• Tidak ada hasil yang ditemukan

tinjauan fiqh siyasah dalam undang-undang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "tinjauan fiqh siyasah dalam undang-undang"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

Tinjauan Hukum Siyasah Fiqih pada UU No. 24 Tahun 2009, Pasal 7 Ayat 3 tentang kewajiban warga negara Indonesia mengibarkan bendera Merah Putih setiap tanggal 17 Agustus. Negara Republik Indonesia Tahun 1945.3 Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 mengatur tentang bendera negara, bahasa dan lambang negara, serta lagu kebangsaan. Oleh karena itu dijelaskan pada ayat 3 Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia no. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

Berdasarkan pemahaman penulis, masih terdapat masyarakat Indonesia yang belum memahami isi dari UU No. 24 Tahun 2009 tentang bendera negara, bahasa dan lambang negara serta lagu kebangsaan.

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Kegunaan Penelitian

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh warga negara Indonesia mengenai kewajiban warga negara Indonesia memasang bendera merah putih setiap tanggal 17 Agustus agar tidak melanggar norma syariat, dan penelitian ini dimaksudkan sebagai syarat menyelesaikan tugas akhir. untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Fatmawati Sukarno Bengkulu.

Penilitian Terdahulu

9 Tresna Mega Samudra, Kajian Hukum Kualifikasi Penodaan Bendera Merah Putih Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Dalam penelitian ini peneliti mengkaji lebih lanjut tentang kewajiban warga negara mengibarkan bendera Merah Putih setiap tanggal 17 Agustus berdasarkan UU No. 24 Tahun 2009 tentang bendera negara, bahasa dan simbol serta lagu kebangsaan.

Metode Penelitian

Beberapa sumber yang digunakan antara lain; buku teks, jurnal ilmiah, sumber statistik, hasil penelitian berupa tesis diploma, tesis, disertasi dan internet, serta sumber lain yang relevan.11 Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan menganalisis Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 ayat 7. 3 tentang kewajiban warga negara Indonesia mengibarkan bendera merah putih setiap tanggal 17 Agustus, dan undang-undang terkait berjudul Penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan. Bahan hukum primer merupakan suatu bentuk peraturan hukum yang bersifat mengikat karena dikeluarkan oleh lembaga negara atau pemerintah untuk membantu penelitian.

Bahan hukum utama yang digunakan adalah Pasal 7 Ayat 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan dan buku-buku ilmiah di bidang hukum. Bahan hukum sekunder yang terpenting adalah buku teks, karena buku teks memuat prinsip-prinsip dasar fiqih dan pandangan-pandangan klasik para ulama yang berkualifikasi tinggi. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan pedoman dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder berupa kamus umum, kamus hukum, kamus besar bahasa Indonesia, dan kamus bahasa Inggris.13.

Teknik pengumpulan bahan hukum yang dimaksud adalah perolehan bahan hukum untuk penelitian, teknik pengumpulan bahan hukum yang menunjang dan berkaitan dengan penyajian penelitian ini. Kajian dokumen merupakan alat pengumpulan bahan hukum yang dilakukan melalui bahan hukum tertulis dengan cara menganalisis (Content Analysis) 14 Karena dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan undang-undang, maka hal pertama yang dilakukan peneliti untuk mengumpulkan bahan hukum adalah mencari peraturan perundang-undangan Undangan yang membahas tentang hal yang akan dibicarakan. Dalam penulisan hukum, setelah menerima bahan hukum, hal selanjutnya yang dilakukan adalah menganalisis bahan tersebut.

Sistematika Pembahasan

KAJIAN TEORI KAJIAN TEORI

Prinsip-Prinsip Fiqh Siyasah

Manakala fiqh pula ialah ilmu yang bertanggungjawab untuk menentukan dan mentafsir norma-norma hukum asas yang terdapat dalam Al-Quran dan ketetapan umum yang terdapat dalam Sunnah Nabi yang termaktub dalam kitab-kitab Hadis. Dengan kata lain, fiqh adalah ilmu yang berusaha memahami hukum-hukum yang terkandung dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW, yang ditentukan berdasarkan perbuatan orang dewasa yang berakal budi dan wajib melaksanakan syariat Islam. Hasil pemahaman hukum Islam disusun secara sistematik dalam kitab-kitab fiqh yang dinamakan hukum fiqh.

Pengantar Hukum dan Perundangan Islam di Indonesia, Cet. 3) Pemahaman terhadap hukum Allah adalah berdasarkan dalil-dalil tafsili. Berdasarkan pengertian etimologi dan terminologi di atas, dapat disimpulkan bahawa Fiqh Siyasah adalah ilmu pemerintahan Islam yang secara khusus membahas selok-belok mengatur kepentingan umat manusia secara umum dan negara khususnya, dalam bentuk penerapan hukum. , peraturan dan kebijaksanaan oleh pemegang kuasa yang bernafas selaras dengan ajaran Islam, dalam rangka mewujudkan kemaslahatan bagi manusia dan menghindari berbagai kemudaratan yang mungkin timbul dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dia hidup. Dalam kenyataan empirikal, ada kalanya dasar yang adil bercampur dengan dasar yang zalim, sehingga pada masa yang sama berlaku percampuran antara yang adil dan yang zalim atau antara yang benar dan yang batil, Allah SWT melarang mewujudkan suasana seperti itu.

Kepemimpinan ini harus sesuai dengan hukum dan tidak bertentangan dengan syarat-syarat Islam mengenai prinsip-prinsip Fiqih Siyasah dimana ketentuan atau prinsip tersebut bersumber dari Al-Quran dan Hadits. Dari asas dan prinsip dasar tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem sosial pemerintahan dan sistem perekonomian telah sesuai dengan tuntutan zaman. Artinya sistem dan bentuk pemerintahan dari segi teknis pengelolaannya diserahkan kepada kehendak umum sesuai permasalahan.

Ruang Lingkup dan Kajian Fiqih Siyasah

Adapun bidang siyasah tasyri'iyyah, termasuk dalam persoalan ahlul halli wal aqdi, representasi persoalan rakyat. Dalam pengajian fiqh siyasah dusturiyah, perundangan atau kuasa perundangan disebut juga siyasah tasyri'iyyah yang merupakan sebahagian daripada fiqh siyasah dusturiyah, ia merupakan kuasa kerajaan Islam untuk membuat dan menggubal undang-undang. Dalam kajian fiqh siyasah, istilah siyasah tasyri'iyyah digunakan untuk menunjukkan salah satu kuasa atau kuasa kerajaan Islam dalam pengaturan urusan negara.

Dalam konteks ini yang dimaksud dengan legislatif adalah kekuasaan atau wewenang pemerintahan Islam untuk menentukan undang-undang yang akan dilaksanakan dan dilaksanakan oleh rakyatnya berdasarkan ketentuan yang diturunkan Allah SWT dalam hukum Islam.26. Dalam kajian fiqih siyasah, peraturan perundang-undangan atau kekuasaan legislatif disebut juga dengan al-sulṭah al-tasyri'iyah, yaitu kekuasaan pemerintahan Islam dalam membuat dan menetapkan undang-undang. Dengan kata lain, dalam al-sulṭah al-tasyri'iyah, pemerintah menjalankan tugas siyasah syar'iyah untuk membentuk suatu undang-undang yang akan diberlakukan dalam masyarakat Islam untuk kemaslahatan umat Islam, sesuai dengan ajaran Islam.

Undang-undang dan peraturan yang dikeluarkan oleh badan perundangan mesti mengikut peruntukan kedua-dua peraturan Syariah Islam. Di sini, al-sulṭah al-tasyri‟iyah wajib disempurnakan oleh mujtahid dan ahli fatwa seperti yang dijelaskan di atas. Siyasah Tasyri'iyah juga membincangkan tentang penetapan undang-undang dan dasar berkaitan lambang negara seperti bendera Islam.

Bendera

Dalam Undang-undang tersebut merupakan jaminan kepastian hukum, keselarasan, kesesuaian, standardisasi dan ketertiban dalam penggunaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 yang berkaitan dengan bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan. Undang-undang ini mengatur berbagai hal yang berkaitan dengan pendirian dan Prosedur. . Aturan mengenai bendera diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1958 dan lebih lengkap dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Dengan demikian jati diri bangsa dan negara Indonesia tertuang dengan jelas dalam UUD 1945 dan Undang-undang nomor 24 tahun 2009 tentang.

Dalam hal ini, kewajiban mengibarkan bendera Merah Putih pada Hari Kemerdekaan 17 Agustus tertuang dalam Pasal 7 Ayat 3 Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun. Aturan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. DPR dengan ini mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan (B2L2) sebagai undang-undang.

Seperti halnya UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan pada Pasal 7 ayat 3 yang menyatakan bahwa “Bendera Negara wajib dikibarkan pada setiap peringatan Hari Kemerdekaan Negara Indonesia pada tanggal 17 Agustus oleh warga negara”. negara yang menguasai hak penggunaan rumah, gedung atau perkantoran, satuan pendidikan, angkutan umum, dan angkutan pribadi di seluruh wilayah negara kesatuan Republik. Oleh karena itu, bendera, bahasa dan lambang negara serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan sarana persatuan, jati diri, dan wujud eksistensi bangsa, yang merupakan lambang kedaulatan dan kehormatan negara, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera , Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, masih belum ada sanksi bagi WNI yang tidak menaati peraturan dalam undang-undang ini.

Sama seperti tidak mengibarkan bendera merah putih setiap 17 Ogos 1945, perlu ada sekatan bagi orang yang melanggar peraturan dalam undang-undang. Dalam sesebuah negara, peraturan, undang-undang dan undang-undang selalunya tidak konsisten dengan peraturan dalam syariat Islam.

انيلع ام مهيلعو انل ام مهل

Sementara dalam undang-undang ini tidak ada sanksi bagi orang yang melanggar. Misalnya, masih banyak WNI yang tidak menaati peraturan seperti penggantungan atau pengibaran bendera Merah Putih pada 17 Agustus karena hal tersebut diperbolehkan dalam syariat Islam. (diizinkan) untuk tidak menggantungnya jika mereka melakukannya. Masyarakat tidak memiliki bendera dan pemerintah daerah tidak memberikan bendera negara kepada WNI yang tidak mampu. Oleh karena itu, untuk melihat apakah pengibaran bendera merah putih itu dibenarkan atau tidak, maka kewajiban tersebut harus ditinjau ulang. 50 Apalagi kedudukan bendera negara semakin diperjelas dengan Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2009 yang mengatur tentang bendera negara, bahasa dan lambang serta lagu kebangsaan, yang termasuk dalam undang-undang tersebut. Tentu saja dasar pelaksanaannya akan jelas.

Pada prinsipnya sanksi tersebut tidak mengurangi sanksi pidana karena dimaksudkan untuk meningkatkan efek jera bagi orang yang melanggarnya, namun dalam UU No. 24 Tahun 2009 tentang Tidak ada sanksi bendera, bahasa dan lambang negara serta lagu kebangsaan bagi warga negara yang melanggar peraturan. Dalam undang-undang ini, harus ada sanksi bagi warga negara yang menaati aturan, yang merupakan pilihan baik dan membuat kehidupannya tenteram, aman, tenteram, dan tenteram. Hal ini bisa terjadi karena undang-undang tersebut bersifat memaksa dan mengikat, sehingga mau tidak mau harus dipatuhi atau dipatuhi oleh seluruh masyarakat, namun tidak ada sanksi dalam undang-undang ini bagi yang tidak mengikuti aturan penempatan warna Merah. dan Bendera Putih pada 17 Agustus.

Pada kelima hukum Islam di atas mempunyai dampak yang besar terhadap kewajiban memasang atau mengibarkan bendera merah putih dalam Islam, yaitu masih banyak warga negara Indonesia yang tidak memenuhi kewajiban dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 yang disangka bahwa itu adalah amalan yang tergolong wajib, maka jika dikerjakan maka akan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan maka akan mendapat dosa, sama saja. Namun sanksi dalam undang-undang tersebut belum ada dan masih ada masyarakat yang belum mengetahui keberadaan undang-undang no. 24 Tahun 2009, sehingga dampaknya masih banyak yang tidak menaati aturan dalam pemerintahan sehingga dalam Islam suatu perbuatan yang boleh dilakukan dan dibiarkan begitu saja tanpa ada akibat menjadi makruh. Oleh karena itu, undang-undang ini harus disosialisasikan lebih luas lagi kepada masyarakat Indonesia, agar pemerintah daerah memberikan bendera merah putih kepada warganya yang tidak mampu serta dapat memberikan sanksi bagi masyarakat yang masih melanggar aturan undang-undang ini.

PENUTUP

SARAN

Ali Muhammad Daud, Hukum Islam; Pengantar Hukum Islam dan Tatanan Hukum di Indonesia, Cet.

JURNAL, INTERNET

Ibnu Taimiyah, al-Siyasah al-Syar'iyyah: Fī Iṣlāhi al-Ra'ī wa al-Rā'iyyah. Kusmidi Henderi, “Het bestaan ​​Isthisan als voorstel the Istinbath Fiqh Siyasah”, Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam, Vol.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Referensi

Dokumen terkait

Hakikatnya gelandangan dan pengemis bukan merupakan perbuatan yang melawan hukum, bahwa suatu perbuatan tidak dapat dikatakan sebagai kriminal jika tidak terdapat kehendak

Apabila dokter melaksanakan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik, maka hal ini merupakan perbuatan melawan hukum dan diancam dengan sanksi yang

ini terlihat dari kalimat “dengan sengaja” yang menentukan bahwa perbuatan tersebut dilakukan dengan adanaya niat dalam dari pelaku untuk melakukan pembunuhan. Untuk

Dalam hal ini dimaksudkan bahwa timbulnya timbulnya perbuatan itu haruslah berdasarkan adanya keinginan dari si pelaku untuk memiliki barang tersebut dengan cara melawan hukum,

Kesengajaan untuk mencapai tujuan, si pelaku bertujuan untuk menimbulkan akibat yang dilarang. Apabila kesengajaan seperti ini ada pada suatu tindak pidana, si pelaku

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa tindak pidana penggelapan merupakan suatu perbuatan pidana yang dilakukan dengan sengaja dan melawan

Dengan demikian memperhatikan ketiga fungsi DPR tersebut, yakni fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan bahwa pergeseran kewenangan ataupun perubahan

Adanya tindakan atau perbuatan pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk menghilangkan salah satu prosedur/ mekanisme yang sangat penting dalam melakukan