• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Behavioristik dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

N/A
N/A
Rahma Lailatul Rizqi

Academic year: 2025

Membagikan "Teori Behavioristik dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III TEORI BELAJAR BAHASA INDONESIA (RAHMA LAILATUL RIZQI) A. Teori Behavioristik dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

a) Sejarah Teori Behavioristik

Teori belajar behavioristik berakar pada filsafat behaviorisme, yang menekankan pentingnya perubahan perilaku akibat adanya stimulus dan respons. Behaviorisme fokus mengamati perubahan perilaku seseorang yang dapat diukur dan diamati. Sejalan dengan pandangan tersebut, menurut Jamridafrizal, filsafat behaviorisme adalah paradigma yang menekankan perubahan perilaku sesuai dengan respons yang diharapkan saat diberikan stimulus. Pendapat ini juga didukung oleh Maghfirah dan Maimunah, yang menyatakan bahwa teori ini berfokus pada sikap dan perilaku individu yang terjadi selama proses pembelajaran melalui stimulus yang diberikan oleh guru.

1

Edward Lee Thorndike, salah satu tokoh utama teori belajar behavioristik, menyatakan bahwa belajar adalah proses pembentukan asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus (S) dan respons (R). Stimulus mengacu pada perubahan dalam lingkungan eksternal yang memicu organisme untuk bertindak, sedangkan respons adalah perilaku yang dihasilkan akibat adanya rangsangan. Dalam eksperimennya dengan kucing lapar di dalam sangkar (puzzle box), Thorndike menunjukkan bahwa hubungan antara stimulus dan respons dapat tercapai melalui upaya mencoba-coba (trial) dan menghadapi kegagalan (error) terlebih dahulu.2

Menurut teori ini, proses belajar menitikberatkan pada input berupa stimulus dan output berupa respons. Stimulus adalah segala sesuatu yang diberikan guru kepada siswa, sementara respons adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus tersebut. Proses di antara stimulus dan respons dianggap kurang relevan karena tidak dapat diamati atau diukur. Oleh karena itu, stimulus dari guru dan respons siswa harus dapat diamati dan diukur. Teori ini sangat

1 L. A Boangmanalu and M. E Putri, “Penerapan Pendekatan Behavior Untuk Meningkatkan Kedisiplinan Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII ,” Diligentia: Journal of Theology and Christian  Education 3, no. 2 (2021).

2 Elvia. Baby Shahbana, Fiqh. Kautsar Farizqi, and Rachmat Satria, “Implementasi Teori Belajar Behavioristik Dalam Pembelajaran,” Jurnal Serunai Administrasi Pendidikan 9, no. 1 (2020): 24–33.

(2)

mengutamakan pengukuran untuk memastikan terjadinya perubahan perilaku.3

Aliran psikologi belajar behavioristik tidak melibatkan minat, emosi, dan perasaan individu dalam proses belajar. Pembelajaran didasarkan pada hubungan stimulus dan respons yang kemudian membentuk kebiasaan individu. Dalam pandangan behavioristik, belajar merupakan perubahan perilaku individu yang diperoleh melalui metode baru akibat adanya stimulus dan respons (Shahbana et al., 2020). Faktor penguatan (reinforcement) menjadi elemen penting dalam aliran ini. Penguatan positif memperkuat respons, sementara penguatan negatif tetap memperkuat respons meskipun dalam bentuk pengurangan rangsangan tertentu.4

b) Teori Behavioristik B. F. Skinner dalam Pembelajaran

Teori Behavioristik merupakan salah satu teori belajar yang memberikan pengaruh besar terhadap pengembangan pendidikan dan praktik pembelajaran. Hal ini tercermin pada penerapannya dari tingkat pendidikan awal seperti Kelompok Bermain (KB) dan Taman Kanak-kanak (TK) hingga perguruan tinggi. Pembelajaran behavioristik cenderung menekankan pada pembentukan perilaku melalui metode drill atau pembiasaan yang diperkuat oleh pemberian reinforcement (penguatan) atau hukuman. Model hubungan stimulus-respons yang menjadi dasar teori ini memposisikan peserta didik sebagai individu pasif, di mana perilaku tertentu dapat dibentuk melalui pembiasaan yang terstruktur. Pemberian reinforcement positif akan memperkuat perilaku yang diinginkan, sedangkan reinforcement negatif tetap memastikan respons yang muncul sesuai harapan.5

Teori ini telah melahirkan berbagai desain pembelajaran seperti mastery learning, pembelajaran berbasis komputer, dan pendekatan sistem. Fokus utama dalam konsep behavioristik adalah pada hasil yang dapat diukur, menjadikan evaluasi sebagai elemen kunci dalam mengamati perubahan perilaku peserta didik. Materi pembelajaran disusun secara hierarkis dari yang

3 A. M. I. T Asfar, A. M. I. A Asfar, and M. F. Halamury, “Teori Behaviorisme ,” ResearchGate, 2019.

4 Shahbana, Farizqi, and Satria, “Implementasi Teori Belajar Behavioristik Dalam Pembelajaran.”

5 Kiki. Melita Andriani, Maemonah, and Rz. Ricky. Satria Wiranata, “Penerapan Teori Belajar Behavioristik B. F. Skinner Dalam Pembelajaran :  Studi Analisis Terhadap Artikel Jurnal Terindeks Sinta Tahun 2014 – 2020,” Saliha 5, no. 1 (2022): 78–91.

(3)

sederhana hingga kompleks, dengan tujuan utama menanamkan pengetahuan yang terstruktur dan tetap. Meskipun demikian, teori ini memiliki kelemahan karena tidak memperhatikan aspek emosi, kreativitas, dan imajinasi peserta didik, sehingga cenderung membatasi ruang gerak mereka untuk bereksperimen dan berkembang secara bebas.6

Dalam evaluasi, fokus utama adalah pada respons pasif yang terlihat dari hasil tes seperti kuis dan laporan. Pembelajaran berbasis teori behavioristik lebih efektif diterapkan pada materi yang membutuhkan latihan intensif, seperti pembelajaran bahasa, olahraga, atau keterampilan teknis lainnya. Namun, teori ini kurang sesuai untuk menjelaskan perbedaan individual dalam sikap atau motivasi, karena hanya menitikberatkan pada interaksi stimulus dan respons tanpa mempertimbangkan pengaruh internal seperti emosi dan pemikiran. Oleh karena itu, meskipun memberikan kontribusi besar terhadap pendidikan, pendekatan ini memerlukan pelengkap dari teori lain untuk mencapai efektivitas pembelajaran yang lebih holistic.78

Pada tahun 1996, UNESCO mencanangkan empat pilar utama pendidikan, yaitu belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk melakukan sesuatu (learning to do), belajar menjadi seseorang (learning to be), dan belajar menjalani kehidupan bersama (learning to live together). Pilar-pilar ini menekankan bahwa sistem pendidikan nasional harus mempersiapkan setiap warga negara untuk berperan aktif dalam semua sektor kehidupan guna mewujudkan masyarakat yang cerdas, kreatif, dan mengutamakan persatuan serta kesatuan. Dalam konteks Indonesia, penerapan konsep ini menjadi tanggung jawab sistem pendidikan nasional yang harus mengarahkan warganya agar mampu berpartisipasi aktif dengan mengintegrasikan nilai-nilai kebersamaan dan kreativitas dalam pembelajaran.9

Interaksi dalam pembelajaran juga memiliki peran penting sebagai proses kognitif. Hal ini melibatkan hubungan antara murid dengan input atau dengan

6 M. Yakub Iskandar, “Implementasi Teori Belajar Behavioristik Dalam  Proses Pembelajaran Abad 21 ,”

Murabby: Jurnal Pendidikan Islam 7, no. 1 (2020): 57–70.

7 Shahbana, Farizqi, and Satria, “Implementasi Teori Belajar Behavioristik Dalam Pembelajaran”; Asfar, Asfar, and Halamury, “Teori Behaviorisme .”

8 Shahbana, E. B., Farizqi, F. K., & Satria, R. (2020). Implementasi teori belajar behavioristik dalam pembelajaran. Jurnal Serunai Administrasi Pendidikan, 9(1), 24–33.

https://doi.org/10.37755/jsap.v9i1.249

9 Budiman et al., “Implikasi Teori Behaviorisme Dalam Pembelajaran Bahasa ,” Lingua Rima: Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia 12, no. 2 (2023): 177–86.

(4)

sesama teman mereka. Pembelajaran yang optimal membutuhkan interaksi negosiasi, di mana murid tidak hanya mendengarkan masukan, tetapi juga aktif mengolah dan menegosiasikan informasi. Dalam pembelajaran bahasa, interaksi ini memungkinkan murid menjadi pengolah informasi yang mengutamakan pemaknaan melalui hubungan dengan guru dan teman sebaya (Ali, 2020).10

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku yang dihasilkan dari interaksi antara stimulus dan respons. Seseorang dianggap telah belajar apabila menunjukkan perubahan perilaku. Sebagai contoh, seorang siswa yang sebelumnya tidak dapat membaca tetapi, setelah latihan dan pengajaran yang intensif, mampu mengenali dan membaca huruf dengan benar, maka ia dianggap telah belajar. Proses ini menitikberatkan pada hubungan antara stimulus yang diberikan guru dan respons yang muncul dari siswa. Guru diharapkan memahami jenis stimulus yang tepat, mengenali respons yang diharapkan, dan memastikan respons tersebut dapat diamati, diukur, serta dievaluasi secara eksplisit. Untuk menjaga keberlanjutan respons positif, pemberian hadiah (reward) diperlukan sebagai bentuk penguatan.11

c) Implikasi Teori Behaviorisme dalam Pembelajaran Bahasa Para psikolog belajar bahasa yang menganut paham behaviorisme menyatakan bahwa proses belajar bahasa berlangsung dalam lima tahapan, yaitu trial and error, mengingat-ingat, menirukan, mengasosiasikan, dan menganalogi. Dari kelima langkah ini, dapat disimpulkan bahwa belajar bahasa pada dasarnya merupakan proses pembentukan kebiasaan. Jika dikaitkan dengan eksperimen Pavlov dan Skinner, pembelajaran bahasa dapat diamati berdasarkan tingkah laku bahasa yang muncul, dilakukan secara ilmiah, serta dirancang secara terprogram dan bertahap dengan memperhatikan penguatan (reinforcement) berupa ganjaran atau hukuman (Lingua Rima, 2023).12

Skinner secara tegas menyatakan bahwa pembelajaran bahasa dapat dijelaskan melalui stimulus-respons. Setiap ujaran mengikuti satu bentuk stimulus verbal atau non-verbal. Stimulus non-verbal, misalnya, dapat memicu

10 M. Ali, “Pembelajaran Bahasa Indonesia Dan Sastra (Basastra) Di Sekolah Dasar.,” PERNIK: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 3, no. 1 (2020): 35–44.

11 Mukminan, Langkah Penerapan Teori Behavioristik Dalam Pembelajaran., 2019.

12 Budiman et al., “Implikasi Teori Behaviorisme Dalam Pembelajaran Bahasa .”

(5)

seseorang memberikan respons berupa ujaran. Faktor eksternal seperti frekuensi penggunaan kata atau struktur bahasa dalam lingkungan juga memengaruhi perkembangan bahasa anak. Dalam hal ini, proses menirukan menjadi sangat signifikan, terutama pada usia anak-anak. Penguatan dari orang tua, seperti persetujuan terhadap ujaran yang berhasil dihasilkan anak, turut membantu keseimbangan penguasaan bahasa.13

Pendekatan behaviorisme dalam pembelajaran bahasa, seperti yang diterapkan oleh kaum struktural, memberikan hasil yang memuaskan apabila syarat-syarat yang ditentukan dipenuhi secara sempurna. Bloomfield menekankan bahwa pembelajaran bahasa yang baik harus membentuk kebiasaan berbahasa secara asosiatif melalui praktik lisan. Agar hasil tersebut tercapai, diperlukan guru yang memiliki kompetensi tinggi, latihan pengucapan yang dimulai sejak awal, serta metode pembelajaran langsung tanpa menggunakan bahasa ibu. Selain itu, tata bahasa diajarkan secara induktif untuk mempermudah proses belajar, dan teks bacaan disesuaikan dengan tingkat kesulitan serta mengandung nilai-nilai kehidupan dan budaya penutur asli bahasa yang dipelajari.14

Namun, Bloomfield juga menyoroti kelemahan dalam sistem pengajaran bahasa yang sering kali dipandang sebagai penyampaian fakta bahasa secara terpisah. Usia pelajar yang melampaui batas ideal, jam pelajaran yang terlalu sedikit, dan ketergantungan pada tugas rumah yang kurang efektif menjadi faktor yang menghambat keberhasilan pembelajaran bahasa. Kesalahan terbesar adalah pengajaran bahasa yang tidak holistik dan terpisah dari konteks kehidupan sehari-hari, yang pada akhirnya menurunkan efektivitas pembelajaran.15

B. Teori Konstruktivisme dalam Literasi

a) Pengertian Teori Konstruktivisme

Proses belajar konstruktivisme mencakup pembangunan dan perombakan pengetahuan serta keterampilan individu dalam konteks sosial untuk

13 Pranowo, Pendekatan Behaviorisme Dalam Pembelajaran Bahasa., 2020.

14 Budiman et al., “Implikasi Teori Behaviorisme Dalam Pembelajaran Bahasa .”

15 Pranowo, Pendekatan Behaviorisme Dalam Pembelajaran Bahasa.

(6)

meningkatkan pemahaman secara konseptual. Oleh karena itu, pengelolaan pembelajaran harus difokuskan pada bagaimana peserta didik memproses ide- ide mereka, bukan sekadar pada hasil atau prestasi yang mereka capai yang sering dikaitkan dengan penghargaan eksternal seperti nilai atau ijazah. Dalam teori ini, pembelajaran berbasis pemecahan masalah, seperti discovery learning dan problem-based learning, sering diterapkan untuk meningkatkan pemahaman siswa.16

Pengetahuan dipandang sebagai konstruksi individu, bukan sekadar kumpulan fakta yang diterima begitu saja. Pengetahuan terus berkembang melalui reorganisasi dan pembentukan baru yang dipengaruhi oleh pengalaman dan pemahaman individu. Ketika pendidik ingin mentransfer konsep, ide, dan pengetahuan kepada siswa, transfer tersebut akan dipahami dan dikonstruksi oleh siswa berdasarkan pengetahuan mereka sendiri.17

Teori konstruktivisme menurut Piaget (1971) menjelaskan bahwa siswa membangun pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman yang unik.

Konstruktivisme menggeser paradigma dari behaviourisme ke teori kognitif.

Dalam behaviourisme, fokusnya adalah pada kecerdasan, tujuan pembelajaran, dan penguatan, sedangkan dalam konstruktivisme, siswa membangun pengetahuan mereka berdasarkan interaksi dengan lingkungan mereka. Empat asumsi epistemologis menjadi inti dari pembelajaran konstruktivis, yang menekankan peran aktif siswa dalam membentuk pengetahuan mereka sendiri.18

b) Penerapan Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Penerapan pendekatan konstruktivisme di dalam kelas berfokus pada upaya agar siswa dapat belajar secara aktif dan bermakna. Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi mendorong siswa untuk belajar melalui pengalaman langsung, seperti bekerja sendiri, menemukan hal baru, dan mengkonstruksikan pengetahuan mereka sendiri. Selain itu, kegiatan inkuiri sebaiknya diterapkan sebanyak mungkin untuk setiap topik, serta mengembangkan rasa ingin tahu siswa melalui pertanyaan. Pembelajaran juga

16 Badaruzzaman, Penerapan Teori Konstruktivisme Dalam Pembelajaran., 2018.

17 S. Sumarsih, Pendidikan Dan Pembelajaran: Konstruksi Pengetahuan Dan Keterampilan., 2009.

18 J. Piaget, The Theory of Cognitive Development., 1971.

(7)

dapat dilakukan dalam kelompok untuk menciptakan “Masyarakat Belajar”

yang mendorong kolaborasi antar siswa. Model pembelajaran ini didasarkan pada teori belajar sosial, kognitif, dan konstruktif untuk mengembangkan keterampilan akademik, sosial, dan kemampuan inquiry. Keunggulan model ini terletak pada kerja kelompok yang berbasis pada penyelidikan, dengan tugas- tugas yang terstruktur, ganjaran kelompok, serta penilaian otentik yang fleksibel, semuanya berpusat pada siswa.19

Aplikasi teori konstruktivisme dalam pembelajaran berusaha membebaskan siswa dari kurikulum yang hanya berisi fakta-fakta terpisah. Sebaliknya, siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan ide dan gagasan mereka sendiri secara bebas, serta membangun hubungan antar ide tersebut untuk kemudian membuat kesimpulan. Proses ini melibatkan siswa dan guru untuk bersama- sama mengkaji pandangan yang berbeda tentang kebenaran dan berbagai interpretasi dunia yang kompleks. Dalam konteks ini, guru menyadari bahwa proses belajar dan penilaiannya adalah usaha yang rumit dan tidak teratur.

Keikutsertaan siswa dalam pembelajaran ini tidak hanya menumbuhkan keinginan untuk belajar secara mandiri, tetapi juga meningkatkan kemampuan diri mereka melalui pengalaman yang dilaksanakan dengan bimbingan yang tepat dari pengajar. Oleh karena itu, aktivitas belajar yang melibatkan siswa secara aktif sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses pembelajaran, mengingat prinsip utama dari konstruktivisme adalah “learning by doing”.20

C. Pendekatan Komunikatif dalam Belajar Bahasa Indonesia pada Anak SD

Bahasa memegang peranan yang sangat penting dalam mendukung perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik. Sebagai alat komunikasi utama, bahasa juga menjadi fondasi keberhasilan dalam mempelajari berbagai bidang studi. Dalam konteks pendidikan, pembelajaran Bahasa Indonesia memiliki tujuan yang jelas, yaitu untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi secara efektif menggunakan bahasa Indonesia, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Selain itu,

19 Abimanyu and Soli, Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Di Sekolah Dasar.

, 2008.

20 A. M. Sardiman, Aktivitas Belajar: Pengembangan Diri Melalui Pengalaman., 2007.

(8)

pembelajaran ini juga dirancang untuk mendorong apresiasi terhadap karya sastra sebagai bagian dari warisan budaya bangsa. Dengan memahami dan menghargai hasil karya sastra, peserta didik tidak hanya meningkatkan keterampilan berbahasa mereka tetapi juga memperoleh wawasan yang lebih luas mengenai nilai-nilai dan identitas budaya Indonesia. Pendekatan ini bertujuan membentuk individu yang cakap berkomunikasi sekaligus memiliki kepekaan terhadap kekayaan intelektual dan estetika dalam karya sastra.

Dalam dunia pendidikan, peran guru adalah membimbing peserta didik agar dapat mempelajari dan menguasai materi pelajaran hingga mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini mencakup pengembangan aspek kognitif (pemahaman pengetahuan), aspek afektif (perubahan sikap), dan aspek psikomotor (penguasaan keterampilan). Dalam pengajaran, aktivitas sering kali dianggap sebagai tugas sepihak, yaitu tanggung jawab guru semata. Namun, pembelajaran melibatkan interaksi aktif antara guru dan peserta didik, menciptakan proses belajar yang lebih efektif dan efisien.

Pada pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas awal, peserta didik diarahkan untuk mengenal huruf abjad, membaca, mendengarkan, dan menulis sebagai dasar penguasaan bahasa. Sementara itu, di tingkat lanjut, pembelajaran berkembang menjadi kemampuan mengarang dan menyimak penjelasan guru secara lebih mendalam. Hakikat pembelajaran bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran Bahasa Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan, sehingga tercipta interaksi yang baik di antara mereka.

Cara mengajar komunikatif telah menjadi salah satu metode yang dianggap efektif dalam mendukung perkembangan keterampilan berbahasa siswa, sebagaimana diungkapkan oleh Hendri (2017)21. Pendekatan ini menekankan pentingnya interaksi komunikatif antara siswa, di mana siswa tidak hanya menjadi penerima pasif, tetapi juga berperan sebagai subjek pembelajaran yang aktif. Metode ini bertujuan mendorong partisipasi aktif dan kemandirian siswa dalam proses belajar. Perspektif ini menginterpretasikan pendekatan pembelajaran komunikatif sebagai metode pedagogis yang menitikberatkan

21 Hendri and Musnika, “Pembelajaran Keterampilan Berbicara Bahasa Arab Melalui Pendekatan Komunkatif.,” Potensia: Jurnal Kependidikan Islam 3, no. 2 (2017): 196–210.

(9)

pada kemampuan siswa untuk berkomunikasi secara efektif dalam situasi nyata. Oleh karena itu, seorang guru perlu memiliki pemahaman mendalam dan menyeluruh tentang pendekatan komunikatif agar dapat mengintegrasikannya secara optimal dalam proses pembelajaran.

Strategi pembelajaran dalam pendekatan komunikatif menitikberatkan pada keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar. Siswa diharapkan tidak hanya menjadi penerima informasi, tetapi juga berpartisipasi aktif dalam setiap tahap pembelajaran. Strategi yang diterapkan sesuai dengan prosedur pendekatan komunikatif mencakup beberapa langkah, seperti penyederhanaan presentasi dialog, pelatihan lisan melalui dialog, pembelajaran berbasis tanya jawab, kegiatan observasi dan studi, penarikan kesimpulan, pelaksanaan aktivitas interaktif, penugasan, serta evaluasi hasil belajar. Melalui pendekatan komunikatif, siswa diarahkan untuk mengembangkan keterampilan berbicara yang lebih terstruktur dan terukur, mencakup aspek keakuratan, kefasihan, dan kesesuaian dalam berkomunikasi.22. Pendekatan ini juga memungkinkan guru untuk secara intensif mengevaluasi kekurangan siswa, memberikan bimbingan yang dibutuhkan, dan menciptakan suasana pembelajaran yang lebih menarik dan interaktif. Dengan demikian, pendekatan komunikatif tidak hanya meningkatkan keterampilan berbicara siswa tetapi juga mendorong minat belajar yang lebih aktif dan efektif.23

Tujuan pembelajaran bahasa yang didasarkan pada pendekatan komunikatif adalah untuk memenuhi kebutuhan siswa, khususnya kebutuhan dalam berkomunikasi secara efektif. Pendekatan ini menekankan pengembangan kompetensi dan performansi komunikatif yang mencakup kemampuan menggunakan bahasa dengan akurat, lancar, dan sesuai konteks.

Dalam hal ini, pembelajaran diarahkan untuk membekali siswa agar mampu berinteraksi dalam berbagai situasi komunikasi, baik formal maupun informal.

Selain itu, pendekatan ini juga bertujuan meningkatkan kepercayaan diri siswa dalam menggunakan bahasa untuk menyampaikan gagasan, pendapat, atau informasi. Dengan demikian, pembelajaran bahasa tidak hanya berorientasi

22 Wassid, Iskandar, and Dadang Suhendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, 2016.

23Atie Hidayati, “Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Pendekatan Komunikatif Kelas V SD Padurenan II DI Bekasi Tahun Pelajaran 2016/2017,” Jurnal Ilmiah “Pendidikan Dasar” 5, no. 2 (2018):

83–95.

(10)

pada pemahaman teoretis tetapi juga pada penerapan praktis dalam kehidupan sehari-hari.24

Untuk mencapai tujuan tersebut, pembelajaran bahasa berbasis pendekatan komunikatif mengintegrasikan berbagai metode dan strategi yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar. Guru berperan sebagai fasilitator yang menciptakan lingkungan pembelajaran interaktif, seperti diskusi kelompok, simulasi percakapan, permainan peran, dan penggunaan media autentik. Aktivitas-aktivitas ini dirancang untuk melatih siswa dalam memahami dan menggunakan bahasa dalam situasi nyata, sekaligus mengasah kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Dengan pendekatan ini, siswa tidak hanya diajarkan aspek kebahasaan seperti tata bahasa dan kosakata, tetapi juga keterampilan sosial yang diperlukan untuk berkomunikasi secara efektif dan relevan. Hal ini diharapkan dapat membangun kemampuan siswa untuk menjadi komunikator yang kompeten di berbagai bidang kehidupan.25

D. Analisis Jurnal: Studi Kasus Implementasi Teori Belajar Kognitif pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD

Pada sub-bab ini, jurnal yang dianalisis berjudul “Implementasi Teori Kognitif dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Kurikulum Merdeka di Sekolah Dasar.” Jurnal ini dipilih karena relevansinya dengan topik pembahasan yang sedang diulas, yaitu penerapan teori kognitif dalam proses pembelajaran. Artikel ini secara khusus membahas bagaimana teori kognitif dapat mendukung pembelajaran Bahasa Indonesia di tingkat Sekolah Dasar, terutama dalam konteks Kurikulum Merdeka yang menekankan pada pembelajaran berbasis siswa dan pengembangan kemampuan berpikir kritis.

Pemilihan jurnal ini juga didasarkan pada kualitas analisis yang disajikan, termasuk pembahasan tentang strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru serta hasil yang dicapai siswa. Dengan demikian, jurnal ini memberikan kontribusi yang signifikan dalam memahami implementasi teori kognitif dalam pendidikan dasar sesuai dengan tuntutan kurikulum terbaru.

24 Delvia, “Kompetensi Komunikatif Dalam Pembelajaran Bahasa,” PENTAS: Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia 3, no. 2 (2017): 36–46.

25 Delvia.

(11)

Proses belajar yang dianggap istimewa telah mendorong banyak ahli untuk merumuskan berbagai teori belajar. Teori-teori ini dirancang berdasarkan eksperimen tertentu yang dilakukan pada objek tertentu. Namun, terdapat pula teori-teori yang dikembangkan untuk menentang atau menyanggah teori sebelumnya. Salah satu teori tersebut adalah teori kognitif. Secara konsep, teori kognitif merupakan teori belajar yang lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil akhir.26

Tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia secara umum adalah membekali siswa dengan keterampilan berbahasa dan berkomunikasi, yang sangat penting untuk perkembangan akademik dan kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai tujuan ini, penerapan teori kognitif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia menjadi sangat relevan, karena teori ini memfokuskan pada bagaimana proses berpikir dan pengolahan informasi terjadi dalam pikiran siswa. Teori kognitif menekankan pada pentingnya pemahaman, analisis, dan sintesis informasi dalam membantu siswa mengembangkan kemampuan bahasa secara mendalam. Dengan memperhatikan perkembangan kognitif siswa, pembelajaran Bahasa Indonesia dapat disesuaikan dengan tingkat kemampuan berpikir mereka, sehingga dapat memfasilitasi pemahaman yang lebih baik tentang bahasa. Penerapan teori ini diharapkan dapat mendorong siswa untuk lebih aktif dalam belajar, berpikir kritis, dan mampu menggunakan bahasa dalam berbagai konteks dengan percaya diri, tanpa mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran.27

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mengkaji fenomena secara alami tanpa adanya manipulasi28. Fokus utama dalam penelitian ini adalah implementasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas rendah dan tinggi Sekolah Dasar.

Objek penelitian ini meliputi guru kelas serta siswa di kelas II dan VI SDN 05 Kotalama, yang terletak di Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, Provinsi Jawa Timur. Pendekatan kualitatif dipilih karena dapat memberikan

26 Y. Wisman, “Teori  Belajar  Kognitif Dan Implementasi Dalam Proses Pembelajaran,” Jurnal Ilmiah Kanderang Tingang 11, no. 1 (2020): 209–15.

27A. Ilhami, “Implikasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget Pada Anak Usia Sekolah Dasar Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia,” Pendas: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar 7 (2022): 605–19.

28 M. A. Hascan and Suyadi, “Penerapan Teori Belajar Kognitif Pada Mata Pelajaran PAI Tingkat SMP Di SIT Bina Insan Batang Kuis,” Edumaspul Jurnal Pendidikan 5, no. 2 (2021): 138–46.

(12)

pemahaman yang lebih mendalam mengenai bagaimana teori kognitif diterapkan dalam konteks pembelajaran yang nyata dan langsung. Dengan menggunakan pendekatan ini, diharapkan dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai pengaruh implementasi teori kognitif terhadap proses pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar.29

Implementasi Teori Kognitif dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Tingkat SD Kelas Rendah

Sebagai seorang guru, Maulidiya Lailatul Halimah menyatakan bahwa implementasi teori belajar kognitif sering dilakukan dalam proses pembelajaran. Dalam menjalankan tugasnya, Halimah tidak memberikan tuntutan yang melebihi kemampuan siswa, memastikan bahwa pembelajaran berjalan sesuai dengan kapasitas masing-masing. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip Kurikulum Merdeka yang menekankan pada proses belajar anak tanpa memberikan tekanan untuk mencapai target-target tertentu yang telah ditetapkan oleh guru. Dengan demikian, Halimah berfokus pada pengembangan pemahaman siswa secara bertahap dan mendalam, tanpa terbebani oleh target yang tidak realistis. Hal ini menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih adaptif dan sesuai dengan kebutuhan siswa.

Hal ini sejalan dengan kenyataan di kelas IIB SDN 05 Kotalama, di mana dalam praktik pembelajarannya, pembelajaran disesuaikan dengan karakter dan kemampuan kognitif setiap siswa. Secara teoritis dan praktis, kemampuan kognitif tersebut memiliki pengaruh besar terhadap proses pembangunan pemahaman dan makna belajar siswa.30 Dengan memperhatikan perbedaan tingkat kognitif siswa, guru dapat menciptakan pendekatan yang lebih tepat sasaran, yang memungkinkan setiap siswa berkembang sesuai dengan potensinya. Hal ini juga memastikan bahwa pembelajaran berlangsung secara optimal, sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa.

Implementasi Teori Kognitif dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Tingkat SD Kelas Tinggi

Penelitian ini menargetkan kelas VI SDN 05 Kotalama sebagai kelas tinggi yang menjadi objek kajian. Pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas VI

29 J. Hariadi, “Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Kearifan Lokal,” Jurnal Samudra Bahasa 1, no. 1 (2018): 1–9.

30 G. Wahab and Rosnawati, Teori-Teori Belajar Dan Pembelajaran, 2021.

(13)

umumnya berfokus pada pengembangan kemampuan berkomunikasi, yang didasarkan pada konteks sosial siswa31. Konteks sosial ini berperan penting dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendukung interaksi yang lebih baik antar teman sekelas. Dengan pendekatan ini, siswa didorong untuk aktif berkomunikasi, tidak hanya dalam konteks pembelajaran formal tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran Bahasa Indonesia juga dilaksanakan dengan melibatkan lingkungan sekitar siswa, yang memberikan kesempatan untuk menghubungkan teori dengan praktek langsung di luar kelas. Pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan sosial siswa sekaligus memperkaya pengalaman belajar mereka.

Salah satu metode pembelajaran yang berbasis pada teori kognitif yang pernah diterapkan oleh Ida Hamzah dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah penggunaan peta konsep. Lebih lanjut, setelah siswa menentukan ide pokok secara mandiri, Ida Hamzah mengajak mereka untuk mendiskusikan hasil pekerjaan mereka. Kegiatan diskusi ini memungkinkan siswa untuk melakukan percobaan dalam memahami materi yang telah dipelajari. Proses percakapan dan refleksi yang terjadi selama diskusi mendukung perkembangan kognitif siswa. Berdasarkan teori belajar kognitif, percobaan merupakan salah satu metode yang efektif dalam pembelajaran karena dapat membantu siswa menguji pemahaman mereka dan memperdalam konsep yang diajarkan.32 Dengan pendekatan ini, diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan meningkatkan pemahaman mereka secara lebih menyeluruh.

Meskipun demikian, Ida Hamzah menyatakan bahwa teori kognitif memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan karena pembelajaran yang berbasis pada teori kognitif membantu siswa untuk lebih mudah mengingat materi yang telah dipelajari. Proses belajar yang diterapkan juga disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan siswa, tanpa adanya tekanan atau paksaan. Pendekatan ini memungkinkan siswa untuk belajar secara lebih alami dan efektif, karena mereka diberikan kesempatan untuk memahami materi sesuai dengan tingkat pemahaman dan kecepatan belajar masing-masing. Dengan demikian, teori

31 E. Verawaty and Zulqamain, Buku Panduan Guru Bahasa Indonesia, 2021.

32 S. Sundari et al., Buku Panduan Guru Bahasa Indonesia, 2021.

(14)

kognitif mendukung penguatan daya ingat siswa dalam konteks pembelajaran Bahasa Indonesia.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan dengan berlandaskan teori kognitif menghadirkan proses yang lebih natural. Hal ini disebabkan karena dengan menerapkan teori kognitif, guru mempertimbangkan kognisi siswa dalam setiap tahap pembelajaran. Dengan demikian, siswa tidak akan merasa tertekan atau dipaksa untuk mencapai hasil yang tidak sesuai dengan kemampuan mereka, yang dapat menghambat proses belajarnya. Teori kognitif yang lebih menekankan pada proses daripada hasil juga mendorong siswa untuk belajar sesuai dengan karakter dan kepribadiannya, memungkinkan mereka untuk berkembang secara individu. Penerapan teori ini juga memberikan ruang bagi siswa untuk bergerak lebih aktif dalam proses belajar, sejalan dengan tuntutan Kurikulum Merdeka yang lebih mengutamakan pembelajaran berbasis siswa.

Selain itu, penerapan teori kognitif dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SDN 05 Kotalama secara spesifik menunjukkan perbedaan yang mencolok.

Perbedaan tersebut terlihat pada intensitas implementasinya, di mana teori kognitif lebih sering diterapkan di kelas rendah dibandingkan dengan kelas tinggi. Hal ini mencerminkan bahwa pada kelas rendah, pembelajaran lebih difokuskan pada penguatan proses kognitif siswa yang sesuai dengan tahap perkembangan mereka. Sementara itu, di kelas tinggi, meskipun teori kognitif tetap diterapkan, intensitas penggunaannya mungkin lebih beragam, disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat kognisi siswa yang lebih tinggi.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

L. A Boangmanalu and M. E Putri, “Penerapan Pendekatan Behavior Untuk Meningkatkan Kedisiplinan Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII ,” Diligentia: Journal of Theology and Christian Education 3, no. 2 (2021).

Elvia. Baby Shahbana, Fiqh. Kautsar Farizqi, and Rachmat Satria,

“Implementasi Teori Belajar Behavioristik Dalam Pembelajaran,” Jurnal Serunai Administrasi Pendidikan 9, no. 1 (2020): 24–33.

M. I. T Asfar, A. M. I. A Asfar, and M. F. Halamury, “Teori Behaviorisme ,”

ResearchGate, 2019.

Shahbana, Farizqi, and Satria, “Implementasi Teori Belajar Behavioristik Dalam Pembelajaran.”

Kiki. Melita Andriani, Maemonah, and Rz. Ricky. Satria Wiranata,

“Penerapan Teori Belajar Behavioristik B. F. Skinner Dalam Pembelajaran : Studi Analisis Terhadap Artikel Jurnal Terindeks Sinta Tahun 2014 – 2020,”

Saliha 5, no. 1 (2022): 78–91.

M. Yakub Iskandar, “Implementasi Teori Belajar Behavioristik Dalam Proses Pembelajaran Abad 21 ,” Murabby: Jurnal Pendidikan Islam 7, no. 1

(2020): 57–70.

Shahbana, Farizqi, and Satria, “Implementasi Teori Belajar Behavioristik Dalam Pembelajaran”; Asfar, Asfar, and Halamury, “Teori Behaviorisme .”

Shahbana, E. B., Farizqi, F. K., & Satria, R. (2020). Implementasi teori belajar behavioristik dalam pembelajaran. Jurnal Serunai Administrasi

Pendidikan, 9(1), 24–33. https://doi.org/10.37755/jsap.v9i1.249 Budiman et al., “Implikasi Teori Behaviorisme Dalam Pembelajaran Bahasa ,” Lingua Rima: Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia

12, no. 2 (2023): 177–86.

M. Ali, “Pembelajaran Bahasa Indonesia Dan Sastra (Basastra) Di Sekolah Dasar.,” PERNIK: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 3, no. 1 (2020): 35–44.

Mukminan, Langkah Penerapan Teori Behavioristik Dalam Pembelajaran., 2019.

Budiman et al., “Implikasi Teori Behaviorisme Dalam Pembelajaran Bahasa .”

Pranowo, Pendekatan Behaviorisme Dalam Pembelajaran Bahasa., 2020.

Budiman et al., “Implikasi Teori Behaviorisme Dalam Pembelajaran Bahasa .”

Pranowo, Pendekatan Behaviorisme Dalam Pembelajaran Bahasa.

Badaruzzaman, Penerapan Teori Konstruktivisme Dalam Pembelajaran., 2018.

(16)

S. Sumarsih, Pendidikan Dan Pembelajaran: Konstruksi Pengetahuan Dan Keterampilan., 2009.

J. Piaget, The Theory of Cognitive Development., 1971.

Abimanyu and Soli, Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Di Sekolah Dasar., 2008.

M. Sardiman, Aktivitas Belajar: Pengembangan Diri Melalui Pengalaman., 2007.

Hendri and Musnika, “Pembelajaran Keterampilan Berbicara Bahasa Arab Melalui Pendekatan Komunkatif.,” Potensia: Jurnal Kependidikan Islam 3,

no. 2 (2017): 196–210.

Wassid, Iskandar, and Dadang Suhendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, 2016.

Atie Hidayati, “Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Pendekatan Komunikatif Kelas V SD Padurenan II DI Bekasi Tahun Pelajaran 2016/2017,” Jurnal Ilmiah “Pendidikan Dasar” 5, no. 2 (2018): 83–95.

Delvia, “Kompetensi Komunikatif Dalam Pembelajaran Bahasa,” PENTAS:

Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia 3, no. 2 (2017): 36–

46.

Delvia.

Y. Wisman, “Teori Belajar Kognitif Dan Implementasi Dalam Proses Pembelajaran,” Jurnal Ilmiah Kanderang Tingang 11, no. 1 (2020): 209–15.

A. Ilhami, “Implikasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget Pada Anak Usia Sekolah Dasar Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia,” Pendas: Jurnal

Ilmiah Pendidikan Dasar 7 (2022): 605–19.

M. A. Hascan and Suyadi, “Penerapan Teori Belajar Kognitif Pada Mata Pelajaran PAI Tingkat SMP Di SIT Bina Insan Batang Kuis,” Edumaspul

Jurnal Pendidikan 5, no. 2 (2021): 138–46.

J. Hariadi, “Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Kearifan Lokal,”

Jurnal Samudra Bahasa 1, no. 1 (2018): 1–9.

G. Wahab and Rosnawati, Teori-Teori Belajar Dan Pembelajaran, 2021.

E. Verawaty and Zulqamain, Buku Panduan Guru Bahasa Indonesia, 2021.

S. Sundari et al., Buku Panduan Guru Bahasa Indonesia, 2021.

(17)

BIODATA PENULIS

Rahma Lailatul Rizqi

Mahasiswa Program Studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabaya

Penulis lahir di Tulungagung pada 25 Oktober 2005. Penulis memulai perjalanan pendidikannya di SD Negeri 1 Keboireng, dan melanjutkan di SMP Negeri 1 Bandung. Setelah itu, penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Kauman, dengan fokus pada jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan aktif sebagai Wakil Ketua Ekstra Kurikuler Information

Technology (IT). Sejak masa sekolah, penulis telah menunjukkan ketertarikan dalam bidang pendidikan yang mendorongnya utuk terus mengembangkan kemampun berpikir kritis.

Saat ini, penulis merupakan mahasiswa aktif di Universitas Negeri Surabaya, program studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Sebagai seorang mahasiswa, penulis memiliki minat pada bidang pendidikan yang mendorongnya untuk terus menggali pengetahuan dan menghasilkan karya akademis yang bermutu. Pengalaman belajar dari berbagai jenjang

pendidikan sebelumnya memberikan inspirasi dalam memahami kebutuhan pendidikan yang holistik dan relevan dengan perkembangan zaman.

Penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan akademik dan penelitian yang relevan dengan bidang studinya. Melalui tulisan-tulisannya, penulis berupaya untuk berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya pada topik yang dibahas dalam book chapter ini. Penulisan book chapter ini merupakan salah satu bentuk realisasi dari pemikiran kritis dan keinginannya untuk berbagi ilmu kepada khalayak luas.

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan Pendekatan Komunikatif (Al Madkhal Al Ittishal) Pada Keterampilan Berbicara (Al Maharah Al Kalam). Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 4 |

(2) pendekatan komunikatif dalam pengajaran keterampilan menulis siswa kelas VIII SMP Negeri I Nanggulan Kulon Progo lebih efektif dibanding pendekatan tradisional, hal

 Meningkatkan minat belajar siswa kelas IV Sekolah Dasar pada. konsep energi dan perubahannya melalui pendekatan

Penerapan Pendekatan Komunikatif (Al Madkhal Al Ittishal) Pada Keterampilan Berbicara (Al Maharah Al Kalam).. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Penerapan Pendekatan Komunikatif (Al Madkhal Al Ittishal) Pada Keterampilan Berbicara (Al Maharah Al Kalam). Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Penerapan Pendekatan Komunikatif (Al Madkhal Al Ittishal) Pada Keterampilan Berbicara (Al Maharah Al Kalam).. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 3 |

Penelitian ini menghasilkan model perangkat pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Indonesia berdasarkan pendekatan komunikatif-kontekstual yang dapat digunakan

Kegiatan berbicara melibatkan berbagai komponen. Komponen- komponen yang dimaksud dapat dikemukakan sebagai berikut.. Pendekatan komunikatif membuka diri bagi pandangan yang lebih