PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, TENAGA KERJA DAN KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Eva Agustina 155020101111081
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2019
Judul : PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH, TENAGA KERJA DAN KONTRIBUSI SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI JAWA BARAT
Eva Agustina¹
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email: [email protected]
ABSTRAK
Pertumbuhan ekonomi daerah dapat dilihat dari kenaikan PDRB rill. Provinsi Jawa barat memiliki nilai PDRB ADHK tertinggi ke 3 dibandingkan enam provinsi lain di pulau Jawa. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah, tenaga kerja dan kontribusi sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2016. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan DJPK. Analisis data yang digunakan merupakan regresi liner berganda dengan fixed effect yang diolah dengan menggunakan eviews-9. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa variabel pengeluaran pemerintah dan variabel kontribusi industri pengolahan berpengaruh positif dan signifikan, sedangkan variabel tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat.
Kata Kunci : Pengeluaran Pemerintah, Tenaga Kerja, Kontribusi Sektor Industri, Pertumbuhan Ekonomi
A. PENDAHULUAN
Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, pembangunan daerah memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota menjadi ujung tombak dalam penyediaan pelayanan publik. Tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penyediaan pelayanan publik yang lebih efisien, efektif, dan merata serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan (Gershberg, 1998). Salah satu indikator keberhasilan pembangunan nasional atau daerah adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi memegang peranan penting karena dapat dipakai untuk menilai kinerja perkembangan perekonomian suatu negara atau daerah. Hal ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi merupakan refleksi dari perkembangan tingkat kegiatan ekonomi yang terjadi secara dinamis dari tahun ke tahun (Arsyad, 2010: 21).
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah pengeluaran pemerintah. Pemerintah mempunyai peranan penting dalam perekonomian mengingat adanya fenomena kegagalan pasar. Pemerintah berfungsi untuk memastikan bahwa pasar bekerja dengan lebih efisien untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat, menciptakan lapangan kerja, dan modal sosial (Blakely dan Bradshaw, 2002: 71). Salah satu wujudnya adalah melalui belanja daerah. Belanja daerah merupakan kegiatan konsumsi yang dilakukukan oleh pemerintah yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dasar pemikirannya dimana pengeluaran pemerintah dapat menstimulus perimintaan dan penawaran terhadap barang dan jasa sehingga akan meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat dan meningkatkan investasi baik swasta, pemerintah maupun penanam modal asing. Aktivitas ekonomi yang meningkat sebagai dampak dari investasi dapat menciptakan kesempatan kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Sehingga kegiatan konsumsi pemerintah melalui belanja langsung tidak hanya dapat berguna bagi aparatur pemerintah namun juga melibatkan masyarakat sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dan juga belanja langsung lebih tepat sasaran karena pembiayaannya berhubungan langsung dengan proses perekonomian dan langsung ke pos-pos pelaksana kegiatan. Berbeda dengan belanja tidak langsung yang meliputi belanja bunga, subsidi dan hibah. Input lain yang tidak kalah penting dalam pertumbuhan ekonomi adalah tenaga kerja. Menurut Todaro dan Smith ketersediaan tenaga kerja yang besar akan memberikan dampak positif pada pertumbuhan ekonomi, dengan syarat, tersedia lapangan pekerjaan yang cukup untuk menyerapnya. Jika tidak, maka yang terjadi adalah pengangguran. Selain kuantitas, faktor lain yang perlu diperhatikan adalah kualitas sumber daya tenaga kerja. Tenaga kerja yang terampil adalah syarat mutlak demi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Todaro dan Smith, 2012: 141-142).
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan nilai PDRB diatas nasional. Rata-rata PDRB Provinsi Jawa Barat (Atas Dasar Harga Konstan) pada tahun 2011-2016 mencapai Rp 111.990,31 miliar atau 12,83 persen dari PDB Indonesia. Meski demikian, rata-rata pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat yang mencapai 5,85 persen, dibawah DKI Jakata, Jawa Timur dan juga Banten. Jika dilihat dalam skala kabupaten/kota yang rata-rata pertumbuhan ekonominya melampaui rata-rata pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Barat yaitu Kabupaten Bandung, Kabupaten Bogor, Kabupaten Karawang, Kabupaten Puwakarta, Kota Bandung, Kota Bekasi, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tasikmalaya. Artinya, dari 27 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jawa Barat hanya ada 9 kabupaten/kota yang melebihi pertumbuhan ekonomi Jawa Barat.
Dilihat dari data PDRB sektoral, perekonomian Jawa Barat dipengaruhi oleh sektor perindustrian, dimana sektor ini tidak luput dari faktor-faktor produksi
diantaranya tenaga kerja, stok modal sebagai investasi dan teknologi dan sektor ini dapat memproduksi barang dan jasa. Sukirno (2004) berpendapat bahwa ukuran pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari kemampuan negara tersebut memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakatnya, kemudian dikembangkan. Tentunya kontribusi sektor industri pengolahan juga berbeda tiap masing-masing kabupaten/kota khususnya Provinsi Jawa Barat.
B. LANDASAN TEORI A. Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang berdasarkan pada ciri khas (unique value) daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembangaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif- inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang kegiatan ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah suatu proses yang mencakup pembentukan institusi- institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk mengahasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, ahli ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru. Setiap upaya pembangunan daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masayarkat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah berserta partisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumber daya yang ada harus menaksir potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah (Lincolin Arsyad, 2010:374).
B. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan target yang ingin dicapai oleh perekonomian dalam jangka waktu panjang, dan semaksimal mungkin konsisten dengan pertumbuhan ekonomi jangka pendek. Pertumbuhan ekonomi dapat menerangkan dan sekaligus dapat mengukur prestasi perkembangan suatu perekonomian (Dumairy, 2000:144). Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sukirno, 2011:120).
Lebih lanjut pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan ditingkat kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu, untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus diperbandingkan pendapatan daerah yang merujuk pada PDRB dari tahun ke tahun. Dalam membandingkanya, perlu disadari bahwa
pertumbuhan nilai pendapatan daerah PDRB dipengaruhi oleh faktor perubahan harga. Rumus perhitungan pertumbuhan ekonomi adalah: (Sodono 2002:19)
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑃𝑒𝑟𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐸𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖 = 𝑃𝐷𝑅𝐵 (𝑡)−𝑃𝐷𝑅𝐵(𝑡−1)
𝑃𝐷𝑅𝐵(𝑡−1) 𝑥 100% (1)
dimana:
𝑃𝐷𝑅𝐵 (𝑡) : jumlah PDRB tahun t
𝑃𝐷𝑅𝐵(𝑡−1) : jumlah PDRB tahun sebelumnya C. Teori Pertumbuhan Ekonomi Keynes
Keynes berpendapat bahwa pemerintah seharusnya melakukan investasi melalui kebijakasanaan fiskal dan moneter untuk mendorong kesempatan kerja penuh, stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi. Keynes menyarankan, untuk memerangi depresi dan resesi ekonomi, seharusnya dilakukan dengan cara meningkatkan belanja pemerintah atau mengurangi pajak yang dapat menambah belanja konsumsi sektor swasta. Dasar teori Keynes mengemukakan bahwa akumulasi modal didorong oleh investasi dan laju pertumbuhan output harus sama dengan tingkat permintaan agregat berpotensi dapat menghambat laju pertumbuhan output (Palley, 1996).
Analisis Keynes dimulai dengan pengenalan bahwa jumlah output perekonomian yang diminta merupakan penjumlahan dari empat jenis pengeluraran dari empat sektor yaitu: Pengeluaran sektor rumah tangga dicerminkan oleh konsumsi masyarakat (c), pengeluran sektor badan usaha dicerminkan dari investasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan (I), pengeluaran sektor pemerintah dicerminkan oleh pengeluaran pemerintah (G), sedangkan pengeluaran perdagangan dengan luar negri tercermin dari selisih antara ekspor dan impor negara yang bersangkutan atau disebut ekspor bersih (NX= X-M). Jumlah output perekonomian yang diminta disebut permintaan agregat dengan persamaan:
𝑌 = 𝐶 + 𝐼 + 𝐺 + (𝑁 − 𝑋) (2)
Model ini menjelaskan terjadinya kenaikan pada konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, net ekspor akan menyebabkan kenaikan produksi barang dan jasa.
Kenaikan produksi barang dan jasa akan menyebabkan peningkatan terhadap PDB.
PDB yang meningkat akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi. Begitu sebaliknya, terjadinya penurunan pada konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, serta net ekspor akan menyebabkan penurunan produksi barang dan jasa. Penurunan produksi barang dan jasa akan menyebabkan penurunan terhadap PDB. PDB yang menurun akan menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi.
Teori ekonomi Keynes juga memperkenalkan sebuah konsep baru yaitu angka pengganda (multiplier). Konsep ini menunjukan bahwa kenaikan sedikit investasi akan menghasilkan full employment. Pada akhirnya, adanya kenaikan investasi maupun pengeluaran pemerintah akan meningkatkan pengeluaran agregat berkali-kali lipat (Skousen, 2015). Rumus Keynes untuk multiplier (k) adalah:
𝑘 =1−𝑀𝑃𝐶1 (3)
Dimana MPC = Marginal Propensity to Consume (kecenderungan marginal untuk mengonsumsi.
D. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo-Klasik
Teori pertumbuhan neoklasik melihat dari sudut pandang yang berbeda, yaitu dari segi penawaran. Menurut teori ini yang dikembangkan oleh Abramovits Solow pertumbuhan ekonomi tergantung pada perkembangan faktor-faktor produksi.
(Amstrong, 2000). Dalam model pertumbuhan ekonomi Neo Klasik Solow (Solow Neo Classical Growth Model) maka fungsi produksi agregat standar adalah sama seperti yang digunakan dalam persamaan sektor modern Lewis yakni:
𝑌 = 𝐴𝑒𝑔𝑡. 𝐾𝑎𝐿1 (4)
dimana:
𝑌 = Produk Domestik Bruto
𝐾 = stok modal fisik dan modal manusia 𝐿 = tenaga kerja non terampil
𝐴 = konstanta yang merefleksikan tingkat teknologi dasar 𝑒𝑔𝑡= melambangkan tingkat kemajuan teknologi
α = melambangkan elastisitas output terhadap model, yakni persentase kenaikan PDB yang bersumber dari 1% penambahan modal fisik dan modal manusia.
Menurut teori pertumbuhan Neo Klasik Tradisional, pertumbuhan output selalu bersumber dari satu atau lebih dari 3 (tiga) faktor yakni kenaikan kualitas dan kuantitas tenaga kerja, penambahan modal (tabungan dan investasi) dan penyempurnaan teknologi.
E. Teori Kutub Pertumbuhan
Teori ini pertama kali diutarakan oleh Francois Perroux. Proses dan hasil pertumbuhan ekonomi tidak sama pada tiap daerah. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kemampuan dan masalah pokok yang dihadapi oleh tiap daerah. Teori ini mencoba mengkoreksi teori klasik yang menganggap perbedaan geografis tidaklah ada, fasilitas transportasi terdapat ke segala jurusan, bahan baku industri, pengetahuan teknis, dan kesempatan produksi adalah sama (Adisasmita, 2005: 60). Pernyataan Perroux mengenai pertumbuhan wilayah adalah bahwa pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi di semua wilayah, akan tetapi terbatas hanya pada beberapa tempat tertentudengan variable yang berbeda-beda intansitasnya. Pandangan Perroux mengenai proses pertumbuhan adalah konsisten denga tata ruang ekonomi (economic space theory), dimana industri pendorong dianggap sebagai titik awal dan merupakan elemen essensial untuk pembangunan selanjutnya. Perroux menjelaskan kriteria yang menjadi syarat dari industri pendorong, diantaranya:
1. Kapasitas industri besar agar berpengaruh kuat.
2. Merupakan sektor yang berkembang cepat.
3. Jumlah dan intensitasnya harus kuat dengan sektor-sektor lain sehingga besarnya pengaruh yang timbul diikuti oleh unit-unit ekonomi lain.
C. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan analisis regresi data panel. Penelitian ini berupaya menganalisis beberapa variabel yang berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 27 kabupaten/kota Jawa Barat dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 26 kabupaten/kota Jawa Barat.
A. Definisi Operasional
Nama Variabel Nama dalam Persamaan
Satuan
Pertumbuhan Ekonomi Y Persentase
Pengeluaran Pemerintah LN_PP Log natural miliyar rupiah
Tenaga Kerja LN_TK Log natural Jiwa
Kontribusi Industri Pengolahan SI Dummy Variabel
D. HASIL DAN ANALISIS PENGUJIAN
Variabel terikat penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi (Y), sedangkan variabel bebasnya adalah pengeluaran pemerintah (X1), tenaga kerja (X2), kontribusi industri pengolahan (X3).
A. Hasil Regresi Dependent Variable: PE Method: Panel Least Squares Date: 02/19/19 Time: 03:30 Sample: 2011 2016
Periods included: 6
Cross-sections included: 26
Total panel (balanced) observations: 156
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 24.20650 9.837673 2.460592 0.0152
LN_PP (X1) 0.336194 0.117882 2.851960 0.0051
LN_TK (X2) -2.574182 0.809279 -3.180834 0.0018
SI (X3) 1.569359 0.112462 13.95454 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.865690 Mean dependent var 5.593782 Adjusted R-squared 0.836078 S.D. dependent var 1.136928 S.E. of regression 0.460311 Akaike info criterion 1.452299 Sum squared resid 26.90959 Schwarz criterion 2.019259 Log likelihood -84.27930 Hannan-Quinn criter. 1.682573 F-statistic 29.23466 Durbin-Watson stat 2.345732 Prob(F-statistic) 0.000000
B. Hasil Penelitian
1. Koefisien Determinasi (R²)
Nilai R-squared dari hasil regresi data cross section adalah sebesar 0,865690 artinya bahwa kemampuan variabel bebas dalam mempengaruhi variabel terkait adalah sebesar 86,56% sisanya sebesar 13,44%
dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak termasuk dalam model.
2. Uji F
Uji F digunakan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara bersama-sama. Berdasarkan hasil regresi data panel bahwa nilai probability F-statistik adalah sebesar 0.000000, nilai ini lebih kecil dari nilai signifikansi α (5%) sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel bebas yaitu pengeluaran pemerintah, tenaga kerja dan kontribusi industri pengolahan secara serentak atau bersama-sama mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Jawa Barat.
3. Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas secara individual terhadap variabel terikat. Nilai t-statistik yang menunjukkan nilai lebih kecil dari 5% dapat dinyatakan memiliki pengaruh secara individual terhadap variabel terikat. Berdasarkan regresi data cross section dapat dilihat nilai t-statistic dari masing-masing variabel bebas yaitu :
1. Variabel pengeluaran pemerintah mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0051, nilai probabilitas tersebut lebih kecil dari nilai signifikansi α (5%) sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel modal awal berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
2. Variabel tenaga kerja mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0018, nilai probabilitas tersebut lebih besar dari nilai signifikansi α (5%) sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap pertumbuuhan ekonomi.
3. Variabel kontribusi industri pengolahan mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,0000, nilai probabilitas tersebut lebih kecil dari nilai signifikansi α (5%) sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel kontribusi industri pengolahan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
C. Analisis Pengujian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari pengeluaran pemerintah, tenaga kerja dan kontribusi industri pengolahan terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan www.djpk.depkeu.go.id berupa laporan realisasi APBD kabupaten dan kota provinsi Jawa Barat. Hasil dari data tersebut kemudian dianalisis menggunakan regresi data panel yang diolah dengan menggunakan Eviews 9. Berikut ini merupakan pembahasan secara rinci dari variabel pengeluaran pemerintah (X1), tenaga kerja (X2), kontribusi industri pengolahan (X3 terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat.
1. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah (X1) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat
Variabel pengeluaran pemerintah dalam penelitian ini menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Hal tersebut dapat diartikan bahwa semakin besar pengeluaran pemerintah maka semakin tinggi pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Menurut hasil olah data regresi untuk variabel pengeluaran pemerintah (X1) memiliki nilai koefisien estimasi sebesar 0,336194 artinya setiap kenaikan 1 persen pengeluaran pemerintah maka akan berpengaruh terhadap meningkatnya pertumbuhan ekonomi sebesar 0,336194 persen dengan asumsi variabel tenaga kerja dan kontribusi industri pengolahan dianggap konstan.
Hal ini juga sesuai dengan teori yang dikatakan oleh Keynes, pengeluaran pemerintah akan berdampak terhadap ekonomi dalam negeri. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitain yang dilakukan oleh Hasan (2013) yang mengatakan bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
2. Pengaruh Tenaga Kerja (X2) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat
Variabel tenaga kerja dalam penelitian ini menyatakan bahwa tenaga kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Hal tersebut dapat diartikan bahwa semakin besar jumlah tenaga kerja maka pertumbuhan ekonomi. Menurut hasil olah data regresi untuk variabel tenaga kerja (X2) memiliki nilai koefisien estimasi sebesar -2,574182 artinya setiap kenaikan 1 persen tenaga kerja maka akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 2,574182 persen dengan asumsi variabel pengeluaran pemerintah dan kontribusi industri pengolahan dianggap konstan.
Hal ini terutama disebabkan karena tenaga kerja yang digolongkan ke dalam angkatan kerja yang bekerja di sektor perekonomian di Provinsi Jawa Barat masih tergolong rendah tingkat pendidikanya. Tenaga kerja yang tersedia tidak mampu bekerja secara produktif di sektor-sektor ungulan
perekonomian di Jawa Barat. Hal ini karena kurangnya penguasaan teknologi dan keahlian tenaga kerja lokal. Sehingga mereka hanya mampu bekerjaa di sektor-sektor informal dengan pendapatan (upah) yang minim. Sementar itu, tenaga kerja luar yang memiliki keterampilan mampu menduduki tempat atau lokasi startegis dalam kegiatan ekonomi di Provinsi Jawa Barat.
3. Pengaruh Kontribusi Industri Pengolahan (X3) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat
Variabel kontribusi industri pengolahan dalam penelitian ini menyatakan bahwa industri pengolahan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Hal tersebut dapat diartikan bahwa semakin tinggi upah total yang diberikan oleh pemilik perusahaan kepada tenaga kerja maka penyerapan tenaga kerja yang dilakukan juga akan semakin tinggi. Menurut hasil olah data regresi untuk variabel kontribusi industri pengolahan (X3) memiliki nilai koefisien estimasi sebesar 1,569359 artinya setiap kenaikan 1 persen kontribusi industri pengolahan maka akan berpengaruh terhadap meningkatnya pertumbuhan ekonomi sebesar 1,569359 persen dengan asumsi variabel pengeluaran pemerintah dan tenaga kerja dianggap konstan.
Hal ini dikarenakan sektor industri memegang peran kunci sebagai mesin pembangunan karena sektor industri memiliki beberapa keunggulan dibandingkan sektor lain karena nilai kapitalisasi modal yang tertanam sangat besar, kemampuan menyerap tenaga kerja yang besar, juga kemampuan menciptakan nilai tambah (value added creation) dari setiap input atau bahan dasar yang diolah. Peranan sektor industri juga menunjukkan kontribusi yang semakin tinggi. Kontribusi yang semakin tinggi dari sektor industri menyebabkan perubahan struktur perekonomian negara yang bersangkutan secara perlahan ataupun cepat dari sektor pertanian ke sektor industri.
Dengan adanya pembangunan industri maka akan memacu dan mengangkat pembangunan sektor-sektor lainnya seperti sektor pertanian dan jasa. Sebagai misal pertumbuhan sektor industri yang pesat akan merangsang pertumbuhan sektor pertanian untuk menyediakan bahan-bahan baku bagi suatu industri. Dengan adanya industri tersebut memungkinkan juga berkembangnya sektor jasa.
E.KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan, kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pengeluaran pemerintah (X1) berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat. Semakin besar pengeluaran pemerintah maka semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, sebaliknya semakin kecil pengeluaran pemerintah maka semakin rendah pertumbuhan ekonomi yang akan terjadi. Sehingga apabila
pemerintah ingin meningkatkan pertumbuhan ekonominya maka pemerintah perlu mengalokasikan anggaran dalam bentuk belanja langsung yang lebih besar.
2. Tenaga kerja (X2) tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Jaw Barat.
Hal ini disebabkan antara lain: (1) Industri di Jawa Barat lebih cenderung kearah industri yang padat modal, (2) Produktivitas tenaga kerja yang rendah dibandingkan dengan pengunaan teknologi mesin, (3) Penyerapan tenaga kerja cenderung dari luar daerah, sehingga menyebabkan tingkat urbanisasi dari luar daerah yang tinggi sehinga laju pertumbuhan penduduk tinggi sementara penyerapan tenaga kerja cukup terbatas.
3. Kontribusi sektor industri pengolahan (X3) berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat. Hal ini dikarenakan sektor ini memberikan kontribusi yang paling besar pada PDRB dibandingkan dengan sektor lain.
Disamping itu penguatan sektor industri juga akan mendorong berkembangnya sektor-sektor hilir misalnya sektor pertanian, sektor perdagangan dan sektor-sektor lainnya
F. SARAN
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengingat belanja langsung pemerintah Jawa Barat sangat berperan dalam peningktan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat, diharapkan pemerintah dapat meningkatkan belanja langsung tiap tahunnya dibandingkan dengan belanja tidak langsung, karena belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah Jawa Barat, sehingga peningkatan pelayanan publik dapat terlaksana dengan baik. Dan juga Pemerintah daerah Jawa Barat harus lebih dapat mengefisiensikan jumlah pegawai yang dimilikinya dengan cara lebih fokus pada kualitas pegawai daripada kuantitasnya. Dengan begitu diharapkan pemerintah bisa lebih menekan anggaran belanja pegawai yang selama ini menjadi pengeluaran terbesar pemerintah.
2. Tenaga kerja sebagai salah satu sumber daya lokal perlu ditingkatkan kualitasnya.
Kondisi tersebut perlu dilakukan mengingat semakin ketatnya persaingan yang semakin mengglobal. Pemerintah daerah perlu meningkatkan kualitas angkatan kerja yang tumbuh setiap tahun dengan pembekalan pendidikan dan pelatihan sehingga mampu bersaing di pasar dan juga sebagai upaya menarik pihak ketiga (investor) untuk datang ke daerah yang memiliki sumber daya manusia tinggi agar tertarik menanamkan modalnya guna kepentingan pembangunan daerah.
3. Pemerintah provinsi Jawa Barat perlu terus mengembangkan sektor industri pengolahan untuk menjaga laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat karena terbukti sektor tersebut menjadi leading sector perekonomian. Adapun subsektor industri pengolahan yang menjadi prioritas untuk dikembangkan adalah (1) industri barang
logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik; (2) industri alat angkut dan (3) industri tekstil dan pakaian. Karena selain memiliki kontribusi yang besar terhadap total output, nilai tambah bruto, dan total permintaan, juga memiliki multiplier output, multiplier pendapatan, serta nilai indeks keterkaitan ke depan dan ke belakang yang tinggi. Peningkatan output pada kedua sektor ini akan mampu menarik dan mendorong pertumbuhan sektor lainnya.
UCAPANTERIMAKASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga panduan ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Asosiasi Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya dan Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa diterbitkan.
DAFTARPUSTAKA
Adisasmita, Rahardjo. (2005). Dasar-dasar Ekonomi Wilayah. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arsyad, L. (2010). Ekonomi Pembangunan, Edisi 5. Yogyakarta: BPPE.
Dumairy. (2000). Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Sadono Sukirno. (2008). Mikroekonomi: Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sadono, Sukirno. (2010). Makroekonomi. Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta: PT.
Raja Grasindo Perseda.
Skousen, Mark. (2015). Sang Maestro Teori-Teori Ekonomi Modern. Sejarah Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Prenada.