• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik - sipeg unj - Universitas Negeri Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Teknik - sipeg unj - Universitas Negeri Jakarta"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Latar Belakang

State of the Art

Rumusan Masalah

Batasan Masalah

Tujuan Penelitian

KAJIAN TEORI

  • Sistem Komunikasi Satelit
    • Komponen Satelit
    • Stasiun Bumi
    • Link
  • Layanan Satelit
    • Fixed-Satellite Services (FSS)
    • Mobile-Satellite Services (MSS)
    • Broadcasting-Satellite Services (BSS)
    • Layanan Satelit Lainnya
  • Karakteristik Daerah Tropis dan Hujan Tropis
  • Karakteristik pita-K
  • Perbandingan Frekuensi Pita-K dibandingkan Pita-C dan
  • Redaman yang Berpengaruh pada Daerah Frekuensi di Atas

Indonesia terletak di daerah tropis, dimana karakteristik daerah tropis mempunyai curah hujan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan curah hujan di daerah non tropis. Intensitas curah hujan adalah tinggi curah hujan yang terjadi pada suatu periode dimana air terkonsentrasi dalam satuan mm/jam. Dalam rekomendasi ITU-RP P.837 (ITU, 2007) disebutkan bahwa Indonesia berada pada zona hujan tipe P dengan nilai curah hujan persentase waktu lebih dari 0,01%.

Dalam Model Prediksi Curah Hujan Crane (Crane, 1996) diindikasikan bahwa Indonesia termasuk dalam wilayah hujan tipe H dengan nilai curah hujan dalam persentase waktu lebih dari 0,01% dengan nilai intensitas curah hujan kurang dari atau sama dengan 209,3 mm/jam (Mandeep, 2009). Model prediksi curah hujan ITU dan model prediksi curah hujan Crane dikembangkan berdasarkan data pengukuran di berbagai lokasi di dunia dengan durasi pengukuran dan integrasi waktu yang berbeda. Presisi model prediksi curah hujan akan semakin tinggi jika semakin banyak data yang dimiliki sehingga pembagian wilayah curah hujan benar-benar mewakili curah hujan di wilayah tersebut.

Sebagai contoh untuk wilayah Amerika Selatan, model prakiraan curah hujan Crane mengelompokkan seluruh wilayah di Amerika Selatan menjadi satu zona curah hujan (zona H) dengan curah hujan. Referensi (Nelson, 2000) menyatakan bahwa redaman hujan untuk komunikasi satelit C-band dengan sudut elevasi 40° dan curah hujan maksimum 22,3 mm/jam adalah 0,1 dB. Redaman hujan merupakan redaman yang paling berpengaruh pada sistem komunikasi satelit K-band, terutama untuk daerah dengan curah hujan tinggi.

Redaman hujan ini tergantung pada intensitas curah hujan yang terjadi di lokasi pemasangan SB.

Gambar 2. Daerah hujan (rain zone) menurut ITU-R P.837 (ITU, 2007)
Gambar 2. Daerah hujan (rain zone) menurut ITU-R P.837 (ITU, 2007)

METODOLOGI PENELITIAN

Desain Penelitian

Redaman hujan dipengaruhi oleh intensitas curah hujan yang terjadi di sepanjang jalur antara satelit dan lokasi pemasangan SB. Setiap lokasi mempunyai intensitas curah hujan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, diperlukan data intensitas curah hujan yang memadai untuk memprediksi redaman reproduksi. Sedangkan ciri-ciri hujan konvektif adalah curah hujan tinggi di atas 25 mm/jam, durasi singkat (beberapa menit), biasanya disertai badai, dan cakupan lokasi tertentu.

Lamanya hujan, luas wilayah hujan, jumlah curah hujan setiap waktu, dan kondisi awan hujan menentukan besarnya redaman rambat, yang berimplikasi pada keandalan sistem komunikasi dan kualitas komunikasi. sinyal yang diterima. kepada penerima. Hasil pengukuran curah hujan ini kemudian disimpan secara berurutan dalam suatu data logger dengan program tertentu. Dari Gambar 7 terlihat bahwa sebaran curah hujan terukur selama dua tahun berada antara model prakiraan curah hujan ITU dan model prakiraan curah hujan Crane.

Untuk kejadian hujan dengan persentase waktu melebihi 0,01%, nilai intensitas hujan terukur adalah 110 mm/jam. Jika dibandingkan dengan rekomendasi ITU-R P.837 (ITU, 2007), untuk persentase waktu kejadian melebihi 0,01%, nilai intensitas curah hujan yang ditunjukkan adalah 100 mm/jam. Nilai antara curah hujan terukur dengan rekomendasi ITU tidak jauh berbeda.

Dengan demikian, data sebaran intensitas curah hujan antara hasil pengukuran dan data rekomendasi saling mendukung. Sebaran pengukuran curah hujan tahunan untuk sementara disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2 yang menunjukkan statistik pengukuran curah hujan orde pertama dan kedua. Statistik pengukuran curah hujan orde pertama pada tahun 2000 dan 2001 disajikan pada Tabel 1. Diketahui rata-rata lama curah hujan pada tahun 2000 adalah 5.461 menit, dan pada tahun 2001 adalah 4.399 menit.

Nilai simpangan baku yang besar ini kemungkinan besar disebabkan oleh karakteristik intensitas hujan, yaitu mempunyai kecenderungan intensitas hujan yang kecil. Secara umum sebaran intensitas hujan antara pengukuran tahun 2000 dan 2001 memberikan hasil yang hampir sama walaupun jumlah kejadian atau total durasi hujan dengan intensitas tertentu yang terjadi pada tahun 2000 lebih banyak dibandingkan tahun 2001. Program perhitungan total redaman dan link budget pada jalur stasiun bumi pemancar ke satelit dan satelit ke stasiun bumi penerima.

Gambar 6. Sistem komunikasi satelit
Gambar 6. Sistem komunikasi satelit

ANALISIS DATA CURAH HUJAN DAN PENGEMBANGAN

Hasil Pengukuran Curah Hujan

Begitu pula dengan kejadian hujan yang diukur pada tahun 2001, durasi hujan rata-rata 4.399 menit dengan durasi hujan terpanjang 277 menit dan simpangan baku 14.7077 menit.

Gambar 7. Persentase waktu terhadap curah hujan hasil pengukuran
Gambar 7. Persentase waktu terhadap curah hujan hasil pengukuran

Program Link budget

  • Program Perhitungan Sudut Elevasi
  • Program Perhitungan Redaman Awan/Redaman
  • Program Perhitungan Redaman Gas
  • Program Perhitungan Redaman Sintilasi
  • Program Perhitungan Redaman Hujan
  • Program Perhitungan Redaman Total dan Link budget

Redaman akibat awan dan kabut mempunyai pengaruh yang lebih kecil dibandingkan redaman akibat hujan, namun redaman ini tetap harus diperhitungkan dalam link budget. Pada lembar program perhitungan redaman silau ini, data yang dibutuhkan adalah data frekuensi sheet, frekuensi cut-off, efisiensi antena dan diameter antena. Pada lembar program perhitungan redaman hujan ini, data yang dibutuhkan adalah data tentang letak satelit dan letak stasiun bumi pemancar dan penerima.

Ketiga model penghitungan redaman hujan tersebut memiliki perhitungan yang sedikit lebih rumit dibandingkan perhitungan lainnya. Program perhitungan redaman hujan dengan menggunakan ketiga model diatas dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Pada lembar penghitungan redaman total, segala bentuk redaman yang diuraikan di atas dimasukkan dalam perhitungan redaman total.

Link budget merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam perencanaan komunikasi satelit, karena link budget akan sangat menentukan seberapa besar daya yang dibutuhkan dan selisihnya untuk mendapatkan komunikasi satelit yang baik. Dalam perencanaan link budget sistem komunikasi satelit pada frekuensi di atas 10 GHz, seperti halnya pada satelit Nusantara Satu, terdapat beberapa redaman yang harus diperhatikan antara lain redaman awan/hidrometeor, redaman gas, redaman flare, dan mitigasi hujan. Dalam perhitungan redaman awan/hidrometeor, model yang digunakan adalah model Salonen & Uppala dan model DAH.

Dalam perhitungan redaman hujan, model yang digunakan adalah model ITU-R, model DAH dan model Global Crane. Di tautan kalkulator anggaran ini, gunakan Microsoft Excel untuk menghitung setiap atenuasi dan total mitigasi. Hasil simulasi kami menunjukkan bahwa di wilayah Indonesia bagian barat, untuk mencapai 100 Mbps dengan ketersediaan link 99,9%, EIRP ground station VSAT minimal sebesar 79 dBW.

In the central part of Indonesia, to reach speeds of 100 Mbps with 99.9% link availability, the EIRP of the ground station VSAT is minimum 83 dBW. And in the eastern part of Indonesia, to reach speeds of 100 Mbps with 99.9% link availability, the EIRP of the ground station VSAT is 84 dBW minimum. When implementing satellite Ku-bands in the tropical area, a link budget with the correct calculation is required.

This article describes the budget calculation of a one-way connection from Jakarta to Medan, Jakarta to Banjarmasin and Jakarta to Jayapura with Ku-band HTS, which is divided into 8 spot beams, where Jakarta is located on beam 3, Medan on beam 1, Banjarmasin on beam 7 and Jayapura on beam 8. The following tables will show the Ku-band beam parameters of the Nusantara Satu satellite link and the link budget calculation results for Ku-band satellites for broadband applications with 99.9% link availability and 100 Mbps speed.

Gambar 9. Program perhitungan redaman awan/redaman hidrometeor.
Gambar 9. Program perhitungan redaman awan/redaman hidrometeor.

KESIMPULAN

Gambar

Gambar 1. Perbandingan teknologi satelit konvensional dengan HTS
Gambar 2. Daerah hujan (rain zone) menurut ITU-R P.837 (ITU, 2007)
Gambar 3. Daerah hujan (rain zone) menurut Crane
Gambar 4. Tinggi awan hujan di Indonesia sesuai rekomendasi ITU-R P.839 (ITU, 2001)
+7

Referensi

Dokumen terkait

5 BAB V PENUTUP Pada bab ini berisikan kesimpulan dari percobaan yang telah dilakukan dalam mengimplementasikan teknik watermarking menggunakan Singular Value Decomposition SVD

53 BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP Pada bab ini diuraikan beberapa hal yang menyatakan kesimpulan dari sistem aplikasi yang dibuat setelah dilakukan pengujian dan analisa.. Dan