• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tampilan PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS WAHIDIYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Tampilan PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS WAHIDIYAH"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

Pendidikan bermakna mempunyai hakikat dan makna yang sama dengan pendidikan akhlak dan pendidikan akhlak. Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa ajaran agama merupakan pedoman jiwa menuju akhlak yang baik dan akhlak yang mulia. Melalui pendidikan karakter, sekolah harus mampu mengantarkan siswa pada nilai-nilai karakter yang luhur seperti menghargai dan peduli terhadap orang lain, bertanggung jawab, berintegritas, dan disiplin.

Di sisi lain, pendidikan karakter juga harus mampu menjauhkan peserta didik dari sikap dan perilaku yang tidak pantas atau dilarang. Pendidikan karakter tidak hanya mengajarkan siswa apa yang benar dan salah, tetapi juga menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (pembiasaan) agar siswa memahaminya, dapat merasakannya dan mau melakukannya. Oleh karena itu pendidikan karakter mempunyai misi yang sama dengan pendidikan moral, pendidikan budi pekerti atau pendidikan akhlak.121.

Dengan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu sistem untuk membentuk nilai-nilai karakter dalam suatu masyarakat yang mencakup komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Padahal, pendidikan karakter merupakan misi utama Nabi Muhammad SAW dalam dakwahnya dan beliaulah yang mempunyai akhlak yang agung. Pendidikan karakter dalam Islam atau akhlak Islam pada prinsipnya didasarkan pada dua sumber utama ajaran Islam, yaitu Al-Quran dan Sunnah Nabi.

Jadi jika dikaitkan dengan pengertian pendidikan budi pekerti atau akhlak, maka pendidikan ini merupakan suatu usaha proses pembinaan, pembudayaan, bimbingan dan keterlibatan langsung peserta didik secara terus-menerus berdasarkan pada kandungan nilai-nilai yang dianggap baik menurut agama. . adat istiadat atau konsep, pengakuan terhadap akhlak baik lainnya dari berbagai sumber kandungan nilai.

Ajaran dan Amalan Wahidiyah

Premis ajaran Wahidiyah adalah perintah Allah SWT bahwa Dia menciptakan manusia tidak lain adalah untuk mengabdi kepada Allah (orang seperti Abdullah dan hamba Allah) dan juga perintah Allah kepada manusia untuk mensejahterakan bumi (orang seperti kholifatullah). Manusia sebagai hamba Allah wajib mengabdi kepada Allah semata dengan ikhlas dengan menghilangkan segala keegoisan dan kepentingan selain kepentingan mengabdi kepada Allah semata. Perbuatan duniawi yang sebenarnya dihukum mubah dan jawaz akan bernilai ibadah dan bersifat ukhrowi jika diniatkan sebagai pengabdian kepada Allah.

Ringkasnya, billãh ialah kesedaran positif dan afirmatif tentang maksud frasa lã hawla walã quwwata illã billãh (tiada daya dan kekuatan melainkan dengan kehendak Tuhan), kepada firman Tuhan "Dan Tuhanlah yang menciptakan kamu sekalian dan apa daripada awak". Ini kerana sejak azali syaitan dan syaitan berhempas pulas menghalang apa sahaja yang membuatkan keinginan kita tunduk kepada Allah SWT. Keempat, dalam rangkaian Wahidiyah terdapat doa yang secara khusus berisi permohonan kepada Allah agar dikabulkan tauhid billa yang tidak terhingga.

98 diteruskan dengan doa sokongan lain yang sangat diperlukan bagi mana-mana orang yang ingin mendekatkan diri kepada Tuhan. Jika akhlak kita terhadap Allah dan Rasul itu mulia, maka ini menjadi pembuka dan sandaran kemuliaan akhlak kita kepada orang lain. Adeb untuk Allah dan Rasul antaranya ialah syukur, ikhlas, sabar, ridlo, tawekal, mahabe dan husnudhon. 135.

Syukur adalah perwujudan dan curahan rasa kesyukuran yang mendalam kepada Tuhan atas karunia dan nikmat-Nya yang tidak dapat kita hitung kerana itu sangat banyak dan melimpah ruah, baik nikmat lahir maupun batin. Syukur kita kepada Allah SWT dan Rasul SAW sepatutnya lebih kuat dan lebih hebat daripada rasa syukur kita kepada orang lain. Usaha batin ialah berdoa dan memohon kepada Allah SWT dan tidak pergi kepada bomoh untuk meminta jampi atau jampi.

Mahabah ialah perasaan cinta kepada Allah SWT dan Rasul SAW, kepada para nabi dan rasul yang lain, kepada para malaikat, kepada para sahabat dan keluarga Rasulullah SAW, kepada wali, ulama, pemimpin, guru, orang tua, dan sebagainya bagi sesama makhluk Allah dan alam sekitar. Cinta kita kepada Allah sebagai kholiq juga seharusnya menumbuhkan rasa cinta kita kepada makhluk, tanpa mengira keadaan makhluk tersebut. Jika kecintaan kita kepada Allah SWT dan Rasul SAW bertambah, maka kecintaan kita kepada sesama makhluk juga akan bertambah.

Kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya mestilah terdiri daripada tiga jenis cinta, kualiti dan tahapnya harus kita tingkatkan dengan menambahkan tafaqur dan mujahadah. Husnudzan ialah bersangka baik terhadap Allah. dan Rasul, semoga Allah memberkatinya dan memberinya kesejahteraan, kepada manusia yang lain dan kepada makhluk Allah yang lain.

Ajaran dan Amalan Wahidiyah sebagai Media Pendidikan Karakter

105 Husnudzan adalah kunci gudang berbagai manfaat dan hikmah, sedangkan pikiran jahat adalah kunci gudang kejahatan, penyesalan dan kesialan. Hanya terhadap musuh kita boleh berprasangka buruk, termasuk terhadap keinginan diri sendiri, yang notabene musuh terdekat kita. Hendaknya kita tidak mempercayai hawa nafsu, apalagi ketika kita beramal shaleh, karena dengan demikian hawa nafsu kita akan melakukan segala cara untuk merusak amal perbuatan kita, termasuk dengan menimbulkan sikap riya'.

106 menjadi dua kelompok besar yaitu pendidikan ruhani (tawahid) dan pendidikan jasmani, namun pembahasan didalamnya mencakup pendidikan tentang keimanan, akhlak dan hukum.143. Pendidikan yang dirancang untuk mengembangkan karakter sesuai dengan nilai-nilai Islam Indonesia harus mensinergikan pendidikan jasmani dan pendidikan rohani. Untuk mencapai pendidikan yang sempurna, seseorang harus mampu mengembangkan potensi empat pilar kecerdasan individu secara seimbang dan simultan, yaitu: kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan sosial.144 Hal tersebut di atas dapat dicapai. dengan mengikuti ajaran, amalan dan ritual Wahidiyah.

Wahidiyah tidak masuk dalam kategori jamiyah thoriqoh, namun berfungsi sebagai thoriqoh dalam arti “jalan” menuju kesadaran Allah dan Rasulullah. Amalan Wahidiyah tidak disertai syarat-syarat khusus yang mengikat, melainkan harus dilakukan dengan adab (adab): hudlur dan keyakinannya, sebagaimana sholawat lainnya, dapat diamalkan oleh siapa saja, tanpa syarat sanad atau silsilah, karena sanad dari semua sholawat adalah Shohibus Sholawat sendiri yaitu Rosulullah. Ajaran, amalan, dan ritual Wahidiyah tersebut di atas selalu dilaksanakan secara berkala untuk mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional, sosial, dan spiritual sebagai media pembentukan karakter masyarakat.

Membiasakan untuk selalu menjalankan ajaran, amalan dan ritual Wahidiyah akan membangun karakter, sifat dan sikap seiring berjalannya waktu. Demikian pula perubahan sosial-psikologis pada individu di masyarakat dapat dibentuk dengan pembiasaan untuk rutin beramal shaleh (istiqamah), sehingga membentuk sifat, kebiasaan, dan sikap yang baik pada individu dan masyarakat. Mengamalkan ajaran Wahidiyah, amalan dan ritual yang dilakukan secara teratur (istiqamah) akan membentuk kebiasaan melakukan perbuatan yang bersifat budi pekerti (amal shaleh).146.

Seluruh ajaran Wahidiyah tersebut di atas dapat digunakan untuk mengembangkan kecerdasan spiritual manusia dengan melakukan ajaran, amalan, dan ritual Wahidiyah.

Kesimpulan

Fi al-Falsafat al-Islamiyah: Manhaj wa tatbiquhu, vertaald door Yudian Wahyudi Asmin bertemu dengan tajuk Aliran dan Teologi Falsafah Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1995. Kitāb al-Ta'rīfāt, Tahqīq: Ibrahim al-Abyari, Beiroet: Dāru al-Kitab al-'Arabi, Set.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Konsep al-Qur’an dalam pendidikan yang dimaksud adalah suatu upaya yang keras dan sungguh-sungguh dalam mengembangkan, mengarahkan, membimbing akal pikiran,

Berbicara tentang akhlak, tidak dapat terlepas dari estetika (keindahan), karena suatu perbuatan yang dilakukan secara tulus ikhlas akan melahirkan keindahan berbicara

Tujuan pendidikan akhlak yang dirumuskan oleh Ibnu Miskawaih adalah terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang

Tujuan ini akan tercapai dengan memperbaiki hati dan akal manusia dengan akidah-akidah yang benar dan akhlak yang mulia, serta mengarahkan tingkah laku mereka kepada perbuatan

Bahwa akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbutan dengan mudah dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran terlebih

Apabila hal ini terjadi pengulangan yang terus-menerus menjadi kebiasaan, maka sesuai dengan pendapat Imam al-Ghozali yang mengatakan : Akhlak atau karakter adalah suatu perbuatan

dilakukan, dengan kata lain adanya kesesuaian antar perkataan dengan perbuatan. K edua, konsisten orientasi, yakni adanya kesesuaian antara pandangan dalam satu

Adat kebiasaan yang baik dapat membentuk akhlak tetap yang diwujudkan dalam perbuatan baik dengan terus menerus. Karakter atau akhlak keduanya didefinisikan