• Tidak ada hasil yang ditemukan

tindak tutur ekspresif siswa kelas viii

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "tindak tutur ekspresif siswa kelas viii"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAK TUTUR EKSPRESIF SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 27 PADANG

JURNAL ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

(Strata I)

ANNISA LUVIA NPM 11080242

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG

2016

(2)
(3)
(4)

THE SPOKEN EXPRESSION OF STUDENTS CLASS VIII SMP NEGERI 27 PADANG

By

Annisa Luvia1, Trisna Helda, M. Pd.2, Dina Ramadhanti, M. Pd.3. 1). Students STKIP PGRI West Sumatra

2) and 3) Language and Literature Lecturer Indonesia PGRI STKIP West Sumatra

ABSTRACT

The research is motivated by students on conversation in Junior Haigt School Negeri 27 Padang class VIII. There are many students who not pay attention to whom they are speaking. The students who come from different background and different social class can influences their speaking polite to their teacher on their friends. Base on the reason, so the research is to description about the conversation by students that use description method. It use literal word from the object person. The data is conversation of the students on Junior Haigt School Negeri 27 Padang collect with simak and sadap technique. The qontinue technique is libat cakap, record, dan write. The data analized by transkription and also clasification of result of the data. The spoken expresion of the students class VIII Junior Haigt School Negeri 27 Padang found that expresive spoken. There are, words to critict, words to blame, and words to complain. The students most often to use the critict words because on study process the students like to complain and critics someone who told to them.

Key Words: Speech act, Expressive, Student

1Mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat

2 Pembimbing I dan Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

3Pembimbing II dan Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

(5)

TINDAK TUTUR EKSPRESIF SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 27 PADANG

Oleh

Annisa Luvia1, Trisna Helda, M. Pd.2, Dina Ramadhanti, M. Pd.3. 1) Mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat

2) Dan 3) Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh siswa dalam bertutur atau bebicara di SMP Negeri 27 Padang kelas VIII masih banyak yang tidak memperhatikan kepada siapa tuturan itu disampaikan dan tuturan itu dituturkan juga tidak sesuai dengan konteks bertutur. Siswa dengan latar belakang berbeda dan strata sosial yang beragam dapat mempengaruhi tindak tuturan siswa terhadap guru maupun sesama siswa. Berdasarkan alasan tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tindak tutur ekspresif siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang. Dalam penelitian ini, dideskripsikan tindak tutur yang digunakan siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif berupa kata-kata lisan dari orang yang diamati. Data penelitian adalah tuturan siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang dengan sumber data penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang. Data yang dikumpulkan dengan metode simak dengan teknik sadap, teknik lanjutannya simak bebas libat cakap, rekam, dan catat. Data dianalisis dengan mentranskripkan, menginventarisasikan, mengklasifikasikan data berdasarkan tindak tutur ekspresif dan menarik kesimpulan dari hasil analisis data. Tindak tutur ekspresif siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang menemukan 3 (tiga) tindak tutur ekspresif yaitu, tindak tutur ekspresif mengkritik, tindak tutur ekspresif menyalahkan, dan tindak tutur mengeluh. Tuturan siswa paling sering menggunakan tindak tutur ekspresif mengkritik karena siswa dalam proses pembelajaran lebih cenderung menyanggah maupun mengkritik hasil dari lawan tutur.

Kata Kunci: Tindak Tutur, Ekspresif, Siswa

(6)

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 2, Februari 2016| 1 PENDAHULUAN

Bahasa merupakan suatu alat yang digunakan untuk terjalinnya suatu komunikasi dan berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Melalui bahasa manusia dapat menyampaikan tujuan dan maksud baik secara lisan maupun tulisan. Bahasa mempunyai fungsi penting bagi manusia terutama bagi fungsi komunikatif. Mengingat pentingnya bahasa, seseorang harus mempelajari bahasa untuk berkomunikasi. Proses pembelajaran bahasa perlu dilakukan sejak anak-anak. Dalam proses komunikasi seorang anak tidak hanya dituntut menguasai kaidah berbahasa, tetapi juga dituntut mampu menggunakannnya.

Berkaitan dengan hal tersebut seorang anak harus mengaplikasikan kemampuan berbahasanya dalam jenis tuturan, yaitu menggunakan bahasa untuk berkomunikasi.

Menurut kajian pragmatik tindak tutur merupakan salah satu bagian dari masyarakat tutur karena melalui bahasa mereka mampu berbicara sesuai dengan perkembangan usia dan lingkungan disekitarnya. Tuturan seorang anak akan bertambah apabila memasuki masa sekolah. Pada masa itu, anak-anak mulai berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sebaya, guru, orang tua dan teman-teman disekelilingnya. Kemudian, komunikasi akan terjalin secara baik apabila seorang penutur berbahasa sesuai dengan konteksnya.

Jika bersama dengan lawan tutur apalagi teman sebaya tuturan yang mereka tuturkan tentu saja merupakan pengungkapan ekspresi atas kejadian yang terjadi di sekitar mereka.

Seperti dalam keadaan formal di sekolah, tidak jarang kita temui dan dengarkan tuturan yang dituturkan siswa dalam berinteraksi dengan sesamanya kebanyakkan menggunakan bahasa yang kurang santun dan tidak sesuai dengan konteks tuturannya. Kecenderungan dalam menggunakan tuturan yang tidak tepat dan tidak sopan dalam proses pembelajaran menjadi masalah dalam penelitian yang terjadi pada kelas VIII di SMP Negeri 27 Padang. Latar belakang siswa yang berasal dari keluarga yang berbeda dan pengaruh lingkungan sekitar seperti teman sejawat juga menjadi penyebab kurang santunnya siswa dalam bertindak tutur.

Pada penelitian ini selain mendeskripsikan tindak tutur ekspresif yang digunakan oleh siswa. Hal menarik lainnya yang menjadi objek penelitian ini adalah bagaimana tindak tutur ekspresif siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang.

Berdasarkan permasalahan bagaimana cara bertutur siswa sesuai dengan tindak tutur

ekspresif dan mendeskripsikan tindak tutur ekspresif siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang, penelitian ini difokuskan pada pada tindak tutur ekspresif siswa kelas VIII di SMP Negeri 27 Padang dalam proses pembelajaran.

Adapun rumusan malasah ini adalah yaitu bagaimanakah tindak tutur ekspresif siswa kelas VIII di SMP Negeri 27 Padang. Tujuan penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tindak tutur ekspresif siswa kelas VIII di SMP Negeri 27 Padang.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah prinsip-prinsip pragmatik dalam Leach.

Leach mengemukakan teori menyatakan bahwa pragmatik itu merupakan studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar.

Selanjutnya, Chaer dan Agustina (2010: 57) menyatakan konsep pragmatik menelaah hubungan lambang dengan penafsirnya.

Lambang dimaksudkan adalah satuan ajaran yang membawa pragmatik tertentu yang dalam pragmatik ditentukan atas hasil penafsiran pendengarannya. Kemudian, Yule (2006:5) menyatakan manfaat dari belajar bahasa melalui pragmatik yaitu seseorang dapat bertutur kata tentang makna yang dimaksud orang, asumsi, maksud atau tujuan yang mereka perlihatkan ketika mereka sedang berbicara.

Leech (1994: 4) menyatakan dalam tindak tutur mempertimbangkan aspek situasi tutur yang mencakup penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tindak tuturan sebagai sebuah tindakan atau aktivitas, dan pragmatik sebagai produk tindak tindakan.

Kemudian, Searle (dalam Leech, 1993: 164) membagi tindak tutur ilokusi menjadi lima jenis, yaitu (1) asertif, (2) direktif, (3) komisif, (4) ekspresif dan (5) deklarasi. Menurut Chaer (2010: 53) tindak tutur dilangsungkan dengan kalimat pervormatif oleh Agustina (1962: 100- 102) dirumuskan sebagai tiga peristiwa tindakan yang berlangsung sekaligus, yaitu (1) tindak tutur lokusi (locutinary act) (2) tindak tutur ilokusi (ilocutionary act), dan (3) tindak tutur perlokusi (perlocuttionary act). Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Misalnya, “ibu guru berkata kepada saya agar saya membantunya”.

Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak tutur ilokusi ini biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh, menawarkan dan menjajikan. Misalnya, “ibu

(7)

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 2, Februari 2016| 2 guru menyuruh saya agar segera berangkat”.

Jika tindak ilokusi hanya berkenaan dengan makna, maka makna tindak tutur ilokusi berkaitan dengan nilai, yang dibawakan oleh preposisinya. Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku nonlinguistik dari orang lain itu.

Misalnya, karena adanya ucapan dokter (kepada pasiennya) “mungkin ibu menderita penyakit koroner”, maka si pasien akan panik atau sedih. Ucapan si dokter itu adalah tindak tutur perlokusioner.

Chaer 2010: 47 mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Jadi, interaksi yang berlangsung antara penjual dan pembeli di pasar pada waktu tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah tindak tutur.

Selanjutnya, Yule (2006: 82) berpendapat bahwa peristiwa tutur adalah penutur bianya berharap maksud komunikatifnya akan dimengerti oleh pendengar, penutur dan mitra tutur biasanya akan terantu oleh keadaan disekitar lingkungan penutur itu sendiri. Di pihak lain, peristiwa tutur berwatak komunikatif dan diatur oleh kaidah untuk penggunaan tutur. Peristiwa tutur terjadi di dalam situasi tutur terdiri dari satu tindak tutur atau lebih.

Wijana (1996: 10) menyatakan bahwa konteks semacam itu dapat disebut dengan konteks situasi tutur. Konteks situasi tutur menurutnya mencakup aspek-aspek berikut: (1) penutur dan lawan tutur, (2) konteks sebuah tuturan, (3) tujuan sebuah tuturan, (4) tuturan sebagai bentuk tindak atau aktivitas, (5) tuturan sebagai bentuk tindakan verbal.

a. Penutur dan Lawan Tutur

Konsep penutur dan awan tutur ini juga mencakup penulis dan pembaca bila tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, dan tingkat keakraban (Wijana, 1996: 10). Jadi, dalam bertutur aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur tersebut dapat mempengaruhi suatu tuturan, misalnya: aspek usia, apabila usia penutur lebih muda dari usia lawan tuturnya, maka tuturan tersebut akan terdengar lebih sopan., dibandingkan dengan

suatu tuturan yang digunakan oleh penutur yang usianya sama dengan lawan tuturnya.

Latar belakang penutur dan lawan tutur juga mempengaruhi suatu tuturan, misalnya saja pelaku tutur bersal dari latar belakang keluarga yang berpendidikan, maka tuturana akan berbeda dengan perilaku tutur yang berlatar belakang tidak berpendidikan, selain aspek usia dan latar belakang, aspek seperti sosial ekonomi, jenis kelamin, dan tingkat keakraban akan mempengaruhi suatu tuturan, seperti orang yang taraf sosial ekonomi lebih tinggi akan berbeda cara bertuturnya dengan yang taraf berrendah, laki-laki dan perempuan akan berbeda cara berpikir dan bertuturnya, dan tingkat keakraban sangat mempengaruhi suatu tuturan, tuturan yang dirasa kasar apabila dilakukan oleh pelaku tutur yang tingkat keakrabannya tinggi mungkin saja tidak akan terasa kasar.

b. Konteks Tuturan

Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks yang bersifat fisik lazim disebut koteks (cotext), slatar belakang pengetahuan (background knowleadge) yang dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur (Wijana, 1996: 11). Menurut Hymes dalam Chaer (2010: 48), peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang bila huruf- huruf pertamanya dirangkaikan menjadin akronim SPEAKING. Kedelapan komponen itu adalah:

1) Setting and scane. Di sini setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur belangsung, sedangkan scane mengacu pada situasi tempat dan waktu atau psikologis pembicara. Waktu, tempat dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda.

2) Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan). Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara atau pendengar.

3) Ends, merujuk kepda maksud dan tujuan petuturan. Peristiwa tutur yang terjadi di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara, namun para partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda.

4) Act sequence, mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang

(8)

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 2, Februari 2016| 3 digunakan, bagaimana penggunaannya

dan hubungannya antara apa yang dikatakan dengan topik pembicara.

5) Key, mengacu pada nada, cara, dan semngat dimana suatu pesan disampaikan, dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainya. Hal ini dapat juga ditunjukan dengan gerak tubuh dan isyarat.

6) Instrumentalities,mengacau pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegram atau telepon.

Instumentalities ini juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, dialek, fragam atau register.

7) Norm of interaction and interpretation, mengacu pada norma atau aturan-aturan dalam berintekrasi. Misalnya yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya dan sebaginya. Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.

8) Gendre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.

c. Tujuan Tuturan

Bentuk-bentuk tuturan yang dituturkan oleh penutur dilarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Dalam hubungan ini bentuk- bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama. Atau sebaliknya, berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama. Di dalam pragmatik berbicara merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan (goal oriented activities). Bentuk-bentuk tuturan pagi, selamat pagi, met pagi dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama, yakni menyapa lawan tuturnya (teman, guru, kolega, dan sebagainya) yang dijumpai pada pagi hari.

Selain itu, selamat pagi dengan berbagai variasi bila diucapkan dengan nada tertentu, dan situasi yang berbeda-beda dapat pula digunakan untuk mengejek guru yang terlambat masuk kelas, atau kolega (sahabat) yang terlambat datang ke pertemuan.

Pada hakikatnya menurut searle (dalam Leach, 1993:164) tindak tutur ekspresif merupakan tindak tutur memberitahukan dan mengungkapkan sikap psikologis pembicara terhadap suatu kejadian, atau tindak tutur yang dilakukan dengan maksud agar tuturan itu diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan itu seperti, 1) mengucapkan terima kasih, 2) mengucapkan selamat, 3) memohon maaf, 4) memuji, 5)

menyalahkan, 6) mengeluh, 7) mengkritik, dan 8) mengungkapkan belasungkawa.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode penelitian deskriptif.

metode deskriptif merupakan metode yang dilakukan dengan jalan menganalisis data yang sudah dikumpulkan berupa kata-kata ujaran (lisan) langsung dari objek yang diamati. Maka dari itu metode dekritif ini sangat cocok untuk penelitian tindak tutur ekspresif siswa kelas VIII di SMP Negeri 27 Padang. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini tuturan siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode deskritif. Oleh karena itu, laporan penelitian ini akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan.

Sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, instrumen penelitian yang digunakan peneliti adalah alat perekam seperti;

tipe recorder, handpone. Informan yang akan diteliti adalah siswa kelas VIII di SMP Negeri 27 Padang.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penilitian ini adalah menggunakan metode simak dengan teknik dasar sadap, yaitu menyadap atau merekam percakap objek yang akan diteliti dengan alat perekam. Kemudian teknik lanjutan simak bebas libat cakap, yaitu peneliti tidak ikut serta dalam percakap atau dialog yang sedang berlangsung. Teknik pengabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah triagulator penyidik dengan menggunakan validator yang bersedia membahas data penelitian yang telah ditranskipkan oleh peneliti sendiri. Validator yang dipilih adalah Putri Dian Afrinda, M. Pd. yang pernah meneliti tentang tindak tutur direktif dalam novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi dan juga dosen jurusan pendidikan bahasa dan sastra Indonesia. Teknik analisis data yang lakukan dengan Mentranskripkan tindak tutur ekspresif siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang yang telah direkam dan dicatatkan kebahasa tulis, mengklasifikasikan data berdasarkan tindak tutur ekspresif, menganalisis konteks tuturan dan tindak tutur ekspresif siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang, dan setelah data dianalisis dan

(9)

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 2, Februari 2016| 4 dikelompokan, maka diadakan penyimpulan

data penelitian tersebut

.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil analisis data yang telah dilakukan terhadap tindak tutur ekspresif siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang dilakukan dengan menggunakan metode simak dengan melalui teknik rekam dan pengamatan terhadap tuturan siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Tuturan yang akan dibahas adalah tuturan yang diucapkan oleh siswa dalam pembelajaran.

Pengambilan data telah dilakukan di SMP Negeri 27 Padang pada tanggal 16 November 2015 dengan menggunakan alat bantu seperti alat tulis, handphone, dan buku. Data penelitian ini adalah tindak tutur ekspresif yang digunakan siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang. Data penelitian ini diuraikan dengan menggunakan kode. Kode yang digunakan adalah kode G tindak tutur untuk guru sebagai lawan tutur atau mitra tutur dan S tindak tutur untuk siswa sebagai penutur dengan P sebagai peristiwa yang ditulisakan secara berurutan.

Penomoran yang dilakukan dalam menganalasis data dilakukan secara berurutan.

Penelitian ini menggunakan toeri berdasarkan pendapat Searle (dalam Leach, 1993: 164) tindak tutur ekspresif merupakan tindak tutur memberitahukan dan mengungkapkan sikap psikologis pembicara terhadap suatu kejadian, atau tindak tutur yang dilakukan dengan maksud agar tuturan itu diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan itu seperti, 1) mengucapkan terima kasih, 2) mengucapkan selamat, 3) memohon maaf, 4) memuji, 5) menyalahkan, 6) mengeluh, 7) mengkritik, dan 8) mengungkapkan belasungkawa.

Tindak tutur ekspresif berpotensi mengacam muka pelaku tutur atau menjatuhkan muka pelaku tutur terutama penutur, misalnya megucapkan terima kasih yaitu kata-kata yang digunakan untuk mengungkapkan syukur sehingga melahirkan terima kasih yang berarti membalas guna (budi, kebaikkan), mengucapakan selamat yaitu mengucapkan atau memberi selamat atas sesuatu, memohon maaf yaitu memintak maaf atas suatu kejadian yang disengaja atau tidak disengaja, memuji yaitu memberikan ungkapan yang menyenangkan kepada lawan tutur, menyalahkan yaitu meyatakan kesalahan seseorang atau mengangap sesuatu hal tersebut

salah atau tidak benar, rasa tidak puas atau tidak sesuai dengan keinginan yang disebabkan oleh penderitaan, kesakitan, ataupun kekecewaan dalam diri seseorang, mengkritik yaitu memberikan suatu tanggapan atau sangahan terhadap apa yang disampaikan orang lain, mengungkapkan belasungkawa yaitu pernyataan untuk turut berduka cita atas suatu kejadian atau musibah yang menimpa kehidupan orang lain. Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini, hanya menemukan 3 (tiga) tindak tutur ekspresif di antaranya yaitu: tindak tutur ekspresif mengkritik, tindak tutur ekspresif menyalahkan, dan tindak tutur ekspresif mengeluh

.

1. Tindak tutur mengkritik

Tuturan ekspresif ucapan mengkritik merupakan tindak tutur yang terjadi karena penutur merasa tidak suka atau tidak sependapat dengan apa yang dilakukan atau dituturkan oleh lawan tuturnya. Tuturan mengkritik biasanya berupa tanggapan, kadang- kadang disertai dengan uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat dan sebagainya. Berikut ini adalah salah satu contoh tuturan ekpresif mengkritik yang terdapat pada tuturan siswa sebagai berikut:

Konteks : Guru menyuruh siswa untuk membuka LKS dan mengerjakan tugas dengan memilih dialog percakapan yang nantinya untuk ditampilkan di depan kelas. Namun, salah seorang siswa menyangah suruhan gurunya tersebut karena dia tidak menyukai dialog tersebut.

G : Sekarang lihat LKS bagian belakangnya... pilih dialog yang mana kamu sukai...

S : eeeh.. ndak ado nan awak suko do pak...

(eeeh... tidak ada yang saya suka, Pak...)

(Seorang siswa menggeluh dengan tugas yang diberikan oleh guru)

G : coba aja dulu... (guru mengahampiri siswa tersebut) (1) S : wak ndak suko dialog e do

pak...!!

(saya tidak suka dialognya, Pak..!!) (P4. Mengekritik) (siswa tersebut masih menyanggah perkataan gurunya)

(10)

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 2, Februari 2016| 5 Berdasarkan data tuturan (1) S : wak ndak

suko dialog e do pak..!! (saya tidak suka dialognya, Pak..!!) (Peristiwa 4. Mengkritik) terdapat percakapan tindak tutur ekspresif mengkritik antara siswa (penutur) dengan guru (lawan tutur). Tuturan tersebut bermaksud mengkitik perintah gurunya untuk membuat tugas dari dialog yang telah ditentukan oleh guru tersebut. Hal tersebut terlihat saat siswa tersebut menyatakan ketidaksukaanya terhadap apa yang diperintahkan oleh gurunya.

2. Tindak tutur menyalahkan

Tuturan ekspresif menyalahkan merupakan tindak tutur yang terjadi karena beberapa faktor, yakni karena adanya kesalahan yang dilakukan oleh lawan tutur, karena lawan tutur tidak mau bertanggung jawab akan kesalahannya, atau karena lawan tutur ingin melepaskan diri dari suatu kesalahan. Berikut ini adalah salah satu contoh tuturan ekpresif menyalahkan yang terdapat pada tuturan:

Konteks : Pada guru menjelaskan materi di depan kelas pada saat kondisi ruangan sedang iruk-pikuk dengan kegiatan siswa yang ke sana kemari.

G : Sudah duduk lagi ya.. hei!!

Dengar orang di muko (dengar orang di depan) Tutup mulut graak!!

(memerintah siswa untuk bisa diam) sudah tidak ada yang berbicara lagi.. hari ini kita akan mengulang kembali pembelajaran sebelumnya tentang arah mata angin.

Arah utara, timur, barat dan selatan. Cuma sekilas saja diingatkan kembali arah mata angin ini karena sering keluar di ujian. Di atas ini apa namanya?

S : Utara (semua siswa) G : kanan sini?

S : timur (semua) G : timur di sana

(2) S : ma timur di situ pak.. situ lah pak aa..

(Mana timur di sana pak..

Sana lah pak..) (Peristiwa 11.

Menyalahkan)

Pada tuturan (2) S : ma timur di situ pak..

situ lah pak aa.. (Mana timur di sana pak.. Sana lah pak..) (peristiwa 11. Menyalahkan) terdapat tindak tutur ekspresif menyalahkan yang disampaikan oleh siswa (penutur) kepada Guru

(lawan tutur). Maksud dari penutur tersebut menyalahkan pernyataan dari guru tentang letak arah mata angin. Pada keterangan guru (lawan tutur) menyatakan arah timur di bagian barat sedangkan dibagian yang salah. Namun, dari hasil tindak tutur ekspresif menyalahkan siswa lebih cenderung menyalahkan orang lain demi menyelamatkan dirinya sendiri. Pada proses pembelajaran sikap siswa yang kurangnya ketertiban sehingga guru juga harus menjadi suatu motivator yang berbeda bagi siswa tersebut. Guru harus bisa mengolah kelas dengan baik sehingga dapatnya terbentuk keharmonisan antara guru dengan siswa.

3. Tindak Tutur Ekspresif Mengeluh Tuturan ekspresif mengeluh merupakan tindak tutur yang terjadi karena ingin mengungkapkan rasa susah yang disebabkan oleh penderita, kesankitan, ataupun kekecewaan. Berikut ini adalah salah satu contoh tuturan ekspresif mengeluh yang terdapat pada tuturan berikut ini:

Konteks : Pada saat guru memberikan tugas untuk mengevaluasi pementasan drama dan memberikan beberapa penjelasan tentang materi yang akan dipelajari. Namun, seorang siswa merasa kalau pelajaran tersebut sudah sering dipelajarinya.

G : (kembali ke depan kelas dan mengevaluasi pembelajaran hari ini) Hari ini kita mengevaluasi pementasan drama. Bagaimana pendapat kalian tentang pembelajaran hari ini...

(3) S : eehh... drama ka drama se mah..

(Eehh... drama ke drama saja terus..) (P10. Mengeluh) (seorang siswa menyela perkataan gurunya dari belakang)

Pada tuturan (3) S : eeeh.. drama ka drama se mah... (eeeh... drama ke drama saja terus...) (Peristiwa 10. Mengeluh) terdapat percakapan yang menyatak tindak tutur mengeluh yaitu antara siswa (penutur) dengan guru (lawan tutur). Tuturan tersebut bermaksud untuk menyatakan keluhan dan kebosanan kepada lawan tutur karena penutur sudah merasa bosan dengan pembelajaran yang sudah sering dipelajarinya dan tidak ada menemukan hal baru pembelajar yang telah diikutinya.

Sehingga dari tuturan tersebut penutur

(11)

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 2, Februari 2016| 6 menggungkapkan rasa kesusahannya dengan

keluhan yang disampaikannya kepada lawan tutur. Penutur menyampaikan rasa tidak sesuainya yang menyababkan dirinya harus bersusah payah menghafal dengan benar tugas- tugas

tersebut.

Berdasarkan temuan penelitian, maka pembahasan mengenai tindak tutur siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang. Pembahasan ini telah melakukan penelitian dan pengambilan data di SMP Negeri 27 Padang. Dari hasil analisis data penelitian menemukan 3 (tiga) tindak tutur ekspresif yaitu; tindak tutur ekspresif mengkritik, tindak tutur ekspresif menyalahkan, dan tindak tutur ekspresif mengeluh. Dari uraian analisis tentang tindak tutur ekspresif siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang terdapat bahwa tindak tutur yang paling dominan dan paling sering digunakan siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang adalah tindak tutur ekspresif mengkritik. Tindak tutur ekspresif menyalahkan adalah tindak tutur yang paling sedikit digunakan dalam proses pembelajaran. Sedangkan, tindak tutur ekspresif mengeluh sering ditemukan di dalam proses pembelajaran. Ditinjau dari tindak tutur ekspresif mengkritik siswa banyak mengunakan bahasa yang kurang baik kepada gurunya.

Seakan-akan mereka menganggap guru tersebut sudah menjadi bagian dari teman bermainnya atau orang yang mungkin tidak begitu diseganinya lagi. Sehingga acara formal di sekolah sudah menjadi tempat bermain kedua bagi siswa tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis terhadap data penelitian pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini ditemukan tindak tutur ekspresif siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang adalah sebagai berikut: Pertama, tindak tutur ekspresif merupakan tuturan yang bentuk tuturan berfungsi untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Berdasarkan analisis data menemukan 3 (tiga) tindak tutur ekspresif yaitu sebagai berikut: a) tindak tutur ekspresif mengkritik merupakan tindak tutur yang dominan atau paling banyak digunakan siswa dalam proses pembelajaran. Pada tuturan ini siswa lebih cinderung mengunggkap ketidaksukaannya atau ketidakcocokkan terhadap orang disekitarnya. Dalam pembelajaran sedang berlangsung siswa lebih banyak memberikan kritikan kepada guru maupun teman sekelasnya. b) tindak tutur ekspresif

menyalahkan merupakan tindak tutur yang sedikit digunakan siswa saat proses pembelajaran berlangsung. Tindak tutur yang digunakan siswa ini saat yang dirasakan tuturan disampaikan oleh lawan tutur guru maupun temannya tidak sesuai dan memiliki kesalahan namun guru atau siswa lain tidak ingin menyatakan kesalahanya, dan c) tindak tutur ekspresif mengeluh merupakan tindak tutur yang sering digunakan siswa apalagi siswa sering mengeluhkan tugas dan mengeluhkan perintah yang disuruhkan oleh gurunya. Kedua, dari tuturan yang telah dianalisis di SMP Negeri 27 Padang tuturan yang paling dominan atau yang paling sering digunakan oleh siswa dalam proses pembelajaran adalah tindak tutur ekspresif mengkritik. Selanjutnya tindak tutur ekspresif mengeluh dengan tindak tutur ekspresif menyalahkan. Keseringan siswa dalam mengunakan fungsi tindak tutur ekspresif mengkritik sehingga banyaknya siswa yang mengungkapkan tuturan yang kurang sopan dan tidak sesuai dengan kontek tuturan dalam proses pembelajaran berlangsung.

Penelitian ini tentunya memeberikan pemahaman kepada peneliti untuk menambah wawasan yang berkaitan dengan penggunaan bahasa dalam proses pembelajaran. Penulis mengharapkan penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi Pembaca untuk dapat memahami dan mengerti tentang tindak tutur ekspresif siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang, penelitian ini juga diharapkan kepada mahasiswa jurusan bahasa dan sastra indonesia supaya penelitian ini bermanfaat sebagai acuan atau pedoman dalam penelitian selanjutnya, dan diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang terkait langsung dengan bidang pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa.

Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2010.

Sosiolinguitik Perkenalan Awal.

Jakarta: Pustaka Setia.

Djaramah, Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik. Jakarta: Rineka Cipta.

Leech, Geoffrey.1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia.

Mahsun. 2006. Metode Penelitian Bahasa.

Jakarta: Raya Grafindo Persada.

(12)

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 2, Februari 2016| 7 Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian

Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya Offiset.

Rahardi, Kurjana. 2009. Pragmatik:

Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.

Jakarta: Penerbit Erlangga.

Rahardi, Kunjana. 2009. Sosiopragmatik.

Jakarta: Erlangga

Sudaryat, Yayat. 2008. Makna dalam Wacana.

Bandung: Yarma Widya.

Sudaryanto. 1990. Menguak Fungsi Hakiki Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana Universitty Press.

Sumarno. 2009. Sosiolinguistik. Yogyakarta:

Sabda.

Syahrul R. 2008. Pragmatik Kesantunan Berbahasa: Menyibak Fenomena Berbahasa Indonesia Guru dan Siswa.

Padang: UNP Press

Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.

Wijana, I Dewi Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi.

Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta:

Pustaka Belajar.

Referensi

Dokumen terkait

Tindak tutur berjanji merupakan tindak- anyang dituturkan oleh penutur kepada mita tutur tentang kesediaannya untuk berbuat sesuatu atau menuturkan janji, seperti

3.2.4.1 Tindak Tutur Langsung Penyampaian pesan pada bahasa papan petunjuk yang menggunakan tindak tutur langsung, yaitu pesan ‘melarang’ dengan menggunakan kata: 1 tidak boleh, 2