KOMPETENSI GURU SEKOLAH PENGGERAK DALAM MENYUSUN MODUL AJAR KURIKULUM MERDEKA
HENI MULYANI DAN MAGFIROTUN NUR INSANI
Balai Penjaminan Mutu Pendidikan DKI Jakarta Received :
Revised : Accepted :
June 05, 2023 June 14, 2023 June 15, 2023
Abstract: The capacity of a teacher in compiling teaching modules is very important in the implementation of The Merdeka Curriculum. The teaching module is alearning plan hat becomes the tachers’s reference in the implementation of the learning process. This study aims to obtain an overview of the competence of teachers in comiling teaching modules in “school mover”. The method used in collecting data is Descriptif Qualitatif method, namely interviews and observations, also equipped with a questionnaire given to 69 teachers at the elementary, junior high and high school levels. The teacher’s ability to understand the Merdeka Curriculum teaching modules criteria, namely 56.52% understand, 27.54% understand enough and 15.94% do not understand the ability in compiling the core components of the teaching module namely Learning Objectives.
The teacher’s ability to distinguish the core components and complementary components in the teaching module, namely 62.32% are at the level of understanding, 30.43% are quite understanding and 7.25% are not understanding. Learning Activities and Assessments are as follows. The ability of teachers to set learning objectives 56.52% at the capable level, 21,74% quite capable and at the less able level 21,74% In compiling learning activities 65% at the able level, 28% quite capable and at the underprivileged 7% While the ability to compose an assessment 39.13% at the capable level, 42.03% quite capable 18.84% less capable. The results of this study indicate that the ability of teachers in create teaching modules still need to be improved.
Abstrak: Kapabilitas seorang guru dalam menyusun modul ajar menjadi hal yang sangat penting dalam implementasi “Kurikulum Merdeka”. Modul ajar merupakan perencanaan pembelajaran yang menjadi acuan guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang kompetensi guru dalam penyusun modul ajar di Sekolah Penggerak. Metode yang digunakan dalam mengambil data adalah metode kualitatif deskriptif yakni dengan wawancara dan observasi juga dilengkapi dengan kuesioner yang diberikan pada 69 guru pada jenjang SD, SMP, dan SMA. Hasil Capaian guru dalam memahami kriteria modul ajar Kurikulum Merdeka yakni 56,52% memahami, 27,54% cukup memahami dan 15,94% kurang memahami. kemampuan guru dalam membedakan komponen inti dan komponen pelengkap dalam modul ajar 62,32% berada pada level memahami, 30,43% cukup memahami dan 7,25%
kurang memahami. Kemampuan dalam menyusun komponen inti modul ajar yakni Tujuan Pembelajaran, yakni kegiatan pembelajaran dan asesmen adalah sebagai berikut kemampuan guru pada menyusun tujuan pembelajaran 56,52% pada level mampu, 21,74% cukup mampu dan pada level kurang mampu 21,74%. Dalam menyusun kegiatan pembelajaran 65% pada level mampu, 28% cukup mampu dan pada level kurang mampu 7%. Sedangkan pada kemampuan menyusun asesmen 39,13% pada level mampu, 42,03% cukup mampu 18,84% kurang mampu.
Hasil Penelitian ini menunjukkan kemampuan guru dalam menyusun modul ajar masih perlu ditingkatkan.
: Kata kunci:
Teacher Competence, School Mover, “Merdeka Curriculum”, Teaching Module Komponen Guru, Sekolah Penggerak, Kurikulum Merdeka, Modul Ajar (*) Corresponding Author: [email protected]
How to Cite: Mulyani, H., Insani, M.N, (2022). Kompetensi Guru Sekolah Penggerak Dalam Menyusun Modul Ajar Kurikulum Merdeka, 20 (1), 1-10. https://doi.org/10.54124/jlmp.v20i1.95
PENDAHULUAN
Kurikulum Merdeka memiliki 3 karakteristik utama yakni pengembangan softskill dan karakter, fokus pada materi esensial dan pembelajaran yang fl eksibel.
Untuk melakukan pembelajaran yang fl eksibel guru diberikan kemerdekaan dalam menyusun modul ajar sesuai dengan karakteristik sekolah dan siswanya. Namun pada kenyataannya masih https://doi.org/10.54124/jlmp.v20i1.95
p.ISSN 1979-3820 e.ISSN 2809-3933
Avalilable online at https://jlmp.kemdikbud.go.id/index.php/jlmp/index
banyak guru yang belum memahami bagaimana menyusun modul ajar dan asesmen dalam Kurikulum Merdeka.
Saat peneliti melakukan pendampingan program kegiatan dari Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) banyak guru yang bertanya dan menyampaikan ketidakpahamannya bagaimana membuat modul projek penguatan Profi l Pelajar Pancasila, guru juga menyampaikan kekurangpahamannya bagaimana mengembangan Capaian Pembelajaran (CP) ke dalam Tujuan Pembelajaran (TP) dan menyusunnya menjadi Alur Tujuan Pembelajaran (ATP). Selain itu guru juga masih merasa belum paham bagaimana menyusun modul ajar dalam Kurikulum Merdeka.
Disamping pengalaman tersebut, dari studi literatur terdapat hasil penelitian tentang pemahaman dan kemampuan guru dalam melakukan Asesmen Kurikulum Merdeka yang masih rendah. Masih banyak guru yang beranggapan bahwa yang terpenting pada akhir semester ia telah mencapai target kurikulum. Anggapan ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara evaluasi pembelajaran yang dilakukan guru dengan tujuan pendidikan di era Merdeka Belajar. (Izza, 2020)
Dari berbagai masalah yang diuraikan dalam latar belakang, peneliti hanya mengambil satu masalah yang dirumuskan dalam perumusan masalah sebagai berikut; Bagaimanakah kemampuan guru di sekolah penggerak wilayah Jakarta Timur dalam menyusun modul ajar Kurikulum Merdeka?
Tujuan dalam penelitian ini untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif terkait kemampuan guru dalam menyusun modul ajar Kurikulum Merdeka. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi bagi pemangku kepentingan atau stakeholders tentang peta kemampuan guru dalam menyusun modul ajar Kurikulum Merdeka.
Kajian teori yang mendukung penelitian ini adalah hakekat kompetensi guru, hakekat Sekolah Penggerak, hakekat Kurikulum Merdeka dan hakekat modul ajar. Kompetensi guru pada hakekatnya adalah gambaran mengenai terampilnya seorang guru dalam melakukan suatu tugas atau kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya secara nyata dan dapat diukur dengan pasti. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dinyatakan bahwa, kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan (Mulyasa, 2013). Masih dalam UURI Guru dan Dosen pada Pasal 10 ayat 1 juga pada Peraturan Pemerintah No.19/2005 pasal 28 ayat 3 menyatakan dijabarkan bahwa, kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.
Sumiarsi (2015) menjelaskan bahwa kompetensi pedagogik adalah kompetensi yang membedakan guru dengan bidang profesi lainnya. Seseorang yang berprofesi sebagai guru wajib memiliki kompetensi pedagogik, yaitu seorang guru memiliki kemampuan dalam merencanakan pembelajaran, melaksanakan dan mengelola proses pembelajaran, serta melakukan evaluasi pembelajaran.
Sekolah Penggerak merupakan rangkaian episode dalam kebijakan Merdeka Belajar yakni episode ke-7. Tujuan dari Program Sekolah Penggerak ini untuk mewujudkan visi Pendidikan Indonesia dalam mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya Pelajar Pancasila. Program ini memiliki titik perhatian pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik yang mencakup penguatan karakter dan penguatan kompetensi literasi dan numerasi yang berhulu pada peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul sebagai garda terdepan yakni kepala sekolah dan guru.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikburistek) mengeluarkan kebijakan dalam pengembangan Kurikulum Merdeka yang diberikan kepada satuan pendidikan sebagai opsi tambahan dalam rangka melakukan pemulihan pembelajaran disamping kurikulum darurat1 dan Kurikulum 2013. Kebijakan Kemendikbudristek terkait kurikulum nasional akan dikaji ulang pada 2024 berdasarkan evaluasi selama masa pemulihan pembelajaran.
Kurikulum Merdeka memiliki karakteristik khusus antara lain berpusat pada kompetensi peserta didik, berfokus pada pengembangan soft skill dan karakter Profi l Pelajar Pancasila dengan menggunakan pembelajaran berbasis proyek. Karakteristik yang kedua adalah berfokus kepada materi esensial sehinggu guru memiliki waktu yang lebih banyak untuk mengeksplorasi pada peguatan literasi dan
1 Kurikulum darurat merupakan pilihan yang bisa diambil oleh sebuah satuan pendidikan yang akan melaksanakan pembelajaran jarak jauh pada jenjang PAUD, jenjang SD, jenjang SMP, jenjang SMA, dan jenjang SMK dengan kurikulum yang sudah disederhanakan berdasarkan kompetensi dasar pada Kurikulum 2013
numerasi. Karakteristik yang ketiga adalah guru memiliki fl eksibilitas dalam melakukan pembelajaran sesuai dengan kemampuan peserta didik yang beragam.
Perubahan dari kurikulum 2013 ke Kurikulum Merdeka membawa dampak yang luar biasa, Guru di Sekolah Penggerak sebagai frontliner implementasi kurikulum tersebut perlu melakukan berbagai adaptasi. Mulai dari mengubah mindset, pergeseran paradigma pembelajaran dan asesmen, perubahan dalam sturktur kurikulum dan pengelolaan pembelajaran. Perubahan ini pun tentu saja berdampak pada perencanaan pembelajaran yang dikembangkan guru. Perencanaan pembelajaran pada kurikulum merdeka sering disebut dengan modul ajar.
Modul yaitu kesatuan kegiatan belajar yang tersusun sistematis dan dirancang untuk membantu mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Modul dipandang sebagai program pembelajaran yang terdiri dari media, sumber belajar dan sistem evaluasinya. Pada modul manajemen pembiayaan pendidikan tersebut berisi tujuan pembelajaran yang ingin dicapai melalui kegiatan belajar, materi, langkah- langkah pembelajaran dan evaluasi (Anggraini dan Sukardi, 2016 dalam Zakiati dan Rizky 2022).
Dalam Kurikulum Merdeka, konsep modul ajar memiliki fl eksibilitas. Modul ajar adalah salah satu jenis perangkat ajar yang memuat rencana pelaksanaan pembelajaran, sebagai alat bantu dalam mengarahkan proses pembelajaran mencapai capaian pembelajaran pada setiap fase. Bila sekolah mengadopsi modul ajar yang disiapkan kemdikburistek, maka modul ajar tersebut bisa disamakan dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Plus, karena modul ajar tersebut mempunyai bagian unsur yang lebih lengkap dibanding RPP kurikulum 2013. Namun bila sekolah merancang modul ajar secara mandiri, maka modul ajar tersebut dapat disejajarkan dengan RPP.
Guru dalam satuan pendidikan diberi kebebasan untuk mengembangkan modul ajar sesuai dengan konteks lingkungan dan kebutuhan belajar peserta didik. Modul ajar terdiri dari komponen inti dan dilengkapi dengan komponen pelengkap. Komponen modul ajar bisa ditambahkan sesuai dengan mata pelajaran dan kebutuhan.
Meskipun memiliki kemerdekaan dalam menyusun modul ajar, namun ada empat kriteria yang harus diperhatikan dalam menyusun modul ajar. Kriteria tersebut yakni: 1) Esensial: pemahaman konsep dari setiap mata pelajaran melalui pengalaman belajar dan lintas disiplin; 2) Mengandung 3 M yakni menarik, memiliki makna, dan menantang: modul haruslah menumbuhkan minat belajar dan melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses belajar; tidak terlalu sulit, dan tidak terlalu mudah untuk peserta didik; 3) Relevan dan kontekstual: berkaitan dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sebelumnya, juga sesuai dengan konteks waktu dan lingkungan peserta didik; 4) Berkesinambungan: mempunyai keterkaitan alur kegiatan pembelajaran sesuai dengan fase belajar peserta didik.
Sedangkan komponen modul ajar paling tidak memiliki tiga unsur yakni tujuan pembelajaran, langkah pembelajaran (yang mencakup media pembelajaran yang akan digunakan), dan asesmen.
Tiga unsur ini disebut dengan komponen inti modul. Modul juga memiliki unsur pelengkap lain berupa informasi dan referensi belajar lainnya untuk membantu guru dalam melaksanakan pembelajaran.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juli 2022. Fokus penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran terkait kemampuan guru dalam menyusun modul ajar Kurikulum Merdeka. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode ini dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2017). Penelitian kualitatif menurut Hendryadi, et. al, (2019) merupakan proses penyelidikan naturalistik yang mencari pemahaman mendalam tentang fenomena sosial secara alami.
Penelitian ini berlokasi di 10 Sekolah Penggerak di wilayah Jakarta Timur dengan subjek penelitian berjumlah total 69 guru pada jenjang SD, SMP, SMA, dan SLB . Alasan peneliti memilih wilayah ini karena pada tahap pertama Program Sekolah Penggerak di DKI Jakarta baru dilakukan di dua wilayah yakni Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Disamping itu, judul penelitian ini belum pernah diteliti di wilayah tersebut.
Sumber data dalam penelitian kualitatif dapat diambil dari informan, tempat dan peristiwa, serta arsip atau dokumen yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Berdasarkan pertimbangan jenis data yang dibutuhkan, maka sumber data penelitian dikelompokkan berikut: 1) Informan dalam penelitian ini adalah, Guru Sekolah Penggerak, kepala sekolah dan pelatih ahli atau Fasilitator Sekolah Penggerak; 2) Dokumen yang peneliti gunakan sebagai sumber data adalah Capaian Pembelajaran, Alur Tujuan Pembelajaran dan modul pembelajaran yang dibuat oleh Guru Sekolah Penggerak.
Dalam menentukan subjek atau sampel digunakan teknik purposive sampling menurut sugiono (2009) purposive sampling adalah “pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan”. Oleh karena itu peneliti memiliki karakteristik tertentu terhadap subjek yang akan diteliti. Subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah; Guru di Sekolah Penggerak Sebagai subjek utama yang diteliti, merupakan responden utama yang merancang modul pembelajaran Kurikulum Merdeka.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah 1) Daftar Cek (check list). “Daftar cek adalah daftar yang berisi subjek dan aspek-aspek yang akan diamati, melalui daftar cek memungkinkan seseorang mencatat tiap-tiap kejadian (betapapun kecilnya) tetapi dianggap penting” (Zainal Arifi n, 2012:45).
Daftar cek yang digunakan dimaksudkan untuk mengetahui apakah guru di Sekolah Penggerak sudah memiliki kompetensi yang baik dalam merancang modul pembelajaran; 2) Wawancara dilakukan dengan pedoman semi terstruktur, menurut Arikunto (Istarani 2014): “Tahap pertama interviewer menanyakan serentetan pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu persatu diperdalam dalam mengorek keterangan lebih lanjut”. Dengan demikian jawaban yang diperoleh bisa meliputi semua variable, dengan keterangan yang lengkap dan mendalam. Miles dan Huberman (Sugiono 2009) mengemukakan bahwa, “Analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Analisis data dapat dilakukan melalui tiga tahap yaitu mereduksi data, mendeskripsiskan data, dan membuat kesimpulan”. Wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai bagaimana guru merancang modul pembelajaran dalam Kurikulum Merdeka; 3) Dokumen, analisis dokumen dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari arsip dan dokumen terkait data yang diteliti. “Teknik dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya” Sanjaya, (2013:98). Dalam penelitian ini dokumen yang dianalisis adalah modul ajar yang dibuat oleh guru di Sekolah Penggerak.
Teknik analisis data yang digunakan adalah mereduksi data, menyeleksi data, mendeskripsikan data, menyajikan data, dan menyimpulkan data. Mereduksi data adalah, “Kegiatan merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu” (Sugiyono, 2009:338).
Tahap terakhir adalah membuat kesimpulan dari data yang telah dideskripsikan. Tahap menganalisis data merupakan tahap yang paling penting karena hal ini untuk memberikan makna dari data yang telah dikumpulkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan tujuan penelitian, telah diperoleh gambaran yang terkait kemampuan guru dalam menyusun modul ajar Kurikulum Merdeka. Ada lima hal yang akan dikaji terkait kemampuan guru dalam menyusun modul ajar yakni 2 hal terkait pemahaman 3 terkait keterampilan. Hal yang terkait pemahaman adalah kemampuan guru dalam memahami dan kemampuan guru dalam memahami komponen inti dan komponen pelengkap modul ajar. Sedangkan yang terkait keterampilan adalah menyusun Tujuan Pembelajaran (TP) dari Alur Tujuan Pembelajaran (ATP) yang dikembangkan dari Capaian Pembelajaran mengembangkan kegiatan pembelajaran dan menyusun asesmen.
Data yang diperoleh menunjukkan masih banyak guru yang belum memahami kriteria tersebut, hal ini dapat dilihat pada diagram doughnut sebagai berikut:
Gambar 2. Pemahaman Guru Terhadap Kriteria Modul Ajar
Dari diagram doughnut di atas tampak dari 69 guru terdapat 39 orang guru ( 56,52%) memahami kriteria modul ajar, 19 orang cukup memahami (27,54%) dan 11 orang guru (15,94%). Hal ini berarti masih kurang dari 60% guru yang memahami kriteria modul ajar dalam Kurikulum Merdeka, padahal pemahaman terhadap kriteria modul yang gariskan Kemdikbudristek menjadi bekal awal bagi guru dalam menyusun sebuah modul. Agar modul yang disusun memenuhi kriteria yang ditetapkan.
Kriteria tersebut untuk menjamin mutu dari sebuah modul agar tujuan dari penyusunan modul itu sendiri dapat tercapai. Bahkan dari data itu masih terdapat 15,94% guru yang belum dapat memahami kriteria modul. Salah satu guru yang diwawancarai terkait kriteria modul ajar sebagai berikut: “Wah kriterianya apa ya Bu, saya belum tahu Bu, harus mengacu pada CP ya Bu, harus dapat menuntaskan TP pastinya Bu, sesuai dengan buku teks Kurikulum Merdeka dari Kemdikbudristek”.
Jawaban guru tersebut menggambarkan mind-set dan paradigma berpikirnya yang masih rancu dengan Kurikulum 2013, dimana guru dituntut untuk menuntaskan tuntutan KI-KD dan guru cenderung berpatokan pada satu buku sebagai sumber belajar yang harus diajarkan. Sangat beruntung bagi 39 guru (56,53%) yang telah memahami kriteria modul ajar Kurikulum Merdeka. Pemahaman terhadap kriteria modul akan mendorong guru untuk menyusun modul yang betul-betul menyajikan materi esensial yang harus dikuasai siswa, akan mendorong guru untuk menyusun kegiatan pembelajaran yang menarik, bermakna dan menantang (3M) dan akan menjamin keberlanjutan pencapaian CP dalam satu fase.
Komponen inti dalam modul ajar adalah tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan asesmen . Komponen pelengkap terdiri dari Informasi umum antara lain identitas modul, kompetensi awal, Profi l Pelajar Pancasila, media, alat dan sumber belajar (sarana prasarana), target peserta didik, dan model pembelajaran serta Lampiran.
Pemahaman guru dalam memahami komponen inti dan pelengkap dapat dilihat pada diagram doughnut berikut ini:
Gambar 3. Pemahaman Terhadap Komponen Inti dan Komponen Pelengkap
Dari 69 guru terdapat 43 orang guru (62,32%) yang memahami komponen inti dan komponen pelengkap. 21 guru (30,43%) yang cukup memahami dan hanya 5 guru (7,25%) yang kurang memahami komponen inti dan komponen pelengkap modul ajar Kurikulum Merdeka. Salah satu guru saat diwawancarai lancar menyebutkan komponen inti, namun untuk menyebutkan komponen pelengkap (informasi umum dan lampiran) masih nampak kebingungan. “Komponen inti tetap tiga tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan penilaian. Tapi kalau komponen pelengkapnya yang sama indentitas sekolah, kelas, mapel, terus apalagi yang Bu, kurang hafal Bu, harus lihat contoh modul yang ada baru ingat Bu, oya sekarang karakternya ambil dari Profi l Pelajar Pancasila” .
Guru dapat menyebutkan dan memahami komponen inti karena pada RPP yang disederhanakan komponennya sama. Sedangkan untuk komponen pelengkap pada Kurikulum Merdeka terdapat hal baru yang ditambahkan yakni kompetensi awal, Profi l Pelajar Pancasila, target peserta didik. Ketika seorang guru sudah memiliki wawasan dan pemahaman tentang kriteria modul ajar dan komponen yang harus ada dalam sebuah modul maka guru akan dengan mudah megembangkan keterampilannya dalam menyusun modul. Namun sebaliknya bila guru kurang memiliki pengetahuan dan pemahaman terkait modul ajar maka untuk mempercepat sekolah pada tahap berikutnya yakni dari mandiri berubah ke mandiri berbagi akan mengalami hambatan. Guru akan stag pada mandiri belajar atau mandiri berubah yang terus mengodopsi modul ajar yang sudah ada meskipun sebenarnya bisa jadi tidak sesuai dengan karakeristik sekolah maupun peserta didik di sekolah masing masing-masing.
Sebuah tujuan pembelajaran dirumuskan dari hasil analisis terhadap CP, kumpulan TP tersebut dirangkai menjadi ATP untuk sebuah fase. Tujuan pembelajaran hendaknya mencerminkan hal-hal penting dari pembelajaran. Ia menentukan kegiatan belajar, sumber daya yang digunakan, kesesuaian dengan keberagaman murid, dan metode asesmen yang digunakan. Tujuan pembelajaran bisa dari berbagai bentuk: pengetahuan yang berupa fakta dan informasi, dan juga prosedural, pemahaman konseptual, pemikiran dan penalaran keterampilan, dan kolaboratif dan strategi komunikasi
Berikut adalah kemampuan guru dalam menyusun tujuan pembelajaran:
Gambar 4. Kemampuan Guru dalam Menyusun Tujuan Pembelajaran
Dari diagram doughnut di atas terlihat bahwa terdapat persentase yang sama pada level cukup mampu dan kurang mampu dalam menyusun tujuan pembelajaran yakni 15 orang guru (22%).
Sedangkan guru yang berada pada level mampu ada sebanyak 39 orang atau 56%.
Menyusun Tujuan pembelajaran memang seperti nampak sepele namun bila kita pahami dengan baik bahwa TP itu adalah sasaran target dalam setiap pembelajaran yang dilakukan, sebelum mencapai muara pada Fase yakni CP, dan muara di satuan pendidikan adalah SKL.
Rendahnya kemampuan guru dalam menyusun TP dapat kita pahami bahwa untuk dapat mengembangkan TP guru harus menganalisis CP lalu memikirkan kegiatan belajar yang akan dilakukan, sumber daya yang digunakan, kesesuaian dengan keberagaman murid, dan metode asesmen yang digunakan.
Berikut kutipan salah satu hasil wawancara dengan guru: “Bila mengambil dari contoh yang sudah ada dari Kemdikbudristek gampang ya Bu tinggal download, copas, copas selesai. Tapi bila harus analisis sendiri CPnya saya belum punya ilmunya belum terlalu paham, masih takut salah. Rumusan kalimatnya yang benar juga seperti apa belum terlalu paham.”
Kegiatan pembelajaran inti merupakan urutan bentuk langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang dituangkan secara konkret, disertakan opsi/pembelajaran alternatif dan langkah untuk menyesuaikan dengan kebutuhan belajar siswa. Langkah kegiatan pembelajaran ditulis secara berurutan sesuai dengan durasi waktu yang direncanakan, meliputi tiga tahap, yaitu pendahuluan, inti, dan penutup berbasis metode pembelajaran aktif.
Berikut ini adalah data kemampuan guru dalam menyusun kegiatan pembelajaran:
Gambar 5. Kemampuan Guru dalam Menyusun Kegiatan Pembelajaran
Dari diagram doughnut di atas tampak hanya sedikit yang berada pada level tidak mamu yakni 5 orang (7%), 28% pada level cukup mampu dan sisinya pada mampu sebanyak 45 orang guru atau 65%. Hal ini terjadi karena menyusun kegiatan pembelajaran sebenarnya merupakan hal yang sama dilakukan saat kurikulum 2013, namun yang membedakan sekarang dalam Kurikulum Merdeka guru harus memperhaikan prinsip paradigma baru dalam pebelajaran.
Pembelajaran paradigma baru merupakan pembelajaran yang berorientasi pada penguatan kompetensi literasi numerasi dan peguatan karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Pembelajaran paradigma baru memastikan praktik pembelajaran yang berpusat pada murid, yang mana setiap murid belajar sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya. Terdapat 5 Prinsip Paradigma baru yakni: 1) Pembelajaran dirancang dengan mempertimbangkan tahap perkembangan dan tingkat pencapaian peserta didik saat ini, sesuai kebutuhan belajar, serta mencerminkan karakteristik dan perkembangan yang beragam sehingga pembelajaran menjadi bermakna dan menyenangkan; 2) Pembelajaran dirancang dan dilaksanakan untuk membangun kapasitas untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat; 3) Proses pembelajaran mendukung perkembangan kompetensi dan karakter peserta didik secara holistic; 4) Pembelajaran yang relevan, yaitu pembelajaran yang dirancang sesuai konteks, lingkungan, dan budaya peserta didik, serta melibatkan orangtua dan masyarakat sebagai mitra; 5) Pembelajaran berorientasi pada masa depan yang berkelanjutan.
Berikut satu petikan wawancara guru terkait kemampuan dalam menyusun kegiatan pembelajaran
“Sebenarnya ini sama seperti di kurikulum sebelumnya, hanya saya belum yakin betul apakah kegiatan pembelajaran yang saya susun itu sudah mencerminkan paradigma baru atau belum, sepertinya masih perlu banyak bimbingan secara luring Bu”
Dalam Kurikulum Merdeka lebih menekankan penilaian saat proses pembelajaran (asesmen formatif) dibandingkan dengan penilaian di akhir kegiatan (asesmen sumatif). Jenis asesmen dalam Kurikulum Merdeka yakni: a) Asesmen sebelum pembelajaran (diagnostik); b) Asesmen selama proses pembelajaran (formatif); c) Asesmen pada akhir proses pembelajaran (sumatif).
Bentuk asesmen yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut: a) Sikap (Profi l Pelajar Pancasila) dapat berupa: observasi, penilaian diri, penilaian teman sebaya, dan anecdotal; b) Performa (presentasi, drama, pameran hasil karya, dan jurnal); c) Tertulis (tes objektif: essay, pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-salah), selain itu ada juga pengayaan dan remedial. Selain itu guru harus memperhatikan prinsip asesmen dalam Kurikulum Merdeka.
Berikut data terkait kemampuan guru dalam menyusun asesmen Kurikulum Merdeka:
Gambar 6. Kemampuan Guru dalam Menyusun Asesmen
Dari diagram doughnut di atas terlihat bahwa persentase terbesar ada pada level cukup mampu yakni 29 orang (42%) sedang pada level mampu lebih kecil selisih 3% yakni 27 orang guru 39 % dan pada level belum mampu juga cukup besar yakni 13 orang guru (19%). Data ini menunjukkan masih sangat perlu intervensi untuk peningkatan keterampilan guru dalam menyusun asesmen Kurikulum Merdeka.
Rendahnya capaian pada kemampuan asesmen ini disebabkan guru masih banyak yang berpegang pada paradigma lama dalam melakukan asesmen yakni melakukan penilaian berfokus pada penilaian sumatif, bukan menekankan pada proses. Disamping itu guru belum terampil melakukan asesmen diagnostik. Selain itu guru juga masih menilai tanpa melibatkan siswa dan orang tua. Berikut kutipan dari salah satu guru yang diwawancara terkait kemampuannya dalam menyusun asesmen,
“Perbedaannya banyak sekali dalam asesmen ini saat Kurikulum 2013 dengan kurikulum sekarang, saya masih sedkit bingung bagaimana melakukan penilaian dalam kurikulum yang baru ini, bagaimana menerapkan prinsip asesmennya, bagaimana melibatkan peserta didik dan orang tua dalam asesmen, menyusun instrumennya saya belum begitu paham”.
Informasi umum ini letaknya di awal sebuah modul ajar, biasanya berisi identitas sekolah (nama penyusun, institusi, dan tahun disusunnya Modul Ajar), Jenjang sekolah (SD/SMP/SMA), Kelas, dan alokasi waktu (penentuan alokasi waktu yang digunakan adalah alokasi waktu sesuai dengan jam pelajaran yang berlaku di unit kerja masing-masing). Setelah identitas sekolah ada kompetensi awal, Profi l Pelajar Pancasila yang akan dikembangkan, sarana parasarana, target peserta didik dan model pembelajaran.
Berikut data Kemampuan guru dalam menyusun informasi umum:
Gambar 7. Kemampuan Guru dalam Menyusun Informasi Umum
Dari diagram doughnut di atas nampak kemampuan guru sudah menunjukkan kemampuan yang baik yakni sebanyak 47 orang atau 68% guru berada pada level mamapu, 21 guru atau 30% cukum mampu dan hanya 1 orang guru (2%) yang menyatakan belum mampu dalam menyusun informasi umum. Hal ini disebabkan karena selama ini guru sudah terbiasa mengisikan informasi umum, bagian
ini dirasakan tidak terlalu sulit. Penelusuran dari satu orang yang menyatakan belum mampu terungkap dari hasil wawancara sebagai berikut “Saya merasa belum memahami dengan benar informasi umum ini pada bagian kompetensi awal dan target peserta didik. Itu didapatknya dari mana kompetensi awal dan bagaimana cara menentukan target peserta didik, adakah panduannya, agar saya mengisikannya dengan benar”. Hasil wawancara ini menunjukkan perlunya teman sejawat untuk saling mengimbaskan pengetahuan dan keterampilannya pada rekan yang dianggap masih memiliki kebingungan.
Lampiran modul ajar terletak di bagian akhir dari sebuah modul. Isi lampiran Modul Ajar Kurikulum Merdeka terdiri atas lembar kerja peserta didik, bahan bacaan guru dan peserta didik, glosarium, dan daftar pustaka.
Berikut data terkait dengan kemampuan guru dalam menyusun lampiran modul ajar:
Gambar 8. Kemampuan Guru dalam Menyusun Lampiran
Dari diagram di atas terlihat kemampuan guru dalam menyusun lampiran tidak sebaik saat menyusun informasi umum. Untuk level mampu hanya mencapai 38 orang atau 55%, cukup mampu 29 orang atau 42% dan yang masih menyatakan belum mampu terdapat 2 orang atau 3%. Pekerjaan menyusun lampiran merupakan pekerjaan terakhir yang sering kali guru abaikan. Menyusun lampiran memerlukan ketelatenan yang luar biasa, menyusun Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), menyusun glosarium, menyusun bahan bacaan, dan menyusun daftar pustaka. Berikut hasil wawancara dengan salah satu guru. “Bagian akhir sebenarnya memerlukan sentuhan khusus karena ini akan menunjang keberhasilan anak mencapai tujuan pembelajaran, Guru harus menyiapkan LKPD agar anak dapat belajar dan bekerja kelompok dengan baik, guru hanya memfasilitasi dan mengarahkan karena sudah ada LKPD harus buang sifat malesnya nyusun glosairum, daftar pustaka, hal ini sering kita lakukan asal ada”
SIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian tentang kemampuan guru dalam menyusun modul ajar Kurikulum Merdeka yang sudah dipaparkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa secara umum kemampuan guru masih perlu ditingkatkan dalam menyusun modul ajar karena belum mendapatkan nilai diatas 68% terutama pada bagian akhir komponen inti yakni kemampuan menyusun asesmen masih sangat rendah.
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini ditujukkan pada BPMP Provinsi DKI Jakarta bahwa perlu ditingkatkan advokasi pada Pemda melalui Dinas Pendidikan untuk mendorong program pendampingan Sekolah Penggerak. Kemampuan guru dalam menyusun modul ajar merupakan salah satu capaian implementasi Kurikulum Merdeka.
Saran Bagi Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta adalah Dinas hendaknya menindak lanjut hasil penelitian ini untuk terus memberikan pelatihan untuk peningkatan SDM di satuan pendidikan khususnya pada Sekolah Penggerak melalui P2KPTK2. Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta melalui pengawas hendaknya mengoptimalkan fungsi pembinaan dan pendampingan satuan pendidikan untuk membersamai para guru dalam meningkatkan kapasitasnya dalam menyusun perangkat Kurikulum Merdeka.
Fasilitator Sekolah Penggerak juga perlu mengoptimalkan pendampingannya agar kemampuan guru di Sekolah Penggerak terus mengalami pertumbuhan, tidak hanya mengadopsi perangkat
dari Kemdikbudristek, namun juga dapat menyusun secara sendiri perangkat Kurikulum Merdeka agar guru dapat melayani siswa sesuai dengan karakteristik di satuan pendidikan masing sehingga terwujud siswa yang wellbeing, cerdas berkarakter.
PUSTAKA ACUAN
Akbar Aulia (2021) Pentingnya Kompetensi Pedagogik Guru, Jurnal Pendidikan Guru, UIKA Bogor vol. 2, No. 1, Januari 2021, hlm. 23-30 Direktorat Sekolah Dasar. (2021). Kemendikbud Luncurkan Program Sekolah.https://ditpsd.kemdikbud.go.id/public/artikel/detail/
kemendikbud-luncurkan-program-sekolah-penggerak#:~:text=Program Sekolah Penggerak merupakan 1,pendampingan Pemerintah Daerah%2C 3)
Evertson, C. M., & Emmer, E. T. (2012). Classroom Management for Elementary Teachers (9th Edition). New Jersey: Pearson Education.
Fitrah, M. (2017). Peran Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Jurnal Penjaminan Mutu, 3(1), 31–42.
Gaol, N. T. L., & Siburian, P. (2018). Peran Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru. Kelola: Jurnal Manajemen Pendidikan, 5(1), 66–73.
Hasnadi, H. (2019). Perencanaan Sumber Daya Manusia Pendidikan. Bidayah: Studi Ilmu-Ilmu Keislaman, 141–148.
Herman, Idris, J., Asiah, N., Anifah, N., & Hasnadi. (2020). An Amanah Approach of Supervision Model to Improve the Performance of Islamic Education Teachers at Public Junior High Schools in Nagan Raya. International Journal of Advanced Science and Technology, 29(08), 201–210.
Ibnu Badar, Trianto. 2014. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, Dan Kontekstual. Jakarta: Prenadamedia Group.
Iskandar, U. (2013). Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Peningkatan Kinerja Guru. Jurnal Visi Ilmu Pendidikan, 10(1).
Istarani. 2014. 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan : Media Persada
Izza dkk (2020). Problematika Evaluasi Pembelajaran dalam Mencapai Tujuan Pendidikan di Era Merdeka Belajar. Diambil 14 Mei 2022 dari https://proceeding.unikal.ac.id/index.php/kip/article/view/452
Mulyasa. 2015. Menjadi Guru Profersional Menciptakan Pembelajaran Kreatif Dan Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Moleong, L.J (2012) Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Patilima, S. (2022). Sekolah Penggerak Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dasar, 0(0), 228–236. http://ejurnal.pps.ung.ac.id/index.php/PSNPD/article/view/1069
Prastowo, A. (2014). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Diva Press Sanjaya, Wina. 2013. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung : Alfabeta.
Suminarsi, N (2015). Analisis Kompetensi Pedagogikdan pengembangan Pembelajaran Guru SD negeri 041 Tarakan. Jurnal Kebijakan dan Pengebangan Pendidikan Vol. 3, No 1, 99-104
Suprihatiningrum, jamil. (2014). Strategi Pembelajaran.Yogyakarta: Ar-Ruzz
Juliantoro, M. (2017). Peran Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Al Hikmah: Jurnal Kependidikan Dan Syariah, 5(2), 24–38.Idarah Vol. 4 No. 2 Juli – Desember 2020
Undang-Undang Nomor 14 tentang Guru dan Dosen