TERAPI RELAKSASI AUTOGENIK UNTUK MENURUNKAN NYERI POST OPERASI TURP PADA PASIEN BPH
Yulis Hati1*, Rosanti Muchsin2, Boby Tamara3
1,2,3Universitas Haji Sumatera Utara (Fakultas Ilmu Kesehatan/
Program Studi Ilmu Keperawatan, Indonesia) Email: [email protected]
ABSTRACT
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) is a benign tumor that often affects men, and its incidence increases with age, namely over 40 years. TURP is a solution for treating BPH, in the postoperative TURP effects patient will feel pain. Autogenic relaxation technique which is a part of non-pharmacological pain management. This study aims to determine the effect of autogenic relaxation therapy on patient pain in postoperative TURP BPH in the ICU room of Sri Pamela Tebing Tinggi Hospital in 2022. This research is a quantitative study with a pre-experimental approach. The population is 150 people with a sample using a purposive sampling technique totaling 75 people. The results of the study showed that before the Autogenic Relaxation was carried out it was 2.80 after the Autogenic Therapy was carried out the average value of the pain scale was 2.44. This means that there is an average decrease in the Pain Scale of 0.36. Based on the results of the paired t-test, it was found that there was an effect of autogenic therapy on the pain scale of postoperative TURP BPH patients with a p-value of 0.001 <a = 0.05. It is suggested that RS Sri Pamela Tebing Tinggi informs the importance of implementing autogenic relaxation techniques to reduce the pain scale in postoperative TURP BPH patients.
Keyword: autogenic, relaxation therapy, pain scale reduction
PENDAHULUAN
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) merupakan adanya kelenjar prostat yang membesar sel jinak, disebabkan oleh karena ter hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal secara bertahap, pembesaran meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika sehingga proses perkemihan menjadi terhambat (Febrianto et al., 2015;
Grace & Borley, 2014). BPH sering terjadi di usia 50 tahun disebabkan sering menahan unuk berkemih, akhirnya
terjadi pembesaran progresif dari kelenjar prostat sehingga terjadi berbagai derajat ostruksi aliran urinarius yang memerlukan penanganan khusus untuk memenuhi kebutuhan dasar perkemihan (Raharjo, 2016).
Di Indonesia, kasus BPH menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih, dan secara umum, diperkirakan hampir 50% pria Indonesia yang berusia di atas 50 tahun ditemukan menderita BPH ini. Oleh karena itu, jika dilihat, dari 200 juta lebih rakyat indonesia, maka dapat diperkirakan 100 juta adalah pria, dan yang berusia 60 tahun dan ke atas adalah kira-kira
ISSN 2614-4719
sejumlah 5 juta, maka dapat dinyatakan kira-kira 2,5juta pria Indonesia menderita penyakit ini (Haryanto & Rihiantoro, 2016). Pada Tahun 2017 di Sumatera Utara, kasus Benigna Prostate Hiperplasia mencapai angka 1.290 kasus.
angka ini membuat Sumatera Utara menjadi urutan ketiga wilayah yang memiliki kasus Benigna Prostate Hiperplasia terbanyak di Indonesia (Rikesdas Sumut, 2018).
Kesulitan berkemih pada pasien BPH menyebabkan kebutusan dasar tidak terpenuhi sehingga harus diberi terapi, adapun terapi bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Pilihan terapi meliputi konservatif, medika mentosa, pembedahan dan lainnya jika kondisi khusus. Pilihan terapi tergantung kondisi dan pilihan dari pasien (Gravas et al., 2015).
Terapi untuk BPH dapat berupa observasi sampai tindakan bedah. Pilihan terapi didasari oleh perolehan skor I-PSS (International Prostatic Syndrome score) Terapi nonbedah dapat diberikan apabila skor I-PSS sama atau kurang dari 15 dan terapi bedah dapat diberikan apabila skor I-PSS lebih dari 25.8 Terapi nonbedah berupa watchfull waiting dan medikamentosa sedangkan untuk terapi bedah berupa Prostatektomi terbuka, Transurethral Incision Prostat (TUIP), dan Transurethral (Novelty et al., 2019).
Transurethral Resection of Prostate (TURP) merupakan salah satu terapi dengan metode minimum intervention operative yang banyak digunakan (gold standard) untuk mengatasi pembesaran.
(Satriawan et al., 2021). TURP yang menjadi salah satu alternatif pada pasien BPH yang dapat menimbulkan nyeri pada area post operasi di prostat. Pasien- pasien post operasi mengeluh nyeri akan meyebabkan kurang mampu berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari dan dapat menghambat gaya hidup apabila pasien merasakan nyeri berat (Yudiyanta et al., 2015).
Nyeri yang dirasakan pasien BPH harus diatasi dengan penatalaksanaan nyeri secara farmakologi dan non farmakologis. Nyeri farmakologi dengan pemberian obat obatan dan penanganan nyeri non farmakologi dengan teknik yang tidak menggunakan obat-obatan dimana tindakan ini diperlukan untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa detik atau menit. Mengkombinasikan metode non farmakologis dengan obat-obatan merupakan cara yang paling efektif untuk mengontrol nyeri. Pengendalian nyeri non farmakologis menjadi lebih murah, mudah, efektif dan tanpa efek yang merugikan. Salah satu metode untuk mengatasi nyeri secara non-farmakologis adalah terapi relaksasi autogenik (Nurhayati et al., 2015).
Relaksasi merupakan suatu keadaan dimana seseorang merasakan bebas mental dan fisik dari ketegangan dan stress. Teknik relaksasi bertujuan agar individu dapat mengontrol diri ketika terjadi 30 rasa ketegangan dan stres yang membuat individu merasa dalam kondisi yang tidak nyaman (Nurhayati et al., 2015).
Relaksasi autogenik merupakan relaksasi yang bersumber dari diri sendiri dengan menggunakan kata-kata atau kalimat pendek yang bisa membuat pikiran menjadi tenang (Nurhayati et al., 2015). Relaksasi juga berfokus pada pengaturan pernafasan dan detak jantung (Abdullah et al., 2021).
Hasil penelitian tentang pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap tingkat nyeri akut pada pasien abdominal pain didapatkan bahwa selama 2 minggu pelaksaan relaksasi autogenik efektif untuk menurunkan nyeri abdomen.
(Syamsiah & Muslihat, 2015). Hasil penelitian Aji et al. (2015) tentang relaksasi autogenik adalah adalah Relaksasi autogenik lebih efektif dalam menurunkan nyeri post ORIF dibandingkan dengan terapi relaksasi nafas dalam.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik melakukan penelitian tentang
“Pengaruh Terapi Autogenik Relaksasi
Terhadap Nyeri Pasien Pada Post Operasi TURP pada pasien BPH di Ruangan ICU RS Sri Pamela Tebing Tinggi Tahun 2022”.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan desain penelitian quasi exsperiment (eksperimen semu) dengan pendekatan one group pretest-posttest design.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap nyeri pasien TURP BPH pasca operasi di ruang ICU RSUD Sri Pamela Tebing Tinggi Tahun 2022.
Populasi dalam penelitian ini berjumlah 150 orang, dengan menggunakan teknik purposive sampling didapatkan ada 75 sampel. Aspek pengukuran dengan skala nyeri diukur dengan menggunkan instrumen The Numerik Pain Intensity Scale. Analisa data menggunakan data univariat dan bivariat. Analisa bivariat menggunakan uji Paired t test.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Hasil penelitian skala nyeri pasien post op TURP pada pasien BPH sebelum dan setelah dilakukan terapi relaksasi dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
ISSN 2614-4719
Skala Nyeri Pasien Post Op TURP pada pasien BPH sebelum dilakukan Terapi Relaksasi Autogenik
Tabel 1. Skala Nyeri Pasien Post Op TURP pada pasien BPH sebelum dilakukan Terapi Relaksasi Autogenik
No Skala Nyeri
Sebelum Intervensi Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Skala nyeri 1 – 3 (Ringan) 55 73,4
2 Skala nyeri 4 – 6 (Sedang) 20 26,6
Jumlah 75 100,0
Skala nyeri pasien post op TURP BPH sebelum dilakukan terapi relaksasi autogenik di Rumah Sakit Sri Pamela
Tebing Tinggi Tahun 2022 adalah sebagian besar sekala nyeri 1–3 (ringan) sebanyak 55 orang (73,4%).
Skala Nyeri Pasien Post Op TURP pada pasien BPH setelah dilakukan Terapi Relaksasi Autogenik
Tabel 2. Skala Nyeri Pasien Post Op TURP pada pasien BPH setelah dilakukan Terapi Relaksasi Autogenik
No Skala Nyeri
Setelah Intervensi Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Skala nyeri 1 – 3 (Ringan) 64 85,3
2 Skala nyeri 4 – 6 (Sedang) 11 14,7
Jumlah 75 100,0
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa skala nyeri pasien post op TURP BPH setelah dilakukan terapi relaksasi
autogenik di ruangan ICU Rumah Sakit Sri Pamela Tebing Tinggi adalah skala nyeri 1 – 3 (ringan) sebanyak 64 (85,3%).
Pengaruh Terapi Relaksasi Autogenik terhadap Skala Nyeri Pasien Post Op TURP Tabel 3. Pengaruh Terapi Relaksasi Autogenik terhadap Skala Nyeri Pasien Post
Op TURP
No Perlakuan (2 minggu) Mean N Sig.
1 Skala Nyeri (Pretest) 2.80 75
0,001
2 Skala Nyeri (Posttest) 2.44 75
Berdasarkan hasil uji Paired Sample – Test didapat nilai p- 0,001< α=0,05 maka H0 ditolak artinya secara simultan terdapat pengaruh terapi autogenik terhadap skala nyeri pasien di ruangan ICU Rumah Sakit Sri Pamela Tebing Tinggi.
Pembahasan
Skala Nyeri Pasien Post op TURP pada pasien BPH sebelum dilakukan Terapi Relaksasi Autogenik
Skala nyeri pasien post op TURP BPH sebelum dilakukan terapi autogenik sebagian besar sekala nyeri 1–3 (ringan).
Nyeri merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan. Individu yang merasakan
nyeri merasa tertekan atau menderita dan mencari upaya untuk menghilangkan nyeri Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun (Rampengan et al., 2014).
Berdasarkan umur responden sebagian besar adalah >65 Tahun.
Berdasarkan beberapa hasil studi autopsi dunia memperkirakan prevalensi BPH sebanyak 20% pada pria usia 40 tahun, 60% pada pria usia 60 tahun, dan meningkat sampai 90% pada pria usia 70- 80 tahun (Novelty et al., 2019).
Skala Nyeri Pasien Post op TURP pada pasien BPH setelah dilakukan Terapi Relaksasi Autogenik
Berdasarkan hasil penelitian ini dilihat bahwa skala nyeri pasien post op TURP BPH setelah dilakukan terapi relaksasi autogenik di ruangan ICU Rumah Sakit Sri Pamela Tebing Tinggi adalah skala nyeri 1 – 3 (ringan). Hal ini sejalan dengan penelitian Wardani dan Adriani (2022) menyebutkan bahwa terdapat penurunan skala nyeri hasil studi kasus ini diketahui bahwa terapi relaksasi autogenik yang diberikan kepada Ny A selama 3 hari memberikan penurunan tingkat nyeri kepala. Penurunan skala nyeri akan semakin berkurang jika
intervensi dilanjutkan dan dilakukan secara teratur.
Relaksasi autogenik merupakan suatu metode relaksasi yang bersumber dari diri sendiri dan kesadaran tubuh untuk mengurangi stres dan ketegangan otot serta memungkinkan dapat mengatasi menurunkan nyeri. Menurut Priyo et al.
(2017) dimana di dalam penelitian ini dilakukan sebanyak 3 kali dengan durasi 10 menit pada pasien post operasi TURP bisa menurunkan skala nyeri pasien menjadi skala nyeri ringan semakin menjadi mayoritas, yang awalnya 55 orang menjadi 64 orang setelah dilakukan relaksasi outogenik.
Pengaruh Terapi Relaksasi Autogenik terhadap Skala Nyeri Pasien Post Op TURP
Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata Sebelum dan Sesudah pelaksanaan terapi relaksasi autognenik terhadap skala nyeri di ruangan ICU Rumah Sakit Sri Pamela Tebing Tinggi dimana dapat dilihat bahwa rata-rata skala nyeri sebelum dilakukan relaksasi autognenik sebesar 2.80 dimana skala nyeri tersebut dikategorikan masih tinggi. Kemudian setelah pelaksanaan terapi autogenik didapat nilai rata-rata skala nyeri sebesar 2.44, artinya terdapat penurunan rata-rata skala nyeri sebanyak 0.36. Berdasarkan hasil uji, didapatkan signifikansi p value 0,001< α=0,05 maka
ISSN 2614-4719
H0 ditolak artinya secara simultan terdapat pengaruh terapi autogenik terhadap skala nyeri pasien di ruangan ICU Rumah Sakit Sri Pamela Tebing Tinggi.
Masih relatif tingginya skala nyeri sebelum dilaksanakan relaksasi autogenik belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. Sehingga setelah dilaksanakan terapi relaksasi autogenik terjadi penurunan skala nyeri. Terapi relaksasi autogenik yang diberikan pada pasien hipertensi selama kurang lebih 10 menit terbukti efektif memberikan dampak fisiologis, dimana pasien akan merasakan kenyamanan, ketegangan otot menurun, dan dapat mengurangi gejala stress dan nyeri (Wardani & Adriani, 2022).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya pengaruh skala nyeri dari terapi relaksasi autogenik pada pasien Post op TURP BPH apabila dilakukan secara teratur dan dengan durasi yang tepat.
Saran
Saran dalam penelitian ini diharapkan dengan adanya penelitian ini Rumah Sakit Sri Pamela Tebing Tinggi menginformasikan pentingnya pelak sanaan relaksasi autogenik untuk
penurunan skala nyeri pada pasien post op TURP BPH.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, V. I., Ikraman, R. A., &
Harlina, H. (2021). Pengaruh penerapan teknik relaksasi autogenik terhadap tingkat kecemasan ibu hamil primigravida. Quality: Jurnal
Kesehatan, 15(1).
https://doi.org/10.36082/qjk.v15i1.19 9
Aji, S. B., Armiyati, Y., & Sn, S. A.
(2015). Efektifitas antara relaksasi autogenik dan slow deep breathing relaxation terhadap penurunan nyeri pada pasien post orif di RSUD Ambarawa. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), 002.
Febrianto, D., Ismonah, & Shobirun.
(2015). Gambaran sensasi berkemih pasien post operasi transurethral resection of the prostate (turp) yang diberi tindakan bladder training di RSUD Tugurejo Semarang. Karya Ilmiah STIKES Telogorejo, 4.
Grace, P. A., & Borley, N. R. (2014). At a Glance Ilmu Bedah. In Ilmu Bedah.
Gravas, S., Bach, T., Bachmann, A., Drake, M., Gacci, M., Gratzke, C., Madersbacher, S., Mamoulakis, C., &
Tikkinen, K. A. O. (2015). Guidelines on the management of non- neurogenic male Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS), incl. Benign Prostatic Obstruction (BPO).
Haryanto, H., & Rihiantoro, T. (2016).
Disfungsi ereksi pada penderita benign prostate hyperplasia. Jurnal Keperawatan, 7(2), 286–294.
Novelty, R., Rofinda, Z. D., & Myh, E.
(2019). Korelasi lama operasi dengan perubahan kadar natrium pasca operasi transurethral resection of the prostate di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas,
8(1), 37.
https://doi.org/10.25077/jka.v8.i1.p3 7-42.2019
Nurhayati, N. A., Andriyani, S., &
Malisa, N. (2015). Relaksasi autogenik terhadap penurunan skala
nyeri pada ibu post operasi sectio saecarea. Jurnal Skolastik Keperawatan, 1(2), 52–61.
https://doi.org/10.35974/jsk.v1i2.87 Priyo, Margono, & Hidayah, N. (2017).
Terapi relaksasi autogenik untuk menurunkan tekanan darah dan sakit kepala pada lansia hipertensi di daerah rawan bencana merapi.
Urecol, 83–92.
Raharjo, R. A. (2016). Diagnosis and treatment patterns of male lower urinary tract symptoms suggestive of benign prostatic hyperplasia in Murjani General Hospital, Central Kalimantan, Indonesia. Prostate International, 4(2), 65–69.
https://doi.org/10.1016/j.prnil.2016.0 2.001
Rampengan, S., Rondonuwu, R., &
Onibala, F. (2014). Pengaruh teknik relaksasi dan teknik distraksi terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien post operasi di ruang Irina A Atas RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal Keperawatan UNSRAT, 2(2), 113009.
Rikesdas Sumut, 2018. (2018). Coastal and estuarine processes https://doi.org/10.1142/7114
Satriawan, D. D., Wijayanti, D., &
Damayanti, M. M. (2021). Scoping Review: Pengaruh terapi TURP terhadap benign prostatic hyperplasia pada lansia. Jurnal Integrasi
Kesehatan & Sains, 3(1), 59–64.
https://doi.org/10.29313/jiks.v3i1.73 88
Syamsiah, N., & Muslihat, E. (2015).
Pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap tingkat nyeri akut pada pasien abdominal pain di IGD RSUD Karawang. Jurnal Ilmu Keperawatan, 3(1), 11–17.
Wardani, D., & Adriani, P. (2022).
Aplikasi pemberian terapi relaksasi autogenik terhadap perubahan tingkat nyeri akut pasien hipertensi.
Indonesian Journal of Professional
Nursing, 3(1), 7.
https://doi.org/10.30587/ijpn.v3i1.39 74
Yudiyanta, Novita, K., & Ratih, N. W.
(2015). Assesment nyeri. CDK-226, 42(3), 214–234.