• Tidak ada hasil yang ditemukan

Thesis Marwito Rusydi (1) (1)

N/A
N/A
Miftha Nur Aisyahh

Academic year: 2024

Membagikan "Thesis Marwito Rusydi (1) (1)"

Copied!
244
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGKATKAN PERCAYA DIRI SISWA DALAM BERBAHASA INGGRIS MELALUI TEKS NARASI MENGGUNAKAN JIGSAW UNTUK SISWA XI-IS- 1

SMAN 2 SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2013/2014

SEBUAH TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

untuk gelar master dalam bidang linguistik

MARWITO RUSDY A4C00901

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG 2014

www.eprints.undip.ac.id

Machine Translated by Google

(2)

©

Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

Machine Translated by Google

(3)

SEBUAH TESIS

MENINGKATKAN PERCAYA DIRI SISWA BERBAHASA INGGRIS MELALUI TEKS NARASI MENGGUNAKAN JIGSAW UNTUK SISWA XI-IS.1 SMAN SEMARANG TAHUN PELAJARAN

2013/2014

Disampaikan oleh MARWITO RUSDY

A4C009011

Disetujui oleh Penasihat

Dwi Anggani Linggar Bharati, M.Pd.

NIP 195901141989012001

Program Magister Linguistik Kepala,

Dr.Agus Subiyanto, MA NIP 196408141990011001

ii

www.eprints.undip.ac.id

©

Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(4)

SEBUAH TESIS

MENINGKATKAN PERCAYA DIRI SISWA DALAM BERBAHASA INGGRIS MELALUI TEKS NARASI MENGGUNAKAN JIGSAW UNTUK SISWA XI-IS- 1

SMAN 2 SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Disampaikan oleh MARWITO RUSDY

A4C009011

VALIDASI Disetujui oleh Panitia Ujian Tesis Strata II

Gelar Magister Linguistik

Fakultas Ilmu Budaya-Universitas Diponegoro

Pada hari Senin, 14 Juli 2014

Ketua

Dwi Anggani Linggar Bharati, M.Pd.

NIP 195901141989012001 Anggota Pertama

Dr.Agus Subiyanto, MA NIP 196408141990011001

Anggota Kedua

Dr. Deli Nirmala, M.Hum.

NIP 196111091987032001 Anggota Ketiga

Suharno, M.Ed.

NIP 195205081983031001

aku aku aku

www.eprints.undip.ac.id

(5)

©

Program Magister

Linguistik Universitas

Diponegoro

(6)

Skripsi ini saya

persembahkan untuk istri saya (Noor Ainah Rusliana) dan anak-anak saya (Denny Noor Widodo & Wina Noor Widayanti).

iv

www.eprints.undip.ac.id

© Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(7)

SERTIFIKASI ASLI

Dengan ini saya menyatakan bahwa penyerahan ini adalah karya saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya

dan keyakinan. Penelitian ini tidak memuat materi yang sebelumnya diterbitkan atau ditulis oleh orang lain atau materi yang sebagian besar telah diterima untuk penghargaan gelar lain atau

ijazah dari universitas atau lembaga pendidikan tinggi lainnya, kecuali jika ada pengakuan yang semestinya dibuat dalam teks tesis.

Semarang, Juli 2014 Marwito Rusdy

ay

www.eprints.undip.ac.id ©

Program

Magister

Linguistik

Universitas

Diponegoro

(8)

PENGAKUAN

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan dan semangat yang sejati kepada penulis hingga dapat menyelesaikannya

menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Meningkatkan Rasa Percaya Diri Siswa dalam Berbicara Bahasa Inggris Melalui Teks Narasi Menggunakan Jigsaw untuk Siswa XI-IS-1 SMAN 2 Semarang di

Tahun Pelajaran 2013/2014.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis tujukan kepada Dr.Dwi Anggani Linggar Bharati, M.Pd atas kebaikan dan kesabarannya dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Sarannya, saran, koreksi yang bermanfaat, dan motivasi yang terus menerus sungguh berharga.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr.Agus Subiyanto,MA., Ketua Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro, dan Dr. Deli Nirmala, M.Hum., sekretaris Mater's

Program Studi Linguistik Universitas Diponegoro yang selalu mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi ini tesis. Apresiasi penulis sampaikan kepada seluruh dosen Program Magister Linguistik

Universitas Diponegoro, staf administrasi (Bapak Ahlis Ahwan dan Bapak Wahyu Setyabudi), dan semua pustakawan.

Penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada kepala sekolah, guru, dan siswa SMAN 2 Semarang atas bantuannya dalam melaksanakan penelitian, pengertian dan dukungannya

dalam menyelesaikan penelitian ini.

vi

www.eprints.undip.ac.id

© Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(9)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Karena itu, dia akan senang menerima segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikan. Semoga tesis ini

akan bermanfaat bagi para pembaca yang ingin mempelajari dan menerapkan teknik pembelajaran Jigsaw.

Semarang, Juli 2014

Sang penulis

vii

www.eprints.undip.ac.id

© Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(10)

DAFTAR ISI

JUDUL ... Saya

PERSETUJUAN ………... ii

VALIDASI ... aku aku aku DEDIKASI...iv

SERTIFIKASI KEASLIAN...v

UCAPAN TERIMA KASIH...vi

DAFTAR ISI ……… .. vi

DAFTAR GAMBAR ……… ix

DAFTAR TABEL DAN GRAFIK……… X ABSTRAK ……… xi

INTISARI ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ……… . 1

1.2. Rumusan Masalah Penelitian……… . 9

1.3. Tujuan Penelitian ……… … 10

1.4. Manfaat Penelitian ……… 10

1.5. Keterbatasan Penelitian ………... 11

1.6. Organisasi Penulisan Penelitian ……… … 12

viii

www.eprints.undip.ac.id

(11)

©

Program Magister

Linguistik Universitas

Diponegoro

(12)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TERKAIT

2.1. Penelitian Sebelumnya Menggunakan Pembelajaran Kooperatif dan Teknik Jigsaw…. 14

2.2. Deskripsi Teori… ... 19

2.2.1.Hakikat Pengajaran Bahasa………. . 20

2.2.2.Keterampilan Berbicara dan Berbicara ………... 24

2.2.3. Mengajar Bahasa Inggris untuk Siswa SMA ………. 26

2.2.4. Pengajaran Berbicara untuk Siswa SMA...29

2.2.5. Jenis-Jenis Pertunjukan Berbicara ... 31

2.2.6. Pengertian Teks Narasi……….. 33

2.2.7. Rasa Percaya Diri Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Asing…… 34

2.2.8. Motivasi siswa dalam belajar bahasa Inggris ………... 35

2.2.8. Teknik Pembelajaran Jigsaw ……… .. 36

2.3. Dasar Pemikiran...39

2.4. Hipotesis Tindakan ... 40

2.5. Kerangka Jigsaw ... .. 40

2.6. Kerangka Teori………. 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain penelitian ……… 46

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ……… 50

3.3. Subyek Penelitian ……… 51

3.4. Prosedur Penelitian ……… 52

3.5. Pengumpulan Data ... 53

3.6. Teknik Analisis Data ……….. 55

ix

www.eprints.undip.ac.id

© Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(13)

BAB IV : TEMUAN DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1. Temuan Penelitian dan Pembahasan pada Siklus 1 ……… 62

4.1. Temuan Penelitian dan Pembahasan Siklus 2...77 4.3. Temuan Penelitian dan Pembahasan Siklus 3...90

4.4. Temuan dan Pembahasan Secara Keseluruhan………

105 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ...

118 5.2. Saran...119

REFERENSI ……….. 121

LAMPIRAN:

X

(14)

www.eprints.undip.ac.id © Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(15)

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1: Gambar Empat Keterampilan Bahasa Inggris ……… 45 2. Gambar 2 : Gambar Model Penelitian Tindakan Siklik Kemmis………. . 47 3. Gambar 3: Gambaran Penelitian Tindakan Siklus yang diadaptasi berdasarkan Elliot.. …49 4. Gambar 4. Gambar pembentukan kelompok ahli pada siklus 1

……….. 65

5. Gambar 5 : Gambar kelompok biasa pada siklus 1

……… 66

6. Gambar 6. Gambar pembentukan kelompok ahli pada siklus 2

……… .. 81

7. Gambar 7 : Gambar kelompok biasa pada siklus 2

……… 82

8. Gambar 8 Gambar pembentukan kelompok ahli pada siklus 3

... 94 9. Gambar 9 : Gambar kelompok biasa pada siklus 3...95

Xi

(16)

www.eprints.undip.ac.id

©

Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro DAFTAR TABEL

1. Tabel 4.1 Tabel gambaran rasa percaya diri siswa pada siklus 1

2. Tabel 4.1.2: Tabel skor validitas pada siklus 1...70

3. Tabel 4.1.3 Tabel reliabilitas skor pada siklus 1...71

4. Tabel 4.1.4: Tabel Statistik Satu Sampel pada siklus 1...72

5. Tabel 4.1.5 : Tabel One Sample Test siklus 1...72

…... 62

6. Tabel 4.1.6 Tabel ANOVA siklus 1...74

7. Tabel 4.1.7 : Tabel Analisis Regresi Sederhana…...74

8. Tabel 4.2.1 Tabel Rasa Percaya Diri Siswa Siklus 2...78

9. Tabel 4.2.2 Tabel skor validitas siklus 2 ……… 85

10.Tabel 4.2.2: Tabel reliabilitas skor pada siklus 2 ……… 85

11.Tabel 4.2.4: Tabel One Simple Statistics pada siklus 2…...87

12 Tabel 4.2.5: Tabel One Simple Test siklus 2...87

13.Tabel 4.2.6: Tabel ANOVA pada siklus 2 ... 88

14 Tabel 4.2.7: Tabel Analisis Satu Regresi Sederhana Siklus 3….. 89

15.

Tabel 4.3.1 Tabel Kepercayaan Diri Siswa Siklus 3...90

16.

Tabel 4.3.2 Tabel validitas skor pada siklus 3 ……… 100

17.Tabel 4.3.3: Tabel reliabilitas skor pada siklus 3 ………. 100

18.Tabel 4.3.5 Tabel One Simple Test pada siklus 3 ... 102

19.Tabel 4.3.6: Tabel ANOVA pada siklus 3 ... 103

20.Tabel 4.3.7 Tabel Analisis Regresi Sederhana pada siklus 3

... 104

(17)

21.Tabel 4.4.1 Tabel Kepercayaan Diri Siswa Secara Keseluruhan ……….

105

22. Tabel 4.4.2: Tabel kriteria percaya diri siswa secara keseluruhan…....110

xii

www.eprints.undip.ac.id

©

Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

23.

Tabel 4.4.3: Tabel skor kemampuan berbicara siswa secara keseluruhan……..

112 24.Tabel 4.4.4: Tabel rata-rata skor kemampuan berbicara siswa secara keseluruhan…… 113 24.Tabel 4.4.5: Tabel rata-rata SSAS keseluruhan dan persentasenya…. 115 25.Tabel 4.4.6: Tabel Regresi Linier Sederhana secara keseluruhan ……… 116

26.Tabel 4.4.7: Tabel Analisis ANOVA Keseluruhan…...117 DAFTAR GRAFIK

1. Grafik 4.1 Grafik skor kepercayaan diri siswa pada siklus 1

... 63 2. Grafik 4.1.2: Grafik SSAS dibandingkan MPGS...73

3. Grafik 4.2.1 Grafik skor percaya diri siswa pada siklus 2……78 4. Grafik 4.2.2 Grafik SSAS siklus 2 dibandingkan MPGS….. 88 5. Grafik 4.3.1 Grafik skor percaya diri siswa pada siklus 3...91 6. Grafik 4.3.3 Grafik SSAS pada siklus 3 dibandingkan dengan

MPGS…. 103

7. Grafik 4.4.1 Grafik skor percaya diri siswa secara keseluruhan...105 8. Grafik 4.4.5 : Grafik skor kemampuan berbicara siswa secara

keseluruhan... 115

(18)

xiii

www.eprints.undip.ac.id © Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(19)

Rusdy, Marwito. 2014. Meningkatkan Rasa Percaya Diri Siswa dalam Berbicara Bahasa Inggris Melalui Narrative Text Menggunakan Jigsaw untuk Siswa XI-IS-1 SMAN 2 Semarang Tahun Ajaran 2013/2014.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dan bagaimana teknik pembelajaran Jigsaw dapat diterapkan untuk meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan berbicara siswa melalui penyajian teks naratif di kelas XI-IS.1 SMAN 2 Semarang. Tes pendahuluan dilakukan pada tiga kelas paralel: XI-IS.1, XI- IS.2, XI-IS.3. Ditemukan bahwa rasa percaya diri siswa untuk berbicara bahasa Inggris di kelas ini adalah yang paling rendah. Oleh karena itu, penulis yang juga merupakan guru bahasa Inggris di sekolah ini mencoba menerapkan salah satu teknik pengajaran kooperatif dengan harapan siswa dapat lebih antusias dalam berbicara bahasa Inggris di kelas. Kemudian penulis menganggap bahwa teknik pembelajaran Jigsaw dapat mendorong dan memotivasi siswa untuk berbicara ketika mereka mempunyai pelajaran bahasa Inggris, terutama ketika mereka mempelajari teks naratif. Teknik pembelajaran ini membuat siswa bergantung satu sama lain untuk memperoleh informasi untuk dibagikan dan didiskusikan dalam kerja kelompok. Setiap anggota kelompok harus menguasai tugasnya masing-masing karena harus membagi apa yang diperolehnya kepada anggota kelompok yang lain, jika tidak mereka tidak dapat

memperoleh informasi yang lengkap. Untungnya teknik pembelajaran ini berhasil diterapkan di Kelas XI-IS-1.

Tiga teks naratif serupa disajikan di kelas ini dalam tiga siklus. Hasil pelaksanaan tiga siklus dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif membuktikan bahwa teknik pembelajaran Jigsaw dapat diterapkan dalam pembelajaran teks narasi dan dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa. Sementara itu, analisis kuantitatif membuktikan bahwa kemampuan berbicara siswa juga meningkat hingga memenuhi Nilai Ketuntasan Minimum: 80. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan Program SPSS. Dengan demikian, hipotesis tindakan (H1): Teknik pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa dalam berbicara bahasa Inggris melalui penyajian teks naratif diterima. Mengingat hasil analisis yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik pembelajaran Jigsaw merupakan teknik pengajaran alternatif untuk meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan berbicara siswa ketika mereka mempelajari teks narasi.

Kata kunci: kepercayaan diri, kemampuan berbicara, puzzle, teks naratif

Kata kunci: kepercayaan diri, kemampuan berbicara, puzzle, teks naratif

xiv

(20)

www.eprints.undip.ac.id

© Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(21)

Rusdy, Marwito. 2014. Meningkatkan Rasa Percaya Diri Siswa dalam Berbicara Bahasa Inggris Melalui Narrative Text Menggunakan Jigsaw untuk Siswa XI-IS-1 SMAN 2 Semarang Tahun Ajaran 2013/2014.

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dan bagaimana teknik pembelajaran Jigsaw dapat dilaksanakan di kelas XI-IS-1 SMAN 2 Semarang untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa-siswanya sehingga mereka dipaksa untuk berbicara dalam bahasa Inggris. Pada langkah awal, penulis

memberikan tes awal berbicara bahasa Inggris yang dikerjakan oleh 3 kelas paralel: XI-IS-1, XI-IS-2, dan XI-IS-3.

Ternyata hasil tes awal dari siswa-siswa di kelas XI-IS-1 paling rendah dibandingkan dengan hasil tes dari siswa-siswa di dua kelas yang lain. Oleh karena itu, penulis, yang juga mengajar bhasa Inggris di kelas tersebut, mencoba menerapkan suatu teknik mengajar yang dapat mendorong dan memotivasi siswa-siswa di kelas tersebut untuk

lebih bersemangat dalam belajar berbicara bahasa Inggris ketika mereka sedang mengikuti pelajaran bahasa Inggris di dalam kelas. Kemudian penulis memilih teknik belajar Jigsaw karena teknik belajar ini termasuk “cooperative learning”.Teknik belajar Jigsaw ini membantu siswa untuk belajar mandiri di dalam kelompoknya. Mereka harus mandiri sejak awal proses pembelajaran karena mereka harus bisa memberikan dan meminta hal-hal yang telah dipelajari kepada anggota kelompok belajar yang lainnya. Setiap anggota kelompok harus dapat menyampaikan dan meminta pesan-pesan dari tugas masing-masing guna

melengkapi tugas kelompok. Dalam belajar berbicara bahasa Inggris, siswa dipaksa untuk berkomunikasi dengan bahasa lisan. Ternyata teknik belajar jigsaw ini membuat siswa-siswa di kelas tersebut lebih berantusias dan bersemangat, sehingga percaya diri mereka untuk bertutur dalam bahasa Inggris dapat meningkat. Penulis menarik kesimpulan bahwa jigsaw adalah salah satu teknik mengajar dan belajar yang dapat membuat siswa selalu aktif dan merasakan diri mereka masing-masing diperlukan dan memerlukan orang lain, sehingga rasa percaya diri mereka dalam belajar juga meningkat.

Kata kunci: Kepercayaan Diri, Kemampuan Berbicara, Jigsaw, Teks Narasi

xv

(22)

www.eprints.undip.ac.id

© Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(23)

BAB I PERKENALAN

Bab ini membahas tentang latar belakang penelitian, pernyataan dari masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keterbatasan

penelitian, dan organisasi penulisan penelitian.

1.1. Latar Belakang Penelitian

Dalam benak penulis, keterampilan berbicara bahasa Inggris dapat tercipta dari pengucapan yang baik, karena dengan pengucapan yang baik maka kesulitan dalam menghasilkan bahasa Inggris lisan dapat dihilangkan.

Siswa yang pandai dalam pengucapan kemungkinan besar merasa percaya diri dalam berbicara bahasa Inggris. Sayangnya,

sebagian besar siswa di SMAN 2 Semarang masih mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata-kata bahasa Inggris.

Hal ini disebabkan karena bahasa Inggris tidak sama dengan bahasa sehari-hari siswa atau ibunya bahasa. Lebih lanjut Ramelan (2003:5) mengatakan: “Kalau bahasa asing di dalam sama persis sistem suaranya dan sistem tata bahasanya sebagai bahasa yang dimiliki siswa, tentu saja,

tidak mungkin, tidak akan ada masalah belajar sama sekali". Di sini guru sebagai pembimbing siswa dalam mencapai keterampilan tersebut harus sadar akan tugas dan peranannya, sehingga dapat membantu peserta didik menghilangkan kesalahan belajarnya selangkah demi selangkah dengan menggunakan model belajar mengajar yang baik

Bahasa inggris.

Goodwin dalam Celce-Murcia (2001 : 117) menyatakan bahwa pengucapan adalah ciri bahasa

yang paling mudah mengidentifikasi penuturnya sebagai bukan penutur asli. Ini adalah filter yang melaluinya orang lain dapat melihatnya dan

sering melakukan diskriminasi terhadap mereka. Di masa lalu, instruksi pengucapan biasanya terfokus pada

artikulasi konsonan dan vokal serta diskriminasi pasangan minimal. Dalam beberapa tahun terakhir, fokus telah bergeser

1

www.eprints.undip.ac.id © Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(24)

untuk memasukkan penekanan yang lebih luas pada fitur suprasegmental , seperti stres dan intonasi.

Tujuan pengucapan ada tiga: (1) untuk memungkinkan pembelajar memahami dan menjadi

dipahami; (2) membangun kepercayaan diri mereka dalam menghadapi situasi komunikatif; dan (3) untuk mengaktifkan

mereka untuk memantau ucapannya berdasarkan masukan dari lingkungan. Untuk mencapai tujuan-tujuan ini,

Goodwin menjelaskan alat yang diperlukan untuk mengajarkan pengucapan dengan cara yang berprinsip dan sistematis.

Selain itu Kelly (2000:1) menyatakan bahwa ciri utama pengucapan adalah fonem-fonem yang

berurusan dengan konsonan dan vokal, dan fitur suprasegmental yang berhubungan dengan intonasi dan

menekankan.

Mengacu pada ilustrasi di atas penulis mengemukakan pendapatnya bahwa mengajar

Bahasa Inggris di sekolah menengah atas harus memberikan lebih banyak kesempatan kepada siswa untuk menghasilkan bahasa lisan

bahasa. Artinya guru harus memberikan banyak perhatian pada tahap produksi siswa

menerapkan masukan bahasa yang mereka peroleh dalam situasi nyata. Situasi sebenarnya dapat ditentukan oleh

guru untuk memperkuat kompetensi komunikatif siswa. Ketika setiap guru menyadari bahwa

Tahap produksi penggunaan bahasa melalui konteks yang ditetapkan oleh guru menjadi penting

tahap bagi siswa, kemampuan berbicara siswa dapat menjadi lebih baik dan lebih baik lagi

pertimbangan siswa tentang kapan dan dalam situasi apa masukan bahasa tersebut digunakan secara nyata

kehidupan. Singkatnya, penulis berpendapat bahwa pengajaran bahasa Inggris harus fokus pada aktivitas di kalangan siswa

menggunakan bahasa yang mereka pelajari.

2

www.eprints.undip.ac.id

©

Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(25)

Ketika seorang guru bahasa Inggris mengajar siswa kelas sebelas (XI.IS-1) SMAN 2

Semarang, dia mempunyai masalah bagaimana membuat siswa berbicara bahasa Inggris di kelas.

Dia menyadari bahwa para siswa sangat ingin bisa berbicara bahasa Inggris, dia juga tahu itu

harus menguasai kemampuan berbicara bahasa Inggris, namun hingga akhir semester pertama sebagian besar mampu

belum mencapai prestasi yang baik dalam berbicara (Lihat lampiran 1).

Pertimbangan penulis untuk fokus pada aktivitas siswa dalam memproduksi bahasa Inggris lisan

ketika mereka mempelajari pelajaran bahasa Inggris di kelas didasarkan pada beberapa alasan seperti : (1)

sebagian besar siswa kelas XI (XI.IS-1) SMAN 2 Semarang lebih suka belajar

tata bahasa daripada berbicara bahasa tersebut; (2) mereka selalu mengatakan bahwa mereka takut melakukan kesalahan

ketika mereka berbicara bahasa Inggris; (3) mereka tidak dapat mengidentifikasi pengucapan bahasa Inggris dengan benar

yang tidak ada dalam bahasanya sendiri maupun bahasa Indonesia. Selanjutnya, tata bahasa dari

Bahasa Inggris berbeda dengan bahasa Indonesia. Beberapa perbedaan lain antara bahasa Inggris

dan bahasa Indonesia adalah sound system, konsep budaya, dan beberapa hal lain yang terdapat di dalamnya

bahasa sasaran. Misalnya : dalam tata bahasa, terjadi perubahan tenses, atau bentuk kata kerja, pada bunyinya

sistem, siswa selalu menghadapi kesulitan dalam pengucapan; dan dalam konsep budaya di mana

bahasa berasal dari.

Hasil prestasi berbicara siswa dalam satu semester masih belum maksimal

memuaskan. Banyak dari mereka yang mendapat nilai kurang dari Minimum Passing Grade (MPG) untuk nilai bahasa Inggris.

Prestasi berbicara siswa didasarkan pada penguasaan beberapa bahasa Inggris

komponen seperti aksen, tata bahasa,

3

www.eprints.undip.ac.id

©

Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(26)

kosa kata, kelancaran, dan pemahaman. Nilai rata-rata kemampuan berbicara mereka adalah 48,50

(Lihat lampiran 1).

Prestasi siswa dalam berbicara diukur melalui tes lisan yang dilakukan oleh

dua guru bahasa Inggris menanyai siswa secara individu atau berpasangan tentang topik yang berkaitan

kepentingan tertentu dan bidang kompetensi khusus. Guru mengukur siswanya

kemampuan berbicara melalui teks narasi. Jenis teks ini digunakan sebagai media untuk menguji kemampuan siswa.

kemampuan berbicara berdasarkan alasan bahwa: (1) teks naratif harus diajarkan di semua tingkatan

(kesepuluh, kelas sebelas, dan dua belas) di sekolah menengah atas; (2) siswa telah mengenalnya

teks narasi (mereka pernah mempelajarinya ketika SMP), jadi ini yang dilakukan

tidak memberikan banyak beban kepada mereka untuk memahami teks.

Oleh karena itu guru berasumsi bahwa mereka dapat fokus pada latihan berbicara. Mereka

seharusnya menjawab pertanyaan guru secara lisan, dan skor mereka dinilai berdasarkan enam poin

skala (disarankan oleh Hughes, 2003: 131-132) untuk masing-masing hal berikut:

Aksen

1). Pengucapannya sering kali tidak dapat dipahami.

2). Kesalahan besar yang sering terjadi dan aksen yang sangat berat membuat pemahaman menjadi sulit, memerlukan

pengulangan yang sering.

3). "aksen asing" membutuhkan pendengaran yang terkonsentrasi, dan kesalahan pengucapan kadang-kadang menyebabkannya

kesalahpahaman dan kesalahan nyata dalam tata bahasa atau kosa kata.

4). Ditandai dengan “aksen asing” dan terkadang salah pengucapan yang tidak mengganggu

memahami.

4

www.eprints.undip.ac.id © Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(27)

5). Tidak ada kesalahan pengucapan yang mencolok, tetapi tidak akan dianggap sebagai penutur asli.

6). Pengucapan asli, tanpa jejak “aksen asing”.

Tata bahasa

1). Tata bahasa hampir seluruhnya tidak akurat kecuali dalam frasa stok.

2). Kesalahan konstan menunjukkan kontrol terhadap pola utama yang sangat sedikit dan sering kali mencegah komunikasi.

3). Kesalahan yang sering terjadi menunjukkan beberapa pola utama yang tidak terkendali dan menyebabkan iritasi sesekali

dan kesalahpahaman.

4). Kesalahan sesekali menunjukkan kontrol yang tidak sempurna terhadap beberapa pola tetapi tidak ada kelemahan yang menyebabkannya

salah paham.

5). Sedikit kesalahan, yang tidak ada pola kegagalannya.

6). Tidak lebih dari dua kesalahan selama wawancara.

Kosakata

1). Kosa kata tidak memadai bahkan untuk percakapan yang paling sederhana sekalipun.

2). Kosa kata terbatas pada bidang dasar pribadi dan kelangsungan hidup (waktu, makanan, transportasi, keluarga,

dll.).

3). Pilihan kata terkadang tidak akurat, keterbatasan kosa kata menghalangi pembahasan beberapa hal

topik profesional dan sosial umum.

4). Kosakata profesional yang memadai untuk membahas minat khusus; izin kosakata umum

diskusi tentang subjek non-teknis dengan beberapa pembatasan.

5). Kosakata profesional luas dan tepat; kosakata umum yang memadai untuk mengatasinya

masalah praktis yang kompleks dan situasi sosial yang bervariasi.

5

www.eprints.undip.ac.id © Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(28)

6). Kosa kata tampaknya sama akurat dan luasnya dengan kosakata seorang penutur asli terpelajar.

Kelancaran

1). Percakapan sangat tersendat-sendat dan terputus-putus sehingga percakapan hampir tidak mungkin dilakukan.

2). Ucapan sangat lambat dan tidak merata kecuali kalimat pendek atau rutin.

3). Ucapan sering kali ragu-ragu dan tersentak-sentak; kalimat mungkin tidak terselesaikan.

4). Ucapan terkadang ragu-ragu, dengan beberapa ketidakrataan yang disebabkan oleh penyusunan ulang dan pengelompokan kata-kata.

5). Ucapannya mudah dan lancar, tetapi kecepatan dan kemerataannya tidak bersifat asli.

6). Pidato tentang semua topik profesional dan umum semudah dan semulus pembicara asli.

Pemahaman

1). Memahami terlalu sedikit untuk jenis percakapan yang paling sederhana.

2). Hanya memahami pidato yang lambat dan sangat sederhana tentang topik sosial dan wisata umum; memerlukan

pengulangan dan penyusunan ulang yang konstan.

3). Memahami ucapan yang hati-hati dan agak disederhanakan ketika terlibat dalam dialog, namun mungkin memerlukan banyak pengulangan dan penyusunan ulang.

4). Memahami pidato berpendidikan normal dengan cukup baik ketika terlibat dalam dialog, tetapi membutuhkan pengulangan atau penyusunan ulang sesekali.

5). Memahami segala sesuatu dalam percakapan berpendidikan normal kecuali percakapan yang sangat sehari-hari atau lambat item frekuensi, atau ucapan yang sangat cepat atau tidak jelas.

6

www.eprints.undip.ac.id © Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(29)

6).Memahami segala sesuatu baik dalam pidato formal maupun sehari-hari yang diharapkan dari seorang terpelajar penutur asli.

Prestasi berbicara siswa kelas sebelas (XI.IS-1) yang kurang memuaskan

SMAN 2 Semarang disebabkan karena bahasa Inggris merupakan bahasa asing sehingga mereka kesulitan untuk melakukannya

mempelajari dan menggunakannya. Mereka cenderung mentransfer bahasa ibu mereka ke bahasa baru mereka belajar bahasa Inggris. Lado (1957:2) menyatakan, “Individu cenderung mentransfer bentuk dan makna dan penyebaran bentuk dan makna bahasa dan budaya asli itu ke bahasa asing

dan budaya.

Dari pernyataan tersebut dapat diprediksi kesulitan siswa dalam belajar dan penggunaan bahasa inggris kemungkinan timbul karena siswa kelas XI-IS.1 SMAN 2 semarang

dipengaruhi oleh bahasa ibu mereka. Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris tidak memiliki keterkaitan yang erat unsur bahasa sehingga siswa juga mengalami beberapa kesulitan dalam menangani kalimat

struktur, kosa kata, ejaan dan pengucapan. Kesulitan-kesulitan itu timbul karena adanya interferensi antara bahasa ibu siswa dan bahasa target.

Untuk membantu siswa mengatasi kesulitan mereka dan meningkatkan kemampuan berbicara mereka prestasi, penulis membatasi penelitiannya dengan melakukan penelitian tindakan kelas dalam pembelajaran berbicara Bahasa Inggris melalui presentasi teks naratif. Dalam melakukan penelitiannya ia mencoba menggunakan

teknik mengajar yang tepat dengan menerapkan salah satu model pembelajaran kooperatif yang disebut

“Teknik Pembelajaran Jigsaw”. Olsen dan Kagan (1992) dalam Richards dan Rodgers (2001:192)

menyatakan:

7

www.eprints.undip.ac.id

© Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(30)

”Pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar kelompok yang diselenggarakan sedemikian rupa sehingga pembelajarannya bersifat ketergantungan

pada pertukaran informasi yang terstruktur secara sosial antara peserta didik dalam kelompok dan dalam

dimana setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan termotivasi untuk melakukannya

meningkatkan pembelajaran orang lain”.

Aronson dalam Slavin (1995:126) mengatakan bahwa gergaji ukir merupakan salah satu bentuk koperasi yang paling fleksibel.

metode pembelajaran. Dengan menggunakan teknik pembelajaran Jigsaw, siswa bekerja sama dalam kelompok

aktivitas kesenjangan informasi. Jacobs (2006) dalam Farrell (2008:66) mengemukakan bahwa

kelompok keanggotaannya ditentukan melalui proses acak dan heterogenitas, dan jumlahnya banyak

manfaat. Hal ini tidak hanya menentukan bahwa siswa kemungkinan besar akan berinteraksi dengan setiap anggota lainnya di dalam

kelas, itu juga memecah kelompok dan kelompok lain yang tidak diinginkan. Ini sangat membantu dalam menciptakan a

rasa kesetaraan selama pembentukan kelompok, dan prosesnya tampak adil bagi siswa.

Saat mempelajari teks naratif, mereka menegosiasikan makna cerita dan jawabannya

pertanyaan yang memotivasi siswa untuk berbicara. Teks narasi dijelaskan pada bab II. Mereka

berbagi informasi satu sama lain dalam kelompoknya. Mereka mensintesis informasi melalui

diskusi. Teknik pembelajaran Jigsaw memberi siswa banyak kesempatan untuk berbicara bahasa

secara komunikatif dalam situasi yang tidak terlalu membebani (Richard, 2001:198).

Penulis berasumsi bahwa dengan menggunakan teknik pembelajaran Jigsaw dalam penyajiannya

teks naratif kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan untuk mencapai prestasi berbicara yang lebih baik.

Sebab, pembelajar cepat di kelas tersebut ditunjuk menjadi anggota ahli yang memimpin

kelompoknya masing-masing. Mereka membantu anak lamban belajar dalam kelompoknya yang seringkali kurang berkecukupan

kemampuan bahasa.

8

www.eprints.undip.ac.id © Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(31)

1.2. Pernyataan Masalah Penelitian

Sebagian besar siswa kelas XI.IS-1 SMAN 2 Semarang cenderung berbicara Bahasa Indonesia ketika mereka sedang mempelajari teks narasi (monolog). Mereka lebih suka

menerjemahkan teks ke dalam bahasa Indonesia untuk berbicara bahasa Inggris dengan teman sekelasnya

memahami teks. Hanya beberapa siswa yang berbicara bahasa Inggris untuk mengajukan pertanyaan kepada guru sebagai

upaya mereka untuk memahami kata, frasa, atau kalimat yang sulit, tetapi sebagian besar siswa tetap bertahan berbicara bahasa Indonesia satu sama lain untuk memahami teks yang dipelajarinya, atau

bahkan mereka terkadang hanya diam saja. Aktivitas berbahasa Inggris tidak berlangsung secara efektif ketika mereka mempelajari teks tersebut. Namun, kemungkinan besar sebagian besar siswa di kelas bisa memahami teks-teks tersebut. Hal ini karena mereka menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia Aktivitas berbahasa Inggris dalam proses pembelajaran sebenarnya dianggap sangat penting meningkatkan keterampilan berbicara siswa.

Di satu sisi, aktivitas berbicara bahasa Inggris terjadi begitu saja di dalam kelas ketika beberapa orang mengalaminya

siswa (pembelajar cepat) bertanya dan menjawab pertanyaan tentang teks yang mereka pelajari.

Di sisi lain, sebagian besar siswa (anak lamban belajar) enggan melibatkan diri berbicara bahasa Inggris pada saat penyajian teks naratif (monolog) karena tidak

menguasai dengan baik beberapa komponen bahasa Inggris yang membantu mereka mampu berbicara seperti:

aksen, tata bahasa, pengucapan, kelancaran, dan pemahaman.

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini dimaksudkan untuk jawab pertanyaan berikut:

9

www.eprints.undip.ac.id © Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(32)

1). Permasalahan apa saja yang dihadapi siswa ketika mempelajari teks narasi?

2). Bagaimana teknik pembelajaran Jigsaw dapat diterapkan untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa

berbicara bahasa Inggris ketika mereka mempelajari teks narasi?

3). Sejauh mana rasa percaya diri siswa dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa ketika mereka

mempelajari teks naratif menggunakan teknik pembelajaran jigsaw?

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak

kesebelas siswa kelas (XI.IS-1) SMAN 2 Semarang. Diasumsikan sebagian besar masih kurang

mampu berbicara bahasa Inggris selama pelajaran bahasa Inggris. Secara spesifik, tujuannya adalah ini penelitian adalah:

1). untuk mengetahui permasalahan siswa dalam berbicara bahasa Inggris ketika mereka mempelajari teks narasi.

2). untuk menerapkan seberapa baik teknik pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa

ketika mereka mempelajari teks narasi.

3). untuk menggambarkan sejauh mana rasa percaya diri siswa dapat meningkatkan kemampuan berbicaranya ketika mereka

mempelajari teks narasi

1.4. Manfaat Penelitian

Penulis berharap hasil penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan pengajaran bahasa Inggris

dan proses pembelajaran di sekolah menengah atas. Pada bagian ini penulis memperkenalkan tiga manfaat penelitiannya sebagai berikut:

10

www.eprints.undip.ac.id © Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(33)

1). Secara teoritis, penelitian ini memberikan beberapa manfaat bagi guru yang ingin melakukan pembelajaran Jigsaw teknik dimana pendekatan pembelajaran kooperatif menjadi landasannya. Pendekatan ini meyakinkan

mereka bahwa studi mereka berbasis ilmiah. Kajian ini diharapkan dapat memberikan semangat kepada mereka untuk membawa

melakukan penelitian serupa menggunakan gergaji ukir karena urutan langkah-langkahnya jelas bertekad.

2). Secara pedagogis, penelitian ini menginspirasi guru untuk mencoba melakukan penelitian serupa. Sang penulis berpendapat bahwa guru yang kreatif serta siswanya ingin menggunakan variasi teknik

kegiatan belajar mengajar. Selain itu, teknik pembelajaran Jigsaw tidak hanya digunakan di dalam mengajarkan pelajaran unit lengkap; tetapi dapat juga diterapkan dalam pengajaran suatu bagian unit

pelajaran. Singkatnya, guru dapat menggunakan dan siswa dapat menikmati puzzle sesuai dengan kemampuannya

suasana kelas.

3). Secara praktis, penelitian ini memberikan beberapa manfaat bagi guru dan juga siswanya. Setiap guru dapat menerapkan pembelajaran ini di kelasnya. Guru berfungsi baik sebagai a

guru kelas atau peneliti kelas. Penelitian ini dapat diterapkan dalam pengajaran dan

mempelajari mata pelajaran sekolah apa pun, dan dapat dilakukan tanpa persiapan yang rumit.

Selain itu, siswa umumnya bersedia mengikuti pembelajaran Jigsaw karena mereka mengetahui hal tersebut

teknik pembelajaran ini menuntut mereka untuk aktif.

1.5. Keterbatasan Penelitian

Generalisasi temuan penelitian ini dibatasi oleh faktor-faktor berikut:

1). Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 2 Semarang.

11

www.eprints.undip.ac.id © Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(34)

2). Penelitian ini dibatasi pada siswa kelas XI Kelas XI-IS.1 SMAN 2 Semarang, semester genap tahun ajaran 2013/2014.

3). Rencana pembelajaran dirancang dan dibangun oleh peneliti sendiri.

4). Bahan ajar dibatasi pada proses belajar mengajar teks narasi

untuk meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan berbicara siswa.

5). Motivasi siswa dalam belajar bahasa Inggris sedikit dibahas sejak siswa

Motivasi dapat membangkitkan rasa percaya diri mereka dalam belajar bahasa Inggris. Namun, penulis terutama berfokus pada peningkatan kepercayaan diri siswa.

1.6. Organisasi Penulisan Penelitian

Organisasi penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I PENDAHULUAN

Bab ini membahas enam bagian, yaitu: latar belakang penelitian, pernyataan-pernyataan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keterbatasan

penelitian, dan organisasi penulisan penelitian.

Bab II: Tinjauan Pustaka Terkait.

Bab ini terdiri dari empat bagian, yaitu: uraian teoritis, dasar pemikiran, tindakan

hipotesis, kerangka jigsaw, penelitian sebelumnya dalam menggunakan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran jigsaw

teknik, dan kerangka teori.

12

www.eprints.undip.ac.id

© Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(35)

Bab III: Metodologi Penelitian

Bab ini terdiri dari lima bagian, yaitu: desain penelitian, tempat dan waktu

penelitian, subjek penelitian, prosedur penelitian tindakan, pengumpulan data, dan analisis data teknik.

Bab IV: Temuan Penelitian dan Pembahasan

Bab ini terdiri dari lima bagian yaitu: temuan dan pembahasan pada siklus 1,

temuan dan pembahasan pada siklus 2, temuan dan pembahasan pada siklus 3, serta temuan keseluruhan dan diskusi.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dan saran berdasarkan temuan penelitian.

13

www.eprints.undip.ac.id

© Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(36)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA TERKAIT

Bab ini memiliki empat bagian: penelitian sebelumnya dalam menggunakan pembelajaran kooperatif dan teka-teki

teknik pembelajaran, uraian teori, dasar pemikiran, hipotesis tindakan, kerangka jigsaw, dan kerangka teori.

2.1. Penelitian Sebelumnya menggunakan Pembelajaran Kooperatif dan Teknik Jigsaw Peneliti berharap teknik pembelajaran Jigsaw dapat membantu peserta didik dalam bekerja kelompok atau tim secara kooperatif. Terbukti teknik pembelajaran ini dapat memberi semangat

siswa untuk mengembangkan keterampilan berbicara mereka ketika diterapkan oleh beberapa peneliti:

Thompson & Blake (2010) menggunakan tugas gergaji ukir untuk mengembangkan Lisan Pembelajar Bahasa Jepang

Kemampuan berkomunikasi. Dalam penelitiannya, jigsaw dirancang dan kemudian diimplementasikan menjadi sebuah program EFL (Bahasa Inggris sebagai Bahasa Asing) Universitas tingkat menengah untuk mengembangkan lisan keterampilan komunikasi pembelajar bahasa Jepang. Pembenaran untuk menggunakan tugas gergaji ukir didasarkan pada tiga alasan: (1) untuk memenuhi tujuan kursus berbicara, (2) untuk memenuhi pedoman MEXT

(Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) dalam meningkatkan bahasa Jepang

penggunaan bahasa Inggris oleh pelajar, dan (3) menjadi sarana motivasi belajar bahasa bagi siswa.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan: (1) Bagaimana guru memandang gergaji ukir tugas sebagai berkontribusi terhadap perkembangan penggunaan bahasa Inggris siswa, (2) Bagaimana pandangan guru a

tugas jigsaw sebagai sarana untuk membantu siswa memenuhi

14

(37)

www.eprints.undip.ac.id © Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(38)

tujuan berbicara, dan (3) Bagaimana siswa menganggap tugas gergaji ukir sebagai sarana motivasi

pembelajaran bahasa.

Tran (2012), Penulis Koresponden Fakultas Pendidikan, Universitas La Trobe di

Vietnam, menguji sikap siswa terhadap pembelajaran melalui pengelompokan puzzle. Analisis menunjukkan

bahwa siswa dalam kelompok jigsaw, yang menganggap pengajaran mereka lebih kooperatif dan

lebih berpusat pada siswa, memiliki peningkatan keseluruhan nilai pasca-tes yang lebih tinggi dibandingkan siswa

dalam kelompok kontrol.

Setelah siswa selesai mengikuti perawatan jigsaw, mereka diberikan a

kuesioner menilai sikap mereka terhadap pembelajaran melalui gergaji ukir. Sebagian besar dari

siswa menyukai cara mereka diajar. Pemeriksaan tanggapan mereka menunjukkan bahwa tiga puluh siswa

(77,5%) sangat menyukai pembelajaran Jigsaw, tujuh siswa (17,5%) sedikit menyukainya, hanya dua siswa

(5%) tidak yakin apakah mereka menyukainya atau tidak, dan tidak ada yang tidak menyukainya. Hasil pasca perawatan

menunjukkan bahwa sikap siswa terhadap pembelajaran Jigsaw adalah positif.

Hersulastuti (2009), dosen Pendidikan Bahasa Inggris UNWIDHA Klaten, melakukan hal tersebut

belajar menggunakan teknik puzzle di kelas berbicaranya. Dia punya alasan sendiri mengapa dia menggunakan ini

teknik mengajar. Menurutnya, selain ada yang kurang percaya diri dalam berbicara, ada juga

masih ada beberapa siswa yang mempunyai nilai bagus dan tinggi juga. Hal ini membuatnya percaya bahwa

penerapan teknik Jigsaw dapat berjalan dengan baik. Alasan lainnya adalah karena sering kali

siswa cenderung lebih nyaman dan aman bekerja dalam kelompok daripada secara individu.

Mereka akan belajar dan berbicara lebih banyak jika diberikan kerja kelompok,

15

www.eprints.undip.ac.id

©

Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(39)

terlebih lagi mereka akan berusaha memberikan kontribusi terbaiknya demi kesuksesan kelompoknya juga

pertunjukan individu.

Wang (2009), Asisten Profesor, Departemen Bahasa Inggris Terapan di Hsing Wu College,

menyatakan bahwa dengan mengadopsi Jigsaw II (dalam Slavin, 1995) untuk mengajarkan percakapan telah mengarahkan siswa untuk melakukan hal tersebut

mengalami motivasi belajar mendengarkan dan membaca. Hal ini juga membangun hubungan interpersonal dan

kerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Wang menyimpulkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif di kelas, siswa mendapatkan banyak

pengalaman; siswa lebih termotivasi untuk bekerja lebih giat, tercipta suasana positif dalam belajar

dibagikan, diperoleh, dan didiskusikan secara interaktif. Pendekatan pembelajaran kooperatif mengedepankan

kesempatan untuk interaksi dan komunikasi antar siswa dan mengembangkan pendengaran

strategi seperti urutan inti, gagasan utama, dan detail.

Namun, ia berpendapat bahwa ini adalah proses yang terencana dan memakan waktu; yang dibutuhkan guru

melakukan monitoring dan wawancara dalam kelompok karena khawatir kelompok tidak akur, dan anggota tidak bisa

berpartisipasi. Penelitian ini diharapkan dapat membantu para guru bahasa Inggris untuk lebih memahaminya

bagaimana prinsip pembelajaran kooperatif Slavin dapat digunakan dengan sukses dalam bahasa asing

sedang belajar.

Penulis mendukung argumen Wang bahwa membuat teka-teki adalah proses yang memakan waktu, namun hal itu memakan waktu

dapat dilakukan secara efisien dan efektif di kelas penulis karena direncanakan dengan baik

dan diinformasikan kepada siswa dan juga sering dipraktikkan di kelas ini.

16

www.eprints.undip.ac.id

©

Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(40)

Adams (2013), Holy Child College of Education, Takoradi Ghana. Ia memfokuskan studinya

untuk meningkatkan pembelajaran kooperatif dengan penggunaan teknik Jigsaw pada Basic six of Holy

Sekolah Dasar Praktek Anak. Desain penelitian tindakan digunakan selain studi kasus

desain untuk melakukan penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan adalah observasi dan angket.

Peneliti menggunakan teknik Jigsaw sebagai intervensi. Ukuran sampel yang digunakan

berjumlah 40 orang, terdiri dari 30 murid dan 10 guru dari institusi yang sama.. Hal ini diamati selama

Pada masa penelitian siswa mengalami kendala dalam berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Terlebih lagi murid

tidak tahu cara belajar dalam kelompok. Terlihat bahwa siswa hampir tidak mendapatkan kesempatan untuk melakukannya

melakukan pembelajaran kolaboratif. Oleh karena itu, mereka tidak diberi kesempatan emas untuk belajar dalam kelompok dan semua manfaat terkaitnya.

Ditemukan juga kurangnya pemahaman tentang pembelajaran kolaboratif dan kooperatif

adalah kekurangan siswa. Oleh karena itu, penelitian ini memberdayakan guru dan siswa untuk melakukan hal tersebut

penggunaan pembelajaran kolaboratif karena manfaatnya yang sangat besar.

Kesamaan antara penelitian Adam dan penelitian penulis adalah bahwa tanggapan dikumpulkan baik dari observasi maupun pelaksanaan instrumen menunjukkan bahwa beberapa di antaranya

Penyebab rendahnya prestasi siswa di sekolah adalah buruknya metode pengajaran pada saat pembelajaran dan

ketidakmampuan guru untuk memvariasikan teknik pengajaran.

Dibandingkan dengan peneliti lain yang disebutkan sebelumnya, Adams memberikan beberapa

tantangan dan saran responden tentang praktik gergaji ukirnya,

17

www.eprints.undip.ac.id

© Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(41)

sementara yang lainnya tidak. Tantangan teka-teki tersebut, misalnya: (1) memakan waktu, (2)

sebagian siswa cenderung mendominasi saat proses pembelajaran, (3) sebagian siswa mempunyai sikap sendiri-sendiri

kelompok, sehingga tidak akan mempunyai hubungan baik dengan siswa lain di kelas. Sedangkan

Saran responden antara lain: (1) guru harus sadar waktu dan kreatif, (2)

Setiap siswa dalam kerja kelompok hendaknya diberikan waktu yang cukup untuk menyumbangkan gagasannya, (3)

guru harus memberi siswa lebih banyak sumber informasi.

Dalam benak penulis, tantangan teka-teki Adams dan saran respondennya sangat berharga

mempertimbangkan kapan gergaji ukir dilakukan. Dengan mempertimbangkan kemungkinan tantangan yang akan terjadi di

Saat berlatih Jigsaw, guru harus merancang RPP yang baik.

Lima penelitian sebelumnya di atas menjelaskan penggunaan puzzle (1) untuk mencapai tujuan berbicara

bahasa Inggris sebagai bahasa asing, (2) membimbing siswa bekerja secara kooperatif, dan (3) mencipta

sarana motivasi belajar bahasa.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa para pelajar

yang menjadi subjek penelitian tindakan kelas dengan teknik pembelajaran Jigsaw menyukai semuanya

tentang Jigsaw. Teknik mengajar seperti ini dapat mengarahkan siswa yang kurang percaya diri

berbicara untuk terlibat aktif dalam berbagi dan mendiskusikan informasi tentang isi mereka

terpelajar. Mereka cenderung merasa nyaman dan aman bekerja dalam kelompok pembelajaran kooperatif

daripada secara individu.

Di kelas Jigsaw, siswa mendapat banyak pengalaman; mereka lebih termotivasi untuk bekerja

lebih keras, menciptakan suasana positif dalam pembelajaran

18

www.eprints.undip.ac.id

©

Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(42)

dibagikan, diperoleh, dan didiskusikan secara interaktif. Mereka terbiasa mendiskusikan isinya

satu sama lain, dan ini menyebabkan perkembangan dan pencapaian kognitif mereka

Selain itu, Jigsaw dapat menyumbangkan sikap positif siswa; mereka sudah terbiasa

untuk saling bertanggung jawab dalam berbagi isi diskusi dan di sekolah lain

tugas. Singkatnya, teknik pembelajaran kooperatif Jigsaw telah memberikan kontribusi peningkatan

sikap siswa untuk memperoleh prestasi yang signifikan, terutama kemampuan berbicaranya.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu di atas, penulis menganggap bahwa penelitiannya menyatakan beberapa hal

tujuan serupa menggunakan gergaji ukir: untuk mendorong siswa agar termotivasi dan bekerja sama

untuk meningkatkan kemampuan berbicaranya. Satu-satunya perbedaan kecil terletak pada cara yang bisa dilakukan gergaji ukir

mendorong siswa untuk mengembangkan rasa percaya diri mereka yang pada gilirannya meningkatkan kemampuan berbicara mereka melalui penyajian teks naratif.

2.2.Deskripsi Teori

Pada bab ini penulis membahas literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian. Ini menjelaskan tentang

bagaimana bahasa Inggris diajarkan dan dipelajari yang digambarkan dalam hakikat pengajaran bahasa yang mana

mencakup pengajaran bahasa dan pembelajaran bahasa, serta pengajaran bahasa yang efektif dan apa

pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Sebagai pertimbangan utama dalam penelitian ini,

Kemampuan berbicara dijelaskan dari maknanya, keahliannya, kedudukannya dalam bahasa Inggris sebagai bahasa asing

bahasa di sekolah menengah atas di Indonesia, dan teknik pengajaran berbicara melalui

penyajian teks naratif.

19

www.eprints.undip.ac.id © Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(43)

Pembelajaran Jigsaw yang merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif juga dijelaskan pada bab ini.

Penjelasan tentang pembelajaran Jigsaw meliputi pengertiannya, mekanismenya, kelebihannya dan kekurangannya, dan peran siswa dalam pembelajaran jigsaw. Logika bagaimana pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa ditunjukkan secara rasional. Deskripsi tindakan penelitian juga dijelaskan. Yang terakhir adalah hipotesis.

2.2.1. Hakikat Pengajaran Bahasa

Pengajaran dan pembelajaran bahasa adalah masalah kompleks yang mencakup sosiokultural, linguistik, psikolinguistik, serta kurikulum dan dimensi pengajaran. Perencanaan a program yang sukses melibatkan pertimbangan faktor-faktor yang melampaui sekedar konten dan penyajian bahan ajar. Sejumlah besar faktor individu berkontribusi terhadap

dinamika proses belajar mengajar dan memberikan acuan dalam diskusi teori dan praktik pengajaran bahasa (Richards, 1985:11)

Pengajaran bahasa berkaitan dengan kegiatan mengajar untuk mencapai perkembangan keterampilan bahasa tertentu. Pengajaran dan pembelajaran bahasa terjadi melalui proses penguasaan

keterampilan bahasa tertentu, dan prosesnya tidak dapat berkembang secara mandiri kecuali jika dilakukan secara efektif

dilakukan dengan menggunakan teknik pengajaran yang tepat, manajemen kelas, dan beberapa lainnya kegiatan yang dapat mendukung pengajaran dan pembelajaran bahasa yang efektif.

Uraian berikut ini berkaitan dengan pengajaran dan pembelajaran bahasa, khususnya dalam bahasa asing.

20

www.eprints.undip.ac.id © Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(44)

1).Pengajaran Bahasa Asing

Mengajar tidak dapat didefinisikan selain dari belajar. Mengajar adalah membimbing dan memfasilitasi pembelajaran, memungkinkan pembelajar untuk belajar, dan menetapkan kondisi untuk belajar (Nathan Gate in Coklat, 1987:7). Menurut The International Phonetic Alphabet (IPA), sebagai eksponennya

gerakan reformasi dalam Richards (2001:9), pengajaran bahasa adalah keadaan pengajaran bahasa yang menjadi perhatian utamanya; (1) bahasa lisan, (2) pelatihan fonetik agar

membentuk kebiasaan pengucapan yang baik, (3) penggunaan teks percakapan dan dialog, (4) induktif pendekatan pengajaran tata bahasa, (5) mengajarkan makna baru melalui pembentukan asosiasi

dalam bahasa target daripada dengan membangun asosiasi dengan bahasa ibu.

Vietor, Sweet, dan reformis lainnya dalam Richards (2001:10) memiliki banyak kesamaan keyakinan tentang prinsip-prinsip yang menjadi dasar pendekatan baru dalam pengajaran bahasa asing. Secara umum

mereka percaya bahwa:

A). Bahasa lisan adalah yang utama dan hal ini harus tercermin dalam bahasa lisan metodologi.

b) Temuan fonetik harus diterapkan pada pengajaran dan pelatihan guru.

C). Pembelajar hendaknya mendengar bahasanya terlebih dahulu, sebelum melihatnya dalam bentuk tulisan.

D).

Kata-kata harus disajikan dalam bentuk kalimat, dan kalimat tersebut harus dipraktikkan secara bermakna

konteks dan tidak diajarkan sebagai elemen yang terisolasi dan tidak terhubung.

e). Aturan tata bahasa harus diajarkan hanya setelah siswa mempraktikkan tata bahasa poin dalam konteks – yaitu, tata bahasa harus diajarkan secara induktif.

21

(45)

www.eprints.undip.ac.id © Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(46)

F). Penerjemahan sebaiknya dihindari, meskipun bahasa asli dapat digunakan untuk menjelaskan kata-kata baru atau untuk memeriksa pemahaman.

Pengajaran bahasa menurut Pengajaran Bahasa Komunikatif adalah bahasa mengajar yang tujuannya lebih dari sekedar menguasai struktur bahasa. Ahli bahasa ini Metode ini melihat bahwa pengajaran bahasa difokuskan pada kemahiran komunikatif.

Wilkin dalam Richards (2001:154) memberikan kontribusi bahwa dalam makna komunikatif peserta didik perlu memahami dan mengungkapkan daripada menggambarkan inti bahasa melalui tradisional

konsep tata bahasa dan kosa kata. Littlewood dalam Richards (2001:155) menyatakan bahwa salah satu Ciri paling khas dari pengajaran bahasa komunikatif adalah sistematikanya

memperhatikan aspek fungsional dan struktural bahasa.

Savignon dalam Celce-Murcia (2001:13) menyatakan bahwa pengajaran bahasa komunikatif memiliki telah dikemukakan di seluruh dunia sebagai cara baru atau inovatif untuk mengajar bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau

bahasa asing. Bahan ajar, uraian mata kuliah, dan pedoman kurikulum

mencanangkan tujuan kompetensi komunikatif: mengembangkan kemampuan siswa untuk memahami dan untuk mengekspresikan diri dalam bahasa asing, dan untuk menumbuhkan sikap positif siswa terhadap berkomunikasi dalam bahasa asing.

Dari pernyataan-pernyataan di atas, penulis menyimpulkan bahwa bahasa asing

pengajaran adalah proses pengajaran bahasa asing yang berlangsung dalam kondisi tertentu dimana bahasa sasaran (bahasa asing) yang digunakan. Ini fokus

22

www.eprints.undip.ac.id

© Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(47)

lebih pada penggunaan bahasa target secara komunikatif daripada hanya menganalisis tata bahasa dan kosakata.

2).Pembelajaran Bahasa Asing

Brown H. Douglas (1987:136) mengatakan bahwa pembelajaran bahasa asing adalah pembelajaran yang bukan

bahasa asli dalam budaya seseorang dengan sedikit peluang untuk digunakan secara langsung dan luas

bahasa dalam lingkungan budayanya sendiri. Artinya bahasa sasaran

tidak memiliki fungsi mapan dalam komunitas pembelajar, namun digunakan untuk komunikasi

dengan orang luar atau orang asing. Pembelajaran bahasa asing adalah pembelajarannya

Bahasa Inggris di Filipina atau India. Selanjutnya bagaimana pembelajar memperoleh bahasa kedua

dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal.

Pada pandangan pertama, arti istilah “bahasa kedua” tampak transparan, namun kenyataannya memang demikian

memerlukan penjelasan yang cermat. Di satu sisi, dalam konteks ini “kedua” bisa merujuk pada bahasa apa pun

yang dipelajari setelah bahasa ibu. Jadi, ini bisa merujuk pada pembelajaran pihak ketiga atau

bahasa keempat. Selain itu, “kedua” tidak dimaksudkan untuk dikontraskan dengan “asing” (Ellis, 2006: 3).

Salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pemerolehan bahasa kedua adalah faktor sosial

lingkungan tempat pembelajaran berlangsung. Kondisi sosial mempengaruhi peluang yang diperoleh peserta didik

harus mendengar dan berbicara dalam bahasa dan sikap yang mereka kembangkan terhadapnya. Misalnya,

Mempelajari suatu bahasa adalah satu hal jika Anda menghormati dan dihormati oleh penutur aslinya

bahasa. Hal ini sangat berbeda ketika Anda mengalami permusuhan dari penutur asli atau ketika Anda sendiri

ingin menjauhkan diri dari mereka.

23

www.eprints.undip.ac.id

©

Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(48)

Faktor internal juga dapat mempengaruhi pembelajar, pemerolehan bahasa kedua. Pelajar

memiliki mekanisme kognitif yang memungkinkan mereka mengekstrak informasi tentang yang kedua

bahasa yang mereka pelajari dari masukan, misalnya pluralitas dalam bahasa Inggris disampaikan dengan menambahkan

an –s untuk kata benda atau kata ganti relatif 'siapa' dan 'yang' masing-masing menggantikan kata manusia

dan kata benda bukan manusia. Ellis (1986:19) menyatakan bahwa bahasa pertama (L1) atau bahasa yang telah ada

yang diperoleh sebelumnya, mungkin telah mempengaruhi proses bahasa kedua siswa (L2)

Akuisisi.

Krashen dalam Richards (2001 :22) menyatakan bahwa pembelajaran mengacu pada pembelajaran formal bahasa

aturan dan merupakan proses sadar. Artinya seseorang mempelajari (memperoleh) bahasa dengan niat

di bawah bimbingan ahli (guru) dalam penguasaan bahasa. Ketika seseorang mengambil a

kelas bahasa, dia belajar bahasa. Dia berurusan dengan pembelajaran bahasa. Peran fokus dalam bahasa

belajar adalah pembelajar. Kesimpulannya, pembelajaran bahasa asing adalah kegiatan perolehan

berbahasa asing dengan niat melalui proses sadar di bawah bimbingan guru.

2.2.2.Keterampilan Berbicara dan Berbicara

Fulcher (2003: 23) menyatakan bahwa “Berbicara adalah penggunaan bahasa secara verbal untuk berkomunikasi

dengan orang lain”. Tujuan kita ingin berkomunikasi dengan orang lain begitu besarnya

jumlahnya tidak terhitung banyaknya, dan karena ini bukan buku tentang kebutuhan dan keinginan manusia, kami pun tidak akan membahasnya

mencoba memberikan contoh. Manifestasi lahiriah dari ucapan ditemukan dalam gelombang suara. Dia

Maknanya terletak pada struktur dan makna semua bahasa, baik tertulis maupun lisan.

24

www.eprints.undip.ac.id © Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(49)

Berbicara adalah keterampilan produktif dalam mode lisan. Ini, seperti keterampilan lainnya, lebih dari itu

rumit daripada yang terlihat pada awalnya dan melibatkan lebih dari sekedar mengucapkan kata-kata.

http://www.sil.org/lingualinks/linguallearning/otherresources).

Berbicara merupakan keterampilan produktif yang dapat diamati secara langsung dan empiris. Ini adalah

produk konstruksi kreatif rangkaian linguistik yang membuat pembicara memilih leksikon,

struktur, dan wacana (Brown, 2004:140).

Berbicara merupakan suatu hal yang kompleks. Siapa pun yang ingin berbicara bahasa kedua harus belajar

tata bahasa dan kosa kata bahasa tersebut, dan kuasai bunyinya. Merencanakan apa yang harus dikatakan,

Merumuskan ujaran dan memproduksinya harus dilakukan secara otomatis sesuai dengan apa yang dikatakan pembelajar

harus dianggap 'lancar'. Pelajar harus mampu membuka dan menutup percakapan

cara yang dapat diterima, dan mengelola peralihan antar topik. Dia perlu mengetahui percakapan tersebut

giliran bicara, kapan harus mulai berbicara, dan kapan harus berhenti.

Pengetahuan budaya dan kepekaan terhadap konteks sosial juga sangat penting. Dan pembicara

harus menjaga peran dan hubungan yang sesuai dengan penutur lain dalam ragam tuturannya

konteks yang berbeda sehubungan dengan berbagai variabel termasuk jarak sosial, kekuasaan dan

otoritas.

Keterampilan berbicara bukanlah suatu keterampilan tersendiri. Artinya tidak bisa dipisahkan dengan yang lain

aspek-aspek seperti sejauh mana struktur percakapan ditentukan secara budaya, sejauh mana

tata bahasa pidato berbeda dari jenis tata bahasa lainnya, dan apa faktor penting di dalamnya

aliran ucapan yang membuatnya dapat dipahami (Hughes, 2002: 6)

25

www.eprints.undip.ac.id © Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(50)

2.2.3. Pengajaran Bahasa Inggris untuk Siswa Sekolah Menengah Atas

Sebagai bahasa asing pertama di Indonesia, bahasa Inggris diajarkan mulai dari sekolah menengah pertama, atau bahkan di sekolah dasar, hingga tingkat universitas. Bahasa Inggris merupakan salah satu bahasa internasional yang

digunakan oleh lebih dari separuh orang di dunia. Oleh karena itu, bahasa Inggris mempunyai peran yang penting meningkatkan perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa. Hal ini sebagai kunci penentu

memperoleh keberhasilan dalam mempelajari semua mata pelajaran.

Dengan demikian, pembelajar bahasa Inggris harus mempunyai kompetensi yang membuatnya mampu merefleksikan keduanya pengalamannya sendiri dan orang lain, mengungkapkan gagasan dan perasaan, serta memahami suatu wacana

kompetensi. Dengan kata lain, bahasa diharapkan mampu membantu peserta didik untuk mampu

mengenali budaya sendiri dan budaya orang lain, mengenali diri sendiri, mengungkapkan gagasan dan perasaan, dan berpartisipasi dalam masyarakat di mana bahasa tersebut digunakan.

Undang-Undang Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 mengatur tentang standar Pendidikan Nasional yang berdasarkan pada hal tersebut

Kurikulum Berbasis Sekolah (KTSP) dikembangkan. Salah satu hal penting yang diperlukan oleh

Kurikulum berbasis sekolah adalah “pengembangan silabus”. Kurikulumnya memerlukan sekolah menengah atas mengembangkan kurikulum sekolah masing-masing yang dianggap sejalan dengan sekolahnya

karakteristik dan kebutuhan. Hal ini tertuang dalam Kurikulum Bahasa Inggris Berbasis Sekolah untuk SMA

sekolah yang mata pelajaran bahasa Inggrisnya menekankan pada empat keterampilan berbahasa.

Kompetensi dasar pelajaran bahasa Inggris adalah mencapai keterampilan berbicara, yaitu mengungkapkan wacana transaksional dan interpersonal lisan yang berkaitan dengan konteks kehidupan sehari-hari, dan untuk mengungkapkan makna teks fungsional pendek dan sederhana

26

www.eprints.undip.ac.id © Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(51)

monolog berupa recount, naratif, prosedur, deskriptif, berita, spoof, laporan,

eksposisi analitis. Teks hortatory eksposisi, eksplanasi, diskusi, dan review yang berkaitan dengan

konteks kehidupan sehari-hari (DEPDIKNAS, 2006:x).

Sebagian besar pembelajar bahasa di dunia mempelajari bahasa Inggris untuk berkembang

kemahiran dalam berbicara. Kemampuan berbicara bahasa kedua atau bahasa asing dengan baik merupakan suatu hal yang sangat kompleks

tugas jika kita mencoba memahami sifat dari apa yang tampaknya terlibat. Berbicara digunakan untuk dan

banyak tujuan, dan setiap tujuan melibatkan keterampilan berbicara yang berbeda.

Saat kita menggunakan percakapan santai, misalnya, tujuan kita mungkin untuk bersosialisasi

kontak dengan orang lain, untuk menjalin hubungan baik atau terlibat dalam obrolan tidak berbahaya yang menyita banyak waktu

waktu yang kita habiskan bersama teman. Saat kita terlibat dalam diskusi dengan seseorang, di sisi lain

Di sisi lain, tujuannya mungkin untuk mencari atau mengungkapkan pendapat, untuk membujuk seseorang tentang sesuatu, atau

untuk memperjelas informasi.

Dalam beberapa situasi, kita menggunakan berbicara untuk memberikan instruksi atau menyelesaikan sesuatu. Kita boleh

menggunakan ucapan untuk mendeskripsikan sesuatu, untuk mengeluh tentang perilaku orang, untuk mengajukan permintaan yang sopan, atau

untuk menghibur orang dengan lelucon dan anekdot. Masing-masing tujuan berbicara berbeda-beda

menyiratkan pengetahuan tentang aturan yang menjelaskan bagaimana bahasa lisan mencerminkan konteks atau

situasi di mana pidato terjadi, partisipan yang terlibat dan peran serta hubungan khusus mereka,

dan jenis kegiatan yang dilibatkan oleh pembicara (Richards & Renandya, 2001 : 201).

Untuk mengimplementasikan pernyataan teoritis di atas, penulis berpendapat bahwa guru bahasa Inggris

hendaknya memfasilitasi siswa secara optimal agar mampu berbahasa Inggris dengan baik.

27

www.eprints.undip.ac.id

©

Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(52)

Menyadari ilustrasi yang diberikan di atas penulis mengemukakan pendapatnya bahwa belajar

Bahasa Inggris sebagai bahasa asing harus mempelajari empat keterampilan: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.

Keempat keterampilan di atas harus dikuasai oleh mereka yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Sebagai satu bahasa internasional di dunia, bahasa Inggris sangatlah penting.

Pentingnya bahasa Inggris dapat dilihat dari besarnya penggunaan bahasa Inggris dalam berkomunikasi antar sesamanya penutur asli dan non-pribumi serta penulis di seluruh dunia. Karena pentingnya hal ini, maka

Pemerintah Indonesia telah memilih bahasa Inggris sebagai bahasa asing pertama yang diajarkan di SMP dan Sekolah Menengah Atas. Senada dengan pernyataan tersebut, Ramelan (1992:2-3) menyatakan bahwa:

“Jika pemerintah Indonesia memilih bahasa Inggris sebagai bahasa asing pertama yang diajarkan di sekolah kita, hal ini semata- mata karena kita menyadari pentingnya peran bahasa tersebut di dunia internasional. Sebagai negara merdeka yang perlu memperkuat hubungan dengan semua negara di dunia, apapun pandangan politik atau ideologinya, kita memerlukan sarana komunikasi untuk membina kerjasama antar negara”.

Meskipun bahasa Inggris telah diajarkan selama enam tahun sebagai mata pelajaran wajib di Sekolah Menengah Pertama dan SMA, faktanya sebagian besar lulusan SMA tidak bisa berbahasa Inggris dengan baik

bahkan tentang kehidupan sehari-hari mereka. Hal ini disebabkan karena banyak guru bahasa Inggris yang mengabaikan aspek lisan mengajar bahasa Inggris. Saat mengajar, mereka hanya menekankan pada pengembangan keterampilan menulis

proses pembelajaran bahasa Inggris mereka, dan faktanya para guru merasa kesulitan dalam mengajar mereka siswa untuk berbicara.

Sebagai seorang guru bahasa Inggris, penulis menganggap bahwa bahasa Inggris harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari percakapan agar penguasaan bahasa Inggris lisan dapat ditingkatkan dengan baik;

28

www.eprints.undip.ac.id

©

Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(53)

Nampaknya hasil belajar bahasa Inggris dapat ditunjukkan dari cara seseorang berbicara

Bahasa inggris. Di kelas bahasa Inggris sebenarnya tempat penulis mengajar, sebagian besar siswanya masih belum

baik dalam berbicara meskipun mereka telah menguasai tata bahasa Inggris dan linguistik lainnya

rumus. Penulis menganggap penerapan kegiatan berbicara dapat menjembatani pemahaman siswa

pengetahuan linguistik terhadap keterampilan berbicara mereka.

Bygate 1987 dalam Sumardiyani (2007:10) menyatakan, ”Berbicara memerlukan pengetahuan dan

keahlian. Hal ini menuntut tidak hanya mengetahui bagaimana merangkai frase atau kalimat dengan tertentu

formula, namun juga bagaimana memproduksi dan mengadaptasinya dalam situasi 'saat ini' dan 'saat ini'. Sang penulis

berasumsi bahwa keterampilan berbicara siswa dapat dicapai secara efektif ketika siswa diberikan

kesempatan yang cukup untuk berbicara selama proses belajar mengajar. Mereka punya banyak waktu untuk berbicara

Bahasa Inggris dengan teman sekelas dan guru ketika mereka belajar dalam kelompok.

2.2.4. Mengajar Berbicara untuk Siswa SMA

Orang menggunakan bahasa untuk melakukan tiga fungsi utama dalam suatu konteks, sebagaimana dinyatakan dalam Berbasis sekolah

Kurikulum (KTSP) mata pelajaran Bahasa Inggris di SMA sebagai berikut:

1). Mengajar berbicara tidak mudah dipisahkan dari tujuan lainnya.

Faktor rumit lainnya adalah ketika bahasa lisan menjadi fokus di kelas

kegiatan sering kali ada tujuan lain yang mungkin dimiliki guru: misalnya, membantu

siswa untuk memperoleh kesadaran atau mempraktikkan beberapa aspek pengetahuan linguistik (baik a

aturan tata bahasa, penerapan fonemik

29

www.eprints.undip.ac.id © Program Magister Linguistik Universitas Diponegoro

(54)

keteraturan pengenalannya), atau untuk mengembangkan keterampilan produksi (misalnya

ritme, intonasi atau hubungan vokal-ke-vokal), atau untuk meningkatkan kesadaran tentang beberapa sosio-linguistik atau

poin pragmatis (misalnya bagaimana menyela dengan sopan, menanggapi pujian dengan tepat,

atau menunjukkan bahwa seseorang telah memahaminya).

2). Mengajar berbicara versus menggunakan berbicara untuk mengajar

Oleh karena itu, pertanyaan kunci yang perlu ditanyakan adalah apakah seorang guru terlibat dalam pengajaran lisan

bentuk bahasa atau pengajaran bahasa melalui berbicara. Perbedaan ini penting

walaupun sekilas terlihat sepele. Bentuk bahasa lisan masih kurang diteliti

baik pada tingkat tata bahasa atau dalam studi berbasis genre yang lebih luas.

3). Wawasan dari pidato corpora

Tujuan dari kelas berbicara mungkin akan berubah secara radikal di masa depan

sepuluh tahun ketika wawasan yang muncul dari kumpulan ucapan alami dan pemrosesan bahasa digabungkan

untuk membantu kita memahami seperti apa sebenarnya berbicara, terutama di kalangan siswa kelas.

Harmer (2007:123) menyatakan bahwa kegiatan berbicara yang baik dapat dan harus dilakukan dengan sangat baik

menarik bagi para siswa. Jika mereka semua berpartisipasi penuh dan jika guru telah menyiapkannya

aktivitas dengan benar dan dapat memberikan umpan balik yang simpatik dan hati-hati-mereka akan mendapatkan hasil yang luar biasa

kepuasan darinya.

Kita, sebagai guru bahasa Inggris, perlu menyadari bahwa jenis kegiatan b

Referensi

Dokumen terkait

Soal UKK Bahasa Inggris SD Tahun Ajaran 2016/2017 Kelas II Mata Pelajaran : BAHASA

Soal UKK Bahasa Inggris SD Tahun Ajaran 2016/2017 Kelas IV Mata Pelajaran : BAHASA

merupakan kekuatan dalam kegiatan siswa mempelajari sikap belajar didasarkan pada motif atau alasan siswa mempelajari. Motif siswa mempelajari baha n mata pelajaran sangat

Gambar 4.7 Persentase kesulitan siswa dalam mempelajari Bahasa Inggris 121 Gambar 4.8 Persentase hambatan yang terjadi di dalam kelas 122 Gambar 4.9 Persentase materi

Setiap unit memungkinkan mahasiswa untuk dapat mempelajari bahasa Inggris secara aktif sesuai dengan konsep bahwa bahasa merupakan sebagai alat komunikasi baik secara

BAHASA INGGRIS KELAS II SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2015 / 2016.. NAMA : SILVIANITA RETNANINGTYAS SEKOLAH : SDN

penggunaan bahasa lisan guru dalam kegiatan belajar mengajar di kelas untuk. mata pelajaran bahasa Indonesia, Biologi, dan Sosiologi di kelas

Adapun beberapa saran yang ditawarkan terkait dengan kemampuan pengucapan siswa dalam kelas bahasa Inggris: 1 Mata pelajaran bahasa Inggris perlu lebih ditonjolkan dan diunggulkan oleh