhan ... 42
B. Temuan Penelitian ... 42
1. Penerapan Metode Wahdah ... 42
xiii BAB IV PEMBAHASAN
A. Penerapan Metode Wahdah dalam Meningkatkan Hafalan ... 55
B. Efektivitas Metode Wahdah dalam Meningkatkan Hafalan ... 62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 67
B. Saran ... 67
xiv
DAFTAR TABEL DAN BAGAN
TABEL 3.1 Struktur Pengurus Pondok Pesantren Al-Muntaha ... 36
TABEL 3.2 Jadwal Kegiatan Santri ... 38
TABEL 4.1 Data Khotmil Qur‟an ... 63
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Riwayat Hidup
2. Daftar Nilai SKK
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang bernilai mu‟jizat, yang di
turunkan kepada penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantara malaikat
Jibril, diriwayatkan kepada ita dengan mutawatir, membaca terhitung
sebagai ibadah dan tidak akan di tolak kebenarannya. Kitab al-Qur‟an
sesungguhnya adalah bacaan yang mulia dan tidak ada yang
menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci (Ahsin, 1994:1-2). Allah
berfirman:
“sesungguhnya Kamilah yang menurunka Al-Qur‟an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”(QS. Al-Hijr:9)
Dengan penjagaan ganda inilah yang telah ditanamkan Allah dalam
jiwa Muhammad untuk mengikuti langkah kenabiannya, maka al-qur‟an
akan tetap terjaga dalam benteng yang kokoh. Hal demikian tidaklah lain
merupakan proses Allah dalam mewujudkan janjiNya, bahwa Ia akan
menjamin terpeliharanya Al-Qur‟an.
Al-Qur‟an selayaknya dipelihara dalam bentuk hafalan dan tulisan.
Dengan demikian apabila salah satunya ada ang melenceng, maka yang
stunya akan meluruskan. Kita tidak dapat menyandarkan hanya kepada
hafalan seseorang sebelum hafalannya sesuai dengan tulisan yang telah
2
generasi menurut keadaan sewaktu dibuatnya pertama kali, begitupun juga
dengan kita tidak dapat menyandarkan kepada tulisan penulis sebelum
tulisan itu sesuai dengan hafalan berdasarkan isnad yang shahih dan
mutawatir (Ahsin, 1994:3). Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Dr.
Muhaamad Abdullah Daraz yang di kutip dari buku bimbingan praktis
menghafal al-Qur‟an karya Ahsin W, ia berkata:
“ Ia dinamakan al-Qur‟an karena ia dibaca dengan lisan dan dinamakan al-Kitab karena ia ditulis dengan pena”
Menghafal al-Qur‟an merupakan langkah awal dalam suatu proses
penjagaan al-Qur‟an. Kekhawatiran dan kesulitan didalam menghafal
al-Qur‟an akan dirasakan para penghafal al-Qur‟an. Dalam hal ini proses
menghafal al-Qur‟an secara garis besar dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu: pertama, menghafal terlebih dahulu walaupun sang penghafal belum
mengetahui seluk beluk ulumul Qur‟an, gaya bahasa maupun makna yang
terkandung didalamnya, selain hanya bisa membacanya dengan baik.
Kedua, mempelajari uslub bahasa dengan mendalami bahasa Arab dengan
segala aspeknya sebelum menghafal sehingga setelah merasa cukup ia
mulai proses menghafal (Ahsin, 1994:19).
Program pendidikan menghafal al-Qur‟an adalah program
menghafal dengan mutqin atau hafalan yang kuat terhadap lafadz-lafadz
al-Qur‟an dan menghafal makna-maknanya dengan kuat yang
memudahkan untuk menghadirkannya didalam sebuah permasalahan yang
3
sehingga memudahkan untuk menerapkan dan mengamalkannya (Al
Lahim, 2008:19).
Masing-masing dari umat islam tentu saja bercita-cita untuk
menghafal al-Qur‟an. Banyak dari mereka yang berkeyakinan bahwa
mereka mampu menghafalnya ayat demi ayat hingga akhirnya sampai 30
juz. Akan tetapi setelah mereka memutuskan untuk menghafal, banyak
sekali bisikan-bisikan yang membuat semangat mereka luntur, banyaknya
ayat yang mirirp, susahnya mengingat ayat yang sama bahkan karena
mereka merasa terlalu sibuk dengan kegiatannya sehari-hari membuat
mereka merasa tidak ada waktu untuk menghafal.
Menghafal al-Qur‟an tidak semata-mata hanya konsisten didalam
hafalannya, akan tetapi kerumitan mencakup ketepatan membaca dan
pengucapan lafadz tidak bisa di abaikan begitu saja, sebab kesalahan
sedikit saja adalah suatu dosa. Apabila hal ini dibiarkan dan tidak dijaga
secara ketat maka kemurnian al-Qur‟an menjadi tidak terjaga dalam setiap
aspeknya. Oleh karena itu menghafal al-Qur‟an tidak semudah
membalikkan telapak tangan, perlu usaha yang ekstra dan mempelajari
banyak ilmu-ilmu al-Qur‟an sebelum menghafalnya.
Al-Qur‟an adalah kalam Allah, yang akan mengangkat derajat
mereka di surga (Abdul Rauf, 2015: 57), oleh karena itu para penghafal
al-Qur‟an perlu mengetahui hal-hal atau upaya agar mutu hafalnnya tetap
terjaga dengan baik karena menghafal al-Qur‟an berbeda dengan
4
terhadap kesulitan-kesulitan yang akan ia hadapi, karena sesungguhnya
menghafal al-Qur‟an telah dijamin akan di mudahkan oleh Allah. Allah
“Dan Sesungguhnya Telah kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?.” (QS. Al-Qamar:17)
Maksudnya adalah Allah akan memudahkan bagi umatnya untuk
menghafal al-Qur‟an. Jika ada umatnya yang berniat akan menghafal al
-Qur‟an sudah pasti akan dimudahkan oleh Allah sesuai dengan janji-Nya
sesuai dengan ayat di atas. Bagi para penghafal seharusnya tidak perlu ada
kekhawatiran dalam sulitnya menghafal karena sudah jelas akan
dimudahkan, dan tidak perlu merasa sulit dalam penjagaannya karena
sesungguhnya yang sungguh menjaga al-Qur‟an adalah Allah. Kita hanya
perlu berusaha dan berdo‟a dalam hal menghafal maupun menjaga hafalan.
Proses menghafal al-Qur‟an bisa dikatakan mudah, tetapi tidak
semudah kita membayangkannya. Para penghafal biasanya mengeluhkan
akan hafalannya yang semula baik-baik saja dan lancar dalam suatu saat
hafalannya menjadi kacau dan tidak sempurna. Sedikit sekali para
penghafal yang mengeluhkan tentang sulitnya hafalan, tetapi sulitnya
dalam penjagaan. Salah satu cara yang di anggap mudah dan diterapkan di
Pondok Pesantren hafalan al-Qur‟an adalah metode wahdah yakni, metode
menghafalkan al-Qur‟an dengan menghafalkan satu per satu ayat-ayat
5
melanjutkannya pada ayat berikutnya dengan cara yang sama hingga
mencapai satu halaman (Ahsin, 1994:63).
Setelah melihat uraian latar belakang di atas penulis mencoba
meneliti tentang Metode Wahdah hafalan al-Qur‟an, dengan judul
Penerapan Metode Wahdah Dalam Meningkatkan Hafalan Santri Pondok
Pesantren Al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga.
B. Fokus Penelitian
Dari pemaparan diatas peneliti membuat fokus penelitian sebagai
batasan agar permasalahan tidak meluas dan membuat penelitian tidak
valid dan tidak reliabel. Terkait judul di atas maka penelitian ini berfokus
pada penerapan metode wahdah yang akan menjawab dua permasalahan
yaitu:
1. Bagaimana penerapan metode wahdah dalam meningkatkan hafalan
al-Qur‟an santri ponpes Al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga?
2. Bagaimana efektivitas metode wahdah dalam hafalan santri di ponpes
Al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan metode wahdah dalam
meningkatkan hafalan al-Qur‟an santri ponpes Al-Muntaha Cebongan
Argomulyo Salatiga
2. Untuk mengetahui efektivitas metode wahdah dalam meningkatkan
6 D. Kegunaan Peneliti
Penelitian yang dilakukan ini di harapkan akan memberi manfaat,
baik manfaat secara teoritis, maupun secara praktis.
1. Secara teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah
keilmuwan khususnya dibidang metode menghafal al-Qur‟an. Serta
hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai wacana keilmuwan yang
mengangkat penggunaan metode wahdah dalam usaha meningkatkan
kemampuan menghafal al-Qur‟an
2. Secara praktis
a. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan kepada para santri dalam meningkatkan hafalan
al-Qur‟an.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu metode
dalam meningkatkan kualitas hafalan santri.
E. Penegasan Istilah
Sebelum penulis membahas lebih lanjut yang menjadi inti
pembahasan, maka perlu penulis jelaskan istilah-istilah yang berkaitan
dengan judul di atas antara lain:
1. Metode Wahdah
Metode Wahdah adalah metode menghafalkan al-Qur‟an dengan
menghafal satu per satu ayat-ayat yang hendak dihafalkan (Ahsin,
7
untuk menghafalkan al-Qur‟an dengan menghafal ayat satu persatu
secara berulang-ulang hingga benar-benar hafal, kemudian lanjut ke
ayat-ayat berikutnya dengan cara yang sama.
2. Santri
Santri adalah orang yang mendalami agama Islam, orang yang
beribadat, orang yang sholeh (Depdikbud, 1997: 374). Santri di sini
adalah sebagai objek penelitian.
3. Hafalan
Kata hafalan berasal dari kata dasar hafal yang dalam bahasa Arab
dikatakan al-hafizh dan memiliki arti ingat (Yunus, 2010:105). Maka
kata hafalan dapat diartikan dengan mengingat atau menjaga ingatan.
4. Al-Qur‟an
Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang memiliki mu‟jizat, diturunkan
kepada nabi dan rasul, dengan melalui perantara malaikat Jibril, ditulis
dalam berbagai mushaf, dinukilkan kepada kita dengan cara mutawatir,
yang dianggap ibadah membacanya, dimulai dengan surat al-Fatihah
dan di akhiri dengan al-Nas (Amin Suma, 2014:63).
5. Meningkatkan
Kata meningkatkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah kata kerja yang berarti menaikkan dan mempertinggikan.
Sedangkan menurut Moeliono seperti yang dikutip Sawiwati,
8
mendapatkan keterampilan atau kemampuan menjadi lebih baik
(Sawiwati, 2009:4).
Jadi yang di maksud dengan metode wahdah dalam meningkatkan
hafalan adalah sebuah cara yang di gunakan santri untuk menghafalkan
al-Qur‟an agar hafalan menjadi lebih kuat dan utuh, serta hafalan menjadi
lebih baik.
F. Metode Penelitian
Kedudukan metode penelitian sangat penting dalam suatu
penelitian ilmiah. Metode penelitian merupakan teknik atau sebuah cara
yang di gunakan demi keberhasilan penelitian sesuai hasil yang
diinginkan. Metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Suatu penelitian dikatakan memenuhi syarat apabila penelitian
tersebut memperhatikan pendekatan penelitian dan konsisten dalam
memilih jenis penelitian dalam pelaksanaannya. Secara umum, metode
penelitian ada dua macam, yakni metode kuantitatif dan metode
kualitatif. Penelitian yang penulis lakukan ini merupakan metode
kualitatif dalam pelaksanaannya.
Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif, ucapan atau tulisan, dan perilaku yang dapat diamati
dari orang-orang (subyek) itu sendiri (Fuchan, 1992:21). Penelitian ini
9
menyusunnya secara deskriptif sesuai keadaan yang sebenarnya di
lapangan.
2. Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti di lapangan untuk penelitian kualitatif mutlak
diperlukan. Dalam peneltian ini peneliti berperan tidak hanya sebagai
instrument saja melaikan juga sebagai pengamat dan pengumpul data.
Disamping itu kehadiran peneliti di Pondok Pesantren Al-Muntaha
Cebongan Argomulyo Salatiga diketahui statusnya sebagai peneliti
oleh subyek atau informasi.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat dimana suatu penelitian
dilaksanakan. Penelitian yang penulis lakukan ini mengambil lokasi di
Pondok Pesantren Al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga.
4. Sumber Data
Yang dimaksud sumber data dalam penelitian ini adalah subyek
dari mana data diperoleh (Arikunto, 2013: 172). Pada tahap ini peneliti
berusaha mencari dan mengumpulkan berbagai sumber yang ada
hubungannya dengan masalah yang diteliti. Penelitian itu sendiri
merupakan suatu kegiatan ilmiah untuk memperoleh pengetahuan yang
benar tentang suatu hal dengan menggunakan prosedur penelitian yang
10
Dalam penelitian ini terdapat data utama (primer) dan data
pendukung (sekunder)
a. Data Primer
Data primer menurut (Suryabrata,1995:84) merupakan data
yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertamanya
atau sumber-sumber dasar yang terdiri dari buku-buku atau saksi
utama dari kejadian (fenomena) objek yang diteliti dan gejala yang
terjadi di lapangan.
Sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan melakukan penggalian data dari pesantren Al-Muntaha
dengan mencari keterangan dari orang yang terlibat secara
langsung terutama para santri, pengasuh, pengurus, dan dewan
asatidz. Sebagai sumber untuk menggali informasi terkait fokus
penelitian, untuk mendapatkan informasi ini peneliti menggunakan
metode wawancara.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat atau diperoleh
secara tidak langsung, data sekunder mencakup data yang
diperoleh arsip-arsip, dokumen, catatan, dan laporan pondok
pesantren.
Hal ini dilakukan karena data yang digali harus valid
11
dan mengobservasi dilapangan yang menghasilkan data yang
lengkap dan dapat dipertanggung jawabkan.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Sebuah penelitian haruslah tersusun secara sistematis dan
memenuhi semua aspek yang menjadi syarat sebuah penelitian. Salah
satu aspek yang merupakan syarat sebuah penelitian adalah adanya
data yang terkumpul melalui beberapa teknik atau pengumpulan data.
Teknik pengumpulan data yang penulis terapkan dalam penelitian ini
adalah sebagi berikut:
a. Observasi
Sebagai metode ilmiah, observasi bisa diartikan
pengamatan dan pencatatan dengan sistematika
fenomena-fenomena yang diselidiki (Hadi, 1989: 136). Metode observasi
adalah cara menghimpun bahan-bahan yang dilakukan dengan
mengadakan pengamatan fenomena yang dijadikan pengamatan
(Sudiyono, 1996: 76). Metode ini digunakan penulis untuk
mengetahui secara langsung kegiatan menghafal dan metode
wahdah yang telah diterapkan di Pondok Pesantren Al-Muntaha
Cebongan Argomulyo. Catatan data yang diperoleh adalah hasil
dari mengamati secara langsung kegiatan-kegiatan santri atau
kegiatan belajar mengajar santri serta ikut terjun langsung dalam
12
b. Metode Wawancara
Secara umum yang disebut wawancara adalah metode yang
dilakukan dengan pertanyaan secara lisan kepada orang lain
dengan maksud agar orang lain memberi jawaban. Dalam metode
wawancara terjadi komunikasi antara penulis dengan subyek
(Surakhmad, 1989: 174). Metode ini diterapkan kepada para
santri dan pengasuh pondok karena mereka memiliki peran
penting dalam aktivitas menghafal al-Qur‟an. Didalam
wawancara ini terjadi interaksi atau hubungan timbal balik antara
penulis dengan subyek, penulis memberikan pertanyaan dan
subyek menjawab. Sehingga terciptalah tanya jawab yang
menghasilkan data konkret.
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya
(Arikunto, 2010:274). Peneliti mencari data mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan objek penelitian berupa catatan, arsip-arsip
dan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan yang menunjang
13 6. Analisis Data
Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara
sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya untuk
meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan
menyajikannya sebagai temuan bagi yang lain, sedangkan untuk
meningkatkan pemahaman tersebut analisis perlu dilanjutkan dengan
berupaya mencari makna (meaning) (Muhadjir, 1998: 124).
Miles dan Huberman menggambarkan bahwa analisis data
kualitatif model air akan melalui tiga alur, meliputi; reduksi data,
display data, dan penarikan kesimpulan. Sebagaimana yang
dikemukakan Miles dan Huberman berkaitan dengan gambaran
mengenai kualitatif model alir, penelitian yang penulis lakukan ini juga
menerapkan analisis data kualitatif model alir. Reduksi data adalah
proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan
transformasi data yang muncul dari data-data tertulis dilapangan.
Penyajian data dilakukan dalam rangka pemahaman terhadap
informasi yang terkumpul yang member kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan dilakukan bertahap,
melalui esimpulan-kesimpulan sementara untuk menuju kesimpulan
akhir yang memiliki kepercayaan tinggi setelah data mencukupi untuk
penarikan kesimpulan (Sutopo, 2008: 75). Sebagaimana yang
dinyatakan Sutopo, penarikan kesimpulan dalam penelitian ini
14 G. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan skripsi ini penulis membagi kedalam beberapa
bab dan setiap bab ada masing-masing sub bab yang berisis sebagai
berikut:
BAB I: merupakan pendahuluan yang membahas tentang latar belakang
masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
penegasan istilah, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II: Kajian Pustaka. Pada bab ini akan diuraikan berbagai teori yang
menjadi landasan teoritik penelitian, meliputi: metode pembelajaran
al-Qur‟an pada masa Rosulullah saw, tahfizh al-Qur‟an, berbagai metode
dalam menghafal al-Qur‟an dan metode wahdah.
BAB III: paparan data dan temuan peneliti. Berisi tentang gambaran
umum pondok pesantren Al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga
meliputi: profil pondok pesantren, tujuan, letak geografis, struktur
kepengurusan, kegiatan santri, bimbingan dan penyuluhan. penerapan
metode wahdah dan efektivitas metode wahdah dalam hafalan santri di
pondok pesantren Al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga.
BAB IV: Pembahasan. Bab ini berisikan tentang analisis penerapan
metode wahdah dalam meningkatkan hafalan santri dan efektivitas metode
wahdah dalam hafalan santri pondok pesantren Al-Muntaha Cebongan
Argomulyo Salatiga.
15 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Metode Pembelajaran Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah Saw
Al-Qur‟an sebagai mu‟jizat Nabi Muhammad untuk membuktikan
bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi atau Rasul Allah dan bahwa
al-Qur‟an adalah firman Allah, bukan ucapan/ciptaan Nabi Muhammad
sendiri. Mu‟jizat terbesar yang diterima Nabi Muhammad adalah kitab
suci al-Qur‟an (Zuhdi, 1993:22). Mu‟jizat hanya diberikan Allah kepada
para nabi dan Rasul-Nya. Orang-orang biasa tidak akan mungkin dan tidak
akan sanggup mendatangkan apa yang telah didatangkan oleh orang yang
nyata-nyata telah memproklamirkan, bahwa dirinya itu adalah seorang
nabi dan pesuru Allah. Didalam al-Qur‟an terdapat banyak sekali mu‟jizat
ma‟nawi daripada mu‟jizat aqli (Chalil,1952:56).
Untuk memahami al-Qur‟an, kita harus mengkaji terlebih dahulu
tentang sirah Rasulullah saw, mengenai akhlak dan karakter beliau, serta
memahami sabda dan perbuatan beliau. Karena Rasul telah menjelaskan
al-Qur‟an dengan sabda beliau serta mengaplikasikannya dengan
perbuatan dan budi pekerti (As-Sirjani, 2013:23). Rasulullah adalah suri
tauladan yang merupakan perwujudan sosok manusia sempurna dan di
cintai Allah swt. Allah juga berkehendak agar setiap mukmin menjalankan
16
”sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab:21)
Karena itu, segala daya upaya yang dilakukan untuk mentadaburi
al-Qur‟an tanpa melakukan pengkajian terhadap sirah Rasul akan menjadi daya
upaya yang masih mengandung kekurangan. Sebab, Rasul adalah teladan
nyata yang merealisasikan kitab Allah. Kita harus mengambil penjelasan
Rasul dalam memahami al-Qur‟an. Melalui sunnah qauliyah dan amaliyah
yang digunakan Rasul dalam menjelaskannya. Sebab Allah telah menjadikan
Rasul sebagai penjelas dari al-Qur‟an.
Sebagaimana telah diketahui dalam kitab sejarah, dan telah diakui oleh
para ulama ahli tarikh, baik kawan maupun lawan, pribadi nabi Muhammad
adalah seorang Ummi, seorang yang tak pandai membaca maupun menulis
(Chalil,1952:56). Beliau tidak pernah membaca kitab-kitab kuna, tulisan
dalam buku kina, dan tidak pernah pula menulis atau mencatat kitab-kitab
kuna dengan tangan kanannya. Karena jika beliau dapat menulis, membaca
dengan tangan kanannya, niscaya orang yang membantahal-Qur‟an akan
semakin ragu padanya.
Pembelajaran al-Qur‟an yang disampaikan kepada nabi Muhammad
adalah dengan mendengarkan malaikat Jibril menyampaikan ayat-ayat
17
Karena hakikatnya nabi Muhammad dapat membaca dan menerangkan
lisannya itu adalah dari kekuasaan Allah. Potensi nabi hanya di tuangkan
untuk menghafal dan menghayatinya, agar nabi dapat menguasai al-Qur‟an
yang di turunkan. Setelah beliau hafal, beliau membacakan atau
memperdengarkan hafalannya kepada orang-orang dengan tenang agar
mereka dapat menghafal dan memantapkannya.
Pada saat itu sengaja dibentuk dengan hafalan yang tertanam di dalam
dada para sahabat dan penulis teks, dan tidak dibukukan didalam satu mushaf
dikarenakan Nabi menunggu wahyu yang akan turun berikutnya. Sebagian
ayat-ayat al-Qur‟an ada yang dimansukh oleh ayat yang lain. Jika pada masa
Nabi segera dibukukan maka kemungkinan adanya perubahan ketika ada ayat
yang turun lagi atau ada ayat yang dimansukh dengan ayat yang lain.
Membaca al-Qur‟an harus dengan lidah bahasa dan lagu bangsa Arab,
maka sudah tentu menulis al-Qur‟an dengan huruf Arab. Karena jika
al-Qur‟an ditulis dengan huruf selain Arab, misalnya dengan huruf latin, tentu
akan ada beberapa perubahan bacaannya yang tidak sesuai lagi dengan
asalnya. Demikianlah, tidak dapat disangkal lagi, bahwa al-Qur‟an itu harus
ditulis dengan huruf Arab (Chalil, 1952:36-37).
Sedangkan menurut Al-„Azami (2005:63-69) membagi pengajaran
al-Qur‟an pada masa Rasul menjadi 2 yaitu periode Mekkah dan periode
18
1. Periode Mekkah
Pada zaman ini, Nabi Muhammad mengajarkan al-Qur‟an kepada
para sahabat, lalu sahabat sebagai guru al-Qur‟an. Arus pendidikan di
Mekah berjalan tanpa dapat dihalangi kendati berhadapan dengan
berbagai hambatan dan siksaan yang dikenakan secara paksa dari
masyarakat; sikap tegas merupakan bukti yang meyakinkan adak
keterikatan dan rujukan mereka terhadap kitab Allah. Para sahabat selalu
menanamkan ayat-ayatnya pada kabilah mereka melewati batas lembah
kota Mekah yang dapat memperkuat tumbuhnya keislaman sebelum
hijrah ke Madinah.
2. Periode Madinah
Di zaman ini, nabi sebagai maha guru al-Qur‟an, lalu para sahabat sebagai
pengajar al-Qur‟an. Hasil pendidikan diperiode madinah ini adalah para
Huffazh. Kesempatan memperlajari kitab suci yang berjalan bersama
gelombang manusia yang terlibat dalam penyebarannya, ternyata
membuahkan banyak para sahabt yang secara cermat menghafal
al-Qur‟an. Akan tetapi banyak dari mereka yang terbunuh di Yamama dan di
Bir Ma‟una,
B. Tahfizh Al-Qur’an
1. Pengertian Tahfizh Al-Qur’an
Tahfizh al-Qur‟an terdiri dari dua kata, yaitu Tahfizh dan
al-Qur‟an, yang mana keduanya memiliki arti yang berbeda. Pertama,
19
hafal yang dari bahasa arab
اظفح
-
ظفحي
-
ظفح
, yaitu lawan dari lupa,yang berarti selalu ingat atau sedikit lupa (Yunus, 2010:105).
Sedangkan menurut Nawabudin “menghafal adalah mengungkapkan
satu demi satu dengan tepat” (Nawabudin, 1991:24).
Al-Qur‟an secara bahasa berarti “bacaan”. Secara istilah, al-Quran
adalah kalam Allah yang tiada tandingannya (mu‟jizat), diturunkan
kepada nabi Muhammad, penutup para nabi dan rasul dengan perantara
malaikat jibril, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan
surat An-Nas, dan di tulis dengan mushaf-mushaf yang disampaikan
kepada kita secara mutawatir, serta mempelajarinya suatu ibadah
(Ash-Shabuuny, 1991:15). Semua definisi al-Qur‟an yang diberikan para
ahli, selalu diawali dengan penyebutan al-Qur‟an sebagai kalam Allah
(Amin Suma, 2014:23).
Dengan demikian, yang dimaksud dengan tahfizhul Qur‟an adalah menghafal al-Qur‟an sesuai dengan urutan yang terdapat didalam
mushaf al-Qur‟an dimulai dari surat Al-Fatihah dan di akhiri surat
An-Nas dengan maksud beribadah kepada Allah.
2. Syarat- Syarat Tahfizh Al-Qur’an
Menurut Sugianto (2004:52-55) sebelum memulai untuk
menghafal al-Qur‟an seorang penghafal hendaknya memenuhi syarat
yang berhubungan dengan naluri insaniyahnya. Adapun syaratnya
tersebut diantaranya adalah (1) persiapan pribadi, (2) bacaan al-Qur‟an
20
bagi wanita yang sudah menikah, (4) memiliki sifat mahmudah, (5)
kontinuitas dalam menghafal al-Qur‟an, (6) sanggup memelihara
hafalan dan yang ke (7) adalah memiliki mushaf sendiri.
Sedangkan menurut Ahsin (1994:48-54), diantara beberapa hal
yang harus terpenuhi sebelum seseorang memasuki periode menghafal
al-Qur‟an, ialah (1) mampu mengosongkan benaknya dari segala yang
akan mengganggunya, (2) niat yang ikhlas, (3) memiliki keteguhan
dan kesabaran, (4) istiqomah, (5) menjauhkan diri dari maksiat dan
sifat-sifat tercela, (6) izin dari orang tua, wali dan suami, (7) mampu
membaca dengan baik.
Dari beberapa pendapat di atas dapat terlihat bahwa syarat-syarat
menghafal al-Qur‟an sebagai berikut:
a. Niat yang ikhlas
Ketika kita ingin memutuskan sesuatu maka seharusnya
kita memperbaiki niat awal kita terlebih dahulu, supaya tujuan kita
dalam menghafal al-Qur‟an beanr-benar hanya mencari Ridho
Allah. Niat yang kuat dan sungguh-sungguh akan mengantarkan
seseorang ke tempat tujuan, akan membentengi atau menjadi
perisai terhadap kendala-kendala yang mungkin akan datang
merintanginya. Allah berfirman:
21 Maka siapa yang berhijrah semata-mata karena taat kepada Allah dan rasulullah. Dan siapa yang berhijrah karena keuntungan dunia yang dikejarnya, atau karena perempuan yang akan dikawininya, maka hijrahnya terhenti pada apa yang ia niatkan”.
(HR.Bukhari-Muslim, Al-Kitabu bud u wahyu, bab bud u al-wahyu:1)
b. Izin dari orang tua
Walaupun hal ini tidak merupakan suatu keharusan atau
kejelasan, tetapi hal ini akan menciptakan kenyamanan dan
pengertian antara kedua belah pihak, yakni antara orang tua
dengan anak, suami dengan istri. Seseorang yang telah
memutuskan untuk menghafal adalah seseorang yang telah
merelakan waktu untuk senantiasa berlama-lama dengan
al-Qur‟an.
c. Istiqomah
Yang dimaksud istiqomah yaitu konsisten yakni, tetap
menjaga keajekan dalam proses menghafal al-Qur‟an. Seorang
penghafal harus menjaga kontinuitas dan efisien terhadap waktu.
Seorang penghafal yang konsisten akan sangat menghargai waktu,
dimana dan kapan saja ada waktu luang, ia akan selalu kembali
22
d. Menjauhkan diri dari maksiat dan sifat tercela
Perbuatan maksiat dan perbuatan tercela merupakan suatu
perbuatan yang harus dijauhi bukan saja oleh orang yang
menghafal al-Qur‟an, tetapi jiga semua kaum muslim pada
umumnya. Keduanya mempunyai pengaruh besar terhadap
perkembangan jiwa dan mengusik ketenangan hati orang yang
sedang menghafal al-Qur‟an, sehingga akan merusak konsentrasi
yang terlah terbina dan terlatih. Dalam kitab Ta‟limul- Muta‟alim
oleh Syeikh Al-Alamah Az-Zamubi dikatakan:
ميهنا ةلاصوءاذغنا ميهقحو تبظاىًناودجنا ظفحنا بابسا
بىَذناةزثكو ًصاعًناف ٌايسُنا درىياياياو .ٌازقناةأزقو
قئلاعناو لاغشناةزثكوايَدنارىيا ًف ٌزحلْاو وىًهناو
“yang menjadi sebab-sebab hafal antara lain ialah bersungguh-sungguh, keajekan/kontinuitas, sedikit makan, memperbanyak shalat malam dan memperbanyak membaca al-Qur‟an. Adapun yang menyebabkan menjadi pelupa adalah: perbuatan maksiat, banyaknya dosa, bersedih karena urusan-urusan keduniaan, banyaknya kesibukan yang kurang berguna dan banyaknya
hubungan yang tidak mendukung”.(As‟ad, 1978:78)
Diantara penyakit tercela adalah antara lain: iri hati, bakhil,
pemarah, dusta, ingkar, mengumpat, membicarakan aib seseorang,
cinta dunia,sombong dan masih banyak lagi. Jika seprang
penghafal dihinggapi penyakit tersebut maka usaha dalam
menghafal al-Qur‟an akan menjadi lemah. Maka dari itu penyakit
hati seperti penyakit diatas wajib disingkirkan dari seorang
23
penghafalan al-Qur‟an, dengan demikian akan menciptakan
keselarasan antara penghafal dan kesucian al-Qur‟an.
e. Keteguhan dan kesabaran
Keteguhan dan kesabaran merupakan faktor yang sangat
penting bagi orang yang sedang dalam proses menghafal
al-Qur‟an. Karena dalam proses menghafal akan banyak sekali
diemui berbagai macam kendala. Oleh karena itu, untuk senantiasa
dapat melestarikan hafalan perlu keteguhan dan kesabaran, karena
kunci utama keberhasilan menghafal al-Qur‟an adalah ketekunan
menghafal dan mengulang-ulang ayat-ayat yang telah
dihafalkannya.
f. Mampu membaca dengan baik
Sebelum seseorang penghafal melangkah keperiode
menghafal, seharusnya ia terlebih dahulu meluruskan bacaan dan
memperlancar bacaannya. Ini dimaksudkan agar calon penghafal
benar-benar lurus dan lancar membacanya, serta ringan lisannya
untuk mengucapkan fonetik arab. Dalam hal ini hendaknya
seorang penghafal terlebih dahulu: meluruskan bacaannya sesuai
dengan kaidah-kaidah ilmu tajwid, memperlancar bacaannya,
membiasakan lisan dengan fonetik arab, dan memahami bahasa
dan tata nahasa arab. Dikarenakan masalah tersebut mempunyai
fungsional penting dalam menunjang tercapainya tujuan
24 3. Keutamaan Tahfizh Al-Qur’an
Menghafal al-Qur‟an merupakan suatu perbuatan yang sangat
terpuji dan mulia. Banyak sekali hadits-hadits Rosululah saw, yang
mengungkapkan keagungan orang yang belajar membaca, atau
menghafal al-Qur‟an. Orang-orang yang mempelajari, membaca atau
menghafal al-Qur‟an merupakan orang-orang pilihan yang memang
dipilih oleh Allah untuk menerima warisan kitab suci al-Qur‟an
(Ahsin, 1994: 26). Allah berfirrman:
“Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah.
yang demikian itu adalah karunia yang amat besar”. (QS. Faathir: 32).
Dari ayat di atas kita dapat mengetahui bahwa al-Qur‟an adalah
wahyu Allah swt yang diturunkan kepada Nabi saw. Kita tahu bahwa
didunia ini tidak ada yang abadi, kecuali Allah. Semua umat manusia
tidak ada yang abadi, untuk itulah untuk menjaga al-Qur‟an maka al
-Qur‟an ini diwariskan kepada orang-orang terpilih. Orang-orang yang
terpilih itu adalah umat Nabi Muhammad saw. Dalam ayat ini juga
25
mengamalkan al-Qur‟an yaitu ada yang menganiaya diri sendiri, ada yang
pertengahan dan ada juga yang terlebih dahulu berbuat kebaikan.
Menurut Sugianto (2004:37) ada beberapa keutamaan dalam
menghafalkan kitab suci al-Qur‟an. Berikut ini adalah beberapa
keutamaan-keutamaan menghafal al-Qur‟an:
a. Allah memberikan kedudukan yang tinggi dan terhormat diantara manusia lain.
Namun hal ini jangan sekali-kali dijadikan tujuan utama dalam
menghafal al-Qur‟an dan tujuan utama kita adalah mengharapkan
Ridho Allah semata-mata. Dari Umar bin Kaththab ra., bahwa Nabi
Muhammad saw. Telah bersabda:
ٍيزخلْا هب عضيواياىقأ باخكنا ذهب عفزي الله ٌإ
“sesungguhnya Allah mengangkat derajat kamu dengan kitab ini dan menjatuhkan yang lain” (HR.Muslim, Shahih Muslim, hadits no. 1353)
b. Yang paling berhak memimpin. Rasulullah saw. Bersabda:
الله باخكن ىهؤزقأ وىقنا وؤي
“yang lebih berhak memimpin suatu kaum adalah yang paling bagus bacaan al-Qur‟annya”.(HR.Muslim Shahih Muslim, hadits no. 1078)
Orang yang hafal al-Qur‟an adalah orang yang mempunyai hak
untuk memimpin, termasuk memimpin diwaktu shalat atau sebagai
26
c. Penghafal al-Qur’an adalah orang yang akan beruntung dalam perdagangannya dan tidak akan ada rugi.
Seperti dalam QS. Fathir:29 yang artinya:
“sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rizqi yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang
tidak akan merugi”
Al-Imam Muthrif mengatakan dalam buku karya Abdur Rauf
(2015:60) yang berjudul Kiat Sukses Menjadi Hafidz Al-Qur‟an
Da‟iyah bahwa “Ayat ini merupakan kabar gembira bagi orang yang banyak berinteraksi dengan al-Qur‟an.”
d. Kebahagiaan di dunia dan akhirat
Banyak sekali faedah dalam menghafal al-Qur‟an selain yang
dipaparkan diatas, ada faedah yang telah banyak di ungkapkan oleh
nabi dalam hadits-hadits nya, kebahagiaan di dunia dan akhirat juga
termasuk didalam keutamaan dalam menghafal al-Qur‟an, seperti
sabda Rasulullah yang di riwayatkan oleh Tirmidzi, Ad-Darami, dan
Al-Baihaqi yang artinya:
“Dari Abu Sa‟id al-Khudri, dari Nabi saw. Beliau bersabda: Allah swt, berfirman: barangsiapa membaca al-Qur‟an dan zikir kepada-Ku sehingga ia tidak sempat memohon apa-apa kepada-Ku, maka ia akan Kuberi anugerah yang paling baik, yang diberikan kepada orang-orang yang memohon
27 4. Adab Tahfizh Al-Qur’an
Segala sifat dan karkternya hendaknya selalu baik, dan menjaga
diri jangan sampai ada larangan al-Qur‟an yang dilakukannya. Hal itu
dilakukan demi mengagungkan dan menghormati al-Qur‟an al-Karim.
Diharapkan tidak melakukan usaha yang bertentangan dengan seruan
al-Qur‟an. Kemudian, selain itu, harus menjaga kemuliaan diri dan
pribadinya. Berhadapan dengan orang-orang sombong (yang todak
tunduk kepada al-Qur‟an) tidak boleh tunduk dan berlembah lembut,
dan jangan sampai terlihat hina dihadapan orang-orang yang justru
menentang al-Qur‟an. Sebaiknya, perlu bertawadu‟ terhadap orang
-orang saleh, -orang baik dan dermawan, serta terhadap -orang miskin
dan fakir. Diharapkan sekali selalu tampil serius dan khusyu‟, penuh
karisma dan kalem (Nawawi, 1996: 65).
Sedangkan menurut Ahsin (1994:93-96) etika orang yang hafal
al-Qur‟an ialah: (1) harus bertingkah laku terpuji dan mulia, yakni
berakhlak al-Qur‟an, (2) melepaskan jiwanya dari segala yang
merendahkan dirinya terhadap orang-orang ahli keduniaan, (3)
khusyu‟, sakinah dan waqar, (4) memperbanyak shalat malam, (5)
memperbanyak membaca al-Qur‟an pada malam hari, sebagaimana
banyak dilakukan oleh para sahabat Rasulullah.
Dari beberapa adab yang telah dikemukakan di atas, dapat
disimpulkan bahwa adab-adab penghafal al-Qur‟an intinya adalah
28
5. Kaidah Penting Dalam Tahfizh Al-Qur’an
Ada beberapa kaidah umum yang diharapkan bisa membantu
mereka yang ingin menghafal al-Qur‟an, agar mereka mendapatkan
kedudukan yang tinggi atau sebagian darinya jika tidak bisa dicapai
seluruhnya. Tekad itu hanya datang kepada seorang yang memiliki
keteguhan (Badwilan, 2009:105). Beberapa kaidah yang harus
diperhatikan yakni:
a. Konsisten dengan satu rasm mushaf hafalan
Termasuk yang bisa menjadikan hafal secara sempurna
adalah jika seorang penghafal menjadikan satu mushaf khusus
tidak ganti-ganti secara mutlak. Karena manusia dapat mengingat
tidak lain dengan melihat, dengan melihat gambaran ayat juga
posisi-posisi ayat dalam mushaf bisa melekat dalam pikiran.
b. Menguasai ilmu tajwid
Mempelajari ilmu tajwid merupakan hal yang sangat penting
bagi orang yang ingin mahir membaca al-Qur‟an. Menguasai ilmu
tajwid akan membantu dan mempermudah dalam menghafal
al-Qur‟an. Karena, keunikan-keunikan dalam teknik membaca
al-Qur‟an bisa mengekalkannya di dalam hati (As-Sirjani, 2013:78).
c. Memilih dan memanage waktu dengan baik
Ada beberapa waktu yang dianggap baik untuk menghafalkan
al-Qur‟an, antara lain: waktu sebelum datang fajar, setelah shalat
29
2009:196). Bukan berarti waktu selain itu tidak baik untuk
menghafal, yang terpenting dari menghafal al-Qur‟an adalah
kemampuan seseorang dalam membagi waktu untuk
menghafalkan al-Qur‟an.
d. Menentukan target hafalan
Untuk menentukan program dalam menyelesaikan hafalan,
dapat ditentukan dengan mengukur kemampuan yang ada pada diri
sang penghafal. Perhatikan perkiraan berikut ini (Sugianto,
2004:84-87) :
1. Apabila seorang penghafal menghafal 2 halaman secara rutin
maka waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan 30 juz
adalah 1 tahun.
2. Apabila seorang penghafal menghafal 1 halaman secara rutin
maka waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan 30 juz
adalah 2 tahun.
e. Mengulangi secara rutin
Pengulangan hafalan bertujuan untuk menjaga hafalan.
Seorang penghafal harus mempunyai wirid rutin, minimal sehari 1
juz. Dengan adanya pengulangan hafalan akan tetap terus dan
30
C. Berbagai Metode Menghafal Al-Qur’an
Metode adalah cara yang tersusun dan teratur untuk mencapai
tujuan (Haryanto, 2003:267). Tujuan yang akan dicapai disini adalah
tujuan menghafal al-Qur‟an, jadi metode menghafal al-Qur‟an adalah
suatu cara yang tersusun untuk mencapai tujuan atau target dalam hafalan
al-Qur‟an.
Menghafal al-Qur‟an merupakan harta simpanan yang sangat
berharga yang diperebutkan oleh orang yang bersungguh-sungguh. Hal ini
karena al-Qur‟an adalah kalam Allah yang bisa menjadi syafa‟at bagi
pembacanya kelak dihari kiamat. Menghafal al-Qur‟an keutamaan
-keutamaannya memiliki berbagai cara yang beragam (Muhsin, 2007:205).
Menurut Munjahid (2000:77-80), ada metode yang dapat
digunakan bagi para penghafal, yakni metode menghafal dengan
pengulangan penuh, metode menghafal dengan tulisan, metode menghafal
dengan memahami makna, metode menghafal dengan bimbingan guru.
Metode yang dipaparkan Munjahid tidak jauh berbeda dengan metode
yang dipaparkan oleh Ahsin.
Menurut Ahsin (1994:63), ada beberapa metode yang sering
dilakukan para penghafal diantarannya adalah sebagai berikut:
a. Metode Wahdah
Yang dimaksud metode ini, yaitu menghafal satu persatu
terhadap ayat-ayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan
31
kali atau lebih sehingga proses ini mampu membentuk pola dalam
bayangannya.
b. Metode Kitabah
Kitabah artinya menulis. Metode ini memberikan alternatif lain
daripada metode yang pertama. Pada metode ini penulis menulis
ayat-ayat yang hendak dihafalkannya terlebih dahulu pada secarik kertas
yang telah disediakan untuk dihafal. Kemudian ayat tersebut dibaca
sampai lancar dan benar kemudian dihafalkannya.
c. Metode Sima’i
Sima‟i artinya mendengar. Yang dimaksud metode ini adalah
mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya. Metode ini akan
Sangat efektif bagi penghafal yang mempunyai daya ingat extra,
terutama bagi penghafal yang tuna netra atau anak-anak yang masíh
dibawah umur yang belum mengenal baca tulis al-Qur‟an. Cara ini
bisa mendengar dari guru atau mendengar melalui kaset.
d. Metode Gabungan
Metode ini merupakan gabungan antara metode wahdah dan
kitabah. Hanya saja kitabah disini lebih mempunyai fungsional
sebagai uji coba terhadap ayat-ayat yang telah dihafalnya. Prakteknya
yaitu setelah menghafal kemudian ayat yang telah dihafal ditulis,
32
e. Metode Jama’
Metode jama‟ adalah cara menghafal yang dilakukan secara kolektif, yakni ayat-ayat yang dihafal secara kolektif, atau
bersama-sama, dipimpin seorang instruktur.cara ini termasuk metode yang baik
untuk di kembangkan, karena akan dapat menghilangkan kejenuhan,
disamping membantu menghidupkan daya ingat terhadap ayat-ayat.
D. Metode Wahdah
Menghafalkan al-Qur‟an dengan metode wahdah adalah
merupakan menghafalkan al-Qur‟an dengan cara menghafal satu persatu
terhadap ayat-ayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal,
setiap ayat dapat dibaca sebanyak sepuluh kali atau dua puluh kali atau
lebih, sehingga proses ini mampu membentuk pola dalam bayangannya.
Setelah benar-benar hafal baru dilanjutkan pada ayat-ayat
berikutnya dengan cara yang sama, demikian seterusnya hingga mencapai
satu muka dengan gerak reflek pada lisannya. Setelah itu dilanjutkan
membaca dan mengulang-ulang lembar tersebut hingga benar-benar lisan
mampu memproduksi ayat-ayat dalam satu muka tersebut secara alami,
atau reflek dan akhirnya akan membentuk hafalan yang representatif
33
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Al-Muntaha 1. Profil Pondok Pesantren Al-Muntaha
Sebuah pondok pesantren putri yang memiliki takhassus pada
bidang hafalan al-Qur‟an, dengan corak pesantren semi tradisional
-modern. Mengkombinasikan sistem pondok salaf dan modern dengan
menonjolkan ilmu ke-Qur‟an-an sebagai identitas pesantren.
Kurikulum dibentuk sedemikian rupa agar santriwati mampu membaca
al-Qur‟an dengan baik dan benar, mengetahui isinya dan mengamalkan
kandungannya. Sehingga akan dihasilkan muslimah yang berkompeten
menjadi pendidik baca tulis al-Qur‟an, berkepribadian solihah
berakhlak mulia, berwawasan luas, mandiri serta kreatif.
Semua santri dikonsentrasikan untuk menghafal, namun bagi
yang belum sanggup membaca al-Quran dengan baik dan benar
diperkenankan juga mengaji al-Quran bin-nadhar. Pesantren ini tidak
memberi batasan waktu dan usia bagi para santri, terbuka bagi
mahasiswi, pelajar tingkat SD hingga SMU, maupun santri yang hanya
ingin berkonsentrasi belajar di pondok saja.
Pondok Pesantren ini berdiri pada tahun 1992 dengan jumlah
santri empat orang dari Jakarta. Saat itu belum berdiri bangunan
khusus santri, melainkan empat orang santri tersebut tinggal bersama
34
Azhari bersama istrinya nyai Hj. Siti Zulaecho, AH, sejak awal
berdirinya pondok ini hanya khusus pada program Tahfizh.
Tahun 1996 mengajukan pengakuan ke aktanotaris sebagai
lembaga pendidikan atau yayasan Al-Azhar, namun pada tahun 2012
yayasan Al-Azhar berganti menjadi Al-Muntaha dengan alasan
legalitas dan tanah wakaf. Pondok ini berdiri diatas 3300m dan diatas
tanah wakaf.
Pesantren ini diasuh oleh Hj. Siti Zulaecho, AH. Beliau adalah
alumnus Ponpes BUQ Betengan Demak dan Masjid Agung Kauman
Semarang. Sejak belia sudah mengikuti event-event MTQ dalam
cabang Tahfizh baik di tingkat Propinsi Jawa Tengah hingga tingkat
Nasional, dan beberapa kali menjadi juara. Hampir satu dekade ini
diberi mandat untuk menjadi juri pada MTQ baik di tingkat Kota
maupun tingkat Propinsi.
(Dokumen di PP Al-Muntaha dan Website PP Al-Muntaha)
2. Tujuan
Adapun tujuan yang dipaparkan oleh Hj. Siti Zulaecho, AH
selaku pengasuh Pondok Pesantren Muntaha tujuan PP
Al-Muntaha sebagai salah satu lembaga pendidikan keagamaan ingin
berperan aktif dalam usaha-usaha memajukan bangsa. Hal ini
dilakukan dengan memberikan pendidikan ilmu-ilmu al-Qur‟an,
terutama bagaimana cara membaca al-Qur‟an dengan baik dan benar,
35
dalam pengucapannya, hingga menghafalkan al-Qur‟an suatu tingkat
tertinggi dalam bidang qira‟ah al-Qur‟an serta mengamalkannya. Selain itu, pondok juga memberikan pendidikan ilmu-ilmu keislaman,
mulai dari Nahwu, Sharaf, Fiqih, dan akhlak berikut pengamalannya.
Pendidikan ini diberikan kepada para santri, baik yang tinggal di dalam
pondok maupun putri-putri dari lingkungan sekitar yang ikut belajar di
PP Al- Muntaha.
Pondok Pesantren Al-Muntaha memiliki visi dan misi dalam
pendidikan yaitu sebagai berikut:
a. Visi
Mencetak muslimah penghafal al-Qur‟an yang berakhlak karimah
b. Misi
1) Menyelenggarakan ta‟lim al-Qur‟an yang komprehensif
2) Membimbing santri menjadi muslimah yang berkarakter
(Hasil wawancara dengan pengasuh PP Al-Muntaha, 15/11/2015)
3. Letak Geografis
Pondok Pesantren Al-Muntaha terletak di Argomulyo, sebuah
kecamatan di Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia.
Argomulyo dikenal masyarakat luas sebagai wilayah yang sejuk di
kaki Gunung Merbabu dengan suhu cuaca berkisar 15-26 °C. dengan
jumlah penduduk Argomulyo mencapai 16.000 jiwa. Menurut
keterangan yang diambil dari Surat Lembaga Pemberdayaan
36
a. Sebelah Utara : Kecamatan Sidomukti
b. Sebelah Timur : Kecamatan Tingkir dan Tengaran
c. Sebelah Selatan : Kecamatan Tengaran
d. Sebelah Barat : Kecamatan Getasan
(Hasil wawancara Pak RT Cebongan, 2015)
Lokasi pesantren terletak di tepi jalan utama Solo-Semarang,
sangat strategis dan mudah transportasi. Ini adalah alamat Pondok
Pesantren Al-Muntaha, Jl. Soekarno-Hatta no. 39, Kel. Cebongan,
Kec. Argomulyo, Kota Salatiga. Fasilitas pendukung yang ada didalam
kawasan pondok adalah Masjid, Taman Kanak-Kanak ,Fotocopy
Center, Laundry, dan Toko Kelontong. (Hasil Observasi tahun 2015).
4. Struktur Kepengurusan
Adapun struktur kepengurusan pondok pesantren Al-Muntaha
37
Tabel 3.1
Struktur Pengurus Pondok Pesantren Al-Muntaha Tahun 2015/2016
( Dokumen PP Al-Muntaha 2016)
5. Kegiatan Santri di Pondok Pesantren Al-Muntaha
Setelah calon santri mendaftarkan diri untuk menjadi santri di
Pondok Pesantren Al-Muntaha dan telah mendapat izin dari pengasuh,
38
Al-Muntaha. Seluruh santri pondok diwajibkan tinggal di dalam
pondok pesantren dan mengikuti seluruh kegiatan pondok.
Dengan diwajibkannya santri tinggal di pondok, maka akan lebih
mudah bagi pelaksana pondok untuk mencetak santri yang bertitel
Hafizh Qur‟an dengan ilmu tajwid yang baik dan memahami pokok
-pokok dari al- Qur‟an dalam kehidupan sehari-hari. Setiap santri wajib
mengikuti semua jadwal kegiatan yang telah terjadwal dibawah ini:
1) Kegiatan harian
Secara garis besar kegiatan harian santri terdiri dari beberapa
kegiatan yaitu:
a. Sorogan al-Qur‟an 3x sehari,
b. Takrir dan tahsin al-Qur‟an,
c. Sorogan fasholatan, al arzanji, al-Diba‟i, al-Burdah, Manaqib,
Dalailul khairat
d. Bandongan tafsir Al-Jalalain
Sedangkan untuk kegiatan rincinya setiap hari adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.2
Jadwal Kegiatan Santri
No. Waktu Kegiatan
1. 04.00-04.30 Bangun tidur dan persiapan sholat
berjamaah subuh
2. 04.30-04.45 Sholat subuh berjamaah
3. 04.45-06.00 Membuat hafalan baru untuk
bin-39
nadhar
4. 06.00-07.30 KBM bin-nadhar dan bil-ghoib
5. 07.30-12.00 Makan, mandi dan kegiatan sekolah
masing-masing
6. 12.00-14.00 Sholat dzuhur berjamaah dan muroja‟ah bagi santri yang berada didalam pondok
7. 14.00-15.00 KBM bin-nadhar dan bil-ghoib bagi
santri yang berada di dalam pondok
8. 15.00-15.30 Sholat asar berjamaah
9. 15.30-16.00 Istirahat, mandi dan makan
10. 16.00-17.30 Muroja‟ah
11. 17.30-18.00 Persiapan sholat maghrib berjamaah
12. 18.00-19.00 KBM bin-nadhar
13. 19.00-19.15 Sholat isya‟ berjamaah
14. 19.15-21.00 KBM bil-ghoib dan sekolah diniyah
bagi bin-nadhar
15. 21.00-04.00 Tidur malam atau membuat hafalan
baru
( Hasil observasi, 30/03/2016, di Pondok Al-Muntaha)
2) Kegiatan Mingguan
Para santri diwajibkan mengikuti kegiatan yang sudah di
jadwalkan oleh pengasuh yaitu sebagai berikut:
a. Ro‟an sugro
kegiatan santri setiap minggu pagi adalah membersihkan
masing-40
masing. Setiap santri dibentuk kelompok-kelompok yang
telah dibagi oleh seksi kebersihan
b. Sima‟an mingguan 30 juz
Sima‟an ini dilakukan oleh para santri bil-ghoib dengan
berpasangan. Setiap santri harus punya satu pasangan yang
hampir sama pendapatan hafalannya, karena sima‟an ini
dilakukan bergantian setiap satu muka hingga sampai juz yang
mereka dapatkan. Tujuannya agar mereka dapat melanjutkan
setiap ayat-ayat secara spontan, melatih agar santri lebih
berkonsentrasi serta para santri dapat membenarkan hafalan
jika pasangannya lupa atau kurang tepat tajwidnya
c. Tilawatil Qur‟an
Setiap hari minggu siang, semua santri di bimbing untuk
kegiatan tilawah Qur‟an. Tujuannya agar para santri dapat
melantunkan ayat-ayat al-Qur‟an dengan indah. Dan supaya
santri mempunyai keahlian dalam seni membaca al-Qur‟an.
d. Berzanji atau sholawatan dan rebana
Seriap dua minggu sekali ada acara sholawat al-berzanzi ini
dilaksanakan pada malam jum‟at.
e. Khitobah
Khitobah juga dilaksanakan setiap dua minggu sekali,
berselang-seling dengan sholawat al-berzanji. Disini telah
41
sebagai Nyai, MC, pembaca tilawah, pembaca sholawat dan
pembaca do‟a.
f. Yasin dan Tahlil dan mujahadah
Kegiatan ini dipimpin oleh santri secara bergilir yang sudah
ditetapkan oleh seksi pendidikan. Tahlil ini dilaksanakan
setelah sholat maghrib berjama‟ah dengan pengasuh.
g. Bandongan kitab Fathul Qorib, Nashoihul „Ibad dan Siroh al-Barzanji
h. Muroja‟ah Tahfizh bit-tartil
i. Tajwid teori dan praktek
3) Kegiatan Bulanan
a. Sima‟an minggu legi 30 juz
Sima‟an minggu legi ini berbeda dengan sima‟an minggu
-minggu biasa, karena setiap santri sudah mendapat jatahnya
masing-masing sampai pada juz yang dia hafalkan. Setiap
minggu legi ini sima‟an hafalan lengkap 30 juz. Setiap santri
disima‟ oleh semua santri dan pengasuh.
b. Ro‟an kubro
Ro‟an kubro disini adalah membersihkan seluruh bagian
pondok dan sekitarnya. Setelah semua bersih para santri
makan bersama.
42
4) Kegiatan Tahunan
a. Acara maulid Nabi Muhammad saw
b. Ziarah , dilaksanakan dua tahun sekali.
c. Isra‟ Mi‟raj dan khatmil Qur‟an
d. Kegiatan ramadhan, pesantren kilat
e. Liburan akhir tahun
f. Acara kurban
(Hasil observasi dan dokumen kalender pondok Al-Muntaha
tahun 2016)
6. Bimbingan dan penyuluhan
Semua santri diwajibkan tinggal dipondok dan mengikuti
kegiatan pondok kecuali santri kalong. Apabila salah satu santri
melakukan pelanggaran, maka santri tersebut akan mendapat
bimbingan langsung dari pengasuh.
B. Temuan Penelitian
1. Penerapan Metode Wahdah Dalam Meningkatkan Hafalan
Al-Qur’an Pondok Pesantren Al-Muntaha
Pendidikan al-Qur‟an merupakan program utama dari pesantren
ini, maka dari itu pondok tersebut menginginkan santri yang lulus dari
pesantren tersebut menjadi hafizh yang fasih dalam bacaan
al-Qur‟annya. Setiap santri di Pondok Pesantren Al-Muntaha sebelum
mulai untuk menghafal ada beberapa syarat yang diberikan oleh
43
proses menghafal santri tidak merasa sulit dan menghasilkan mutu
hafalan yang baik (Hj. Siti Zulaecho, AH, 2016).
a. Syarat Sebelum Menghafal
1) Izin dari orang tua
2) Menguasai ilmu tajwid
3) Baik makharij al-huruf
4) Sudah khatam al-Qur‟an bin-nadhar
Setiap santri yang belum memenuhi syarat-syarat tersebut di
atas, pengasuh akan membimbingnya langsung, dengan
mempelajari kitab-kitab yang berhubungan dengan hal tersebut.
Setelah santri menguasai ilmu-ilmu tersebut, santri mengaji
bin-nadhar sampai khatam baru memulai dengan menghafal. Seperti
yang diungkapkan SB salah satu santri pesantren Al-Muntaha
sebagai berikut:
“setiap santri yang ingin menghafal di pesantren ini memang harus memenuhi semua syarat yang sudah ditentukan mbak. Jika ada santri yang ingin menghafal tetapi belum pernah khatam bin-nadhar, dia akan dibimbing langsung oleh ibu nyai untuk mengkhatamkan al-Qur‟an secara bin-nadhar dan tidak lupa pula untuk memenuhi syarat yang lainnya. Selain syarat diatas, seorang santri yang ingin menghafal juga harus mempersiapkan apa yang harus dipersiapkan sebelum menghafal, seperti: Al-Qur‟an pojok dan niat yang tulus serta kuat, supaya dalam menghafal tidak mudah menyerah (SB, 17/03/2016).”
Setiap santri yang ingin menghafal al-Qur‟an selain memenuhi
syarat diatas, santri juga harus mempunyai persiapan menghafal
44
1) Niat yang kuat untuk menghafal
2) Menyiapkan al-Qur‟an pojok
3) Target hafalan
4) Mengatur waktu
Ungkapan santri tentang persiapan menghafal al-Qur‟an
sebagai berikut:
1. MF adalah santri yang sudah khatam, dia menghafal al-Qur‟an
sambil menempuh pendidikan formal yaitu kuliah. Dia
mempersiapakan diri sebelum menghafal dengan selalu
mentargetkan hafalan dan mengatur waktu dengan baik seperti
ungkapannya berikut ini:
menempuh pendidikan formal, bagi ST, kunci menghafal
al-Qur‟an adalah selalu berinteraksi dengan al-Qur‟an. Jadi
sebelum menghafal al-Qur‟an harusnya sudah sering membaca
al-Qur‟an. Berikut ungkapannya:
“Menurut saya yang terpenting untuk dipersiapakan sebelum mulai untuk menghafal adalah khatam bin-nadhar